• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN PADA SISWA DI SMP NEGERI 8 MUARO JAMBI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "SKRIPSI HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN PADA SISWA DI SMP NEGERI 8 MUARO JAMBI"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

HUBUNGAN KONSEP DIRI DENGAN KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN PADA SISWA

DI SMP NEGERI 8 MUARO JAMBI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Universitas Jambi

OLEH

SYLVIA VANNESA NIM A1E116005

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI

2022

(2)

i ABSTRAK

Judul: Hubungan Konsep Diri dengan Kecemasan Menghadapi Ujian Pada Siswa di SMP Negeri 8 Muaro Jambi

Penulis : Sylvia Vannesa

Nim : A1E116005

Pembimbing I : Dr. Akmal Sutja, M.Pd

Pembimbing II : Felicia Ayu Sekonda, S.Psi., M.Pd

Konsep diri, khususnya konsep diri dalam bidang akademik memiliki kaitan yang erat terhadap perilaku belajar. Permasalahan yang masih kerap terjadi pada siswa salah satunya ialah kecemasan menghadapi ujian. Hal yang sama terjadi di SMP Negeri 8 Muaro Jambi, salah satu permasalahan siswa adalah tidak yakin akan dirinya sendiri, rasa optimis rendah, dan kondisi psikis yang buruk pada persoalan akademik. Siswa mengaku mengalami gangguan kecemasan secara psikis karena merasa ujian adalah beban, sehingga mereka merasakan ketakutan, khawatir, malu apabila gagal, remedial, atau bahkan tidak naik kelas.

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengungkapkan hubungan antara konsep diri dengan kecemasan menghadapi ujian pada siswa. Penelitian ini tergolong sebagai penelitian korelasional dengan pendekatan kuantitatif, dengan sampel penelitian sebanyak 93 orang siswa yang ditentukan dengan menggunakan teknik simple random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan angket. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan teknik persentase dan korelasi pearson product moment.

Hasil analisis membuktikan bahwa: 1) konsep diri siswa berada pada tingkat yang tinggi dengan persentase sebesar 62,5%, 2) kecemasan dalam menghadapi ujian siswa berada pada tingkat yang sedang dengan persentase sebesar 52,7% dan 3) pengujian hipotesis membuktikan bahwa terdapat hubungan negatif dan berarti antara konsep diri dengan kecemasan menghadapi ujian pada siswa di SMP Negeri 8 Muaro Jambi. Temuan ini memberikan implikasi terhadap Bimbingan dan Konseling di sekolah untuk menjadi lebih aktif untuk mengembangkan layanan untuk meningkatkan konsep diri, serta melakukan konseling individual maupun kelompok teman sebaya.

Kata Kunci: Konsep Diri, Kecemasan Menghadapi Ujian

(3)

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Hubungan Konsep Diri dengan Kecemasan Menghadapi Ujian Pada Siswa di SMP Negeri 8 Muaro Jambi”.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada program Strata-1 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Jambi. Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini tidak akan selesai tanpa mendapatkan bimbingan, pengarahan, dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Drs. Nelyahardi Gutji, M.Pd Selaku Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling

2. Bapak Dr. Akmal Sutja, M.Pd dan Ibu Fellicia Ayu Sekonda, S.Psi, M.Pd selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah meluangkan waktu dan pikiran dalam memberikan arahan hingga skripsi ini terselesaikan.

3. Bapak Zulfanof selaku Ayahanda dan Ibunda Tercinta Siti Umaiyah yang senantiasa tanpa henti memberikan doa terbaik, dukungan moril dan jerih payah materil serta doa restu dalam setiap langkah melaksanakan studi.

Terimakasih telah menjadi motivasi terbesar dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Teman-teman seperjuangan, Evianda Meilistia, Krismonita, Arif Prabowo, dan teman-teman yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah

(4)

iii

berjuang bersama, memberikan saran serta semangat untuk perjalanan yang panjang ini.

5. Seluruh pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya.

Jambi, Desember 2022

Penulis

DAFTAR ISI

(5)

iv

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Batasan Masalah ... 5

C. Rumusan Masalah ... 6

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 7

F. Anggapan Dasar ... 8

G. Pertanyaan Penelitian ... 8

H. Definisi Operasional ... 8

I. Kerangka Konseptual ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kecemasan ... 10

1. Pengertian Kecemasan ... 10

2. Pengertian Kecemasan Siswa Menghadapi Ujian ... 12

3. Gejala Kecemasan Siswa dalam Menghadapi Ujian ... 13

4. Faktor Penyebab Kecemasan Siswa Menghadapi Ujian ... 14

5. Aspek-aspek Kecemasan Siswa Menghadapi Ujian ... 15

6. Upaya Mengatasi Kecemasan Menghadapi Ujian ... 17

B. Konsep Diri ... 21

1. Pengertian Konsep Diri ... 21

2. Aspek-aspek Konsep Diri ... 24

3. Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri ... 25

4. Macam-macam Konsep Diri ... 28

C. Keterkaitan antara Konsep Diri dengan Kecemasan Menghadapi Ujian .. 31

D. Penelitian Relevan ... 32

(6)

v BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ... 34

B. Populasi dan Sampel ... 34

C. Jenis dan Sumber Data ... 37

D. Alat Pengumpulan Data ... 38

E. Analisis Data ... 41

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ... 45

B. Uji Persyaratan Statistik ... 51

C. Hasil Penelitian ... 53

D. Pembahasan ... 55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 60

B. Saran ... 60

C. Implikasi terhadap BK ... 62

DAFAR PUSTAKA ... 64

(7)

vi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Sebaran Populasi Penelitian ... 35

Tabel 2. Perkiraan Sampel Pada Populasi Homogen & Heterogen ... 36

Tabel 3. Sebaran Sampel Penelitian ... 37

Tabel 4. Pengembangan Kisi-Kisi Angket ... 39

Tabel 5. Skor Pernyataan Skala Likert ... 42

Tabel 6. Kriteria Tafsiran Persentase ... 44

Tabel 7. Kriteria Penafsiran Korelasi ... 44

Tabel 8. Deskripsi Data Variabel Konsep Diri ... 45

Tabel 9. Klasifikasi Tingkatan Variabel Konsep Diri ... 46

Tabel 10. Deskripsi Data Variabel Kecemasan Menghadapi Ujian... 47

Tabel 11. Klasifikasi Tingkatan Variabel Kecemasan Menghadapi Ujian ... 48

Tabel 12. Hasil Analisis Data Variabel Konsep Diri ... 49

Tabel 13. Hasil Analisis Data Variabel Kecemasan Menghadapi Ujian... 50

Tabel 14. Hasil Uji Normalitas Data ... 52

Tabel 15. Hasil Uji Linearitas Data... 53

Tabel 16. Hasil Analisis Korelasi ... 54

(8)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

1. Pengembangan Kisi-Kisi Angket 2. Rekapitulasi Hasil Uji Coba Penelitian 3. Angket Penelitian

4. Tabulasi Data 5. Output SPSS 6. Distribusi r Tabel

7. Surat Izin Melaksanakan Penelitian

8. Surat Keterangan telah Melaksanakan Penelitian

(9)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kecemasan pada setiap manusia pastinya lumrah terjadi, tetapi tingkat kecemasan dan penanganan setiap individu berbeda-beda sesuai dengan bagaimana ia mengenali dirinya sendiri dan juga bagaimana ia memiliki kepercayaan diri, emosi, dan interaksi sosial yang baik. Kecemasan timbul karena adanya perasaan terancam pada suatu hal yang belum jelas. Banyak hal yang dapat menimbulkan kecemasan, misalnya, karir, kesehatan, masa depan, ujian, kondisi lingkungan, dan lain-lain. Siswa di sekolah pastinya juga memiliki kecemasan, yaitu persoalan dalam menghadapi akademisnya.

Kecemasan yang dialami oleh siswa dapat timbul dari banyaknya faktor, salah satu yang paling dekat yaitu beban akademis yang dihadapi oleh siswa tersebut, misalnya persoalan mengenai ujian. Kecemasan atau ketakutan siswa dalam menghadapi ujian dapat mengganggu proses belajar siswa dan akhirnya berpengaruh terhadap hasil ujian. Kecemasan itu pun dapat mengganggu daya ingat, daya kritis, daya konsentrasi, dan juga kekreativitasan siswa dalam belajar. Menurut Audith M. Turmudhi dalam Permana, dkk (2016:52), “jika kecemasan tersebut dapat mengacaukan emosi, mengganggu tidur, menurunkan nafsu makan, dan merosotkan kebugaran tubuh, makan hal tersebut dapat menjadi penyebab siswa gagal ujian.”

(10)

2

Siswa yang mengalami kecemasan, mereka mengalami beberapa gangguan-gangguan pada dirinya. Menurut Casbarro dalam Permana, dkk (2016:53), bahwa manifestasi kecemasan ujian terwujud dalam bentuk perasaan yang tidak menyenangkan seperti khawatir, takut, dan gelisah yang berlebihan. Kecemasan menjadi sangat berbahaya ketika siswa yang akan menghadapi ujian menjadi tidak terkendali dan tidak dapat mengontrol kecemasannya tersebut.

Gejala kecemasan yang dialami oleh siswa yang disebabkan oleh ujian, antara lain: gejala fisik, gejala psikis, dan gejala sosial. Gejala fisik meliputi:

peningkatan detak jantung, pernafasan meningkat, keluar keringat, gemetar, kepala pusing, mual, lemah, sering buang air besar dan kencing, nafsu makan menurun, tekanan darah ujung jari terasa dingin, dan lelah. Gejala psikis meliputi: perasan akan adanya bahaya, kurang percaya diri, khawatir, rendah diri, tegang, tidak bisa konsentrasi, kesempitan jiwa, ketakutan, kegelisahan, berkeluh kesah, kepanikan, tidur tidak nyenyak, terancam & kebingungan (Permana,dkk 2016:53).

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada beberapa siswa kelas VIII pada tanggal 4 Oktober 2021 di SMP Negeri 8 Muaro Jambi, siswa-siswa tersebut mengungkapkan bahwa mereka mengalami persoalan akademik salah satunya kecemasan saat akan menghadapi ujian. Siswa mengaku mengalami gangguan kecemasan secara psikis karena merasa ujian adalah beban, sehingga mereka merasakan ketakutan, khawatir, malu apabila gagal, remedial, atau bahkan tidak naik kelas. Kemudian ada siswa yang

(11)

mengaku mengalami gangguan secara fisik seperti mudah berkeringat, gemetar, detak jantung meningkat, panik, dan gangguan fisik lainnya. Kondisi ini yang dapat menghambat keberhasilan siswa dalam menghadapi ujian.

Menurut Mayang (2017:107), kecemasan dapat mendatangkan dampak yang merugikan pada pikiran serta tubuh, bahkan dapat menimbulkan penyakit- penyakit fisik. Salahsatu faktor pendukung kehidupan yang sehat, baik fisik maupun psikologis, ialah konsep diri.

Menurut Burn dalam Surna & Pandeirot (2014:140) “Konsep diri diartikan sebagai segala keyakinan seseorang pada diri sendiri. Konsep diri akan menentukan siapa seseorang itu dalam kenyataannya, siapa seseorang itu menurut pikirannya, dan akan menentukan bisa menjadi apa seseorang itu menurut pikirannya sendiri.” Teori lain mengenai konsep diri ini juga dikemukakan oleh Hurlock dalam Rio & Poppy (2019:88), “konsep diri merupakan gambaran seseorang mengenai diri sendiri yang merupakan gabungan dari keyakinan fisik, psikologis, sosial, emosional aspiratif, dan prestasi yang mereka capai.” Menurut Mubarak and Brother dalam Djaali (2014:129) “konsep diri adalah pandangan seseorang tenang dirinya sendiri yang menyangkut apa yang ia ketahui dan rasakan tentang perilakunya, isi pikiran dan perasaannya, serta bagaimana perilakunya tersebut berpengaruh terhadap orang lain”.

Salah satu fenomena lapangan yang terjadi mengenai konsep diri adalah pada saat peneliti melakukan praktek lapangan di sekolah yaitu salah satu siswa pindahan yang berinisial J dari sekolah tersebut pernah bercerita

(12)

4

bahwa ia adalah anak yang aktif, rajin sekolah, periang, dan penurut ketika ada di sekolah sebelumnya. Namun setelah masuk kedalam lingkungan baru ia mengaku bahwa lingkungan sekolahnya tersebut tidak bersahabat dengan dirinya, ia berkata bahwa teman-temannya di sekolah cenderung acuh, tidak memiliki empati, tidak memiliki solidaritas dan beberapa kali J merasa terintimidasi selama ada di lingkungan barunya. Perlakuan yang didapat J di lingkungan barunya membuatnya tidak nyaman dan secara tidak langsung membuat konsep dirinya berubah, menjadi sedikit apatis, pendiam, jarang masuk sekolah. Endah (2015) pada penelitiannya mengungkapkan bahwa semakin rendah konsep diri siswa maka semakin tinggi pula tingkat kecemasannya dalam menghadapi ujian akhir.

Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan guru Bimbingan dan Konseling pada tanggal 29 September 2021 di SMP Negeri 8 Muaro Jambi, salah satu permasalahan siswa kelas VIII adalah siswa tidak yakin akan dirinya sendiri, rasa optimis rendah, dan kondisi psikis yang buruk pada persoalan akademik. Siswa tersebut melakukan hal-hal yang mengindikasikan bahwa mereka memiliki konsep diri yang rendah, misalnya siswa bermalas- malasan dalam mengikuti kegiatan belajar-mengajar, siswa tidak begitu antusias ketika mengikuti pengayaan, siswa tidak begitu tertarik untuk membahas Try Out soal-soal ujian, bahkan beberapa siswa ada yang tidak mengikuti kegiatan Try Out soal-soal ujian.

Menurut Permatasari, dkk (2018:66), “konsep diri, khususnya konsep diri dalam bidang akademik memiliki kaitan yang erat terhadap perilaku

(13)

belajar.” Baron dan Byrne dalam Hara, dkk (2016:54) mengemukakan bahwa

“keyakinan diri akademis berhubungan dengan keyakinan siswa akan kemampuannya melakukan tugas-tugas, mengatur kegiatan belajar mereka sendiri, dan hidup dengan harapan akademis mereka sendiri dan orang lain.”

Hal lain disampaikan oleh Freimuth dalam Datiningrum dan Delvinasari (2015:2) “individu dengan konsep diri rendah memiliki tingkat kecemasan tinggi dalam komunikasi oral.” Berdasarkan grand theory yang telah dipaparkan, konsep diri yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keyakinan diri dan kondisi psikologis. Terkait dengan kecemasan yang telah dipaparkan, kecemasan pada penelitian ini terfokus pada siswa dalam menghadapi ujian.

Penelitian ini menarik dilakukan karena belum banyak/langkanya penelitian mengenai hal ini, dan besarnya minat peneliti terhadap masalah tersebut. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan konsep diri dengan kecemasan menghadapi ujian pada siswa di SMP N 8 Muaro Jambi.

B. Batasan Masalah

Kecemasan menghadapi ujian yang dialami oleh siswa dapat mengganggu persiapan dan kelancaran usaha yang dilakukan oleh siswa.

Mengingat banyaknya teori yang ada, maka penelitian ini dibatasi sebagai berikut.

1. Konsep diri yang ingin dilihat adalah konsep diri yang dibatasi pada 3 unsur yaitu : pengetahuan diri, pengharapan diri, dan penilaian diri.

(14)

6

2. Kecemasan dalam menghadapi ujian dibatasi pada ranah manifestasi kognitif, manifestasi afektif, manifestasi motorik dan manifestasi somatik yang terganggu.

3. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 8 Muaro Jambi

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah yang telah dipaparkan oleh peneliti diatas, maka permasalahan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.

1. Bagaimana gambaran tingkat konsep diri pada siswa kelas VIII di SMP N 8 Muaro Jambi?

2. Bagaimana gambaran tingkat kecemasan menghadapi ujian pada siswa kelas VIII di SMP N 8 Muaro Jambi?

3. Apakah terdapat hubungan antara konsep diri dengan kecemasan menghadapi ujian pada siswa kelas VIII di SMP N 8 Muaro Jambi?

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan penelitian ini antara lain:

1. Untuk mengetahui gambaran tingkat konsep diri pada siswa kelas VIII di SMP N 8 Muaro Jambi.

2. Untuk mengetahui gambaran tingkat kecemasan menghadapi ujian pada siswa kelas VIII di SMP N 8 Muaro Jambi.

3. Mengungkapkan hubungan antara konsep diri dengan kecemasan menghadapi ujian pada siswa kelas VIII di SMP N 8 Muaro Jambi.

(15)

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari pelaksanaan dan temuan hasil penelitian ini yaitu:

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi, kontribusi dan evaluasi bagi penelitian selanjutnya yang memiliki fokus yang sama dengan penelitian ini, dan juga dapat dijadikan salah satu referensi atau acuan peneliti dan pembaca lain untuk pengembangan ilmu dalam ranah bimbingan dan konseling khususnya bidang belajar mengenai hubungan konsep diri dengan kecemasan menghadapi ujian pada siswa.

2. Manfaat Praktis a) Bagi Peneliti

Penelitian ini sebagai sarana bagi peneliti untuk dapat menambah wawasan dan mampu mengembangkan teori konsep diri dan kecemasan yang terjadi pada siswa.

b) Bagi Guru

Dapat digunakan oleh guru untuk mendampingi dan membantu siswa dalam menghadapi ujian.

c) Bagi peneliti selanjutnya

Penelitian ini dapat menjadi inspirasi bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian serupa sehingga dapat menjadi tolak ukur bagi peneliti selanjutnya.

(16)

8

F. Anggapan Dasar

Penelitian ini dilakukan dengan adanya asumsi-asumsi atau anggapan peneliti, antara lain:

1. Setiap individu memiliki konsep diri yang berbeda-beda.

2. Konsep diri menjadi salah satu aspek untuk mengetahui kemampuan diri.

3. Konsep diri menjadi salah satu aspek penting untuk mengetahui bagaimana seseorang berjuang mengatasi kecemasan.

4. Kecemasan dalam menghadapi ujian dipengaruhi oleh banyaknya faktor.

5. Dalam menghadapi ujian setiap siswa memiliki tingkat kecemasan yang berbeda-beda, tergantung bagaimana individu tersebut mengenal dan yakin akan kemampuan yang dimiliki oleh dirinya..

G. Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis yang akan diuji kebenarannya dalam penelitian ini yaitu: rdapat hubungan antara konsep diri dengan kecemasan menghadapi ujian pada siswa kelas VIII di SMP N 8 Muaro Jambi.

H. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahan dalam penafsiran judul dan permasalahan dalam penelitian ini, maka definisi operasional pada penelitian ini yaitu:

1. Konsep diri yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pemahaman dan pendapat yang dimiliki seorang individu tentang dirinya secara

(17)

keseluruhan ditandai dengan adanya pengetahuan tentang diri, harapan yang dimiliki dan penilaian diri.

2. Kecemasan dalam menghadapi ujian yang dimaksud adalah suatu keadaan dimana individu merasakan gangguan yang ditandai dengan kekhawatiran yang berlebih hingga membuat manifestasi kognitif, afektif, motorik dan somatik pada diri individu tersebut menjadi terganggu.

I. Kerangka Konseptual

Agar penelitian ini dapat terarah dengan sebagaimana mestinya maka peneliti membuat kerangka konseptual yang digambarkan sebagai berikut.

X Konsep Diri (Calhoun dan Acocella) 1. Pengetahuan diri 2. Harapan

3. Penilaian diri

Y Kecemasan

(Soeitoe) 1. Manifestasi kognitif 2. Manifestasi afektif 3. Manifestasi motorik 4. Manifestasi somatik Rxy

(18)

10 BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Kecemasan

1. Pengertian Kecemasan

Kecemasan dalam Bahasa Inggris “anxiety” berasal dari Bahasa Latin “angustus” yang berarti kaku, dan “ango, anci” yang berarti mencekik. Kecemasan merupakan emosi yang selalu dialami individu sepanjang hidupnya mulai dari ayunan sampai usungan. Pada dasarnya, kecemasan merupakan hal wajar yang pernah dialami oleh setiap manusia. Kecemasan sudah dianggap sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari.

Kecemasan adalah suatu perasaan yang sifatnya umum, dimana seseorang merasa ketakutan atau kehilangan kepercayaan diri yang tidak jelas asal maupun wujudnya (Feriana, 2013). Lazarus (1991) menyatakan bahwa kecemasan adalah reaksi individu terhadap hal yang akan dihadapi. Kecemasan merupakan suatu perasaan yang menyakitkan, seperti kegelisahan, kebingungan, dan sebagainya, yang berhubungan dengan aspek subyektif emosi. Kecemasan merupakan gejala yang bisa pada saat ini, karena itu di sepanjang perjalanan hidup manusia, mulai lahir sampai menjelang kematian, rasa cemas sering kali ada.

(19)

Franken (Sarastika, 2014) mengartikan kecemasan sebagai emosi negatif. Orang yang cemas, seringkali tidak mampu untuk membuat spesifikasi tentang sumber kecemasannya tersebut. Oleh karena itu, mereka berusaha menanganinya dengan menemukan tempat yang aman. Saat seseorang mengalami kecemasan, fungsi intelektualnya pun menjadi lemah yang mengakibatkan dirinya mengalami kesulitan dalam belajar dan konsentrasi serta mudah terganggu. Tidak semua orang memiliki kecemasan yang sama, sebagian orang sudah memiliki sejak lahir. Semua situasi yang akan mengancam kesejahteraan organisme dapat menimbulkan kecemasan.

Konflik, frustasi, ancaman fisik, ancaman terhadap harga diri, dan tekanan untuk melakukan sesuatu di luar kemampuan akan menimbulkan kecemasan.

Hillgard (Sarastika, 2014) menjelaskan bahwa kecemasan adalah emosi yang tidak menyenangkan, yang ditandai dengan istilah- istilah seperti kekhawatiran, keprihatinan dan rasa takut yang kadang kita alami dalam tingkat yang berbeda-beda. Sedangkan Freud (Syamsu, 2009) mendefinisikan bahwa kecemasan sebagai suatu perasaan yang tidak menyenangkan, yang diikuti oleh reaksi psikologis tertentu seperti perubahan detak jantung dan pernafasan, dengan kata lain kecemasan adalah reaksi atas situasi yang dianggap berbahaya. Kecemasan dianggap sebagai suatu perasaan yang lebih

(20)

12

mengganggu daripada penerimaan terhadap kematian yang tidak dapat dihindari.

Berbasarkan berbagai definisi kecemasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kecemasan adalah respon psikologis terhadap campuran perasaan dan emosi yang disebabkan karena kekhawatiran yang tidak jelas dan menekan kehidupan seseorang. Kecemasan bisa terjadi oleh siapa saja karena kecemasan merupakan keadaan yang dapat mengganggu seseorang akibat dari tekanan maupun keadaan yang mengakibatkan seseorang mengalami ketakutan dalam hidup mereka.

2. Pengertian Kecemasan Siswa Menghadapi Ujian

Menurut Wibowo (2012), siswa yang sedang mengalami kecemasan menjelang ujian adalah siswa yang sedang bermasalah dan sedang berada dalam keadaan tertekan dan tidak berdaya. Dalam keadaan seperti ini, siswa mudah terjajah oleh kekuatan-kekuatan yang merasuk ke dalam dirinya yang dapat melemahkan dan menimbulkan berbagai kerusakan dalam dirinya dan kegagalan dalam menghadapi ujian. Kecemasan dapat berkembang dalam intensitas yang begitu besar dan sebagai konsekuensinya dapat menjadi penyebab bagi tindakan pencegahan yang berlebihan.

Kecemasan yang disebabkan oleh neurosis, kecemasan akibat gelisah dalam menghadapi ujian akan merugikan diri siswa untuk berkonsentrasi dalam belajar. Kemunculan kecemasan akan sangat

(21)

tergantung pada seberapa besar pengetahuan dan penguasaan materi ujian dikuasai oleh seorang siswa. Pada kesempatan yang lain, pengetahuan sendirilah yang mengakibatkan kecemasan, karena ia memperlihatkan adanya bahaya dengan lebih cepat. Jadi siswa akan terlihat cemas melihat dirinya tidak siap dalam menghadapi ujian yang akan menjadi salah satu penentu kelulusan siswa dari sekolah.

3. Gejala Kecemasan Siswa dalam Menghadapi Ujian

Wibowo (2012) menyatakan bahwa gejala perilaku siswa yang mengalami kecemasan menjelang ujian adalah gejala fisik, gejala psikis, dan gejala sosial.

a. Gejala fisik meliputi peningkatan detak jantung, perubahan pernafasan (nadi dan pernafasan meningkat), keluar keringat, gemetar, kepala pusing, mual, lemah, nyeri, sering buang air besar dan kecil, nafsu makan menurun, tekanan darah ujung jari terasa dingin, dan lelah.

b. Gejala psikis meliputi perasaan akan adanya bahaya, kurang percaya diri, kurang tenaga/tidak berdaya, khawatir, rendah diri, tegang, tidak bisa konsentrasi, kesempitan jiwa, ketakutan, kegelisahan, berkeluh kesah, kepanikan, tidur tidak nyenyak, berdosa, terancam, dan kebingungan/linglung.

c. Gejala sosial meliputi mencari bocoran soal, mencari kunci jawaban, menyontek, menyalahkan soalnya sulit, dan

(22)

14

menyalahkan gurunya belum pernah mengajarkan materi yang diujikan.

4. Faktor Penyebab Kecemasan Siswa Menghadapi Ujian

Wibowo (2012) mengemukakan penyebab kecemasan siswa menjelang ujian yaitu:

a. Tidak menguasai materi pembelajaran yang akan di uji.

b. Tidak percaya diri, tidak siap, dan tidak bisa menghadapi kenyataan.

c. Tidak memiliki kesiapan mental dan fisik dalam menghadapi ujian.

d. Menganggap bahwa ujian nasional adalah merupakan hal yang menakutkan.

e. Pembelajaran di sekolah dianggap belum mencukupi untuk membekali dirinya dalam menghadapi ujian.

f. Proses pembelajaran di sekolah tidak menerapkan sistem evaluasi/ujian yang obyektif, berkeadilan, dan akuntabel.

Sulaiman (2009) mengatakan bahwa faktor kecemasan dalam ujian bisa disebabkan oleh kondisi dan situasi ujian saat itu, meskipun materi pelajaran yang akan diujikan telah dikuasai. Selain itu juga bisa disebabkan karena waktu yang terbatas, tingkat kesulitan materi ujian, instruksi tes, bentuk pertanyaan dan hal-hal teknis lainnya.

Kecemasan ini juga akan semakin meningkat melihat banyaknya siswa dan siswi yang tidak lulus dalam ujian.

(23)

Faktor lain yang menyebabkan timbulnya perasaan cemas adalah kurangnya kepercayaan diri siswa terhadap kemampuan yang ia miliki. Karena itu, banyak siswa yang merasa pesimis. Sebenarnya siswa mampu mengerjakan soal dan mendapatkan nilai yang memuaskan, namun karena kurangnya kepercayaan diri, sehingga mereka malah menyontek dan melakukan hal-hal curang lainnya yang terkadang membuat mereka gagal. Seharusnya siswa tidak perlu cemas menghadapi ujian nasional. Sebab dengan belajar tekun dan giat, berlatih mengerjakan soal-soal ujian tahun sebelumnya dan berdoa, siswa akan mampu menyelesaikan soal-soal ujian dengan baik dan mendapatkan hasil yang memuaskan.

5. Aspek-Aspek Kecemasan Siswa Menghadapi Ujian

Menurut Soeitoe (1982) manifestasi kecemasan siswa menjelang ujian ada 4 yaitu:

a. Manifestasi Kognitif yang Tidak Terkendali

Munculnya kecemasan sebagai hasil kesalahan dalam melihat permasalahan atau kejadian. Seseorang yang cemas karena cara berpikir tentang sesuatu yang akan terjadi pada dirinya dan memandang permasalahan atau kejadian tersebut sebagai hal yang mengganggu. Manifestasi kognitif timbul karena siswa tidak dapat memusatkan pikirannya terhadap ujian khususnya soal-soal ujian yang sedang dikerjakan. Siswa yang mengalami manifestasi kognitif dalam situasi yang

(24)

16

tertekan sehingga kemampuan siswa dalam berpikir mengalami hambatan.

b. Manifestasi Afektif yang Tidak Terkendali

Kecemasan yang timbul karena suatu keadaan emosional yang ditandai oleh perasaan bingung, khawatir, dan gelisah sehingga siswa tidak dapat mengerjakan soal-soal ujian. Perasaan bingung muncul pada saat siswa mengalami situasi keputusasaan untuk memilih jawaban dan memecahkan jawaban yang benar dalam soal-soal ujian. Rasa khawatir muncul pada situasi siswa merasa terbebani ketika mengerjakan soal-soal latihan ujian. Rasa khawatir muncul karena adanya perasaan yang tidak menyenangkan ketika menjelang ujian.

Gelisah terjadi ketika siswa mengalami situasi yang tidak tenang ketika ujian berlangsung. Gelisah ditandai oleh perilaku gugup, tidak sabar/tergesa-gesa saat mengerjakan soal ujian, keluar masuk kelas, duduk yang tidak tenang, tidak percaya diri, menggerakkan tangan atau kaki, membolak- balikkan kertas, menengok temannya, dan lain-lain.

c. Manifestasi Motorik yang Tidak Terkendali

Manifestasi motorik adalah suatu keadaan yang tidak nyaman yang dialami siswa yang berkaitan dengan kerja otot- otot dalam tubuh. Manifestasi motorik muncul ketika siswa

(25)

mengalami ketegangan otot dan gemetar ketika sedang mempelajari bahanbahan ujian. Ketegangan otot muncul karena posisi tubuh tidak santai/rileks ketika mempelajari soal- soal ujian. Ketegangan otot terjadi pada leher, bahu, dan punggung. Gemetar merupakan gerakan otot yang tidak disengaja pada saat siswa mengerjakan soal-soal latihan ujian.

Gemetar muncul pada saat siswa mengalami situasi yang tidak nyaman yang dianggap genting. Gemetar muncul pada kaki, tangan, dan lengan.

d. Manifestasi Somatik yang Tidak Terkendali

Manifestasi somatik muncul dalam bentuk fisiologis atau biologis. Gejala-gejala fisiologis atau biologis adalah berkeringat, jantung berdetak cepat, kepala pusing, mual, lemas, dan sesak nafas.

6. Upaya Mengatasi Kecemasan Menghadapi Ujian

Upaya-upaya mengatasi kecemasan menjelang ujian pada siswa yaitu dengan pendekatan sosial, pendekatan psikologis, dan pendekatan edukatif.

a. Pendekatan Sosial (peran orangtua)

Menurut Feriana (Ansori, 2011), untuk membantu anak- anak mengelola kondisi psikologisnya ketika menjelang ujian, orangtua dapat melakukan beberapa hal dibawah ini:

(26)

18

1) Tidak berlebihan menekan anak saat belajar. Hal ini dapat dilakukan agar anak tidak semakin takut dan tegang ketika mempersiapkan ujian.

2) Mengajak anak berpikir : “Ini sulit, tapi mungkin”

daripada “Ini mungkin, tapi sulit”.

3) Membantu anak untuk berpikir bahwa ujian adalah hal yang terpenting tapi bukan tidak mungkin dapat dilewati. Pemikiran anak yang berlebihan terhadap ujian adalah salah satu penyebab dipahami hilang secara tiba- tiba saat berada di ruang ujian.

4) Berikan dukungan sosial pada anak dan tanamkan pemikiran positif pada anak bahwa ia dapat menghadapi ujian dengan baik tanpa harus merasa khawatir berlebihan.

5) Mengajak anak untuk beribadah dan berdoa bersama agar semakin tenang ketika menjelang ujian. Ketika waktu belajar pun, orangtua dapat mengajarkan dan melantumkan doa sebelum belajar bersama dengan anak.

b. Pendekatan Psikologis (Siswa)

Menurut Feriana (Wibowo, 2012), ada 10 upaya-upaya menjelang ujian :

1) Penguasaan materi pembelajaran 2) Meningkatkan rasa percaya diri

(27)

3) Meningkatkan konsentrasi belajar

4) Mengembangkan disiplin diri dalam belajar

5) Hidup teratur agar berhasil dalam menghadapi ujian 6) Mengelola waktu belajar secara efektif dan efisien

7) Meningkatkan produktivitas belajar dalam menjelang ujian

8) Ketekunan dalam belajar

9) Motivasi diri untuk berhasil ujian 10) Bersikap positif terhadap ujian c. Pendekatan Edukatif (peran guru)

Menurut Feriana (Yudhawati dan Haryanto, 2011), upaya-upaya mengatasi kecemasan menjelang ujian yaitu :

1) Menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan 2) Selama kegiatan pembelajaran berlangsung, guru

seyogyanya dapat mengembangkan “sense of humor”

dirinya maupun para siswanya

3) Melakukan kegiatan selingan melalui berbagai atraksi

“game” atau “ice break” tertentu, terutama dilakukan pada saat suasana kelas sedang tidak kondusif

4) Sewaktu-waktu mengajak siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran diluar kelas, sehingga siswa tidak merasa bosan

(28)

20

5) Memberikan materi dan tugas-tugas, khususnya untuk persiapan ujian

6) Menggunakan pendekatan humanistik dalam mengeelola kelas. Guru dan siswa dapat mengembangkan pola hubungan yang baik

7) Guru menanamkan kesan positif dalam diri siswa, dengan sosok yang menyenangkan, ramah, cerdas, penuh empati, dan dapat di teladani,bukan menjadi sumbr ketakutan

8) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan penilaian diri (self assesment) atas tugas dan pekerjaan yang telah dilakukannya

9) Pengembangan sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk kepentingan pembelajaran siswa

10) Mengoptimalkan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.

(29)

B. Konsep Diri

1. Pengertian Konsep Diri

James dalam Hutagalung (2007: 21), mengemukakan diri (self) adalah segala sesuatu yang dapat dikatakan orang tentang dirinya sendiri, bukan hanya tentang tubuh dan keadaan psikisnya sendiri, melainkan juga tentang anak, istri/suami, rumah, pekerjaan, nenek moyang, teman-teman, milik, uang dan lain-lain. Diri adalah semua ciri, jenis kelamin, pengalaman, latar belakang budaya, pendidikan dan sebagainya yang melekat pada seseorang. Makin dewasa dan makin tinggi kecerdasan seseorang, makin mampu orang tersebut menggambarkan dirinya sendiri, makin baik konsep dirinya.

Lebih lanjut dijelaskan oleh James bahwa ada dua jenis diri, yaitu

‘diri’ dan ‘aku’. Diri adalah aku sebagaimana dipersepsikan oleh orang aktif, mengamati, berpikir, dan berkehendak (subjective self). Dalam perkembangan baik praktik maupun penelitian-penelitian sulit untuk membedakan kedua diri ini. Oleh karena itu, kedua konsep digabung ke dalam satu konsep yang lebih menyeluruh, yaitu kepribadian (Hutagalung, 2007: 21).

Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa diri merupakan suatu persepsi orang lain tentang diri seseorang yang meliputi semua aspek, baik dalam dirinya, atau keluarganya dan semua hal yang berkaitan dengan dirinya.

(30)

22

Calhaoun dan Acocella dalam Ghufron dan Risnawita (2010: 13), mendefinisikan konsep diri sebagai gambaran mental diri seseorang.

Hurlock Ghufron dan Risnawita (2010: 13), mengatakan bahwa konsep diri merupakan gambaran seseorang mengenai diri sendiri yang merupakan gabungan dari keyakinan fisik, psikologis, sosial, emosional aspiratif, dan prestasi yang mereka capai. Lebih lanjut, Hurclok dalam Hutagalung (2007: 22), mengemukakan bahwa konsep diri dapat dibagi menjadi dua, yaitu konsep diri sebenarnya merupakan konsep seseorang tentang dirinya yang sebagian besar ditentukan oleh peran dan hubungannya orang lain serta persepsinya tentang penilaian orang lain terhadap dirinya, sedangkan konsep diri ideal merupakan gambaran seseorang mengenai keterampilan dan kepribadian yang didambakannya.

Burn Ghufron dan Risnawita (2010: 13), mendefinisikan konsep diri sebagai kesan terhadap diri sendiri secara keseluruhan yang mencakup pendapatnya terhadap diri sendiri, pendapat tentang gambaran diri di mata orang lain, dan pendapatnya tentang hal-hal yang dicapai.

Konsep diri adalah apa yang dipikirkan dan dirasakan tentang dirinya sendiri. Ada dua konsep diri, yaitu konsep diri komponen kognitif dan konsep diri komponen afektif. Komponen kognitif disebut self image dan komponen afektif disebut self esteem. Komponen kognitif adalah pengetahuan individu tentang dirinya mencakup pengetahuan “siapa saya”

yang akan memberikan gambaran tentang diri saya. Gambaran ini disebut citra diri.

(31)

Sementara itu, komponen afektif merupakan penilaian individu terhadap dirinya sendiri yang akan membentuk bagaimana penerimaan terhadap diri dan harga diri individu. Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan.

Konsep diri bukan merupakan faktor bawaan, melainkan berkembang dari pengalaman yang terus menerus dan terdiferensiasi. Dasar dari konsep diri individu ditanamkan pada saat-saat dini kehidupan anak dan menjadi dasar yang mempengaruhi tingkat lakunya di kemudian hari (Ghufron dan Risnawita, 2010: 13).

Fitts dalam Agustiani (2006: 138) mengemukakan bahwa konsep diri merupakan aspek penting diri seseorang, karena konsep diri seseorang merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam berinteraksi dengan lingkungan. Ia menjelaskan konsep diri secara fenomenologis, dan mengatakan bahwa ketika individu memper-sepsikan dirinya, bereaksi terhadap dirinya, memberikan arti dan penilaian serta membentuk abstraksi tentang dirinya, berarti ia menunjukkan suatu kesadaran diri (self awareness) dan kemampuan untuk keluar dari dirinya sendiri untuk

melihat dirinya seperti yang ia lakukan terhadap dunia di luar dirinya.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh seseorang mengenai dirinya sendiri.

(32)

24

2. Aspek-aspek Konsep Diri

Calhoun dan Acocella dalam Ghufron dan Risnawita (2010: 17), mengatakan konsep diri terdiri dari tiga aspek, yaitu:

a. Pengetahuan

Pengetahuan adalah apa yang individu ketahui tentang dirinya. Individu di dalam benaknya terdapat satu daftar yang menggambarkan dirinya, kelengkapan atau kekurangan fisik, usia, jenis kelamin, kebangsaan, suku, pekerjaan, agama, dan lain-lain.

Pengetahuan tentang diri juga berasal dari kelompok sosial yang diidentifikasikan oleh individu tersebut. Julukan ini juga dapat berganti setiap saat sepanjang individu mengidentifikasian diri terhadap suatu kelompok tertentu, maka kelompok tersebut memberikan informasi lain yang dimasukkan ke dalam potret dari mental individu.

b. Harapan

Pada saat-saat tertentu, seseorang mempunyai aspek pandangan tentang dirinya. Individu juga mempunyai satu aspek pandangan tentang kemungkinan dirinya menjadi apa di masa depan. Pendeknya, individu mempunyai harapan bagi dirinya sendiri untuk menjadi diri yang ideal. Diri yang ideal sangat berbeda pada masing-masing individu. Seseorang mungkin akan lebih ideal jika dia berdiri di atas podium berorasi dengan penuh semangat. Dihadapannya banyak orang antusias mendengarkan

(33)

setiap kata yang diucapkannya sambil sesekali meneriakkan semacam yel-yel. Sementara itu, bagi yang lain merasa sebagai diri yang ideal jika dia merenung dan menulis di rumah dengan menghasilkan suatu karya tulis yang dapat dibaca setiap orang.

c. Penilaian

Di dalam penilaian, individu berkedudukan sebagai penilai tentang dirinya sendiri. Apakah bertentangan dengan “siapakah saya”, pengharapan bagi individu; “seharusnya saya menjadi apa”, standar bagi individu. Hasil penilaian tersebut disebut harga diri.

Semakin tidak sesuai antara harapan dan standar diri, maka akan semakin rendah harga diri seseorang.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek konsep diri yang digunakan dalam penelitian terdiri atas pengetahuan, harapan dan penilaian.

3. Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri, adalah sebagai berikut (Hutagalung, 2007: 27):

a. Orang lain

Seseorang mengenal tentang dirinya dengan mengenal orang lain terlebih dahulu. Konsep diri seorang individu terbentuk dari bagaimana penilaian orang lain mengenai dirinya. Tidak semua orang berpengaruh pada diri seseorang. Yang paling berpengaruh adalah orang-orang yang disebut significant others, yakni orang-

(34)

26

orang yang sangat penting bagi diri seseorang. Ketika kecil, significant others adalah orang tua dan saudara. Dari merekalah

seseorang membentuk konsep dirinya.

Seorang individu akan menilai dirinya positif ketika yang bersangkutan mendapatkan senyuman, penghargaan, pelukan ataupun pujian. Sebaliknya seorang akan menilai dirinya negatif jika memperoleh kecaman, cemoohan ataupun makian. Dalam perkembangannya, significant others meliputi semua orang yang memengaruhi perilaku, pikiran, dan perasaan seseorang. Jika individu telah dewasa, maka yang bersangkutan akan mencoba untuk menghimpun penilaian semua orang yang pernah berhubungan dengannya. Konsep ini disebut dengan generalized others, yaitu pandangan seseorang mengenai dirinya berdasarkan keseluruhan pandangan orang lain terhadap dirinya.

b. Kelompok acuan (reference group)

Dalam kehidupannya, setiap orang sebagai anggota masyarakat menjadi anggota berbagai kelompok. Setiap kelompok memiliki norma-norma sendiri. Diantara kelompok tersebut, ada yang disebut kelompok acuan, yang membuat individu mengarahkan perilakunya sesuai dengan norma dan nilai yang dianut kelompok tertentu. Kelompok inilah yang memengaruhi konsep diri seorang. Menurut psikologi budaya, suatu kelompok masyarakat dan kebudayaan merupakan tayangan besar dari

(35)

kehidupan bersama antara individu-individu manusia yang bersifat dinamis.

Pada masyarakat yang kompleks memiliki banyak kebudayaan dengan standar perilaku yang berbeda dan kadangkala bertentangan. Perkembangan kepribadian individu pada masyarakat ini sering dihadapkan pada model-model perilaku yang suatu saat diambil saat yang lain disetujui oleh beberapa kelompok individu, namun dicela oleh kelompok yang lain.

Menurut psikologi sosial dalam mempelajari diri sendiri, dapat melalui proses perbandingan sosial dengan orang-orang lain yang berada di sekitarnya. Bagaimana cara orang-orang dalam menggambarkan dirinya membuktikan bahwa diri ada suatu konstruksi sosial dan bahwa kita mendefinisikan diri sendiri sebagian melalui perbandingan dengan orang lain (Dayakisni dan Hudaniah, 2009: 56). Dengan demikian, keberadaan orang lain mampu mempengaruhi seorang individu dalam menggambarkan dirinya.

Fitss (1971) dalam Agustiani (2006: 139), menyebutkan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi konsep diri seseorang adalah:

a. Pengalaman, terutama pengalaman interpersonal, yang memunculkan perasaan positif dan perasaan berharga.

b. Kompetensi dalam area yang dihargai oleh individu dan orang lain.

(36)

28

c. Aktualisasi diri atau implementasi dan realisasi dari potensi pribadi yang sebenarnya.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi konsep diri antara lain adalah orang lain, kelompok acuan, pengalaman, kompetensi dan aktualisasi diri.

4. Macam-macam Konsep Diri

Konsep diri yang dimiliki setiap individu tentunya berbeda-beda, tergantung dari cara individu tersebut memberikan penialaian terhdap dirinya sendiri. Secara umum konsep diri dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Konsep diri negatif

Karakteristik konsep diri yang negatif secara umum tercermin dari keadaan diri sebagai berikut (Hutagalung, 2007: 23):

1) Individu sangat peka dan mempunyai kecenderungan sulit menerima kritik dari orang lain. Kritik dipandang sebagai penabsahan lebih lanjut kepada inferioritas mereka.

2) Individu yang mengalami kesulitan dalam berbicara dengan orang lain. Sikap yang hiperkritis dipergunakan untuk mempertahankan citra diri yang goyah, dan mengarahkan kembali perhatian kepada kekurangan dari orang lain daripada kekurangan dirinya sendiri.

3) Individu yang sulit mengakui bahwa ia salah. Terdapat kompleks penyiksaan di mana kegagalan ditempatkan pada rencana tersembunyi dari orang lain dan kesalahan ditujukan

(37)

kepada orang lain. Dengan kata lain, kelemahan pribadi dan kegagalan diri tidak mau diakui sebagai bagian dari dirinya sendiri.

4) Individu yang kurang mampu mengungkapkan perasaan dengan cara wajar. Sering terdapat respons yang berlebihan terhadap sanjungan. Setiap pujian adalah lebih baik daripada tidak ada sama sekali, dan untuk meningkatkan rasa aman maka individu akan berupaya keras untuk mendapatkan pujian tersebut.

5) Individu dengan konsep diri negatif berkecenderungan untuk menunjukkan sikap mengasingkan diri, malu-malu dan tidak ada minat pada persaingan. Sikap menarik diri dan menolak untuk berpartisipasi ini merupakan suatu upaya untuk mencegah inferioritas terpublikasikan secara terbuka sehingga mengkonfirmasikan apa yang diyakini oleh orang lain mengenai dirinya.

b. Konsep diri positif

Karakteristik konsep diri yang positif secara umum tercermin dari keadaan diri sebagai berikut (Hutagalung, 2007: 25):

1) Orang yang terbuka

2) Orang yang tidak mengalami hambatan untuk berbicara dengan orang lain, bahkan dalam situasi yang masih asing sekalipun,

(38)

30

3) Orang yang cepat tanggap terhadap situasi sekelilinginya.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa orang yang mempunyai konsep diri positif ditandai dengan ciri-ciri bahwa orang tersebut merupakan orang yang terbuka, tidak mengalami hambatan untuk berbicara, orang yang cepat tanggap, yakin terhadap kemampuan sendiri, merasa sejajar, menerima pujian tanpa rasa malu, hasrat dan mampu mengembangkan diri. Sedangkan orang yang mempunyai konsep diri negative mempunyai ciri-ciri sulit menerima kritik, sulit berbicara dengan orang lain, sulit mengakui bahwa ia salah, kurang mampu mengungkapkan perasaan, cenderung menunjukkan sikap mengasingkan diri, malu-malu, tidak mempunyai minat untuk bersaing, merasa tidak dihargai orang lain.

5. Pengaruh Konsep Diri terhadap Perilaku

Pujijogjanti dalam Ghufron dan Risnawita (2010: 18), mengatakan ada tiga peranan penting dari konsep diri sebagai penentu perilaku.

a. Konsep diri berperan dalam mempertahankan keselarasan batin.

Pada dasarnya individu selalu mempertahankan keseimbangan dalam kehidupan batinnya. Bila timbul perasaan, pikiran, dan persepsi yang tidak seimbang atau bahkan saling berlawanan, maka akan terjadi iklim psikologi yang tidak menyenangkan sehingga akan mengubah perilaku.

b. Keseluruhan sikap dan pandangan individu terhadap diri berpengaruh besar terhadap pengalamannya. Setiap individu akan

(39)

memberikan penafsiran yang berbeda terhadap sesuatu yang dihadapi.

c. Konsep diri adalah penentu pengharapan individu. Jadi pengharapan adalah inti dari konsep diri. Konsep diri merupakan seperangkat harapan dan penilaian perilaku yang menunjuk pada harapan tersebut. Sikap dan pandangan negatif terhadap kemampuan diri menyebabkan individu menetapkan tiitik harapan yang rendah. Titik total yang rendah menyebabkan individu tidak mempunyai motivasi yang tinggi.

Berdasarkan ketiga peranan konsep diri tersebut dapat disimpulkan bahwa konsep diri selain berperan sebagai pengharapan juga berperan sebagai sikap terhadap diri sendiri dan penyeimbangan batin bagi individu.

Konsep diri pada setiap orang sesungguhnya tidak mutlak dalam kondisi biner antara positif dan negatif, tetapi karena konsep diri berperan penting sebagai pengarah dan penentu perilaku, maka harus diupayakan dengan keras agar individu mempunyai banyak ciri-ciri konsep diri yang positif.

C. Keterkaitan antara Konsep Diri dengan Kecemasan Menghadapi Ujian Konsep diri bukanlah faktor yang dibawa sejak lahir, melainkan faktor yang dibentuk dan dipelajari berdasarkan pengalaman dan kejadian-kejadian hidup. Konsep diri sangat menentukan seorang individu dalam mengatasi kecemasan dalam hidup. Menurut Mayang (2017:107), “kecemasan dapat mendatangkan dampak yang merugikan pada pikiran serta tubuh, bahkan dapat menimbulkan penyakit-penyakit fisik.

(40)

32

Salah satu faktor pendukung kehidupan yang sehat, baik fisik maupun psikologis, ialah konsep diri.” Grand theory yang mengungkapkan adanya hubungan konsep diri dengan kecemasan dalam menghadapi ujian yaitu disampaikan oleh Permatasari, dkk (2018:66), “konsep diri, khususnya konsep diri dalam bidang akademik memiliki kaitan yang erat terhadap perilaku belajar.” Baron dan Byrne dalam Hara, dkk (2016:54) mengemukakan bahwa

“keyakinan diri akademis berhubungan dengan keyakinan siswa akan kemampuannya melakukan tugas-tugas, mengatur kegiatan belajar mereka sendiri, dan hidup dengan harapan akademis mereka sendiri dan orang lain.”

D. Penelitian Relevan

Terdapat penelitian terdahulu yang relevan atau berhubungan dengan penelitian ini, yaitu sebagai berikut :

1. Hasil penelitian yang relevan oleh Muh Fajar Septianto pada tahun 2019 dengan judul penelitian “Hubungan antara Locus Of Control dan Konsep Diri dengan Kecemasan Akademik Siswa di SMA 2 Kendal.”

Adapun perbedaannya yaitu:

a. Waktu dan tempat penelitian terdahulu yang berada di SMA 2 Kendal dan dilaksanakan pada tahun 2019 sedangkan penelitian ini dilaksanakan di SMP N 8 Muaro Jambi pada tahun 2021-2022.

b. Variabel yang diambil oleh penelitian terdahulu yaitu adanya

“Locus Of Control” sedangkan penelitian ini tidak ada variabel tersebut..

(41)

2. Hasil penelitian yang relevan oleh Fatahuddin pada tahun 2018 dengan judul penelitian “Hubungan antara Konsep Diri dan Kecemasan Siswa menghadapai Pembelajaran Matematika dengan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas VII SMP Negeri 7 Palopo.” Adapun perbedaannya dengan penelitian ini yaitu:

a. Jenis penelitian terdahulu yaitu expost-facto sedangkan jenis penelitian ini yaitu korelasi.

b. Tempat dan waktu penelitian terdahulu yaitu di SMP N 7 Palopo pada tahun 2017 sedangkan penelitian ini di SMP N 8 Muaro Jambi pada tahun 2021-2022.

c. Teknik penarikan sampel pada penelitian terdahulu menggunakan teknik Proportional Stratified Random Sampling, sedangkan penelitian ini menggunakan Purposive Sampling.

3. Hasil penelitian yang relevan oleh Laili Risna Yuni pada tahun 2019 dengan judul penelitian “Hubungan Konsep Diri dan Kecemasan terhadap Pemahaman Fisika Peserta Didik Kelas VII di Mts Darul Muqimin Kota Jawa Pesawaran.” Adapun perbedaanya yaitu:

a. Teknik penarikan sampel pada penelitian terdahulu menggunakan metode Cluster Random Sampling, sedangkan penelitian ini menggunakan simple random sampling.

b. Tempat dan waktu penelitian terdahulu yaitu di Mts Darul Muqimin Kota Jawa Pesawaran pada tahun 2019 sedangkan penelitian ini di SMP N 8 Muaro Jambi pada tahun 2021-2022.

(42)

34 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan jenis penelitian korelasional, karena tujuan dari penelitian ini adalah meneliti hubungan antara dua variabel untuk mendapatkan sebuah kesimpulan. Menurut Sutja, dkk (2017:63) “penelitian kuantitatif yaitu penelitian yang bersifat menguji teori, menggunakan instrumen (angket), mengolah data berdasarkan angka-angka atau penjumlahan untuk mengambil kesimpulan secara deduktif atau dari umum ke khusus.”

Sedangkan Jenis penelitian korelasional menurut Sutja, dkk (2017:62),

“penelitian korelasional adalah penelitian yang mencari kesimpulan dengan mengolah data dari hubungan tali-temali atau saling ketergantungan diantara dua variabel atau lebih.”

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Menurut Sutja. dkk., (2017:64) populasi merupakan lingkup, wilayah, atau tempat keberadaan dari karakteristik subjek yang diteliti dan yang akan disimpulkan nantinya.

(43)

Sedangkan Sugiyono (2018:130) menyatakan populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas objek dan subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya

Adapun populasi dalam penelitian ini adalah kelas keseluruhan kelas VIII yang ada di SMP N 8 Muaro Jambi. Anggota populasi dengan jumlah 189 siswa.

Tabel1. Populasi Penelitian

No Kelas Jumlah Populasi

1 VIII A 31

2 VIII B 32

3 VIII C 32

4 VIII D 31

5 VIII E 31

6 VIII F 32

Jumlah 189

2. Sampel

Menurut Sutja, dkk (2017:66) sampel adalah wakil representatif dari populasi. Selanjutnya Sutja, dkk, (2017:66) menyatakan bahwa alasan untuk penarikan sampel yaitu: 1) jumlah populasi yang besar serta sulit menjangkaunya 2) besarnya biaya yang harus dikeluarkan, dan 3) membutuhkan waktu yang lama untuk mengumpulkannya.

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik Simple random sampling. Teknik simple random sampling (acak sederhana) adalah

teknik pengambilan data sembarangan yang memungkinkan bagi setiap anggota populasi untuk menjadi sampel, tanpa membedakan karakteristiknya.

(44)

36

Pengambilan sampel seperti ini dilakukan apabila karakteristik tingkatan tersebut menjadi bagian dari permasalahan penelitian (Sutja, dkk. 2017:69).

Tabel presentase perkiraan sampel sebagai berikut:

Tabel 2. Perkiraan Sampel Populasi Heterogen dan Homogen No Populasi

Ukuran Sampel

Heterogen Homogen

% N % N

1 0-40 100 40 90 36

2 41-70 95-79 39-55 89,9-75 37-53 3 71-120 78,9-60 56-72 74,9-55 53-66 4 121-280 59,9-30 72-84 54,9-25 66-70 5 281-600 29,9-20 84-120 24,9-15 70-90 6 601-1200 19,9-12,5 120-150 14,9-10 90-120 7 >1200 <12,5 >150 <10 >120

Berdasarkan tabel di atas, populasi dalam penelitian ini sebanyak 189 dalam tabel heterogen tersedia persentase 59,9-30%. Adapun perhitungannya dapat dilihat sebagai berikut:

% 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟 − { % 𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟 − % 𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙

𝑃𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑏 −𝑝𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑘} {𝑛−𝑃𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙}

59,9 − {59,9 − 30

280 − 121} {189 −121}

59,9 − {29,9 189} {68}

59,9 − {0,16} {68}

59,9 − 10,88 49,02%

Jadi, sampel = 49,02% x 189 = 92,6 dibulatkan menjadi 93 orang.

(45)

Untuk mencari jumlah sampel representatif, rumus dan proses perhitungan yang dipakai sebagai berikut:

𝑛= 𝑃𝑖

𝑃 𝑥 𝑆

n = sampel yang dicari

Pi = populasi pada strata tertentu P = populasi keseluruhan

S = jumlah sampel

Tabel 3. Jumlah Sampel Representatif

Kelas Perhitungan

Sampel

Jumlah Sampel VIII A 𝑛= 31

189 𝑥 93 15

VIII B 𝑛 = 32

189 𝑥 93 16

VIII C

𝑛 = 32

189 𝑥 93 16

VIII D 𝑛 = 31

189 𝑥 93 15

VIII E

𝑛 = 31

189 𝑥 93 15

VIII F 𝑛 = 32

189 𝑥 93 16

Total 93

C. Jenis dan Sumber Data 1. Jenis Data

Menurut Sutja, dkk (2017:73) “data sekunder yaitu data yang diambil secara tidak langsung dari sumber datanya, tetapi menjadikan orang lain sebagai sumber datanya. Dengan demikian data yang

(46)

38

dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer yaitu data yang diambil oleh peneliti langsung dari sumbernya atau responden.

2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini merupakan data yang didapatkan peneliti dari responden mengenai hal-hal yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Adapun sumber data yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah Siswa VIII di SMP Negeri 8 Muaro Jambi.

D. Alat Pengumpul Data

Menurut Sutja, dkk (2017: 73) alat pengumpulan data adalah lebih merujuk kepada instrumen yang digunakan. Pada Penelitian ini menggunakan instrumen non tes dengan teknik angket yang berisi item-item pernyataan untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan angket tersebut sebagai acuan untuk membantu peneliti dalam menghimpun data data yang diperoleh dari lapangan dan diproses sehingga mendapatkan hasil.

1. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Sutja, dkk (2017: 73) teknik pengumpulan data lebih mengarah kepada metode atau cara yang digunakan untuk menghimpun data dari lapangan. Pada penelitian ini pengumpulan data yang digunakan berupa angket. Menurut Sugiyono (2019:199) angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya.

(47)

Tabel 4. Kisi-Kisi Pengembangan Angket

Variabel Indikator Deskriptor Sifat Item Jumlah

Item

+ -

Konsep Diri (Calhoun dan Acocella)

1. Pengetahuan a. Yakin terhadap kemampuan diri

2,4 1,3 4

b. Terbuka dengan orang lain

7,8 5,6 4

c. Cepat tanggap terhadap situasi lingkungan

9,11 10, 3

2. Harapan a. Menerima pujian 13,15 12,14 4 b. Mampu

mengembangkan diri

17, 16,18 3 c. Usaha mengubah

kepribadian yang buruk

21,22 19,20 4

3. Penilaian a. Menyadari

keragaman perasaan tiap orang

24, 23,25 3

b. Menyadari keragaman hasrat orang lain

26,29 27,28 4

c. Menyadari

keragaman perilaku tiap orang

31,32 30,33 4

Total Item 16 17 33

Variabel Indikator Deskriptor Sifat item Jumlah

Item

+ -

Kecemasan menghadapi ujian

(Soeitoe)

1. Manifestasi Kognitif tidak terkendali

a. Sulit konsentrasi

1, 2,3 3

b. Mental blocking

6,7 4,5 4

c. Merasa bingung

8,11 9,10 4

2. Manifestasi Afektif tidak terkendali

a. Perasaan khwatir

12,14 13 3

b. Perasaan gelisah 16,17 15,18 4

c. Ketakutan 21 19,20 3

3. Manifestasi Motorik tidak terkendali

a. Gemetar 23,25 22,24 4 b. Otot terasa

kaku

26 27,28 3

4. Manifestasi somatik tidak terkendali

a. Gejala Fisiologis

29,32, 30,31, 4 b. Gejala Biologis 33,35 34 3

Total Item 17 18 35

(48)

40

2. Penetapan Option Jawaban Instrumen

Angket dalam penelitian ini menggunakan model Likert, yaitu skala yang dipergunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi individu tentang suatu kejadian atau fenomena sosial.

3. Pembakuan Instrumen

Menurut Sutja, dkk (2017:79) dalam mengembangkan instrumen baik tes maupun non-tes perlu jaminan bahwa instrumen itu valid dan reliabel. Valid artinya sesuai, cocok atau tepat. Sedangkan reliable artinya konsisten, tetap atau ajeg.

a. Mengukur Validitas instrumen

Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan berupa angket tertutup yang memungkinkan responden memilih salah satu dari opsi jawaban yang telah disediakan selanjutnya item pada angket penelitian akan melewati tahapan pertimbangan ahli (Judgement). Instrumen dikatakan valid apabila mengukur dengan tepat objek yang hendak diukur, untuk menyiapkan instrumen yang valid sekurang-kurangnya ada dua cara yang dapat dilakukan yaitu menjamin bahwa instrumen memiliki validitas logis dan validitas empiris.

1) Validitas logis

Menurut Sutja, dkk (2017:80) validitas logis merupakan pengujian validitas dalam penelitian untuk menunjukkan bahwa instrumen penelitian yang digunakan

(49)

tepat secara konseptual untuk mengukur objek yang akan diteliti. Pengujian validitas dalam penelitian ini melalui pertimbangan dari ahli dalam bidang yang bersangkutan.

2) Validitas Empiris

Pertimbangan ahli baru menjamin validitas rasional suatu instrumen akan tetapi belum mempertimbangkan responden yang akan menjawabnya, ada kemungkinan item yang valid pada lingkungan responden tertentu tetapi tidak pada sekelompok responden lainnya oleh sebab itu guna menjamin suatu instrumen valid perlu dilakukan analisis empiris.Validitas empiris adalah kecocokan item dengan kondisi sumber datanya (Sutja, dkk 2017:82).

E. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah salah satu kegiatan dalam penelitian yang berguna untuk menarik kesimpulan. Untuk memilih teknik analisis data ini perlu diperhatikan teori-teori analisis data dalam metode penelitian. Hasil pilihan tersebut dinyatakan secara naratif, yaitu; prosedur, penskoran, dan pengelompokannya, formula yang dipakai serta kriteria penafsiran yang digunakan (Sutja, dkk. 2017:97).

1. Skor dan Pengelompokan

Penelitian ini menggunakan angket skala Likert (5 opsi) yang terentang dari positif ke arah negatif yang digunakan untuk berbagai aspek yaitu frekuensi, proporsi, kualitas, tingkatan, dan valensi. Skala

(50)

42

ini cocok diaplikasikan untuk inventori yang mengukur pikiran, perasaan, maupun tingkah laku (Sutja, dkk. 2017:79).

Angket yang dikembangkan disusun dengan dua jenis item pernyataan, yaitu item positif (+) dan negatif (-) dengan 5 alternatif jawaban. Alternatif jawaban yang digunakan adalah sangat Sesuai, Sesuai, Cukup Sesuai, Tidak Sesuai dan Sangat Tidak Sesuai.

Alternatif jawaban dan pola penskoran yang akan digunakan dalam penelitian ini dapat diperhatikan pada tabel berikut.

Tabel 5. Skor Pernyataan Skala Likert

No Jawaban Responden

Konsep Diri Kecemasan Positif

(+)

Ngeatif (-)

Positif (+)

Ngeatif (-)

1. Sangat Sesuai (SS) 4 0 0 4

2. Sesuai (S) 3 1 1 3

3. Cukup Sesuai (CS) 2 2 2 2

4. Tidak Sesuai (TS) 1 3 3 1

5. Sangat Tidak Sesuai (STS) 0 4 4 0 2. Formula yang Digunakan

a. Analisis Persentase Data Tunggal

Formula ini digunakan untuk menganalisis data dari masing- masing item angket penelitian, maka digunakan rumus persentase data tunggal, dengan formulanya yaitu sebagai berikut:

100

n f

Keterangan: P = Persentase yang dihitung

f = Jumlah frekuensi yang diperoleh n = banyaknya data /subjek

(51)

b. Formula KIN dan Persentase Formula C

Deskripsi data mengenai konsep diri dengan kecemasan menghadapi ujian pada siswa akan disajikan melalui komitmen interval normative (KIN), yaitu mengklasifikasikan data

berdasarkan acuan normal dari sebaran data yang diperoleh.

Dalam penelitian ini akan digunakan 3 klasifikasi dan 3 kelas interval. Data tersebut kemudian diolah dengan menggunakan rumus presentase. Menurut Sutja, dkk (2017:105) persentase dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut

Keterangan:

p =persentase yang dihitung

fb =jumlah bobot dari frekuensi data yang diperoleh n = banyaknya data

i = banyaknya item/soal bi = bobot ideal

c. Pengujian Hipotesis Penelitian

Data yang diperoleh dari hasil pengukuran analisis dihitung menggunakan bantuan SPSS 24. Pengujian hipotesis penelitian ini menggunakan analisi korelasi pearson yaitu dengan formula product momen sebagai berikut (Sutja, dkk, 2017:115)

Keterangan :

rxy = Korelasi yang dicari n = Jumlah data

ΣX = Jumlah skor item

𝑝 = 𝑓𝑏

𝑓𝑛(𝑖)(𝑏𝑖)𝑥 100

𝑟𝑥𝑦 n Σ XY − (ΣX)( ΣY)

{nΣX2 – (ΣX)2 } {nΣY2 − (ΣY)2}

Referensi

Dokumen terkait

Sosiodrama dalam Mereduksi Perilaku Kenakalan Remaja Pada Siswa Kelas XI SMA.

 Siswa dapat mengeskpresikan diri tentang perilaku kenakalan remaja melalui drama dan menjelaskan apa itu perilaku kenakalan, jenis-jenis dan dampaknya, dalam diskusi

intervensi tidak dapat mereduksi secara signifikan perilaku kenakalan remaja, untuk. itu bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk melakukan penelitian

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa (1) perilaku siswa berprestasi di bidang akademik dalam menghadapi ujian nasional mata pelajaran matematika di SMP Jawaahirul Hikmah

agar para siswa dapat memiliki konsep diri yang tinggi sekaligus tidak melakukan.

Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan kepala sekolah, guru bimbingan dan konseling, dan guru bidang studi ujian nasioanal, bahwa

juga hasil penelitian Bujuri (2015) bahwa kesiapan belajar berpengaruh terhadap prestasi belajar geografi dengan kontribusi pengaruh sebesar 33,2%. Siswa yang memiliki

Deskripsi data hasil penelitian tentang konsep dri pada siswa yang memiliki prestasi belajar rendah di kelas VIII SMP N 8 Kota Jambi pada aspek moral