• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN TINGKAT STRES ANTARA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN PADA PESERTA YOGA DI KOTA DENPASAR.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBEDAAN TINGKAT STRES ANTARA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN PADA PESERTA YOGA DI KOTA DENPASAR."

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

PERBEDAAN TINGKAT STRES ANTARA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN PADA PESERTA YOGA DI KOTA DENPASAR

Lusia Nasrani1, Susy Purnawati2

1.

Program Studi Pendidikan Dokter

2.

Bagian Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

ABSTRAK

Stres adalah ketegangan emosional atau fisik yang dapat berasal dari setiap peristiwa atau pikiran yang membuat seseorang merasa frustrasi, marah, atau gugup. Jenis kelamin berpengaruh pada tingkat stres, yaitu tingkat stres yang lebih tinggi sering dijumpai pada perempuan. Latihan yoga dapat menurunkan stres baik pada laki-laki dan perempuan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan tingkat stres antara laki-laki dan perempuan pada peserta yoga di kota Denpasar. Penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel yang digunakan adalah 180 peserta yoga laki-laki dan perempuan di sepuluh tempat yoga di kota Denpasar. Instrumen dalam penelitian ini adalah kuesioner Depression Anxiety Stress Scale (DASS-42). Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat, analisis bivariat dengan simple linear regression, dan analisis multivariat denganuji multiple regression. Hasil penelitian didapatkan prevalensi stres pada peserta yoga di Denpasar adalah 40%. Sebagian besar subjek penelitian berjenis kelamin perempuan (72,2%), rata-rata berusia 37 tahun, lulusan Perguruan Tinggi (73,3%), berpendapatan per bulan lebih dari Rp 3.500.000, dan sudah menikah (62,2%). Terdapat perbedaan tingkat stres antara laki-laki dan perempuan pada peserta yoga di kota Denpasar (p= 0,000).

Kata kunci : stres, laki-laki dan perempuan, yoga

STRESS LEVEL DIFFERENCE BETWEEN MEN AND WOMEN ON YOGA PARTICIPANTS IN DENPASAR CITY

ABSTRACT

Stress is defined as an emotional or physical tension that originated from any events or thoughts that trigger a person to feel frustrated, angry, or nervous. It was already known that gender can affect stress levels, in which a higher stress level was found in women. On the other hand, practicing yoga is a delightful and effective way to reduce stress both in women and men. The purpose of this study was to know stress level difference

(3)

average age of study subjects is 37 years old, have graduated from University (73.3%), have more than Rp 3,500,000 income every month, and have a spouse (62.2%). There was also found a difference in stress levels between women and men yoga participants in Denpasar (p=0,000).

(4)

PENDAHULUAN

Dewasa ini, hampir setiap orang pernah mengalami stres. Stres terjadi karena adanya tuntutan yang melebihi kemampuan individu untuk memenuhinya. Apabila seseorang tidak mampu memenuhi tuntutan atau masalah yang muncul, maka seseorang tersebut akan merasakan suatu kondisi ketegangan dalam dirinya. Ketegangan yang berkepanjangan bila tidak dapat diatasi, maka akan berkembang menjadi stres.1

Stres adalah ketegangan emosional atau fisik yang dapat berasal dari setiap peristiwa atau pikiran yang membuat seseorang merasa frustrasi, marah, atau gugup. Stres merangsang alarm yang terdapat di otak dan memberi respon dengan mempersiapkan tubuh untuk

tindakan defensif. Sistem saraf terangsang dan hormon dilepaskan untuk mempertajam indra, mempercepat denyut nadi, memperdalam pernapasan, dan menegangkan otot. Respon ini disebut dengan respon fight or flight, yaitu bertahan atau lari dari ancaman. 2

Prevalensi stres pada tahun 2011-2012 adalah 428.000 kasus (40%) dari total 1.073.000 kasus untuk semua penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan.3 Tingginya prevalensi stres di Indonesia juga merupakan faktor utama stres harus diprioritaskan penanganannya. Pada tahun 2008, tercatat sekitar 10% dari total penduduk Indonesia mengalami gangguan mental atau stres.4 Stres lebih banyak dialami oleh perempuan, yaitu sebanyak 135.000 kasus dan pria sebanyak 86.000 kasus, dengan tingkat insiden tertinggi untuk perempuan adalah pada usia 35-44 tahun dan untuk pria pada usia 45-54 tahun.3

Penelitian menunjukkan bahwa jenis kelamin berpengaruh pada tingkat stres, yaitu tingkat stres yang lebih tinggi sering dijumpai pada perempuan.5 Penelitian lain menyebutkan bahwa untuk semua jenis kelamin kriteria tingkat stres adalah sama. Akan tetapi perempuan lebih mudah merasakan cemas, perasaan bersalah, gangguan tidur, serta gangguan makan.6 Penelitian mengenai perbandingan tingkat stres antara laki-laki dan perempuan masih sangat terbatas. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa yoga dapat menurunkan stres baik pada laki-laki dan perempuan.7 Hal ini didukung oleh penelitian lain bahwa yoga

(5)

tiga minggu dapat menyebabkan penurunan produksi hormon kortisol yang signifikan. Hormon kortisol akan meningkat saat seseorang mengalami stres.9

Berdasarkan masalah tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan tingkat stres antara laki-laki dan perempuan pada peserta yoga di kota Denpasar.

METODE PENELITIAN

Penelitian cross sectional analitik ini dilakukan di sepuluh tempat yoga di kota Denpasar dimulai pada bulan Maret hingga November 2015. Peserta yoga yang diikutsertakan dalam penelitian dihitung sejumlah 180 orang. Kriteria inklusi dalam

penelitian ini adalah peserta yoga laki-laki dan perempuan yang bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini (menandatangani persetujuan), peserta yoga berusia 15-64 tahun, dan peserta yoga yang telah mengikuti yoga minimal 3 minggu. Beberapa tempat yoga di Denpasar yang terpilih sebagai populasi terjangkau dipilih dengan teknik simple randomsampling. Tingkat stres diukur dengan menggunakan Depression Anxiety Stres Scale 42 (DASS 42) oleh Lovibond dan Lovibond.10 Tingkat stres pada instrumen ini dikategorikan berupa normal, ringan, sedang, berat, dan sangat berat.

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan software SPSS versi 17. Dilakukan analisis deskriptif untuk data peserta yoga laki-laki dan perempuan, usia, tingkat pendidikan, pendapatan per bulan, status pernikahan, dan tingkat stres. Data perbedaan tingkat stres antara laki-laki dan perempuan pada peserta yoga di kota Denpasar dengan menggunakanuji

simple linear regresion.

HASIL PENELITIAN

Prevalensi Stres pada Peserta Yoga di Kota Denpasar

(6)

60%

40% Normal

[image:6.595.76.252.73.204.2]

Stress

Gambar 1. Prevalensi stres pada peserta yoga di kota Denpasar

Karakteristik Subjek Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar subjek penelitian berjenis kelamin perempuan (72,2%), dimana perbandingan antara perempuan dan laki-laki adalah 139 dan 41 orang. Rata-rata umur subjek penelitian yaitu 37 tahun (SD= 11,02). Sebagian besar subjek penelitian merupakan lulusan Perguruan Tinggi (73,3%), berpendapatan per bulan lebih dari Rp

3.500.000 (46,1%), dan sudah menikah (62,2%). Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan

Jenis Kelamin, Usia, Pendidikan, dan Pendapatan (n=180)

Variabel Frekuensi Persentase Jenis Kelamin

Laki-laki 41 22,8%

Perempuan 139 77,2%

Usia (Mean; SD)

36,97 (11,023)

Remaja awal (12–16 tahun)

(7)
[image:7.595.68.518.80.744.2]

Tabel 2. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Status Pernikahan dan Tingkat Stres

(n=180) Perbedaan Tingkat Stres antara Laki-Laki dan Perempuan pada Peserta Yoga di Kota Denpasar Perbed aan tingkat stres antara laki-laki dan perempuan pada peserta yoga di kota

Remaja akhir (17–25 tahun)

27 15%

Dewasa awal (26–35 tahun)

49 27,2%

Dewasa akhir (36–45 tahun)

60 33,3%

Lansia awal (46–55 tahun)

34 18,9%

Lansia akhir (56–65 tahun)

7 3,9%

Pendidikan

Tidak sekolah 0 0%

Tamat SD 1 0,6%

Tamat SMP 4 2,2%

SMA 43 23,9%

Perguruan Tinggi

132 73,3%

Pendapatan >Rp 3.500.000 /bulan

83 46,1%

Rp 2.500.000 – 3.500.000

46 25,6%

Rp 1.500.000 – 2.500.000

25 13,9%

<Rp 1.500.000 26 14,4%

Variabel Frekuensi Persentase Status

Pernikahan Belum Menikah

60 33,3%

Menikah 112 62,2% Bercerai 8 4,4% Tingkat

Stres

Normal 108 60% Ringan 56 31,1%

Sedang 9 5%

Berat 7 3,9%

Variabel Skor Stres p Normal (Skor 0-14) n (%) Ringan (Skor 15-18) n (%) Sedang (Skor 19-25) n (%) Berat (Skor 26-33) n (%) Sangat Berat (Skor >34) n (%)

R2 95% CI

Jenis Kelamin

Laki-Laki 39 (95,1%) 2 (4,9%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)

(8)

Denpasar dapat dilihat pada Tabel 3, diketahui bahwa

sebagian besar laki-laki memiliki tingkat stres yang normal (95,1%), sedangkan persentase perempuan dengan tingkat stres yang normal jauh lebih rendah sebesar (49,6%). Berdasarkan tingkat stres yang ringan, sedang, dan berat, persentase perempuan yang mengalaminya jauh lebih tinggi dibandingkan laki-laki, maka dari itu berdasarkan jenis kelamin diketahui bahwa perempuan cenderung mengalami tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakanuji simple linear regresion menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara jenis kelamin terhadap skor stres dengan nilai p=0,000 (p <0,001). Selain itu nilai R2 = 0,22 sehingga jenis kelamin mempengaruhi skor stres sebesar 22% sedangkan 78 % dipengaruhi oleh variabel lain.

Pengaruh Jenis Kelamin, Usia, Pendidikan, Pendapatan, dan Status Pernikahan terhadap Stres

Risiko tinggi rendahnya skor stres pada peserta yoga laki-laki dan perempuan

berdasarkan analisis regresi linear antara faktor-faktor seperti jenis kelamin, usia, pendidikan, pendapatan, dan status pernikahan terhadap skor stres didapatkan model, yaitu:

Y= -3,815 + 8,283X1 + 0,053X2 - 0,248X3 + 0,329X4 -1,313X5 dimana Y= skor stres, X1= jenis kelamin, X2= usia, X3=pendidikan, X4=pendapatan, X5= status pernikahan. Hal ini berarti yang meningkatkan skor stres adalah jenis kelamin, usia, dan pendapatan. Pendidikan dan status pernikahan akan berakibat pada menurunnya skor stres. Mengingat nilai F dan R

square yang didapat menunjukkan nilai yang bermakna, maka model di atas identified untuk mencari risiko tinggi rendahnya skor stres.

(9)

PEMBAHASAN

Karakteristik Subjek Penelitian

Stres adalah mekanisme fisiologi alamiah yang melindungi manusia dari bahaya. Ketika stres terjadi, tubuh manusia akan merangsang pelepasan hormon yang akan meningkatkan

kewaspadaan dan fokus.11 Pada penelitian ini terdapat beberapa karakteristik subjek

penelitian, diantaranya adalah jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pendapatan, dan status pernikahan.

Jenis kelamin berperan terhadap terjadinya stres. Ada perbedaan respon antara laki-laki dan perempuan saat menghadapi konflik. Otak perempuan memiliki kewaspadaan yang negatif terhadap adanya konflik dan stres, pada perempuan konflik memicu hormon negatif sehingga memunculkan stres, gelisah, dan rasa takut. Sedangkan laki-laki umumnya menikmati adanya konflik dan persaingan, bahkan menganggap bahwa konflik dapat memberikan dorongan yang positif. Dengan kata lain, ketika perempuan mendapat tekanan, maka umumnya akan lebih mudah mengalami stres.12 Berdasarkan hasil penelitian, perempuan cenderung mengalami tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki, yaitu 50,3% dan 4,9%. Usia berkaitan dengan toleransi seseorang terhadap stres. Pada usia dewasa biasanya seseorang lebih mampu mengontrol stres yang terjadi dibandingkan usia kanak-kanak maupun usia lanjut. Semakin dewasa usia biasanya akan semakin menunjukkan kematangan jiwa, dalam arti semakin bijaksana, semakin mampu berpikir rasional, semakin mampu mengendalikan emosi, semakin dapat menunjukkan intelektual dan psikologisnya, dan semakin toleran terhadap pandangan dan perilaku yang berbeda dari dirinya.13 Dari hasil penelitian diperoleh rata-rata umur subjek penelitian, yaitu 37 tahun (SD= 11,02).

Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan usia tidak berpengaruh terhadap skor stres (p= 0,382). Hal ini didukung oleh penelitian dari Purwindasari serta Prabowo yang menunjukkan bahwa faktor umur tidak berhubungan dengan stres kerja.14,15

Tingkat pendidikan yang tinggi cenderung menyebabkan perubahan pada pola berpikir dan pandangan hidup. Seseorang dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan mengalami perubahan pola berpikir dari tradisional ke arah yang lebih maju sehingga tidak hanya

(10)

penelitian yang tidak sekolah. Berdasarkan hasil uji statistik, tingkat pendidikan subjek penelitian tidak berpengaruh terhadap skor stres (p=0,969). Penelitian dari Siboro pada pegawai Lembaga Pemasyarakatan menunjukkan bahwa tingkat pendidikan tidak

berpengaruh pada tingkat stres kerja karena tingkat pendidikan berhubungan dengan peran penting dalam perkembangan individu bukan dengan stres kerja.17

Sebagian besar subjek penelitian (46,1%) berpendapatan per bulan lebih dari Rp 3.500.000. Pendapatan dapat mempengaruhi tingkat stres seseorang. Hal ini didukung oleh penelitian dari Suroso dan Rotua pada karyawan Perusahaan Agribisnis PT NIC yang menunjukkan bahwa pada karyawan dengan pendapatan yang kurang memadai maka indikator stres kerja cenderung tampak pada sikap saat bekerja sebagai suatu akibat reaksi stres yang

dialaminya.18

Status pernikahan berhubungan dengan kejadian stres, dimana hubungan pernikahan yang harmonis membantu seseorang untuk mencegah atau mengurangi stres karena keterlibatan salah satu pasangan atau keluarga dalam memberikan dukungan yang tinggi, sehingga efek negatif dari pekerjaan dapat ditolerir.16 Dari hasil penelitian menurut distribusi status pernikahan, sebagian besar subjek penelitian sudah menikah (62,2%). Berdasarkan hasil uji statistik, tidak ada pengaruh status pernikahan terhadap skor stres (p=0,339). Penelitian dari Siboro serta Aiska menyatakan status pernikahan tidak berpengaruh pada tingkat stres kerja karena stres yang muncul disebabkan oleh beban pekerjaannya bukan karena status

perkawinan.17,19

Perbedaan Tingkat Stres antara Laki-Laki dan Perempuan pada Peserta Yoga di Kota Denpasar

(11)

karakteristik demografi yang berperan pada stres. Ada perbedaan pada tingkat keparahan stres terkait dengan jenis kelamin. Walaupun terpapar oleh stresor yang sama, perempuan dapat memiliki respon yang berbeda dengan laki-laki.20 Sedangkan penelitian dari Ziher dan Masten pada mahasiswa di Universitas Slovenia serta Voltmer et. al. pada mahasiswa kedokteran semester I dan IV menunjukkan bahwa perbedaan jenis kelamin berpengaruh spesifik pada pola perilaku dan kesehatan, dan juga dalam persepsi diri pada kesehatan fisik dan respon stres. 21,22

Penelitian Charbonneau terhadap 315 remaja menunjukkan bahwa jenis kelamin merupakan prediktor signifikan dari reaktivitas emosional, perempuan cenderung memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki.23 Penelitian dari McDonough dan Walter dengan menggunakan Wheaton’s chronic stres inventory, menemukan bahwa skor distres pada perempuan lebih tinggi 23% daripada laki-laki.24 Penelitian dari Matud dengan menggunakan

Utilizing the Life Event Stresful Success Questionnaire (LESSQ) pada 1566 perempuan dan 1250 laki-laki pada rentang usia 18-65 tahun menunjukkan perempuan lebih sering

dilaporkan mengalami stres dibandingkan laki-laki.25 Stresor pada perempuan dilaporkan terkait dengan masalah kesehatan dan keluarga sedangkan stresor pada laki-laki terkait dengan masalah keuangan dan pekerjaan. 26

Respon stres yang berbeda antara perempuan dan laki-laki berkaitan erat dengan aktivitas HPA axis yang berkaitan dengan pengaturan hormon kortisol dan sistem saraf simpatis yang berkaitan dengan denyut jantung dan tekanan darah. Respon HPA dan autonomik ditemukan lebih tinggi pada laki-laki dewasa dibandingkan pada perempuan dewasa sehingga

mempengaruhi performance seseorang dalam menghadapi stresor psikososial. Selain itu, hormon seks pada perempuan akan menurunkan respon HPA dan sympathoadrenal yang menyebabkan penurunan feedback negatif kortisol ke otak sehingga menyebabkan perempuan cenderung mudah stres. 27

SIMPULAN

(12)

terdapat perbedaan tingkat stres yang bermakna antara laki-laki dan perempuan pada peserta yoga di Kota Denpasar.

DAFTAR PUSTAKA

1. Deekshitulu B. Stres and Yoga. Yoga Phys Ther. 2012; 2(2)

2. Deshpande RC. A healthy way to handle work place stres through Yoga, Meditation and Soothing Humor. International Journal of Environmental Sciences. 2012; 2(4)

3. Health and Safety Executive. Stres and Psychological Disorders in Great Britain, 2013. 4. Winarti WE. Perbedaan Tingkat Stres Pada Lansia Sebelum Dan Setelah Diberikan

Senam Yoga Di Unit Rehabilitasi Sosial Wening Wardoyo Ungaran. Semarang: STIKES Ngudi Waluyo Ungaran. 2014.

5. Mijoc P. Gender differences in stres symptoms among Slovene managers.

International Journal of Business and Globalization, 2009.

6. Suminarsis TA. dan Sudaryanto A. Hubungan Tingkat Stres dengan Mekanisme Koping pada Mahasiswa Keperawatan Menghadapi Praktek Belajar Lapangan di Rumah Sakit. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2009.

7. Sharma SD, Anjali Chauhan, dan Swati Khanna. Stres management through ‘yoga practices’ in the corporate sector. African Journal of Business Management. 2012; 6(37): 10117-24

8. Streeter CC, Jensen JE, Perlmutter RM. Yoga Asana sessions increase brain GABA levels: a pilot study. J Altern Complement Med. 2007; 13:419-426.

9. Purwaningsih, Wahyu M, Kardiwinata MP, Suari NW. Pengaruh Pemberian Hatha Yoga dan Jogging terhadap Kecemasan pada Mahasiswa Semester VIII PSIK FK Universitas Udayana. Skripsi. Denpasar: Universitas Udayana. 2013.

10.Lovibond SH. & Lovibond PF. Manual for the Depression Anxiety Stres Scales (DASS) (2nd. Ed.). Syedney. Psychology Foundation. 1995. Available from:

http://www2.psy.unsw.edu.au/Group s/Dass/down.htm

11.National Institute of Child Health and Human Development. National Institute of Health. Stres system malfunction could lead to serious, life threatening disease, 2007. Retrieved April 1, 2007, from http://www.nih.gov/news/pr/sep2002/nichd-09.htm

12.Brizendine L. The Female Brain. Penerjemah: Meda Satrio. Jakarta: Ufuk Press. 2007. 13.Gatot DB, Adisasmito W. Hubungan Karakteristik Perawat, Isi Pekerjaan dan

(13)

RSUD Gunung Jati Cirebon. Jurnal Makara Kesehatan. Jakarta: Universitas Indonesia. 2005; 9.

14.Purwindasari H. Faktor Yang Berhubungan Dengan Stres Kerja Pada Perawat Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Dr. Iskak, Tulungangung. Surabaya: Universitas Airlangga. 2011.

15.Prabowo. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Stres Kerja Pada Bagian Produksi Mebel PT. Chia Jian Indnesia Furniture Di Wedelan Jepara Tahun 2009.http://www.depkes.go.id/downloads/debu.pdf. [diakses tanggal 18 Februari 2011]

16.Vierdelina N. Gambaran Stres Kerja dan Faktor-Faktor yang Berhubungan dengannya pada Pengemudi Bis Patas 9B. Jakarta: Universitas Indonesia. 2008.

17.Siboro TS. Hubungan Kondisi Kerja Dan Karakteristik Individual dengan Stres Kerja Pada Pegawai Lembaga Pemasyarakatan Kls II B Lubuk Pakam 200. Medan: Universitas Sumatera Utara. 2009.

18.Suroso I, Rotua S. Pengaruh Stres dalam Pekerjaan terhadap Kinerja Karyawan: Studi Kasus di Perusahaan Agribisnis PT NIC. Jurnal Manajemen Agribisnis, 2006; 3(1):19-30

19.Aiska S. Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Pada Tingkat Stres Kerja Perawat Di Rumah Sakit Jiwa Grhasia. Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah. 2014.

20.Gyllensten K. The role of gender in workplace stres: A critical literature review. Health Education Journal. 2005; 64 (3):271-288

21.Ziher S, Masten R. Differences in predictors of sexual satisfaction and in sexual satisfaction between female and male university students in Slovenia. Psychiatr Danub.

2010; 22:425–9.

22.Voltmer E, Rosta J, Aasland OG, Spahn C. Study-related health and behavior patterns of medical students: A longitudinal study. Med Teach. 2010; 32:e244-48.

23.Charbonneau A, Amy H, Janet S. Stres and Emotional Reactivity as Explanations for Gender Differences in Adolescents’ Depressive Symptoms. J Youth Adolescence. 2009; 38:1050–58

24.McDonough P. & Walters V. Gender and health: Reassessing patterns and explanations.

Social Science and Medicine, 2001; 52:547-559.

(14)

26.Gentry L, Jane J, Nandar A, Stefan K, Katie M, Jay E. Gender Differences in Stres and Coping among Adults living in Hawai`i. Californian Journal of Health Promotion. 2007; 5(2): 89-102

Gambar

Gambar 1. Prevalensi stres pada peserta yoga di kota
Tabel 2. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan yang diambil dalam penelitian ini adalah dari ketiga dimensi E-Commerce ternyata EC3 (perdagangan dengan sistem pertukaran data) mempunyai pengaruh

.DUHW DODP GDQ VHOXORVD PHUXSDNDQ GXD PDWHULDO \DQJ PHPLOLNL NRPSDWLELOLWDV \DQJ VDQJDW EHUEHGD .DUHW DODP EHUVLIDW QRQSRODUVHGDQJNDQVHOXORVDEHUVLIDWSRODU .RPELQDVL DQWDUD NDUHW

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh penulis terhadap permasalahan pada Unit Pelayanan Teknis Daerah (UPTD) yaitu sering terjadi kesulitan dalam penulisan data

Menurut terapis wicara AL orang-orang di sekitar anak dapat melakukan berbagai upaya dalam menangani hambatan berbicara pada anak agar anak dapat berkembang

In order to solve this problem, we propose the second FP method, named FP2, to add the contrapositives into grids as fol- lows. In the new method, all grids, say , are associated with

Menurut Lestari dan Sugiharto ROA adalah rasio yang digunakan untuk mengukur keuntungan bersih yang diperoleh dari penggunaan aktiva. Dengan kata lain, semakin tinggi

Demikjan daftar riwayat hidup ini dibuat dengan sesungguhnya untuk dapat digunakan sebagai bu}ti pemenuhan persyaratan bakal calon Anggota DPR/DPRD Provinsi/DPRD

Tabel IV.8 Besar Suhu Lampu 15 Watt Terhadap Perubahan Kedudukan Sensor Suhu Robot B ...81.. Tabel IV.9 Pengiriman Data dari Robot A ke Robot B