ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN
BAKU TAUCO DI PERUSAHAAN KECAP
MANALAGI KOTA DENPASAR PROVINSI BALI
SKRIPSI
Oleh:
IDA BAGUS MANIK BRAHMANDHIKA
KONSENTRASI PENGEMBANGAN BISNIS
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
i
ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN
BAHAN BAKU TAUCO DI PERUSAHAAN
KECAP MANALAGI KOTA DENPASAR
PROVINSI BALI
SKRIPSI
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Universitas Udayana
Oleh
Ida Bagus Manik Brahmandhika
NIM. 1205315026
KONSENTRASI PENGEMBANGAN BISNIS
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
ii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan
tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis
diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Saya bersedia
dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam aturan yang berlaku apabila terbukti
bahwa skripsi ini bukan hasil karya saya sendiri atau mengandung tindakan
plagiarism.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya untuk dapat
dipergunakan seperlunya.
Denpasar, 08 April 2016 Yang menyatakan,
iii ABSTRACT
Ida Bagus Manik Brahmandhika. NIM 1205315026. Analysis of Raw Material Inventory Control Tauco at The Kecap Manalagi Company. Guided by: Dr. Ir. Ratna Komala Dewi, MP. dan Dr. Ir. I Ketut Suamba, MP.
The study is to aims raw material in manufacture’s company. The purpose
of this study was to determine the amount of raw material inventory control
efficiency in implementing the manufacture company's raw material inventory
control systems are efficient. The actual raw material controlling on the Kecap
Manalagi’s company is 2.500 kg per order, 23% holding cost, ordering cost per order is Rp 1.300.000 and the price of tauco is Rp 9.925 per kg. Economic Order
Quantity (EOQ) method that should be done by the company is 7.275 kg, with six
times frequency in a year of ordering raw material, and the exact re-order point for
company is 3.197 kg. The results showed that the total cost of inventory in the
EOQ method of Rp 16.608.313, while the total cost of the actual inventory of Rp
27.020.437, so that savings are Rp 10.412.124 (38,5% of the actual total inventory
cost). The suggestions that the authors recommend is (1) companies need to
review the control methods applied during this time, because it is based on the
calculation method used by the researchers also companies need to review the
ordering cost and holding cost so the cost of the inventory can be minimize.
iv ABSTRAK
Ida Bagus Manik Brahmandhika. NIM 1205315026. Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Tauco Kecap di Perusahaan Kecap Manalagi Denpasar Bali. Dibimbing oleh: Dr. Ir. Ratna Komala Dewi, MP. dan Dr. Ir. I Ketut Suamba, MP.
Penelitian ini dilakukan untuk meneliti bagian penting dalam suatu
perusahaan yaitu bahan baku. Menerapkan sistem pengendalian persediaan bahan
baku dapat membantu perusahaan untuk memecahkan masalah pemesanan bahan
baku dan pengendalian persediaan. Kondisi aktual pengendalian bahan baku pada
Perusahaan Kecap Manalagi adalah 2.500 kg per sekali pesan, biaya penyimpanan
23%, biaya pesan per sekali pesan Rp 1.300.000 dan harga tauco sebesar Rp 9.925
per kg. Menggunakan metode EOQ menunjukkan pemesanan ekonomis yang
seharusnya dilakukan adalah 7.275 kg, dengan frekuensi pemesanan enam kali
dalam setahun, dan re-order point yang tepat bagi perusahaan adalah 3.197 kg. Hasil penelitian menunjukkan bahwa total biaya persediaan menurut metode EOQ
sebesar Rp 16.608.313,00, sedangkan total biaya persediaan aktual adalah sebesar
Rp 27.020.437,00 sehingga penghematan sebesar Rp 10.412.124,00 (38,5% dari
total biaya persediaan aktual). Saran yang dapat penulis berikan adalah (1)
Perusahaan Kecap Manalagi perlu memperhatikan dalam pengendalian dan
pembelian bahan baku yang selama ini diterapkan serta perusahaan perlu
memperhatikan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan sehingga total biaya
persediaan dapat diminimalkan dengan perhitungan biaya total biaya persediaan
atau TIC normatif.
v
RINGKASAN
Suatu perusahaan dalam menjalankan usahanya tentu membutuhkan bahan
baku. Bahan baku yang tidak tersedia akan mengakibatkan proses produksi yang
dilakukan untuk mengolah bahan baku menjadi barang jadi tidak dapat terlaksana
atau tersendat. Bahan baku yang diteliti dalam penelitian ini adalah tauco yaitu
kedelai fermentasi.
Permasalah yang dihadapi oleh perusahaan adalah sering terjadi
ketidakstabilan antara pembelian dan penggunaan bahan baku. Terkadang
pembelian lebih banyak atau lebih besar daripada penggunaan atau kebutuhan
bahan baku yang diperlukan dalam kegiatan produksi.
Penelitian ini dilakukan di Perusahaan Kecap Manalagi yang beralamat di
Jalan Gunung Catur No. 9X, Denpasar, Bali dalam rentang waktu antara bulan
November 2015 s.d. bulan Januari 2016 dimulai dari persiapan, pengumpulan
data, dan pengolahan data yang telah diperoleh. Pemilihan lokasi penelitian dipilih
secara sengaja (purposive). Penelitian ini memakai dua metode yaitu metode kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif bertujuan untuk menjawab tujuan
pertama penelitian dan mendeskripsikan hasil dari perhitungan-perhitungan
dengan rumus. Metode kuantitatif untuk menjawab tujuan kedua dan ketiga dari
penelitian yang dilakukan yaitu untuk mengetahui jumlah pemesanan bahan baku
yang ekonomis, frekuensi pembelian bahan baku, persediaan pengaman, titik
pemesanan kembali yang optimal, dan persediaan maksimum yang dapat
dilakukan oleh perusahaan serta sistem pengendalian persediaan bahan baku yang
efektif dan berapa besar efisiensi pengendalian persediaan bahan baku perusahaan
dalam menerapkan sistem pengendalian persediaan bahan baku yang efektif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses penggunaan bahan baku tauco
yang diterapkan oleh Perusahaan Kecap Manalagi adalah menggunakan metode
FIFO (First In First Out). Penggunaan bahan baku tauco Perusahaan Kecap Manalagi per tahun sebesar 46.475 kg, dengan produksi kecap sebesar 18.125
liter. Berdasarkan hasil analisis pengendalian persediaan baku yang efektif, dapat
dijelaskan bahwa pembelian tauco ekonomis tiap kali pesan menurut metode EOQ
vi
EOQ adalah enam kali dalam setahun. SS yang harus tersedia diperusahaan
menurut metode EOQ adalah 2.605 kg. Waktu pemesanan kembali atau titik
pemesanan kembali (ROP) yang tepat menurut metode EOQ adalah pada saat
persediaan tauco di dalam gudang masih 3.197 kg. Persediaan maksimum (MI)
yang harus tersedia diperusahaan menurut metode EOQadalah sebesar 9.880 kg.
Berdasarkan perhitungan efisiensi total biaya persediaan, total biaya
persediaan efisien menurut metode EOQ sebesar Rp 16.608.313,00 sedangkan
yang dikeluarkan perusahaan sebesar Rp 27.020.437,00. Perusahaan dapat
menghemat total biaya persediaan sebesar Rp 10.412.124,00 (38,5% dari total
biaya persediaan aktual), apabila perusahaan menerapkan analisis pengendalian
persediaan bahan baku.
Saran yang dapat penulis rekomendasikan adalah perusahaan perlu
memperhatikan dalam pengendalian dan pembelian bahan baku yang selama ini
diterapkan, agar biaya-biaya yang dikeluarkan dapat diminimalisasi. Perusahaan
Kecap Manalagi dalam sekali melakukan pemesanan bahan baku sebaiknya
dilakukan dengan pembelian dengan jumlah yang besar serta perusahaan perlu
memperhatikan penentuan SS, ROP, dan MI dengan efisien sehingga frekuensi
pembelian bahan baku dalam setahun rendah yang bertujuan untuk meminimalkan
biaya-biaya yang keluar untuk pembelian bahan baku dan meminimalkan biaya
persediaan, serta mencegah kemungkinan terjadinya kekurangan atau kelebihan
vii
ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU
TAUCO DI PERUSAHAAN KECAP MANALAGI
KOTA DENPASAR PROVINSI BALI
Ida Bagus Manik Brahmandhika NIM. 1205315026
Mengetahui,
Tanggal Lulus : 08 April 2016 Pembimbing I
Dr. Ir. Ratna Komala Dewi, MP NIP. 19610708 198610 2 001
Pembimbing II
Dr. Ir. I Ketut Suamba, MP NIP. 19600820 198603 1 007
Mengesahkan, Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Udayana
viii
Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Tauco di Perusahaan Kecap Manalagi Kota Denpasar Provinsi Bali
Dipersiapkan dan diajukan oleh
Ida Bagus Manik Brahmandhika NIM. 1205315026
Telah diuji dan dinilai oleh Tim Penguji
Pada tanggal 08 April 2016
Berdasarkan SK Dekan Fakultas Pertanian Universitas Udayana
No : 58/UN14.1.23/DL/2016
Tanggal : 08 April 2016
Tim Penguji Skripsi adalah :
Ketua : Prof. Dr. Ir. Dwi Darmawan, MP
Anggota :
1. Ir. I Gst A.A Lies Anggreni, M.Par
2. Ni Luh Prima Kemala Dewi, SP. M.Agb
3. Dr. Ir. Ratna Komala Dewi, MP
ix
RIWAYAT HIDUP
Ida Bagus Manik Brahmandhika lahir di Denpasar
pada 10 Februari 1994. Penulis merupakan anak ketiga
dari Ida Bagus Made Wiyasha dengan A.A.Sg Mas
Silawaty.
Pendidikan dasar ditempuh di SD 5 Saraswati Denpasar (2000-2006).
Pendidikan menengah pertama dilanjutkan ke SMPN 3 Denpasar (2006-2009).
Penulis melanjutkan ke pendidikan menengah atas di SMA SLUA Saraswati 1
Denpasar (2009-2012). Penulis, melalui seleksi nasional masuk perguruan tinggi
(SNMPTN) tahun 2012, diterima di Program Studi Agribisnis, Jurusan
Pengembangan Bisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana.
Selama masa kuliah, penulis aktif mengikuti berbagai seminar dan kegiatan
kemahasiswaan yang berlangsung baik ditingkat fakultas seperti seminar
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Tauco di Perusahaan Kecap Manalagi Kota Denpasar Provinsi Bali” ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa adanya bantuan dari berbagai
pihak, skripsi ini tidak dapat tersusun. Oleh karena itu penulis sampaikan rasa
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. I Nyoman Rai, M.S yang turut
membantu melancarkan dalam penyelesaian skripsi ini.
2. Dr. Ir. I Dewa Putu Oka Suardi, M.Si selaku Ketua Jurusan Prodi Agribisnis
yang telah memberikan kesempatan untuk menuntut ilmu di Konsentrasi
Pengembangan Bisnis, Prodi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas
Udayana.
3. Dr. Ir. Ratna Komala Dewi, MP selaku Dosen Pembimbing Skripsi I yang
telah sabar dan membantu mengarahkan, memberikan masukan,
menyumbangkan tenaga, waktu serta pikiran demi terselesaikannya skripsi
ini. Dr. Ir. I Ketut Suamba, MP selaku Dosen Pembimbing Skripsi II yang
telah sabar dan membantu mengarahkan, memberikan masukan,
menyumbangkan tenaga, waktu serta pikiran demi terselesaikannya skripsi
ini.
4. Keluarga yaitu ajik, ibu, kakak-kakak, ipar, dan ponakan yang selalu
memberikan motivasi, arahan serta Doa yang tiada hentinya kepada penulis.
5. Teman seperjuangan selama mengikuti perkuliahan di Jurusan Agribisnis
khususnya kelas A, dan teman-teman H.M.J “JUMIWA” Fakultas
Pertanian, Universitas Udayana yaitu: Oka, Bayu S.P, Kana S.P, Juni(lik),
Angga, Toni, Tesa, Kadek, Detu, Haryas, Kotjong, Ega S.P, Dayu prema,
Desdor S.P, Winda Ari S.P, Winda Keles S.P, Gung Istri, Kencana S.P,
Dian S.P, Ade S.P, Ade Kusuma, Manyung, Dessy Anes, S.P (terima kasih
xi
pemesanan nasi pada saat seminar proposal), Catherine, S.P (terima kasih
atas ketegasan dan galaknya selama menjadi teman saya), Citra S.P (Terima
kasih sebanyak-banyak karena membantu saya pada saat saya bingung) dan
gek widay selaku teman yang baik. Irena Hersi S.Par karena sudah
menemani saya pada saat saya “bosan” dan semua teman-teman seperjuangan yang tidak bisa disebut namanya satu persatu yang telah
membantu dan memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.
Terima kasih untuk djail genkz arab, erik, ncik atas kasih sayangnya selama
ini.
6. Perusahaan Kecap Manalagi yang telah memberikan ijin untuk melakukan
penelitian.
Semoga segala kebaikan pihak-pihak yang telah membantu mendapat
balasan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat
bermanfaat untuk semua pihak.
Denpasar, 08 April 2016
xii
1.5Ruang Lingkup Penelitian ... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Persediaan ... 8
2.2 Pengendalian Persediaan Bahan Baku ... 9
2.2.1 Sistem pengendalian persediaan ... 11
2.2.2 Tujuan pengendalian persediaan bahan baku………..12
2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi persediaan bahan baku 13 2.3 Economic Order Quantity (EOQ) ... 16
2.3.1 Waktu tunggu (lead time)... 18
2.3.2 Persediaan pengaman (SS) ... 19
2.3.3 Titik pemesanan kembali (ROP) ... 20
xiii
2.3.5 Persediaan Maksimum (MI)………....21
2.4 Biaya Persediaan Bahan Baku………..22
2.5 Tauco ... 23
2.6 Proses Pembuatan Tauco Menjadi Kecap ... 25
2.7 Penelitian Terdahulu ... 27
2.8 Kerangka Pemikiran………..29
III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31
3.2 Jenis dan Sumber Data ... 32
3.3 Metode Pengumpulan Data ... 32
3.4 Variabel dan Pengukuran Variabel ... 33
3.5 Batasaan Operasional Variabel ... 34
3.6 Metode Pengambilan Responden ... 35
3.7 Metode Analisis Data ... 35
IV. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 4.1 Sejarah Perusahaan Kecap Manalagi ... 41
4.2 Struktur Organisasi Perusahaan Kecap Manalagi ... 42
4.3 Produksi Kecap Perusahaan Kecap Manalagi ... 45
4.3.1 Alur dan proses produksi……….45
4.3.2 Alat dan mesin produksi kecap………47
V. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5.1 Keadaan Aktual Pengadaan Bahan Baku Perusahaan Kecap Manalagi ... 49
5.2 Jumlah Pembelian Bahan Baku Yang Ekonomis ... 55
5.2.1 Jumlah pemesanan ekonomis (EOQ)………..56
5.2.2 Frekuensi pembelian bahan baku (F)………...57
5.2.3 Persediaan pengaman (SS)………..58
5.2.4 Titik pemesanan kembali (ROP)……….59
5.2.5 Persediaan maksimum (MI)………61
5.3 Perbandingan Total Biaya Persediaan Aktual dengan Total Biaya Persediaan Optimal………...61
5.3.1 Total biaya persediaan bahan baku aktual………...61
5.3.2 Total biaya persediaan bahan baku normatif………...64
xiv VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ... 71
6.2 Saran ... 72
DAFTAR PUSTAKA ... 73
xv
DAFTAR TABEL
Tabel Teks Halaman
1.1 Pembelian dan Penggunaan Bahan Baku Tauco Th 2014 ... 4
2.1 Tabel Perbedaan dan Persamaan Penelitian Relevan………...29
3.1 Variabel, dan Pengukuran variabel ... 33
5.2. Komponen Biaya Pesan per Sekali Pesan Bahan Baku Tauco Th 2014. ... 52
5.3. Komponen Biaya Penyimpanan Bahan Baku Tauco Th 2014 ... 53
5.4. Data Perhitungan Biaya Pemesanan Bahan Baku Tauco Aktual 2014 ... 62
5.5. Data Perhitungan Biaya Penyimpanan Bahan Baku Tauco Aktual 2014 ... 63
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Teks Halaman
2.1. Grafik EOQ ... 17
2.2. Kerangka Pemikiran Teoritis Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Tauco di Perusahaan Kecap Manalagi ... 30
4.1. Denah Perusahaan Kecap manalagi ... 42
4.2. Struktur Organisasi Perusahaan Kecap Manalagi... 43
4.3. Alur Produksi Perusahaan Kecap Manalagi ... 47
5.1. Penggunaan dan Pembelian Bahan Baku Tauco Tahun 2014 ... 51
5.2. Grafik Hubungan EOQ Terhadap Biaya Persediaan ... 67
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Teks Halaman
1. Komponen Biaya Penyimpanan Bahan Baku Tauco Tahun 2014... 76
2. Gudang penyimpanan tauco ... 77
3. Bak masak kecap dan penyiapan bahan baku pembuatan kecap ... 77
4. Proses pencucian botol kecap ... 78
5. Proses penyaringan kecap setelah kecap dimasak di bak masak ... 78
6. Bak penampungan kecap setelah kecap dimasak dan disaring ... 79
7. Proses pengisian kecap ke dalam botol dan bungkus sachet ... 79
1
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Pada era globalisasi saat ini bisnis di Indonesia berkembang dengan pesat.
Setiap perusahaan berlomba-lomba untuk menemukan sebuah solusi yang tepat agar
dapat bertahan dan memenangkan persaingan dalam dunia bisnis. Saat ini banyak
perusahaan yang berusaha di berbagai bidang seperti perusahaan manufaktur,
perusahaan jasa boga dan perusahaan pertanian maupun peternakan.
Tujuan utama suatu perusahaan adalah mendapatkan keuntungan baik secara
ekonomis,sosial serta keberlanjutan perusahaan itu sendiri. Pada dasarnya tujuan
ekonomis berkenaan dengan upaya perusahaan untuk mempertahankan eksistensinya.
Dalam hal ini perusahaan berupaya menciptakan laba, menciptakan pelanggan, dan
menjalankan upaya-upaya pengembangan dengan memusatkan perhatian pada
kebutuhan masyarakat dalam hal produk yang diinginkan seperti kualitas, harga,
kuantitas, waktu pelayanan, kegunaan dan kegunaan produk.
Keahlian serta keterampilan manajemen untuk menjalankan aktivitas
perusahaan menentukan pencapaian seperti keuntungan, efisiensi pembelian, dan
penggunaan bahan baku. Dalam mencapai tujuan tidaklah mudah dikarenakan
perusahaan harus memaksimalkan kinerja pada bagian-bagian yang terdapat dalam
perusahaan tersebut seperti bagian produksi, pemasaran, keuangan dan personalia,
serta adanya faktor-faktor yang menghambat jalannya kelancaran perusahaan. Salah
2
produksinya. Kelancaran dari proses produksi ini dipengaruhi oleh ketersediaan
bahan baku yang akan diolah dalam proses produksi. Bahan baku memiliki peranan
yang sangat penting dalam kelancaran proses produksi, oleh karena itu setiap
perusahaan setidaknya memiliki persediaan bahan baku yang cukup dalam
menunjang kegiatan produksi perusahaan. Setiap perusahaan selalu memerlukan
persediaan bahan baku, jika tidak ada persediaan bahan baku maka perusahaan tidak
dapat memenuhi kebutuhan konsumennya karena proses produksi memerlukan bahan
baku, sehingga perusahaan mengalami kerugian.
Setiap perusahaan memiliki bahan baku yang berbeda-beda seperti jumlah
persediaan bahan baku maupun jenisnya. Pada hakikatnya pengambilan keputusan
pembelian bahan baku pada perusahaan bertujuan untuk meminimumkan biaya dan
memaksimumkan keuntungan dalam waktu tertentu. Pengambilan keputusan
pembelian bahan baku harus tepat dan efisien agar proses produksi berjalan lancar
dan dana yang dikeluarkan dalam persediaan bahan baku tidak berlebihan. Dalam
pengambilan keputusan pembelian bahan baku perlu ditentukan beberapa hal, yaitu
frekuensi pembelian bahan baku dalam satu periode, waktu pembelian, jumlah bahan
baku yang harus ada dalam persediaan pengaman pengaman yang bertujuan untuk
proses produksi terhindar dari kemacetan akibat ketidaktersediaan bahan baku dan,
perusahaan perlu mengadakan pengendalian persediaan agar penggunaan bahan baku
efisien secara waktu dan biaya, serta sumberdaya.
Perusahaan Kecap Manalagi merupakan salah satu perusahaan kecap di Bali
3
makanan tradisional Indonesia yang memiliki cita ras khas dan telah umum
digunakan sebagai bumbu penyedap dalam berbagai hidangan sehari-hari, seperti
tauge goreng, sambal tauco, dan berbagai hidangan sayur-sayuran. Tauco berbahan
dasar dari biji kedelai, berbentuk pasta (semi padat), berwarna kekuningan sampai
coklat dan mempunyai rasa spesifik. Tauco dibuat dari campuran kedelai dan garam.
Bahan baku tauco yang didapat Perusahaan Kecap Manalagi adalah dari luar
Bali yaitu dari Surabaya. Perusahaan Kecap Manalagi memproduksi kecap dalam
bentuk enam varian kemasan yaitu botol dan bungkus/sachet. Ada empat ukuran
botol kecap yang diproduksi yaitu 625 ml, 300 ml 275 ml, dan 140 ml. Kecap juga
diproduksi dalam bentuk bungkus/sachet 625 ml, dan 600 ml. Berikut rincian dari
penggunaan dan pembelian bahan baku tauco yang dilakukan oleh Kecap Manalagi
4
Tabel 1.1
Pembelian dan Penggunaan Bahan Baku Tauco di Perusahaan Kecap Manalagi Tahun 2014
Agustus 3.900 (memakai dari stok)
September 4.075 4.090 15
Oktober 4.000 3.125 -875
November 3.350 5.500 2.150
Desember 3.600 2.875 -725
TOTAL 46.475 44.015 1.440
Sumber data : Perusahaan Kecap Manalagi
Dapat dilihat pada Tabel 1.1 diatas, pembelian dan penggunaan bahan baku
tauco yang digunakan Perusahaan Kecap Manalagi berfluktuasi. Terdapat beberapa
bulan kekurangan dalam pembelian bahan baku, sehingga untuk tetap melancarkan
proses produksi Kecap Manalagi menggunakan persediaan bahan baku dari stok yang
ada.
Untuk meminimumkan biaya persediaan dan mengendalikan pemesanan bahan
baku agar tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil tersebut dapat dihitung dengan
menggunakan analisis Economic Order Quantity (EOQ). Menurut Hanafi (2004),
model EOQ menghitung persediaan optimal dengan cara memasukkan biaya
pemesanan dan penyimpanan. Perencanaan metode EOQ dalam suatu perusahaan
5
proses dalam perusahaaan dan mampu menghemat biaya persediaan yang dikeluarkan
oleh perusahaan karena adanya efisiensi persediaan bahan baku di dalam perusahaan
yang bersangkutan.
Sampai saat ini belum pernah ada yang melakukan penelitian mengenai
persediaan bahan baku di Perusahaan Kecap Manalagi. Sehubungan dengan hal
tersebut maka diperlukan peran analisis pengendalian persediaan bahan baku yang
tepat untuk melancarkan proses produksi. Berdasarkan uraian diatas, maka perlu
dilakukan penelitian tentang “Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Tauco di
Perusahaan Kecap Manalagi”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut.
1 Bagaimana keadaan aktual pengendalian bahan baku pada Perusahaan Kecap
Manalagi?
2 Berapakah jumlah pembelian bahan baku yang optimal di lakukan oleh
Perusahaan Kecap Manalagi dengan menggunakan metode EOQ, re-order
point, safety stock, dan maximum inventory?
3 Bagaimana efisiensi biaya persediaan bahan baku tauco di Perusahaan Kecap
Manalagi jika dilihat dari besarnya biaya persediaan yang sesungguhnya
6
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka tujuan
yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui.
1 Keadaan aktual pengendalian persediaan bahan baku pada perusahan Kecap
Manalagi.
2 Jumlah pembelian bahan baku yang ekonomis pada perusahaan Kecap
Manalagi dengan menggunakan metode EOQ, re-order point, safety stock, dan
maximum inventory.
3 Efisiensi biaya persediaan bahan baku di Perusahaan Kecap Manalagi dengan
membandingkan total biaya persediaan sesungguhnya dan total biaya
persediaan dengan menggunakan analisis EOQ.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.
1 Sebagai manfaat praktis bagi perusahaan dalam pengambilan keputusan yang
berkaitan dengan efisiensi penggunaan sumber daya untuk menentukan
kuantitas pembelian bahan baku yang ekonomis dengan total biaya persediaan
bahan baku yang efisien.
2 Sebagai manfaat teoritis ataupun sebagai bahan referensi dan informasi bagi
peneliti lain yang ingin melakukan penelitian yang berhubungan dengan
7
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini mencakup perhitungan EOQ, safety stock
(SS), Lead Time, Re-Order Point (ROP), maximum inventory (MI) dan total
inventory cost (TIC). Dengan menggunakan metode ini dalam pengambilan
keputusan pembelian bahan baku, perusahaan akan dapat menentukan dengan pasti
frekuensi pembelian bahan baku, jumlah pembelian bahan baku optimal, total biaya
pembelian optimal yang meminimalkan biaya persediaan, jumlah persediaan
pengaman (safety stock) bahan baku, dan titik pemesanan kembali (re-order point)
8
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Persediaan
Definisi dari persediaan adalah material berupa bahan baku baik berupa barang
setengah jadi, atau barang jadi yang disimpan dalam suatu tempat dimana barang
tersebut menunggu untuk diproses lebih lanjut. Menurut Sumarni dan Soeprihanto
(2000), persediaan merupakan sebuah aktiva yang meliputi barang-barang milik
perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha, atau persediaan
barang yang masih dalam proses produksi.
Menurut Assauri (1999), persediaan bahan baku (raw materials stock) yaitu
persediaan dari barang-barang berwujud yang digunakan dalam proses produksi,
dimana barang tersebut dapat diperoleh dari sumber-sumber alam maupun dibeli dari
supplier atau perusahaan yang menghasilkan bahan baku bagi perusahaan pabrik
yang menggunakan usahanya. Menurut Rangkuti (2000), persediaan yang diadakan
mulai dari bahan baku sampai barang jadi memiliki fungsi sebagai berikut.
1. Menghilangkan resiko keterlambatan datangnya barang
2. Menghilangkan resiko barang yang rusak.
3. Mempertahankan stabilitas operasi perusahaan
4. Mencapai penggunaan mesin yang optimal
9
Dalam persediaan terdapat beberapa fungsi menurut Rangkuti (2000),
mengatakan fungsi-fungsi persediaan sebagai berikut.
1. Fungsi Decouping
Fungsi decouping adalah persediaan yang memungkinkan perusahaan dapat
memenuhi permintaan pelanggan tanpa tergantung pada pemasok. Persediaan ini
diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat
diperkirakan.
2. Fungsi Economic Lot Sizing
Persediaan Lot sizing ini perlu mempertimbangkan penghematan-penghematan
atau potongan pembelian, biaya pengangkutan per unit menjadi lebih murah dengan
frekuensi pemesanan yang lebih sedikit, dan sebagainya. Hal ini disebabkan karena
perusahaan melakukan pembelian dalam kuantitas yang lebih besar dibandingkan
dengan biaya-biaya yang timbul karena besarnya persediaan.
3. Fungsi Antisipasi
Apabila perusahaan menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diperkirakan
dan diramalkan berdasarkan pengalaman atau data-data masa lalu, yaitu permintaan
musiman. Dalam hal ini perusahaan dapat mengadakan persediaan musiman
(seasonal inventories).
2.2 Pengendalian Persediaan Bahan Baku
Pengendalian persediaan (Inventory Control) merupakan penentuan suatu
kebijakan pemesanan bahan baku, kapan bahan baku tersebut dipesan, berapa banyak
10
Masalah penentuan besarnya persediaan merupakan masalah yang penting bagi
perusahaan. Persediaan mempunyai efek yang langsung terhadap keuntungan
perusahaan. Adanya persediaan bahan baku yang terlalu besar dibandingkan
kebutuhan perusahaan akan menambah biaya atau beban bunga, biaya penyimpanan,
biaya pemeliharaan gudang atau mesin, serta memungkinkan penyusutan dan kualitas
yang tidak bisa dipertahankan sehingga akan mengurangi keuntungan perusahaan.
Sebaliknya apabila persediaan bahan baku yang terlalu kecil atau kurang akan
mengakibatkan kemacetan dalam produksi, sehingga perusahaan akan mengalami
kerugian juga.
Pengertian bahan baku adalah barang-barang yang dibeli perusahaan untuk
digunakan dalam proses produksi (Jusup 1999). Suadi (2000), menyatakan bahan
baku adalah bahan yang menjadi bagian produk jadi dan dapat diidentifikasikan ke
produk jadi, maka bahan baku adalah bahan input yang akan diproses menjadi barang
jadi. Pengendalian erat hubungannya dengan pengawasan. Penentuan jumlah
persediaan perlu ditentukan sebelum melakukan penilaian persediaan. Jumlah
persediaan dapat ditentukan dengan dua sistem yang paling umum dikenal pada akhir
periode yaitu: Periodic system, yaitu setiap akhir periode dilakukan perhitungan
11
2.2.1 Sistem pengendalian persediaan
Menurut Assauri (1998), penentuan jumlah persediaan ditentukan sebelum
melakukan penilaian persediaan. Jumlah persediaan dapat ditentukan dengan dua
sistem yang umum dikenal pada akhir periode yaitu sebagai berikut.
1. Periodic system, yaitu setiap akhir periode dilakukan perhitungan secara fisik agar
jumlah persediaan akhir dapat diketahui jumlahnya secara pasti.
2. Perpetual system atau book inventory yaitu setiap kali pengeluaran diberikan
catatan administrasi barang persediaan.
Dalam melakukan penilaian persediaan terdapat beberapa cara yang dapat
digunakan yaitu sebagai berikut.
1. First In First Out (FIFO) cara ini didasarkan atas asumsi bahwa arus harga bahan
adalah sama dengan arus penggunaan bahan. Sejumlah unit bahan dengan harga
beli tertentu sudah habis dipergunakan, maka penggunaan bahan baku berikutnya
harga akan didasarkan pada harga beli berikutnya. Dasar metode ini maka harga
atau nilai dari persediaan akhir adalah sesuai dengan harga dan jumlah pada unit
pembelian terakhir.
2. Last In First Out (LIFO) perusahaan beranggapan harga beli terakhir dipergunakan
untuk bahan baku yang pertama keluar sehingga masih ada stok dnilai berdasarkan
harga pembelian terdahulu.
3. Weighted Average (rata-rata tertimbang) cara ini didasarkan atas harga rata-rata
12
masing-masing kuantitasnya kemudian dibagi dengan seluruh jumlah unit bahan
dalam perusahaan tersebut.
4. Harga standar merupakan besarnya nilai persediaan akhir dari suatu perusahaan
akan sama dengan jumlah unit persediaan akhir dikalikan dengan harga standar
perusahaan. Harga pokok produksi suatu unit atau produk selama periode tertentu,
yang ditentukan dimuka.
2.2.2 Tujuan pengendalian persediaan bahan baku
Tujuan diadakan pengendalian persediaan bahan baku pada perusahaan adalah
agar proses produksi dapat berjalan dengan lancar. Pengendalian yang dimaksud
adalah secara kuantitas dan kapan pemesanan bahan baku dilakukan. Menurut
Ginting (2007), menjelaskan bahwa tujuan dari pengendalian persediaan adalah
sebagai berikut.
a. Pemasaran ingin melayani konsumen secepat mungkin sehingga menginginkan
persediaan dalam jumlah yang banyak.
b. Produksi ingin beroperasi secara efisien. Hal ini mengimplikasikan order produksi
yang tinggi akan menghasilkan persediaan yang besar (untuk mengurangi
set-upmesin). Selain itu, produk memerlukan persediaan bahan baku, setengah jadi
atau komponen yang cukup sehingga proses produksi tidak terganggu karena
kekurangan bahan.
c. personalia menginginkan adanya persediaan untuk mengantisipasi fluktuasi
kebutuhan tenaga kerja dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tidak perlu
13
Menurut Assauri (1998), tujuan pengawasan persediaan dapat diartikan sebagai
usaha untuk.
1. Menjaga jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan sehingga menyebabkan
proses produksi terhenti.
2. Menjaga agar penentuan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar sehingga
biaya yang berkaitan dengan persediaan dapat ditekan.
3. Menjaga agar pembelian bahan baku secara kecil-kecilan dapat dihindari.
2.2.3 Faktor yang mempengaruhi persediaan bahan baku
Menurut Ahyari (1995), ada beberapa faktor yang mempengaruhi persediaan
bahan baku. Faktor-faktor tersebut akan saling berkaitan dan faktor-faktor tersebut
adalah sebagai berikut.
1. Perkiraan pemakaian
Sebelum kegiatan pembelian bahan baku dilaksanakan , maka manajemen harus
dapat membuat perkiraan bahan baku yang akan dipergunakan di dalam proses
produksi pada suatu periode . Perkiraan bahan baku ini merupakan perkiraan tentang
berapa besar jumlahnya bahan baku yang akan dipergunakan oleh perusahaan untuk
keperluan produksi pada periode yang akan datang . Perkiraan kebutuhan bahan baku
tersebuat dapat diketahui dari perencanaan produksi perusahaan berikut tingkat
persediaan bahan jadi yang dikehendaki oleh manajemen.
2. Harga dari bahan
Harga bahan baku yang akan dibeli menjadi salah satu faktor penentu pula
14
penyusunan perhitungan berapa besar dana perusahaan yang harus disediakan untuk
investasi dalam persediaan bahan baku tersebut. Sehubungan dengan masalah ini,
maka biaya modal (cost of capital) yang dipergunakan dalam persediaan bahan baku
tersebut harus pula diperhitungkan.
3. Biaya-biaya persediaan
Biaya-biaya untuk menyelenggarakan persediaan bahan baku ini sudah selayaknya
diperhitungkan pula di dalam penentuan besarnya persediaan bahan baku.
4. Pemakaian senyatanya
Pemakaian bahan baku senyatanya dari periode-periode yang lalu (actual
demand) merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan karena untuk keperluan
proses produksi akan dipergunakan sebagai salah satu dasar pertimbangan dalam
pengadaaan bahan baku pada periode berikutnya . Seberapa besar penyerapan bahan
baku oleh proses produksi perusahaan serta bagaimana hubungannya dengan
perkiraan pemakaian yang sudah disusun harus senantiasa dianalisa . Dengan
demikian maka dapat disusun perkiraaan bahan baku mendekati pada kenyataan.
5. Model Pembelian bahan
Manajemen perusahaan harus dapat menentukan model pembelian yang paling
sesuai dengan situasi dan kondisi bahan baku yang dibeli. Model pembelian yang
optimal atau EOQ.
6. Persediaan bahan pengaman (SS)
Persediaan pengamanan adalah persediaan tambahan yang diadakan untuk
15
Selain digunakan untuk menanggulangi terjadinya keterlambatan datangnya bahan
baku. Adanya persediaan bahan baku pengaman ini diharapkan proses produksi tidak
terganggu oleh adanya ketidakpastian bahan. Persediaan pengaman ini merupakan
sejumlah unit tertentu , dimana jumlah ini akan tetap dipertahankan, walaupun bahan
bakunya dapat berganti dengan yang baru.
7. Waktu tunggu
Waktu tunggu (lead time) adalah tenggang waktu yang diperlukan (yang
terjadi) antara saat pemesanan bahan baku dengan datangnya bahan baku itu sendiri.
Waktu tunggu ini perlu diperhatikan karena sangat erat hubungannya dengan
penentuan saat pemesanan kembali (re-order point). Dengan waktu tunggu yang tepat
maka perusahaan akan dapat membeli pada saat yang tepat pula, sehingga resiko
penumpukan persediaan atau kekurangan persediaan dapat ditekan seminimal
mungkin.
8. Pemesanan kembali (re-order point)
Re-order point adalah saat atau waktu tertentu perusahaan harus mengadakan
pemesanan bahan baku kembali, sehingga datangnya pemesanan tersebut tepat
dengan habisnya bahan baku yang dibeli, khususnya dengan metode EOQ. Ketepatan
waktu tersebut harus diperhitungkan kembali agak mundur dari waktu tersebut akan
menambah biaya pembelian bahan baku atau stock out cost (SOC) , bila terlalu awal
16
2.3 EOQ
EOQ merupakan volume atau jumlah pembelian yang paling ekonomis untuk
dilaksanakan pada setiap kali pembelian. Metode EOQ merupakan salah satu metode
dalam manajemen persediaan yang klasik dan sederhana.
Menurut Gitosudarmo (2002), EOQ merupakan volume atau jumlah pembelian
yang paling ekonomis untuk dilaksanakan pada setiap kali pemesanan. Menurut
Hansen dan Mowen (2005), EOQ atau kuantitas pemesanan ekonomis adalah sebuah
contoh dari sistem persediaan yang bertujuan menentukan kuantitas pesanan yang
akan meminimalkan total biaya. Pembelian bahan baku dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan perusahaan agar tidak kekurangan bahan baku serta pembelian dan
persediaan bahan baku optimal dengan menggunakan EOQ.
Perumusan metode ini sering disebut EOQ Wilson karena metode ini
dikembangkan oleh seorang peneliti bernama Wilson pada tahun 1934. Metode EOQ
mengasumsikan permintaan secara pasti dengan pemesanan yang dibuat secara
konstan serta tidak adanya kekurangan persediaan. Untuk memenuhi kebutuhan itu
maka dapat diperhitungkan pemenuhan kebutuhan (pembeliannya) yang paling
ekonomis yaitu sejumlah barang yang akan dapat diperoleh dengan pembelian dengan
17
Grafik 2.1 Grafik EOQ menurut Gitosudarmo (2002) Keterangan :
ROP : Re-Order Point
Lt : Waktu tunggu (Lead time) Q : Jumlah persediaan
SS : Persediaan pengaman EOQ : Economic Order Quantity
MI ; Maximum Inventory
Beberapa asumsi perlu diperhatikan apabila ingin melakukan metode
EOQ.Asumsi-asumsi EOQ menurut Harahap (1999) dan Indra (2008) sebagai
berikut.
1. Harga per unit barang konstan
2. Biaya penyimpanan per unit per tahun konstan
3. Pada saat pemesanan barang tidak terjadi kehabisan barang yang menyebabkan
perhitungan tidak tepat.
EOQ ROP
SS SS
Lt Lt
0
Tingkat Persediaan
18
4. Permintaan konsumen, biaya pemesanan, biaya transportasi, dan waktu antara
pemesanan barang sampai dengan barang tersebut dikirim dapat diketahui.
2.3.1 Waktu tunggu (Lead Time)
Dalam pengisian bahan baku, terdapat perbedaan waktu antara saat pemesanan
bahan baku untuk penggantian sampai dengan bahan baku tersebut sampai. Menurut
Assauri (2000), pengertian lead timeadalah waktu antara mulai dilakukannya
pemesanan bahan baku sampai dengan kedatangan bahan yang dipesan tersebut dan
diterima di gudang persediaan.
Menurut Ahyari (1999), penentuan waktu tunggu mempunyai dua macam biaya
yaitu
1. Biaya penyimpanan tambahan
Biaya penyimpanan tambahan sering disebut extra carrying cost. Biaya penyimpanan tambahan adalah biaya penyimpanan yang harus dibayar oleh
perusahaan karena adanya surplus bahan baku. Keadaan ini disebabkan karena
kedatangan bahan yang dipesan lebih awal dari waktu yang direncanakan.
2. Biaya kekurangan bahan
Biaya kekurangan bahan sering disebut dengan stock out cost. Biaya kekurangan bahan merupakan biaya yang harus dikeluarkan perusahaan karena perusahaan
kekurangan bahan baku untuk keperluan produksinya. Biaya-biaya yang termasuk
mendapatkan bahan baku pengganti, termasuk selisih harganya merupakan contoh
dari biaya kekurangan bahan. Hal ini disebabkan apabila perusahaan tidak berhasil
19
terhenti. Keadaaan kekurangan bahan ini diakibatkan oleh karena bahan baku yang
dipesan datangnya lebih lama dari waktu yang diinginkan.
2.3.2 Persediaan pengaman atau safety stock (SS)
Persediaan pengaman adalah persediaan tambahan yang diadakan untuk
mengantisipasi atau menjaga kemungkinan bila terjadinya kekurangan atau kehabisan
bahan baku. Kekurangan bahan baku dapat disebabkan karena beberapa faktor,
seperti produksi yang tinggi sehingga penggunaan bahan baku menjadi terlalu besar
dari perkiraan semula, atau terjadinya keterlambatan dalam pengiriman bahan baku
yang dipesan. Persediaan pengaman dapat mengurangi kerugian akibat kekurangan
persediaan. Persediaan pengaman dapat menambah biaya penyimpanan bahan
(Assauri, 2000).
Meskipun dalam pembelian bahan baku sudah digunakan EOQ, kenyataannya
masih bisa terjadi out of stock (kehabisan persediaan) dalam proses produksi.
Menurut Gitosudarno (2002), out of stock akan timbul apabila penggunaan bahan
dasar dalam proses produksi lebih besar dari pada yang diperkirakan sebelumnya. Hal
ini berakibat persediaan akan habis diproduksi sebelum pembelian atau pemesanan
berikutnya akan datang.
Menurut Rangkuti (2004), persediaan pengaman adalah persediaan tambahan
yang diadakan untuk melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan
bahan. Ada beberapa faktor yang menentukan besarnya persediaan pengaman yaitu.
1. Rata-rata tingkat permintaan dan rata-rata masa tenggang.
20
3. Keinginan tingkat pelayanan yang diberikan.
Hal-hal yang harus dipenuhi dalam menyediakan persediaan pengaman adalah.
1. Persediaan yang minimum.
2. Besarnya permintaan pesanan
3. Waktu tunggu pemasaran.
Besarnya SS tergantung pada ketidakpastian pasokan bahan baku maupun
permintaan. Pada situasi normal, ketidakpastian pasokan bahan bau diwakili dengan
standar deviasi lead time, yaitu waktu antara perusahaan memesan sampai dengan
bahan baku tersebut diterima. Ketidakpastian permintaan biasanya diwakili dengan
standar deviasi permintaan per periode. Jika permintaan per periode maupun lead
time sama-sama konstan maka tidak diperlukan adanya SS karena bahan baku datang
pada persediaan di gudang sama dengan nol.
2.3.3 Titik pemesanan kembali (Re-Order Point)
Re-Order Point (ROP) atau titik pemesanan kembali adalah suatu titik
minimum atau batas dari jumlah persediaan yang ada pada suatu saat dimana
pemesanan harus kembali dilakukan. Menurut Rangkuti (2007), ROP merupakan
batas titik jumlah pemesanan kembali termasuk permintaan yang diinginkan atau
dibutuhkan selama masa tenggang, misalnya suatu tambahan atau ekstra.
ROP terjadi apabila jumlah persediaan yang dimiliki sudah berkurang
mendekati nol, dengan demikian perusahaan harus menentukan berapa banyaknya
minimal tingkat persediaan yang harus dipertimbangkan agar tidak terjadi kekurangan
21
Menurut Rangkuti (2007), model ROP ditentukan oleh jumlah permintaan dan
masa tenggangnya yaitu.
1. Jumlah permintaan dan masa tenggangnya konstan.
2. Jumlah permintaan berupa variabel, sedangkan masa tenggangnya konstan.
3. Jumlah permintaan konstan, sedangkan masa tenggangnya berupa variabel.
4. Jumlah permintaan dan masa tenggangnya berupa variabel.
2.3.4 Frekuensi pembelian bahan baku
Frekuensi pembelian bahan baku berpengaruh terhadap biaya pemesanan dan
biaya penyimpanan. Semakin sering perusahaan melakukan pembelian bahan baku,
semakin banyak biaya pemesanan dan biaya penyimpanan yang dikeluarkan. Oleh
karena itu, frekuensi pembelian bahan baku perlu ditetapkan secara cermat. Menurut
Carter (2009), penetapan frekuensi pembelian bahan baku didasarkan pada kebutuhan
bahan baku per tahun dan kuantitas pemesanan atau pembelian ekonomis.
2.3.5 Menentukan jumlah persediaan maksimum (Maximum Inventory)
Maximum Inventory (MI) diperlukan untuk menghindari jumlah persediaa yang
berlebihan di gudang sehingga tidak menimbulkan biaya yang lebih besar untuk
penyimpanan persediaan, dan perawatan alat tersebut. Persediaan maksimum adalah
jumlah persediaan bahan baku yang paling besar yang sebaiknya disediakan oleh
perusahaan. Terkadang persediaan maksimum yang ada di perusahaan tidak
didasarkan atas pertimbangan efisiensi dan efektivitas biaya persediaan dan kegiatan
22
Setelah diketahui besarnya EOQ, persediaan minimum, ROP, dan maksimum
inventory maka selanjutnya akan dapat digambarkan grafik yang menunjukkan
hubungan antara EOQ, SS, ROP, dan MI. Menurut Assauri (1999), persediaan
maksimum ditentukan dengan cara menjumlahkan SS dengan EOQ.
2.4 Biaya Persediaan Bahan Baku
Mengadakan persediaan bahan baku perusahaan harus mengeluarkan biaya
keperluan persediaan bahan baku tersebut. Untuk pengambilan keputusan penentuan
besarnya biaya-biaya variabel dan untuk menentukan kebijakan persediaan yang perlu
diperhatikan adalah bagaimana perusahaan dapat meminimalkan biaya-biaya.
Biaya-biaya yang harus dipertimbangkan menurut Rangkuti (2004), adalah sebagai berikut.
1. Biaya Penyimpanan (carrying cost)
Biaya Penyimpanan terdiri dari biaya-biaya yang bervariasi secara langsung
dengan kuantitas persediaan, biaya penyimpanan per periode akan semakin besar
apabila kuantitas bahan yang dipesan semakin banyak atau rata-rata persediaan
semakin tinggi. Biaya-biaya yang termasuk sebagai biaya penyimpanan antara lain:
a. Biaya fasilitas-fasilitas penyimpanan (termasuk penerangan, pendingin
ruangan, dan sebagainya).
b. Biaya modal (opportunity cost of capital), yaitu alternatif pendapatan atas dana
yang di investasikan dalam persediaan.
c. Biaya penanganan persediaan dan sebagainya.
Biaya pemesanan atau pembelian (ordering cost atau procurement cost),
surat-23
menyurat, biaya pengepakan dan penimbangan, dan biaya pemeriksaan (inspeksi)
penerimaan.
Pada umumnya biaya pemesanan diluar biaya bahan dan potongan kuantitas
tidak naik apabila kuantitas pesanan bertambah besar. Tetapi apabila semakin banyak
komponen yang dipesan setiap kali pesan, jumlah pesanan per periode turun, maka
biaya pemesanan total akan turun.
2. Biaya Pemesanan (ordering cost)
Menurut Mulyono (2002), ordering cost adalah biaya yang berhubungan
dengan penambahan persediaan yang dimiliki. Biaya ini biasanya dinyatakan dalam
rupiah per pesanan dan tidak terkait dengan volume pemesanan. Ordering cost
berhubungan positif dengan frekuensi persediaan. Biaya pengiriman, pemesanan,
inspeksi penerimaan dan pencatatan termasuk ke dalam ordering cost.
Ordering cost adalah biaya-biaya yang berubah-ubah sesuai dengan frekuensi
pesanan, yang terdiri dari.
1. Biaya selama proses pesanan
2. Biaya pengiriman pesanan
3. Biaya penerimaan barang yang dipesan
2.5 Tauco
Tauco merupakan makanan tradisional Indonesia yang memiliki cita ras khas
dan telah umum digunakan sebagai bumbu penyedap dalam berbagai hidangan
sehari-hari, seperti tauge goreng, sambal tauco, dan berbagai hidangan sayur-sayuran
24
Tauco berbahan dasar dari biji kedelai, berbentuk pasta (semi padat), berwarna
kekuningan sampai coklat dan mempunyai rasa spesifik. Tauco dibuat dari campuran
kedelai dan garam. Jenis tauco ada dua macam yaitu bentuk kering dan bentuk basah,
sedangkan dari rasanya dibedakan atas yang asin dan yang manis. Perbedaannya
terletak dari jumlah air dan banyaknya gula yang ditambahkan (Koswara, 2009)
Pembuatan tauco dilakukan melalui dua tahap fermentasi, yaitu fermentasi
kedelai yang dilakukan oleh kapang (mold fermentation) dan fermentasi yang
dilakukan oleh khamir dan bakteri dalam larutan garam. Pembuatan tauco dilakukan
dengan perlakuan pendahuluan yang meliputi beberapa tahap seperti pencucian
kedelai, perendaman, perebusan, penghilangan kulit, penirisan, pendinginan,
fermentasi, dan terakhir perendaman biji kedelai dalam larutan garam (Koswara,
2009).
Menurut Koswara (2009), proses pembuatan tauco dilakukan dengan dua tahap
fermentasi, yaitu fermentasi kapang dan fermentasi dalam larutan garam. Fermentasi
kapang dilakukan baik secara spontan atau dengan menambahkan laru tempe.
Kedelai dicuci bersih dan direbus selama 1 s.d. 2 jam, kemudian dikupas kulitnya.
Kedelai tanpa kulit tersebut selanjutnya dicuci dan direndam selama 24 jam. Lalu
kedelai direbus kembali selama 1 s.d. 2 jam (sampai lunak), didinginkan dan
ditiriskan. Kemudian dilakukan fermentasi kapang (dengan spontan atau penambahan
laru tempe 2 s.d. 5 persen), selama 2 s.d. 5 hari pada suhu kamar. Kedelai hasil
fermentasi kemudian dihancurkan kasar menjadi 2 s.d. 4 bagian per biji kedelai dan
25
20 hari dalam wadah terbuka dibawah sinar matahari dan dilakukan pengadukan tiap
hari.
Setelah fermentasi garam selesai, ditambah sejumlah air dan direbus, diberi
bumbu-bumbu, kemudian dibotolkan. Hasilnya disebut dengan tauco basah. Jika
kemudian dikeringkan (dijemur) maka hasilnya disebut tauco kering.
Makin lama waktu fermentasi akan diikuti kenaikan pH karena adanya
peningkatan kelarutan protein. Makin lama waktu fermentasi, biji kedelai makin
lunak (Koswara, 2009).
2.6 Proses Pembuatan Tauco Menjadi Kecap
Kecap dapat dibuat melalui tiga cara, yaitu cara fermentasi, hidrolisis asam dan
kombinasi dari kedua cara tersebut. Dibandingkan dengan kecap yang dibuat secara
hidrolisis, kecap yang dibuat dengan cara fermentasi biasanya mempunyai rasa dan
aroma yang lebih baik. Hal ini merupakan alasan mengapa jarang dijumpai
pembuatan kecap secara hidrolisis asam, meskipun prosesnya lebih cepat
(Koswara,2009).
Pembuatan kecap secara fermentasi pada prinsipnya menyangkut pemecahan
protein, lemak dan karbohidrat oleh aktivitas enzim dari kapang, ragi (kamir) dan
bakteri menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana yang menentukan cita rasa,
aroma dan komposisi kecap. Pembuatan kecap secara hidrolisis pada dasarnya
pemecahan protein dengan menggunakan asam sehingga menghasilkan
peptida-peptida dan asam-asam amino. Kecap jenis ini kurang lengkap komposisinya
26
Pembuatan kecap kombinasi merupakan gabungan kedua cara diatas.
Pembuatan kecap di Indonesia pada umumnya dilakukan secara fermentasi.
Fermentasi terdiri dari dua tahap yaitu fermentasi kapang dan fermentasi dalam
larutan garam. Fermentasi kapang dapat dilakukan secara spontan atau menggunakan
biakan murni (yang disebut koji). Pada fermentasi kapang secara spontan, dipilih
terlebih dahulu kedelai yang baik, lalu dicuci, dan direbus, ditiriskan dan
dihamparkan pada tampah (nyiru). Selanjutnya nyiru yang berisi kedelai matang
ditutup dengan daun pisang atau karung goni dan dibiarkan selama 3 s.d 5 hari
sehingga ditumbuhi kapang (Koswara, 2009).
Fermentasi kapang dengan menggunakan koji dilakukan sebagai berikut,
kedelai dipilih yang baik, dicuci dan direndam selama 12 s.d 24 jam. Kemudian
dikukus atau direbus sampai matang dan didinginkan, selanjutnya diinokulasi dengan
koji sebanyak 2 s.d 5 persen dan diinkubasi pada suhu ruang selama 3 s.d 5 hari.
Menurut Koswara (2009), kedelai yang telah difermentasi dengan kapang
selanjutnya direndam dalam larutan garam 20 persen dan dibiarkan terfermentasi
selama 3 s.d 10 minggu. Selanjutnya hasil fermentasi garam ditambah dengan
sejumlah air dan direbus. Kemudian disaring dan bagian cairannya dipanaskan pada
suhu 60 s.d 70 0C selama 30 menit. Selanjutnya cairan tersebut dimasak bersama
bumbu dan gula aren (kecap manis) atau garam (kecap asin) dan disaring. Filtrat hasil
27
2.7 Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian sebelumnya adalah hasil penelitian oleh Rio (2014) yang
berjudul Analisis Pengawasan Persediaan Bahan Baku Kacang Koro Pada Perusahaan
Kacang Rajawali Boga Sejahtera Denpasar, Bali. Pokok permasalahan dalam
penelitian ini adalah bagaimana pengawasan persediaan bahan baku agar optimal
sehingga didapatkan efisiensi biaya persediaan pada perusahaan.
Jumlah pembelian bahan baku yang dilakukan perusahaan berfluktuasi,
pembelian bahan baku kacang koro sebesar 1.290 kg, bawang putih sebesar 55 kg,
dan 51 kg untuk garam. Frekuensi pembelian setiap jenis bahan baku adalah 70 kali
untuk kacang koro, 87 kali untuk bawang putih, dan 47 kali untuk garam dalam satu
tahun. Setelah melakukan analisis persediaan bahan baku normatif, hasil jumlah
pembelian bahan baku yang didapat yaitu sebesar 1.311 kg untuk kacang koro,
bawang putih sebesar 254 kg, dan garam sebesar 358 kg dalam satu tahun. Jumlah SS
yang dimiliki perusahaan adalah 161 kg untuk kacang koro, 22 kg untuk bawang
putih, dan 13 kg untuk garam. Setelah melakukan analisis persediaan bahan baku
yang efektif didapatkan SS yang seharusnya dimiliki oleh perusahaan untuk kacang
koro adalah sebesar 301 kg, 16 kg untuk bawang putih, dan delapan kg untuk garam.
Total biaya persediaan dengan efisiensi biaya persediaan perusahaan yang
aktual dan sesudah dilaksanakannya pengawasan persediaan bahan baku secara
efektif pada tahun 2013 adalah total biaya persediaan yang sesungguhnya dikeluarkan
28
disimpulkan bahwa dengan menggunakan analisis pengawasan persediaan yang
efektif, perusahaan dapat lebih mengefisiensikan biaya persediaan.
Penelitian yang juga mengangkat topik bahan baku yaitu Krisna (2007), dengan
judul Pengawasan Persediaan Bahan Baku Kacang Asin Pada Perusahaan Kacang
Asin Rahayu Multi Bogatama Denpasar. Penelitian ini dihitung menurut data tahun
2006. Perusahaan berproduksi sebesar 120.105 kg, sehingga hasil yang didapat dari
analisis EOQ adalah perusahaan sehareusnya melakukan pembelian bahan baku
kacang tanah sebesar 1.757 kg, 480 kg garam, dan 283 kg bawang putih dalam sekali
pemesanan. Jumlah safety stock yang seharusnya disediakan perusahaan sebesar 600
kg kacang tanah, 16 kg garam dan 20 kg bawang putih. Re-order Point yang
seharusnya dilakukan sebesar 1.200 kg kacang tanah, 32 kg garam, dan 40 kg bawang
putih. Persediaan maksimum yang seharusnya dimiliki perusahaan berdasarkan
analisis EOQ adalah 2.357 kg kacang tanah, 496 kg garam, dan 303 kg bawang putih.
Analisis biaya persediaan bahan baku tauco dilakukan dengan dua cara yaitu
menghitung total biaya aktual dan total biaya normatif. Total biaya aktual adalah total
biaya persediaan sesungguhnya yang dikeluarkan perusahaan. Total biaya normatif
adalah total biaya persediaan perusahaan setelah dilakukan perhitungan menggunakan
analisis EOQ.
Hasil perhitungan total biaya aktual dan normatif tersebut akan diperoleh
efisiensi biaya yang kemudian dapat diambil kesimpulan yang selanjutnya dapat
memberikan suatu saran atau rekomendasi kepada perusahaan Kecap Manalagi.
29
Tabel 2.1
Tabel Perbedaan dan Persamaan pada Kedua Penelitian Relevan diatas
No Judul Penelitian Perbedaan Persamaan
1. Analisis Pengawasan Persediaan
Dalam memproduksi kecap dan keberlanjutan usaha, Perusahaan Kecap
Manalagi menggunakan bahan baku berupa tauco. Kenyataan pada perusahaan Kecap
Manalagi saat ini menunjukkan pembelian bahan baku masih berfluktuasi dan metode
yang dapat digunakan dalam menganalisis pembelian bahan baku adalah metode
EOQ, atau kuantitas pemesanan ekonomis. EOQ adalah jumlah volume atau jumlah
pembelian yang paling ekonomis untuk dilaksanakan pada setiap kali pembelian.
Metode EOQ memiliki beberapa efisiensi seperti jumlah barang yang dipesan pada
setiap pemesanan konstan, harga per unit barang juga konstan, biaya pemesanan dan
biaya penyimpanan.
Perhitungan biaya normatif diatas akan dibandingkan dengan perhitungan biaya
aktual yang ada pada Perusahaan Kecap Manalagi. Perhitungan biaya normatif
30
biaya normatif dengan biaya aktual pada Perusahaan Kecap Manalagi akan diperoleh
efisiensi biaya yang kemudian dapat diambil suatu keputusan pembelian bahan baku,
dan selanjutnya dapat memberikan suatu saran atau rekomendasi kepada Perusahaan
Kecap Manalagi. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran Teoritis Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Tauco di Perusahaan Kecap Manalagi
Perusahaan Kecap Manalagi
Analisis Persediaan Bahan Baku dengan metode EOQ:
1. Economic Order Quantity (EOQ) 2. Safety Stock (SS)
3. Reorder Point (ROP) 4. Maximum Inventory (MI)
5. Frekuensi pembelian bahan baku (N) 6. Total Inventory Cost (TIC)
Efisiensi Biaya
Rekomendasi Total Biaya
normatif
Pengendalian persediaan bahan
baku