SKRIPSI
Diajukan Oleh : Marta Kristiani 0611010037/ FE/ IE
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
” Salam sejahtera ”
Puja syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan berkah, rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi yang
peneliti susun dengan judul “ANALISIS BEBERAPA FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI JUMLAH UANG BEREDAR DI INDONESIA”
ini dapat terselesaikan.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ilmu Ekonomi Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Peneliti menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini sering kali
menghadapi hambatan dan keterbatasan dalam berbagai hal. Namun,
tanpa bantuan bimbingan, motivasi, saran dan dorongan yang telah
diberikan berbagai pihak, peneliti tidak akan dapat menyelesaikan skripsi
ini sebagaimana mestinya. Untuk itu dalam kesempatan ini peneliti
menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP, selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur yang telah
memberikan banyak bantuan berupa sarana fasilitas perijinan guna
pelaksanaan skripsi ini.
Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa
Timur.
4. Bapak Drs. EC. Marseto, DS, Msi, selaku Dosen Pembimbing
Utama telah banyak meluangkan waktunya dalam memberikan
suatu bimbingan, pengarahan, dorongan, masukan-masukan, dan
saran dengan tidak bosan-bosannya kepada peneliti dalam
menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Drs. EC. Marseto, DS, Msi, selaku Dosen Wali yang telah
meluangkan waktu dalam membimbing dan mendampingi peneliti
selama menempuh pendidikan didalam perkuliahan.
6. Bapak-bapak dan ibu-ibu dosen serta staf karyawan khususnya
Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional
“VETERAN” Jawa Timur yang telah dengan ikhlas memberikan
banyak ilmu pengetahuannya selama masa perkuliahan dan
pelayanan akademik bagi peneliti.
7. Pimpinan beserta Staff Bank Indonesia cabang Surabaya.
8. Pimpinan beserta Staff BPS Jawa Timur.
9. Ayahanda, Ibunda, Adik dan Abang Eka yang telah memberikan
motivasi, do’a, semangat dan dorongan moral serta spiritualnya
memotivasi, membantu, dan mendukung peneliti dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa berkenan dan memberikan
balasan, limpahan rahmat, serta karunia-Nya, atas segala amal kebaikan
serta bantuan yang telah diberikan.
Akhir kata, besar harapan bagi peneliti semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi pembaca, baik sebagai bahan kajian maupun sebagai
salah satu sumber informasi dan bagi pihak-pihak lain yang
membutuhkan.
Surabaya,Februari 2010
Marta Kristiani
KATA PENGANTAR... i
DAFTAR ISI... iv
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
ABSTRAKSI... xii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 5
1.4 Manfaat Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu ... 7
2.2 Landasan Teori... 10
2.2.1 Pengertian Bank ... 10
2.2.2 Pengertian Uang ... 10
2.2.2.1 Fungsi Uang ... 11
2.2.2.2 Jenis – Jenis Uang ... 12
2.2.4.2 Teori Permintaan Keynes... 17
2.2.5 Teori Penawaran Uang... 20
2.2.5 Teori Penawaran Uang... 20
2.2.5.1 Teori Penawaran Uang... 20
2.2.5.2 Teori Penawaran Uang Modern ... 21
2.2.6 Tingkat Suku Bunga... 23
2.2.6.1 Teori Keynes Mengenai Tingkat Suku Bunga ... 24
2.2.7 Kredit ... 28
2.2.8 Inflansi ... 30
2.2.8.1 Pengertian Inflansi ... 30
2.2.8.2 Klasifikasi Inflansi ... 31
2.2.8.3 Akibat Inflansi... 34
2.2.8.4 Cara Pengendalian Inflansi ... 35
2.2.9 Hubungan Antara Variabel ... 37
2.2.9.1 Hubungan Antara Jumlah Uang Beredar Dengan Tingkat Suku Bunga ... 37
2.2.9.1 Hubungan Variabel Jumlah Uang Beredar Dengan Tingkat Inflansi ... 37
2.2.10. Investasi ... 38
2.2.10.1 Pengertian Investasi ... 38
2.2.11. Pengeluaran Pemerintah... 47
2.2.11.1 Jenis – jenis pengeluaran pemerintah... 48
2.2.12. Cadangan Devisa... 49
2.2.12.1 Jenis – Jenis Cadangan Devisa ... 51
2.2.12.2 Fungsi Devisa... 51
2.2.13. Pengertian Jumlah Kantor Bank... 52
2.2.14 Kerangka Pikir ... 53
2.2.15 Hipotesis... 55
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Devinisi Operasional Dan Pengukuran Variabel ... 56
3.2 Teori Penentu Sampel ... 58
3.3 Teknik Pengumpul Data... 58
3.3.1 Jenis Data ... 58
3.3.2 Sumber Data... 58
3.3.3 Pengumpul Data ... 59
3.4 Teknik Analisis Dan Uji Hipotesis ... 59
3.4.1 Teknik Analisis ... 59
3.4.2 Uji Hipotesis ... 61
3.5 Uji asumsi Klasik (BLUE) ... 64
4.2 Deskripsi Hasil Penelitian ... 71
4.2.1 Perkembangan Jumlah Uang Beredar Di Indonesia... 71
4.2.2 Perkembangan Tingkat Suku Bunga Kredit... 72
4.2.3 Perkembangan Tingkat Inflansi ... 73
4.2.4 Perkembangan Investasi... 74
4.2.5 Perkembangan Pengeluaran Pemerintah ... 75
4.2.6 Perkembangan Cadangan Devisa... 76
4.2.7 Perkembangan Jumlah Kantor Bank... 77
4.3 Hasil Analisis Asumsi Regresi Klasik ( BLUE ) ... 78
4.3.1 Analisis Dan Pengujian Hipotesis... 83
4.3.2 Uji Hipotesis Secara Simultan ... 85
4.3.3 Uji Hipotesis Secara Parsial ... 87
4.4 Pembahasan... 96
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
1. Perkembangan Jumlah Uang Beredar di Indonesia Tahun 1994
-2008 ... 71
2. Perkembangan Tingkat Suku Bunga kredit tahun 1994 - 2008... 73
3. Perkembangan Tingkat Inflansi Tahun 1994 - 2008 ... 74
4. Perkembangan Investasi 1994 - 2008... 75
5. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Tahun 1994 - 2008 ... 76
6. Perkembangan Cadangan Devisa Tahun 1994 - 2008... 77
7. Perkembangan Jumlah Kantor Bank ... 78
8. Tabel Multikolinier ... 81
9. Tabel Heterokedastisitas Dengan Korelasi Rank Spearman Korelasi... 82
10.Tabel Analisis Dan pengujian Hipotesis ... 83
11.Tabel Varian (ANOVA) ... 85
12.Tabel Perhitungan Uji t... 88
Preference ... 26
Gambar 3. Kuva Efek Jumlah Uang Terhadap Tingkat Bunga ... 28
Gambar 4. Kurva Demand Pull Inflation... 32
Gambar 5. Kurva Cost Push Inflation ... 33
Gambar 6. Kurva Hubungan Antara Suku Bunga Dan Pengeluaran Investasi ... 45
Gambar 7. Kerangka Konseptual Paradigma Penelitian ... 53
Gambar 8. Kurva Statistik Durbin Watson... 80
Gambar 9. Distribusi Kriteria Penerimaan atau Penolakan Hipotesis Secara Simultan ... 86
Gambar 10. Kurva Distribusi Hasil Analisis Secara Parsial Faktor Tingkat Suku Bunga Kredit Terhadap Jumlah Uang Beredar Di Indonesia ... 89
Gambar 11. Kurva Distribusi Hasil Analisis Secara Parsial Faktor Tingkat Inflansi Terhadap Jumlah Uang Beredar Di Indonesia... 90
Gambar 12. Kurva Distribusi Hasil Analisis Secara Parsial Investasi Terhadap Jumlah Uang Beredar di Indonesia ... 91
Gambar 13. Kurva Distribusi Hasil Analisis Secara Parsial Pengeluaran Pemerintah Terhadap Jumlah Uang Beredar di Indonesia... 93
Gambar 14. Kurva Distribusi Hasil Analisis Secara Parsial Cadangan Devisa Terhadap Jumlah Uang Beredar di Indonesia ... 94
Gambar 15. Kurva Distribusi Hasil Analisis Secara Parsial Jumlah kantor Bank Terhadap Jumlah Uang Beredar di Indonesia... 95
2. Analisis Regresi Linier Berganda Dengan Menggunakan SPSS
13.00
3. Tabel Penguji Nilai F
4. Tabel Penguji Nilai T
5. Tabel Penguji Durbin Watsom
Oleh
Marta Kristiani
ABSTRAKSI
Salah satu cara yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah melalui perkembangan sector keuangan atau moneter. Dimana pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses bukan gambaran ekonomi pada suatu saat. Disini kita dapat melihat bagaiman suatu perekonomian berkembang dari waktu ke waktu.
Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur dan Bank Indonesia cabang Surabaya selama 15 tahun mulai dari tahun 1994 – 2008. Analisis data menggunakan model regresi linier berganda untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Pengujian hipotesis digunakan uji, untuk pengujian secara simultan dan uji t untuk pengujian secara parsial.
Dari hasil analisis pengujian secara simultan (Uji F) dapat disimpulkan bahwa Tingkat Suku Bunga Kredit, Inflansi, Investasi, Pengeluaran Pemerintah, Cadangan Devisa dan Jumlah Kantor Bank berpengaruh signifikan terhadap Jumlah Uang Beredar di Indonesia, ditunjukkan dengan Fhitung 141,857 > Ftabel 3,58.
Sedangkan secara parsial (Uji t) Pengeluaran Pemerintah, Cadangan Devisa berpengaruh nyata terhadap Jumlah Uang Beredar di Indonesia ditunjukkan dengan thitung 3,878 > ttabel 2,306 , thitung 4,139 <
ttabel 2,306.
Sedangkan Suku Bunga Kredit, Tingkat Inflansi, Investasi, dan Jumlah Kantor Bank tidak berpengaruh nyata terhadap Jumlah Uang Beredar di Indonesia ditunjukkan dengan , thitung 0,347 < ttabel 2,306,
thitung 0,041 < ttabel 2,306, thitung - 1,149 < ttabel - 2,306 dan thitung
0,368 < ttabel 2,306 .
Kata Kunci : Jumlah Uang Beredar, Tingkat Suku Bunga Kredit, Tingkat Inflansi, Investasi, Pengeluaran Pemerintah, Cadangan Devisa, Jumlah Kantor Bank.
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar belakang
Salah satu penemuan yang paling menakjubkan dalam sejarah peradaban
manusia adalah uang. Tidak perlu di perdebatkan apakah uang merupakan
penemuan ilmiah atau bukan. Satu hal yang pasti ialah bahwa dengan di
temukannya uang, hidup manusia menjadi lebih mudah di banding dengan
masa lalu sebelum di temukannya uang. Dengan adanya uang, transaksi yang
dilakukan oleh manusia menjadi lebih mudah, cepat, dan tidak terlalu di batas
oleh waktu. Dewasa ini uang sebagai institusi ekonomi dan komoditas
mempunyai peran penting dalam perekonomian.(Manurung dan
Rahardja,2004:33)
Semenjak peradapan manusia menggunakan uang, telah disadari bahwa
penggunaan uang dapat menimbulkan persoalan dalam pertumbuhan
perekonomian. Salah satu penyebab timbulnya kontroversi sampai saat ini
adalah timbulnya permintaan uang. Apalagi melihat kenyataan pada saat ini,
terjadi krisis keuangan yang sangat hebat yang juga berdampak bagi setiap
negara khususnya Indonesia. Melihat perkembangan dan pertumbuhan
finansial saat ini, sangat tidak seimbang dengan pertumbuhan sektor riil.
Realitas ketidakseimbangan arus moneter dan arus barang/jasa tersebut yang
mencemaskan dan mengancam pertumbuhan perekonomian negara.
Pakar manajemen tingkat dunia Peter Drucker, menyebut gejala
ketidakseimbangan arus moneter dan arus barang/jasa sebagaimana adanya
decoupling, yakni fenomena keterputusan antara maraknya arus uang
(moneter) dengan arus barang dan jasa. Fenomena ketidakseimbangan itu
dipicu oleh maraknya bisnis spekulasi pada pasar keuangan yaitu pasar modal
dan pasar valas. Sekedar ilustrasi dari fenomena decoupling tersebut, misalnya
krisis moneter Asia, dalam satu hari, dana yang beredar dalam transaksi di
pasar modal dan pasar uang dunia, diperkirakan rata – rata beredar sekitar
2-3 triliun dolar AS atau dalam setahun sekitar 700 triliun dolar AS padahal arus
perdagangan barang secara internasional dalam satu tahunnya hanya berkisar 7
triliun dolar AS. Jadi arus uang 100 kali lebih cepat dibandingkandengan arus
barang.(Agustianto,2008:3)
Melihat fenomena tersebut pembangunan ekonomi di Indonesia tidak lepas
dari keterlibatan sektor moneter perbankan. Sebagai salah satu unsur penting,
sektor moneter dan perbankan sering di anggap mampu untuk memecahkan
berbagai masalah ekonomi. Masyarakat secara positif masih memiliki
pemahaman bahwa kebijakan pemerintah atas sektor moneter dan perbankan
memiliki kekuatan yang lebih dari apa yang secara efektif dapat tercapai
melalui instrumenn tersebut, akibatnya timbul anggapan sektor moneter dan
perbankan mempunyai fungsi yang mampu memberikan pelayanan bagi
berlangsungnya sektor riil.
Sangat beralasan, tentang upaya yang dilakukan pemerintah untuk
memacu pertumbuhan ekonomi, dengan cara merangsang pertumbuhan sektor
riil. Dengan demikian secara elastis dapat digambarkan adanya pertumbuhan
sektor riil yang memacu peningkatan belanja (pengeluran) pemerintah turut
pula memacu meningkatnya jumlah uang beredar.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi naik turunya jumlah uang
beredar di Indonesia baik dalam arti luas (M2) maupun arti sempit (M1),
antara lain suku bunga kredit, tingkat inflansi, investasi, pengeluaran
pemerintah dan cadangan devisa.( Murtono Soenhadji,2002:57)
Undang-undang nomor 23 tahun 1999 memberikan wewenang kepada
bank Indonesia untuk melaksanakan kebijakan moneter terutama dalam
rangka mengendalikan dan menjaga kesetabilan nilai tukar rupiah terhadap
valuta asing untuk menjaga kesetabilan rupiah, bank sentral dapat
mengadakan penjualan mata uang rupiah dengan melakukan pembelian valuta
asing seperti dolar amerika. Penambahan jumlah dolar Amerika akan
meningkatkan cadangan internasional sehingga akan meningkatkan jumlah
uang beredar (Sasana, 2006:32)
Pengamatan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah uang
beredar merupakan hal yang penting bagi otoritas moneter dalam
melaksanakan kebijaksanaan moneter yang selalu terkait dengan
kebijaksanaan fiskal dalam rangka pelaksanaan pembangunan
nasional.kebijaksanaan yang dilakukan pemerintah pada daesarnya merupakan
kebijaksanaan pengaturan jumlah uang beredar yang di sesuaikan denagan
kebutuhan riil dari perekonomian untuk mencapai sasaran makro tersebut.
Sebab perubahan dalam jumlah uang beredar akan berpengaruh terhadap
kegiatan perekonomian di berbagai sektor.
Dalam perkembangannya jumlah uang beredar yakni M1 terus
menunjukkan peningkatan. Pada tahun 2004 jumlah uang beredar sebesar Rp
1.033.527 dan mencapai Rp 1.203.215 pada tahun 2005. Pada tahun 2006
mencapai Rp.1.382.074, pada tahun 2007 mencapai Rp. 1.643.203 sedangkan
tahun 2008 mencapai Rp. 1.883.851. (Anonim, 2008:11)
Berdasarkan uraian diatas maka sangat menarik untuk diamati mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah uang beredar, dalam konteks
moneter dan perbankan di Indonesia.
1.2Perumusan masalah
Dengan melihat latar belakang tersebut diatas, maka dapat di rumuskan
masalah sebagai berikut
1. Apakah tingkat suku bunga kredit, tingkat inflasi, investasi, pengeluaran
pemerintah, cadangan devisa dan jumlah kantor bank mempunyai
pengaruh yang nyata terhadap jumlah uang yang beredar di Indonesia?
2. Manakah dari keenam faktor yang paling dominan pengaruhnya terhadap
jumlah uang yang beredar di Indonesia?
1.3Tujuan penelitian
Sesuai dengan latar belakang dan permasalahan yang telah di kemukakan
di atas, maka tujuan yang hendak di capai sehubungan dengan penelitian
adalah:
1. Untuk mengetahui apakah suku bunga kredit, tingkat inflansi, pengeluaran
pemerintah, cadangan devisa dan jumlah kantor bank berpengaruh
terhadap jumlah uang yang beredar di Indonesia.
2. Untuk mengetahui diantara faktor-faktor yang paling dominan dan
berpengaruh terhadap jumlah uang beredar di Indonesia.
1.4Manfaat penelitian
Sesuai dengan latar belakang permasalahan yang telah di kemukakan diatas,
maka manfaat yang hendak di capai sehubungan dengan penelitian adalah:
Manfaat penelitian:
1. Bagi instansi yang terkait
Sebagai bahan masukan untuk pertimbangan pengambilan keputusan
dalam menentukan kebijaksanaan dalam mengontrol jumlah uang yang
beredar dan mencapai tujuan stabilitas ekonomi. Dan sebagai tambahan
informasi bagi pihak-pihak yang terkait
2. Bagi mahasiswa
sebagai masukan dan informasi bagi penelitian selanjutnya yang
berhubungan dengan masalah moneter dan jumlah uang yang beredar.
3. Bagi universitas
Penelitian ini di harapkan dapat bermanfaat bagi fakultas Ekonomi UPN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang berhubugan degan jumlah uang beredar pernah
disampikan oleh beberapa penelitian, antara lain :
2.1.1. Sri wahyuni murniati (2004:78) dalam penelitian yang berjudul “Beberapa
faktor yang mempegaruhi jumlah uang beredar Di indonesia “.Hasil
penelitian menunjukan secara simultan pendapatan nasional (X1), kredit
perbankan (X2), suku bunga SBI (X3) dan tingkat inflansi berpengaruh
secara nyata terhadap jumlah uang beredar (Y) dimana F hitung (10,958)>F
tabel (3,48). Secara parsial pendapatan nasional yang berpengaruh nyata
terhadap jumlah uang beredar dimana t hitung (3,359)>t tabel (2,228).
Sedangkan variabel kredit perbankan berpengaruh terhadap jumlah uang
beredar dimana t hitung (0,535)<t table (2,228). Sedangkan suku bunga
SBI secara parsial juga berpengaruh secara nyata terhadap jumlah uang
beredar dengan t hitung sebesar (2,915)<t table (-2,228). Dan untuk
inflansi secara parsial juga berpengaruh nyata terhadap jumlah uang
beredar di Indonesia dengan t hitung (3,201)>t tabel (2,228).
2.1.2. Geky wibowo (2005:70) dalam penelitian yang berjudul “Beberapa faktor
yang mempengaruhi jumlah uang beredar Di indonesia”. Hasil penelitian
menunjukan bahwa produk domestic bruto (X1), suku bunga kredit (X2),
berpengaruh nyata terhadap variabel jumlah uang beredar di Indonesia (Y)
dimana ,F hitung (678,754)>F tabel (3,48). Secara parsial produk domestic
bruto (X1) berpengaruh nyata terhadap jumlah uang beredar di Indonesia
dimana t hitung (14,140)>t tabel (2,228). Analisi variable suku bunga kredit
(X2) menunjukkan t hitung (0,400)<t tabel (2,228) menunjukkan suku
bunga kredit berpengaruh negative terhadap jumlah uang beredar.Untuk
analisis variable pengeluaran pemerintah (X3)secara parsial berpengaruh
secara nyata terhadap jumlah uang beredar dengan t hitung (4,667)>t tabel
(2,228). Sedangkan analisis variable inflansi secara simultan berpengar,
sedangkan tingkat suku bungauh secara nyata ter kredit tidak berpengaruh
nyata terhadap jumlah uang bhadap jumlah uang beredar dengan t hitung
(2,374)> t tabel (2,228).
2.1.3. Ani purwati (2005:13) dalam penelitian yang berjudul “Analisis Beberapa
Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Uang Baredar Di Indonesia”. Hasil
penelitian menunjukan bahwah dengan pengujian secara keseluruan atau
simultan (uji F), (X1) pendapatan nasional, (X2) tingkat bunga kredit, (X3)
inflasi dan (X4) jumlah kantor bank dengan variabel terikat(Y) jumlah uang
beredar dimana, F hitung (989,125)>F tabel (3,48).
2.1.4. Dody septiawan (2006:x) “Analisis beberapa faktor yang mempengaruhi
jumlah uang beredar Di indonesia”. Hasil penelitian perhitungan secara
simultan diperoleh nilai F hitung sebesar (25,937) F tabel sebesar dengan
nilai Adjusted R Squared (0,842). Jadi hipotesis pertama yang menyatakan
simultan berpengaruh signifikan berpengaruh nyata terhadap Jumlah Uang
Beredar di Indonesia.
2.1.5.Jurnal Ekonomi Alumni Universitas Kristen Petra ( 2002: 46) yang berjudul
“ Faktor-faktor Yang Berpengaruh Terhadap Jumlah Uang Beredar di
Indonesia Sebelum dan Sesudah Krisis”. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa variable pengeluaran pemerintah (G) dan cadangan devisa (CDR)
keduanya sama – sama mempunyai hubungan yang positif dan signifikan
terhadap jumlah uang beredar dalam arti luas (M2). Sedangkan untuk
variable angka pengganda uang (mm) secara statistik tidak menunjukkan
bahwa variable ini signifikan terhadap jumlah uang beredar dalam arti luas
(M2). Dengan koefisien regresi (R²) sebesar (0,987).
2.1.6.Jurnal Ekonomi Alumni Universitas Gunadarma (2003 :64) dengan judul “
Jumlah Uang Beredar dan Faktor – faktor Yang Mempengaruhinya”. hasil
penelitian menunjukkan bahwa model untuk periode 1990-1997 memiliki
nilai lebih besar untuk elastisitas yaitu sebesar 1,99 dibandingkan dengan
model menggunakan data triwulan sebesar 1,89 untuk variabel pengeluaran
pemerintah (G). Sedangkan untuk deposito simpanan (Rd) dapat dilihat
model untuk periode 1997-2002 nilainya sebasar 0,107 atau lebih besar dari
model periode 1997-1999 dengan nilai 0,07. Melihat hal tersebut walau
nilai untuk model periode tahun 1997-2002 lebih besar tetapi tetap saja
nilai deposito simpanan (Rd) tidak elastis terhadap jumlah uang beredar
penelitan terdahulu dengan penelitian sekarang memang berbeda, namun
memiliki persamaan yaitu berkaitan dengan variabel terikat jumlah uang
beredar dan penelitian ini menggunakan variabel yang berbeda dengan
penelitian sebelumnya dan dilakukan pada tahun yang berbeda.
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Pengertian Bank menurut Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank,
mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam
melaksanakan kegiatan usahanya.
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuksimpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk
kredit dan banyak lainnya dalam rangka meningkatkan tarf hidup rakyat
banyak.
Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan uasaha
secara konvensional memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
2.2.2. Pengertian Uang
Berdasarkan definisi uang menurut penulis ekonomi adalah sebagai berikut :
1. uang adalah sesuatu yang diterima masyarakat sebagai alat pembayaran
2. Uang adalah benda-benda yang disetujui oleh masyarakat sebagai alat
perantara untuk mengadakan tukar-menukar (Sukirno 1996:192).
3. Uang adalah sebagai alat tukar yang diterima oleh masyarakat sebagai
alat pembayaran yang sah atas kesatuan hitungannya (Pracoyo,
1983:134).
4. Uang adalah segala sesuatu yang bersifat sebagai media pertukaran atau
alat pembayaran yang diterima secara umum (Samuelson, 2001:153).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan , uang
adalah segala sesuatu yang dapat diterima masyarakat secara umum dan
dipercaya sebagai alat pembayaran yang sah untuk keperluan transaksi,
satuan hitung dan alat penyimpan nilai.
2.2.2.1. Fungsi Uang
Menurut Iswardono (1996:6-9), uang merupakan beberapa fungsi yaitu:
1. Satuan hitung (unit of account)
Dalam hal ini yang dimaksud adalah sebagai alat yang digunakan
untuk menunjukan nilai dari barang-barang dan jasa di jual (beli),
besarnya kekayaan serta menghitung besar kecilnya kredit atau utang
dapat dikaitkan sebagai alat yang di gunakan dalam menentukan
barang dan jasa.
Sebagai alat mandasari adanya spesialisasi dan distribusi dalam
memproduksi masing-masing barang dengan uang, orang tidak harus
menukar barang yang diinginkan dengan barang yang diproduksinya
di pasar sebagai alat penukar.
3. penimbun kekayaan
Dengan menyimpan uang berarti meninbun kekayaan dalam bentuk
uang kas. Penyimpanan uang ini dimaksud untuk mempermuda
penukaran atau transaksi di saat atau pun di masa yang akan datang.
4. Standar pencicilan utang
Begitu uang diterima umum sebagai alat penukar atau satuan hitung
maka secara langsung uang akan bertindak sebagai unit atau satuan
pembayaran cicilan utang ataupun juga untuk menyatakan besaran
utang kita. Dengan menggunakan uang tersebut kita dapat
melakukan pembayaran utang piutang secara tepat dan cepat baik
secara kontan atau angsuran.
2.2.2.2. Jenis-jenis Uang
Banyaknya jumlah uang yang beredar dalam masyarakat dipengaruhi oleh pemerintah, tetapi peranan dalam pengeluaran uang
bukan hanya dipengaruhi oleh pemerintah tetapi juga badan-badan
kredit. Hal ini yang menimbulkan dalam masyarakat terlihat berbagai
1) Full Bodied Money,Merupakan mata uang yang nilai materinya
sama dengan nilai yang tertulis di dalam mata uangnya. Jadi mata
uang yang nilai materinya sama dengan nilai nominalnya disebut
full bodied money. Hal ini hanya mugkin terdapat pada mata
uang yang terbuat dari logam-logam mulia dan jika didalam
masyarakat tersebut dipenuhi dua syarat yaitu:
a) Ada kebebasan masing-masing orang untuk menempa
mata uang, melebur, menjual atau memakainya.
b) Tiap orang mempunyai hak yang terbatas dalam
menyimpan uang logam.
Adanya dua syarat tersebut, dapat menyebabkan terjadi
kesamaan dua nilai, maka orang cenderung melebur mata
uang ini berakibat cenderung turunnya harga logam
dipasar.
2) Token Money
Token Money adalah mata uang yang nilai nominalnya (nilai
moneter ) lebih tinggi dari intristiknya. Contoh dari token money
adalah uang yang dibuat dari kertas. Jadi baik uang kertas bank
maupun uang kertas pemerintah adalah token money.
3) Uang kertas
Umumnya negara-negara mata uang yang terbuat dari kertas.
Uang kertas dapat disebuat Folding money, karena uang kertas
Sebab-sebab banyak negara mempunyai mata uang yang
terbuat dari kertas:
a. Ongkos pembuatan mata uang kertas itu tidak
seberapa, jika dibandingkn dangan pembuat
mata uang logam.
b. Uang kertas mudah dibawa dari tempat yang
satu ke tempat yang lainnya.
c. Jika mata uang bertambah maka mudah untuk
mendapataknya.
4) Uang giral
Uang giral atau biasa disebut bank deposit money, adalah hutang
sesuatu bank kepada seseorang atau kepada suatu badan
perusahaan. Bank deposit money merupakan uang giral.
5) Near money
Time deposit money dan obligasi pemerintah disebut near money,
karena dalam waktu dekat kedua jenis uang tersebet dapat
menjadi uang. Karena dalam waktu dekat ia akan menjadi uang
biasa. Demikian obligasi pemerintah dianggap sebagai near
money, karena obligasi pemerintah dapat segarah menjadi uang
dengan menjual obligasi kepada anggota masyarakat atau kepada
2.2.3. Uang Beredar
Uang beredar dalam arti sempit (M1) adalah uang kartal ditambah uang giral sedangkan dalam arti luas adalah M1 ditambah deposito
berjangka atau time deposit (TD) ditambah saldo tabungan atau seving
deposit (SD). pengertian uang beredar lebih luas (M2) adalah M1 ditambah
degan uang kuasi. (Boediono, 1985:3-6)
Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan diatas maka diambil
suatu batasan mengenai pengertaian uang beredar, yaitu:
1. Uang beredar yang didefinisikan sebagai uang kartal plus (atau currency
plus Demand Deposit ) disebut uang dalam arti sempit atau norrow
money (M1).
M1 = C + DD (Boediono,1985:4 )
Dimana :
C = currency ( uang giral )
DD = demandt deposid deposits ( uang giral ).
2. Uang dalam arti luas atau uang M2 adalah kewajiban moneter sistem
moneter terhadap sektor swasta domestik yang diatas terdiri atas uang
M1 ditambah deposito berjangkan dan saldo tabungan milikmasyarakat
pada bank-bank.
M2 = M1 + TD +SD (Boediono,1985:5)
Dimana :
TD = time deposits (deposito berjangka )
3. Definisi uang beredar yang lebih luas adalah M3, yang mencakup semua
TD dan SD, besar kecil, rupiah atau dollr milik penduduk pada
bankataulembaga keuangan non bank.
M3 = M1 + QM (Boediono, 1985:6)
Dimana :
QM = quasi money
Uang kuasi merupakan aktiva milik sektor swasta domestik yang
dapat memenuhi sebagian fungsi uang atau sementara kehilangan fungsinya
sebagai media pertukaran.( Insekindro,1993:78)
Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat diperoleh suatu
kesimpulan bahwa uang beredar adalah jumlah uang yang ada ditanggan
masyarakat yang dapat berupa uang kartal, uang giral, deposito berjangka,
saldo tabungan dan uang kuasi”Quasi money”.
2.2.4. Teori Permintaan Uang 2.2.4.1. Teori Kuantitas Uang
Dalam menerangkan teori kuantitas yang dilakukan oleh Irfing
Fiser digunakan persamaan lajabar yang dimana persamana pertukaran.
Persamaan pertukaran tersebut dinyatakan sebagai berikut :
MV = PT (Sukirno, 2000 : 410)
Dimana :
M = Uang beredar
P = Tingkat harga-harga
T = Jumlah barang-barang dan jasa yang diperjual belikan
didalam suatu tahun tertentu.
Didalam persamaan itu M diartikan dalam pengertian uang
beredar yang semput. Ini berarti M adalah sama dengan jumlah
uang kertas, logam dan uang giral yang terdapat dalam
perekonomian. Kelajuan peredaran uang, yaitu V ditentukan
berdasarkan keseringan (beberapa seringnya) uang beredar yang
terdapat dalam masyarakat berpindah tangan dalam satu tahun.
Dalam menentukan nilai P yang perlu diketahui adalah indeks
harga. Faktor yang terakhir dalam persamaan pertukaran diatas,
yaitu menunjukkan jumlah barang-barang jadi dan setengah jadi
yang diperjual belikan. (Sukirno, 1985 : 221).
2.2.4.2. Teori Permintaan Keynes
Pada hakekatnya Keynes mengemukakan fungsi uang yang
lain, yaitu sebagai store of value dan bukan hanya sebagai means of
exchange. Teori ini dikenal dengan nama teori liquidity preference.
(Boediono, 1985 : 27).
Keynes menggolongkan sebab-sebab keinginan untuk
memegang uang tunia dalam 3 golongan, yaitu :
Alasan memiliki uang tunai dan tidak
membelanjakannya ialah untuk membiayai
pembayaran-pembayaran atau kewajiban yang harus dilakukan agar
usahanya dapat berjalan terus. Alasan menyimpan uang tunai
untuk kebutuhan disebut dengan transaction.
2. Motif berjaga-jaga (precautionary motive)
Permintaan akan uang untuk tujuan melakukan
pembayaran yang tidak reguler atau yang di luar rencana
transaksi normal, misalnya untuk pembayaran keadaan-keadaan
darurat seperti kecelakaan, sakit dan pembayaran tidak terduga
lainnya. (Boediono, 1985 : 28).
3. Motif spekulasi (speculative motive)
Keynes memberi definisi speculative motive sebagai tujuan
untuk mendapatkan keuntungan karena mengetahui dengan lebih
Gambar 1 : Kurva Permintaan Uang
ro
r1
Kurva (a) mengambarkan permintaan uang untuk transaksi dan
berjaga-jaga. Kedua jenis permintaan tersebut tidak dipengaruhi tingkat
bunga yaitu jumlahnya tetap tidak dipengaruhi tingkat bunga. Kurva Dt1
menggunakan permintaan untuk transaksi berjaga-jaga apabila pendapatan
nasional (Y1). Kedua jenis permintaan tersebut tergantung pada
0 Dt1 Dt2
r1
ro
Tingkat bunga Tingkat bunga
Ds
0 Ds1 Ds2
Permintaan uang (a) Transaksi dan berjaga-jaga
Permintaan uang (c) Jumlah permintaan uang
pendapatan nasional, makin tinggi pendapatan nasional, makin tinggi
permintaan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga.
Kurva (b) mengganbarkan permintaan untuk spekulasi. Pada ro
permintaan Uang untuk spekulasi adalah sebanyak Ds1. Semakin menurun
tingkat uang semakin banyak permintaan uang untuk spekulasi, karena
lebih banyak orang lebih suka memegang uang dari Obligasi. Pada tingkat
bunga r1 permintaan uang untuk Spekulasi telah menjadi sebanyak Ds2.
Kurva (c) menggambarkan permintaan uang dalam perekonomian
yang merupakan gabungan antara permintaan uang transaksi dan berjaga –
jaga dengan permintaan uang untuk spekulasi. Kurva Dm1 adalah
permintaan uang dalam perekonomian pada pendapatan nasional sebanyak Y
1. Dibentuk dengan menjumlahkan Dt1 dengan Ds1.
2.2.5. Teori Penawaran Uang 2.2.5.1. Teori Penawaran Uang
Teori penawaran uang yang paling sederhana adalah merupakan
gambaran dari sistem standar emas. Disini emas dianggap sebagai
satu-satunya alat pembayaran. Uang beredar atau uang yang ditawarkan di
masyarakat. Jumlah uang (emas) beredar bisa turun apabila, misalnya
emas dikirim keluar negeri untuk menutup defisit neraca pembayaran
yaitu untuk membayar barang-barang yang diekspor atau karena
industri-industri yang menggunakan emas dalam proses produksinya menyedot
alat pembayaran atau karena produksi emas meningkat (misalnya
ditemukannya tambang baru).
Dalam sistem moneter seperti ini uang beredar benar-benar
ditemukan oleh proses pasar. Pada suatu perekonomian tertutup yang
menggunakan emas untuk alat pembayaran, penawaran uang hanya
bertambah apabila orang memproduksi emas (baru). semakin
bertambahnya jumlah emas yang tersedia dan sesuai dengan hukum
pasar, akan menyebabkan turunnya harga emas begitu sebaliknya.
Apabila harga emas turun, produksi emas berkurang atau berhenti dan ini
cenderung untuk menghentikan penurunan harga. Jadi penawaran uang
akan secara otomatis menyesuaikan diri dengan kebutuhan (permintaan)
akan uang, sehingga harga emas secara otomatis selalu mencapai
kestabilan. (Boediono, 1998 : 117-118).
2.2.5.2. Teori Penawaran Uang Modern
Dalam perekonomian modern, para produsen emas tidak lagi
mempunyai peranan moneter yang penting seperti dahulu dalam sistem
standar emas. Dalam sistem standar kertas, sumber dari terciptanya uang
beredar adalah Otorita Moneter (pemerintah dan bank sentral) dan
lembaga keuangan (keduanya bersama-sama disebut sebagai “sistem
moneter”). Otorita moneter keuangan (perbankan) merupakan supplier
Proses penciptaan uang beredar adalah merupakan “proses pasar”
artinya hasil interaksi permintaan dan penawaran dan bukan sekedar
pencetakan uang atau suatu keputusan pemerintah belaka. Misalnya pada
suatu waktu permintaan akan uang inti tidak “klop” dengan penawaran
uang inti, maka para pelaku dalam pasar uang masing-masing akan
melakukan “penyesuaian” berupa tindakan-tindakan di sub-pasar uang
inti sehingga akhirnya terjadi keseimbangan antara permintaan dan
penawaran. (Boediono, 1998 : 121).
Tindakan-tindakan ini tidak lain berupa usaha dari para pelaku
tersebut untuk mengubah struktur dan komposisi dari kekayaan yang ia
pegang menuju ke arah struktur dan komposisi yang ia inginkan.
Seandainya pasar uang inti dari otorita moneter kepada masyarakat,
misalnya pemerintah tiba-tiba menaikkan pembelanjaa karena kenaikan
gaji pegawai negeri. Pada putaran pertama, tambahan uang inti tersebut
akan diterima oleh masyarakat dalam bentuk tambahan uang tunai (kartal)
yang mereka pegang. Tindakan penyesuaian mereka adalah menyimpan
kelebihan uang tunai berarti cadangan bank menjadi lebih besar dari
sebelumnya. Bank merasa kelebihan cadangan (uang tunai), kemudahan
mereka mungkin menanamkan kelebihan cadangan tersebut untuk
membeli SBI. Kita lihat bahwa tambahan-tambahan uang inti yang
berawal dari pemerintah (otorita moneter), kembali kepada Bank
Indonesia (otorita moneter) meskipun tidak seluruhnya. (Boediono, 1998
Tambahan uang inti dalam contoh diatas akhirnya akan menambah
jumlah uang beredar (M1 dan M2) setelah terjadi banyak kali putaran
penyesuaian. Beberapa besar tambahan jumlah uang beredar yang
akhirnya tercipta, tergantung pada sifat dari putaran-putaran penyesuaian
tersebut. Biasanya, tambahan uang beredar yang akhirnya diakibatkan
oleh tambahan uang inti adalah besar daripada tabungan uang inti
tersebut. Melalui proses penyesuaian portofolio tersebut sebenarnya telah
terjadi semacam “pelipatan” uang beredar atau terjadi proses multiplier.
Proses inikah yang merupakan inti dari teori mengenai penawaran uang.
(Boediono, 1998 : 76).
2.2.6. Tingkat Suku Bunga
Tingkat suku bunga adalah besarnya tingkat suku bunga kredit
investasi yang berlaku pertahun yang dinyatakan dalam persentase.
definisi suku bunga adalah harga yang dibayar atas penggunaan kredit,
sehingga disini dapat disimpulkan bahwa tingkat suku bunga pinjaman
atau kredit adalah balas jasa yang diperoleh masyarakat atas sejumlah
dana atas pinjaman yang telah diterimanya. (Sihombing, 1990 :7 )
Tingkat bunga adalah harga dari pengguna uang atau dana untuk
jangka waktu ertentu atau bisa dipandang sebagai sewa atas penggunaan
2.2.6.1. Teori Keynes Mengenai Tingkat Bunga
Menurut Keynes tingkat bunga ditentukan oleh permintaan dan
penawat akan uang. Permintaan terhadap uang oleh Keynes disebut
“Liquidity Preference”. Namun ini mempunyai makna tertentu, yaitu
bahwa permintaan akan uang menurut teori Keynes berdasarkan pada
konsepsi bahwa pada umumnya menginginkan dirinya tetap likuid untuk
(oleh sebab itu diberi nama “liquidity preference” inikah yang membuat
orang bersedia membayar harga tertentu untuk penggunaan uang. Teori
Keynes khususnya menekankan adanya hubungan langsung antara
kesediaan orang membayar harga uang tersebut dengan unsur permintaan
akan uang untuk tujuan spekulasi. (Boediono, 1985 : 82-83).
a. Tingkat bunga nominal
Dalam perekonomian nyata dikenal istilah suku bunga
nominal dan suku bunga riil. Tingkat bunga nominal adalah
tingkat bunga yang disepakati oleh debitur dan kreditur
disamping pengembalian pinjaman pokoknya pada saat jatuh
tempo. Jadi tingkat bunga nominal yang tercatat di pasar akan
berubah apabila unsur-unsurnya berubah dan masing-masing
unsur tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor subyektif, yaitu
yang berkaitan dengan perubahan perkiraan atau harapan orang
mengenai perkembangan ekonomi di waktu mendatang,
atau mengenai kapasitas bidang usaha debitur dan mengenai
masa yang akan datang. (Boediono, 1985 : 88).
b. Tingkat bunga riil
Tingkat bunga riil adalah tingkat bunga nominal minus
laju inflasi yang terjadi selama periode yang sama.
Rr = Rn * Ri (Boediono, 1998 : 90)
Dimana :
R = Tingkat bunga riil
Ri = Laju inflasi
Jadi, dapat disimpulkan bahwa tingkat suku bunga
pinjaman atau kredit adalah tingkat balas yang diperoleh
masyarakat atas sejumlah dana atas pinjaman yang
diterimanya.
Pada dasarnya masalah tingkat suku bunga bank tidak
dapat berdiri sendiri karena itu penurunan tingkat suku bunga
dilakukan begitu saja, sebab harus mempertimbangkan
beberapa faktor yang terkait, dengan artian tingkat suku bunga
dibiarkan berkembang sesuai dengan mekanisme pasar. Dalam
hal ini otoritas moneter hanya mengawasi terkadang saja
mengeluarkan kebijaksanaan seperti pembatasan ekspansi
kredit. Tingkat suku bunga tinggi yang terjadi di Indonesia
bermula dari tingginya tingkat suku bunga simpanan. Dan
kalangan perbankan hendak menyedot dana dari masyarakat
sebab di Indonesia terjadi saving invsetment gap atau
perbedaan antara investasi dan simpanan yang cukup besar.
Gambar 2 : Keseimbangan tingkat suku bunga pada teori preference
Tingkat bunga
% D
Ms (Penawaran uang)
Req D (Liquidity preference)
0 Jumlah penawaran uang dan permintaan
Sumber : Sunariyah, 2000. Pengantar Pengetahuan Pasar Modal, Edisi Kedua, UPP AMP YKPN, Yogyakarta, hal.75
Permintaan uang ditunjukkan oleh kurva DD sementara
inelastis penawaran uang ditunjukkan kurva Ms. Keseimbangan
antara kekuatan penawaran dan permintaan uang pada titik req.
Titik req adalah keseimbangan tingkat bunga didalam pasar.
Keseimbangan dari permintaan dan penawaran diminta
menentukan tingkat bunga jangka pendek dalam suatu pasar.
Apabila tingkat bunga dibawah tingkat keseimbangan masyarakat
akan menginginkan uang kas lebih banyak dengan cara menjual
surat berharga yang dipegangnya. Penjualan surat berharga ini akan
mendorong harga turun (tingkat bunga naik), sampai tingkat
keseimbangan. Sebaliknya apabila tingkat bunga berada di atas
dengan cara membeli surat berharga. Pembelian ini mengakibatkan
naiknya harga surat berharga (tingkat bunga turun) sampai
keseimbangan tercapai. (Nopirin, 2000 : 93).
Permintaan uang mempunyai hubungan negatif dengan
tingkat bunga. Hubungan ini dapat dijelaskan oleh Keynes yang
menyatakan bahwa masyarakat mempunyai keyakinan adanya
suatu tingkat bunga yang normal dan yang kedua berkaitan dengan
ongkos memegang uang kas (opportunity cost of holding money)
(Nopirin, 2000 : 92).
Pada kurva dibawah ini menunjukkan bahwa penambahan
jumlah uang beredar akan menggeser kurva LM dari LM0 ke LM1.
Pada mulanya, sebagai akibatnya kelebihan likuiditas tingkat
bunga turun dari i0 ke i2 sehingga permintaan uang sama dengan
jumlah uang. Titik E1 bukanlah titik keseimbangan pada dua pasar
sebab tidak terletak pada kurva IS. Turunnya tingkat bunga
menyebabkan kenaikan investasi sehingga pendapatan naik,
keseimbangan bergerak dari titik E1 ke E2. Kenaikan pendapatan
mendorong naiknya permintaan uang sehingga tingkat bunga
Gambar 3 : Efek jumlah uang terhadap tingkat bunga
i E0 LM0
iQ LM1
i1 E2
i2 E1 IS
YF Y
Sumber : Nopirin, 2000. Ekonomi Moneter 2. Penerbit BPFE Yogyakarta, hal 192
2.2.6.2. Kredit
Dalam hal ini ada beberapa definisi mengenai kredit yaitu :
1. Menurut UU no.7 tahun 1992 tentang perbankan di sebutkan, kredit adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dapat di persamakan dengan itu,
berdasarkan persetujan atau kesepakatan pinjam meminjam antar bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan
atau pembagian hasil keuntungan. (siamat, 1995 : 96 )
2. Menurut UU No. 14 / 1967 mengenai pokok perbankan, Bab 1 pasal 1 (c),
yang di maksudkredit adalah penyediaan uang atau tagihan – tagihan yang
dapat di samakan dengan itu, berdasarkan persetujuan pinjam meminjam
antara Bank dengan pihak lain, dalam hal ini mana pihak peminjam
berkewajiban melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
3. di pandang dari sudut ekonomi kredit diartikan sebagai penundaan
pembayaran, maksudnya pengambilan atau penerimaan uang atau barang
tidak di laksanakan secara bersamaan pada penerimaanya akan tetapi
pengembalianya dilakukan pada masa tertentu yang akan datang.
Beberapa pengertian diatas dapat di simpulkan kredit adalah sesuatu
bentuk perjanjian yang terjadi antara dua belah pihak berdasarkan
kepercayaan di mana salah satu pihak memberikan prestasi baik berupa
uang barang atau jasa pada pihak – pihak lain di mana ia berkewajiban
untuk mengembalikan atau memenuhi kewajibanya dalam jangka waktu
tertentu.
Dari Pengertian diatas dapat di simpulkan bahwa tingkat suku
bunga pinjaman atau kredit adalah tingkat balas jasa yang di peroleh
masyarakat atas sejumlah dana atas pinjaman yang di terimanya.
Apabila Tingkat Suku Bunga Kredit turun maka mendorong
pengusaha untuk mengambil kredit. Dalam kesempatan ini pengusaha
mengambil lebih rendah biaya bunga tersebut yang di gunakan untuk
membiayai produksi perusahaan. Hal ini akan mendorong kenaikan
2.2.8. Inflasi
2.2.8.1. Pengertian Inflasi
Beberapa pengertian mengenai inflasi adalah sebagai berikut :
1. Pengertian singkat dari inflasi adalah kecenderungan dari
harga-harga untuk menaik secara umum dan terus-menerus (Boediono,
1987: 155).
2. Yang dimaksud dengan inflasi adalah proses kenaikan harga-harga
umum barang-barang secara terus-menerus selama satu periode
tertentu. (Nopirin, 2000 : 25).
3. Inflasi merupakan masalah ekonomi yang dominan disamping
masalah pengangguran yang sudah sejak lama dihadapi oleh
masyarakat di seluruh dunia. (Iswardono, 1991 : 49)
4. Inflasi adalah suatu peristiwa moneter yang terjadi di semua negara
yang dianggap sebagai penyakit ekonomi yang memerlukan
penanganan khusus untuk menanggulanginya. (Sinungan, 1991 :
49).
Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
pengertian inflasi adalah naiknya harga-harga barang secara
terus-menerus dalam suatu periode tertentu dan diperlukan penanganan
2.2.8.2. Klasifikasi Inflasi
A. Jenis inflasi menurut sifatnya
Ada berbagai cara untuk menggolongkan macam inflasi atas dasar
pernah atau tidaknya inflasi tersebut. Beberapa macam inflasi tersebut
adalah :
1. Inflasi ringan, ditandai dengan laju inflasi yang rendah
yaitu kurang dari 10% per tahun.
2. Inflasi menengah, ditandai dengan kenaikan harga yang
cukup besar yaitu sampai 2 digit bahkan 3 digit. Dan
kadangkala berjalan dalam waktu yang relatif pendek.
Efeknya terhadap perekonomian lebih berat daripada inflasi
yang ringan.
3. Inflasi tinggi merupakan inflasi yang paling parah
akibatnya. Harga-harga naik sampai 5 atau 6 kali. Nilai
uang merosot dengan tajam sehingga ingin ditukarkan
dengan barang. Biasanya keadaan ini timbul apabila
pemerintah mengalami defisit anggaran belanja.
B. Jenis inflasi menurut sebabnya
1. Demand pull inflation
Inflasi yang timbul karena adanya permintaan total akan
berbagai barang terlalu kuat, sedangkan kondisi produksi
telah berada pada kesempatan kerja penuh (full
(output). Apabila kesempatan kerja penuh telah tercapai,
penambahan permintaan selanjutnya hanyalah menaikkan
harga saja. Proses terjadinya (demand pull inflation) dapat
dijelaskan pada gambar sebagai berikut :
Gambar 4 : Demand Pull Inflation
Harga
S
P2
P1 D2
D1
Q1 Q2 Output
Sumber : Boediono, 1994. Ekonomi Makro, Penerbit BPFE, UGM, Yogyakarta, hal 157
Kedua permintaan masyarakat akan barang-barang
(agregate) bertambah (misal, karena bertambahnya
pengeluaran pemerintah yang dibiayai dengan pencetakan
uang atau kenaikan permintaan luar negeri akan
barang-barang atau barang-barang investasi swasta karena kredit yang
murah), maka kurva agregate demand bergeser dari D1 ke
D2 akibatnya tingkat harga umum naik dari P1 ke P2.
Inflasi yang disebabkan turunnya produksi, karena
naiknya biaya produksi. Apabila proses ini berjalan terus
menerus maka timbullah cost push inflation. proses
terjadinya cost push inflation dapat di jelaskan pada gambar
2 sebagai berikut :
Gambar 5 : cost push inflation
P2
Sumber : Boediono, 1994. Ekonomi Makro, Penerbit BPFE, UGM, Yogyakarta, hal 157
Keterangan:
Bila ongkos produksi naik dari P1 ke P2 (misalnya,
karena kenaikan harga sarana produksi yang di datangkan
dari luar negeri, atau karena kenaikan harga bahan bakar
minyak) maka kurva penawaran masyarakat (agregat
suplai) bergeser dari S1 ke S2
C. jenis inflasi berdasarkan asalnya
Berdasarkan asalnya, inflasi dibedakan sebagai berikut
1. Inflasi yang berasal yang dalam negeri (Domestic Inflation)
adalah inflasi yang timbul karena adanya defisit anggaran
belanja yang dibiayai dengan percetakan uang baru, panen
yang gagal dan sebagainya.
2. Inflasi yang berasal dari luar negeri (Imported Inflation)
adalah inflasi yang timbul karena kenaikan harga langganan
berdagang. Kenaikan harga barang-barang yang kita impor
mengakibatkan kenaikan indeks biaya hidup, karena
sebagian barang-barang yang tercakup didalamnya berasal
dari impor selain itu juga secara tidak langsung akan
menaikan indeks harga melalui kenaikan biaya produksi
dan kemudian harga jual dari berbagai barang yang
menggunakan bahan mentah yang harus impor.
2.2.8.3. Akibat Inflasi
Inflasi dapat mempengaruhi distribusi pendapatan, alokasi
faktor-faktor produksi serta produk nasional. Efek terhadap distribusi pendapatan
disebut dengan equity effety. Sedangkan efek terhadap alokasi
faktor-faktor produksi nasional masing-masing disebut dengan efficiency dan
output effects.
Efek terhadap pendapatan (Equity Effects) sifatnya tidak merata,
ada yang dirugikan tetapi ada pula yang diuntungkan dengan adanya
dengan adanya inflasi. Sebaiknya pihak-pihak yang mendapatkan
keuntungan dengan adanya inflasi adalah mereka yang memperoleh
kenaikan pendapatan dengan persentase yang lebih besar dari laju inflasi.
Efek terhadap efisiensi (Efficiency Effects) yaitu inflasi dapat
mengubah pola alokasi faktor-faktor produksi. Penambahan ini dapat
terjadi melalui kenaikan permintaan akan berbagai macam barang yang
kemudian dapat mendorong terjadinya perubahan dalam produksi
beberapa barang tertentu. Inflasi dapat mengakibatkan alokasi faktor
produksi menjadi tidak efisien.
Efek terhadap output (output effects) yaitu inflasi dapat
menyebabkan adanya kenaikan produksi. Dengan alasan dalam keadaan
inflasi biasanya kenaikan harga mendahului kenaikan upah sehingga
keuntungan usaha naik dan akan mendorong peningkatan produksi, namun
jika laju inflasi terlalu tinggi maka akan mempunyai akibat sebaliknya
yaitu penurunan output, dalam keadaan inflasi yang tinggi nilai uang riil
turun, masyarakat cenderung tidak menyukai uang kas, transaksi mengarah
ke barter, yang biasanya diikuti dengan turunnya produksi barang. Dengan
demikian keadaan inflasi bisa diikuti dengan penurunan output.
2.2.8.4 Cara pengendalian inflasi.
Inflasi dapat terjadi karena besarnya uang beredar dimasyarakat
beredar di masyarakat tersebut dengan menggunakan kebijakan moneter,
fiskal dan kebijakan yang berkaitan dengan produksi.
Sasaran kebijakan moneter dapat dicapai melalui pengaturan
jumlah uang beredar. salah satu komponen jumlah uang beredar adalha
uang giral. Bank sentral dapat mengatur jumlah uang giral ini melalui
penetapan cadangan minimum. Untukmenekan laju inflasi cadangan
minimum dikenaikan sehingga jumlah uang menjadi lebih kecil.
Bank sentral dapat menggunakan suatu pengendalian yang disebut
dengan tingkat diskonto untuk pinjaman yang diberikan oleh Bank sentral.
Apabila tingkat diskonto dinaikan oleh Bank sentral maka keinginan bank
umum menjamin menjadi semakin kecil, sehingga cadangan yang ada di
Bank sentral juga semakin kecil. Akibatnya kemampuan bank umum
memberikan pinjaman pada masyarakat semakin kecil sehingga jumlah
uang beredar turun dan inflasi dapat dicegah.
Kebijakan fiskal menyangkut peraturan tentang pengeluaran
pemeritah serta perpajakan yang secara langsung dapat mempengaruhi
permintaan total dengan demikian akan mempengaruhi harga. Inflasi dapat
dicegah melalui penurunan permintaan total. Kebijaksanaan fiskal yang
berupa pengeluaran-pengeluaran pemerintah serta kenaikan pajak akan
mengurangi permintaan total, sehingga inflasi dapat ditekan.
Kenaikan output dapat memperkecil laju inflasi. Kenaikan jamlah
masuk sehingga impor barang meningkat. Bertambahnya jumlah barang di
dalam negeri cenderung akan menurunkan harga. (Nopirin. 2000 :35 )
2.2.9. Hubungan antara variabel.
2.2.9.1 Hubungan Antara Jumlah Uang Beredar Dengan Tingkat Suku Bunga.
Menigkatnya jumlah uang beredar di masyarakat menyebabkan tingkat bunga tabungan naik. Hak ini dilakukan oleh pemerintah melalui
Bank sentral untuk mengurangi jumlah uang beredar di masyarakat.
Karena dengan naiknnya tingkat bunga tabungan maka masyarakat lebih
senang menabung dari pada memutarkan uang pada sektor-sektor
produktif. (Khalwaty, 2000 :144)
Menurut keynes, apabila junlah uang beredar meningkat maka
untuk menguranginya tingkat bunga dinaikan, dan untuk menurunkan
tingkat bunga, maka jumlah uang beredar ditingkatkan.
2.2.9.2. Hubungan Variabel Jumlah Uang Beredar Dengan Tingkat Inflasi.
Terdapat pada pengaru sektor pemerintah terhadap jumlah unag
beredar yang melalui anggaran belanja karena pasar uang modal dinegara
berkembang belum maju, maka pinjaman pemerintah akan
mempengaruhi jumlah uang yang beredar mengingat tidak
memungkinkannya pemerintah menjual surat utang kapada masyarakat
mensiksn uang inti yang selanjutnya akan menaikan jumlah uang yang
beredar dan juga dapat menaikan permintaan serta penawaran uang
sehingga berakibat secara tidak langsung dapat menaikan inflasi.
(Iswandono, 1996 : 15 )
2.2.10. Investasi
2.2.10.1.Pengertian Investasi
Kata investasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu “Investment”,
apabila dalam bahasa Indonesia investasi adalah “penanaman modal”
investasi adalah suatu kegiatan yang sangat penting bagi kelangsungan
hidup suatu kegiatan usaha, karena ini sangat dibutuhkan sebagai faktor
penunjang di dalam memperlancar proses produksi.
Menurut pendapat Prof. Robinson yang dikutip oleh Suherman
Rosyidi dalam bukunya yang berjudul Pengantar Teori Ekonomi
mengatakan bahwa investasi itu penambahan barang-barang modal
baru, sedangkan membeli selembar kertas saham bukanlah
investasi (Rosyidi, 1994: 158).
Investasi adalah pengeluaran yang ditunjukkan untuk
meningkatkan atau mmpertahankan stok barang modal. Stok barang
modal terdiri dari pabrik mesin dan produk-produk tahan lama yang
digunakan dalam proses produksi. (Dornbusch dan Fischer, 1995: 46).
Menurut Sukirno (2001: 107), investasi diartikan sebagai
membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi
untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa
yang tersedia dalam perekonomian. Dalam prakteknya, suatu usaha untuk
mencatat nilai penanaman modal yang dilakukan dalam suatu tahun
tertentu, yang digolongkan sebagai investor (atau pembentukan modal
atau penanaman modal), meliputi pengeluaran atau pembelanjaan sebagai
berikut:
a. Pembelian berbagai jenis barang modal, yaitu mesin-mesin dan
peralatan produksi lainnya untuk mendirikan berbagai jenis industri
dan perusahaan.
b. Pembelanjaan untuk membangun rumah tempat tinggal, bangunan
kantor, bangunan pabrik, dan bangunan-bangunan lainnya.
c. Pertambahan nilai stok barang-barang yang belum terjual, bahan
mentah dan barang yang masih dalam proses produksi pada akhir
tahun perhitungan pendapatan nasional. (Sukirno, 2001: 107).
Dari berbagai penjelasan diatas tentang definisi investasi tersebut
maka dapat disimpulkan bahwa investasi adalah pengeluaran yang
disediakan untuk meningkatkan atau mempertahankan barang-barang
modal, selain itu bisa diartikan sebagai uasaha membina industri supaya
dapat lebih maju dan merupakan hal yang sangat penting bagi
kelangsungan hidup usaha sebagai faktor penunjang di dalam
2.2.10.2. Teori Investasi
Masalah investai adalah suatu masalah yang langsung berkaitan
dengan besarnya pengharapan akan pendapatan dari barang modal
dimasa depan. Pengharapan dimasa depan inilah yang menjadi faktor
terpenting untuk penentu besarnya investasi menurut Suparmoko (2000:
84) terdapat 2 teori, yaitu:
a. Teori Klasik
Teori klasik tentang investasi didasarkan atas teori produktivitas
batas (marginal produktivity) dari faktor produksi modal. Menurut
teori ini besarnya modal yang akan diinvestasikan dalam proses
produksi ditentukan oleh produktivitas batasnya dibandingkan dengan
tingkat bunga-bunganya. Sehingga investasi ini akan terus dilakukan
bilamana produktivitas batas dari investasi itu masih lebih tinggi
daripada tingkat bunga yang akan diterimanya bila seandainya modal
itu dipinjamkan dan tidak diinvestasikan.
Dengan teori produktivitas batas, maka masalah investasi oleh
para-para ahli ekonomi klasik dipecahkan atas dasar prinsip
maksimalisasi laba dari perusahaan-perusahaan industri. Sebab suatu
perusahaan akan memaksimalisasi labanya dalam suatu persaingan
sempurna. Bila perusahaan itu menggunakan modalnya sampai pada
jumlah produksi marginal kapitalnya sama dengan harga capital yaitu
1. Suatu investasi akan dijalankan apabila pendapatan dari investasi
lebih besar dari tingkat bunga. Pendapatan dari investasi
merupakan jumlah pendapatan yang akan diterima setiap akhir
tahun selama barang modal digunakan dalam produksi.
2. Investasi dalam modal adalah menguntungkan bila biaya ditambah
bunga lebih kecil dari pendapatan yang diharapkan dari investasi
itu.
b. Teori Keynes
Masalah investasi baik penentu jumlah maupun kesempatan
untuk melakukan investasi oleh Keynes didasarkan atas konsep
Marginal Efficiency of Investment (MEI), yaitu bahwa investasi itu
akan dijalankan apabila MEI lebih tinggi daripada tingkat suku bunga.
Menurut garis MEI ini antara lain disebabkan oleh 2 hal, yaitu
(Suparmoko, 2000: 84):
1. Bahwa semakin banyak investasi yang terlaksana dalam
masyarakat, maka semakin rendah efisiensi marginal investasi itu,
semakin banyak investasi yang terlaksana dalam lapangan ekonomi
maka semakin sengitlah persaingan para investor sehingga MEI
menurun.
2. Semakin banyak investasi dilakukan, maka biaya dari barang
2.2.10.3. Macam-Macam Investasi
Macam-macam investasi dibagi menjadi 4 kelompok, yang
pembagiannya sebagai berikut:
1. Autonomous Invesment dan Induced Investment
Autonomous Investment ( investasi otonomi ) adalah investasi yang
besar kecilnya tidak dipengaruhi oleh pendapatan, tetapi dapat
berubah oleh karena adanya perubahan faktor-faktor di luar
pendapatan. Faktor-faktor lain diluar selain pendapatan yang
mempengaruhi tingkat investasi seperti itu, misalnya tingkat
teknologi, kebijaksanaan pemerintah, harapan para pengusaha dan
sebagainya. Sedangkan Induced Investment atau investasi terimbas
adalah investasi yang dipengaruhi oleh tingkat pendapatan.
2.Public Investment dan Private Investment
Public Investment adalah Investasi atau penanaman modal yang
dilakukan oleh pemerintah (baik pusat maupun daerah). Public
investment tidak dilakukan oleh pihak-pihak yang bersifat personal,
investasi ini bersifat impersonal atau resmi. Sedangkan Private
Investment adalah investasi yang dilakukan oleh pihak swasta. Di
dalam private investment, unsur-unsur seperti keuntungan yang akan
diperoleh dimasa depan penjualan dan sebagainya merupakan
peranan yang sangat penting dalam menentukan volume investasi.
diarahkan kepada melayani atau menciptakan kesejahteraan bagi
rakyat banyak.
3.Domestik Investment dan Foreign Investment
Domestik investment adalah penanaman modal di dalam negeri,
sedangkan Foreign Investment adalah penanaman modal asing.
Sebuah negara yang memiliki banyak sekali faktor produksi alam atau
faktor produksi tenaga manusia namun tidak memiliki faktor produksi
modal (capital) yang cukup untuk mengelolah sumber- sumber yang
dimiliki, maka mengundang modal asing agar sumber-sumber yang
ada termanfaatkan.
4.Gross Investment dan Net Investment
Gross Investment (Investasi Bruto) adalah total seluruh investasi yang
diadakan atau yang dilaksanakan pada suatu ketika. Dengan demikian
investasi bruto dapat benilai positif ataupun nol (yaitu ada atau tidak
ada investasi sama sekali) tetapi tidak akan bernilai negatif.
Sedangkan Net Investment (Investasi Netto) adalah selisih antara
investasi bruto dengan penyusutan. Apabila misalnya investasi bruto
tahun ini adalah Rp. 25 juta sedangkan penyusutan yang terjadi
selama tahun yang lalu adalah sebesar Rp. 10 juta, maka itu berarti
bahwa investasi netto tahun ini adalah sebesar Rp. 15 juta. (Rosyidi,
2.2.10.4. Faktor – Faktor Yang Menentukan Investasi
a. Ramalan mengenai keadaan dimasa yang akan datang.
Kegiatan perusahaan untuk mendirikan industri dan memasang
barang-barang modal dinamakan kegiatan memakan waktu. Dan
apabila investasi tersebut telah selesai dilaksanakan, yaitu pada waktu
industri atau perusahaan itu sudah mulai menghasilkan barang dan
jasa yang menjadi produksinya, maka para pemilik modal biasanya
akan melakukan kegiatan terus selama beberapa tahun. Oleh karena
itu dalam menentukan apakah semua kegiatan yang akan dan
dikembangkan itu dapat memperoleh atau menimbulkan kerugian,
maka para pemilik modal harus membuat ramalan-ramalan mengenai
keadaan dimasa mendatang.
b. Tingkat bunga.
Bagi perusahaan yang bijaksana hendaknya selalu mengikuti dan
memperhatikan perkembangan pasar, terutama tentang perkembangan
tingkat bunga yang dapat mempengaruhi beropeasinya setiap perusahaan
oleh karena itu tingkat bunga dapat digolongkan sebagai salah satu faktor
penting yang akan menentukan besarnya investasi yang akan dilakukan
oleh para pengusaha.
Menurut Ari Sudarman terdapat hubungan berkebalikan antara
tingkat suku bunga dan pengeluaran, yaitu semakin tinggi suku bunga
investasi. Sebaliknya apabila tingkat suku bunga rendah, maka pengusaha
akan meminjam dana dari bank umum untuk membiayai pengeluaran
investasinya dengan harapan investasi tersebut menghasilkan keuntungan
yang nilainya besar daripada bunga yang ditanggungnya. Secara grafis,
hubungan antara tingkat suku bunga dan pengeluaran investasi adalah
sebagai berikut:
Gambar 6 : Hubungan antara Suku Bunga dan Pengeluaran Investasi
r2 A
r1 B Kurva Investasi
I2 I1 Pengeluarn Investasi
Sumber : Sudarman, 2004, Pengantar Ekonomika Makro, PT. Media Global Edukasi, Yakarta, hal 47.
Keterangan :
Pada saat Tingkat suku Bunga sebesar r1, pengeluaran konsumsi
hádala I1. tingkat Suku Bunga mengalami kenaikan menjadi r2,
maka pengeluaran investasi akan mengalami penurunan sebesar
salah satu cerminan baiknya sistem perbankan di negara yang
bersangkutan. Dengan tingginya tingkat suku bunga akan
berdampak pada rendahnya minat investor untuk melakukan
investasi sehingga akan mengakibatkan kelesuan disector riil
yang pada akhirnya mengurangi jumlah barang dan jasa yang
dihasilkan.
c. Perubahan dan perkembangan teknologi.
Kegiatan yang dikembangkan dalam kegiatan produksi atau usaha
lain, maka hal demikian itu ditanamkan ditanamkan mengadakan
pembaharuan. Pada umumnya semakin banyak perkembangan ilmu
dan teknologi, maka semakin banyak pula jumlah kegiatan
pembaharuan yang dilakukan oleh para pengusaha.
d. Tingkat pendapatan Nasional dan perubahan-perubahannya.
Sejarah perkembangan ekonomi dunia menunjukkan bahwa
akhir-akhir ini berbagai penemuan dan pembaharuan sangat besar
peranannya. Kenyataan yang ada menggambarkan bahwa hubungan
antara pendapatan nasional dan investasi merupakan cenderung untuk
mencapai tingkat yang lebih besar apabila pendapatan nasional
semakin besar jumlahnya. Demikian pula sebaliknya, apabila
pendapatan nasional rendah biasanya nilai investasinya juga rendah.
Setiap perusahaan yang sangat berkembang salah satu faktor
penting yang dapat menentukan untuk kegiatan atau pengembangan
investasi adalah keuntungan yang diperolehnya. Apabila
perusahaan-perusahaan itu melakukan investasi dengan menggunakan
tabungannya atau modal kas, maka perusahaan yang harus dibayar
untuk jangka waktu berikutnya. Ini berarti disamping mengurangi
biaya investasi yang akan dilakukan secara otomatis akan
menambah modal atau keuntungan perusahaan-perusahaan yang
bersangkutan. (Rosyidi, 1994: 165)
2.2.11. Pengeluaran pemerintah
Menurut Boediono yang dimaksud dengan pengeluaran pemerintah
adalah semua pembelian barang dan jasa yang dilakukan oleh pemerintah
pusat dan pemerintah – pemerintah daerah. Yang dimaksudkan kedalam
pengeluaran pemerintah hanyalah pembelian barang – barang dan jasa –
jasa yang merupakan produk tahunan yang bersangkutan. ( Bodieono,
1988 : 50)
Pengeluaran pemerintah itu ada dua macam, yaitu pengeluaran
pemerintah (government expenditure) atau (G) itu sendiri, dan pembayaran
transfer (transfer payment) atau (Tr). Perbedaannya adalah bahwa G
dibayarkan sebagai balas jasa atas prestasi yang diterima oleh pemerintah,
sedangkan Tr dibayarkan bukan sebagai balas jasa.(Rosyidi, 1996 :
Pengeluaran pemerintah disini mencakup semua pembelian barang
– barang dan jasa seperti pembelian pesawat, pembuatan jalan, pembelian
rudal dan untuk pembayaran gaji pegawai negeri.
Sedangkan pembayaran transfer pemerintah adalah pembayaran
pemerintah kepada individu-individu yang tidak dipakai untuk
menghasilkan barang dan jasa sebagai imbalannya. Pengeluaran
pemerintah berupa tunjangan yang diberikan kepada penganggur, uang
pension bagi pegawai negeri, bantuan bagi anak-anak yatim piatu atau
anak-anak cacat. Dimasukkan ke dalam kategori pembayaran transfer.
Karena semua jenis pembayaran ini bukan merupakan pengeluaran
pemerintah atas barang dan jasa pada tahun yang berjalan, maka tidak
dimasukkan kedalam GNP. (Samuelson & Nordhaus 1997 : 110-111).
2.2.11.1. Jenis – jenis pengeluaran pemerintah
a) Pengeluaran rutin
Yaitu pengeluaran atau belanja pemerintah untuk menunjang tugas
– tugas rutin, sifatnya habis pakai atau konsumtif, karena terhadap
pengeluaran – pengeluarn yang telah dilakukan tidak akan
mendapatkan hasil kembali. Tetapi anggaran rutin memegang
peranan yang sangat penting dalam tata kehidupan suatu Negara,
karena melalui anggaran rutinlah roda administrasi pemerintah dan