PERBEDAAN PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK DAN SELF EFFICACY SISWA
SMA DENGAN MA PROGRAM IPS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING
BERBANTUAN SOFTWARE AUTOGRAPH DI KOTA LANGSA
Tesis
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh :
HERI RISDIANTO NIM. 8106172005
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
PROGRAM PASCASARJANA
PERBEDAAN PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIK DAN SELF EFFICACY SISWA
SMA DENGAN MA PROGRAM IPS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING
BERBANTUAN SOFTWARE AUTOGRAPH DI KOTA LANGSA
Tesis
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh :
HERI RISDIANTO NIM. 8106172005
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
PROGRAM PASCASARJANA
iv
ABSTRAK
HERI RISDIANTO. Perbedaan Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik dan Self-Efficacy Siswa SMA dengan MA Program IPS melalui Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing Berbantuan Software Autograph di Kota Langsa Tesis. Medan. 2013. Program Studi Pendidikan Matematika, Pasca Sarjana, Universitas Negeri Medan
Kata Kunci: Penemuan terbimbing berbantuan software Autograph, Pemecahan Masalah Matematik, Self-Efficacy
v
ABSTRACT
HERI RISDIANTO. The Diffrence of Enhancement Mathematical Problem Solving Ability and Self-efficacy SMA with MA Students IPS Program through Guided Inquiry Learning Model assisted Autograph Software in Langsa . Thesis. Medan. 2013. Department Mathematics, Master of Degree Program, State University of Medan.
Key words: Guidied inquiry assisted autograph software, Mathematical Problem Solving, Self-Efficacy
i
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat
dan karuniaNya, sehingga Tesis yang berjudul “Perbedaan Kemampuan
Pemecahan masalah dan Self-Efficacy Siswa SMA dengan MA Program IPS
melaui Model Pembelajaran penemuan Terbimbing berbantuan Software
Autograph di Kota Langsa” ini dapat diselesaikan.
Penyusunan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan
Matematika Sekolah Pasca Sarjana UNIMED. Pada tesis ini ditelaah penggunaan
model pembelajaran penemuan terbimbing berbantuan software Autograph untuk
meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik dan Self-Eficacy
Siswa SMA dan MA program IPS di Kota Langsa. Subyek penelitian yang
diambil adalah siswa kelas XII SMA dan MA program IPS di Kota Langsa.
Penelitian yang dilakukan dilatarbelakangi oleh suatu upaya untuk
mendukung ketercapaian kompetensi yang dikembangkan pada mata pelajaran
matematika dalam kurikulum KTSP. Selain itu kondisi pembelajaran matematika
di sekolah secara umum kurang melibatkan siswa baik secara mental, fisik,
maupun sosial. Berdasarkan perbedaan hasil yang diperoleh siswa, ternyata
pembelajaran yang dilakukan lebih efektif bila dibandingkan dengan
ii
Pada kesempatan ini, penulis mengucapan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1) Ibu Dra. Ida Karnasih, M.Sc.Ed., Ph.D. selaku Pembimbing I dalam
penyusunan tesis ini, yang dengan penuh ketelitian, kesabaran, kesediaannya
menerima keluh kesah penulis, dan pengertian yang luar biasa dalam
membimbing penulis di sela-sela kesibukannya.
2) Bapak Dr. Hasratuddin, M.Pd. selaku pembimbing II dalam penulisan tesis
ini, yang dengan kesabaran dan pengertiannya dalam membimbing penulis.
3) Bapak Dr. Edi Syahputra, M.Pd, selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Matematika Program Pasca Sarjana UNIMED yang telah banyak membantu
kelancaran penelitian ini.
4) Bapak Ibu dosen pengasuh matakuliah pada Program Studi Pendidikan
Matematika Pasca Sarjana UNIMED, yang telah mengajar dan membimbing
penulis selama menuntut ilmu.
5) Kepala SMA Negeri 3 dan MAN 1 Langsa serta guru matematika kelas XII
Program IPS yang telah memberikan kesempatan dan bantuan sehingga
penulis dapat melakukan penelitian.
6) Istriku; Sari Kumala Dewi Matondang: atas segala pengorbanan baik moril
maupun materil yang telah diberikan terutama kesediaan untuk terpisah
selama penulis menuntut ilmu, juga kesabaran dan doa yang senantiasa
dipanjatkan untuk keberhasilanku.
7) Ibuku tercinta; Suharti, serta Kakak dan adik-adikku; Supriadi Utomo,
iii
sehingga penulis dapat melanjutkan studi dan dorongan baik moril maupun
materil yang telah mereka berikan, serta doa yang tulus bagi keberhasilanku.
8) Ayah dan Ibu Mertuaku serta kakak dan adik iparku yang juga turut
mendukungku dalam melanjutkan studi ini.
9) Teman-teman program studi pendidikan matematika UNIMED angkatan
tahun 2010 Bang Arianto, Candra, Endang, Fitri, James, Bang Kafrawi, Lola,
Marthin, Mul, Nora, Purba, Ragusta, Rani, Ros, Sri, Suci, Aini, Pak Ir, dan
Yunita yang telah memberikan kenangan baik suka maupun duka di Pasca
Sarjana Unimed.
Dengan segala kekurangan dan keterbatasan, penulis berharap semoga
tesis ini dapat memberikan sumbangan dan manfaat bagi para pembaca, sehingga
dapat memperkaya khasanah penelitian-penelitian sebelumnya, dan dapat
memberi inspirasi untuk penelitian lebih lanjut.
Medan, 13 Maret 2013
Penulis,
vi
DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR ... i
ABSTRAK ... iv
ABSTRACT ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... x
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xv
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Identifikasi masalah ... 14
1.3. Batasan Masalah ... 15
1.4. Rumusan Masalah ... 15
1.5. Tujuan Penelitian ... 16
1.6. Manfaat Penelitian ... 17
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kerangka teoritis ... 18
2.1.1. Hakikat Matematika ... 18
2.1.2. Hakikat Belajar Matematika ... 21
2.1.3. Pemecahan Masalah Matematik ... 24
2.1.4. Self Efficacy ... 30
2.1.5. Model Pembelajaran Induktif ... 38
2.1.6. Pembelajaran Penemuan ... 39
2.1.7. Pembelajaran Penemuan Terbimbing ... 48
vii
2.1.9.Aplikasi Media Teknologi Komputer dengan
menggunakan Software Autograph dalam pembelajaran
Matematika ... 54
2.1.10. Program Linier ... 63
2.1.11. Pembelajaran Program Linier dengan pendekatan Pembelajaran Penemuan terbimbing berbantuan Softwarae Autograph ... 66
2.2. Teori Belajar yang melandasi model pembelajaran penemuan terbimbing ... 72
2.2.1. Teori Belajar Jean Piaget ... 72
2.2.2. teori belajar David Ausubel ... 74
2.2.3. teori Belajar Jerome S. Bruner ... 75
2.2.4. teori Belajar Vygotsky ... 76
2.3. Penelitian yang Relevan ... 77
2.4. Kerangka Konseptual ... 79
2.5. Hipotesis penelitian ... 82
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 84
3.2. Tempat dan waktu Penelitian ... 84
3.3. populasi dan sampel Penelitian ... 85
3.4. Desain Penelitian ... 87
3.5. Variabel Penelitian ... 89
3.6. Definisi Operasional ... 92
3.6.1. Pembelajaran Penemuan terbimbing ... 92
3.6.2. Pembelajaran Konvensional ... 92
3.6.3. Kemampuan pemecahan masalah matematika ... 93
2.6.4. Self Efficacy ... 93
3.7. Teknik pengumpulan data ... 94
viii
3.7.2. Angket Untuk Siswa ... 104
3.7.3. Wawancara ... 106
3.8. Uji Coba Instrumen ... 106
3.9. Teknik Analisis Data ... 108
3.10. Prosedur Penelitian ... 116
3.11. Tahapan alur Kerja Penelitian di SMA dan MA ... 118
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis . 119 4.1.1. Deskripsi Kemampuan Pemecahan masalah matemati sebelum pembelajaran ... 120
4.1.2. Kemampuan Pemecahan masalah matematik siswa setelah pembelajaran ... 125
4.1.3. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik ... 130
4.1.4. Hasil dan Analisis Interaksi antara Model Pembelajaran dengan Jenis Kelamin terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa ... 136
4.2. Hasil Penelitian Self Efficacy Matematis ... 139
4.2.1. Deskripsi Self efficacy Matematis ... 139
4.2.2. Uji Normalitas data Self Efficacy Matematis ... 141
4.2.3. Uji Homogenitas Data ... 142
4.2.4. Uji Analisis Varians (ANAVA) Dua jalur Self efficacy Matematis ... 144
4.2.5 Hasil dan Analisis Interaksi antara Model pembelajaran dengan Jenis kelamin terhadap self efficacy matematis sisws ... 146
4.3. Perbedaan Kemampuan Pemecahan masalah dan self efficacy matematis siswa SMA dan MA ... 149
ix
4.4.1. Faktor Pembelajaran ... 155
4.4.2. Kemampuan pemecahan masalah matematis ... 160
4.4.3. Self efficacy Matematis ... 164
4.4.4. Interaksi antara model Pembelajaran dengan Jenis Kelamin terhadap Kemampuan pemecahan masalah dan self efficacy matematis siswa ... 166
4.4.5. Keterbatasan Penelitian ... 168
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan ... 171
5.2. Implikasi ... 174
5.3 Saran ... 175
xii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Rekapitulasi SMA dan MA di Kota Langsa...
3.2 Tabel Weiner Tentang Keterkaitan antara variabel bebas
dan terikat ...
3.3 Kisi-kisi Tes Pemecahan Masalah matematis...
3.4 Pedoman Penskoran Tes Pemecahan Masalh ...
3.5 Klasifikasi Koefisien Validitas...
3.6 Validitas Butir Soal Pretes/Postes Pemecahan Masalah ...
3.7. Klasifikasi Derajat Realibilitas ………...
3.15. Hasil Validasi Pretes/ Postes Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematis ...
3.16. Keterkaitan Antara Rumusan Masalah, Hipotesis, Data dan Uji
Statistik ………..
3.17. Kriteria Skor Gain Ternormalisasi ………
4.1. Data Hasil Pretes ...
4.2. Hasil Uji Normalitas Pretes ...
4.3. Uji Perbedaan Rata-rata Kemampuan Memahami Masalah...
4.4. Uji Perbedaan Rata-rata Pretes Ke3mampuan merencanakan .
xiii
4.5. Uji Perbedaan Rata-rata Pretes Kemampuan Melakukan
Perhitungan ...
4.6. Uji Perbedaan Rata-rata Pretes Kemampuan Memeriksa
Kembali ...
4.7. Uji Homogenitas Pretes Aspek keseluruhan ...
4.8. Data Hasil Postes ...
4.9. Hasil Uji Normalitas postes ...
4.10. Uji Perbedaan Rata-rata Postes Kemampuan Memahami
Masalah ...
4.11. Uji Perbedaan Rata-rata Postes Kemampuan merencanakan ...
4.12. Uji Perbedaan Rata-rata Postes Kemampuan Melakukan
Perhitungan ...
4.13. Uji Perbedaan Rata-rata Postes Kemampuan Memeriksa
kembali ...
4.14. Uji Homogenitas Postes Keseluruhan Aspek ...
4.15. Data Hasil Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah ...
4.16. Nilai Rataan Gain Ternormalisasi dan Kategorinya ...
4.17. Uji Normalitas Peningkatan Kemampuan Pemecahan masalah
4.18. Uji Perbedaan Rata-rata Aspek Memahami masalah ...
4.19. Uji Perbedaan Rata-rata Peningkatan Kemampuan
merencanakan ...
4.20. Uji Perbedaan rata-rata Peningkatan Kemampuan perhitungan
4.21. Uji Perbedaan Rata-rata Peningkatan Kemampuan memeriksa
Kembali ...
4.22. Uji Perbedaan rata-rata Peningkatan Keseluruhan Aspek ...
4.23. Rangnkuman ANAVA Dua Jalur Perhitungan Unji Interaksi
antara Model Pembelajaraqn dengan Jenis kelamin terhadap
kemampuan Pemecahan masalah matematis Siswa ...
4.24. Deskripsi Self-Efficacy matematis siswa tiap Kelas Sampel ...
4.25. Hasil Uji Normalitas Pretes Self-Efficacy matematis Siswa ...
xiv
4.26. Hasil Uji Normalitas postes self-Efficacy matematis Siswa ...
4.27. Hasil uji homogenitas Varians Postes Self-Efficacy matematis
4.28. Hasil Uji ANAVA dua Jalur self-Efficacy Matematis Kelas
Model Pembelajaran Penemuan terbimbing berbantuan
Software Autograph dan Kelas Konvensional ...
4.29. Rangkuman ANAVA dua jalur Perhitungan uji Interaksi antara
Model Pembelajaran dengan Jenis Kelamin siswa Terhadap
Self-Efficacy Matematis Siswa ...
4.30. Data Perbedaan rata-rata peningkatan tiap aspek kemampuan
Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMA dan MA ....
4.31. Uji Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMA
dan MA ...
4.32. Data Perbedaan rata-rata peningkatan tiap aspek Self-Efficacy
Siswa SMA dan MA ...
4.33. Uji Perbedaan peningkatan Self-Efficacy Siswa SMA dan MA
4.34. Rangkuman Hasil Perhitungan Uji Beda ...
142
144
145
146
149
158
152
154
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
4. 1. Skor Rata- rata Pretes Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 120
4.2. Rata-rata nilai postes kelas eksperimen dan kelas kontrol ... 126
4.3. Deskripsi Peningkatan kemampuan Pemecahan masalah kelas
Eksperimen dan kontrol berdasarkan gain ternormalisasi ... 131
4.4. Interaksi antara Model Pembelajaran dengan Jenis Kelamin Siswa
terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah ... 138
4.5. Tingkat uji Awal dan AkhirSelf-Efficacy matematis siswa pada
model pembelajaran penemuan terbimbing berbantuan software
Autograph dan Konvensional ... 140
4.6. . Interaksi antara Model Pembelajaran dengan Jenis Kelamin Siswa
terhadap Self-Efficacy Siswa ... 148
4.7. Perbedaan Rata-rata aspek Kemampuan Pemecahan Masalah dan
Siswa SMA dan MA ... 150
x
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A
1. Silabus ... 183
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen ... 185
3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Kontrol ... 209
4. Lembar Aktifitas Siswa ... 220
LAMPIRAN B 1. Hasil Validasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 249
2. Hasil Validasi Lembar Aktifitas Siswa ... 250
3. Hasil Validasi Pretes/ Postes Kemampuan pemecahan masalah . 251 4. Hasil Validasi Angket Self-Efficacy Matematis ... 254
5. Hasil Uji Coba Perangkat pembelajaran dan Instrumrn penelitian 256 LAMPIRAN C 1. Kisi-kisi tes kemampuan pemecahan masalah matematis ... 272
2. Tabel Pedoman penskoran tes kemampuan pemecahan masalah 273 3. Kisi-kisi Angket Self-Efficacy ... 274
4. Pedoman penskoran skala angket Self-Efficacy ... 274
5. Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 275
6. Skala Self-Efficacy matematis ... 277
LAMPIRAN D 1. Deskripsi Hasil Pretes Kemampuan pemecahan Masalah Kelas eksperimen... 280
2. Deskripsi Hasil Pretes Kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Kontrol... 282
3. Deskripsi Hasil Postes Kemampuan Pemecahan Masalah kelas Eksperimen ... 284
4. Deskripsi Hasil Postes kemampuan Pemecahan Masalah Kelas Kontrol... 286
xi
6. Deskripsi Hasil Postes Self-efficacy kelas Eksperimen ... 290
7. Hasil uji Normalitas Pretes Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 292
8. Hasil Uji Normalitas Postes Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 293
9. Deskripsi Hasil Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah 294 10.Hasil Uji Perbedaan Rata-rata Peningkatan Keseluruhan Aspek Pemecahan Masalah ... 295
11.Hasil Uji ANAVA dua Jalur Self-Efficacy matematis kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 296
12.Rangkuman ANAVA dua Jalur Perhitungan uji interaksi antara model pembelajaran dengan Jenis kelamin terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa ... 207
13.Rangkuman ANAVA dua Jalur Perhitungan uji interaksi antara model pembelajaran dengan Jenis kelamin terhadap Self-Efficacy matematis Siswa ... 298
LAMPIRAN E 1. Jadwal Penelitian Kelas Eksperimen MAN 1 Langsa ... 299
2. Jadwal Penelitian Kelas Kontrol MAN 1 Langsa ... 299
3. Jadwal Penelitian Kelas Eksperimen SMAN 3 Langsa ... 300
4. Jadwal Penelitian Kelas Kontrol SMAN 3 Langsa ... 300
LAMPIRAN F 1. Foto Penelitian di MAN 1 Langsa ... 301
2. Foto Penelitian di SMAN 3 Langsa ... 304
LAMPIRAN G
1. Surat Penelitian dari Pasca Sarjana UNIMED
2. Surat telah melakkukan Penelitian di MAN 1 Langsa
3. Surat telah melakukan penelitian di SMAN 3 Langsa
4. Surat Keputusan (SK) Pembimbing
5. Surat tidak melakukan Plagiat
1 B A B I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan
merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya
melalui proses pembelajaran dan/atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh
masyarakat. Melalui pendidikan juga sumber daya manusia yang berkualitas
dicetak untuk menjadi motor penggerak kemajuan dan kemakmuran Bangsa.
Indonesia sebagai Negara yang berkembang, terus berupaya untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia melaui pendidikan Nasional.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 ayat
(1) menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, dan
ayat (3) menegaskan bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan
satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan
serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur
dengan undang-undang. Untuk itu, seluruh komponen bangsa wajib
mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupakan salah satu tujuan negara
Indonesia.
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari
perkembangan teknologi modern dan berbanding lurus dengan kemajuan
sains dan teknologi. Sehingga matematika mempunyai peran penting dalam
berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia untuk menguasai
dan menciptakan teknologi pada masa mendatang. Sumarmo (1987)
2
arah pengembangan yaitu untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan
kebutuhan masa yang akan datang.
Pembelajaran matematika untuk pemahaman konsep dan ide matematika
yang kemudian diperlukan untuk menyelesaikan masalah matematika dan ilmu
pengetahuan lainnya merupakan kebutuhan matematika masa kini. Sedangkan
pembelajaran matematika yang dapat memberikan kemampuan bernalar yang
logis, sistematik, kritis dan cermat, menumbuhkan rasa percaya diri, dan
rasa keindahan terhadap keteraturan sifat matematika merupakan kebutuhan
matematika pada masa mendatang.
National Council of Teachers of Mathematics (NCTM)
merekomendasikan beberapa tujuan umum siswa belajar matematika, yaitu:
(1) belajar akan nilai-nilai matematika, memahami evolusi dan peranannya
dalam masyarakat dan sains, (2) percaya diri pada kemampuan yang
dimiliki, percaya pada kemampuan berpikir matematik yang dimiliki dan peka
terhadap situasi dan masalah, (3) menjadi seorang problem solver, menjadi
warga negara yang produktif dan berpengalaman dalam memecahkan
berbagai permasalahan, (4) belajar berkomunikasi secara matematik, belajar
tentang simbol, lambang dan kaidah matematik, (5) belajar bernalar secara
matematik yaitu membuat konjektur, bukti dan membangun argumen
secara matematik.
Tujuan tersebut menunjukkan betapa pentingnya belajar matematika,
karena dengan belajar matematika sejumlah kemampuan dan keterampilan
tertentu berguna tidak hanya saat belajar matematika namun dapat diaplikasikan
3
(2003:392) bahwa pada masa sekarang ini para siswa sekolah menengah
mesti mempersiapkan diri untuk hidup dalam masyarakat yang menuntut
pemahaman dan apresiasi yang signifikan terhadap matematika. Kita akan
mengalami kesukaran, jika memang bisa mustahil, untuk bisa berhasil dalam
dunia nyata, tanpa memiliki pengetahuan, skills, dan aplikasi
matematika yang perlu.
Tujuan pembelajaran matematika di jenjang pendidikan dasar dan
pendidikan tingkat menengah pada kurikulum 2004 atau KTSP 2006 adalah :
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan
mengaplikasikan konsep atau logaritma, secara luwes, akurat, efisien, dan
tepat, dalam pemecahan masalah
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi
yang diperoleh
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain
untuk memperjelas keadaan atau masalah
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari
4
Dalam menghadapi dan menyikapi kurikulum yang berbasis kompetensi
dan telah disempurnakan pada penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan
(KTSP) di setiap sekolah setingkat SD, SMP dan SMA, akan membuat guru
semakin pintar, karena mereka dituntut harus mampu merencanakan sendiri
materi pelajarannya untuk mencapai kompetensi yang telah ditetapkan. Hanya
saja, sebagian besar guru belum terbiasa untuk mengembangkan model-model
pembelajaran.
Implementasi KTSP sebenarnya membutuhkan penciptaan iklim
pendidikan yang memungkinkan tumbuhnya semangat intelektual dan ilmiah bagi
setiap guru, mulai dari rumah, di sekolah, maupun di masyarakat. Hal ini
berkaitan dengan adanya pergeseran peran guru yang semula lebih sebagai
instruktur dan kini menjadi fasilitator pembelajaran.
Namun pada kenyataannya, seringkali siswa menjadi korban dan dianggap
sebagai sumber penyebab kesulitan belajar. Padahal mungkin saja kesulitan itu
bersumber dari luar diri siswa, misalnya proses pembelajaran yang terkait dengan
kurikulum, cara penyajian materi pelajaran, dan model pembelajaran yang
dilakukan oleh guru. Hal tersebut dapat mengakibatkan kemampuan komunikasi
dan pemecahan masalah matematik serta sikap siswa terhadap matematika cukup
memprihatinkan. Ada yang merasa takut, ada yang merasa bosan bahkan ada yang
alergi pada pelajaran matematika. Akibatnya siswa tidak mampu mandiri dan
tidak tahu apa yang harus dilakukannya sehingga kemampuan komunikasi dan
kemampuan pemecahan masalah matematik siswa sangat rendah kualitasnya.
Berdasarkan hasil Try Out yang dilaksanakan pada bulan Oktober 2011
5
SMAN 3 Langsa dan SMAN 4 Langsa diperoleh hasil yang sangat rendah. Dari
ketiga sekolah tersebut masih ada siswa yang memperoleh nilai 0 dan nilai
tertinggi untuk mata pelajaran matematika hanya 5.0 sedangkan rata-rata nilai
matematika untuk seluruh siswa hanya 1.49, yang berarti masih di bawah nilai
kelulusan Nasional.
Sedangkan berdasarkan wawancara terhadap guru matematika SMAN 3
Langsa, para siswa sering mengalami kesulitan dalam pembelajaran matematika
khususnya Program linier. Program linier merupakan salah satu materi pelajaran
yang dianggap sulit dipahami oleh siswa dikarenakan metode pembelajaran yang
digunakan guru masih bersifat konvensional. Pernyataan ini diungkapkan oleh
Bpk. Suhartono, S.Pd selaku guru bidang studi matematika dan juga menjabat
sebagai Waka Kurikulum SMAN 3 Langsa (dalam Wawancara Oktober 2011),
beliau mengatakan bahwa dalam proses belajar mengajar beliau hanya
menggunakan metode ceramah dan penugasan akibatnya siswa hanya
mendengarkan, menyimak dan memperhatikan lalu menyelesaikan tugas tanpa
ada interaksi antar sesama siswa.
Permasalahan mengenai kurangnya kemampuan pemecahan masalah
matematik dan rasa percaya diri siswa ini dapat dilihat dari contoh soal dalam
menyelesaikan soal cerita masalah program linier berikut: Seorang anak setelah
lulus SMA akan ber wirausaha dengan berjualan kue. Anak tersebut mempunyai
modal Rp. 145.000 dan mempunyai keranjang yang dapat menampung 400 kue
Rp.. Anak tersebut membeli tempe seharga Rp. 250,- dan dijual Rp. 300,- dan
membeli tahu seharga 400,- dan dijual Rp. 500,-. Berapakah keuntungan
6
Ternyata sebagian besar siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan
masalah tersebut dan bertanya-tanya kepada temannya dalam menyelesaikan
masalah tersebut dan menunjukkan kurangnya rasa percaya dirinya dalam
menyelesaikan masalah tersebut. Namun jika kepada siswa tersebut diberi bantuan
sedikit saja ternyata sebagian besar siswa dapat menyelesaikan masalah tersebut.
Karakteristik mata pelajaran matematika adalah obyek
pembicaraannya abstrak, pembahasannya mengandalkan pengertian/konsep, tata
nalar atau pernyataan/sifat sangat jelas berjenjang sehingga terjaga
konsistensinya, melibatkan perhitungan atau pengerjaan (operasi) serta dapat
dialihgunakan dalam berbagai aspek keilmuan maupun kehidupan
sehari-hari, sehingga belajar matematika membutuhkan pemahaman terhadap konsep
dasar matematika secara benar walaupun sulit untuk mencapainya. Apabila
siswa tidak dapat melakukannya maka akan memperoleh kesulitan dalam
mempelajari matematika.
Menyadari keadaan tersebut maka menggali dan mengembangkan
kemampuan pemecahan masalah matematik siswa perlu mendapat perhatian
guru dalam pembelajaran matematika. Siswa mestinya mendapat
kesempatan yang banyak untuk menggunakan kemampuan pemecahan
masalah matematiknya, berlatih, merumuskan, berkecipung dalam memecahkan
masalah yang kompleks yang menuntut usaha-usaha yang sangat besar
dan kemudian didorong untuk merefleksi pada pemikiran mereka.
Namun kenyataan menunjukkan bahwa pembelajaran yang
dikembangkan guru selama ini kurang mendukung berkembangnya
7
tidak terlibat secara aktif dalam menggali konsep-konsep atau ide-ide
matematik secara mendalam dan bermakna, sehingga siswa menerima
pengetahuan dalam bentuk yang sudah jadi dan lebih bersifat hafalan.
Lemahnya proses pembelajaran yang dikembangkan oleh guru menjadi salah
satu faktor utama kurang berkembangnya kemampuan berpikir siswa khususnya
pengembangan kemampuan matematika tingkat tinggi dan minat siswa belajar
matematika. Tidak jarang murid yang asalnya menyenangi pelajaran
matematika beberapa bulan kemudian menjadi acuh terhadap matematika
salah satu penyebabnya adalah cara mengajar guru yang kurang cocok
penyajiannya dan praktek pembelajaran guru sehari-hari yang kurang
menguntungkan siswa. Pembelajaran berlangsung membosankan, kaku, sangat
abstrak, tidak dikaitkan dengan kehidupan realita siswa.
Turmudi (2008) menyatakan bahwa pembelajaran matematika selama
ini disampaikan kepada siswa secara informatif, artinya siswa hanya
memperoleh informasi dari guru saja sehingga derajat “kemelekatannya”
juga dapat dikatakan rendah. Dengan pembelajaran seperti ini, siswa
sebagai subjek belajar kurang dilibatkan dalam menemukan konsep-konsep
pelajaran yang harus dikuasainya. Hal ini menyebabkan konsep-konsep yang
diberikan tidak membekas tajam dalam ingatan siswa sehingga siswa mudah
lupa dan sering kebingungan dalam memecahkan suatu permasalahan yang
berbeda dari yang pernah dicontohkan oleh gurunya. Akibatnya siswa tidak
dapat menjawab tes, baik itu tes ulangan harian, ulangan blok ataupun ujian
akhir semester
8
beranggapan siswa merupakan sebagai objek belajar serta teacher centered
yang memfokuskan pembelajaran semata-mata guru sebagai aktor utama
pembelajaran jika dilihat dari situasi didaktis yang muncul cenderung parsial
dan sangat lemah. Siswa tidak mengalami pengalaman dengan pengetahuannya,
sehingga mudah untuk melupakan materi tersebut. Interaksi siswa dengan materi
di mana seharusnya siswa terlibat aktif secara mental dalam merekonstruksi
kembali ide-ide matematik hampir tidak terjadi. Akibatnya siswa menerima
konsep yang sudah jadi tanpa disertai pengertian dan pemahaman yang
mendalam.
Lorsbach & Tobin (Suparno, 2001), mengemukakan bahwa pengetahuan
tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak seseorang (guru) ke kepala
orang lain (murid). Murid sendirilah yang harus mengartikan apa yang telah
diajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalaman-pengalaman mereka.
Murid harus bertindak aktif dalam mencari dan menemukan pengetahuan.
Untuk itulah harus diupayakan suatu metode pembelajaran yang sesuai
dengan situasi didaktis sehingga terjadi proses belajar dalam diri siswa,
berorientasi pada proses belajar matematika, belajar tidak begitu saja
menerima, serta dapat memaknai apa yang dipelajari siswa, sehingga
pengetahuan itu akan melekat dalam benak siswa.
Pada proses pembelajaran matematika di sekolah, guru juga sering
menemui hambatan dalam memberikan motivasi kepada siswa terhadap
pelajaran matematika karena siswa menganggap bahwa matematika adalah
pelajaran yang sulit untuk dipahami, menakutkan dan tidak semua orang dapat
9
rasa tidak percaya diri siswa terhadap pembelajaran matematika. Rasa tidak
percaya diri yang timbul dalam diri siswa disebabkan oleh karena siswa
harus berkutat dengan rumus-rumus, yang mungkin mereka sendiri tidak
paham terhadap makna dari rumus itu. Selain itu ditambah lagi dengan gaya
mengajar sebagian guru matematika yang membuat siswa menjadi ragu-ragu dan
takut akan jawaban yang salah dalam proses belajarnya. Menurut Sabandar
(2007) soal-soal atau permasalahan matematika yang sifatnya menantang itu
akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk memberdayakan segala
kemampuan yang dimilikinya atau menggunakan keterampilan berpikir
tingkat tinggi. Lebih jauh Sabandar (2007) mengatakan bahwa untuk tujuan
tersebut, cara pembelajaran matematika secara konvensional yang umumnya
menitikberatkan pada soal-soal yang sifatnya drill atau algoritmis serta rutin,
tidak banyak kontribusinya dalam meningkatkan kemampuan berpikir tingkat
tinggi tersebut, antara lain karena tidak dilatihkan.
Upaya peningkatan kemampuan dan keterampilan berpikir matematik
siswa khususnya kemampuan pemecahan masalah perlu mendapat perhatian
dan usaha yang serius dari guru sebagai objek sentral dalam proses pembelajaran.
Guru sebagai salah satu faktor penting penentu keberhasilan pembelajaran
berperan dalam merencanakan, mengelola, mengarahkan dan mengembangkan
materi pembelajaran termasuk di dalamnya pemilihan model, model atau
metode yang digunakan sangat menentukan jenis interaksi pembelajaran yang
dilakoni siswa sekaligus keberhasilan pengajaran matematika. Hal ini senada
dengan pendapat Wahyudin (2003) bahwa salah satu cara untuk mencapai hasil
10
menguasai materi yang akan diajarkan dengan baik dan mampu memilih
strategi atau metode pembelajaran dengan tepat dalam setiap proses
pembelajaran.
Untuk menciptakan situasi didaktis yang memungkinkan siswa
melakukan aksi-aksi mental tertentu sangat ditentukan oleh setting pembelajaran
yang dirancang oleh guru. Menurut Brousseau (Warfield, 2006) ada tiga
komponen utama situasi didaktis yang harus muncul dalam pembelajaran, yaitu
aksi, formulasi dan validasi. Aksi dapat diartikan sebagai situasi didaktis
yang memberikan aturan-aturan atau petunjuk-petunjuk yang mampu
memunculkan respon (feedback) siswa terhadap suatu situasi/masalah
tertentu. Formulasi dapat diartikan sebagai situasi didaktis dimana siswa
merumuskan dan merepresentasikan sejumlah informasi-informasi yang
didapat dari situasi/ masalah sebelumnya secara eksplisit. Validasi dapat
diartikan sebagai situasi didaktis di mana siswa membuat argumen-argumen
dan mengujinya.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka guru berperan mendorong
terjadinya proses belajar secara optimal sehingga siswa belajar secara aktif.
Sumarmo (1987) mengatakan agar pembelajaran dapat memaksimalkan
proses dan hasil belajar matematika, guru perlu mendorong siswa untuk
terlibat secara aktif dalam diskusi, bertanya serta menjawab pertanyaan,
berpikir secara kritis, menjelaskan setiap jawaban yang diberikan dan
memberikan alasan untuk setiap jawaban yang diajukan.
Paradigma baru dalam pembelajaran membuka kesempatan untuk
11
kepada pengembangan kemampuan dan keterampilan berpikir siswa.
Ausubel (Ruseffendi, 2006) pembelajaran hendaknya menekankan
keterlibatan siswa secara aktif dalam memahami konsep-konsep atau prinsip
matematika sehingga memungkinkan pembelajaran menjadi lebih bermakna
(meaningfull), siswa tidak hanya belajar untuk mengetahui sesuatu (learning to
know about), tetapi juga belajar melakukan (learning to do), belajar menjiwai
(learning to be), dan belajar bagaimana seharusnya belajar (learning to learn),
serta bagaimana bersosialisasi (learning to live togather). Kemungkinan
beragamnya respon/ aksi yang diberikan siswa atas masalah yang
dihadapkan kepadanya serta tidak sesuai dengan prediksi oleh guru, merupakan
hal yang wajar dan tidak perlu dianggap sebagai masalah. Menurut Suryadi
(2008) walaupun masih terdapat respon siswa yang kurang sesuai dengan
prediksi guru, akan tetapi teknik scaffolding yang digunakan guru mampu
mengubah situasi didaktis yang ada sehingga proses berpikir siswa menjadi
lebih terarah.
Sikap terhadap matematika juga merupakan salah satu faktor
penting yang dapat menentukan keberhasilan seseorang dalam belajar
matematika. Sikap merujuk kepada status mental seseorang yang dapat bersifat
positif dan negatif. Siswa dengan sikap positif akan menghargai matematika.
Menurut Ruseffendi (2006) siswa yang mengikuti pelajaran dengan
sungguh-sunguh menyelesaikan tugas dengan baik, berpartispasi aktif dalam
diskusi, mengerjakan tugas-tugas rumah dengan tuntas dan selesai pada
waktunya, dan merespon dengan baik tantangan dari bidang studi
12
Ruseffendi (2006) menyatakan bahwa sikap positif terhadap matematika
berkorelasi positif dengan prestasi belajarnya.
Hal senada dikemukakan Sabandar (2008) bahwa kalau seseorang
tidak memandang matematika sebagai subyek yang penting untuk
dipelajari serta manfaatnya untuk berbagai hal, sulit baginya untuk
mempelajari matematika karena mempelajarinya sendiri tidak mudah. Oleh
karena itu, menyadari pentingnya sikap positif siswa terhadap matematika
maka guru memiliki peranan penting untuk dapat menumbuhkan sikap
tersebut dalam diri siswa, salah satunya adalah melalui pembelajaran yan
dikembangkan dalam kelas. Pemilihan strategi atau model yang tepat akan
dapat menumbuhkembangkan sikap positif siswa terhadap matematika. Sejalan
dengan hal tersebut, maka aspek sikap dalam penelitian ini menjadi
perhatian peneliti sehubungan dengan penggunaan model pembelajaran
penemuan terbimbing.
Dari faktor permasalahan yang digambarkan Depdiknas (2002)
pembelajaran yang terpusat pada guru, kreativitas siswa tidak berkembang
secara maksimal, siswa mudah lupa terhadap pengetahuan yang sudah
diajarkan, sikap dan aktivitas siswa terhadap pembelajaran yang tidak positif,
misalnya sikap acuh tak acuh, tidak serius, dan pembelajaran matematika itu
tidak membosankan. Oleh karena itu perlu diupayakan pembelajaran
yang dapat memunculkan aktivitas ilmiah siswa lebih terjaga, pembelajaran
yang dapat mengembangkan kreativitas siswa secara maksimal, pembelajaran di
mana guru dapat belajar bersama-sama siswa, pembelajaran yang
13
pembelajaran yang melatih siswa dalam membuat kesimpulan. Sehingga
pengetahuan itu dapat tertanam dalam diri siswa secara mendalam,
tidak mudah untuk dilupakan. Pembelajaran yang sesuai dengan situasi
didaktis, karakteristik dan fakta-fakta di lapangan adalah pembelajaran
dengan model penemuan terbimbing.
Pembelajaran dengan model penemuan terbimbing adalah model
pembelajaran yang bertujuan untuk memberikan cara bagi siswa untuk
membangun kecakapan-kecakapan intelektual (kecakapan berpikir) terkait
dengan proses-proses berpikir reflektif. Jika berpikir menjadi tujuan utama dari
pendidikan, maka harus ditemukan cara-cara untuk membantu individu untuk
membangun kemampuan itu. Artinya dalam pembelajaran ini siswa diharapkan
untuk dapat mengkomunikasikan hal-hal yang telah dipahaminya dan yang ada
dalam pemikirannya untuk membangun suatu pengetahuan yang akan diperoleh
siswa.
Langkah-langkah dalam model pembelajaran penemuan terbimbing
yaitu, siswa dihadapkan dengan masalah, siswa mengajukan dugaan/hipotesis,
siswa mengumpulkan data, siswa menguji hipotesis, dan siswa merumuskan
kesimpulan. Sehingga untuk memfasilitasi langkah-langkah tersebut dalam
pembelajaran ini para siswa harus bisa memahami masalah, selanjutnya
berpikir bagaimana mereka memberikan atau membuat suatu dugaan
sementara dari suatu gejala atau situasi. Kemudian siswa dalam
mengumpulkan data, melakukan pengamatan dan penyelidikan untuk
memberikan jawaban atas dugaan yang telah dirumuskan.
14
pemahaman yang mendalam dalam benak siswa yang dilanjutkan dengan
melakukan kegiatan pembuktian terhadap dugaan-dugaan yang diberikan.
Kegiatan penemuan terbimbing kemudian dilanjutkan dengan mendorong
siswa melakukan diskusi sebagai wujud dari komunikasi, baik lisan maupun
tulisan untuk menyempurnakan pembuktian yang telah mereka lakukan, dan
kegiatan para siswa untuk mencoba meyakinkan siswa lainnya tentang
gagasan-gagasan matematika yang diyakininya dengan membeberkan
bukti-bukti yang dapat diterima akal pikirannya. Sehingga melalui pembelajaran
dengan model penemuan terbimbing ini diduga dapat meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah matematik dan self-efficacy siswa.
Berdasarkan fenomena di atas maka penulis berkeinginan mengajukan
sebuah penelitian yang berjudul “ Perbedaan Peningkatan Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematik dan self-efficacy siswa SMA dengan MA
Program IPS melalui model pembelajaran penemuan terbimbing berbantuan
software Autograph di Kota Langsa”.
1.2. IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas dapat diidentifikasikan
beberapa masalah sebagai berikut :
1. Pada umumnya prestasi belajar matematika siswa masih rendah.
2. Banyak siswa dalam belajar matematika kurang aktif mengikuti proses belajar
3. Sebagian besar Siswa tidak percaya diri menyelesaikan masalah matematik
4. Banyak Siswa kesulitan merubah soal cerita ke bahasa matematika
5. Sebagian besar Siswa sulit Menyelesaikan Masalah yang bersifat non rutin
15 6. Banyak Siswa cepat lupa materi
7. Sebagian besar guru dalam melaksanakan pembelajaran menggunakan model
pembelajaran yang monoton,
8. Tidak adanya kebermaknaan dalam belajar
9. Kurangnya penggunaan media termasuk software dalam pembelajaran
matematika
1.3. BATASAN MASALAH
Sesuai dengan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas,
maka perlu adanya batasan masalah agar lebih fokus. Peneliti hanya meneliti
tentang pembelajaran dengan model penemuan terbimbing berbantuanan software
autograph terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik sebagai tujuan
dan self-efficacy siswa.
1.4. RUMUSAN MASALAH
Permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah
matematik siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model penemuan
terbimbing berbantuan software autograph dengan kemampuan pemecahan
masalah matematik siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional?
2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan self-efficacy siswa yang
memperoleh pembelajaran dengan model penemuan terbimbing berbantuan
software autograph dengan self-efficacy siswa yang memperoleh
pembelajaran konvensional?
3. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dengan jenis kelamin siswa
16
4. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran dengan jenis kelamin siswa
terhadap self-efficacy siswa?
5. Bagaimanakah perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan
self-efficacy siswa SMA dengan siswa MA di Kota Langsa?
1.5. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan uraian latar belakang, identifikasi dan rumusan masalah di
atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui perbedaan kemampuan pemecahan masalah antara siswa yang
memperoleh pembelajaran dengan model penemuan terbimbing berbantuan
software Autograph dengan siswa yang memperoleh pembelajaran
konvensional
2. Mengetahui perbedaan self-efficacy siswa dalam menyelesaikan masalah
antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model penemuan
terbimbing berbantuanan software Autograph dengan siswa yang memperoleh
pembelajaran konvensional
3. Mengetahui interaksi antara pembelajaran dengan jenis kelamin siswa
terhadap peningkatan pemecahan masalah matematik siswa
4. Mengetahui interaksi antara pembelajaran dengan jenis kelamin siswa
terhadap self-efficacy siswa
5. Mengetahui perbedaan kemampuan pemecahan masalah dan self-efficacy
17 1.6. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi siswa seperti
pengembangan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa dengan
metode ilmiah, siswa dapat mengembangkan kreativitasnya dengan bebas,
siswa dapat berlatih menulis, membaca dan menyampaikan matematika dan
menghubungkan matematika. Juga dapat bermanfaat sebagai suatu model
pembelajaran alternatif dalam pembelajaran matematika, jika pembelajaran
dengan model penemuan terbimbing berbantuanan software autograph
memberikan pengaruh yang positif, maka pada akhirnya dapat dianjurkan
untuk menggunakan model pembelajaran ini dalam mengajar materi
matematika. Namun jika pembelajaran dengan model penemuan terbimbing
berbantuanan software autograph, pada penelitian ini tidak memberikan
pengaruh dan dampak yang positif, maka dianjurkan untuk peneliti
171
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan temuan penelitian selama pembelajaran
penemuan terbimbing berbantuan software Autograph dengan menekankan pada
kemampuan pemecahan masalah dan self-efficacy matematis, diperoleh beberapa
kesimpulan yang merupakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
dalam rumusan masalah. Kesimpulan-kesimpulan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah
matematis antara siswa yang diberi model pembelajaran penemuan
terbimbing berbantuan software Autograph dengan siswa yang diberi
pembelajaran konvensional. Hal ini terlihat dari rata-rata kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa yang memperoleh model
pembelajaran penemuan terbimbing berbantuan software Autograph
adalah 68,80 sedangkan rata-rata kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional
adalah 53,98. Bila ditinjau ketuntasan secara klasikal nilai
kemampuan pemecahan masalah minimal kategori cukup pada
model pembelajaran penemuan terbimbing berbantuan software
Autograph sebesar 62,3% sedangkan pembelajaran konvensional
sebesar 21,3%.
2. Terdapat perbedaan peningkatan self-efficacy matematis antara siswa yang
diberi model pembelajaran penemuan terbimbing berbantuan software
172
Autograph dengan siswa yang diberi pembelajaran konvensional. Hal ini
terlihat dari analisis anva yang menunjikkan nilai signifikansi Self-efficacy
antara model pembelajaran penemuan terbimbing berbantuan software
Autograph dan pembelajaran konvensional sebesar 0,008 dalam hal ini lebih
kecil dari α = 0,05, maka Ho ditolak dengan kata lain dapat disimpulkan
bahwa terdapat perbedaan self-efficacy antara siswa yang diberi model
pembelajaran penemuan terbimbing berbantuan software Autograph dan
pembelajaran konvensional. Nilai rata-rata self-efficacy matematis siswa
yang memperoleh pembelajaran penemuan terbimbing berbantuan
software Autograph adalah 95,3 sedangkan self-efficacy matematis
siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional adalah 82,6..
3. Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan jenis kelamin
terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Hal ini dapat
dilihat dari uji ANAVA yang menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,086
atau lebih besar dari nilai α = 0,05, atau Ho diterima yaitu tidak terdapat
interaksi antara model pembelajaran dan jenis kelamin siswa terhadap
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Dengan demikian, tidak
ada kontribusi secara bersama-sama yang disumbangkan oleh model
pembalajaran dengan jenis kelamin siswa terhadap kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa. Namun, peningkatan kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa pada model pembelajaran penemuan terbimbing
173
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada pembelajaran
konvensional .
4. Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan jenis kelamin
terhadap self-efficacy matematis siswa. Hal ini dapat dilihat dari uji ANAVA
yang menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,907 atau lebih besar dari nilai
α = 0,05, atau Ho diterima yaitu tidak terdapat interaksi antara model
pembelajaran dan jenis kelamin siswa terhadap self-efficacy matematis
siswa. Dengan demikian, tidak ada kontribusi secara bersama-sama yang
disumbangkan oleh model pembalajaran dengan jenis kelamin siswa
terhadap self-efficacy matematis siswa. Namun, peningkatan self-efficacy
matematis siswa pada model pembelajaran penemuan terbimbing berbantuan
software Autograph lebih baik dibandingkan dengan self-efficacy matematis
siswa pada pembelajaran konvensional.
5. Tidak ada perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis dan
self-efficacy siswa antara siswa SMA dan MA di kota Langsa. Dari hasil Tes
Kolmogorov-Smirnov diperoleh nilai asymp. Sig uji dua sisi (2 tailed) untuk
pemecahan masalah sebesar 0,821 atau lebih besar dari nilai α = 0,05. Dengan
begitu, Ho diterima atau dengan kata lain tidak terdapat perbedaan yang
significan kemampuan pemecahan masalah siswa antara siswa SMA dan
siswa MA. Sedangkan untuk self-efficacy siswa diperoleh nilai probabilitas
sebesar 0,787 atau lebih besar dari α = 0,05. Dengan begitu Ho juga diterima
174
5.2.Implikasi
Penemuan dalam penelitian menunjukkan kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran penemuan
terbimbing berbantuan software Autograph lebih baik dibandingkan dengan siswa
yang diajarkan melalui pembelajaran konvensional. Hal ini berimplikasi pada
pemilihan model dan pendekatan pembelajaran oleh guru matematika. Guru
matematika di sekolah menengah atas harus mempunyai cukup pengetahuan
teoretis maupun keterampilan dalam memilih model dan pendekatan pembelajaran
yang mampu mengubah siswa lebih aktif, mengkontruksi pengetahuan sendiri,
memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih leluasa menjawab
permasalahan dengan caranya sendiri, mempunyai pengalaman secara matematis
dan mampu melatih komunikasi matematika. Salah satu model pembelajaran yang
dapat mengubah siswa ke arah yang lebih positif tersebut adalah model
pembelajaran penemuan terbimbing berbantuan software Autograph. Perubahan
itu sendiri akan mampu melatih kemampuan pemecahan masalah matematis
siswa sejak dini.
Implikasi lainnya yang perlu mendapat perhatian guru adalah dengan
model pembelajaran penemuan terbimbing berbantuan software Autograph akan
membuat siswa lebih kritis, berani mengeluarkan ide dan menghargai pendapat
orang lain. Diskusi kelompok yang merupakan bagian dari proses pembelajaran
penemuan terbimbing berbantuan software Autograph akan membuat siswa dapat
berkomunikasi matematika secara lisan pada saat mengawali penyelesaian
175
dengan diskusi kelompok siswa akan saling berkompetisi untuk memberikan yang
terbaik bagi kelompoknya, sehingga suasana kelas akan terlihat lebih dinamis dan
siswa merasa senang dalam belajar.
Karakteristik siswa terutama, sikap positif terhadap matematika dalam hal
ini self-efficacy matematis harus menjadi perhatian guru. Hal ini sesuai dengan
temuan dalam penelitian yang menunjukkan bahwa siswa yang mempunyai
self-efficacy matematis yang tinggi kemampuan pemecahan masalah matematisnya
lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memiliki self-efficacy matematis yang
rendah. Sehingga guru dalam proses pembelajaran dengan model dan pendekatan
pembelajaran apapun harus mampu memberikan motivasi kepada siswa untuk
mengubah siswa yang tadinya memiliki self-efficacy matematis yang rendah
menjadi lebih tinggi. Sehingga siswa akan lebih mempunyai rasa tanggung jawab
dalam keberhasilan atau kegagalan dalam belajar. Jika siswa sudah mempunyai
rasa tanggung jawab, maka siswa akan berusaha keras untuk dapat mencapai suatu
keberhasilan. Dampaknya siswa akan aktif, mempunyai inisiatif atau ide-ide
dalam menyelesaikan suatu permasalahan dengan cara apapun.
5.3 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, pembelajaran penemuan terbimbing
berbantuan software Autograph yang diterapkan pada kegiatan pembelajaran
memberikan hal-hal penting untuk perbaikan. Untuk itu peneliti menyarankan
176
1. Bagi guru matematika
a. Model pembelajaran penemuan terbimbing berbantuan software
Autograph pada pembelajaran matematika yang menekankan kemampuan
pemecahan masalah dan self-efficacy matematis siswa dapat dijadikan
sebagai salah satu alternatif untuk menerapkan pembelajaran matematika
yang inovatif khususnya dalam mengajarkan materi program linier.
b. Perangkat pembelajaran yang dihasilkan dapat dijadikan sebagai
bandingan bagi guru dalam mengembangkan perangkat pembelajaran
matematika dengan pembelajaran penemuan terbimbing berbantuan
software Autograph pada pokok bahasan program linier.
c. Diharapkan guru perlu menambah wawasan tentang teori-teori
pembelajaran dan model pembelajaran yang inovatif agar dapat
melaksanakannya dalam pembelajaran matematika sehingga pembelajaran
biasa secara sadar dapat ditinggalkan sebagai upaya peningkatan hasil
belajar siswa.
2. Kepada Lembaga terkait
a. Hendaknya jam pelajaran matematika disesuaikan dengan kondisi kelas,
dikarenakan jam pelajaran mempengaruhi siswa mengenai kemampuan
dan pemahaman siswa pada materi yang diajarkan, seperti adanya faktor
kelelahan siswa setelah menerima pelajaran sebelumnya, terbaginya
pikiran dari pelajaran yang baru diajarkan dengan pelajaran berikutnya.
b. Pembelajaran penemuan terbimbing berbantuan software Autograph
177
matematis masih sangat asing bagi guru maupun siswa, oleh karenanya
perlu disosialisasikan oleh sekolah atau lembaga terkait dengan harapan
dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa, khususnya
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan self-efficacy
matematis siswa.
c. Pembelajaran penemuan terbimbing berbantuan software Autograph dapat
dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah dan self-efficacy matematis siswa pada pokok bahasan
program linier sehingga dapat dijadikan masukan bagi sekolah untuk
dikembangkan sebagai strategi pembelajaran yang efektif untuk pokok
bahasan matematika yang lain.
3. Kepada peneliti lanjutan
a. Melakukan penelitian lanjutan yang bisa mengkaji aspek lain secara
terperinci dan benar-benar diperhatikan kelengkapan pembelajaran agar
aspek yang belum terjangkau dalam penelitian ini diperoleh secara
maksimal
b. Dapat dilakukan penelitian lanjutan dengan model pembelajaran
penemuan terbimbing berbantuan software Autograph dalam
meningkatkan kemampuan matematika lainnya dengan lebih mendalam
agar implikasi hasil penelitian tersebut dapat diterapkan di
178
DAFTAR PUSTAKA
Akhmadan, W. 2010. Metode Pembelajaran Ekspositori, Latihan Praktik (Drill and Practice), Penemuan dan Inkuiri. Universitas Sriwijaya. unsri.ac.id/widyastuti/pendidikan/...ekspositori...drill.../pdf.Online Diakses 31 Agustus 2011.
Aprilia, Wiwiek (2011), Arti Percaya Diri [On Line] tersedia: /http://wiwi-ciwit.blogspot.com/2011_10_01_archive.html
Arikunto, S., 2006, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta.
Arikunto, S., 2007, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Avriati, V, 2011. Peningkatan Pemahaman Konsep dan Komunikasi Matematik dengan Pendekatan penemuan Terbimbing Berbantuan Software Autograph Tesis, Medan: Program Pascasarjana Unimed Medan
Bandura, A. (1997). Self- Efficacy: The Exercise of Control. New York: W.H. Freeman and Company
Buttler, D, 2007 Getting Going with Autograph 3, Eastmond Publishing Ltd, UK
Butler, D dkk (2010), Autograph Training Material. UK: Eastmond Publishing Ltd. UK
Dahar, R, W, 2006. Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran, Penerbit Erlangga, Jakarta
Depdikbud, 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka
Depdiknas. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Sekolah Menengah Atas.Jakarta: Depdiknas.
Dharma, S. 2008. Strategi Pembelajaran dan Pemilihannya. Jakarta: Departemen pendidikan nasional.
179
Firmansyah & Fauzi, Amin (2011) Kontribusi Metakognisi di Dalam mengembangkan Self-Efficacy Matematis Siswa di Dalam Kelas Kultura Volume: 12 No.1
Hamzah. (2003). Pembelajaran Matematika Menurut Teori Belajar
Kontruktivisme. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Pendidikan Nasional.
Hamzah. (2008). Model Pembelajaran. Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara
Hudojo, H. 2003. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta
Ismail,dkk. 2003. Kapita Selekta Pembelajaran Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka.
Jailani. (1999). Kepercayaan Diri Pembelajar pada Matematika Suatu Kejadian Teoritik. Cakrawala Pendidikan, th. XVIII No. 4.
Karnasih, I. 2008, Paper Presented in International Workshop: ICT for Teaching and Learning Mathematics, Medan. (In Colaboration between
UNIMED and QED Education Kuala Lumpur, Malaysia, 23-24 May 2008
Khulthau, C, C, 2007. Guided Inquiry: Learning in The 21st Century School wesport, CT: Libraries Unlimitted
Lasotisasari, D. (2007) Keefektifan Bimbingan Kelompok Untuk Meningkatkan Kepercayaan Diri Siswa yang Tidak Naik Kelas Skripsi. Semarang: UNNES. Tidak diterbitkan
Manurung, 2010. Peningkatan kemampuan pemahaman Matematis dan Berfikir Kritis Siswa melalui Penerapan Model Creative Problem Solving (CPS) dengan menggunakan software Autograph, Tesis.Medan: Program Pasca sarjana UNIMED Medan
Markaban, 2006. Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Penemuan Terbimbing. (http:\\p4tkmatematika.org/ downloads/ppp /PPP_Penemuan-Terbimbing.pdf, diakses 12 Oktober 2011
Marpaung, Y. 2004. Reformasi Pendidikan Matematika di Sekolah Dasar. Basis, 53(07-08): 21-28
180
http://www.scribd.com/doc/23359685/Metode-Ekspositori-Adalah-Metode- Pembelajaran-Yang-Digunakan-Dengan-Memberikan-Keterangan-Terlebih-Dahulu-Definisi. Online Diakses 6 Juli 2011
National Council of Teachers of Mathematics. 2000a. Principles and Standards for School Mathematics. NCTM: Reston VA.
National Council of Teachers of Mathematics. 2000b. Learning Mathematics For A New Century. 2000Yearbook NCTM: Reston VA
NCTM (http://www.nctm.org/standards/content.aspx?id=23273)
Nurkancana, W. dan Supartana. 1986. Evaluasi Pendidikan. Surabaya: Usaha
Polya. 1973. How to Solve It A New Aspect of Mathematical Method. Princeton University Press.
Purwanto, N. 1995. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya
Russeffendi. 1998. Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.
Russefendi. 2006. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Mengajar Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung : Tarsito
Sabandar, J. 2007. Berpikir Reflektif. Makalah pada seminar Nasional Matematika 2007. Bandung: Tidak dipublikasikan
Sabandar, J. (2008). Pembelajaran Matematika sekolah dan Permasalahan Ketuntasan Belajar Matematika. Pidato Pengukuhan Guru Besar. FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan
Sagala, S. 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Senjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Shadiq, F. 2004. Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi. Makalah disampaikan Pada Diklat Instruktur/Pengembang Matematika SMA Jenjang Dasar di PPPG Matematika. Yogyakarta.
181
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta.
Sobel, Max A. dan Evan M. Maletsky. 2003. Mengajar Matematika. Jakarta: Erlangga.
Soedjadi. (2002). Kiat Pendidikan matematika di Indonesia. Jakarta: Dirjen Dikti.
Subino. 1987. Konstruksi dan Analisis Tes (Suatu Pengantar kepada Teori dan Pengukurannya). Jakarta: Depdikbud.
Sudjana, N.2001. Metode Statistik. Bandung : Penerbit Tarsito
Sumardyono. Pengertian Dasar Problem Solving. http:// problemsolving. p4tkmatematika. org/2010/02/ pengertian-dasar-problem-solving /. Diakses 1 Juni 2012
Sumarmo, U. 1987. Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematik Siswa SMAdikaitkan dengan kemampuan Penalaran Logik Siswa dan beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar. FPMIPA IKIP Bandung
Suparno, Paul. 2001. Filsafat Kontruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.
. 2005.. Teori Perkembanagn Kognitif Jean Piaget. Yogyakarta: Kanisius.
Suryadi, D. (2000). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SLTP melalui Penerapan Metode Diskusi Kelompok. Laporan Penelitian Tindakan Kelas. Thesis. UPI Bandung: tidak di publikasikan.
Tim MKPMB Jurusan Pendidikan Matematika. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA.
Turmudi. 2008. Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika. PT. Luser Cita Pustaka.
Usman, Husaini dan Akbar, R. Purnomo Setiady. (2008). Pengantar Statistika.
Edisi Kedua. Jakarta: Bumi Aksara.
Wahyudin. 2003. Matematika dan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Mimbar Pendidikan No. 2 Tahun XXII. Bandung: University Press UPI
182
Warfield, V. M. (2006), Invitation to Didactique, Washington; University of Washington
Wena, Made. 2009. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara.