• Tidak ada hasil yang ditemukan

lapsus eritroderma.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "lapsus eritroderma.docx"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Salah satu kelainan kulit yang dapat menyebabkan terganggunya fungsi kulit adalah eritroderma.1 Dahulu, eritroderma

dibagi menjadi eritroderma primer dan sekunder; primer adalah yang tidak diketahui penyebabnya (idiopatik), dan sekunder adalah yang disebabkan oleh penyakit kulit lain atau penyakit sistemik. Pendapat sekarang, semua eritroderma ada penyebabnya, jadi eritroderma selalu sekunder.2,3

Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya kemerahan atau eritema yang bersifat generalisata yang mencakup 90% permukaan tubuh atau lebih yang dapat muncul segera ataupun lambat. Bila eritemanya antara 50-90% dinamakan pre-eritroderma.3 Dermatitis eksfoliativa

dianggap sinonim dengan eritroderma.2,4 Bagaimanapun, kedua istilah ini adalah

berbeda, karena pada gambaran klinik dapat menghasilkan penyakit yang berbeda. Kata ‘eksfoliasi’ berdasarkan pengelupasan skuama yang terjadi, walaupun kadang-kadang tidak begitu terlihat, dan kata ‘dermatitis’ digunakan berdasarkan terdapatnya reaksi eksematus. Pada banyak kasus, eritroderma umumnya disebabkan kelainan kulit yang ada sebelumnya (misalnya psoriasis atau dermatitis atopik), penyakit sistemik termasuk keganasan misalnya, cutaneous T-cell lymphoma (CTCL) atau reaksi obat (antiepilepsi, antihipertensi, antibiotika, calcium channel blocker, dan bahan topikal) oleh karena peran reaksi hipersensitivitas obat. Identifikasi penyakit yang menyertai menggambarkan satu dari sekian banyak kelainan kulit.5

Insiden eritroderma di Amerika Serikat bervariasi, antara 0,9 sampai 71,0 per 100.000 penderita rawat jalan dermatologi. Pada beberapa laporan kasus, didapatkan insiden pada laki-laki lebih besar daripada perempuan, dengan proporsi 2:1 sampai 4:1, dan usia ratarata 41–61 tahun. Angka kematian tergantung pada penyebab eritroderma. Sigurdson (2004) melaporkan dari 102

(2)

angka kejadian eritroderma dan komplikasi berat yang dapat ditimbulkan, maka penulis merasa perlu melaporkan kasus eritroderma sebagai bahan informatif lanjutan.5,7

(3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Eritoderma berasal dari bahasa Yunani, yaitu erythro (red = merah) + derma, dermatos (skin = kulit), merupakan keradangan kulit yang mengenai 90% atau lebih pada permukaan kulit yang biasanya disertai skuama. Pada beberapa kasus, skuama tidak selalu ditemukan, misalnya pada eritroderma yang disebabkan oleh alergi obat secara sistemik, pada mulanya tidak disertai skuama. Tetapi skuama akan timbul pada fase penyembuhan. Pada eritroderma yang kronik, eritema tidak begitu jelas karena bercampur dengan hiperpigmentasi. Nama lain penyakit ini adalah dermatitis eksfoliativa generalisata, meskipun sebenarnya mempunyai pengertian yang agak berbeda, karena pada dermatitis eksfoliativa skuamya berlapis-lapis. 1,3,5

2.2 Etiologi

Berdasarkan Fitzpatrick, eritroderma dibagi menjadi 4 kelompok yaitu sebagian besar kasus didahului oleh perluasan penyakit kulit (spongiotic dermatitis 20–24%, atopik 9%, dermatitis kontak 6%, dermatitis seboroik 4%, dermatitis aktinik kronis 3%, dan psoriasis 23%), reaksi hipersensitivitas obat (15%), keganasan (Cutaneous T-Cell Lymphoma/CTCL - 16%) dan idiopatik (20%). Rook dan Wilkinson (1998) pada tabel klasifikasi menyebutkan penyebab tersering adalah tipe eksema dan variasinya (40%), psoriasis (25%), pemfigus foliaseus (1%), obat (15%), kelainan herediter (10%), CTCL dan leukemia (15%) dan idiopatik 8%. Beberapa hasil penelitian juga menyebutkan bahwa penyebab tersering adalah dermatitis seboroik (43,4%). Perbedaan etiologi dapat terjadi karena: (1) jumlah sampel berbeda; (2) eritroderma akut agak sulit untuk menentukan penyakit dasarnya, dan banyak kemiripan pada beberapa penyakit kulit, memungkinkan kesalahan dapat terjadi. 4,8

(4)

Secara morfologis gambaran eritroderma menyerupai beberapa kelainan kulit dan penyakit sistemik, begitu pula akibat alergi obat-obatan tertentu (Tabel 2.2.1).

1. Eritroderma yang disebabkan oleh alergi obat secara sistemik

Keadaan ini banyak ditemukan pada dewasa muda. Obat yang dapat menyebabkan eritroderma adalah arsenik organik, emas, merkuri (jarang), penisilin, barbiturat. Insiden ini dapat lebih tinggi karena kebiasaan masyarakat orang sering melakukan pengobatan sendiri dan pengobatan secara tradisional.2

Waktu mulainya obat ke dalam tubuh hingga timbul penyakit bervariasi dapat segera sampai 2 minggu. Gambaran klinisnya adalah eritema universal. Bila ada obat yang masuk lebih dari satu yang masuk ke dalam tubuh diduga sebagai penyebabnya ialah obat yang paling sering menyebabkan alergi.3,13

2. Eritroderma yang disebabkan oleh perluasan penyakit kulit

Eritroderma et causa psoriasis, merupakan eritroderma yang paling banyak ditemukan dan dapat disebabkan oleh penyakit psoriasis maupun akibat pengobatan psoriasis yang terlalu kuat.3

Dermatitis seboroik pada bayi juga dapat menyebabkan eritroderma yang juga dikenal sebagai penyakit Leiner. Etiologinya belum diketahui pasti. Usia penderita berkisar 4-20 minggu.Ptyriasis rubra pilaris yang berlangsung selama beberapa minggu dapat pula menjadi eritroderma. Selain itu yang dapat menyebabkan eritroderma adalah pemfigus foliaseus, dermatitis atopik dan liken planus.2,3

3. Eritroderma akibat penyakit sistemik

Berbagai penyakit atau kelainan alat dalam termasuk infeksi fokal dapat memberi kelainan kulit berupa eritroderma. Jadi setiap kasus eritroderma yang tidak termasuk akibat alergi obat dan akibat perluasan penyakit kulit harus dicari penyebabnya, yang berarti perlu pemeriksaan menyeluruh (termasuk pemeriksaan laboratorium dan sinar X toraks), untuk melihat adanya infeksi penyakit pada alat dalam dan infeksi fokal. Ada kalanya terdapat leukositosis namun tidak ditemukan penyebabnya, jadi terdapat infeksi bakterial yang tersembunyi (occult infection) yang perlu diobati.3

(5)

Tabel 2.2.2 Berbagai Etiologi Eritroderma

2.3 Epidemiologi

Insiden eritroderma di Amerika Serikat bervariasi, antara 0,9 sampai 71,0 per 100.000 penderita rawat jalan dermatologi. Hasan dan Jansen (2006)

(6)

memperkirakan insiden eritroderma sebesar 1–2 per 100.000 penderita. Sehgal dan Srivasta (1986) pada sebuah penelitian prospektif di India melaporkan 35 per 100.000 penderita eritroderma dirawat jalan dermatologi. Pada beberapa laporan kasus, didapatkan insiden pada laki-laki lebih besar daripada perempuan, dengan proporsi 2:1 sampai 4:1, dengan usia 64 tahun, untuk laki-laki, dan usia 53 tahun untuk perempuan, sehingga usia rata-rata 40–60 tahun. 5,9,11

2.4 Patogenesis

Dalam mempelajari patogenis dari eritroderma membutuhkan pengetahuan biologi normal dari epidermis. Seperti pada jaringan lainnya, epidermis melakukan regenerasi secara rutin yang terjadi pada membrana basalis, dan sel-sel ini berubah menjadi struktur keratin yang utuh melalui proses selama 10-12 hari. Pada umumnya, sel-sel ini membutuhkan tambahan sekitar 12-14 hari lagi di stratum korneum sebelum sel ini dilepaskan.6

Berdasarkan penelitian, jumlah skuama yang hilang pada manusia normal antara 500-1000 mg/hari. Pengelupasan keratin paling banyak terjadi pada telapak tangan, kulit kepala, dan dahi (kurang lebih 2-3,5 gr/m2 per 24 jam) dan paling

sedikit pada dada, lengan bawah dan tungkai bawah (0,1 gr/m2 per 24 jam).

Karena tubuh mengkatabolisme 50-60 gr protein per hari, pengelupasan kulit yang fisiologis ini berperan penting dalam metabolisme protein secara keseluruhan.1,6

Pada eritroderma terjadi peningkatan epidermal turnover rate, kecepatan mitosis dan jumlah sel kulit germinatif meningkat lebih tinggi dibanding normal. Meskipun beberapa peneliti memperkirakan sekitar 100 gr epidermis hilang setiap harinya, tetapi pada beberapa literatur menyatakan bahwa hanya 20-30 gr yang hilang. Selain itu, proses pematangan dan pelepasan sel melalui epidermis menurun yang menyebabkan hilangnya sebagian besar material epidermis, yang secara klinis ditandai dengan skuama dan pengelupasan yang hebat. Pada skuama penderita eritroderma ditemukan peningkatan jumlah asam nukleat dan hasil metabolismenya, penurunan jumlah asam amino, dan peningkatan jumlah protein bebas.6 Kehilangan skuama dapat mencapai 9 gram/m2 permukaan kulit atau lebih

sehari sehingga menyebabkan kehilangan protein Hipoproteinemia dengan berkurangnya albumin dan peningkatan relatif globulin terutama gammaglobulin

(7)

merupakan kelainan yang khas. Edema sering terjadi, kemungkinan disebabkan oleh pergesaran cairan ke ruang ekstravaskuler.9,11,14

Reaksi tubuh terhadap suatu agen dalam tubuh (baik itu obat-obatan, perluasan penyakit kulit dan penyakit sistemik) adalah berupa pelebaran pembuluh darah kapiler (eritema) yang generalisata. Eritema berarti terjadi pelebaran pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke kulit meningkat sehingga kehilangan panas bertambah. Akibatnya pasien merasa dingin dan menggigil. Pada eritroderma kronis dapat terjadi gagal jantung. Juga dapat terjadi hipotermia akibat peningkatan perfusi kulit. Penguapan cairan yang makin meningkat dapat menyebabkan dehidrasi. Bila suhu badan meningkat, kehilangan panas juga meningkat. Pengaturan suhu terganggu. Kehilangan panas menyebabkan hipermetabolisme kompensatoar dan peningkatan laju metabolisme basal. Kehilangan cairan oleh transpirasi meningkat sebanding laju metabolisme basal.1,6

Patogenesis eritroderma memang masih menjadi perdebatan. Penelitian terbaru mengatakan bahwa hal ini merupakan proses sekunder dari interaksi kompleks antara molekul sitokin dan molekul adhesi seluler yaitu Interleukin (IL-1, IL-2, IL-8), molekul adhesi interselular 1 (ICAM-1), tumor nekrosis faktor, dan interferon-γ. Eritroderma akut dan kronis juga dapat menganggu mitosis rambut dan kuku berupa kerontokan rambut dan kuku berupa kerontokan rambut difus dan kehilangan kuku. Pada eritroderma yang telah berlangsung berbulan – bulan dapat terjadi perburukan keadaan umum yang progresif. 2

(8)

Gambar 2.4 Patofisiologi Eritroderma 2.5 Manifestasi Klinis

Gambaran klinis eritroderma beraneka ragam dan bervariasi tiap individu. Kelainan yang paling pertama muncul adalah eritema, yang disebabkan oleh pelebaran pembuluh darah, yang umumnya terjadi pada area genetalia, ekstremitas, atau kepala. Eritema ini akan meluas sehingga dalam beberapa hari atau minggu seluruh permukaan kulit akan terkena, yang akan menunjukan gambaran yang disebut “red man syndrome”.6

Skuama muncul setelah eritema, biasanya setelah 2-6 hari. Skuama adalah lapisan stratum korneum yang terlepas dari kulit. Skuama berkonsistensi mulai dari halus sampai kasar.6 Ukuran skuama bervariasi; pada proses akut akan

berukuran besar, sedangkan pada proses kronis akan berukuran kecil. Warna skuama juga bervariasi, dari putih hingga kekuningan. Deskuamasi yang difus dimulai dari daerah lipatan, kemudian menyeluruh. Dapat juga mengenai membran mukosa, terutama yang disebabkan oleh obat. Bila kulit kepala sudah terkena, dapat terjadi alopesia, perubahan kuku, dan kuku dapat lepas. Pada

(9)

eritroderma, skuama tidak selalu terdapat, misalnya eritroderma karena alergi obat sistemik, pada mulanya tidak disertai skuama, skuama kemudian timbul pada stadium penyembuhan timbul.6,10

Gambar 2.5.1. Eritema disertai Skuama

Sumber: www.your-doctor.net/dermatology_atlas

Kulit kepala dapat terlibat, yang akan meluas ke folikel rambut dan matriks kuku. Kurang lebih 25% dari pasien mengalami alopesia, dan pada banyak kasus, kuku akan mengalami kerapuhan sebelum lepas seluruhnya. Telapak tangan dan kaki biasanya ikut terlibat, namun jarang mengenai membran mukosa. Sering terjadi pula bercak hiper dan hipopigmentasi. Pada eritroderma kronis, eritema tidak begitu jelas karena bercampur dengan hiperpigmentasi.2,6

Epidermis berukuran tipis pada awal proses penyakit dan akan terlihat dan terasa tebal pada stadium lanjut. Kulit akan terasa kering dengan krusta berwarna kekuningan yang disebabkan serum yang mengering dan kemungkinan karena infeksi sekunder. Pada beberapa kasus, manifestasi klinis yang muncul pada eritroderma yang akut menyerupai nekrolisis epidermal toksik, walaupun secara patofisiologi sangat berbeda.6

Pada eritroderma karena penyakit kulit, penyakit sistemik dan obat-obatan, sering dijumpai kelainan-kelainan yang mendasarinya, yang membantu dalam menegakan diagnosis. Sering ditemukan plak psioriasis yang masih tersisa; papul atau lesi oral likenplanus; gambaran pulau yang khas dari pitiriasis rubra; dan lesi papular dari drug eruption.6 Gejala dari penyakit yang mendasari ini sering sulit

ditemukan dan harus diperiksa dengan cermat.3

Pasien mengeluh kedinginan. Pengendalian regulasi suhu tubuh menjadi hilang, sehingga sebagai kompensasi terhadap kehilangan panas tubuh, sekujur

(10)

tubuh pasien menggigil untuk dapat menimbulkan panas metabolik. Eritroderma akibat alergi obat secara sistemik diperlukan anamnesis yang teliti untuk mencari obat penyebabnya. Umumnya alergi timbul akut dalam waktu 10 hari. Pada mulanya kulit hanya eritem saja, setelah penyembuhan barulah timbul skuama.2,3

Pada eritroderma akibat alergi obat, dapat disertai edema pada wajah dan leher.12,13

Gambar 2.5.2 Eritroderna karena Alergi Obat (gambar kiri); Red Man Syndrom (gambar kanan)

Eritroderma akibat perluasan penyakit kulit seringkali pada psoriasis dan dermatitis seboroik bayi. Psoriasis dapat menjadi eritroderma karena dua hal yaitu: karena penyakitnya sendiri atau karena pengobatan yang terlalu kuat. Psoriasis yang menjadi eritroderma tanda khasnya akan menghilang. Pada eritroderma et causa psoriasis, merupakan eritroderma yang disebabkan oleh penyakit psoriasis atau pengobatan yaitu kortikosteroid sistemik, steroid topikal, komplikasi fototerapi, stress emosional yang berat, penyakit terdahulu misalnya infeksi.2,3,11

2.6 Penegakan Diagnosis

Diagnosis agak sulit ditegakkan, harus melihat dari tanda dan gejala yang sudah ada sebelumnya misalnya, warna hitam-kemerahan di psoriasis dan kuning-kemerahan di pilaris rubra pityriasis; perubahan kuku khas psoriasis; likenifikasi, erosi, dan ekskoriasi di dermatitis atopik dan eksema menyebar, relatif

(11)

hiperkeratosis tanpa skuama, dan pityriasis rubra; ditandai bercak kulit dalam eritroderma. Dengan beberapa biopsi biasanya dapat menegakkan diagnosis.2,6,9

Diagnosis eritroderma ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinis, dan pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan histopatologi dapat membantu menentukan penyakit yang mendasarinya. Diagnosis yang akurat dari penyakit ini merupakan suatu proses yang sistematis di mana dibutuhkan pengamatan yang

(12)

seksama, evaluasi serta pengetahuan tentang terminologi dermatologi, morfologi serta diagnosa banding.1,14

2.6.1 Anamnesis

Data dasar (jumlah penderita, distribusi umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, riwayat penggunaan obat-obatan) perlu ditanyakan dalam anamnesis. Penyebab timbulnya eritroderma, keluhan, dan lama keluhan, perlu digali sebagai riwayat penyakit pasien, yang nantinya bertujuan memberikan informasi dalam mendiagnosis pasien. Anamnesis perlu ditanyakan hal-hal yang menjurus pada penyebab awal dari penyakit ini, yaitu:

 Onset penyakit (mendadak / berangsur)

 Penyakit-penyakit sebelumnya (dicari kemungkinan psoriasis, dermatitis kronis, jamur, skabies, dll)

 Obat-obatan yang telah diminum, sebelum dan sesudah timbulnya penyakit  Pekerjaan, kebiasaan / hobi penderita

2.6.2 Pemeriksaan Fisik

Dalam pemeriksaan fisik perlu kita temukan apakah terdapat makula eritematus, skuama, gatal, alopesia, kulit ketat dan panas, menggigil, kelainan kuku, oedema tungkai, limfadenopati, hepatomegali, splenomegali, dan ginekomasti. Pemeriksaan klinis yang perlu diperhatikan adalah

 Keadaan umum penderita (terutama bila penderita tua, atau balita) perlu diperhatikan, apakah terdapat tanda-tanda dehidrasi, menggigil, dsb

 Tensi/nadi/temperatur dan pernapasan diperhatikan

 Luasnya eritema (% permukaan tubuh), bentuk skuama (tebal dan transparan/halus), adakah daerah yang eksematus atau basah, adakah cracking / erosi.

 Periksa keadaan rambut, kulit kepala, dan kuku. 2.6.3 Pemeriksaan Penunjang

Beberapa pemeriksaan yang dapat menunjang penegakan diagnosis eritroderma yakni, pemeriksaan darah, pemeriksaan urin, dan pemeriksaan

(13)

histopatologi anatomi. Dehidrasi dapat menyebabkan konsentrasi elektrolit serum menjadi abnormal. Eosinofil dapat ditemukan pada darah tepi. Eosinofilia tidak termasuk temuan laboratorium yang spesifik, meskipun adanya peningkatan jumlah eosinofil menunjukkan kemungkinan Hodgkin’s lymphoma ataupun Drug eruption. 11,12

Gambaran histopatologi biasanya 50–70% hanya menunjukkan proses keradangan non spesifik sub akut atau kronis dan hanya 10–20% memberikan gambaran yang sesuai dengan penyebab yang mendasari terjadinya eritroderma. Gambaran histopatologi tergantung dari keparahan dan lamanya proses penyakit terjadi. Secara umum, pada kasus awal pemeriksaan histopatologi ditemukan spongiosis, akantosis, rete redge yang memanjang, hiperkeratosis, infiltrasi sel radang non spesifik, kadang-kadang terdapat epidermis yang menipis. Temuan ini sering mengaburkan gambaran histologik dari penyakit yang mendasarinya.. Kultur bakteri dari kulit penderita sebagian besar tidak dilakukan, dan antibiotika diberikan berdasarkan penyebab infeksi sekunder tersering pada kulit. Beberapa literatur menyatakan bahwa pemeriksaan kultur pada kulit bertujuan untuk menyingkirkan infeksi sekunder yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus, dan kultur darah untuk menyingkirkan sepsis. Secara singkat, pemeriksaan laboratorium yang bisa dilakukan untuk menunjang diagnosis, adalah:

 Pemeriksaan rutin DL/UL/FL

 Pemeriksaan BJ Plasma jika ada kecurigaan defisit cairan tubuh  Pemeriksaan elektrolit bila ada kelainan dalam pernapasan  Pada orang tua, bila perlu dilakukan pemeriksaan EKG

 Pemeriksaan hapusan darah tepi untuk menyingkirkan kemungkinan adanya leukemia

 Pemeriksaan histopatologi diperlukan untuk mencari penyakit yang mendasari, meskipun tidak selalu bisa

 Pemeriksaan KOH / skabies bila ada petunjuk

Diagnosis ditegakkan bila ditemukan secara klinis keradangan kulit yang eritematous, disertai deskuamasi yang meliputi daerah yang luas, hingga mencapai 90% atau lebih dari luas permukaan tubuh. Sebaiknya diagnosis eritroderma dilanjutkan dengan keterangan penyakit kulit atau sistemik yang menjadi

(14)

penyebabnya, misalnya: eritroderma dengan dasar psoriasis, atau eritroderma dengan dasar dermatitis kontak alergi, dan lain sebainya.1,3,14

2.7 Diagnosis Banding

Ada beberapa diagnosis banding dari eritroderma: 1. Dermatitis Atopi

Dermatitis atopi adalah peradangan kulit kronis, yang terjadi di lapisan epidermis, dan dermis, sering dengan riwayat atopik pada keluarga asma bronkial, rinitis alergi, dan konjungtivitis. Atopik terjadi pada 15-25% populasi, berkembang dari satu menjadi banyak kelainan dan memproduksi sirkulasi antibodi IgE yang tinggi, lebih banyak karena alergi inhalasi. Dermatitis atopik adalah penyakit kulit yang mungkin terjadi pada usia berapapun, tetapi biasanya timbul sebelum usia 5 tahun. Biasanya, ada tiga tahap: balita, anak-anak, dan dewasa.7,9,10

Dermatitis atopi merupakan salah satu penyebab eritroderma pada orang dewasa dimana didapatkan gambaran klinisnya lesi pra existing, pruritus yang parah, likenifikasi, dan prurigo nodularis, sedangkan pada gambaran histologi didapatkan akantosis ringan, spongiosis variabel, dermal eosinofil, dan parakeratosis. 1,6,9

2. Psoriasis

Eritroderma psoriasis dapat disebabkan oleh karena pengobatan topikal yang terlalu kuat, atau oleh penyakitnya sendiri yang meluas. Ketika psoriasis berubah menjadi eritroderma, biasanya lesi yang khas untuk psoriasis tidak tampak lagi dan mengilang, karena plak-plak psoriasis menyatu, eritema, dan skuama tebal universal. Psoriasis mungkin menjadi eritroderma dalam proses yang berlangsung lambat, bahkan mungkin berlangsung sangat cepat. Hal tersebut dikarenakan faktor genetik yang juga ikut menentukan. Bila orang tua tidak mendapat psoriasis, maka risiko mendapat psoriasis 12%, sedangkan jika salah satu keluarganya menderita psoriasis, maka risiko psoriasis 34-39%. Psoriasis ditandai dengan adanya bercak-bercak, eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis, dan transparan, disertai fenomena tetesan lilin. 11,14

(15)

Dermatitis seboroik adalah peradangan kulit yang kronis, yang ditandai dengan plak eritema yang sering terdapat pada daerah tubuh yang banyak mengandung kelenjar sebasea seperti kulit kepala, alis, lipatan nasolabial, belakang telinga, cuping hidung, ketiak, dada, dan antara skapula. Dermatitis seboroik dapat terjadi pada semua umur, dan meningkat pada usia 40 tahun. Biasanya lebih berat terjadi pada laki-laki dari pada perempuan, serta lebih sering terjadi pada orang yang sering memakan lemak dan minum alkohol.14

Biasanya kulit penderita nampak berminyak, dengan kuman Pityrosporum ovale yang hidup komensal di kulit berkembang lebih subur. Pada kepala tampak eritema dan skuama halus sampai kasar (ketombe). Kulit tampak berminyak dan menghasilkan skuama yang berminyak pula. Penderita akan mengeluh rasa gatal yang hebat. Dermatitis seboroik dapat diakibatkan oleh proliferasi epidermis yang meningkat, seperti pada psoriasis. Hal ini dapat diterangkan mengapa terapi sitostatika dapat memperbaikinya. Pada orang yang telah mempunyai faktor predisposisi, timbulnya dermatitis seboroik dapat disebabkan oleh karena faktor kelelahan, stress emosional, infeksi, atau defisiensi imun.12,13

2.8 Tatalaksana

Pada beberapa penderita, eritroderma dapat ditoleransi dan berada pada kondisi yang kronik. Penderita eritroderma disarankan rawat inap agar dapat diperiksa lebih teliti untuk menegakkan diagnosis, terapi intensif dan pengawasan ketat terhadap kelainan yang terjadi, serta menegakkan diagnosis kerja, karena beberapa penyakit dapat menjadi penyebab sehingga sulit untuk menentukan penyebab yang pasti. Terapi eritroderma diberikan berdasarkan penyebab atau penyakit yang mendasarinya, dengan memperhatikan juga keadaan umum eperti keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh, memperbaiki hipoalbumin dan anemia, serta pengendalian infeksi sekunder. 1,2,4

Secara umum penatalaksanaan eritroderma adalah mempertahankan kelembaban kulit, menghindari menggaruk pada kulit dan menghindari faktor pencetus. Monitor ketat intake cairan, karena pasien dapat mengalami dehidrasi atau gagal jantung, serta monitor suhu tubuh untuk menghindari pasien jatuh dalam kondisi hipotermi. Hentikan pemberian obat yang tidak perlu. Pemberian

(16)

steroid sistemik sebaiknya dihindari sebisa mungkin, karena efek dari retensi cairan, timbulnya sekunder infeksi, diabetes, dan lain-lain, tetapi pada kasus berat dan menetap dapat dipertimbangkan untuk diberikan. Berdasarkan kepustakaan, inflamasi pada kulit harus segera diterapi misalnya dengan menggunakan cream pelembab/emolien ataupun steroid topikal dengan potensi rendah.3,7

Terdapat beberapa bukti yang menyatakan bahwa penggunaan steroid sistemik maupun steroid topikal poten pada psoriatic erythroderma dapat mencetuskan terbentuknya pustul, untuk itu dapat dipertimbangkan penggunaan metotreksat dosis rendah, acitretin, ataupun siklosporin. Pada penderita eritroderma dengan penyakit dasar psoriasis tidak diberikan terapi deksametason, dapat dipertimbangkan pemberian metotreksat. Antibiotika sistemik dapat diberikan jika terdapat tanda-tanda infeksi sekunder. Antihistamin dapat juga diberikan untuk mengurangi pruritus dan memberi efek sedasi, sehingga pasien dapat tidur nyenyak di malam hari dan mengurangi ekskoriasi akibat garukan. Proses penyakit menyebabkan peningkatan basal metabolisme rate tubuh dan katabolisme protein, sehingga kondisi malnutrisi dapat memperburuk keadaan klinis, terutama pada penderita dengan hipoalbumin dan usia tua.4,10

2.9 Komplikasi

Eritroderma merupakan penyakit yang serius dan dapat berakibat fatal bila tidak segera diterapi. Angka kematian pada penderita eritroderma berkisar 18– 64%. Sekitar 18–20% kematian disebabkan faktor yang tidak ada hubungan dengan eritroderma. Gangguan metabolik dapat menyebabkan hipotermia, dekompensasi kordis, kegagalan sirkulasi perifer, dan tromboflebitis. Gagal jantung, infeksi saluran nafas (pneumonia) dan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), serta sepsis merupakan penyebab kematian tersering.1,11,14

2.10 Prognosis

Eritroderma bukan merupakan kasus yang sering ditemukan, namun masalah yang ditimbulkannya cukup parah dan sering kali para dokter ahli penyakit kulit dan kelamin mengalami kesulitan dalam penatalaksanaannya.

(17)

Diagnosis yang ditegakkan lebih awal, cepat dan akurat serta penatalaksanaan yang tepat sangat memengaruhi prognosis penderita. Angka kematian tergantung pada penyebab eritroderma. Dalam sebuah penelitian dilaporkan bahwa dari 102 penderita eritroderma terdapat 43% kematian, 18% disebabkan langsung oleh eritroderma dan 74% tidak berhubungan dengan eritroderma.6,9

Penderita yang belum sembuh kemungkinan disebabkan ketidakseragaman dalam pemberian dosis dan lamanya terapi, kurang patuhnya penderita dalam pengobatan, penyakit yang mendasari, dan status imun penderita. Secara umum, prognosis baik pada pasien yang disebabkan oleh reaksi obat, setelah obat penyebab dihindari dan penderita diberikan edukasi. Penderita dengan eritroderma idiopatik prognosisnya buruk, sering kambuh atau kronis dengan gejala komplikasi pemakaian steroid jangka panjang. Pada penderita dengan keganasan tergantung pada proses yang terjadi dan komplikasinya.7,10

(18)

BAB III REFLEKSI KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. D

Usia : 55 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status : Menikah

Alamat : Bagorejo, Gumukmas

Pekerjaan : Petani

No RM : 093676

3.2 Anamnesis 3.2.1 Keluhan Utama

Kulit mengelupas di seluruh tubuh sejak 1 minggu yang lalu. 3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluhkan muncul bercak merah yang disertai rasa gatal dan kulit mengelupas di seluruh tubuh sejak 1 minggu yang lalu. Awalnya pasien mengeluh gatal dan kemerahan pada tubuh seperti biduran setelah bekerja disawah, kemudian pasien dibawa ke mantri dan diberi obat suntik (pasien tidak tahu nama obatnya) untuk menghilangkan rasa gatal.

Beberapa hari kemudian muncul bercak-bercak kemerahan diseluruh tubuh disertai rasa yang sangat gatal. Setelah beberapa hari timbul bercak dan bintil kemerahan yang hampir diseluruh tubuh tersebut menebal, lalu seperti kulit yang terkelupas.

3.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu

(19)

3.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang mempunyai penyakit yang sama 3.2.5 Riwayat Pengobatan

Obat suntik dari mantri 3.2.6 Riwayat alergi :

Alergi makanan dan alergi obat-obatan sebelumnya disangkal 3.2.7 Riwayat atopi :

Bersin pagi hari ataupun karena debu disangkal, Riwayat asma disangkal 3.3 Pemeriksaan Fisik

KeadaanUmum : Cukup

Kesadaran : Compos mentis

Vital Sign : TD : 120/70 mmHg Nadi : 112 x/menitt RR : 20 x/menit Suhu : 36,8 oC Kepala

- Bentuk : Bulat - lonjong, simetris - Rambut : Hitam, lurus

- Mata : Konjungtivaanemis : Skleraikterus : Eksoftalmus : Reflekscahaya : +/+

Ptosis :

-/-- Hidung : Sekret (-), bau (-), pernapasan cuping hidung (-) - Telinga : Sekret (-), bau (-), perdarahan (-)

(20)

Leher

- KGB : Tidak ada pembesaran - Tiroid : Tidak ada pembesaran - JVP : Tidak meningkat Thoraks:

Cor: I: Ictus cordis tidak tampak P: Ictus codis tidak teraba P: Batas jantung dbn

A: S1S2 tunggal, gallop , murmur

-Pulmo: I: Simetris, tidak ada retraksi P: Fremitus raba normal P: Sonor

A: Vesikuler: +/+, Ronkhi:, Wheezing :

-/-Abdomen: I: Flat

A: Bising usus (+) normal P: Timpani

P: Soepel, tidak ada nyeri tekan

Ekstremitas : Akral hangat pada seluruh ekstremitas dan tidak didapatkan edem pada seluruh ekstremitas

3.4 Status Dermatologi

Didapatkan ditemukan eritema generalisata disertai skuama multipel kasar dan berbatas tegas hampir di seluruh tubuh dan kepala disertai rasa gatal. Di daerah plantar dextra dan sinistra terdapat beberapa erosi. Rambut rontok (+), kuku dalam batas normal.

(21)
(22)

3.5 Resume

Pasien laki-laki usia 55 tahun datang dengan keluhan kulit mengelupas di seluruh tubuh sejak 1 minggu yang lalu. Pasien mengeluhkan awalnya muncul bercak merah yang disertai rasa gatal seperti biduran setelah pasien bekerja di

(23)

sawah. Beberapa hari kemudian, bercak dan bintil kemerahan yang hampir diseluruh tubuh tersebut menebal, lalu seperti kulit yang terkelupas.

Menurut pasien awal munculnya keluhan-keluhan tersebut diawali setelah pasien mendapat suntikan obat untuk menghilangkan gatal dari mantri. Sehingga akhirnya keluarga memutuskan untuk membawa pasien ke RSD dr. Soebandi Jember. RPD: pasien tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya. RPK (-), Riwayat alergi makanan dan alergi obat-obatan sebelumnya disangkal. Riwayat atopi (-).

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan status dermatologis, yakni: eritema generalisata disertai skuama multipel kasar dan berbatas tegas hampir di seluruh tubuh dan kepala disertai rasa gatal. Di daerah plantar dextra dan sinistra terdapat beberapa erosi. Rambut rontok (+), kuku dalam batas normal.

3.6 Diagnosis Banding Eritroderma Psoriasis Drug Eruption Dermatitis Atopi 3.7 Diagnosis

Eritroderma et causa alergi obat 3.8 Tatalaksana

Planning Diagnostik:

 Pemeriksaan laboratorium lengkap (DL, elektrolit, Faal Ginjal, Faal Hepar, GDA)

Planning Terapi  Inf PZ 7 tpm

 Inj. Metilprednisolon 2 x 125 mg  Inj Diphenhidramin 2 x 1cc

(24)

 Inerson oint + asam mefenamat 3% 2 x 1  Diet TKTP

Edukasi

 Tidak menggaruk daerah yang gatal  Menghindari sinar matahari

 Jaga kelembapan kulit  Istirahat yang cukup

 Makan makanan yang bergizi

 Mandi diperbolehkan asal tidak demam 3.9 Prognosis

(25)

BAB IV PENUTUP

Eritroderma adalah kelainan kulit yang ditandai dengan eritema di seluruh/ hampir seluruh tubuh, dan biasanya disertai skuama. Kelainan ini lebih banyak didapatkan pada pria, terutama pada usia rata-rata 40-60 tahun. Penyebab tersering eritroderma adalah akibat perluasan penyakit kulit sebelumnya, reaksi obat, alergi obat, dan akibat penyakit sistemik termasuk keganasan.1,11

Gambaran klinis eritroderma berupa eritema dan skuama yang bersifat generalisata. Penatalaksanaan eritroderma, yakni dengan pemberian emolien, serta pemberian cairan dan perawatan di ruangan yang hangat. Prognosis eritroderma yang disebabkan obat-obatan relatif lebih baik, sedangkan eritroderma yang disebabkan oleh penyakit idiopatik, dermatitis dapat berlangsung berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun dan cenderung untuk kambuh.3,7,10

(26)

DAFTAR PUSTAKA

1) Grant-Kels JM, Bernstein ML, Rothe MJ. 2008. Exfoliative dermatitis. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 7th ed. New York : McGraw-Hill Book Co. pp.

2) Djuanda A. 2005. Dermatosis eritroskuamosa. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 4th ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. pp.189-190,197-200.

3) Hasan T and Jansen CT. 2006. Erythroderma: a follow-up of fifty cases. Journal of the American Academy of Dermatology. 8 : 836–840.

4) Schgal VN and Srivastava G. 2005. Exfoliative dermatitis: A prospective study of 80 patients. Dermatologica. 173: 278–284.

5) Wasitaatmadja SM. 2005. Anatomi kulit. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 4th ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. pp.

6) Nanda Earlia, Firdausi Nurharini, Andri Catur Jatmiko, dan Evy Ervianti. 2009. Penderita Eritroderma Di Instalasi Rawat Inap Kesehatan Kulit Dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya Tahun 2005–2007. Departemen/Staf Medik Fungsional Ilmu Kesehatan Kulit Dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo. Surabaya: Berkala Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin: Vol. 21 No. 2 Agustus.

7) Wolf, Klaus et al. 2008. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine-Seventh Edition. New York: Medicine.

8) Lusiani ST. 2014. A 47 Years Old Woman With Eritroderma Ec. Drug Allergy. Faculty Of Medicine, Lampung University. J Medula Unila: Volume 3 Nomor 2.

9) Shimizu H. Shimizu’s textbook of dermatology. 1st ed. Hokkaido: Nakayama

Shoten Publishers; 2007.p; 122-25, 98-101.

10) Siregar RS. Dermatosis eritroskuamosa. Saripati penyakit kulit. 2nd ed.

Jakarta: EGC. 2005.p; 94-106,236-238.

11) Utama HW, Kurniawan D. Erupsi alergi obat. Tesis. Palembang: Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.2007.p; 11.

12) Schön MP, Boehncke WH. Psoriasis. N Engl J Med 2005;352:1899-912. 13) Akhyani M et al. Erythroderma: a clinical study of 97 cases. BMC

(27)

14) Bruno TF, Grewal P. Erythroderma: a dermatologic emergency. CJEM 2009;11(3):244-246

Gambar

Tabel 2.2.2 Berbagai Etiologi Eritroderma
Gambar 2.4 Patofisiologi Eritroderma 2.5 Manifestasi Klinis
Gambar 2.5.1. Eritema disertai Skuama
Gambar 2.5.2 Eritroderna karena Alergi Obat (gambar kiri); Red Man Syndrom (gambar kanan)

Referensi

Dokumen terkait

Sindrom Steven Johnson adalah sindrom kelainan kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura yang mengenai kulit, selaput lendir yang orifisium dan

Sindrom Steven Johnson adalah sindrom kelainan kulit berupa eritema, vesikel/bula, dapat disertai purpura yang mengenai kulit, selaput lendir yang orifisium dan mata dengan keadaan

Syndrom Steven Johnson adalah syndrom kelainan kulit berupa eritema, vesikel / bula, dapat disertai purpura yang dapat mengenai kulit, selaput lendir yang oritisium dan dengan

• Insufisiensi mitral merupakan kelainan katup yang tersering ditemukan akibat demam rematik akut yang disertai karditis (valvulitis mitral). • Proses penyembuhan valvulitis

Sindrom Steven Johnson adalah syndrom kelainan kulit berupa eritema, vesikel / bula, dapat disertai purpura yang dapat mengenai kulit, selaput lendir yang

Sindrom Steven-Johnson (SSJ) merupakan suatu kumpulan gejala klinis erupsi mukokutaneus yang ditandai oleh trias kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel/

fisik  Diawali dengan penyakit peradangan akut yang disertai dengan gejala prodromal berupa demam, malaise, batuk, sakit kepala.  Kelainan kulit: macula eritema, vesikel, dan

Tuberkulosis kutis sejati maksudnya adalah kuman penyebab terdapat pada kelainan kulit disertai gambaran histopatologik yang khas, sedangkan tuberkulid merupakan reaksi kelainan