• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dr. Pudji Astuti, S.H., M.H. Gelar Ali Ahmad, S.H., M.H.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Dr. Pudji Astuti, S.H., M.H. Gelar Ali Ahmad, S.H., M.H."

Copied!
193
0
0

Teks penuh

(1)

i

Dr. Pudji Astuti, S.H., M.H. Gelar Ali Ahmad, S.H., M.H.

Penerbit

(2)

ii

Dr. Pudji Astuti, S.H., M.H. Gelar Ali Ahmad, S.H., M.H.

VIKTIMOLOGI

Diterbitkan Oleh

UNESA UNIVERSITY PRESS

Anggota IKAPI No. 060/JTI/97

Anggota APPTI No. 133/KTA/APPTI/X/2015 Kampus Unesa Ketintang

Gedung C-15 Surabaya

Telp. 031 – 8288598; 8280009 ext. 109 Fax. 031 – 8288598

Email : unipress@unesa.ac.id unipressunesa@gmail.com

xi,181 hal., Illus, 15,5 x 23

ISBN : 978-602-449-478-0

copyright © 2020 Unesa University Press

KATA PENGANTAR

All right reserved

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apapun baik cetak, fotoprint, microfilm, dan sebagainya, tanpa izin tertulis dari penerbit

(3)

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulilah puja dan puji syukur dipajatkan pada Alloh SWT. Atas rahmat, berkat dan petunjuk Nya, maka Buku Ajar Viktimologi ini dapat terselesaikan tepat waktu. Buku Ajar ini diperuntukkan bagi mahasiswa Prodi Ilmu Hukum Jurusan Hukum Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Negeri Surabaya, sebagai bahan ajar dalam mengikuti perkuliahan mata kuliah Viktimologi. Buku Ajar ini dapat dipelajari oleh mahasiswa secara mandiri sebagai persiapan dalam mengikuti perkuliahan dan pada saat kuliah, serta mereviewnya setelah perkuliahan, sehingga dapat meningkatkan pemahaman mahasiswa yang pada akhirnya dapat meningkatkan nilai akhir mahasiswa.

Buku Ajar Viktimologi ini berisi tentang Pengertian Viktimologi, Sejarah Viktimologi, Hubungan Viktimologi dengan Kriminologi dan Hukum Pidana, Pengertian Korban, Peranan Korban dalam Sistem Peradilan Pidana, Hak dan Kewajiban Korban, Perlindungan Saksi dan Korban, kemudian diakhir dengan Pemberian Ganti Rugi bagi Korban yang berupa Restitusi atau Kompensasi dan Rehabilitasi. Penjelasan mengenai materi diawali dengan materi yang menjelaskan mengenai Pengertian dan pentingnya mempelajari Viktimologi. Kemudian dilanjutkan dengan penjelasan pokok-pokok tentang Viktimologi itu sendiri sebagai bagian yang terpenting.

Tersusunnya Buku Ajar Viktimologi ini diharapkan dapat membantu mahasiswa memperoleh kemudahan dalam mempelajari mata kuliah Viktimologi terutama tentang Peranan Korban dalam Sistem Peradilan Pidana, dan dapat meningkatkan kualitas perkuliahan. Materi

(4)

iv

yang berkaitan dengan Viktimologi tentunya berkembang sesuai dengan perkembangan sosial, oleh karena itu diharapkan adanya masukan dan saran dari berbagai pihak demi mencapai kualitas Buku Ajar Viktimologi ini menjadi lebih baik.

Dalam kesempatan ini pula Penulis mengucapkan banyak teimakasih kepada Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Negeri Surabaya serta Ketua Jurusan Hukum Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Negeri Surabaya yang sudah berkenan membantu Penulis untuk mewujudkan Buku Ajar Viktimologi ini. Kepada pihak-pihak lain yang tidak sempat disebutkan dalam tulisan ini, dan yang turut membantu tersusunnya Buku Ajar Viktimologi ini, Penulis ucapkan terima kasih.

Akhirnya Penulis berharap semoga Buku Ajar Viktimologi ini dapat bermanfaat bagi pembacanya terutama bagi Mahasiswa Jurusan Hukum Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Negeri Surabaya.

Surabaya, Desember 2019 Tim Penyusun

(5)

v

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI... v

TINJAUAN MATA KULIAH ... x

BAB I PENGERTIAN VIKTIMOLOGI ... 1

A. Pendahuluan ... 1

B. Pengertian Viktimologi ... 2

C. Ruang Lingkup Viktimologi ... 6

D. Tujuan Mempelajari Viktimologi ... 10

E. Hubungan Viktimologi Dengan Hukum Pidana... 12

F. Perbedaan Viktimologi Dengan Kriminologi ... 17

G. LATIHAN ... 21

H. Rangkuman... 22

I. Tes Formatif ... 24

BAB II SEJARAH VIKTIMOLOGI ... 27

A. Pendahuluan ... 27

B. SejarahViktimologi ... 29

C. HAM Dan Perlindungan Korban ... 33

D. Latihan ... 37

E. Rangkuman ... 38

(6)

vi

BAB III HUBUNGAN VIKTIMOLOGI DENGAN KRIMINOLOGI

DAN HUKUM PIDANA ... 44

A. Pendahuluan ... 44

B. Pengertian Kriminologi... 45

C. Perbedaan Viktimologi Dengan Kriminologi ... 50

D. Hubungan Viktimologi Dengan Kriminologi ... 51

E. Hubungan Viktimologi Dengan Hukum Pidana ... 54

F. Latihan ... 57 G. Rangkuman... 57 H.TesFormatif ... 62 BAB IV KORBAN... 63 A. Pendahuluan ... 63 B. Pengertian Korban ... 64

C. Peranan Korban Kejahatan (Victim) Dalam Terjadinya Tindak Pidana Ditinjau Dari Segi Viktimologi ... 66

D. Macam-macam Korban ... 70

E. Hak-hak Korban Dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia ... 77

F. Viktimisasi... 79

G. Latihan ... 80

H. Rangkuman ... 81

I. Tes Formatif ... 85

BAB V PERANAN KORBAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ... 88

A. Pendahuluan ... 88

B. Kedudukan Korban Menurut Hukum Pidana Nasional ... 89

(7)

vii

D. Kedudukan Korban Menurut KUHAP ... 95

E. Kedudukan Korban Menurut Undang-undang Pemasyarakatan .. 104

F. Pengaturan Kepentingan Korban Dalam Hukum Positif ... 106

G. Latihan ... 131

H. Rangkuman ... 132

I. Tes Formatif ... 135

BAB VI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ... 137

A. Pendahuluan ... 137

B. Perlindungan Korban Sebagai Saksi ... 138

C. Pembentukan LPSK ... 142

D. Pemenuhan Hak Korban ... 145

E. Latihan ... 147

F. Rangkuman ... 148

G. Tes Formatif ... 153

BAB VII GANTI RUGI BAGI KORBAN ... 155

A. Pendahuluan ... 155

B. Perumusan Restitusi Dan Kompensasi ... 156

C. Restitusi Dan Kompensasi Dalam Perspektif Viktimologi ... 159

D. Restitusi Dan Kompensasi Dalam Hukum Pidana ... 163

E. Latihan ... 166

F. Rangkuman ... 167

G. Tes Formatif ... 171

DAFTAR PUSTAKA... ..174

GLOSSARY ... 179

(8)
(9)

ix

TINJAUAN MATA KULIAH

Mata kuliah Viktimologi ini, disampaikan dengan tujuan agar mahasiswa dapat memahami, mengkaji, dan menganalisis peranan korban dalam Sistem Peradilan Pidana dalam teori dan praktek. Korban yang sering kali diabaikan dalam proses penyelesaian perkara pidana dapat dianalisis dan dicarikan jalan keluarnya. Analisis yang dilakukan dapat ditekankan pada kesesuaian dan perkembangan teori maupun perundang-undangan dengan fakta-fakta yang terjadi saat ini. Harapannya agar mahasiswa dapat memahami, mencegah dan mengatasi tantangan dan keadaan yang dinamis di masa mendatang berkaitan dengan Korban Tindak Pidana yang hak-haknya kurang diperhatikan selama ini.

Setelah selesai mempelajari materi ini diharapkan mahasiswa dapat menjelaskan dan menganalisis tentang hal-hal yang berkaitan dengan korban, sebagai berikut :

1. Perbedaan antara Viktimologi dengan korban 2. Latar belakang dipelajarinya tentang korban 3. Pengertian Viktimologi

4. Sejarah berkembangnya viktimologi

5. Peranan korban dalam sistem peradilan pidana 6. Hak-hak korban

7. Perlindungan terhadap korban 8. Kewajiban korban

9. Lembaga-lembaga yang menangani korban 10. Restitusi, kompensasi dan rehabilitasi

(10)

x

Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, maka materi disajikan dalam 7 ( tujuh ) Bab yang disusun sebagai berikut :

Bab I Pengertian Viktimologi Bab II Sejarah Viktimologi

Bab III Hubungan Viktimologi Dengan Kriminologi Dan Hukum Pidana Bab IV Pengertian Korban

Bab V Peranan Korban dalam Sistem Peradilan Pidana Bab VI Perlindungan Saksi Dan Korban

Bab VII Ganti Rugi Bagi Korban

Apabila Buku Ajar Viktimologi ini dipelajari dengan sungguh-sungguh, dan cermat oleh mahasiswa sesuai dengan petunjuk yang ada serta mengerjakan semua latihan, tugas dan tes yang tersedia, maka mahasiswa akan berhasil dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam Buku Ajar ini.

Upaya untuk dapat memudahkan mahasiswa mempelajari Bab-bab yang tersaji, disarankan agar mahasiswa melakukan tahapan-tahapan sebagai berikut :

1. Pelajari setiap Bab secara berurutan dan bertahap serta berulang-ulang sampai pada tingkat penguasaan paling sedikit 80 % baru memulai mempelajari Bab berikutnya.

2. Untuk mengevaluasi tingkat pemahaman pada setiap Bab, maka kerjakanlah setiap latihan dengan cermat, teliti, tertib dan sungguh-sungguh.

3. Jika ada bagian-bagian yang dianggap sulit untuk dipahami, maka diskusikanlah dengan sesama mahasiswa.

(11)

xi 4. Jika setelah didiskusikan dengan sesama mahasiswa belum juga

mendapatkan penjelasan yang memuaskan, maka tanyakanlah penyelesaian problem-problem yang dianggap sulit itu pada mereka yang mudah ditemui mahasiswa dan yang lebih paham akan materi yang berkaitan dengan Viktimologi.

(12)
(13)

1

BAB I

PENGERTIAN VIKTIMOLOGI

A. Pendahuluan

Bagian pertama dalam BAB I ini akan membahas mengenai apa yang dimaksud dengan Viktimologi, Ruang Lingkup Viktimologi, Tujuan Mempelajari Viktimologi, Hubungan Viktimologi dengan Hukum Pidana, dan Perbedaan Viktimologi dengan Kriminologi.

Tujuannya untuk memudahkan memahami materi viktimologi maka perlu adanya pengetahuan terlebih dahulu berkaitan dengan pengertian viktimologi itu sendiri. Setelah itu perlu pula mengetahui ruang lingkup serta hubungan viktimologi dengan ilmu-ilmu lain yang saling berkaitan dengan viktimologi.

Viktimologi merupakan ilmu yang mempelajari berbagai hal yang berkaitan dengan tindak pidana (kejahatan) dan korban, seperti sebab-sebab timbulnya korban, akibat-akibat yang ditimbulkan dengan adanya korban, dan berbagai hal tentang korban yang menjadi permasalahan manusia sebagai kenyataan sosial. Sedangkan fokus viktimologi ini terletak pada korban itu sendiri, yaitu bagaimana seseorang dapat menjadi korban.

Tujuan utama mempelajari viktimologi agar kita mampu menganalisis berbagai aspek yang berkaitan dengan masalah korban agar dapat mengurangi penderitaan manusia yang berkedudukan sebagai korban dan adanya keseimbangan perlakuan aparat penegak hukum terhadap korban dan pelaku tindak pidana.

(14)

2

Pada awalnya Viktimologi ini merupakan bagian dari kriminologi yang mempelajari seluk beluk kejahatan termasuk di dalamnya korban kejahatan atau tindak pidana. Namun dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan korban, maka viktimologi memisahkan diri dengan kriminologi dan menjadi ilmu yang berdiri sendiri. Jika Viktimologi merupakan ilmu yang memfokuskan pada korban, maka kriminologi lebih memfokuskan pada berbagai hal yang berkaitan dengan kejahatan atau tindak pidana itu sendiri.

Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan dapat : 1. Menjelaskan pengertian viktimologi

2. Menjelaskan ruang lingkup kajian viktimologi 3. Menjelaskan tujuan mempelajari viktimologi

4. Menjelaskan perbedaan antara viktimologi dengan kriminologi 5. Menjelaskan hubungan viktimologi dengan Hukum Pidana

B. Pengertian Viktimologi

Upaya untuk mengatasi maraknya tindak pidana dan penanggulangan tindak pidana tidak hanya terfokus pada timbulnya tindak pidana atau metode yang digunakan dalam penyelesaian para pelaku tindak pidana saja. Namun lebih dari itu, hal lain yang tidak kalah pentingnya untuk dipahami adalah masalah korban adanya kejahatan atau tindak pidana itu sendiri, yang kemungkinan dalam keadaan tertentu dapat menjadi pemicu munculnya tindak pidana berikutnya. Saat berbicara tentang korban tindak pidana, maka kita tidak bisa terlepas dari Viktimologi.

(15)

3 Viktimologi dilihat dari etimologi, berasal dari bahasa latin victim yang berarti korban dan logos yang berarti ilmu. Secara terminologis, viktimologi berarti suatu studi yang mempelajari tentang korban, penyebab timbulnya korban, dan akibat-akibat yang harus dihadapi korban yang merupakan masalah manusia sebagai suatu kenyataan sosial. Akibat adanya korban merupakan sikap atau tindakan terhadap korban yang dilakukan oleh pihak pelaku serta mereka yang secara langsung atau tidak langsung terlibat dalam terjadinya suatu kejahatan atau adanya tindak pidana.

Viktimologi mempunyai artian sempit dan artian yang luas. Dalam artian sempit, yang dimaksud viktimologi adalah ilmu yang mempelajari korban, dan yang dimaksud korban disini adalah korban akibat adanya tindak pidana. Sedangkan dalam artian luas, viktimologi adalah ilmu yang mempelajari tentang korban yang meliputi korban dari berbagai bidang antara lain korban pencemaran lingkungan, korban perang, korban kesewenang-wenanganan. Termasuk penyalahgunaan kekuasaan ekonomi yang bersifat ilegal dan penyalahgunaan kekuasaan publik yg bersifat ilegal.

Korban dalam ruang lingkup Viktimologi mempunyai arti yang luas sebab tidak hanya terbatas pada individu yang nyata-nyata menderita kerugian, tapi juga dapat terjadi pada kelompok orang, korporasi, swasta maupun pemerintah. Dalam Bahasa Inggris ilmu yang mempelajari korban disebut dengan Victimology.

Viktimologi merupakan suatu ilmu pengetahuan atau studi yang mempelajari suatu viktimalisasi (criminal) sebagai suatu permasalahan manusia yang merupakan suatu kenyataan sosial.

(16)

4

Pengertian viktimologi mengalami tiga fase perkembangan. Pada awalnya, viktimologi hanya mempelajari korban kejahatan saja. Pada fase ini dikatakan sebagai penal or special victimology. Pada fase kedua, viktimologi tidak hanya mengkaji masalah korban kejahatan saja tetapi meliputi korban kecelakaan. Pada fase ini disebut sebagai general victimology. Fase ketiga, viktimologi sudah berkembang lebih luas lagi yaitu mengkaji permasalahan korban penyalahgunaan kekuasaan dan hak-hak asasi manusia, pada fase ini dikatakan sebagai new victimology. Bahkan pada akhir-akhir ini pengertian viktimologi mengalami perkembangan hingga pada korban akibat pengrusakan alam yang biasa disebut dengan “Green Victim” seperti korban akibat penggundulan hutan, kebakaran hutan pengrusakan hutan dan lain sebagainya.

Menurut J.E.Sahetapy1, pengertian Viktimologi adalah ilmu atau disiplin yang membahas permasalahan korban dalam segala aspek, sedangkan menurut Arief Gosita2 Viktimologi adalah suatu bidang ilmu pengetahuan yang mengkaji semua aspek yang berkaitan dengan korban dalam berbagai bidang kehidupan dan penghidupannya.

Viktimologi memberikan pengertian yang lebih baik tentang korban tindak pidana sebagai hasil perbuatan manusia yang menimbulkan penderitaan mental, fisik, dan sosial. Tujuannya adalah untuk memberikan penjelasan mengenai peran yang sesungguhnya para korban dan hubungan pelaku tindak pidana dengan para korban serta memberikan keyakinan dan kesadaran bahwa setiap orang mempunyai

1 JE. Sahetapy. 1995. Bunga Rampai Viktimisasi. Bandung. Eresco. Hlm. 4

2 Arif Gosita. 1985. Masalah Korban Kejahatan. Jakarta. Akademika Pressindo. Hlm. 14

(17)

5 hak mengetahui bahaya yang dihadapi berkaitan dengan lingkungannya, pekerjaannya, profesinya dan lain-lainnya.

Pada saat berbicara tentang korban tindak pidana, cara pandang kita tidak dapat dilepaskan dari viktimologi. Melalui viktimologi dapat diketahui berbagai aspek yang berkaitan dengan korban, seperti : faktor penyebab munculnya tindak pidana, bagaimana seseorang dapat menjadi korban, upaya mengurangi terjadinya korban tindak pidana, hak dan kewajiban korban dalam menyelesaikan tindak pidana yang menimpanya.

Menurut kamus Crime Dictionary yang dikutip Bambang Waluyo3 : Victim adalah orang yang telah mendapatkan penderitaan fisik atau penderitaan mental, kerugian harta benda atau mengakibatkan kehilangan nyawanya (mati) atas perbuatan atau usaha pelanggaran yang telah dilakukan oleh pelaku tindak pidana dan lainnya. Dalam kamus ilmu pengetahuan sosial disebutkan bahwa viktimologi adalah studi yang mempelajari tentang tingkah laku viktim sebagai salah satu penentu terjadinya tindak pidana4. Selaras dengan pendapat di atas adalah Arief Gosita5 yang berpendapat mengenai pengertian viktimologi itu sangat luas, dan beliau menyatakan bahwa yang dimaksud dengan korban adalah : mereka yang menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat tindakan orang lain yang mencari pemenuhan diri sendiri atau orang lain dalam konteks kerakusan individu dalam memperoleh apa yang

3 Bambang Walujo. 2012. Viktimologi : Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan. Yogyakarta. Graha Ilmu. Hlm. 13.

4 Hugo Reading. 1986. Kamus Ilmu-ilmu sosial. Jakarta. Rajawali. hlm.457

5 Arif Gosita. 1985. Masalah Korban Kejahatan. Jakarta. Akademika Pressindo. Hlm 19

(18)

6

diinginkan secara tidak baik dan sangat melanggar ataupun bertentangan dengan kepentingan dan hak asasi yang menderita (korban). Sebab dalam kenyataan sosial yang dapat disebut sebagai korban tidak hanya korban tindak pidana (kejahatan) saja tetapi dapat juga korban bencana alam, korban kebijakan pemerintah dan lain-lainnya.

Korban juga didefinisikan oleh Van Boven6 yang merujuk kepada Deklarasi Prinsip-prinsip Dasar Keadilan bagi Korban Kejahatan dan Penyalahgunaan Kekuasaan sebagai berikut : Orang yang secara individual maupun kelompok telah menderita kerugian, termasuk cedera fisik maupun mental, penderitaan emosional, kerugian ekonomi atau perampasan yang nyata terhadap hak-hak dasarnya, baik karena tindakannya (by act) maupun karena kelalaian (by omission).

C. Ruang Lingkup Viktimologi

Viktimologi sebagai bidang ilmu yang mempelajari tentang korban, akhir-akhir ini telah banyak menarik minat para sarjana, terlebih lagi telah diajarkan di beberapa fakultas hukum di seluruh Indonesia. Saat ini kajian mengenai viktimisasi kriminal telah berkembang ke tahapan di mana viktimologi dipandang sebagai komponen utama terhadap kajian mengenai tindak pidana dan kriminologi. Untuk membahas ruang lingkup viktimologi menurut Paul Separovic bergantung pada batasan konsep tentang korban, dimana terjadinya korban bukan hanya karena

(19)

7 adanya tindak pidana saja. Atau dengan kata lain terjadinya korban juga dapat disebabkan oleh faktor yang non-crime.7

Viktimologi meneliti topik-topik tentang korban, seperti peranan korban pada terjadinya tindak pidana, hubungan antara pelaku dengan korban, rentannya posisi korban dan peranan korban dalam sistem peradilan pidana. Menurut Andrew Karmen yang menulis teks viktimologi dengan judul “Crime Victims An Introduction To Victimology” tahun 1990 secara luas mendefinisikan viktimologi sebagai studi ilmiah mengenai viktimisasi yang meliputi :

1. Hubungan antara korban dan pelaku

2. Interaksi antara korban dan sistem peradilan pidana, yaitu polisi dan pengadilan, serta pejabat lembaga pemasyarakatan

3. Hubungan antara korban dan kelompok sosial dan lembaga-lembaga lainnya seperti media, bisnis, dan gerakan sosial.8

Menurut J. E. Sahetapy ruang lingkup viktimologi meliputi bagaimana seseorang (dapat) menjadi korban yang ditentukan oleh suatu victimity yang tidak selalu berhubungan dengan masalah tindak pidana, termasuk pula korban kecelakaan, dan bencana alam selain dari korban tindak pidana dan penyalahgunaan kekuasaan.

Objek studi atau ruang lingkup viktimologi menurut Arief Gosita sebagai berikut :

7 Paul Separovic. 1985. Victimologi Study Of Victim. Zagreb : Samobor- Novaki bb. Pravni Fakulteit. Hlm. 6

(20)

8

a. Berbagai macam viktimisasi kriminal atau kriminalistik b. Teori-teori etiologi viktimisasi kriminal

c. Para peserta yang terlibat dalam terjadinya atau eksistensi suatu viktimisasi kriminal atau kriminalistik, seperti para korban, pelaku, pengamat, pembuat undang-undang, polisi, jaksa, hakim, pengacara dan sebagainya

d. Reaksi terhadap suatu viktimisasi kriminal

e. Respons terhadap viktimisasi kriminal argumentasi kegiatan-kegiatan penyelesaian suatu viktimisasi atau viktimologi, usaha-usaha prevensi, represif, tindak lanjut (ganti kerugian), dan pembuatan peraturan hukum yang berkaitan

f. Faktor-faktor viktimogen/ kriminogen.

Ruang lingkup atau objek studi viktimologi dan kriminologi dapat dikatakan sama, yang berbeda adalah titik tolak pangkal pengamatannya dalam memahami suatu viktimisasi kriminal, yaitu viktimologi dari sudut pihak korban sedangkan kriminologi dari sudut pihak pelaku. Masing- masing merupakan komponen-komponen suatu interaksi (mutlak) yang hasil interaksinya adalah suatu viktimisasi kriminal atau kriminalitas.

Suatu viktimisasi antara lain dapat dirumuskan sebagai suatu penimbunan penderitaan (mental, fisik, sosial, ekonomi, moral) pada pihak tertentu dan dari kepentingan tertentu. Menurut J.E. Sahetapy, viktimisasi adalah penderitaan, baik secara fisik maupun psikis atau mental berkaitan dengan perbuatan pihak lain. Lebih lanjut J.E. Sahetapy berpendapat mengenai paradigma viktimisasi yang meliputi :

(21)

9 a. Viktimisasi politik, dapat dimasukkan aspek penyalahgunaan

kekuasaan, perkosaan hak-hak asasi manusia, campur tangan angkatan bersenjata diluar fungsinya, terorisme, intervensi, dan peperangan lokal atau dalam skala internasional

b. Viktimisasi ekonomi, terutama yang terjadi karena ada kolusi antara pemerintah dan konglomerat, produksi barang-barang tidak bermutu atau yang merusak kesehatan, termasuk aspek lingkungan hidup

c. Viktimisasi keluarga, seperti perkosaan, penyiksaan, terhadap anak dan istri dan menelantarkan manusia lanjut atau orang tuanya sendiri

d. Viktimisasi medical, dalam hal ini dapat disebut penyalahgunaan obat bius, alkoholisme, malpraktek di bidang kedokteran dan lain-lain

e. Viktimisasi yuridis, dimensi ini cukup luas, baik yang menyangkut aspek peradilan dan lembaga pemasyarakatan maupun yang menyangkut dimensi diskriminasi perundang-undangan, termasuk menerapkan kekuasaan dan stigmatisasi kendatipun sudah diselesaikan aspek peradilannya.

Viktimologi dengan berbagai macam pandangannya memperluas teori-teori etiologi kriminal yang diperlukan untuk memahami eksistensi kriminalitas sebagai suatu viktimisasi yang struktural maupun nonstruktural secara lebih baik. Selain pandangan-pandangan dalam viktimologi mendorong orang memperhatikan dan melayani setiap pihak yang dapat menjadi korban mental, fisik, dan sosial.

(22)

10

D. Tujuan Mempelajari Viktimologi

Sebagaimana diketahui bahwa viktimologi juga merupakan sarana penanggulangan tindak pidana atau yang dapat mengantisipasi perkembangan kriminalitas dalam masyarakat. Sehingga viktimologi sebagai sarana penanggulangan tindak pidana juga masuk kedalam salah satu proses kebijakan publik. Antisipasi tindak pidana yang dimaksud meliputi perkembangan atau frekuensi tindak pidana, kualitas tindak pidana, intensitas tindak pidana, dan kemungkinan munculnya bentuk-bentuk tindak pidana baru. Konsekuensi logis dari meningkatnya tindak pidana atau kriminalitas adalah semakin bertambahnya jumlah korban sehingga penuangan kebijakan yang berpihak pada kepentingan korban dan tanpa mengesampingkan pelaku mutlak untuk dilakukan. Oleh karena itu studi tentang viktimologi perlu untuk dikembangkan. Adanya ungkapan bahwa seseorang lebih mudah membentengi diri untuk tidak melakukan perbuatan yang melanggar hukum daripada menghindari diri dari menjadi korban kejahatan.9

Menurut Sahetapy10 ada beberapa cara sebagai usaha untuk menganalisis permasalahan korban, khususnya bila dikaitkan dengan modernisasi. Untuk itu perlu mengadakan secara mikro atau makro, dengan melihatnya dari cara dan falsafah hidup para korban, status dan strata sosialnya, persepsi dan lingkungan terjadinya korban. Di samping itu, korban bisa berjatuhan karena apa yang disebut dengan institusional victimization.

9 Sejarah Keberadaan Viktimologi.

http://lawofpardomuan.blogspot.co.id/2011/12/viktimologi.html. 10 Op. Cit. Sahetapy, dkk. 1987. Hlm. 27

(23)

11 Viktimologi mempelajari hakikat siapa korban, yang menimbulkan korban, arti viktimisasi dan proses viktimisasi dan konsep-konsep usaha represif dan preventif. Disamping itu viktimologi juga memberikan pemahaman tentang kedudukan dan peran korban dan hubungannya dengan pelaku, serta hak dan kewajibannya untuk mengetahui, mengenali bahaya yang dihadapinya dalam menjalankan pekerjaan mereka.

Viktimologi juga memperhatikan permasalahan viktimisasi yang tidak langsung, seperti efek politik pada penduduk dan “dunia ketiga”, akibat adanya penyuapan oleh korporasi yang bersifat transnasional, akibat sosial, akibat polusi industri, viktimisasi ekonomi, politik dan sosial, karena adanya penyalahgunaan jabatan, dan lain-lain. Dengan demikian dapat menentukan asal mula terjadinya viktimisasi.

Viktimologi memberikan dasar pemikiran untuk mengatasi masalah kompensasi pada korban, oleh karenanya pendapat-pendapat viktimologis seharusnya dipergunakan oleh hakim dalam proses peradilan pidana dan reaksi pengadilan terhadap perilaku kriminal.

Sebagai kesimpulan manfaat dan tujuan mempelajari viktimologi adalah :

Untuk meringankan kepribadian dan penderitaan manusia di dalam dunia. Penderitaan dalam arti menjadi korban tindak pidana dalam jangka waktu yang pendek dan jangka waktu yang panjang yang berupa kerugian fisik, mental atau moral, sosial, ekonomis, kerugian yang hampir sama sekali dilupakan, diabaikan oleh kontrol sosial yang melembaga seperti aparat penegak hukum yang meliputi Penyelidik dan Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, Pembina Lembaga Pemasyarakatan.

(24)

12

E. Hubungan Viktimologi Dengan Hukum Pidana

Sebagaimana kita pahami bahwa pada awalnya kriminologi merupakan bagian dari hukum pidana, namun pada perkembangannya kriminologi menjadi ilmu yang mandiri walaupun masih tetap berkaitan dengan hukum pidana yaitu mengkaji tentang sebab-sebab pelaku melakukan tindak pidana. Pelaku tindak pidana merupakan salah satu masalah pokok hukum pidana. Demikian pula viktimologi pada awalnya merupakan bagian dari kriminologi modern yang mengkaji sebab-sebab pelaku melakukan tindak pidana. Karena perkembangan dan perubahan masyarakat dan banyak ahli pikir antusias untuk mengkaji nasib para korban untuk dalam upaya mendapatkan perlindungan hukum, akhirnya pengetahuan tentang korban menjadi ilmu yang mandiri lepas dari kriminologi dan lebih dikenal dengan sebutan viktimologi.

Hubungan viktimologi dengan hukum pidana bahwa selama ini telah dipahami tentang masalah pokok hukum pidana yang terdiri atas perbuatan melawan hukum dan sanksinya, baik teori maupun praksis pada peradilan pidana. Pada hal kalau dikaji kembali dan lebih mendalam, inti hukum pidana adalah hubungan antara korban dan si pelakunya (criminal – victim relationship)11 atau “the victim – criminal interaction”12.

Berdasarkan pendapat tersebut di atas seharusnya masalah pokok hukum pidana terdiri atas : perbuatan pidana atau perbuatan

11Schaffert, R,W. 1992. Media Coverage and Political Terorists : A Quatitative

Analysis. New York. Praeger. Hlm 121.

12 Von Henting. 1941. Remarks On The Integration of Preperator And Victim. New York. Random House. Hlm. 65.

(25)

13 melawan hukum, pembuat atau pelakunya, dan korban serta pidana atau sanksinya.

Konsekuensi inti hukum pidana “hubungan antara korban pembuat atau pelaku tindak pidana“ atau interaksi antara korban dan pembuat atau pelaku tindak pidana, sepasang pelaku dan korban-korban, maka hak untuk membalas dendam kepada pelaku tindak pidana adalah korban dan atau keluarganya. Artinya kedudukan antara korban dan pelaku tindak pidana seharusnya sama. Sejak abad pertengahan hak korban dan atau keluarganya dianggap puas atas pelaku tindak pidana dijatuhi pidana yang mengandung penderitaan. Namun adanya perkembangan penologi yang semakin berperikemanusiaan berkenaan dengan perkembangan perlindungan “hak asasi manusia”, maka sifat penderitaan pidana makin berkurang dan sampai puncaknya dengan “pidana bersyarat” atau percobaan. Pada pihak lain yaitu korban dan atau keluarganya makin tidak mendapatkan kepuasan sama sekali, bahkan sadar diperlakukan tidak adil dibandingkan dengan perlakuan dan perhatian kepada pelaku tindak pidana. Bahkan dikatakan bahwa korban dan atau keluarganya merupakan pihak yang tidak diharapkan dalam hukum pidana. Dalam sistem peradilan pidana, korban hanya diposisikan sebagai saksi saja yang sangat kurang diapresiasi kepentingannya. Oleh karena itu korban dan atau keluarganya menuntut perhatian dan perlakuan yang seimbang antara korban dan atau keluarganya dan pelaku tindak pidana.

(26)

14

Guna memecahkan tuntutan korban dan atau keluarganya, maka korban menjadi salah satu masalah pokok hukum pidana dengan urutan sebagai berikut :

1. Perbuatan melawan hukum dipelajari dalam hukum pidana 2. Pelaku perbuatan melawan hukum dipelajari dalam kriminologi 3. Korban dipelajari dalam viktimologi

4. Sanksi yang dipelajari dalam penologi

Konsekuensinya bagi yang mempelajari atau mengkaji hukum pidana juga harus mempelajari tentang korban (victim). Tidak berbeda para penegak hukum harus mempertimbangkan dan mengkaji keempat masalah hukum pidana tersebut. Untuk memperoleh keadilan yang sungguh-sungguh, maka hakim harus mempertimbangkan kesalahan pelaku dan kesalahan korban secara seimbang dalam menjatuhkan pidananya.

Adapun hubungan Viktimologi dan Ilmu pengetahuan lainnya adalah :

Adanya hubungan antara kriminologi dan viktimologi yang sudah tidak dapat diragukan lagi, karena dari satu sisi kriminologi membahas secara luas mengenai pelaku dari suatu tindak pidana, sedangkan viktimologi disini merupakan ilmu yang mempelajari tentang korban dari suatu tindak pidana. Mendelson berpendapat bahwa antara kriminologi dan viktimologi tidak dapat dipisahkan. Seperti yang dibahas dalam buku “Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan”, karangan Didik M.Arief Mansur yang berpendapat bahwa : “jika ditelaah lebih dalam, tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa viktimologi merupakan bagian yang hilang dari kriminologi atau

(27)

15 dengan kalimat lain, viktimologi akan membahas bagian-bagian yang tidak tercakup dalam kajian kriminologi”.13

Banyak dikatakan bahwa viktimologi lahir karena munculnya desakan perlunya masalah korban yang seharusnya dibahas secara tersendiri.

Akan tetapi, mengenai pentingnya dibentuk Viktimilogi secara terpisah dari ilmu kriminologi mengundang beberapa pendapat, sebagai berikut :14

1. Mereka yang berpendapat bahwa viktimologi tidak terpisahkan dari kriminologi, diantaranya adalah Von Hentig, H. Mannheim dan Paul Cornil. Mereka mengatakan bahwa kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang menganalisis tentang kejahatan dengan segala aspeknya, termasuk korban. Dengan demikian, melalui penelitiannya, kriminologi akan dapat membantu menjelaskan peranan korban dalam terjadinya tindak pidana dan berbagai persoalan yang melingkupinya.

2. Mereka yang menginginkan viktimologi terpisah dari kriminologi, diantaranya adalah Mendelsohn. Ia mengatakan bahwa viktimologi merupakan suatu cabang ilmu yang mempunyai teori dalam kriminologi, tetapi dalam membahas persoalan korban, viktimologi juga tidak dapat hanya terfokus pada korban itu sendiri.

Khusus mengenai hubungan antara kriminologi dan hukum pidana dikatakan bahwa keduanya merupakan pasangan atau dwi tunggal yang saling melengkapi karena orang akan mengerti dan

13 Didik M. Arif Mansur. 2010. Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan. Bandung. PT. Refika Aditama. Hlm. 10.

14 Fachri Bey. 2016. Sejarah Viktimologi. Makalah yang disampaikan pada pelatihan viktimologi Indonesia di Purwokerto 18 – 20 September 2016.

(28)

16

memahami dengan baik tentang penggunaan hukum terhadap pelaku tindak pidana maupun pengertian mengenai timbulnya tindak pidana dan cara-cara pemberantasannya sehingga memudahkan penentuan adanya tindak pidana dan pelaku tindak pidana itu sendiri. Hukum pidana hanya mempelajari delik sebagai suatu pelanggaran hukum, sedangkan untuk mempelajari bahwa delik merupakan perbuatan manusia sebagai suatu gejala sosial adalah kriminologi.

J.E Sahetapy juga berpendapat bahwa kriminologi dan viktimologi merupakan sisi dari mata uang yang saling berkaitan. Perhatian akan terjadinya tindak pidana yang ada tidak seharusnya hanya berputar sekitar munculnya tindak pidana itu sendiri akan tetapi juga akibat dari tindak pidana, karena dari sini akan terlihat perhatian bergeser atau tidaknya hanya kepada pelaku tindak pidana tetapi juga kepada posisi korban dari tindak pidana itu. Hal ini juga dibahas oleh pakar hukum lainnya dalam memperhatikan adanya hubungan antara kriminologi dan viktimologi, atau setidaknya perhatian atas terjadinya tindak pidana tidak hanya dari satu sudut pandang, apabila ada orang menjadi korban tindak pidana, jelas terjadi suatu tindak pidana, atau ada korban ada tindak pidana dan ada tindak pidana ada korban. Jadi kalau ingin menguraikan dan mencegah tindak pidana kita harus memperhatikan dan memahami korban suatu tindak pidana, akan tetapi kebiasaan orang hanya cenderung memperhatikan pihak pelaku tindak pidana saja .

(29)

17

F. Perbedaan Viktimologi Dengan Kriminologi

Kriminologi adalah ilmu pengetahuan dari berbagai ilmu yang mempelajari tindak pidana-tindak pidana sebagai masalah manusia. Namun rumusan demikian mengandung arti sempit, sedangkan dalam arti luas kriminologi meliputi kriminalistik yang sifatnya mengandung ilmu eksakta dan penologi15. Atau dengan kata lain, kriminologi merupakan sarana ilmiah bagi studi tindak pidana dan pelaku tindak pidana. Dalam wujud ilmu pengetahuan, kriminologi merupakan “the body of knowledge” yang ditunjang oleh pengetahuan dan hasil penelitian berbagai disiplin, sehingga aspek pendekatan terhadap obyek kajiannya luas sekali, karena juga dilakukan pendekatan secara inter-disipliner dari ilmu-ilmu sosial dan humaniora, serta dalam pengertian yang luas, mencakup pula kontribusi dari ilmu-ilmu eksakta.16

Sebagai kesimpulannya, kajian kriminologi selain mempelajari tindak pidana, pelaku tindak pidana, dan faktor-faktor yang berkaitan dengan tindak pidana, maka dapat dikatakan bahwa orientasi viktimologi adalah kesejahteraan masyarakat, yaitu masyarakat yang tidak menderita atau di mana para anggota masyarakat tidak menjadi

15 Penologi secara sempit berarti ilmu tentang hukuman, ilmu ini merupakan salah satu cabang kriminologi yang membahas konstruksi Kitab Undang-undang Hukum Pidana, penghukuman, dan administrasi sanksi pidana, Soerjono

Soekanto dan Pudji Santoso. 1988. Kamus Kriminologi. Ghalia Indonesia. Jakarta. Hlm. 72. Dan dalam Black’s Law Dictionary. Tenth Edition. Dijelaskan bahwa: “Penology is the study of penal institutions, crime prevention, and the

punishment and rehabilitation of criminals, including the art of fitting the right treatment to an offender”

16 Soedjono Dirdjosisworo. 1984. Ruang lingkup Kriminologi. Bandung. Remadja Karya. Hlm. 1

(30)

18

korban dalam arti luas. Dalam pada itu, ada suatu anggapan bahwa kriminologi merupakan salah satu sisi dari mata uang, dengan sendirinya sisi yang lain dari mata uang itu adalah viktimologi. Karena itu dapat dikatakan bahwa ciri-ciri manusia jahat atau manusia anti sosial memantulkan ciri-ciri yang serupa tetapi tidak sama pada manusia korban17.

Memang, sebagaimana pernah ditulis oleh Emilio C. Viano18, bahwa kriminologi sebagai sebuah bidang studi dan disiplin ilmu akhir-akhir ini telah berkembang. Saat para sarjana dari kelompok ilmu-ilmu sosial mengembangkan teori-teori mengenai perilaku manusia pada umumnya, maka para ahli yang mempelajari kriminologi memfokuskan kajiannya pada perilaku kriminal. Karena itu, pada awalnya para ahli yang mempelajari kriminologi perhatian utamanya adalah pada studi kriminal. Lebih lanjut dikemukakan, bahwa dalam tahun-tahun terakhir ini fokus mereka (criminologist) telah mengalami pergeseran terhadap tindak pidana itu sendiri, yakni tidak hanya pada pelaku sebagai subyek hukum, tetapi juga sebagai bagian dari situasi atau keadaan yang komplek yang menggambarkan perbedaan interaksi antara pelaku dan norma budaya serta pandangan masyarakat. Maka dari itu, perhatian dan minat mereka telah berkembang kepada korban sebagai bagian integral dari keadaan si pelaku. Dan, para sarjana, lanjut Viano, telah memulai untuk mengkaji korban tidak hanya sekedar sebagai obyek yang pasif, atau sebagai orang yang terkena akibat dari tindak pidana, akan tetapi juga sebagai

17Op Cit Sahetapy.1987. Hlm. 26

(31)

19 yang berperan aktif atau kemungkinan yang berkontribusi bagi dirinya sendiri untuk menjadi korban.

Dengan demikian, keterkaitan antara kriminologi dan viktimologi sudah tidak dapat diragukan lagi, karena dari satu sisi kriminologi membahas secara luas mengenai pelaku dari suatu tindak pidana, sedangkan viktimologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang korban dari suatu tindak pidana, atau dengan kata lain viktimologi berkaitan dengan permasalahan korban19. Sebelumnya sebagaimana yang ditulis oleh Zvonimir Paul Separovic20, bahwa kita harus mempertanyakan terkait dengan konsep viktimologi, apakah bukan merupakan bagian dari kriminologi, ataukah merupakan bagian dari ilmu-ilmu sosial. Namun, sesuai dengan nama dan persoalan pokoknya, maka viktimologi merupakan suatu disiplin baru yang berurusan dengan permasalahan korban. Karena itu, menurut Separovic tak pelak lagi, bahwa jawaban kita atas pertanyaan seputar penempatan viktimologi dalam bidang ilmu-ilmu sosial bergantung pada batasan kita mengenai konsep korban. Jika korban dikonsepkan pada mereka yang mengalami penderitaan sebagai akibat dari perbuatan jahat atau tindak pidana maka viktimologi akan menjadi bagian dari persoalan kejahatan atau tindak pidana, dan karenanya viktimologi merupakan sebuah disiplin dalam kriminologi.

19 Paul Separovic. 1985. Victimology Study of Victim. Zagreb Samobor-Novaki. Bb Pravni Fakuter. hlm. 7

(32)

20

Namun sebagaimana yang yang ditulis oleh Jo-Anne Wemmers21, bahwa Mendelson tahun 1955 menulis artikel yang berjudul “ A New Branch of The Bio Social Science” telah meletakkan dasar bagi ilmu baru yang disebut “victimology” dan menjadikannya sebagai disiplin yang terpisah dari kriminologi. Disamping adanya istiliah “criminology”, Mendelson dalam artikel tersebut juga mengenalkan istilah baru “victimal” sebagai lawan dari istilah “criminal” dan “victimality” sebagai lawan dari “criminality”. Sebagaimana halnya Von Henting, Mendelson juga menekankan pada pentingnya aspek pencegahan dan hal itu dikatakannya sebagai tujuan utama dari victimology.

Sehubungan dengan adanya pandangan yang menyatakan bahwa perlunya dibentuk viktimologi secara terpisah dari ilmu kriminologi, telah mengundang beberapa pendapat, sebagai berikut22 : 1. Mereka yang berpendapat bahwa viktimologi tidak dapat dipisahkan dari kriminologi, diantaranya adalah Von Henting, H. Mannheim, dan Paul Cornil. Mereka mengatakan bahwa kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang menganalisis tentang tindak pidana dengan segala aspeknya, termasuk korban. Dengan demikian, melalui penelitiannya, kriminologi akan dapat membantu menjelaskan peranan korban yang berkaitan dengan tindak pidana dan berbagai persoalan yang melingkupinya.

21 Jo-Anne Wemers. 2010. A Short History of Vivtimology. Diterbitkan dalam Haggemann, Scafer and Schmidt. Victimology Victim Assistance And Criminal Justice. Hlm. 2

22 Hukum dan Viktimologi. http//bahan kuliah.blogspot.co.id/2014/05/hukum dan viktimologi.html

(33)

21 2. Mereka yang menginginkan viktimologi terpisah dari kriminologi,

diantaranya adalah Mendelson. Beliau mengatakan bahwa viktimologi merupakan suatu cabang ilmu yang mempunyai teori dalam kriminologi, tetapi dalam membahas persoalan korban, viktimologi juga tidak dapat hanya terfokus pada korban itu sendiri.

Sehubungan dengan itu, khusus mengenai hubungan antara kriminologi dan hukum pidana dikatakan bahwa keduanya merupakan pasangan atau dwi tunggal yang saling melengkapi karena orang akan mengerti dengan baik akan penggunaan hukum terhadap penjahat maupun pengertian mengenai timbulnya kejahatan dan cara-cara pemberantasannya sehingga memudahkan penentuan adanya kejahatan dan pelaku kejahatannya. Hukum pidana hanya mempelajari delik sebagai suatu pelanggaran hukum, sedangkan untuk mempelajari bahwa delik merupakan perbuatan manusia sebagai suatu gejala sosial adalah kriminologi.

G. Latihan

Untuk mengevaluasi dan memperdalam pemahaman mengenai materi di atas, silahkan anda mengerjakan latihan berikut ini:

1. Mengapakah perlu adanya pembahasan mengena i korban ? 2. Mengapakah perlu adanya pengaturan tentang korban ?

3. Apakah kaitan antara viktimologi, kriminologi dan hukum pidana ? 4. Apakah dasar pertimbangan viktimologi menjadi ilmu yang berdiri

sendiri ?

(34)

22

Petunjuk Jawaban Latihan :

1. Sebelum mengerjakan latihan tersebut, terlebih dahulu harus membaca materi tentang Pengertian Viktimologi, Ruang lingkup dan tujuan mempelajari viktimologi, hubungan viktimologi dengan hukum pidana, dan perbedaan antara viktimologi dengan kriminologi dan hukum pidana secara berulang-ulang dengan cermat, sampai merasa sudah cukup paham.

2. Kerjakan latihan tanpa bantuan orang lain

3. Jika dalam mengerjakan latihan mengalami kesulitan, maka diskusikanlah dengan teman-teman sejawat yang lebih memahami materi tersebut, jika memang diperlukan silahkan dikomunikasikan dengan tutor atau dosen yang membina mata kuliah Viktimologi.

H. Rangkuman

Secara etimologi, Viktimologi berasal dari bahasa latin victim berarti korban dan logos berarti ilmu. Secara terminologis, viktimologi berarti suatu studi yang mempelajari tentang korban, penyebab timbulnya dan akibat yang harus dihadapi.

Viktimologi mempunyai arti sempit dan arti luas. Artian sempit, viktimologi adalah ilmu yang mempelajari korban adanya tindak pidana. Artian luas, viktimologi adalah ilmu yang mempelajari korban dari berbagai bidang.

Korban dalam ruang lingkup Viktimologi mempunyai arti luas sebab tidak terbatas pada individu saja, tapi juga terjadi pada kelompok, korporasi, swasta maupun pemerintah. Viktimologi

(35)

23 merupakan ilmu yang mempelajari korban tindak pidana sebagai permasalahan manusia yang merupakan suatu kenyataan sosial.

Pengertian viktimologi mengalami tiga fase perkembangan. Awalnya, viktimologi mempelajari korban tindak pidana saja ( fase penal or special victimology). Kedua, viktimologi mengkaji masalah korban tindak pidana dan kecelakaan (fase general victimology). Ketiga, mengkaji korban penyalahgunaan kekuasaan dan HAM (fase new victimology). Menurut J.E.Sahetapy23, Viktimologi adalah ilmu yang membahas korban dalam segala aspek. Arief Gosita 24 Viktimologi adalah ilmu yang mengkaji semua aspek tentang korban. Menurut Crime Dictionary Viktim adalah orang yang mendapat penderitaan fisik atau penderitaan mental, kerugian harta benda atau kehilangan nyawa atas pelanggaran yang dilakukan pelaku tindak pidana. Menurut Kamus Ilmu Pengetahuan Sosial viktimologi adalah studi tentang tingkah laku viktim sebagai salah satu penentu terjadinya tindak pidana. Arief Gosita berpendapat korban adalah : mereka yang menderita jasmaniah dan rohaniah akibat tindakan orang lain yang mencari pemenuhan diri sendiri dalam konteks kerakusan individu memperoleh apa yang diinginkan secara tidak baik.

Van Boven berpendapat bahwa korban adalah orang yang secara individual maupun kelompok telah menderita kerugian, termasuk cedera fisik maupun mental, penderitaan emosional, kerugian ekonomi atau perampasan yang nyata terhadap hak-hak

23 JE. Sahetapy. 1995. Bunga Rampai Viktimisasi. Bandung. Eresco. Hlm. 4 24 Arif Gosita. 1985. Masalah Korban Kejahatan. Jakarta. Akademika Pressindo. Hlm. 14

(36)

24

dasarnya, baik karena tindakannya (by act) maupun karena kelalaian (by omission).

Ruang lingkup viktimologi menurut Andrew Karmen meliputi : hubungan korban dan pelaku, interaksi korban dan Sistem Peradilan Pidana, hubungan korban dan kelompok sosial, lembaga lain seperti media, bisnis, dan gerakan sosial.

Menurut Sahetapy ruang lingkup viktimologi meliputi bagaimana orang menjadi korban yang ditentukan oleh suatu victimity yang tidak selalu berhubungan dengan masalah tindak pidana, termasuk pula korban kecelakaan, dan bencana alam selain dari korban tindak pidana dan penyalahgunaan kekuasaan. Paradigma viktimisasi menurut Sahetapy meliputi : Viktimisasi politik, Viktimisasi ekonomi, Viktimisasi keluarga, Viktimisasi media, dan Viktimisasi yuridis. Tujuan Viktimologi meringankan penderitaan korban jangka pendek dan jangka panjang. Perkembangan Viktimologi meliputi Viktimologi Pidana (Penal Victimology) dan Viktimologi Umum (General Victimology).

I. Tes Formatif

1. Ilmu yang mempelajari tentang korban tindak pidana merupakan pengertian dari :

a. Viktimologi

b. Viktimologi dalam artian luas c. Viktimologi dalam artian sempit d. Viktimologi secara harafiah

(37)

25 2. Yang dimaksud dengan korban dapat berupa ... kecuali :

a. Benda b. Orang

c. Sekelompok orang d. Korporasi

3. Viktimologi berkembang melalui beberapa tahap yaitu : a. Dua tahap

b. Tiga tahap c. Empat tahap d. Lima tahap

4. Mempelajari viktimologi bertujuan untuk : a. Memahami peranan korban

b. Memahami apa yang diinginkan korban c. Mencegah terjadinya korban

d. Menegakkan keadilan

5. Paradigma viktimisasi menurut Sahetapy meliputi ..., kecuali a. Paradigma kelompok

b. Pardigma politik c. Paradigma ekonomi d. Paradigma yuridis

Setelah mengerjakan Tes Formatif, cocokkan jawabannya dengan kunci Tes Formatif di bagian akhir Buku Ajar ini. Hitung jawaban yang benar, kemudian gunakan rumus di bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan terhadap materi Bab I.

(38)

26

Rumus :

Jumlah jawaban yang benar Tingkat penguasaan = --- X 100 %

5 Arti tingkat penguasaan yang dicapai :

90 - 100 % = baik sekali 80 – 89 % = baik 70 – 79 % = cukup < 70 % = kurang

Bila penguasaan mencapai 80 %, dapat meneruskan pada Bab II. Artinya penguasaan dan pemahaman saudara terhadap materi BAB I sudah Bagus ! Tetapi jika tingkat penguasaan masih di bawah 80 %, harus mengulangi Bab I, terutama bagian yang belum dikuasainya.

(39)

27

BAB II

SEJARAH VIKTIMOLOGI

A. Pendahuluan

Perhatian terhadap korban tindak pidana masih sangat sedikit dibandingkan dengan perhatian terhadap pelaku tindak pidana. Korban belum mendapatkan tempat yang adil dalam proses Acara Pidana Di Indonesia. Korban masih dianggap sebagai obyek yang menderita akibat suatu perbuatan yang dilakukan pihak lain, baik yang dilakukan secara langsung maupun yang tidak langsung. Terjadinya tindak pidana melibatkan berbagai pihak diantaranya pelaku, korban tindak pidana, saksi, aparat penegak hukum yang bertanggungjawab untuk menyelesaikan tindak pidana tersebut.

Perhatian terhadap korban masih sangatlah kecil, mungkin hal ini disebabkan karena pemahaman terhadap tindak pidana yang dianggap pelakunya melanggar perundang-undangan yang disusun oleh negara, sehingga negaralah yang berhak untuk menghukum pelaku. Dalam hal ini kerugian korban sebagai akibat adanya tindak pidana itu belumlah dianggap penting bagi berjalannya proses peradilan pidana. Sehingga korban hanya diwakili oleh Penuntut Umum dan korban hanya diposisikan sebagai saksi yang membantu proses pembuktian saja. Pada hal adanya tindak pidana itu yang paling dirugikan adalah korban, untuk itu seharusnya proses peradilan pidana tidak saja memposisikan korban sebagai saksi saja tetapi juga pihak yang perlu didengar keinginannya sebagai pengganti kerugian yang

(40)

28

dialaminya. Dengan demikian diharapkan putusan hakim benar-benar dapat mencapai keadilan bagi korban serta pelaku tindak pidana.

Oleh karena itu masalah korban merupakan masalah yang tidak boleh disepelekan dan penting untuk diperhatikan. Arif Gosita berpendapat bahwa manfaat mempelajari viktimologi adalah :

1. Dengan mempelajari kajian viktimologi kita bisa mengetahui siapa itu korban dan siapa yang menjadikan korban, apa artinya viktimisasi dan proses viktimisasi bagi mereka yang terlibat dalam proses viktimisasi. Dari hal tersebut maka muncullah upaya-upaya preventif, represif, dan tindak lanjut dalam menghadapi dan menanggulangi permasalahan viktimisasi kriminal di berbagai bidang kehidupan dan penghidupan.

2. Viktimologi memberikan sumbangan dalam mengerti dan memahami secara lebih baik tentang korban akibat tindakan manusia yang menimbulkan penderitaan fisik, mental, dan sosial. Disini kita akan mengetahui mengenai kedudukan dan peran korban serta hubungannya dengan pihak pelaku serta pihak lain. Hal ini sangat penting untuk menegakkan keadilan dan kesejahteraan terhadap orang-orang yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam eksistensi suatu viktimisasi.

Samuel Walker yang dikutip oleh Soeharto25 dengan sinis mengatakan bahwa korban tindak pidana sudah menjadi “Forgotten person“. Oleh karena itu perlu adanya penegakkan keadilan sehingga semua warga negara mendapatkan hak-haknya sesuai dengan

25 Soeharto.2007. Perlindungan Hak Tersangka, Terdakwa, Dan Korban Tindak Pidana Terorisme Dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia. Bandung. PT. Refika Aditama. Hlm. 71.

(41)

29 keadilan. Adanya ketidakadilan dalam menanggapi korban tindak pidana dalam proses peradilan pidana inilah, maka muncullah beberapa tokoh viktimologi yang mulai memperhatikan kedudukan korban yang selama ini kurang mendapat perhatian. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa mempelajari tentang sejarah timbulnya ilmu yang mempelajari tentang korban sangat penting guna menentukan kebijakan preventif dan represif yang tepat dalam menanggulangi tindak pidana.

Setelah mempelajari Bab II ini, maka diharapkan mahasiswa dapat:

1. Menjelaskan latar belakang munculnya ilmu yang mempelajari tentang korban

2. Menjelaskan tahapan perkembangan viktimologi

3. Memahami pentingnya perhatian terhadap korban dalam proses peradilan pidana sebagai tindakan preventif

4. Menjelaskan pentingnya sejarah bagi perbaikan proses peradilan pidana di masa mendatang

B. Sejarah Viktimologi

Perkembangan Viktimologi tidak terlepas dari pemikir terdahulu yaitu Hans Von Henting seorang ahli kriminologi pada tahun 1941 yang menulis sebuah makalah dengan judul “Remark on the interaction of perpetrator and victim.” yang isinya menggambarkan tentang analisis secara menyeluruh hubungan dan interaksi antara korban dan pelaku tindak pidana. Tujuh Tahun kemudian beliau menerbitkan buku yang berjudul “The Criminal and

(42)

30

his victim” yang menyatakan bahwa korban mempunyai peranan yang menentukan dalam timbulnya tindak pidana. Namun Hans Von Henting tidak ingin memisahkan viktimologi dengan kriminologi.

Baru pada tahun 1947 Mendelsohn mengemukakan hasil pemikirannya yang sangat mempengaruhi setiap fase perkembangan Viktimologi. Pada Tahun 1947 atau setahun sebelum buku von Hentig terbit, Mendelsohn menulis sebuah makalah dengan judul “New bio-psycho-sosial horizons: Victimology.” Pada saat inilah istilah victimology pertama kali digunakan secara terpisah dari kriminologi.

Perkembangan Viktimologi dapat dibagi dalam tiga fase yang meliputi :

1. fase Pertama Viktimologi hanya mempelajari korban adanya tindak pidana saja (Penal or Special Victimology) .

2. fase kedua Viktimologi tidak hanya mengkaji masalah korban tindak pidana saja tetapi juga meliputi korban kecelakaan (General Victimology).

3. fase ketiga Viktimologi lebih luas lagi yaitu mengkaji permasalahan korban penyalahgunaan kekuasaan dan hak-hak asasi manusia (New Victimology).26

Pada fase pertama, studi tentang hubungan antara korban dan pelaku tindak pidana pertama kali muncul pada 1940-an dan 1950-an. Selama masa ini, beberapa kriminolog terkenal, seperti Benjamin Mendelsohn dan Hans von Hentig meneliti interaksi antara orang-orang yang terlibat dalam terjadinya tindak pidana. Tujuan utamanya adalah untuk lebih mengerti dan memahami pengaruh timbal balik

(43)

31 antara korban dan si pelaku tindak pidana, serta penyebab mengapa orang bisa berakhir di salah satu dari dua peran ini.

Salah satu pertanyaan yang diajukan adalah apakah individu yang secara fisik atau psikologis rusak juga dapat ikut bertanggung jawab atas beberapa insiden. Para kriminolog ini berpendapat bahwa, pada beberapa kesempatan, para korban bisa berbagi kesalahan dengan para pelaku tindak pidana. Beberapa contohnya sangat kontroversial untuk saat itu seperti korban yang mengejek pelaku sehingga terjadi penganiayaan, tetapi mereka melayani untuk sistem peradilan agar memikirkan kembali sampai batas tertentu pendekatannya. Tujuannya bukan untuk menyalahkan para korban. Sebaliknya, para kriminolog ingin mempelajari perilaku apa yang bisa lebih mudah mengarah pada munculnya tindakan kriminal atau tindakan yang berbahaya. Dengan cara ini, mereka berharap dapat menghindari tindak pidana untuk mengurangi insiden mereka.

Pada fase kedua, meskipun disiplin ini awalnya difokuskan pada mempelajari tanggung jawab para korban, dari tahun 70-an namun dibutuhkan dan mulai diselidiki cara-cara untuk mencegah viktimisasi rakyat. Pada saat ini juga mulai dipelajari bagaimana meningkatkan pengalaman mereka dalam sistem hukum, serta cara-cara untuk membuat pemulihan psikologis korban lebih cepat. Dengan demikian, sejak saat ini viktimologi mulai berkaca dari disiplin ilmu lain seperti psikologi, sosiologi, pekerjaan sosial, hukum, ilmu politik atau ekonomi.

Pada fase ketiga, Apa yang telah dipelajari oleh viktimolog-viktimolog secara profesional ini memperkaya para ahli yang

(44)

32

mempelajari tentang korban. Sehingga pada studi terakhir mereka mempelajari jenis bantuan apa yang dibutuhkan setiap korban untuk mendukung pemulihan cepat mereka, baik secara mental, fisik, dan ekonomi.

Dari pengertian diatas, nampak jelas yang menjadi objek kajian Viktimologi diantaranya adalah pihak-pihak mana saja yang terlibat atau mempengaruhi terjadinya suatu Viktimisasi, faktor-faktor yang merespon, serta upaya penanggulangan dan sebagainya. Setelah itu para sarjana lain mulai melakukan studi tentang hubungan psikologis antara pelaku tindak pidana dengan korban, bersama H. Mainheim, Schafser, dan Fiseler. Setelah itu pada Tahun 1949 W.H. Nagel juga melakukan pengamatan mengenai viktimologi yang dituangkan dalam tulisannya dengan judul “De Criminaliteit van Oss, Gronigen.”, dan pada Tahun 1959 P.Cornil dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa si korban patut mendapatkan perhatian yang lebih besar dari kriminologi dan viktimologi. Pada Tahun 1977 didirikanlah World Society of Victimology. World Society of Victimology (WSV) yang dipelopori oleh Schneider dan Drapkin. Perubahan terbesar dari perkembangan pembentukan prinsip-prinsip dasar tentang perlindungan korban terwujud pada saat diadakannya kongres di Milan, pada tanggal 26 Agustus 1985 yang menghasilkan beberapa prinsip dasar tentang korban kejahatan dan penyalahgunaan kekuasaan yang selanjutnya diadopsi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 11 Desember 1985 dalam suatu deklarasi yang dinamakan Decleration of Basic Principle of Justice for Victims of Crime and Abuse Power.

(45)

33 Di Indonesia viktimologi mulai diajarkan di Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada tahun 1982. Selanjutnya banyak fakultas hukum yang berada di Jakarta mulai mengikuti jejak Universitas Indonesia. Begitupun akhir-akhir ini hampir disemua Fakultas Hukum di Jawa juga mulai memasukkan viktimologi dalam kurikulumnya.

C. Hak Asasi Manusia Dan Perlindungan Korban

Korban bukan hanya dimaksudkan sebagai obyek dari suatu tindak pidana tetapi harus dipahami pula sebagai subyek yang perlu mendapatkan perlindungan secara sosial dan hukum.

Beberapa definisi tentang korban tindak pidana dikemukakan antara lain, korban merupakan pihak yang menderita baik jasmani atau rohani ataupun kedua-duanya sebagai akibat dari tindakan orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain secara bertentangan dengan kepentingan dan hak asasi pihak korban.27

Pengertian korban sebagaimana didefinisikan di atas hanyalah menggambarkan korban yang secara langsung mengalami kerugian atau penderitaan akibat adanya tindak pidana. Pada hal korban meliputi baik korban yang mengalami penderitaan langsung atau ada korban yang tidak secara langsung juga mengalami penderitaan akibat adanya tindak pidana. Sebagai contoh korban tidak langsung adalah anak dan isteri yang kehilangan suami atau bapaknya akibat terjadinya pembunuhan terhadap korban.

Memperhatikan sejarah perkembangan hukum pidana, pada awalnya reaksi adanya tindak pidana menjadi hak korban yang

27 Ramdlon Naning. 1988. Cita Dan Citra HAM Di Indonesia. Jakarta. Lembaga Kriminologi Program Penunjang Bantuan Hukum Universitas Indonesia. Hlm 8.

(46)

34

mengakibatkan timbulnya dendam yang tidak berkesudahan. Untuk mengatasi timbulnya dendam tersebut, maka muncullah gagasan adanya ganti kerugian dengan sejumlah harta. Persoalannya ada tindak pidana yang tidak hanya merugikan korban saja tetapi juga mengganggu ketertiban masyarakat. Dengan demikian muncullah hubungan antara pelaku dengan masyarakat yang diwakili oleh negara, oleh karena itu negaralah yang berhak menuntut ganti rugi pada pelaku sekaligus sebagai wakil dari korban. Sehingga korban kehilangan hak untuk menuntut ganti kerugian.28

Reaksi formal yang telah dimonopoli negara selanjutnya didelegasi ke Jaksa Penuntut Umum dalam rangka mewakili kepentingan rakyat sekaligus kepentingan korban. Dalam posisi ini korban bukan sebagai pihak yang berperkara melainkan sebagai obyek tindak pidana yang ditempatkan sebagai bagian dari alat bukti yaitu sebagai saksi dalam proses persidangan.

Pada akhir tahun 70 an terjadi perubahan pandangan dalam kriminologi dan viktimologi yang memunculkan beberapa indikasi berkembangnya orientasi kepada korban. Indikasi yang dimaksud adalah :

1. Munculnya tuntutan yang kuat untuk memberi perhatian pada hak-hak korban. Sistem Peradilan Pidana dituntut untuk memberikan tanggungjawab, keprihatinan dan perhatian yang lebih kepada korban tindak pidana.

28 Mardjono Reksodiputro. 1994. HAM Dalam Sistem Peradilan Pidana Kumpulan

(47)

35 2. Adanya pengaruh yang makin besar dari gerakan feminisme yang

menentang adanya hegemoni dan dominasi pria sebagai kausa tindak pidana perkosaan dan kekerasan terhadap perempuan

3. Adanya penurunan secara umum kegiatan penelitian murni di bidang kriminologi yang digantikan dengan merebaknya penelitian terapan dalam bidang peradilan pidana.

Hal ini mengidentifikasikan bahwa pandangan kaum positivistik, yang mendominasi penjelasan tentang tindak pidana beberapa dekade yang berorientasi pada pelaku mulai dipertanyakan.29

Mardjono Reksodipuro mengemukakan beberapa alasan mengapa perlindungan korban tindak pidana harus mendapat perhatian, antara lain :

1. Sistem Peradilan Pidana dianggap terlalu memberikan perhatian pada permasalahan dan peran pelaku tindak pidana (offender centered)

2. Terdapat potensi informasi dari korban untuk memperjelas dan melengkapi penafsiran tentang statistik kriminal melalui riset tentang korban dan harus dipahami bahwa korbanlah yang menggerakkan mekanisme sistem peradilan pidana.

3. Semakin disadari bahwa selain korban tindak pidana konvensional, tidak kalah pentingnya untuk memberikan perhatian kepada korban tindak pidana non-konvensional maupun korban penyalahgunaan kekuasaan.

29 Fattah. Perlindungan Saksi Dan Korban Berdasarkan KUHAP Dan Undang-undang

Kepolisian. (Disampaikan pada acara workshop “Perlindungan Saksi Dan Korban” Tanggal

(48)

36

Selain ketiga hal tersebut di atas, terdapat pula faktor yang menambah perlunya kajian dan perhatian terhadap korban tindak pidana yaitu :

1. Adanya sistem hukum yang konvesional yang menempatkan hukum pidana sebagai hukum publik, manakala terjadi tindak pidana maka hubungan yang terlihat adalah bukan hubungan koordinasi antara pelaku tindak pidana dan korban, tetapi hubungan sub-ordinasi antara pelaku tindak pidana dengan penguasa, baik sebagai wakil korban ataupun yang ditugaskan untuk memperhatikan kepentingan masyarakat.

2. Berkembangnya beberapa tindak pidana yang tidak menimbulkan korban (crime without victim) dari tindak pidana dengan korban yang tersebar (diffusion victimization).

Dalam mekanisme penegakkan hukum melalui pendekatan hukum pidana, pelanggaran terhadap suatu hak menjadi kewenangan negara sepenuhnya dan keberadaan korban cenderung tidak mempunyai pengaruh terhadap putusan para penegak hukum. Pengecualian terhadap beberapa tindak pidana yang sifatnya aduan, seperti tindak pidana penipuan, penggelapan, dan lain sebagainya.

Relatif kecilnya perhatian terhadap korban tindak pidana tampak pada pengaturan dalam KUHAP yang merumuskan hak-hak korban dalam 4 (empat) pasal saja, yaitu Pasal 98 sampai dengan Pasal 101 KUHAP yang mengatur tentang penggabungan ganti rugi dengan perkara pidana. Hal ini dirasakan cukup memprihatinkan karena bukan tidak mungkin jumlah korban sangat banyak bahkan lebih banyak dari tindak pidana itu sendiri.

(49)

37 Menurut Arif Gosita hak korban adalah :

1. Mendapatkan ganti kerugian atas penderitaannya, pemberian ganti kerugian tersebut sesuai kemampuan pelaku dalam memberikan ganti rugi dan keterlibatan korban dalam terjadinya tindak pidana 2. Menolak restitusi untuk kepentingan pelaku karena korban tidak

membutuhkannya

3. Mendapatkan restitusi atau kompensasi untuk ahli waris apabila korban meninggal dunia akibat tindak pidana tersebut

4. Mendapat pembinaan dan rehabilitasi 5. Mendapatkan hak miliknya kembali

6. Mendapatkan perlindungan dari ancaman pihak pelaku bila melapor dan menjadi saksi

7. Mempergunakan upaya hukum (rechtsmiddelen)

Perlindungan terhadap korban dan saksi dalam proses peradilan pidana (khususnya kasus-kasus pelanggaran HAM berat) juga diakui dalam dunia internasional.

D. Latihan

Untuk mengevaluasi dan memperdalam pemahaman mengenai materi BAB II di atas, silahkan anda mengerjakan latihan berikut ini: 1. Mengapakah viktimologi timbul sebagai ilmu yang terpisah dengan

kriminologi ?

2. Bagaimanakah tahapan perkembangan viktimologi ? 3. Apakah manfaat mempelajari sejarah viktimologi ?

4. Mengapakah hak-hak korban tidak banyak diatur dalam KUHAP ?

(50)

38

5. Apakah yang menjadi hak korban dalam proses peradilan pidana ?

Petunjuk Jawaban Latihan :

1. Sebelum mengerjakan latihan tersebut, terlebih dahulu harus membaca materi tentang sejarah viktimologi, Hak Asasi Manusia dan perlindungan korban, berulang-ulang dengan cermat, sampai merasa sudah cukup paham.

2. Kerjakan latihan tanpa bantuan orang lain

3. Jika dalam mengerjakan latihan mengalami kesulitan, maka diskusikanlah dengan teman-teman sejawat yang lebih memahami materi tersebut, jika memang diperlukan silahkan dikomunikasikan dengan tutor atau dosen yang membina mata kuliah Viktimologi.

E. Rangkuman

Perkembangan Viktimologi diawali pada tahun 1941 oleh Von Henting dengan makalah yang berjudul “Remark on the interaction of perpetrator and victim.” Kemudian tahun 1947 Mendelsonh menulis makalah dengan judul “New bio-psycho-sosial horizons: Victimology.” Pada saat inilah istilah victimology pertama kali digunakan secara terpisah dari kriminologi. Perkembangan Viktimologi dapat dibagi dalam tiga fase yaitu :

a. fase Pertama Viktimologi hanya mempelajari korban tindak pidana saja (Penal or Special Victimology) .

(51)

39 b. fase kedua Viktimologi tidak hanya mengkaji masalah korban

tindak pidana saja tetapi juga meliputi korban kecelakaan (General Victimology).

c. fase ketiga Viktimologi lebih luas lagi yaitu mengkaji permasalahan korban penyalahgunaan kekuasaan dan hak-hak asasi manusia (New Victimology).

Tahun 1949 W.H. Nagel juga melakukan pengamatan mengenai viktimologi yang dituangkan dalam tulisannya dengan judul “de Criminaliteit van Oss, Gronigen.”, dan pada Tahun 1959 P.Cornil dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa si korban patut mendapatkan perhatian yang lebih besar dari kriminologi dan viktimologi. Pada Tahun 1977 didirikanlah World Society of Victimology. World Society of Victimology (WSV) dipelopori oleh Schneider dan Drapkin. Perubahan terbesar dari perkembangan pembentukan prinsip-prinsip dasar tentang perlindungan korban terwujud pada saat diadakannya kongres di Milan, pada tanggal 26 Agustus 1985 yang menghasilkan beberapa prinsip dasar tentang korban tindak pidana dan penyalahgunaan kekuasaan yang selanjutnya diadopsi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 11 Desember 1985 dalam suatu deklarasi yang dinamakan Decleration of Basic Principle of Justice for Victims of Crime and Abuse Power.

Korban bukan hanya sebagai obyek tindak pidana tetapi perlu mendapatkan perlindungan secara sosial dan hukum.

Memperhatikan sejarah perkembangan hukum pidana, pada awalnya reaksi adanya tindak pidana menjadi hak korban yang mengakibatkan timbulnya dendam yang tidak berkesudahan. Untuk

Referensi

Dokumen terkait