• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaturan Kepentingan Korban Dalam Hukum Positif

BAB V PERANAN KORBAN DALAM SISTEM PERADILAN

F. Pengaturan Kepentingan Korban Dalam Hukum Positif

Ada beberapa hukum positif yang sudah memperhatikan kepentingan korban :

a. Undang-undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM,

Bab V Pasal 35 yang isinya :

(1) Setiap korban dan saksi dalam pelanggaran hak asasi manusia yang berat berhak atas perlindungan fisik dan mental dari ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan dari pihak manapun (2) Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib

dilaksanakan oleh aparat penegak hukum dan aparat keamanan secara Cuma-Cuma

(3) Ketentuan mengenai tata cara perlindungan terhadap korban dan saksi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

b. Undang-undang No. 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-undang, Pasal 36 yang isinya :

(1) Setiap korban atau ahli warisnya akibat tindak pidana terorisme berhak mendapatkan kompensasi atau restitusi

(2) Kompensasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pembiayaannya dibebankan kepada negara yang dilaksanakan oleh pemerintah

107 (3) Restitusi sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1), merupakan

ganti kerugian yang diberikan oleh pelaku kepada korban atau ahli warisnya

(4) Kompensasi dan/atau restitusi tersebut diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam amar putusan pengadilan

c. Undang-undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Bab IX Pasal 83, yang berisi :

(1) Pejabat dan pegawai PPATK, penyidik, penuntut umum, atau hakim wajib merahasiakan pihak pelapor dan pelapor

(2) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberikan hak kepada pelapor atau ahli warisnya untuk menuntut ganti kerugian melalui pengadilan

Pasal 84 yang berisi :

(1) Setiap orang yang melaporkan terjadinya dugaan tindak pidana

pencucian uang wajib diberi perlindungan khusus oleh negara dari kemungkinan ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan/atau hartanya, termasuk keluarganya

(2) Ketentuan mengenai tata cara pemberian perlindungan khusus

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam peraturan perundang-undangan

Pasal 85 yang berisi :

(1) Di sidang pengadilan, saksi, penuntut umum, hakim, dan orang lain yang terkait dengan tindak pidana pencucian uang yang sedang dalam pemeriksaan dilarang menyebutkan nama atau alamat pelapor

108

atau hal lain yang memungkinkan dapat terungkapnya identitas pelapor

(2) Dalam setiap persidangan sebelum sidang pemeriksaan dimulai, hakim wajib mengingatkan saksi, penuntut umum, dan orang lain yang terkait dengan pemeriksaan perkara tersebut mengenai larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

Pasal 86 yang berisi :

(1) Setiap orang yang memberikan kesaksian dalam pemeriksaan tindak pidana pencucian uang wajib diberi perlindungan khusus oleh negara dari kemungkinan ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan/atau hartanya, termasuk keluarganya

(2) Ketentuan mengenai tata cara pemberian perlindungan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam peraturan perundang-undangan

Pasal 87 yang berisi :

(1) Pelapor dan/atau saksi tidak dapat dituntut, baik secara perdata maupun pidana, atas laporan dan/atau kesaksian yang diberikan oleh yang bersangkutan

(2) Saksi yang memberikan keterangan palsu di atas sumpah dipidana sesuai dengan ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana

109 d. Undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan

Kekerasan Dalam Rumah Tangga Bab IV Pasal 10 yang berisi

antara lain : Korban berhak mendapatkan :

(1) Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perlindungan dari pengadilan

(2) Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis (3) Penanganan secara khusus berkaitan dengan rahasia korban

(4) Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan

(5) Pelayanan bimbingan rohani

Pasal 11 yang berisi :

Pemerintah bertanggungjawab dalam upaya pencegahan kekerasan dalam rumah tangga

Pasal 12 yang berisi :

(1) Untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 11, maka pemerintah :

a. Merumuskan kebijakan tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga

b. Menyelenggarakan komunikasi, informasi, dan edukasi tentang kekerasan dalam rumah tangga

c. Menyelenggarakan sosialisasi dan advokasi tentang kekerasan dalam rumah tangga, dan

110

d. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan sensitif gender dan isu kekerasan dalam rumah tangga serta menetapkan standar dan akreditasi pelayanan yang sensitif gender

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh menteri

(3) Menteri dapat melakukan koordinasi dengan instansi terkait dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

Pasal 13 yang berisi :

UU PKDRT dalam hal untuk penyelenggaraan pelayanan terhadap korban, pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan fungsi dan tugas masing-masing dapat melakukan upaya :

a. Penyediaan ruang pelayanan khusus di kantor kepolisian

b. Penyediaan aparat, tenaga kesehatan, pekerja sosial, dan pembimbing rohani

c. Pembuatan dan pengembangan sistem dan mekanisme kerja sama program pelayanan yang melibatkan pihak yang mudah diakses oleh korban, dan

d. Memberikan perlindungan bagi pendamping, saksi, keluarga, dan teman korban

Pasal 14 yang berisi ;

Untuk menyelenggarakan upaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 di atas, pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan fungsi dan tugas masing-masing dapat melakukan kerjasama dengan masyarakat atau lembaga sosial lainnya

111

Pasal 15 yang berisi :

Setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukan upaya-upaya sesuai dengan batas kemampuan untuk :

a. Mencegah berlangsungnya tindak pidana b. Memberikan perlindungan terhadap korban c. Memberikan pertolongan darurat, dan

d. Membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan

Bab VI Pasal 16 yang berisi :

(1) Dalam waktu 1 X 24 jam (satu kali dua puluh empat jam) terhitung sejak mengetahui atau menerima laporan kekerasan dalam rumah tangga, kepolisian wajib segera memberikan perlindungan sementara pada korban

(2) Perlindungan sementara sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) diberikan paling lama 7 (tujuh) hari sejak korban diterima atau ditangani

(3) Dalam waktu 1 X 24 jam ( satu kali dua puluh empat jam) terhitung sejak pemberian perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepolisian wajib meminta surat penetapan perintah perlindungan dari pengadilan

Pasal 17 yang berisi :

Dalam memberikan perlindungan sementara, kepolisian dapat bekerjasama dengan tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping, dan/atau pembimbing rohani untuk mendampingi korban

112

Pasal 18 yang berisi :

Kepolisian wajib memberikan keterangan kepada korban tentang hak korban untuk mendapat pelayanan dan pendampingan

Pasal 19 yang berisi :

Kepolisian wajib segera melakukan penyelidikan setelah mengetahui atau menerima laporan tentang terjadinya kekerasan dalam rumah tangga

Pasal 20 yang berisi ;

Kepolisian segera menyampaikan kepada korban tentang : a. Identitas petugas untuk pengenalan kepada korban

b. Kekerasan dalam rumah tangga adalah kejahatan terhadap martabat kemanusiaan, dan

c. Kewajiban kepolisian untuk melindungi korban

Pasal 21 yang berisi :

(1) Dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada korban, tenaga kesehatan harus :

a. Memeriksa kesehatan korban sesuai dengan standart profesinya b. Membuat laporan tertulis hasil pemeriksaan terhadap korban dan

visum et repertum atas permintaan penyidik kepolisian atau surat keterangan medis yang memiliki kekuatan hukum yang sama sebagai alat bukti

(2) Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di sarana kesehatan milik pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat

113

Pasal 22 yang berisi :

(1) Dalam memberikan pelayanan, pekerja sosial harus :

a. Melakukan konseling untuk menguatkan dan memberikan rasa aman bagi korban

b. Memberikan informasi mengenai hak-hak korban untuk mendapatkan perlindungan dari kepolisian dan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan

c. Mengantarkan korban ke rumah aman atau tempat tinggal alternatif , dan

d. Melakukan koordinasi yang terpadu dalam memberikan layanan kepada korban dengan pihak kepolisian, dinas sosial, lembaga sosial yang dibutuhkan korban

(2) Pelayanan pekerja sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di rumah aman milik pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat

Pasal 23 yang berisi :

Dalam memberikan pelayanan, relawan pendamping dapat :

a. Menginformasikan kepada korban akan haknya untuk mendapatkan seorang atau beberapa orang pendamping

b. Mendampingi korban di tingkat penyidikan, penuntutan atau tingkat pemeriksaan pengadilan dengan membimbing korban untuk secara obyektif dan lengkap memaparkan kekerasan dalam rumah tangga yang dialaminya

c. Mendengarkan secara empati segala penuturan korban sehingga korban merasa aman didampingi oleh pendamping, dan

114

d. Memberikan dengan aktif penguatan secara psikologis dan fisik kepada korban

Pasal 24 yang berisi ;

Dalam memberikan pelayanan, pembimbing rohani harus memberikan penjelasan mengenai hak, kewajiban, dan memberikan penguatan iman dan taqwa kepada korban

Pasal 25 yang berisi :

Dalam hal memberikan perlindungan dan pelayanan, advokat wajib a. Memberikan konsultasi hukum yang mencakup informasi

mengenai hak-hak korban dan proses peradilan

b. Mendampingi korban di tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan dalam sidang pengadilan dan membantu korban untuk secara lengkap memaparkan kekerasan dalam rumah tangga yang dialaminya, atau

c. Melakukan koordinasi dengan sesama penegak hukum, relawan pendamping, dan pekerja sosial agar proses peradilan berjalan sebagaimana mestinya

Pasal 26 yang berisi :

(1) Korban berhak melaporkan secara langsung kekerasan dalam rumah tangga kepada kepolisian baik di tempat korban berada maupun di tempat kejadian perkara

(2) Korban dapat memberikan kuasa kepada keluarga atau orang lain untuk melaporkan kekerasan dalam rumah tangga kepada pihak kepolisian baik di tempat korban berada maupun di tempat kejadian perkara

115

Pasal 27 yang berisi :

Dalam hal korban adalah seorang anak, laporan dapat dilakukan oleh orang tua, wali, pengasuh, atau anak yang bersangkutan yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

Pasal 28 yang berisi ;

Ketua pengadilan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari sejak diterimanya permohonan wajib mengeluarkan surat penetapan yang berisi perintah perlindungan bagi korban dan anggota keluarga lain, kecuali ada alasan yang patut

Pasal 29 yang berisi :

Permohonan untuk memperoleh surat perintah perlindungan dapat diajukan oleh :

a. Korban atau keluarga korban b. Teman korban

c. Kepolisian

d. Relawan pendamping, atau e. Pembimbing rohani

Pasal 30 yang berisi :

(1) Permohonan perintah perlindungan disampaikan dalam bentuk lisan atau tulisan

(2) Dalam hal permohonan diajukan secara lisan, panitera pengadilan negeri setempat wajib mencatat permohonan tersebut

116

(3) Dalam hal permohonan perintah perlindungan diajukan oleh keluarga, teman korban, kepolisian, relawan pendamping, atau pembimbing rohani maka korban harus memberikan persetujuannya (4) Dalam keadaan tertentu, permohonan dapat diajukan tanpa

persetujuan korban

Pasal 31 yang berisi :

(1) Atas permohonan korban atau kuasanya, pengadilan dapat

mempertimbangkan untuk :

a. Menetapkan suatu kondisi khusus

b. Mengubah atau membatalkan suatu kondisi khusus dari perintah perlindungan

(2) Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan

bersama-sama dengan proses pengajuan perkara kekerasan dalam rumah tangga

Pasal 32 yang berisi :

(1) Perintah perlindungan dapat diberikan dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun

(2) Perintah perlindungan dapat diperpanjang atas penetapan pengadilan (3) Permohonan perpanjangan perintah perlindungan diajukan 7 hari

sebelum berakhir

Pasal 33 yang berisi :

(1) Pengadilan dapat menyatakan satu atau lebih tambahan perintah perlindungan

117 (2) Dalam pemberian tambahan perintah perlindungan, pengadilan

wajib mempertimbangkan keterangan dari korban, tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping, dan/atau pembimbing rohani

Pasal 34 yang berisi :

(1) Berdasarkan pertimbangan bahaya yang mungkin timbul, pengadilan

dapat menyatakan satu atau lebih tambahan kondisi dalam perintah perlindungan.

(2) Dalam pemberian tambahan kondisi dalam perintah perlindungan,

pengadilan wajib mempertimbangkan keterangan dari korban, tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping, dan/atau pembimbing rohani

Pasal 36 yang berisi :

(1) Untuk memberikan perlindungan terhadap korban, kepolisian dapat

menangkap pelaku dengan bukti permulaan yang cukup karena telah melanggar perintah perlindungan

(2) Penangkapan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dapat

dilanjutkan dengan penahanan yang disertai surat perintah penahanan dalam waktu 1 X 24 jam

Pasal 37 yang berisi :

(1) Korban, kepolisian atau relawan pendamping dapat mengajukan

laporan secara tertulis tentang adanya dugaan pelanggaran terhadap perintah perlindungan

(2) Dalam hal pengadilan mendapatkan laporan tertulis sebagaimana

118

waktu 3 X 24 (tiga kali dua puluh empat) jam guna dilakukan pemeriksaan

(3) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh

pengadilan di tempat pelaku pernah tinggal bersama korban pada waktu pelanggaran diduga terjadi

Pasal 38 yang berisi :

(1) Apabila pengadilan tahu pelaku melanggar perintah perlindungan,

dan diduga melakukan pelanggaran lebih lanjut, maka pengadilan mewajibkan pelaku membuat pernyataan tertulis yang isinya berupa kesanggupan untuk mematuhi perintah perlindungan

(2) Apabila pelaku tetap tidak mengindahkan surat pernyataan tertulis

tersebut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengadilan dapat menahan pelaku paling lama 30 hari

(3) Penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai dengan

surat perintah penahanan

Bab VII Pasal 39 yang berisi :

Untuk kepentingan pemulihan, korban dapat memperoleh pelayanan dari ;

a. Tenaga kesehatan b. Pekerja sosial

c. Relawan pendamping, dan/atau d. Pembimbing rohani

Pasal 40 yang berisi :

(1) Tenaga kesehatan wajib memeriksa korban sesuai dengan standar profesinya

119 (2) Dalam hal korban perlu perawatan, tenaga kesehatan wajib

memulihkan kesehatannya

Pasal 41 yang berisi :

Pekerja sosial, relawan pendamping, dan/atau pembimbing rohani wajib untuk menguatkan dan/atau memberikan rasa aman bagi korban

Pasal 42 yang berisi :

Dalam rangka pemulihan terhadap korban, tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping dan/atau pembimbing rohani dapat melakukan kerja sama

e. Undang-undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Bab V Pasal 43 yang berisi :

Ketentuan mengenai perlindungan saksi dan korban dalam perkara tindak pidana perdagangan orang dilaksanakan berdasarkan Undang-undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini

Pasal 44 yang berisi :

(1) Saksi dan/atau korban TPPO berhak memperoleh kerahasiaan identitas

(2) Hak sebagaimana dimasud ayat (1) diberikan juga pada keluarga saksi dan/atau korban sampai derajad kedua, bila keluarga saksi dan/atau korban mendapat ancaman baik fisik maupun psikis dari orang lain yang berkenaan dengan keterangan saksi dan/atau korban

120

Pasal 45 yang berisi :

(1) Untuk melindungi saksi dan/atau korban, di setiap provinsi dan kabupaten/kota wajib dibentuk ruang pelayanan khusus pada kantor kepolisian setempat guna melakukan pemeriksaan di tingkat penyidikan bagi saksi dan/atau korban TPPO

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan ruang pelayanan khusus dan tata cara pemeriksaan saksi dan/atau korban diatur dengan PERKAP POLRI

Pasal 46 yang berisi :

(1) Untuk melindungi saksi dan/atau korban, pada setiap kabupaten/kota dapat dibentuk pusat pelayanan terpadu bagi saksi dan/atau korban tindak pidana perdagangan orang

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan mekanisme pelayanan terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah

Pasal 47 yang berisi :

Dalam hal saksi dan/atau korban beserta keluarganya mendapatkan ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan/atau hartanya, Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib memberikan perlindungan, baik sebelum, selama, maupun sesudah proses pemeriksaan perkara

Pasal 48 yang berisi :

(1) Setiap korban tindak pidana perdagangan orang atau ahli warisnya berhak memperoleh restitusi

121 (2) Restitusi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) berupa ganti

kerugian atas ;

a. Kehilangan kekayaan atau pengahsilan b. Penderitaan

c. Biaya untuk tindakan perawatan medis dan/atau psikologis, dan/atau

d. Kerugian lain yang diderita korban sebagai akibat perdagangan orang

(3) Restitusi tersebut diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam amar putusan pengadilan tentang perkara tindak pidana perdagangan orang

(4) Pemberian restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sejak dijatuhkan putusan pengadilan tingkat pertama (5) Restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dititipkan

terlebih dahulu di pengadilan tempat perkara diputus

(6) Pemberian restitusi dilakukan dalam 14 (empat belas) hari terhitung sejak diberitahukannya putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap

(7) Dalam hal pelaku diputus bebas oleh pengadilan tingkat banding atau kasasi, maka hakim memerintahkan dalam putusannya agar uang restitusi yang ditetapkan dikembalikan kepada yang bersangkutan

122

6. Undang-undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban

Pasal 5 ayat (1) yang berisi :

Seorang saksi dan korban berhak :

a) Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya

b) Ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan

c) Memberikan keterangan tanpa tekanan d) Mendapat penerjemah

e) Bebas dari pertanyaan yang menjerat

f) Mendapat informasi mengenai perkembangan kasus g) Mendapat informasi mengenai putusan pengadilan h) Mendapat informasi dalam hal terpidana dibebaskan i) Dirahasiakan identitasnya

j) Mendapat identitas baru

k) Mendapat tempat kediaman sementara l) Mendapat tempat kediaman baru

m) Memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan n) Mendapat nasihat hukum

o) Memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan berakhir

123

Pasal 6 ayat (1) yang berisi ;

Korban pelanggaran HAM yang berat, korban tindak pidana terorisme, korban tindak pidana perdagangan orang, korban tindak pidana penyiksaan, korban tindak pidana kekerasan seksual, dan korban penganiayaan berat, selain berhak atas hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, juga berhak mendapatkan :

a. Bantuan medis

b. Bantuan rehabilitasi psiko-sosial

Pasal 7 yang berisi :

(1) Setiap korban pelanggaran HAM yang berat dan korban tindak pidana terorisme, selain mendapatkan hak sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 dan 6, juga berhak atas kompensasi

(2) Kompensasi bagi korban pelanggaran HAM yang berat diajukan oleh korban, keluarga atau kuasa hukumnya kepada pengadilan HAM melalui LPSK

(3) Pelaksanaan pembayaran kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh LPSK berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap

(4) Pemberian kompensasi bagi korban tindak pidana terorisme dilaksanakan sesuai dengan ketentuan UU yang mengatur mengenai pemberantasan tindak pidana terorisme

Pasal 7 A yang berisi :

(1) Korban tindak pidana berhak memperoleh restitusi berupa : a. Ganti kerugian atas kehilangan kekayaan atau penghasilan

124

b. Ganti kerugian yang ditimbulkan akibat penderitaan yang berkaitan langsung sebagai akibat tindak pidana, dan/atau

c. Penggantian biaya perawatan medis dan/atau psikologis

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan LPSK

(3) Pengajuan permohonan restitusi dapat dilakukan sebelum/setelah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap melalui LPSK

(4) Dalam hal permohonan restitusi diajukan sebelum putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap, LPSK dapat mengajukan restitusi kepada penuntut umum untuk dimuat dalam tuntutannya

(5) Dalam hal permohonan restitusi diajukan setelah putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum tetap, LPSK dapat mengajukan restitusi kepada pengadilan untuk mendapat penetapan

(6) Dalam hal korban tindak pidana meninggal dunia, restitusi diberikan kepada keluarga korban yang merupakan ahli waris korban

Pasal 9 yang berisi :

(1) Saksi dan/atau korban yang merasa dirinya berada dalam ancaman yang sangat besar, atas persetujuan hakim dapat memberikan kesaksian tanpa hadir langsung di pengadilan tempat perkara terebut sedang diperiksa

(2) Saksi dan/atau korban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memberikan kesaksiannya secara tertulis yang disampaikan di hadapan pejabat yang berwenang dan membubuhkan tanda tangannya pada berita acara yang memuat kesaksiannya tersebut

125 (3) Saksi dan/atau korban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

pula didengar kesaksiannya secara langsung melalui sarana elektronik dengan didampingi oleh pejabat yang berwenang

Pasal 10 yang berisi :

(1) Saksi, korban, saksi pelaku dan/pelapor tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata, atas kesaksian dan/laporan, yang akan, sedang, atau telah diberikannya, kecuali kesaksian/laporan tersebut diberikan dengan etiket tidak baik (2) Dalam hal terdapat tuntutan hukum terhadap saksi, korban, saksi

pelaku, dan/pelapor atas kesaksian dan/laporan yang akan, sedang, atau telah diberikan, tuntutan hukum tersebut wajib ditunda hingga kasus yang ia laporkan/ia berikan kesaksian telah diputus oleh pengadilan dan memperoleh kekuatan hukum tetap

Hak-hak korban kejahatan dalam undang-undang tersebut selanjutnya diatur lebih lanjut dalam peraturan pelaksanaannya, yaitu :

1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 2 Tahun 2002 tentang Tata Cara Perlindungan Terhadap Korban dan Saksi Dalam Pelanggaran HAM Yang Berat

Pasal 2 yang berisi :

(1) Setiap korban atau saksi dalam pelanggaran hak asasi manusia yang berat berhak memperoleh perlindungan dari aparat penegak hukum dan aparat keamanan

(2) Perlindungan oleh aparat penegak hukum dan aparat keamanan sebagaimana dimaksud ayat (1) diberikan sejak penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan/pemeriksaan sidang

126

Pasal 3 yang berisi :

Perlindungan sebagaimana dimaksud Pasal 2, wajib dilaksanakan oleh aparat penegak hukum dan aparat keamanan

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 3 Tahun 2002 tentang Kompensasi, Restitusi, dan Rehabilitasi Terhadap Korban Pelanggaran HAM yang Berat

Pasal 2 yang berisi :

(1) Kompensasi, restitusi, dan atau rehabilitasi diberikan kepada korban atau keluarga korban yang merupakan ahli warisnya (2) Pemberian kompensasi, restitusi, rehabilitasi ayat (1) dilaksanakan

tepat, cepat, layak

Pasal 3 yang berisi ;

(1) Instansi Pemerintah terkait bertugas melaksanakan pemberian kompensasi dan rehabilitasi berdasarkan putusan pengadilan HAM yang telah inkracht

(2) Dalam hal kompensasi dan atau rehabilitasi menyangkut pembiayaan dan perhitungan keuangan negara, pelaksanaannya dilakukan oleh Departemen Keuangan

Pasal 4 yang berisi :

pemberian restitusi dilaksanakan oleh pelaku atau pihak ketiga berdasarkan perintah yang tercantum dalam amar putusan pengadilan HAM

Pasal 5 yang berbunyi :

Pelaksanaan putusan pengadilan HAM oleh Instansi Pemerintah Terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) wajib dilaporkan kepada

127 pengadilan HAM yang mengadili perkara yang bersangkutan dan Jaksa Agung paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal putusan dilaksanakan

3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 24 Tahun 2003 tentang Tata Cara Perlindungan Terhadap Saksi, Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim dalam Perkara Tindak Pidana Terorisme

Pasal 2 yang berisi :

Setiap saksi, penyidik, penuntut umum, dan hakim yang memeriksa beserta keluarganya dalam perkara tindak pidana terorisme wajib diberikan perlindungan oleh negara dari kemungkinan ancaman yang membahayakan diri, jiwa dan atau hartanya, baik sebelum, selama, sesudah proses pemeriksaan perkara

Pasal 3 yang berisi :

Perlindungan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan oleh aparat hukum dan aparat keamanan berupa :

a. Perlindungan atas keamanan pribadi dari ancaman fisik dan mental

b. Kerahasian identitas saksi

c. Pemberian keterangan pada saat pemeriksaan di sidang pengadilan tanpa bertatap muka dengan tersangka

128

4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 4 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan Kerja Sama Pemulihan Korban KDRT

Pasal 2 yang berisi :

(1) Penyelenggaran pemulihan terhadap korban dilaksanakan oleh instansi pemerintah dan pemerintah daerah serta lembaga sosial sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing, termasuk menyediakan fasilitas yang diperlukan untuk pemulihan korban

(2) Fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Ruang pelayanan khusus di jajaran kepolisian

b. Tenaga yang ahli dan profesional

(3) Pusat pelayanan dan rumah aman, dan sarana dan prasarana lain yang diperlukan untuk pemulihan korban Menteri dapat melakukan koordinasi dengan instansi terkait melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

Pasal 4 yang berisi :

Penyelenggaraan kegiatan pemulihan korban meliputi : a. Pelayanan kesehatan

b. Pendampingan korban