• Tidak ada hasil yang ditemukan

Restitusi Dan Kompensasi Dalam Hukum Pidana

BAB VII GANTI RUGI BAGI KORBAN

D. Restitusi Dan Kompensasi Dalam Hukum Pidana

Permasalahan tentang kompensasi dan restitusi ini tentunya dapat pula mempengaruhi kebijakan pemerintah dalam rangka menetapkan serta mengimplementasikan perlindungan hukum terhadap korban, yang diharapkan tidak hanya bersifat penetapan prosedur-prosedur hukum belaka, tetapi lebih bersifat subtansi dan operasional dengan membangun suatu sistem hukum pidana nasional melalui kebijakan hukum pidana yang mencerminkan keadilan dan kepastian hukum.

Konsep ganti rugi yang tercantum sebagai salah satu pidana tambahan di dalam Rancangan KUHP merupakan suatu kemajuan

164

besar yang dicapai dalam mewujudkan konsep restoratif justice. Hal ini juga sesuai dengan tuntutan dari masyarakat internasional untuk meningkatkan pengaturan hukum pidana terhadap korban tindak pidana. Kecenderungan ini diperkuat dengan adanya “UN Declaration of Basic Principles of Justice for Victims of Crime and Abuse of Power”, yang pada hakekatnya berisi himbauan para anggota PBB untuk lebih memperhatikan masalah korban tindak pidana, khususnya dalam hal :

1. Acces to justice and fair treatment 2. Restitution

3. Compensatiton 4. Assistance

Filsafat pemidanaan merupakan landasan filosofis untuk merumuskan ukuran atau dasar keadilan apabila terjadi pelanggaran Hukum Pidana. Filsafat keadilan dalam Hukum Pidana yang memiliki pengaruh yang kuat ada 2 (dua) yaitu :

1. Keadilan yang berbasis pada filsafat pembalasan atau “retributif justice” dan

2. Keadilan yang berbasis pada filsafat restorasi atau pemulihan yang dikenal dengan “restorative justice”

Berdasarkan laporan dari hasil Simposium Pembaharuan Hukum Pidana Nasional Tahun 2010 menyatakan bahwa “sesuai dengan Politik Hukum Pidana, maka tujuan pemidanaan harus diarahkan kepada perlindungan masyarakat dengan memperhatikan kepentingan masyarakat, negara, korban, dan pelaku.

165 Oleh sebab itu, menurut Mudzakir64, pemidanaan harus mengandung unsur-unsur yang bersifat :

1. Kemanusiaan, dalam arti pemidanaan tersebut menjunjung tinggi harkat dan martabat seseorang

2. Edukatif, dalam arti bahwa pemidanaan itu mampu membuat orang sadar sepenuhnya atas perbuatan yang dilakukan dan menyebabkan ia mempunyai sikap jiwa yang positif dan konstruktif bagi usaha penanggulangan tindak pidana

3. Keadilan, dalam arti bahwa pemidanaan tersebut dirasakan adil (baik oleh terhukum maupun oleh korban dan juga oleh masyarakat).

Pernyataan Mudzakir ini kemudian diulas kembali oleh Made Dharma Weda, yang kembali menegaskan bahwa perhatian terhadap korban merupakan inti dari keadilan restoratif yang memandang bahwa tindak pidana tidak hanya sebagai suatu pelanggaran terhadap Hukum Pidana saja, tetapi juga merupakan konflik antara individu yang mengakibatkan kerugian di pihak korban, masyarakat, dan pelaku tindak pidana itu sendiri65.

Berkaitan dengan hal tersebut, Braithwaite mengemukakan pula bahwa pelaku tindak pidana, korban dan masyarakat secara bersama-sama mengidentifikasi permasalahan serta proses hukum yang diinginkan korban, sehingga korban dapat memahami bagaimana proses itu dapat berlangsung dan apa yang dihasilkan dalam proses

64

Mudzakir. 2005. Bentuk-bentuk Pemidanaan Dalam Rancangan KUHP. Makalah Seminar yang diselenggarakan oleh KOMNAS HAM. Bandung. Hlm. 6

65 Made Dharma Weda. 2006. Pemberlakuan Hukum Pidana Secara Retroaktif Di Indonesia. Ringkasan Disertasi. Jakarta. Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia. Hlm.14.

166

tersebut66 . Selanjutnya Braithwaite juga mengemukakan bahwa : “equality justice means equal treatment of victims”. Hal ini menunjukkan bahwa perhatian terhadap korban, melalui kesempatan yang diberikan terhadap korban untuk mengetahui bentuk perbaikan yang dilakukan oleh pelaku, dan menunjukkan kualitas keadilan itu sendiri. Sedangkan Allison Morris dan Warren Young menyatakan bahwa inti dari keadilan restorative justice adalah pemberian maaf oleh korban kepada pelaku tindak pidana serta memperbaiki akibat yang ditimbulkan karena perbuatan pelaku tindak pidana, baik secara materiil maupun secara fisik67.

E. Latihan

Untuk mengevaluasi pemahaman materi, silahkan mengerjakan latihan berikut ini :

1. Jelaskan secara singkat apa makna ganti rugi bagi korban ?

2. Jelaskan persamaan dan perbedaan antara restitusi dan kompensasi !

3. Jelaskan mengapakah hakim yang berhak menentukan ganti rugi dan cara pelaksanaannya ?!

4. Jelaskan mengapa dalam UU PKDRT tidak mengatur adanya restitusi ?

5. Siapakah yang bertanggungjawab untuk melaksanakan rehabilitasi bagi korban tindak pidana ?

66 John Braithwaite. 2002. Restorative Justice and Responsive Regulation. Oxford University Press. Page 46.

67

Allison Morris and Warren Young. Reforming Criminal Justice The Potencial of

167

Petunjuk Jawaban Latihan :

1. Sebelum mengerjakan latihan tersebut, terlebih dahulu harus membaca materi BAB VII tentang Ganti Rugi Bagi Korban yang berisi tentang perumusan restitusi dan kompensasi dalam perspektif viktimologi dan restitusi dan kompensasi dalam hukum pidana secara berulang-ulang dengan cermat, sampai merasa sudah cukup paham. 2. Kerjakan latihan tanpa bantuan orang lain

3. Jika dalam mengerjakan latihan mengalami kesulitan, maka diskusikanlah dengan teman-teman sejawat yang lebih memahami materi tersebut, jika memang diperlukan silahkan dikomunikasikan dengan tutor atau dosen yang membina mata kuliah Viktimologi.

F. Rangkuman

Dalam rangka pengaturan terhadap perlindungan korban tindak pidana, hal pertama yang harus diperhatikan adalah esensi kerugian yang diderita korban. Untuk diketahui bahwa yang dimaksud dengan “restitusi” adalah bagian dari reparation atau pemulihan kepada korban yang berupa ganti kerugian yang harus diberikan oleh pelaku tindak pidana. Sedangkan “kompensasi” memiliki pemahaman yang hampir sama dengan restitusi, hanya saja pemberiannya dilakukan oleh negara dan bukan oleh pelaku tindak pidana. Kompensasi terjadi apabila pelaku tindak pidana tidak sanggup memberikan ganti rugi atau restitusi yang menjadi tanggungjawabnya kepada korban tindak pidana, sehingga tanggungjawab tersebut diambil alih oleh negara.

Pengertian kompensasi diatur secara khusus di dalam Pasal 1 angka 4 Peraturan Pemerintah No. 44 tahun 2008 tentang Pemberian

168

Kompensasi, Restitusi Dan Bantuan Kepada Saksi Dan Korban. Dan Restitusi diatur dalam Pasal 1 angka 5 nya. Untuk pihak yang dapat mengajukan restitusi diatur dalam Pasal 20 ayat (1) dan (2)

Beberapa catatan khusus yang perlu diperhatikan antara lain : 1. Di dalam hukum positif yang mengatur mengenai pemenuhan hak

korban, tidak membedakan antara korban yang sudah dewasa dengan yang masih anak-anak

2. Tidak adanya keseragaman baik dalam terminologi perumusan maupun pengaturannya

3. Tidak selalu diikuti dengan peraturan pemerintah, sebagai peraturan pelaksananya

4. Tidak ada ketentuan yang mengatur jika terdakwa tidak memenuhi kewajibannya untuk membayar restitusi, maka seharusnya akan ada pidana pengganti seperti pidana kurungan atau pidana denda

Sejalan dengan asas persamaan hukum maka jaminan perlindungan hukum untuk korban diatur dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban menentukan bahwa berdasarkan :

1. Pasal 7 ayat (3) mengenai pemberian kompensasi dan restitusi diatur dengan Peraturan Pemerintah

2. Pasal 34 ayat (3) mengenai kelayakan diberikannya bantuan kepada korban dan/atau saksi serta jangka waktu dan besaran biaya diatur dengan Peraturan Pemerintah

Yakni Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2008 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi dan Bantuan Hukum Kepada Saksi dan Korban.

169 Pemahaman bahwa korban telah menderita suatu bentuk kerugian akibat terjadinya suatu tindak pidana yang menimpa dirinya dipahami sebagai suatu asas universal hampir di seluruh bagian dunia. Perlindungan terhadap hak asasi manusia dan perlindungan terhadap hak korban merupakan dua sisi dari satu mata uang yang sama. Perlindungan terhadap hak-hak korban merupakan bagian dari perwujudan terhadap perlindungan hak asasi manusia.

Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking In Person, Especially Women and Children, Supplementing The United Nation Convention Against Transnational Organized Crime merupakan sebuah protokol untuk mencegah dan menghukum pelaku perdagangan manusia terutama karena korbannya adalah perempuan dan anak. Protokol tersebut dikeluarkan oleh Perserikatan Bangsa-bangsa yang kemudian lebih dikenal dengan “Konvensi Palermo 2000”.

Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU TPPO) mengatur berkaitan dengan perlindungan terhadap hak-hak korban yang diatur secara khusus di dalam Bab V Pasal 43 sampai dengan Pasal 55. Secara keseluruhan terdapat 12 (dua belas) pasal yang mengatur berkaitan dengan hak-hak korban perdagangan orang. namun dalam implementasinya ternyata ada pasal-pasal yang kurang jelas sehingga menghambat pelaksanaan dalam rangka memberikan perlindungan terhadap hak-hak korban khususnya perdagangan orang.

Pencantuman restitusi secara eksplisit juga diatur di dalam Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

170

tetapi tidak diatur sebagai suatu jenis pidana tambahan dan tidak tertulis secara lebih spesifik jumlah nominal dan batasan minimum dan maksimumnya seperti yang tercantum dalam pidana denda.

Konsep ganti rugi yang tercantum sebagai salah satu pidana tambahan di dalam Rancangan KUHP merupakan suatu kemajuan besar yang dicapai dalam mewujudkan konsep restoratif justice. Hal ini juga sesuai dengan tuntutan dari masyarakat internasional untuk meningkatkan pengaturan hukum pidana terhadap korban tindak pidana. Kecenderungan ini diperkuat dengan adanya “UN Declaration of Basic Principles of Justice for Victims of Crime and Abuse of Power”, yang pada hakekatnya berisi himbauan para anggota PBB untuk lebih memperhatikan masalah korban tindak pidana, khususnya dalam hal :

1. Acces to justice and fair treatment 2. Restitution

3. Compensatiton 4. Assistance

Filsafat pemidanaan merupakan landasan filosofis untuk merumuskan ukuran atau dasar keadilan apabila terjadi pelanggaran Hukum Pidana. Filsafat keadilan dalam Hukum Pidana yang memiliki pengaruh yang kuat ada 2 (dua) yaitu :

1. Keadilan yang berbasis pada filsafat pembalasan atau “retributif justice” dan

2. Keadilan yang berbasis pada filsafat restorasi atau pemulihan yang dikenal dengan “restorative justice”

171 Berdasarkan laporan dari hasil Simposium Pembaharuan Hukum Pidana Nasional Tahun 2010 menyatakan bahwa “sesuai dengan Politik Hukum Pidana, maka tujuan pemidanaan harus diarahkan kepada perlindungan masyarakat dengan memperhatikan kepentingan masyarakat, negara, korban, dan pelaku.

Oleh sebab itu, menurut Mudzakir, pemidanaan harus mengandung unsur-unsur yang bersifat :

1. Kemanusiaan, dalam arti pemidanaan tersebut menjunjung tinggi harkat dan martabat seseorang

2. Edukatif, dalam arti bahwa pemidanaan itu mampu membuat orang sadar sepenuhnya atas perbuatan yang dilakukan dan menyebabkan ia mempunyai sikap jiwa yang positif dan konstruktif bagi usaha penanggulangan tindak pidana

3. Keadilan, dalam arti bahwa pemidanaan tersebut dirasakan adil (baik oleh terhukum maupun oleh korban dan juga oleh masyarakat).

G. Tes Formatif

1. Tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang dapat merugikan : a. Korban

b. Pelaku c. Masyarakat

172

2. Hal yang perlu diperhatikan oleh hakim untuk memuaskan korban adalah ….. kecuali :

a. Kesalahan pelaku tindak pidana

b. Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana

c. Kerugian korban d. Lingkungan korban

3. Kesanggupan pelaku tindak pidana untuk membayar ganti rugi pada korban dikenal dengan istilah :

a. Restitusi b. Kompensasi c. Rehabilitasi d. Asimilasi

4. Ganti rugi untuk korban dapat ditanggung oleh negara, hal ini disebut dengan :

a. Restitusi b. Kompensasi c. Rehabilitasi d. Asimilasi

5. Konsep ganti rugi yang diberikan kepada korban tindak pidana sesuai dengan prinsip :

a. Equality before of the law b. Presumption of innocent c. Restorative justice d. distributif

173 Setelah mengerjakan Tes, cocokkan jawaban saudara dengan kunci jawaban yang ada di akhir Buku Ajar ini . Hitung jawaban yang benar, gunakan rumus untuk mengetahui tingkat penguasaan Bab VII.

Rumus :

Jumlah jawaban yang benar Tingkat penguasaan = --- X 100 %

5 Arti tingkat penguasaan yang dicapai : a. 90 - 100 % = baik sekali

b. 80 – 89 % = baik c. 70 – 79 % = cukup d. < 70 % = kurang

Bila tingkat penguasaan mencapai 80 %, maka penguasaan BAB VII sudah bagus. Tapi jika masih di bawah 80 %, harus mengulangi Bab VII terutama bagian yang belum dikuasainya.

174

DAFTAR PUSTAKA

Ancok, Djamaluddin. 1987. Psikologi Kepemimpinan dan Inovasi. Surabaya. Erlangga.

Andrisman, Tri. 2006. Hukum Pidana, Asas-asas dan Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia. Bandar Lampung. Universitas Lampung.

Atmasasmita, Romli. 1992. Masalah Santunan Terhadap Korban Tindak Pidana. Jakarta. Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman.

Bonger, W.A. 1970. Pengantar Tentang Kriminologi. Jakarta. Pembangunan Ghalia.

Chockallingan, Kumaravelu. 2009. Scope of Contemporary Victimology. Paper Presented at Asian Postgraduate Course on Victimology. Tokiwa University. Mito-Japan.

Dirdjosisworo Soedjono. 1984. Ruang Lingkup Kriminologi. Bandung. Remadja Karya.

Gosita, Arif. 1985. Masalah Korban Kejahatan. Jakarta. Akademika Pressindo.

...1986. Victimologi dan KUHAP. Jakarta. Akademika Pressindo.

175 Masriani, Yullies Tina. 2004. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta.

Sinar Grafika.

Meliala, Adrianus, 1993, Menyingkap Kejahatan Kerah Putih, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Muladi. 1995. Kapita Selekta Hukum Pidana. Semarang. Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Nawawi Arief, Barda. 1996. Batas-batas Kemampuan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan. Makalah disajikan dalam Seminar Pendekatan Non Penal dalam Penanggulangan Kejahatan. Semarang 2 September 1996. Prakoso, Djoko. 1986. Kedudukan Justisiabel di dalam KUHAP.

Jakarta.Ghalia Indonesia.

Sahetapy, J.E. 1992. Teori Kriminologi: Suatu Pengantar. Bandung. Citra Aditya Bakti.

Sahetapy. J.E. 1995. Bunga Rampai Viktimisasi. Bandung. Eresco. Separovic, Paul. 1985. Victimologi Study of Victim. Zagreb :

Samobor-Novaki bb. Pravni Fakulteit.

Siswanto, Heni. 2005. Hukum Pidana. Bandar Lampung. Universitas Lampung.

Sudarto. 1983. Hukum Pidana dan Perkembagan Masyarakat. Bandung. Sinar Baru.

Susetyo, Heru. 2012. Perlindungan Terhadap Sosial Injuries dan Secondary Victimization dalam Hukum Indonesia : Catatan

176

Kritis Kasus Novi Amalia. Jurnal Perlindungan Saksi Dan Korban. Vo. 7 No 1. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.

Sutherland, Edwin H. 1986. On Analyzyng Crime. London. University of Chicago Press.

Waluyo, Bambang. 2004. Pidana dan Pemidanaan. Jakarta. Sinar Grafika.

Wemers, Jo-Anne. 2010. A Short History of Victimology. Diterbitkan dalam Haggemann, Scafer and Schmidt. Victimology Victim Assistance And Criminal Justice.

Widiaratna, G. 2009. Viktimilogi, Perspektif Korban Dalam Penanggulangan Kejahatan. Jogyakarta. Atmajaya.

Widiyanti, Ninik dan Panji Anoraga. 1987. Perkembangan Kejahatan dan Masalahnya. Jakarta. Pradnya Paramita.

Wilson, Janet K. (edt). 2009. The Praeger Handbook of Victimology. California : Praeger An Imprint of ABC-CLIO. LLC.

Yulia, Rena. 2010. Viktimologi, Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan. Bandung. Graha Ilmu.

Perundang-Undangan

undang No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

177 UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM diatur lebih lanjut

dalam PP Nomor 2 Tahun 2002 tentang Tata Cara Perlindungan Saksi dan Korban

Undang-undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

UU No. 15 Tahun 2002 yang diperbarui dengan UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan TPPU, serta PP No. 57 Tahun 2003 tentang Perlindungan Saksi dan Pelapor TPPU

UU No. 30 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

UU No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Terorisme diatur lebih lanjut dalam PP No. 24 Tahun 2003 tentang Tata Cara Perlindungan Terhadap Saksi, Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim dalam Perkara Tindak Pidana Terorisme

UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam rumah Tangga

UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Undang-undang No. 9 Tahun 2008 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang

UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU UU No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 13 Tahun

178

korban dalam UU selanjutnya diatur dalam peraturan pelaksanaannya, yaitu :

PP RI No. 2 Tahun 2002 tentang Tata Cara Perlindungan Terhadap Korban dan Saksi Dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat

PP RI No. 3 Tahun 2002 tentang Kompensasi, Restitusi, dan Rehabilitasi Terhadap Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat

PP RI No. 24 Tahun 2003 tentang Tata Cara Perlindungan Terhadap Saksi, Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim dalam Perkara Tindak Pidana Terorisme

PP RI No. 4 /2006 tentang Penyelenggaraan dan Kerja Sama Pemulihan Korban KDRT

PP RI No. 9/2008 tentang Tata Cara Pelayanan Terpadu Bagi Saksi dan Korban TPPO

PP RI No 44 Tahun 2008 tentang Pemberian kompensasi, Restitusi, Dan Bantuan Kepada Saksi dan Korban

179

Glossary

Delik aduan : tindak pidana dimana dapat diproses jika ada aduan dari pihak korbannya

Delik biasa : tindak pidana yang dapat diroses tanpa adanya laporan

Hak : segala sesuatu yang seharusnya diterima atau dimiliki oleh Seseorang

Hukum Acara Pidana : Aturan yang mengatur proses penyelesaian perkara pidana

Hukum Formel : hukum yang mengatur proses penegakkan hukum materiel

Hukum Materiel : hukum yang berisi perintah dan larangan Hukum Pidana : Aturan yang berisi perintah dan larangan Kejahatan : perbuatan yang tercela walaupun tidak ada

aturan yangmengaturnya

Kewajiban : segala sesuatu yang harus dilakukan, jika tidak dilakukan akan memperoleh sanksi atau hukuman

Kompensasi : ganti rugi yang diberikan oleh pemerintah pada korban karena kerugian yang dideritanya akibat adanya kejahatan

Korban : pihak yang dirugikan akibat terjadinya kejahatan atau Tindak pidana

180

Kriminologi : ilmu yang mempelajari tentang kejahatan

Pelanggaran : perbuatan yang dianggap sebagai tercela karena ada aturannya

Perlindungan : Pemberian rasa aman dan nyaman pada korban kejahatan

Rehabilitasi : Pemulihan korban akibat adanya kejahatan

Restitusi : ganti rigi yang diberikan oleh pelaku kejahatan pada korban

Tindak Pidana : perbuatan yang melanggar aturan pidana Sistem Peradilan Pidana : Proses penyelesaian tindak pidana Viktimologi : Ilmu yang mempelajari tentang korban

181

KUNCI JAWABAN TES FORMATIF

BAB I BAB II BAB III BAB IV BABV BABVI 1. a 1. c 1. a 1. a 1. c 1. d 2. a 2. d 2. a 2. a . 2. d 2. d 3. b 3. a 3. c 3. d 3. b 3. a 4. b 4. a 4. c 4. c 4. d 4. b 5. a 5. d 5. d 5. a 5. a 5. C BAB VII 1.d 2. d 3. a 4. b 5. c