• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengertian Kriminologi

BAB II SEJARAH VIKTIMOLOGI

B. Pengertian Kriminologi

E.H. Sutherland30 berpendapat Kriminologi adalah ilmu yang mempelajari kejahatan atau tindak pidana sebagai fenomena sosial, termasuk proses pembuatan, pelanggaran, dan reaksi pelanggaran undang-undang. Menurut W.A Bonger31 kriminologi adalah “ilmu yang menyelidiki kejahatan secara seluas-luasnya”.Bonger membagi kriminologi dalam 2 (dua) aspek : pertama, kriminologi praktis, yaitu kriminologi yang berdasarkan pada hasil penelitian dan disimpulkan manfaat praktisnya. Kedua, Kriminologi Teoritis, yaitu ilmu yang berdasarkan pada pengalaman seperti ilmu lainnya, memperhatikan gejala kejahatan dan mencoba menyelidiki sebab terjadinya gejala tersebut (etiologi).

Taft dan England32 merumuskan kriminologi secara umum dan khusus. Pengertian Umum, kajian yang ruang lingkupnya berbagai hal guna memahami dan mencegah kejahatan untuk pengembangan hukum, termasuk penghukuman/pembinaan anak dan pelaku kejahatan, dan mengetahui cara melakukan kejahatan. Pengertian khusus, kriminologi semata-mata mengkaji dan menjelaskan kejahatan, serta mengetahui cara mereka melakukan kejahatan.

30. Edwin H. Sutherland. 1986. On Analyzyng Crime. London. University of Cicago Press. 31 W.A. Bonger, 1970.Pengantar Tentang Kriminologi. Jakarta. Pembangunan Ghalia. 32 Taft. 1964. Criminology. New York. Mac Millan. Hlm. 11

46

Herman Manheim33, mengartikan kriminologi dalam arti luas, yaitu kajian tentang kejahatan termasuk di dalamnya penologi dan metode penanggulangan, pencegahan kejahatan dengan cara non-penghukuman.

Walter Reckless 34 mendefinisikan kriminologi sebagai pemahaman ketertiban individu bertingkah laku dan tingkah laku jahat, pemahaman bekerjanya Sistem Peradilan Pidana. Keterlibatan, mempunyai dua aspek: (1) kajian terhadap pelaku, dan (2) kajian tingkah laku pelaku, termasuk korban. Memperhatikan masalah (1) masuknya orang dalam Sistem Peradilan Pidana di setiap titik, dan paralel; serta (2) keluaran dari produk Sistem Peradilan Pidana dalam setiap titik perjalanan”

Elmer Hubert35 mengartikan Kriminologi sebagai kajian ilmiah dan penerapan praktis penemuan di lapangan: (a) sebab dan tingkah laku jahat serta etiologi, (b) ciri khas reaksi sosial sebagai ciri masyarakat, dan (c) pencegahan kejahatan.

Haskell dan Yablonsky36 mendefinisikan kriminologi sebagai disiplin ilmiah tentang pelaku dan tindakan kejahatan yang meliputi : sifat, tingkat, sebab kejahatan dan kriminalitas, perkembangan hukum pidana dan Sistem Peradilan Pidana, ciri kejahatan, pembinaan penjahat, pola kriminalitas, dampak kejahatan dan perubahan sosial.

33 Manheim. 1965. Comparative Crminology. Vol I. Boston : Houghtom Miffin. Hlm. 3. 34 Reckless.1973. American Criminology. New York. Appleton Century Crofts. Hlm. 5. 35 E. H. Johnson. 1968. Research Methods in Criminal Justice and Criminology. New York.

Macmillan Publishing Co. Inc. Hlm 62.

47 Richard Quinney 37 mendefinisikan Kriminologi sebagai pemahaman kejahatan dengan menyajikan secara bolak-balik antara kebijakan konvensional tentang kejahatan dengan konsep baru yang menegaskan gagasan tradisional.

Prof. Muhammad Mustofa38, definisi kriminologi dikaitkan dengan pengembangan kriminologi di Indonesia berakar pada sosiologis. “kriminologi diartikan sebagai pengetahuan ilmiah tentang: a) perumusan sosial pelanggaran hukum, penyimpangan sosial, kenakalan, dan kejahatan; b) pola tingkah laku dan sebab terjadinya pola tingkah laku yang menyimpang, pelanggar hukum, kenakalan, dan kejahatan yang ditelusuri pada munculnya suatu peristiwa kejahatan, serta kedudukan korban kejahatan dalam hukum dan masyarakat; d) pola reaksi sosial formal, informal, dan non-formal terhadap penjahat, kejahatan, dan korban kejahatan.

Awalnya Kriminologi merupakan bagian dari Hukum Pidana, pada perkembangannya kriminologi menjadi ilmu yang mandiri walaupun masih berkaitan dengan Hukum Pidana yaitu mengkaji sebab pelaku melakukan kejahatan. Pelaku kejahatan merupakan masalah pokok Hukum Pidana. Demikian pula Viktimologi awalnya merupakan bagian Kriminologi modern yang mengkaji sebab pelaku melakukan kejahatan. Karena perkembangan dan perubahan masyarakat dan banyak ahli pikir antusias untuk mengkaji nasib para korban untuk mendapatkan perlindungan hukum, akhirnya viktimologi menjadi ilmu yang mandiri.

37 R. Quinney. 1975. Criminology-Analysis and Critique of Crime in America. Boston. Little Brown. Hlm. 31

38 Muhammad Mustofa. 2007. Kriminologi : Kajian Sosiologi Terhadap Kriminalitas

48

Hubungan viktimologi dengan hukum pidana dipahami bahwa masalah pokok hukum pidana adalah tindak pidana dan sanksinya, baik teori maupun praksis. Inti hukum pidana adalah hubungan korban dan pelaku tindak pidana. Artinya kedudukan korban dan pelaku tindak pidana seharusnya sama. Abad pertengahan hak korban/keluarganya dianggap puas jika pelaku dijatuhi pidana yang mengandung penderitaan. Perkembangan penologi yang semakin berperikemanusiaan berkenaan dengan perkembangan perlindungan “hak asasi manusia”, maka sifat penderitaan pidana berkurang dan sampai puncaknya dengan “pidana bersyarat” atau percobaan. Korban/keluarganya makin tidak puas, bahkan sadar diperlakukan tidak adil dibandingkan dengan perlakuan kepada pelaku tindak pidana. Dalam Sistem Peradilan Pidana, korban diposisikan sebagai saksi saja. Sehingga korban/keluarganya menuntut perlakuan yang seimbang dengan pelaku.

Guna memecahkan tuntutan korban/keluarganya, maka korban menjadi salah satu masalah pokok hukum pidana dengan urutan sebagai berikut :

1. Perbuatan melawan hukum dipelajari dalam hukum pidana 2. Pelaku perbuatan melawan hukum dipelajari dalam kriminologi 3. Korban dipelajari dalam viktimologi

4. Sanksi dipelajari dalam penologi

Konsekuensi bagi yang mempelajari/mengkaji hukum pidana harus mempelajari tentang korban. Penegak hukum harus mempertimbangkan dan mengkaji keempat masalah hukum pidana

49 tersebut. Untuk memperoleh keadilan yang sungguh-sungguh, maka hakim harus mempertimbangkan kesalahan pelaku tindak pidana dan kesalahan korban secara seimbang.

Hubungan antara kriminologi dan viktimologi sudah tidak diragukan lagi, karena Kriminologi membahas mengenai pelaku tindak pidana, sedang viktimologi mempelajari korban kejahatan. Mendelsonh, Didik M.Arief Mansur berpendapat bahwa : “viktimologi merupakan bagian yang hilang dari kriminologi atau dengan kalimat lain, viktimologi akan membahas bagian yang tidak tercakup dalam kajian kriminologi”.

Pentingnya dibentuk Viktimologi secara terpisah dari Kriminologi mengundang beberapa pendapat, yaitu sebagai berikut : 1. Yang berpendapat viktimologi tidak terpisahkan dari kriminologi,

diantaranya Von Hentig, H. Mannheim dan Paul Cornil. Mereka mengatakan kriminologi merupakan ilmu yang menganalisis tindak pidana dengan segala aspeknya, termasuk korban. Dengan demikian, kriminologi membantu menjelaskan peran korban dalam tindak pidana.

2. Yang ingin viktimologi terpisah dari kriminologi, adalah Mendelsohn. Viktimologi merupakan ilmu yang mempunyai teori dalam kriminologi, tetapi membahas korban, viktimologi juga tidak dapat hanya terfokus pada korban itu sendiri.

Hubungan kriminologi dan hukum pidana dikatakan keduanya pasangan yang saling melengkapi karena orang akan mengerti dengan baik tentang penggunaan hukum terhadap pelaku tindak pidana maupun pengertian mengenai timbulnya tindak pidana dan cara

50

pemberantasannya sehingga mudah menentukan adanya tindak pidana dan pelakunya. Hukum pidana mempelajari delik sebagai pelanggaran hukum, sedang untuk mempelajari bahwa delik merupakan perbuatan manusia sebagai suatu gejala sosial adalah kriminologi.

J.E Sahetapy berpendapat bahwa kriminologi dan viktimologi merupakan sisi dari mata uang yang saling berkaitan. Perhatian akan tindak pidana yang ada tidak seharusnya hanya berputar sekitar munculnya tindak pidana akan tetapi juga akibat dari tindak pidana, karena dari sini akan terlihat perhatian bergeser tidak hanya kepada pelaku tindak pidana tetapi juga kepada posisi korban dari tindak pidana itu sendiri.

C. Perbedaan Viktimologi Dengan Kriminologi

Kriminologi dalam arti sempit adalah ilmu yang mempelajari kejahatan. Dalam arti luas meliputi kriminalistik yang sifatnya mengandung ilmu eksakta dan penologi 39. Dalam wujud ilmu pengetahuan, kriminologi merupakan “the body of knowledge” yang ditunjang oleh pengetahuan dan hasil penelitian berbagai disiplin, sehingga aspek pendekatan terhadap obyek kajiannya luas sekali, karena juga dilakukan pendekatan secara inter-disipliner dari ilmu-ilmu sosial dan humaniora40.

39

Penologi secara sempit berarti ilmu tentang hukuman, ilmu ini merupakan salah satu cabang kriminologi yang membahas konstruksi Kitab Undang-undang Hukum Pidana, penghukuman, dan administrasi sanksi pidana, Soerjono Soekanto dan Pudji Santoso. 1988. Kamus Kriminologi. Ghalia Indonesia. Jakarta. Hlm. 72. Dan dalam Black’s Law Dictionary. Tenth Edition. Dijelaskan bahwa: “Penology is the study of penal institutions, crime prevention, and the punishment and rehabilitation of criminals, including the art of fitting the right treatment to an offender”

51 Kesimpulannya, kriminologi merupakan salah satu sisi mata uang, dengan sendirinya sisi yang lain adalah viktimologi. Dapat dikatakan bahwa ciri manusia jahat memantulkan ciri serupa tetapi tidak sama pada manusia korban41.

Paul Separovic42, berpendapat bahwa konsep viktimologi, apakah merupakan bagian dari kriminologi, atau bagian dari ilmu sosial. Viktimologi merupakan disiplin yang berurusan dengan korban. Separovic berpendapat bahwa penempatan viktimologi bergantung pada batasan konsep korban. Jika korban dikonsepkan mereka yang menderita sebagai akibat kejahatan maka viktimologi menjadi bagian kejahatan, dan viktimologi merupakan sebuah disiplin dalam kriminologi.

Jo-Anne Wemmers43, Mendelson tahun 1955 meletakan dasar bagi viktimologi dan menjadikannya disiplin yang terpisah dari kriminologi. Disamping adanya istiliah “criminology”, Mendelson juga mengenalkan istilah baru “victimal” sebagai lawan dari istilah “criminal” dan “victimality” sebagai lawan dari “criminality”.