1 Relasi Karakter Etnisitas Penghuni dengan Bentuk Arsitektural Rumah
Produktif Batik Sebagai Fungsi Campuran
Objek Studi : Kawasan Rumah Produktif Batik di Pekalongan
Disusun Oleh: Rumiati R. Tobing Etty Retnowati Kridarso
Uras Siahaan
Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Katolik Parahyangan
iv
DAFTAR ISI iii
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR TABEL x
DAFTAR SKEMA xii
BAB I PENDAHULUAN 1
1. 1 Latar Belakang Penelitian 1
1. 2 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian 5
1. 3 Posisi Penelitian 5
1. 4 Premis dan Tesa Kerja 8
1. 5 Pertanyaan Penelitian 9
1. 6 Tujuan dan Manfaat Penelitian 10
1. 7 Alur Pikir 10
1. 8 Metode dan Langkah Penelitian 12
1. 9 Pemilihan Obyek Studi 13
1.10 Sistematika Pelaksanaan Penelitian 14
1.11 Sistematika Penulisan 16
BAB II RUMAH PRODUKTIF BATIK DAN KARAKTER ETNISITAS
DALAM KONTEKS LINGKUNGAN BINAAN 18
2. 1. Rumah Produktif Batik Dalam Konteks Lingkungan Binaan 19
2. 1. 1. Rumah dalam Konteks Definisi dan Fungsi 19
2. 1. 2. Rumah Produktif Batik dalam Perspektif Psikologi Lingkungan 22 2. 1. 3. Rumah Produktif Batik dalam Perspektif Tipologi Bangunan 22 2. 1. 4. Rumah Produktif Batik dalam Perspektif Pola Proses dan Pengelolaan 23
2. 1. 5. Dasar Pembentukan Rumah Produktif Batik 34
2. 2. Karakter Etnisitas Masyarakat Dalam Perspektif Lingkungan Binaan 38
2. 3. Kota Pekalongan Dalam Perspektif Lingkungan Binaan 43
2. 4. Definisi Operasional Dalam Pelaksanaan Penelitian 45
BAB III KONSEP PEMAHAMAN DAN PEMBACAAN RELASI 46
3. 1. Deskripsi Relasi 46
3. 2. Konsep Pemahaman Relasi 46
3. 3. Konsep Pembacaan Relasi 47
3. 4. Konsep Penilaian Relasi 51
.
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 52
4. 1. Kerangka Penelitian 52
4. 2. Pendekatan Penelitian 54
v
4. 3. Pelaksanaan Penelitian 57
4. 3. 1. Langkah dan Metode 57
4. 3. 2. Pemilihan Obyek Studi 61
4. 3. 3. Pengumpulan Data 63
4. 3. 4. Analisis Data 64
4. 3. 5. Penarikan Kesimpulan 65
BAB V RUMAH PRODUKTIF BATIK DI KAUMAN, SUGIHWARAS
DAN SAMPANGAN PEKALONGAN JAWA TENGAH 66
5. 1. Posisi Dan Potensi Kota Pekalongan 66
5. 2. Lingkungan Fisik dan Bangunan di Kota Pekalongan 68
5. 3. Manusia Masyarakat Dan Lingkungan Kultural di Pekalongan 72
5. 4. Rumah Produktif Sebagai Obyek Studi 75
5. 5. Rumah Produktif Batik di Kauman 78
5. 5. 1. Rumah Produktif Batik Faza 81
5. 5. 2. Rumah Produktif Batik Bella 85
5. 5. 3. Rumah Produktif Batik Riska 87
5. 5. 4. Rumah Produktif Batik Falma 89
5. 5. 5. Rumah Produktif Batik Mufti 92
5. 6. Tabulasi Data Rumah Produktif di Kauman 93
5. 7. Rumah Produktif Di Sugihwaras 95
5. 7. 1. Rumah Produktif Batik Madu Bronto 96
5. 7. 2. Rumah Produktif Batik Luza 99
5. 7. 3. Rumah Produktif Batik Huza 101
5. 7. 4. Rumah Produktif Batik Pisang Bali 103
5. 7. 5. Rumah Produktif Batik Khanaan 105
5. 8. Tabulasi Data Rumah Produktif di Sugihwaras 107
5. 9. Rumah Produktif Di Sampangan 108
5. 9. 1. Rumah Produktif Batik Kresna 110
5. 9. 2. Rumah Produktif Batik Warna Indah 112
5. 9. 3. Rumah Produktif Batik Mukti 114
5. 9. 4. Rumah Produktif Batik Jong 116
5. 9. 5. Rumah Produktif Batik Unggul Jaya 117
5. 9. 6. Rumah Produktif Batik Teratai Indah 118
5. 10. Tabulasi Data Rumah Produktif Di Sampangan 121
5. 11. Karakter Etnisitas Masyarakat Pekalongan 122
vi
5. 12. Studi Banding 128
5. 12. 1. Rumah Produktif Di Lasem Rembang 128
BAB VI PENILAIAN RELASI POLA TATA RUANG RUMAH
PRODUKTIF BATIK DAN KARAKTER ETNISITAS PENGHUNI
6. 1. Rumah Produktif Batik Di Pekalongan 132
6. 2. Rumah Produktif Etnis Pribumi Kauman 133
6. 2. 1. Rumah Produktif Batik Faza 134
6. 2. 2. Rumah Produktif Batik Bella 136
6. 2. 3. Rumah Produktif Batik Riska 138
6. 2. 4 Rumah Produktif Batik Falma 139
6. 2. 5. Rumah Produktif Batik Mufti 141
6. 3. Model Rumah Produktif Di Kauman 143
6. 4. Rumah Produktif Keturunan Etnis Arab Sugihwaras 144
6. 4. 1. Rumah Produktif Batik Madu Bronto 144
6. 4. 2. Rumah Produktif Batik Luza 146
6. 4. 3. Rumah Produktif Batik Huza 147
6. 4. 4. Rumah Produktif Batik Pisang Bali 149
6. 4. 5. Rumah Produktif Batik Khanaan 151
6. 5. Model Rumah Produktif Di Sugihwaras 153
6. 6. Rumah Produktif Keturunan Etnis Cina Di Sampangan 154
6. 6. 1. Rumah Produktif Batik Kresna 154
6. 6. 2. Rumah Produktif Batik Warna Indah 155
6. 6. 3. Rumah Produktif Batik Mukti 157
6. 6. 4. Rumah Produktif Batik Jong 159
6. 6. 5. Rumah Produktif Unggul Jaya 160
6. 6. 6. Rumah Produktif Teratai Indah 162
6. 7. Model Rumah Produktif Batik Di Sampangan 163
6. 8. Karakter Etnisitas Penghuni 164
6. 9. Penilaian Relasi 169
ii
SEBAGAI FUNGSI CAMPURAN
Obyek Studi: Kauman, Sugihwaras, Sampangan
ABSTRAK
Penelitian ini berfokus pada relasi antara pola tata ruang rumah produktif batik dengan karakter etnisitas penghuni; adapun yang dimaksud dengan rumah produktif adalah rumah yang berfungsi sebagai hunian dan sebagai tempat untuk mencari nafkah. Rumah Produktif yang menjadi fokus, adalah yang berkaitan dengan produk batik, dengan pertimbangan bahwa batik merupakan warisan budaya Indonesia yang diakui secara Internasional; lokasi pengamatan adalah di kota Pekalongan Jawa Tengah.
Pekalongan terletak di Pantai Utara Pulau Jawa dikenal sebagai Kota Batik; dimana produk batik yang ada di Pekalongan dikenal dengan keunikan dan kehalusannya yang pengerjaannya dilakukan oleh pengusaha kecil dan menengah dengan menggunakan rumahnya sebagai tempat produksi. Kondisi demikian menjadikan Kota Pekalongan mempunyai semboyan BATIK. Sebagai kota pelabuhan, pada masa lampau Kota Pekalongan menjadi tempat singgah bagi pedagang dari Eropa, Timur Tengah dan Asia/Cina, oleh karena itu penduduknya berkembang menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok penduduk pribumi, kelompok keturunan etnis Arab dan kelompok keturunan etnis Cina/Tionghoa. Ketiga kelompok etnis di Pekalongan mempunyai aktivitas memproduksi atau distribusi produk batik dan telah berlangsung secara turun temurun. Aktivitas yang berkaitan dengan produk batik yang dilakukan pada Rumah Produktif dari tiga jenis etnis penghuni (pribumi, keturunan etnis arab dan keturunan etnis cina) akan ditelusuri mengenai relasi yang terjadi antara pola tata ruang rumah produktif dengan karakter etnisitas penghuninya.
Penelusuran mengenai relasi antara pola tata ruang rumah produktif batik dengan karakter etnisitas penghuni, mengacu pada paham filosofi Rasionalisme dalam arsitektur, yang memerlukan proses observasi secara empiris dalam rangka menelaah obyek studi. Telaah obyek studi menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Hasil telaah akan mengungkap ‘bagaimana’ dan ‘mengapa’ relasi yang terbentuk antara pola tata ruang rumah produktif dengan karakter etnisitas penghuninya.
Observasi dilakukan pada tiga lokasi di pusat kota Pekalongan. Tiga lokasi yang menjadi obyek studi mempunyai ciri khusus pada etnisitas penghuninya yaitu berciri penduduk pribumi, berciri keturunan etnis Arab dan berciri keturunan etnis Cina. Temuan yang diperoleh berupa tipe relasi terbuka, menengah dan tertutup antara pola tata ruang rumah produktif batik dengan karakter etnisitas penghuni. Hasil temuan diharapkan dapat memberi kontribusi pada khasanah teori maupun aplikasi.
iii
IN PEKALONGAN - INDONESIA
Object of study: Kauman, Sugihwaras, Sampangan ABSTRACT
This study focuses on the correlation between the rooms pattern of batik productive house with that of the ethnicity of the occupants; whereas productive house os a house that serves as a shelter as well as a place to earn a living. The city of Pekalongan in Central Java functions as the area of observation where the productive house is located and is associated with batik products as the cultural heritage which is recognized internationally.
Pekalongan known as Kota Batik, is located on the North Coast of Java, where the product of batik is acknowledged for its uniqueness and smoothness which is usually being operated by small and medium businesses from their residences as a place of production. As a result, Pekalongan is well-known for its motto BATIK Pekalongan. In the past Pekalongan as a port city became a haven for merchants from Europe, the Middle East and Asia/China. It is, therefore reasonable that the population evolved into three ethnics groups, namely the indigenous groups, ethnic groups of Arab descent and ethnic group of Chinese descent. All of these three ethnic groups ran batik production activities as well as batik products distribution which has been undergone for generations. This study investigates the activities related to batik products that have been produced in the productive house of three ethnic groups (indigenous, Arabic and Chinese) in order to seek relationship that occur between the character of ethnic groups with that of the pattern of the productive house. The philosophy of rationalism in architecture is applied in order to explore correlation between the two respected variables which requires empirical observation process.
This study is qualitative in nature, focusing on the case-study approach that needs to reveal the how and why correlation that exist between room pattern of productive house and the ethnicity of the residences. Data gathered from the three locations provides specific features on the ethnic population is characterized by the indigenous descents. Arabic descents, and Chinese descents. The findings provide a type of relation between the pattern of productive house and the ethnic character of the occupants. It is expected that the result of this study will be beneficial to the development of theory and practice in the field of architecture.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian.
Indonesia yang membentang dari Sabang hingga Merauke, sampai tahun 2014 yang lampau
diperkirakan mempunyai jumlah penduduk 241.452.952 juta jiwa (CIA World Factbook).
Jumlah penduduk yang demikian banyak terdiri dari berbagai suku serta etnis. Di Pulau Jawa
dikenal adanya suku Sunda (berasal dari Jawa Barat), suku Jawa (berasal dari Jawa Tengah
dan Jawa Timur) dan suku Madura (berasal dari Pulau Madura). Selain berdasarkan suku,
penduduk di Pulau Jawa ada yang berasal dari keturunan etnis Arab dan etnis Cina.
Keberadaan penduduk keturunan etnis Cina di Indonesia sudah sejak abad pertama, dan
keberadaan penduduk keturunan etnis Arab sejak abad 13. Kedatangan kedua etnis yaitu Cina
dan Arab ke Indonesia memerlukan perjalanan yang cukup panjang, karena untuk mencapai
daratan Indonesia diperlukan waktu yang cukup lama (dalam hitungan bulan atau tahun).
Oleh karena perjalanan panjang yang telah ditempuh serta dalam rangka mencari kehidupan
yang lebih baik dengan cara berdagang, kehadiran etnis Cina dan Arab terus berlanjut
sampai sekarang dan telah menjadi bagian dari penduduk Indonesia. Kegiatan perdagangan
yang dilakukan keturunan etnis Arab dan keturunan etnis Cina berlangsung turun temurun
sampai saat ini. Kegiatan perdagangan berupa usaha secara mandiri telah dilakukan oleh
penduduk di Indonesia, dan merupakan salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan hidup;
dimana kegiatan/usaha secara mandiri menjadi bagian dari penyediaan lapangan pekerjaan,
mengingat sekitar 66% penduduk Indonesia saat ini merupakan penduduk usia produktif yang
memerlukan lapangan pekerjaan (data Badan Pusat Statistik tahun 2014). Lapangan
pekerjaan yang disediakan oleh Pemerintah dan swasta belum dapat menampung keseluruhan
Usaha secara mandiri dilakukan karena dalam rangka melanjutkan usaha yang telah
dilakukan oleh keluarga atau merintis usaha sendiri. Usaha mandiri dengan memanfaatkan
potensi lokal, merupakan aktivitas yang relatif tahan terhadap gejolak perekonomian
(Kompas.com – Rabu 28 Maret 2012, diakses 12 April 2016), karena:
1. Usaha mikro, kecil dan menengah menghasilkan barang konsumsi dan jasa yang dekat
dengan kebutuhan masyarakat.
2. Pelaku usaha memanfaatkan sumber daya lokal mulai dari sumber daya manusia, modal,
bahan baku dan peralatan.
3. Usaha mikro, kecil dan menengah tidak menggunakan dana pinjaman dari bank.
Lapangan pekerjaan yang disediakan oleh Pemerintah dan swasta pada umumnya
menyediakan ruang untuk bekerja pada suatu bangunan dalam bentuk gedung perkantoran,
baik yang bertingkat rendah, bertingkat sedang atau bertingkat tinggi. Kegiatan berdagang
atau usaha mandiri/aktivitas ekonomi yang dilakukan secara mandiri, menggunakan ruang
kerja sesuai dengan kondisi sosial dan ekonomi dari masing-masing pelaku usaha. Salah satu
tempat/ruang kerja untuk melakukan usaha secara mandiri atau usaha turun temurun adalah
rumah tinggalnya; rumah yang demikian disebut sebagai rumah produktif.
Rumah Produktif mempunyai bentuk rumah yang beragam, ada yang terdiri dari satu
lantai, dua lantai atau lebih, terutama berbentuk rumah toko/ruko. Rumah toko/ruko yang
terdiri lebih dari satu lantai pada umumnya dilantai dasar digunakan untuk bekerja/usaha
sedangkan lantai bagian atas digunakan untuk ruang berhuni. Model lain dari rumah
produktif adalah rumah yang hanya terdiri dari satu lantai, untuk bekerja/usaha menggunakan
ruang yang berada dibagian depan, samping atau bagian belakang, dan ruang berhuni
menempati bagian yang lain.
Fenomena rumah produktif di Indonesia, dapat ditemui di berbagai tempat, karena jumlah
(sumber: Badan Pusat Statistik) hal tersebut disebabkan oleh aktivitas ekonomi yang
diusahakan secara mandiri/perdagangan dilakukan secara turun temurun, juga akibat
keterbatasan lapangan pekerjaan formal.
Lapangan pekerjaan formal yang terbatas, menjadikan penduduk berusaha untuk
menciptakan lapangan pekerjaan sendiri, dengan memanfaatkan sumber daya lokal.
Pengembangan sumber daya lokal, diharapkan dapat menghasilkan produk yang menjadi ciri
khas suatu kota/daerah dan diminati oleh konsumen, baik di dalam maupun luar negeri.
Salah satu produk lokal sebagai hasil dari aktivitas rumah produktif yang telah dikenal dan
diakui secara internasional adalah produk batik. Produk batik menjadi fokus penelitian karena
batik telah diakui secara Internasional sebagai warisan budaya Indonesia pada tanggal 02
Oktober 2009 dan keberlanjutannya menjadi tanggung jawab masyarakat, baik produsen,
konsumen dan Pemerintah. Selain itu produk batik mempunyai beberapa cara pembuatan,
seperti: batik tulis, batik cap dan batik printing.
Rumah Produktif (rumah dengan fungsi campuran untuk berhuni dan bekerja) dengan
produk batik mempunyai kekhususan dalam pengelolaan, terutama pengelolaan dalam ruang,
waktu, tenaga kerja, modal dan lingkungan. Pengelolaan dalam penggunaan ruang untuk
hunian dan bekerja hal ini berkaitan dengan kenyamanan berhuni dimana kemungkinan
terjadi penggunaan ruang yang sama untuk berhuni dan bekerja, pengelolaan waktu dimana
fleksibilitas sangat tinggi karena waktu kerja diatur oleh pemilik usaha ataupun waktu kerja
yang tertib, pengelolaan tenaga kerja dari anggota keluarga maupun bukan anggota keluarga
dapat dilakukan sesuai dengan aktivitas yang dijalankan pada rumah produktif, pengelolaan
bidang modal merupakan ketaatan pelaku usaha untuk memisahkan antara keuangan dalam
rumah tangga serta keuangan dalam usahanya dan yang terakhir adalah pengelolaan
Penelitian ini mengambil lokasi di kota Pekalongan, karena kota Pekalongan mempunyai
keunggulan dalam produk batik (Harian Kompas, 13 April 2016), sebagai Kota cikal bakal
terbentuknya Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI), memiliki penunjang lain berupa
Museum Batik dan Pendidikan dalam konsentrasi pengembangan Batik di Universitas
Pekalongan serta kota yang mempunyai semboyan BATIK (bersih, aman, tertib, indah,
komunikatif/kreatif). Kawasan yang menjadi obyek penelitian adalah Kauman, Sugihwaras
dan Sampangan, dimana pada kawasan ini mempunyai kekhususan pada penghuninya yaitu
penduduk pribumi di Kauman, penduduk keturunan etnis Cina di Sampangan dan penduduk
keturunan etnis Arab di Sugihwaras.
Ketiga jenis etnis yang mewakili penduduk kota Pekalongan menjadi obyek pengamatan
karena aktivitas mereka yang berkaitan dengan produk batik, masih berlangsung hingga saat
ini dan diharapkan dapat terus berlanjut dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah.
Penduduk pribumi/suku Jawa sebagai obyek penelitian dianggap mewakili penduduk kota
Pekalongan secara umum; penduduk keturunan etnis Cina kehadirannya di Pulau Jawa
diawali dengan aktivitas berdagang dan dianggap mewakili etnis yang menguasai
perdagangan di Indonesia saat ini (berdasarkan data peringkat tertinggi pembayar pajak tahun
2016 – bisniskeuangan.kompas.com); dan penduduk keturunan etnis Arab, sejak
kehadirannya di Pulau Jawa mempunyai aktivitas berdagang dianggap mewakili pengusaha
batik yang ada di kota Pekalongan.
Penduduk suku Jawa, penduduk keturunan etnis Arab dan keturunan etnis Cina di
Pekalongan mempunyai karakteristik yang berbeda. Karakteristik yang berbeda ini
menjadikan aktivitas khususnya yang berkaitan dengan mencari nafkah secara mandiri
mempengaruhi rumahnya yang dijadikan sebagai tempat untuk mencari nafkah. Dengan
fungsi campuran (berhuni dan bekerja) dan etnisitas penghuni sebagai pengguna yang
berperan sejak awal keberadaan rumah produktif batik.
1.2. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian.
Ruang lingkup penelitian yang dilakukan mempunyai fokus pada relasi antara pola tata ruang
rumah produktif batik dengan karakter etnisitas penghuni di kota Pekalongan. Kota
Pekalongan menjadi lokasi penelitian, karena kota ini merupakan penghasil produk batik
terkenal ketiga di Indonesia (sindonews.com – Koran Sindo 13 November 2014), selain itu
kota Pekalongan mempunyai sejarah yang cukup panjang dalam hal batik, mempunyai
fasilitas penunjang pengembangan produk batik (museum dan pendidikan) serta mempunyai
sebutan sebagai kota Batik. Selain sebagai kota penghasil batik, Pekalongan yang merupakan
pelabuhan dagang menjadi tujuan para pedagang dari Eropa, Timur Tengah dan Cina,
sehingga di Pekalongan mempunyai penduduk dari beberapa etnis, yaitu pribumi, keturunan
etnis Arab dan keturunan etnis Cina. Dengan demikian penelitian yang dilakukan mempunyai
ruang lingkup mengenai rumah produktif khusus produk batik dan karakter etnisitas penghuni
di Pekalongan.
Batasan fisik penelitian adalah rumah produktif batik di Kauman, Sugihwaras dan
Sampangan; dengan pola tata ruang masing-masing rumah produktif, termasuk hubungannya
dengan aktivitas proses produksi sampai dengan distribusi yang terjadi, serta pengelolaan
dalam hal ruang, waktu, tenaga kerja, modal dan lingkungan (limbah)
Batasan non fisik adalah karakter etnisitas penghuni, yaitu jawa/pribumi, keturunan Arab
dan keturunan Cina.
1.3. Posisi Penelitian
Posisi penelitian terhadap penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, akan
terlihat pada tabel 1.1, 1.2, 1.3 dan 1.4 yaitu yang berkaitan dengan rumah produktif, etnisitas
Penelitian yang berkaitan dengan Rumah Produktif
Tabel 1.1. Penelitian yang berkaitan dengan Rumah Produktif
Tahun Nama Judul Topik/ Kesimpulan
2013 Iwan Wibisono – Jurnal
Ruas, Vol 11, no 2, Desember 2013
Tingkat dan Jenis Perubahan Fisik Ruang Dalam Pada Rumah Produktif (UBR) Perajin Tempe Kampung Sanan, Malang
Perubahan fisik dan jenis ruang dalam, memiliki tiga tingkat yaitu : minimal, menengah dan maksimal.
2012 Wiwik Wahidah Osman
& Samsuddin Amin – Prosiding 2012 – Hasil Penelitian
Rumah Produktif : Sebagai Tempat Tinggal dan Tempat Bekerja di Permukiman Komunitas Pengrajin Emas; Pola Pemanfaatan Ruang Pada Usaha Rumah Tangga
Fungsi rumah selain untuk berhuni juga sebagai tempat usaha dengan penyesuaian pada pola ruangnya
2010 Taufiqurrahman, M
Faqih, Hari Purnomo – Seminar Nasional Perumahan Permukiman dalam Pembangunan Kota
Perubahan Pola Tatanan Ruang Rumah Tinggal sebagai akibat kegiatan Industri Rumah Tangga. Studi Kasus : Pengrajin Logam di Desa Ngingas, Kecamatan Waru – Kabupaten Sidoarjo
Terjadi pergeseran fungsi ruang, diikuti dengan dampak yang ditimbulkan 2005 Aryanti Dewi, Antariksa, San Soesanto – Jurnal Dimensi – Vol. 33 no 1
Pengaruh Kegiatan Berdagang terhadap Pola Ruang dalam Bangunan Rumah-Toko di Kawasan Pecinan Kota Malang
Perubahan yang terjadi pada pola ruang dalam, ada pada tingkat sedang terutama pada ruang hunian yg digunakan untuk dagang
2003 Lalu Mulyadi, Suryo Tri
Haryanto, A Murti Nugroho – Laporan Penelitian ITN Malang
Perubahan Fisik Rumah Tinggal dengan adanya UBR pada Rumah Tangga di Kampung Sanan Kota Malang
Perubahan Tata Fisik dapat bersifat permanen atau non permanen, tergantung dari konsep ruang dan konsep teritorinya
Penelitian yang berkaitan dengan Karakter Etnisitas Penghuni
Tabel 1.2. Penelitian yang berkaitan dengan Etnisitas Penghuni
Tahun N a m a J u d u l Topik/Kesimpulan
2012 Aulia Ayu Riandini
Bulkia
Pola Pergerakan Etnis Arab di Surakarta, Kasus : Kecamatan Pasar Kliwon
- Ajaran Islam sebagai pedoman
- Laki-laki pergerakannya lebih luas
- Ruang gerak perempuan sesuai kondisi sosial yang disandangnya
2010 Stevanus Kurniawan Pemaknaan Ruko Sebagai Hunian oleh Masyarakat Tionghoa
- Lokasi tinggal (pecinan) lebih mempertahankan tradisi dibandingkan dengan yang tinggal didaerah urban
2002 Sri Puji Astuti Rumah Tinggal Etnis Keturunan Arab di
Pekalongan, Kasus : Sugihwaras
- Ajaran Agama Islam sebagai pedoman - Konsep : Hablum
Minallah, Hablum Minannas, Hablum Minal Alamien
2012 Lusiana Andriani Lubis Komunikasi Antar Budaya Etnis Tionghoa
dan Pribumi di Kota Medan
- Masing-masing etnis berpedoman pada kepercayaan, nilai/norma dan perilaku yang terbentuk dilingkungannya,
perubahan terjadi bila ada perkawinan antar etnis, dimana masing-masing saling menyesuaikan
Penelitian yang berkaitan dengan Kota Pekalongan
Tabel 1.3. Penelitian yang berkaitan dengan Kota Pekalongan
Tahun N a m a Topik/ Kesimpulan
2013 Nurwantoro dkk Analisis Kepemimpinan Perusahaan
Keluarga di Sentra Batik Pekalongan
2013 Lubis BU, Primasari, Adenan Kampung Arab Sugihwaras Sebagai Pembentuk
Arsitektur Kota Pekalongan.
2011 Agustiningrum Ekspektasi Peran Klaster Batik Pekalongan dalam
Pengembangan Klaster Regional Sapta Mitra Pantura
2010 Meilani Sari Putri Fungsi Museum Batik Pekalongan Sebagai Sarana
Pewarisan Budaya Kerajinan Batik Bagi Pelajar di Pekalongan
Penelitian yang berkaitan dengan Batik
Tabel 1.4. Penelitian yang berkaitan dengan Batik
Tahun Nama Topik/Kesimpulan
2011 Ratih Kusumawardani dkk Kajian Karakteristik Kampung Batik Laweyan,
sebagai Kampung Tradisional di Kota Solo
2011 Siti Mumun Muniroh Psikologi Keberlanjutan Sekolah,
Pekerja Anak di sektor batik
2011 Shabila Anjani Design of Ergonomic Stool (dingklik)
For Batik Crafters
Sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan terdahulu, yang dibahas pada penelitian
yang berkaitan dengan rumah produktif adalah mengenai perubahan fisik pada rumah
tinggalnya. Penelitian mengenai etnisitas, topik dan kesimpulannya berkaitan dengan agama
atau kepercayaan, nilai/norma dari etnisnya dan perilaku dari individunya; penelitian
mengenai Kota Pekalongan, topik pembahasan mengenai bangunan (Museum) serta sudut
pandang dari sisi perkotaan (ciri-ciri kota). Pembahasan pada penelitian mengenai Batik,
mengenai permukimannya serta perlengkapan untuk membatik. Penelitian mengenai relasi
antara pola tata ruang rumah produktif batik dengan karakter etnisitas penghuni di Kauman,
Sugihwaras dan Sampangan - Pekalongan, merupakan penelitian yang belum pernah
dilakukan sebelumnya (tabel 1.5)
Tabel 1.5. Posisi Penelitian Penelitian Rumah Produktif Penelitian Etnisitas Penghuni Penelitian Kota Pekalongan Penelitian mengenai Batik
Topik/Hasil - Perubahan fisik
pada rumah tinggal. - Perubahan fungsi ruang Berkaitan dengan agama/kepercayaan, norma-norma dan perilaku etnis tertentu -Identitas dan pengembangan kota - Kampung Batik - Pekerja batik - Perlengkapan membatik
Relasi Pola Tata Ruang Rumah Produktif Batik dan Karakter Etnisitas Penghuni di Kota Pekalongan, merupakan penelitian yang belum pernah dilakukan sebelumnya.
1.4. Premis dan Tesa Kerja
Pekalongan sebagai kota pelabuhan yang disinggahi pedagang asing, saat ini penduduknya
terdiri dari tiga etnis (pribumi, keturunan etnis Arab dan keturunan etnis Cina), dimana
masing-masing etnis mempunyai karakteristik yang berbeda. Sebagai kota yang mempunyai
semboyan BATIK, penduduk Pekalongan dikenal mempunyai aktivitas yang berhubungan
dengan produk batik. Aktivitas mencari nafkah khususnya yang berkaitan dengan produk
batik, pada masyarakat di kota Pekalongan dilakukan dengan menggunakan sebagian dari
rumah produktif. Sesuai dengan kondisi ini, maka disusun premis: ‘etnisitas tertentu dalam
aktivitas mencari nafkah, khususnya yang dilakukan dengan menggunakan rumahnya sebagai
tempat beraktivitas/rumah produktif (produk batik), memberi pengaruh pada pola tata ruang
rumah produktifnya’. Dari premis ini dapat diajukan suatu tesa kerja bahwa ‘ada relasi antara
pola tata ruang rumah produktif dengan karakter etnisitas penghuni’; selanjutnya dapat
dinyatakan bahwa terdapat beberapa tipe relasi yang terbentuk antara pola tata ruang rumah
produktif batik dengan karakter etnisitas penghuni, mengingat adanya tiga etnis yang menjadi
fokus penelitian.
1.5. Pertanyaan Penelitian
Guna mengungkap relasi antara pola tata ruang rumah produktif dengan karakter etnisitas
penghuni, disusun beberapa pertanyaan penelitian yang dapat membentuk pemikiran secara
runtut. Berikut adalah urutan pertanyaan penelitian:
1. Bagaimana pola tata ruang rumah produktif batik dan bagaimana karakter etnisitas
penghuni di Kauman, Sugihwaras dan Sampangan ?
Jawaban dari pertanyaan ini, akan mengungkap pola tata ruang rumah produktif
batik serta karakter etnisitas dari masyarakat di Kauman (pribumi), Sugihwaras
(keturunan etnis Arab), Sampangan (keturunan etnis Cina), berdasarkan ciri fisik
dan budayanya.
2. Bagaimana relasi antara pola tata ruang rumah produktif batik dengan etnisitas
penghuninya ?
Jawaban dari pertanyaan ini akan diperoleh melalui analisa kualitatif antara pola
tata ruang rumah produktif dengan karakter etnisitas penghuni.
3. Mengapa terjadi bentuk relasi yang demikian ?
Jawaban dari pertanyaan ini akan mengungkap konsep rumah tinggal/berhuni dan
1.6. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian adalah: mengungkap tipe relasi antara pola tata ruang rumah produktif
batik dengan karakter etnisitas penghuni pada tiga kawasan (Kauman, Sugihwaras dan
Sampangan) di Kota Pekalongan.
Manfaat penelitian ini adalah:
1. Memperluas pengetahuan teoretis dan empiris mengenai relasi antara pola tata ruang
rumah produktif batik dengan karakter etnisitas penghuni melalui sudut pandang
arsitektural.
2. Memberi masukan bagi berbagai pihak yang membutuhkan kajian mengenai rumah
produktif batik dan karakter etnisitas penghuni.
3. Memberi masukan untuk mempertahankan dan mengembangkan keberlanjutan
wilayah perumahan produktif batik (perumahan dengan ciri khusus/kampung wisata).
1.7. Alur Pikir
Alur pikir merupakan skema yang dibangun untuk menggambarkan proses penelitian yang
dilakukan, dikelompokkan menjadi empat kategori yaitu ranah rasional, ranah teori dan
metode, ranah empiris dan temuan. Keempat ranah dalam alur pikir merupakan satu
rangkaian proses yang saling terkait, adalah sebagai berikut:
1. Ranah rasional merupakan latar belakang yang menjadi dasar pemikiran dalam
penelitian mengenai pola tata ruang rumah produktif batik dengan lokasi di Pekalongan pada
tiga kawasan yang berbeda karakter etnisitas penghuninya, yaitu di Kauman (penghuni
pribumi/suku Jawa), di Sugihwaras (penghuni keturunan etnis Arab) dan di Sampangan
(penghuni keturunan etnis Cina).
2. Ranah metode merupakan ranah teoritik yang terdiri dari beberapa teori dasar
3. Ranah empiris merupakan ranah pengumpulan data serta menganalisanya dengan
studi kasus berdasarkan metode kualitatif serta berpedoman pada alat baca yang telah
disiapkan dari ranah teori dan metode.
4. Ranah terakhir merupakan temuan, sebagai hasil dari analisa yang dilakukan.
Deskripsi dari temuan yang dihasilkan merupakan jawaban atas pertanyaan penelitian yang
telah disusun sebelumnya.
Keseluruhan alur pikir disusun dalam suatu skema (skema 1) yang terbagi dalam empat lajur,
sebagai berikut:
2. 3. 4. 5.
Rasional Ranah Metode Ranah Empiris Temuan
Skema 1.1. Alur Pikir
Latar Belakang (Fenomena)
Rumah produktif batik di Pekalongan berkembang secara turun temurun oleh beberapa etnis (jawa/pribumi, keturunan arab dan keturunan cina)
Kompilasi Teori Dasar
- Mendeskripsikan pola tata ruang rumah produktif batik dan Etnisitas Penghuni.
- Memahami & menyusun konsep relasi.
Membangun alat baca/kerangka analisis
untuk menilai relasi antara pola tata ruang rumah produktif dengan karakter etnisitas penghuni, dilanjutkan dengan penilaian pada obyek studi
Obyek studi adalah: rumah produktif batik di kawasan Kauman, Sugihwaras, Sampangan Analisa relasi dengan metode Kualitatif , pada 3 obyek studi mendeskripsikan hasil temuan tentang Relasi antara pola tata ruang rumah produktif batik dengan karakter etnisitas penghuni
1.8. Metode & Langkah Penelitian
Penelitian mengenai relasi pola tata ruang rumah produktif batik dan karakter etnisitas
penghuni dilakukan berdasarkan metode kualitatif dan pendekatan studi kasus; adapun tahap
penelitiannya sebagai berikut :
1. Memahami teori dasar yang mempunyai relevansi dengan rangkaian proses penelitian.
Teori dasar yang digunakan berkaitan dengan konsep lingkungan binaan, psikologi
lingkungan, kebudayaan serta teori relasi. Kompilasi dari teori dasar akan
mengungkap hal-hal yang berpengaruh pada rumah produktif batik dan karakter
etnisitas penghuni.
2. Mengidentifikasi dan mendeskripsikan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pola
tata ruang rumah produktif khusus produk batik dan etnisitas penghuni. Rumah
produktif diidentifikasi berdasarkan zona aktivitas, proses produksi dan
pengelolaannya. Karakter etnisitas penghuni, ditinjau dengan mengidentifikasikannya
sesuai unsur dan wujud kebudayaan serta psikologi lingkungan.
3. Membangun alat baca/kerangka analisis untuk menilai relasi pola tata ruang rumah
produktif batik dengan karakter etnisitas penghuni. Alat baca merupakan hasil
identifikasi rumah produktif batik dan karakter etnisitas penghuni.
4. Mengintegrasikan alat baca kedalam obyek studi, untuk selanjutnya dilakukan analisis
sehingga dapat dideskripsikan relasi yang terbentuk.
5. Menyimpulkan dan mendeskripsikan temuan mengenai tipe relasi pola tata ruang
rumah produktif batik dengan karakter etnisitas penghuni. Hal ini akan menjawab
pertanyaan penelitian yang telah disusun sebelumnya.
1.9. Pemilihan Obyek Studi
1. Obyek studi ditentukan dengan pertimbangan bahwa Kota Pekalongan mempunyai
Koperasi Batik Indonesia (GKBI) pada tahun 1948 serta penunjang lainnya (museum dan
pendidikan). Pertimbangan berikutnya adalah bahwa eksistensi penduduk di Kota
Pekalongan yang terdiri dari suku Jawa, keturunan etnis Cina dan keturunan etnis Arab dalam
hal mencari nafkah khususnya yang berhubungan dengan produk batik, telah berlangsung
secara turun temurun. Sebagai gambaran, berikut adalah letak kota Pekalongan di wilayah
Jawa Tengah, terlihat pada gambar 1.1.
Gambar 1.1. Posisi Kota Pekalongan di Jawa Tengah Sumber: Pemerintah Prop. Jawa Tengah
2. Pekalongan adalah kota dengan sebutan dan semboyan sebagai Kota BATIK, serta
merupakan kota ketiga terbesar di Jawa Tengah yang memiliki industri rumah tangga dengan
produk batik.
3. Berdasarkan zona aktivitas, pola kota Pekalongan dapat dikelompokkan menjadi
dua, yaitu pusat kota, sebagai pusat bisnis dan pinggir kota sebagai daerah penunjang bisnis.
4. Secara administrasi, pada gambar 1.2, Pekalongan dibagi menjadi empat wilayah,
Gambar 1.2. Peta Pekalongan dengan 4 (empat) wilayah administrasi Sumber: Pemerintah Kota Pekalongan
5. Lokasi penelitian terletak pada pusat kota (Pekalongan Timur), dimana merupakan
pusat bisnis, yang memiliki permukiman berupa kawasan/kampung dengan penduduk
asli/pribumi, dan kawasan permukiman perkotaan dengan penduduk keturunan etnis Cina dan
penduduk keturunan etnis Arab.
6. Penentuan hunian sebagai unit analisis, berdasarkan kesamaan tipologi fungsi yaitu
rumah produktif batik, setiap kampung/lokasi diwakili oleh lima unit hunian. Hunian yang
menjadi unit analisis adalah: hunian yang sebagian kecil atau sebagian besar berfungsi untuk
aktivitas usaha baik produksi dan atau distribusi produk batik.
1.10. Sistematika Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilakukan dengan mengamati fenomena yang terjadi mengenai rumah produktif
batik dikota Pekalongan. Selanjutnya dilakukan studi literatur dan observasi mengenai
sejarah Kota Pekalongan dan penduduknya. Kemudian disusun suatu proposal untuk
dilakukan penelitian mengenai relasi antara pola tata ruang rumah produktif batik dengan
karakter etnisitas penghuni.
Proses selanjutnya adalah mengompilasi teori dasar untuk dapat membangun alat baca
dan menentukan metode penelitian yaitu metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus.
Pekalongan Utara
Pekalongan Timur Pekalongan Barat
Berikutnya dilakukan pengumpulan data mengenai pola tata ruang rumah produktif batik
dan perilaku penghuni dari ketiga jenis etnis (pribumi/jawa, keturunan etnis arab dan
keturunan etnis cina) yang menjadi obyek penelitian. Berdasarkan alat baca yang telah
dibangun dan data yang telah dikumpulkan, dilakukan analisa terhadap pola tata ruang rumah
produktif batik dan karakter etnisitas penghuni dari ketiga jenis etnis yang menjadi fokus
penelitian. Hasil analisa kemudian dideskripsikan temuannya.
Temuan relasi antara pola tata ruang rumah produktif batik dengan karakter etnisitas
penghuni, kemudian dirangkum sehingga diketahui tipe relasi yang terbentuk.
Untuk melengkapi data, dilakukan studi banding di Lasem (Rembang). Studi banding
dilakukan terutama pada rumah produktif batik, yang mempunyai aktivitas produksi dan atau
distribusi dan dilakukan oleh masyarakat keturunan etnis cina dan masyarakat pribumi/jawa.
Pemilihan lokasi studi banding di Kota Lasem (gambar 1.3 dan 1.4) didasari pemikiran
bahwa Kota Lasem dan Kota Pekalongan mempunyai posisi yang sama, yaitu di pantai utara
Pulau Jawa; serta produk batik Lasem telah berkembang dalam waktu yang relatif lama dan
relatif dikenal oleh masyarakat di Indonesia.
Gambar 1.3. Pekalongan dan Lasem di P. Jawa Sumber : tabloidsergap.wordpress - 02072016
Gambar 1.4. Kota Pekalongan dan Lasem di Jawa Tengah Sumber : Propinsi Jawa Tengah
1.11. Sistematika Penulisan
Uraian pada bagian ini menjelaskan secara keseluruhan isi dari rangkaian penulisan yang
disajikan, adapun urutannya sebagai berikut:
Halaman Judul, bagian ini berisi judul penelitian, nama peneliti, promotor dan ko
promotor, penguji serta halaman persetujuan untuk dapat dilakukan Sidang Tertutup.
Kata Pengantar, bagian ini merupakan ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT dan
ucapan terima kasih atas selesainya tulisan sehingga dapat disampaikan dalam Sidang
Tertutup.
Abstrak, bagian ini merupakan rangkuman dari rancangan penelitian, metode serta hasil
penelitian, disertai dengan kata kunci yang berkaitan dengan keseluruhan rangkaian
penelitian.
Daftar Isi, bagian ini mencakup penjelasan isi buku secara keseluruhan dari awal hingga
akhir, termasuk dengan daftar gambar, daftar tabel dan skema.
Bab I. Pada bab ini dijabarkan mengenai latar belakang penelitian, pertanyaan penelitian,
ruang lingkup dan batasan penelitian, premis dan tesa kerja, tujuan dan manfaat penelitian,
Bab II. Pada bab ini dijabarkan mengenai beberapa teori yang berkaitan dengan rumah
produktif dan karakter etnisitas, serta definisi operasional untuk pelaksanaan penelitian.
Bab III. Pada bab ini diuraikan mengenai konsep membaca relasi antara pola tata ruang
rumah produktif batik dengan karakter etnisitas penghuni.
Bab IV. Pada bab ini dijelaskan mengenai metodologi penelitian dalam kaitannya dengan
paradigma, metode, strategi dan pelaksanaan penelitian.
Bab V. Pada bab ini diuraikan mengenai lokasi penelitian mulai dari skala kota sampai
dengan rumah produktif batik yang menjadi fokus penelitian, serta membahas mengenai
karakter etnisitas penghuni yang menjadi obyek pengamatan di Kauman, Sugihwaras dan
Sampangan.
Bab VI. Pada bab ini dilakukan analisa mengenai relasi antara pola tata ruang rumah
produktif batik dengan karakter etnisitas penghuni berdasarkan pengamatan pada tiga lokasi
(Kauman, Sugihwaras dan Sampangan).
Bab VII. Merupakan bagian yang menjelaskan kesimpulan serta temuan penelitian.
Daftar Pustaka, merupakan penjelasan mengenai referensi yang digunakan dalam proses
penyusunan, pelaksanaan dan penulisan keseluruhan penelitian, berupa literatur, jurnal, tesis,
dan informasi lain yang diunduh dari laman tertentu.
Daftar Istilah, merupakan penjelasan dari beberapa kata yang digunakan pada laporan
penelitian disertasi ini.
Lampiran, merupakan penjelasan tambahan untuk melengkapi uraian yang ada pada bab
sebelumnya. Lampiran disini adalah data mengenai nara sumber yang membantu proses
penelitian dalam hal survei dan wawancara.
BAB II
RUMAH PRODUKTIF BATIK DAN KARAKTER ETNISITAS
DALAM KONTEKS LINGKUNGAN BINAAN
Rumah produktif batik, karakter etnisitas serta Kota Pekalongan merupakan kata kunci yang
menjadi fokus pada penelitian disertasi ini. Penjabaran kata kunci diperoleh melalui
kompilasi teori yang mendukung proses pelaksanaan penelitian. Teori pendukung dalam
penelitian kualitatif, disebut sebagai teori lensa atau teori perspektif, seperti yang disebutkan
oleh Creswell (Sugiyono, 2011: 295):
“Theoretical lens or perspective in qualitative research: provides an overall orienting lens that used to study question of gender class and race (or other issues of marginalized group). This lens becomes an advocacy perspective that shapes the types of questions asked, informs how data are colleted and analyzed, and provide a call for action or change”
Kutipan diatas menyatakan bahwa teori dalam penelitian kualitatif dinamakan teori lensa atau
teori perspektif; dimana teori berfungsi membantu peneliti untuk membuat pertanyaan
penelitian, memandu pengumpulan data serta analisa data.
Teori pendukung dalam kajian ilmu arsitektur menitik beratkan pada pengamatan yang
berkaitan dengan lingkungan binaan yaitu bentuk fisik arsitektural dan aspek non fisik yang
mempengaruhinya; untuk mengungkap konsep rumah produktif batik dan karakter etnisitas
digunakan teori dasar mengenai lingkungan binaan menurut Doxiadis dalam teori Ekistics
terdiri dari unsur-unsur: alam, manusia, masyarakat, lindungan dan jejaring (Kuswartojo,
Tjuk: 2012). Penjabaran unsur dalam lingkungan binaan adalah sebagai berikut:
1. Alam (tanah, gunung, sungai) sebagai bagian dari tempat berpijaknya suatu fasilitas.
2. Manusia dan
3. Masyarakat bertindak sebagai perancang, pelaku pembangunan, pengguna dan
4. Lindungan sebagai suatu wadah untuk melakukan aktivitas, adapun bentuknya berupa
bangunan. Unsur lindungan, merupakan dasar untuk mengungkap konsep rumah produktif.
5. Jejaring dalam bentuk prasarana sebagai penghubung antar fasilitas agar fasilitas dapat
digunakan sebagaimana mestinya.
2.1. Rumah Produktif Batik dalam Konteks Lingkungan Binaan. 2.1.1. Rumah dalam konteks Definisi dan Fungsi.
Rumah merupakan kebutuhan dasar manusia, berdasarkan tingkat kebutuhan/hierarchy of
need (Maslow, 1954), kebutuhan rumah dapat dipandang sebagai:
* Physiological needs (kebutuhan secara fisik), yaitu kebutuhan yang paling mendasar
disamping kebutuhan akan sandang dan pangan, untuk dapat bertahan hidup.
* Safety or security needs (kebutuhan rasa aman), yaitu untuk berteduh dan melindungi
diri dari cuaca dan gangguan lainnya.
* Social or affiliation needs or the love of belonging needs (kebutuhan berafiliasi), yaitu
kebutuhan untuk saling berinteraksi antar anggota keluarga sehingga tercipta hubungan yang
solid.
* The esteem needs (kebutuhan akan penghargaan), yaitu kebutuhan penghargaan terhadap
diri, keluarga dan orang lain atas prestasi kepemilikan rumah, baik rumah sederhana atau
rumah mewah sesuai dengan kondisi sosial ekonomi pemiliknya.
* Self actualization needs (kebutuhan akan aktualisasi diri), yaitu kebutuhan untuk
pengembangan kepribadian setiap anggota keluarga.
Tingkat kebutuhan rumah dari setiap manusia atau keluarga sesuai dengan kondisi sosial
ekonomi, sehingga setiap manusia atau keluarga mempunyai persepsi yang berbeda terhadap
rumahnya.
1. Menurut Undang-undang Nomor 1 tahun 2011 disebutkan bahwa rumah merupakan
hak setiap warganegara Indonesia yang pemenuhannya wajib dilakukan oleh Pemerintah,
rumah merupakan kebutuhan dasar manusia bersama dengan sandang dan pangan; serta
rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana
pembinaan keluarga.
2. Amos Rapoport mendefinisikan bahwa rumah merupakan gejala budaya sehingga
bentuk dan pengaturannya sesuai dengan budaya lokal/setempat.
3. J Turner mendefinisikan (dalam Silas, Johan: 2000) bahwa rumah bukanlah produk
sekali jadi, tetapi rumah akan berkembang terus menerus sesuai dengan kondisi sosial,
ekonomi dan budaya penghuninya.
4. Zaenudin HM (2015:2) mendefinisikan bahwa:
Rumah adalah tempat tinggal utama manusia, kemanapun orang pergi (ke sekolah, kampus, atau kekantor untuk bekerja), pada waktunya ia akan kembali ke rumah. Rumahlah tempat beristirahat, memulihkan tenaga dan pikiran, juga wadah bercengkerama dengan semua anggota keluarga. Rumah tempat menenangkan jiwa. Rumah merupakan kebutuhan paling azazi manusia.
Rumah tidak hanya dapat didefinisikan dan dipandang sebagai kebutuhan manusia, tetapi
dapat juga ditelaah berdasarkan fungsinya, yaitu:
1. Menurut J Turner (Turner, 1972) rumah mempunyai tiga fungsi yaitu: sebagai
penunjang identitas keluarga, sebagai penunjang kesempatan beraktivias dan sebagai
penunjang rasa aman.
2. Menurut Johan Silas, rumah mempunyai fungsi yang multi dimensi :
• Sebagai tempat berhuni untuk berlindung dari cuaca dan gangguan lainnya
• Sebagai tempat berhuni dan tempat untuk mengembangkan diri dan kepribadian penghuninya
• Sebagai aset yang memiliki nilai ekonomi dan non ekonomi
Rumah yang digunakan sebagai tempat berlindung dan sebagai modal/tempat untuk mencari
nafkah dalam bidang yang berhubungan dengan barang/produk (makanan atau non makanan)
atau bidang jasa disebut sebagai rumah produktif. Penambahan fungsi pada rumah untuk
melakukan aktivitas ekonomi (rumah produktif) yang dilakukan oleh beberapa rumah pada
suatu lingkungan, dapat membentuk ikon kota, seperti daerah Wijilan di Jogjakarta yang
dikenal dengan lokasi penjualan gudeg, makanan khas Jogyakarta (gambar 2.1). Kondisi
demikian ditemui di kota-kota di Indonesia, dimana masing-masing daerah mencoba untuk
memperkenalkan produk lokal berupa makanan khas daerah; selain di Jogjakarta, kondisi
sejenis ditemui juga di kota Brebes, Jawa Tengah yang dikenal dengan produk telur asin.
Produk telur asin yang berkembang di Brebes diawali oleh usaha yang dilakukan untuk
membuat hasil produksi telur bebek dapat bertahan lebih lama dan usaha ini diikuti oleh
warga masyarakat dan akhirnya menjadi produk lokal yang menjadi ciri kota Brebes.
Gambar 2.1. Kawasan Penjual Gudeg di Wijilan Jogyakarta.
Kondisi serupa ditemui juga di Kota Tasikmalaya - Jawa Barat, dimana terdapat sentra bordir
didaerah Kawalu karena penduduk diwilayah tersebut mempunyai usaha bordir dirumahnya.
Usaha/aktivitas ekonomi dalam bidang bordir yang dilakukan secara bersama dalam suatu
wilayah, menjadi ciri kota Tasikmalaya. Contoh diatas merupakan produk lokal dalam bentuk
makanan ataupun non makanan yang dihasilkan oleh rumah produktif dan menjadi ciri kota
Penelitian ini fokus pada produk yang telah diakui secara internasional, yaitu produk batik,
selanjutnya disebut sebagai ‘rumah produktif batik’
2.1.2. Rumah Produktif Batik dalam Perspektif Psikologi Lingkungan.
Kajian dalam ilmu arsitektur, fokus pada pengamatan yang berkaitan dengan lingkungan
binaan, adapun yang dimaksud dengan lingkungan binaan mulai dari skala yang terkecil
(ruang) sampai dengan skala besar (kota). Suatu ‘ruang’, dapat disebut sebagai lingkungan
binaan dalam skala kecil, seperti ruang tidur pada suatu rumah tinggal; sampai dengan ruang
dalam skala besar yaitu ruang perkotaan.
Pendekatan mengenai ruang mengalami perubahan dari waktu ke waktu; saat ini dikenal
adanya tiga model pendekatan (Setiawan B, Hariadi 2014: 10), yaitu:
1. Pendekatan ekologis, yang menekankan bahwa ruang sebagai suatu kesatuan ekosistem
dan komponen-komponen ruang saling terkait dan berpengaruh secara mekanistis.
2. Pendekatan ekonomi dan fungsional, menekankan ruang sebagai wadah fungsional
untuk berbagai kegiatan, dengan menggunakan analisis ekonomi untuk pertimbangan antara
permintaan dan kebutuhan.
3. Pendekatan sosial-politis, dimana ruang tidak hanya dimanfaatkan untuk produksi tetapi
dimanfaatkan juga untuk kepentingan kekuasaan.
Ketiga pendekatan yang telah disebutkan, tidak mengakomodasi beberapa hal yang berkaitan
dengan manusia, seperti aspek sosial, budaya, perilaku, distribusi dan keadilan dalam
pemanfaatan ruang (Setiawan B, Hariadi 2014: 14); hal ini merupakan pendekatan psikologi
lingkungan.
Pendekatan ‘ruang’ pada rumah produktif batik mengacu pada konsep psikologi
lingkungan yaitu dengan mempertimbangkan manusia dalam aspek sosial, budaya dan
perilaku.
Menurut Doxiadis dalam teori Ekistics, salah satu unsur lingkungan binaan, adalah lindungan
(shell). Lindungan atau selanjutnya disebut sebagai bangunan/building, dibentuk untuk
mewadahi aktivitas yang dilakukan oleh manusia. Bangunan yang telah terbentuk, merupakan
suatu karya arsitektur yang mempertimbangkan aspek lingkungan dan manusia, tentunya
telah memperhatikan unsur-unsur keindahan, kekuatan dan kegunaan (Vitruvius). Suatu
karya arsitektur dalam bentuk bangunan, menurut Amos Ih Tiao Chang (1981), dalam The
Tao of Architecture, mengandung 3 (tiga) aspek, yaitu fungsi, bentuk dan tema. Fungsi suatu
bangunan menunjukkan aktivitas yang diwadahinya. Bentuk dan tema suatu bangunan
menunjukkan teknologi dan kreativitas perancangnya. Penilaian suatu karya arsitektur dalam
bentuk bangunan dapat dilihat berdasarkan tipologinya, yaitu penilaian dengan cara mengurai
suatu bangunan berdasarkan kesamaan unsur-unsurnya. Kesamaan unsur dari suatu bangunan
dapat dikelompokkan menjadi: kesamaan fungsi, kesamaan bentuk dasar massa bangunan,
kesamaan bentuk atap, kesamaan bentuk tampak, kesamaan zona ruang, kesamaan material
tampak bangunan, kesamaam struktur & konstruksi serta kesamaan tema bangunan. Penilaian
rumah produktif batik dalam tipologi bangunan berkaitan dengan kesamaan dalam fungsi
bangunan dan zona ruang.
2.1.4. Rumah Produktif Batik dalam Perspektif Pola, Proses dan Pengelolaan. 1. Rumah Produktif Batik dalam Perspektif Pola
Berdasarkan perbandingan ruang yang digunakan untuk berhuni dan yang digunakan untuk
melakukan aktivitas ekonomi/bekerja (Silas, Johan, 2000: 233), pola rumah produktif batik
mempunyai tiga tipe (tabel 2.1), yaitu:
1. Tipe campuran, dimana rumah tinggal menjadi satu dengan ruang usaha; rumah
tinggal menjadi fungsi yang utama. Akses untuk rumah tinggal sama dengan akses menuju
2. Tipe berimbang, rumah dipisahkan dengan tempat kerja/aktivitas ekonomi pada
bangunan yang sama; dalam hal ini ada kepentingan yang sama antara rumah sebagai hunian
dan rumah sebagai tempat bekerja. Akses untuk rumah tinggal berbeda dengan akses menuju
ruang usaha.
3. Tipe terpisah, pada tipe ini tempat kerja merupakan hal yang dominan; tempat
tinggal diletakkan pada bagian depan atau belakang bahkan terkadang pemilik tinggal
ditempat terpisah dan rumah tersebut digunakan oleh pekerja. Akses untuk rumah tinggal
berbeda dengan akses menuju ruang usaha.
Tabel 2.1. Rumah produktif batik berdasarkan pola/ciri
Tipe Campuran Berimbang Terpisah
Tipe 1 Berhuni Bekerja Tipe 2 Berhuni Bekerja Tipe 3 Bekerja Berhuni
2. Rumah Produktif Batik dalam Perspektif Proses
Jenis aktivitas ekonomi yang dilakukan dirumah produktif antara lain: produksi atau
pengadaan atau membuat suatu produk tertentu; melakukan penjualan produk dapat disebut
dilakukan untuk menghasilkan suatu barang, rumah produktif batik dapat dikelompokkan
menjadi:
1. Rumah produktif yang mewadahi persiapan produksi.
2. Rumah produktif yang melakukan proses produksi.
3. Rumah produktif yang menyimpan barang pasca produksi.
4. Rumah produktif yang melakukan distribusi hasil produksi.
Fokus penelitian adalah rumah produktif batik dengan produk batik yang terdiri dari batik
tulis, batik cap dan batik printing; berikut adalah proses produksi sampai dengan distribusi
produk batik:
1. Persiapan Produksi, yaitu menyiapkan bahan-bahan berupa kain mori, lilin/malam, gambar pola atau alat cap.
2a. Proses Produksi, yaitu pembuatan batik tulis: a. Proses produksi batik tulis terdiri dari 10 langkah sebagai berikut:
* Memotong dan membersihkan kain (Ngemplong)kain mori yang telah dipotong sesuai
dengan panjang yang diinginkan (gambar 2.2), kemudian dicuci untuk membersihkan lapisan
lilin.
* Membuat pola (Nyorek) yaitu membuat gambar motif batik dengan cara mencontoh dari
motif yang ada atau berkreasi dengan motif baru (gambar 2.3).
* Menorehkan bahan malam/lilin (Mbatik), diawali dengan kain yang telah diberi pola
digantungkan pada sebuah kayu/galangan untuk proses memberi lilin/malam dengan
menggunakan canting (gambar 2.4).
* Menutupi bagian kain yang tidak boleh terwarna (Nembok) dimana bagian pada pola
tersebut diberi lapisan malam/lilin yang lebih tebal.
* Mewarnai kain (Medel), proses ini dapat dilakukan beberapa kali sesuai dengan warna
dari zat kimia khusus untuk kain. Proses ini dilakukan dengan cara mencelupkan kedalam bak
yang telah diisi warna atau dengan cara menorehkan dengan kuas pada pola kain.
* Mengerok lapisan malam (Ngerok), proses ini adalah menghilangkan lilin dengan cara
mengeroknya secara perlahan dengan menggunakan lempengan logam.
* Menjemur kain (Mbirah), merupakan proses untuk mengeringkan kain yang telah diberi
lilin /malam dan telah diwarna, tempat penjemuran harus didalam ruang/ tertutup atap
sehingga tidak terkena sinar matahari yang dapat merupak lapisan lili/malam.
* Menutupi bagian kain bermotif (Mbironi), merupakan proses memberi warna biru pada
bagian yang diinginkan dimana sebelumnya bagian pola yang lain dilapisi oleh lilin/malam.
* Mewarnai kain dengan cairan soga (Nyogan), merupakan proses mewarnai dengan
cairan soga dimana kain dicelupkan pada cairan tersebut untuk mendapatkan warna coklat.
* Membersihkan kain (Nglorod), merupakan bagian akhir dari proses membuat kain batik
yaitu kain dicelupkan dedalam air mendidih untuk menghilangkan seluruh lapisan
lilin/malam kemudian kain dicuci dengan air bersih dan dikeringkan dengan cara dijemur
(gambar 2.5 dan 2.6).
Proses membuat batik tulis tergambar sebagai berikut:
Gambar 2.3. Kain digambar motif
Gambar 2.4. Kain diberi lilin/malam
Gambar 2.6. Proses mencuci dan menjemur
2b. Proses Produksi batik cap:
Kain mori yang telah dipotong sesuai ukuran (gambar 2.7), diletakkan diatas meja kerja,
selanjutnya motif batik cap ditentukan berdasarkan alat cap dan urutan motif yang diinginkan
(gambar 2.8), berikutnya kain diberi lilin/malam dengan menggunakan alat cap, bila
diperlukan aneka warna, akan dilakukan dengan menggunakan kuas, proses akhir adalah
sama dengan proses pembuatan batik tulis, yaitu membersihkan lilin/malam dengan cara
dimasak dengan air mendidih kemudian dicuci dengan air bersih dan dikeringkan dengan cara
dijemur, berikut adalah penjelasan dalam bentuk gambar:
Gambar 2.8. Proses Cap dengan motif tertentu
2c. Proses Produksi batik printing:
Proses produksi batik printing/sablon diawali dengan menyiapkan kain yang telah
dipotong sesuai dengan ukuran yang diinginkan serta membuat motif pada alat print/sablon
(gambar 2.9) dan menyiapkan pewarna yang berasal dari bahan kimia khusus untuk kain;
selanjutnya dilakukan proses printing/cetak diatas kain. Proses cetak dilakukan dengan
beberapa kali sesuai dengan banyaknya warna yang diinginkan pada kain berikutnya setelah
warna kering, kain dicuci dan dijemur (gambar 2.10).
Gambar 2.10. Proses penjemuran batik printing
3. Proses menyimpan hasil produksi/pasca produksi
Merupakan bagian dari keseluruhan rangkaian proses. Menyimpan hasil produksi
dikelompokkan menjadi dua, yaitu menyimpan hasil produksi yang dihasilkan pada proses
produksi pada tempat yang sama atau menyimpan hasil produksi yang diperoleh dari
produksi ditempat yang berbeda.
4. Proses distribusi hasil produksi
Merupakan rangkaian proses sehingga produksi bisa sampai ke konsumen, proses ini disebut
sebagai distribusi, yang dapat dibedakan menjadi: distribusi langsung ke konsumen yang
diwadahi dalam bentuk toko/ruang pamer dan atau distribusi melalui pengiriman/ekspedisi.
Rumah produktif batik berdasarkan proses, mempunyai dua tipe:
1. Proses lengkap: persiapan produksi, produksi, pasca produksi dan distribusi.
2. Proses tidak lengkap: hanya terdiri proses pasca produksi dan distribusi.
Ruang kerja pada rumah produktif batik dapat dibedakan menjadi:
- Ruang persiapan produksi, yaitu ruang untuk menyimpan bahan baku berupa kain mori,
- Ruang produksi, dengan perlengkapan berupa meja untuk membuat pola atau meja untuk
mengerjakan batik cap, kayu gawangan untuk menggantung kain yang dibatik, alat untuk
membersihkan lilin/malam berupa tungku dengan alat merendam kain dan alat jemur kain.
- Ruang pasca produksi, pada umumnya berupa lemari untuk menyimpan kain ataupun ruang
tanpa furnitur.
- Ruang distribusi berupa toko, dilengkapi dengan lemari dan penggantung pakaian.
Keseluruhan ruang dapat dikelompokkan menjadi ruang yang sifatnya kering dan ruang yang
basah (tempat mencuci/membersihkan lilin/malam). Setiap rumah produktif batik mempunyai
cara berbeda pada proses produksi sampai distribusi, sesuai dengan kemampuan kondisi
ruang, tenaga, waktu dan biaya.
Gambar 2.11. Ruang Persiapan
Gambar 2.13. Ruang Cap
Hubungan ruang yang terbentuk sepanjang proses persiapan (gambar 2.11), proses produksi
(gambar 2.12 dan 2.13) sampai dengan proses distribusi adalah hubungan langsung antara
bagian persiapan dengan bagian produksi, bagian produksi dengan bagian pasca produksi dan
bagian pasca produksi dengan bagian distribusi, seperti pada gambar 2.14, garis merah
menunjukkan bahwa tidak semua rumah produktif melakukan proses produksi, karena
berbagai pertimbangan yang berkaitan dengan ruang, waktu, tenaga dan biaya.
Gambar 2.14. Hubungan Ruang
3. Rumah Produktif Batik dalam Perspektif Pengelolaan
Dalam perspektif pengelolaan, rumah produktif batik dibagi menjadi lima macam
pengelolaan (Silas, Johan 2000: 270-272): ruang, waktu, tenaga kerja, modal dan limbah:
- Tipologi rumah produktif batik dalam pengelolaan ruang, dapat dibagi
menjadi: ada ruang yang digunakan bersama untuk berhuni dan bekerja atau tidak ada
ruang yang digunakan bersama antara berhuni dan bekerja.
Produksi
Persiapan Pasca
Produksi Distribu
- Tipologi rumah produktif batik dalam pengelolaan waktu kerja, dapat
dibagi menjadi waktu kerja teratur (menentukan jam awal kerja dan jam akhir kerja),
fleksibel (jam kerja sesuai dengan kondisi dan situasi), dan diantara keduanya
(mempunyai jam kerja yang tetap, namun menyesuaikan juga dengan kondisi dan
situasi).
- Tipologi rumah produktif batik dalam pengelolaan tenaga kerja, dapat dibagi
menjadi tenaga kerja bukan anggota keluarga dan tenaga kerja anggota keluarga. Pada proses
persiapan anggota keluarga berperan sebagai penentu produksi yang akan dihasilkan. Pada
bagian produksi pada umumnya anggota keluarga tidak terlibat langsung, tetapi berperan
mengawasi keseluruhan rangkaian proses produksi. Pada pasca produksi dan distribusi
anggota keluarga bertindak mengatur penyimpanan barang serta distribusinya, dibantu oleh
tenaga kerja bukan dari anggota keluarga. apabila menggunakan tenaga kerja/karyawan
bukan anggota keluarga, maka waktu kerja yang ditetapkan sesuai dengan aturan yang
berlaku yaitu delapan jam perhari; bila tenaga kerja merupakan anggota keluarga, maka
waktu kerja menyesuaikan dengan peran sebagai anggota keluarga.
- Tipologi rumah produktif batik dalam pengelolaan modal dapat dibagi
menjadi modal yang terpisah antara aktivitas berhuni dan bekerja serta modal yang
bercampur pada aktivitas berhuni dan bekerja.
- Tipologi rumah produktif dengan produk batik dalam pengelolaan limbah,
dapat dibedakan menjadi ada atau tidak adanya pengelolaan limbah akibat proses
aktivitas yang dilakukan pada rumah produktif batik, terutama yang berkaitan dengan
Gambar 2.15. Zona Rumah Produktif dengan Proses Lengkap (Batik Nulaba – Kauman)
Pada gambar 2.15 merupakan pola/zona rumah produktif batik Nulaba (Kauman) dengan tipe
berimbang dimana bagian berhuni terpisah dengan bagian bekerja tetapi masih dalam satu
tapak masing-masing Rumah produktif batik Nulaba mempunyai proses yang lengkap mulai
dari persiapan, produksi, pasca produksi dan distribusi (dalam bentuk toko). Dalam hal
pengelolaan ruang, bagian yang digunakan untuk berhuni dan bekerja terpisah. Pengelolaan
waktu kerja yang teratur untuk karyawan yang bukan anggota keluarga; mempunyai tenaga
kerja anggota keluarga dan bukan anggota keluarga; pengelolaan modal bekerja dan modal
rumah tangga terpisah dan mempunyai pengelolaan limbah yang disediakan oleh Pemerintah
kota Pekalongan.
2.1.5. Dasar Pembentukan Bangunan Rumah Produktif Batik
Ruang merupakan suatu lingkungan buatan/lingkungan binaan terkecil, sepanjang hidupnya
manusia tidak dapat dilepaskan dari ruang; baik ruang dalam skala kecil (ruang tidur/kamar)
ataupun ruang dalam skala besar yaitu ruang kota (Setiawan B, Hariadi, 2014:50).
Penjenjangan ruang dalam skala kecil sampai dengan skala besar/ruang kota, dipengaruhi
oleh kondisi sosial, budaya, ekonomi, politik dan teknologi; hal ini membentuk perilaku
manusia. Perkembangan bidang kajian arsitektur lingkungan dan perilaku dimulai oleh para
ahli psikologi lingkungan yang dihadapkan pada masalah psikologis manusia yang
lingkungannya) maupun makro (kota). Penelitian mengenai arsitektur lingkungan dan
perilaku, di Indonesia diarahkan pada (Setiawan B, Hariadi; 2014: 100-104):
(1). Penelitian mengenai tekanan lingkungan di Perkampungan Padat Kota.
(2). Penelitian mengenai kesumpekan.
(3). Penelitian mengenai ruang privat dan publik.
(4). Penelitian mengenai rumah susun.
(5). Penelitian mengenai pola-pola perumahan tradisional.
Pada penelitian ‘Relasi Pola Tata Ruang Rumah Produktif Batik dan Karakter
Etnisitas Penghuni di Pekalongan’, mengacu pada butir (3) yaitu ruang sebagai bagian dari
suatu rumah tinggal dalam kaitannya terhadap ruang privat dan ruang publik. Penentuan
tingkatan ruang privat sampai dengan ruang publik pada rumah tinggal dipengaruhi oleh
fungsi ruang serta aktivitas yang dilakukan pada ruang yang dimaksud.
Ruang privat pada rumah tinggal direpresentasikan oleh ruang tidur, dimana
pengguna adalah khusus anggota keluarga; sedangkan ruang publik direpresentasikan oleh
teras bagian depan rumah dimana ruang tersebut dapat diakses oleh orang lain selain anggota
keluarga, misalnya tamu. Diantara ruang privat dan ruang publik, dikenal dengan adanya
ruang semi publik dan ruang semi privat. Penamaan/sebutan sebagai ruang privat sampai
dengan ruang publik didasari oleh teritorial ruang. Adapun ciri teritorial sebagai berikut
(Hadinugroho, Dwi Lindarto; 2002):
(1). Teritori membuat daerah ruang sebagai yang ditempati.
(2). Teritori dimiliki, dikuasai atau dikendalikan oleh satu individu atau sekelompok
manusia.
(3). Teritori memuaskan beberapa kebutuhan atau dorongan, seperti status.
5. Teritori punya unsur kepemilikan yang cenderung harus dipertahankan atau
setidaknya akan menimbulkan perasaan tidak nyaman bila teritorinya terlanggar oleh orang
lain.
Ruang-ruang yang terdapat pada rumah tinggal dapat diketahui sifatnya, berdasarkan
teritori pengguna ruang. Hal ini di sampaikan oleh Hussein El Sharkawy (dalam Lang 1987)
yang menyebutan adanya 4 tipe teritori, yaitu:
(1) Attached Teritory/ruang personal.
(2) Central Teritory/disebut sebagai ruang privat oleh Oscar Newman.
(3) Supporting Teritory/ruang semi publik atau ruang semi privat
(4) Peripheral Teritory/ruang publik.
Pada suatu rumah tinggal, teritori dapat dimulai dari bagian depan rumah, yaitu: teras, yang
berada pada bagian depan rumah merupakan ruang yang bersifat publik karena dapat
digunakan oleh anggota keluarga ataupun tamu yang berkunjung. Berikutnya adalah: ruang
duduk dibagian dalam rumah mempunyai sifat ruang semi publik, kemungkinan ruang ini
digunakan juga untuk menerima tamu. Ruang keluarga merupakan ruang yang bersifat semi
privat, karena hanya digunakan oleh anggota keluarga dan ruang tidur bersifat privat, karena
hanya digunakan oleh anggota keluarga secara personal. Ruang dapur, kamar mandi, gudang,
garasi merupakan ruang servis yang menunjang kegiatan rumah tangga. Sifat ruang terjadi
karena menyangkut teritorial pribadi dan keluarga. Guna memperjelas uraian mengenai zona
pada rumah tinggal, berikut disajikan suatu denah rumah pada gambar 2.16 dengan
penjelasan yang dianggap mewakil ruang yang dimaksud. Dalam hal rumah produktif (rumah
untuk berhuni dan bekerja), ada dua model yaitu rumah produktif yang menggunakan
sebagian halaman rumah untuk bekerja/mencari nafkah dan bentuk lainnya menggunakan
Gambar 2.16. Denah Rumah dan Zona ruang.
Untuk memudahkan pemahaman mengenai konsep rumah produktif pada lingkungan binaan,
berikut adalah gambar 2.17 yang menyajikan mengenai rumah, fungsi dan tipe dari rumah
produktif.
Gambar 2.17. Konsep Rumah Produktif
(Rangkuman Teoritik) Ruang keluarga/ Semi privat Ruang Tidur/ Ruang Privat Ruang Servis/ semi privat
Ruang Duduk/ semi publik
Teras/Publik
Rumah (Keb. Dasar Manusia)
Sebagai tempat tinggal
Sebagai tempat bekerja
Sebagai aset bernilai ekonomi & non
ekonomi Rumah Produktif Ciri-Ciri : - Campuran - Berimbang - Terpisah Proses :
- Penyiapan & simpan bahan baku - Proses produksi - Penyimpanan hasil - Distribusi Pengelolaan 1. Tempat/ruang 2. Waktu 3. Tenaga Kerja 4. Modal 5. Lingkungan Susunan Ruang pada
rumah :
Zona Publik, Semi Publik, Semi Privat, Privat
2.2. Karakter Etnisitas Masyarakat dalam Perspektif Lingkungan Binaan.
Karakter etnisitas berhubungan dengan unsur manusia dan masyarakat, tetapi tidak dapat
lepas dari unsur lindungan, alam dan jejaring. Kelima unsur dalam lingkungan binaan dapat
dikelompokkan menjadi tiga unsur yaitu unsur lingkungan meliputi alam, unsur bangunan
meliputi lindungan dan jejaring (buatan manusia) dan unsur manusia meliputi manusia secara
individu dan masyarakat sebagai suatu komunitas. Sudut pandang dari aspek ‘manusia’ dapat
ditinjau dalam hubungannya dengan aspek bangunan dan aspek lingkungan. Bila dikaitkan
dengan aspek bangunan, manusia dipandang sebagai pengguna dari suatu bangunan. Suatu
bangunan, dalam hal ini merupakan wadah dari aktivitas manusia. Bila aspek manusia
dikaitkan dengan lingkungan, maka yang dimaksud dengan lingkungan adalah lingkungan
sosial dan lingkungan kultural (Setiawan B, Hariadi: 2014). Lingkungan sosial dan
lingkungan kultural merupakan bagian dari pengertian mengenai lingkungan dalam Psikologi
lingkungan dimana disebutkan bahwa: lingkungan dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu: lingkungan
sosial, lingkungan fisik dan lingkungan kultural (Setiawan B, Hariadi: 2014). Lingkungan
sosial adalah interaksi yang terbentuk antara manusia dengan manusia, dimana interaksi
antara anggota keluarga merupakan bagian terkecil dalam lingkungan sosial. Lingkungan
fisik adalah interaksi antara manusia dengan alam, lindungan dan jejaring (unsur lingkungan
binaan); sedangkan lingkungan kultural adalah budaya/kultur, religi/kepercayaan dan
perilaku manusia dalam berinteraksi ataupun beraktivitas. Lingkungan, baik sosial, fisik dan
kultural merupakan kebutuhan, karena manusia merupakan mahluk sosial yang hidup pada
suatu tempat serta memiliki budaya dalam mengembangkan pikiran, sikap dan perasaan.
2.2.1. Karakter Etnisitas Masyarakat dalam Perspektif Kebudayaan.
Manusia adalah mahluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna; hal ini tersurat dalam salah
satu ayat Kitab Suci Al Qur’an, yaitu dalam Surat Al Israa ayat ke 17, berikut adalah
‘Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka didaratan dan dilautan, Kami beri mereka rizki yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan mahluk yang telah Kami ciptakan’
Kelebihan yang sempurna atas diri manusia sebagai ciptaan Nya, tercermin pada jasmani
atau raga yang kasat mata, dan pada rohani atau jiwa/psikis atau akal budi yang dapat
diketahui dari tindakan yang dilakukannya. Jasmani atau raga manusia terdiri dari badan,
anggota tubuh serta pancaindera, sedangkan rohani atau jiwa tercermin dalam akal budi dan
pikiran. Manifestasi dari jiwa dan raga (pikiran dan gerakan) disebut sebagai tindakan atau
perbuatan. Tindakan atau perbuatan yang dipengaruhi oleh pikiran, perilaku, budi
pekerti/etika, budaya dan kepercayaan akan menunjukkan karakter manusia seutuhnya.
Karakter manusia, mengacu pada asal-usul kata, ‘karakter’ yang berasal dari bahasa
Yunani ‘charassein’ dan ‘kharax’ yang mempunyai pengertian sebagai ‘tools for making’
atau ‘to engrave’. Bila diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia, mempunyai pengertian:
‘mengukir’, yang mempunyai makna memberi/membuat tanda; tanda dalam raga dan tanda
dalam tindakan. Kata ‘karakter’ tersebut kemudian digunakan dalam Bahasa Perancis
‘caracter’, dalam Bahasa Inggris ‘character’ dan dalam Bahasa Indonesia ‘karakter’ (Alfred,
John dalam Afandi, Rifki: 2011). Menurut Kamus Bahasa Indonesia, karakter adalah ciri-ciri
khusus yang mempunyai sifat khas, sesuai dengan perwatakan tertentu. Karakter individu,
secara terakumulasi akan membentuk karakter masyarakat. Pemahaman teori mengenai
karakter, dapat diketahui melalui dua pendekatan. Pendekatan pertama mengatakan bahwa
karakter itu terbentuk sejak kelahiran, seperti warna rambut dan golongan darah; sedangkan
pendekatan kedua menyatakan bahwa karakter manusia itu terbentuk berdasarkan proses
seumur hidup melalui interaksi dengan orang lain, lingkungan serta budaya. Dengan
demikian, pengembangan karakter, tidak dapat dilepaskan dari lingkungan kehidupan, serta