RUMAH PRODUKTIF BATIK DAN KARAKTER ETNISITAS DALAM KONTEKS LINGKUNGAN BINAAN
3. Rumah Produktif Batik dalam Perspektif Pengelolaan
2.2. Karakter Etnisitas Masyarakat dalam Perspektif Lingkungan Binaan
Karakter etnisitas berhubungan dengan unsur manusia dan masyarakat, tetapi tidak dapat
lepas dari unsur lindungan, alam dan jejaring. Kelima unsur dalam lingkungan binaan dapat
dikelompokkan menjadi tiga unsur yaitu unsur lingkungan meliputi alam, unsur bangunan
meliputi lindungan dan jejaring (buatan manusia) dan unsur manusia meliputi manusia secara
individu dan masyarakat sebagai suatu komunitas. Sudut pandang dari aspek ‘manusia’ dapat
ditinjau dalam hubungannya dengan aspek bangunan dan aspek lingkungan. Bila dikaitkan
dengan aspek bangunan, manusia dipandang sebagai pengguna dari suatu bangunan. Suatu
bangunan, dalam hal ini merupakan wadah dari aktivitas manusia. Bila aspek manusia
dikaitkan dengan lingkungan, maka yang dimaksud dengan lingkungan adalah lingkungan
sosial dan lingkungan kultural (Setiawan B, Hariadi: 2014). Lingkungan sosial dan
lingkungan kultural merupakan bagian dari pengertian mengenai lingkungan dalam Psikologi
lingkungan dimana disebutkan bahwa: lingkungan dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu: lingkungan
sosial, lingkungan fisik dan lingkungan kultural (Setiawan B, Hariadi: 2014). Lingkungan
sosial adalah interaksi yang terbentuk antara manusia dengan manusia, dimana interaksi
antara anggota keluarga merupakan bagian terkecil dalam lingkungan sosial. Lingkungan
fisik adalah interaksi antara manusia dengan alam, lindungan dan jejaring (unsur lingkungan
binaan); sedangkan lingkungan kultural adalah budaya/kultur, religi/kepercayaan dan
perilaku manusia dalam berinteraksi ataupun beraktivitas. Lingkungan, baik sosial, fisik dan
kultural merupakan kebutuhan, karena manusia merupakan mahluk sosial yang hidup pada
suatu tempat serta memiliki budaya dalam mengembangkan pikiran, sikap dan perasaan.
2.2.1. Karakter Etnisitas Masyarakat dalam Perspektif Kebudayaan.
Manusia adalah mahluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna; hal ini tersurat dalam salah
satu ayat Kitab Suci Al Qur’an, yaitu dalam Surat Al Israa ayat ke 17, berikut adalah
‘Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka didaratan dan dilautan, Kami beri mereka rizki yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan mahluk yang telah Kami ciptakan’
Kelebihan yang sempurna atas diri manusia sebagai ciptaan Nya, tercermin pada jasmani
atau raga yang kasat mata, dan pada rohani atau jiwa/psikis atau akal budi yang dapat
diketahui dari tindakan yang dilakukannya. Jasmani atau raga manusia terdiri dari badan,
anggota tubuh serta pancaindera, sedangkan rohani atau jiwa tercermin dalam akal budi dan
pikiran. Manifestasi dari jiwa dan raga (pikiran dan gerakan) disebut sebagai tindakan atau
perbuatan. Tindakan atau perbuatan yang dipengaruhi oleh pikiran, perilaku, budi
pekerti/etika, budaya dan kepercayaan akan menunjukkan karakter manusia seutuhnya.
Karakter manusia, mengacu pada asal-usul kata, ‘karakter’ yang berasal dari bahasa
Yunani ‘charassein’ dan ‘kharax’ yang mempunyai pengertian sebagai ‘tools for making’
atau ‘to engrave’. Bila diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia, mempunyai pengertian:
‘mengukir’, yang mempunyai makna memberi/membuat tanda; tanda dalam raga dan tanda
dalam tindakan. Kata ‘karakter’ tersebut kemudian digunakan dalam Bahasa Perancis
‘caracter’, dalam Bahasa Inggris ‘character’ dan dalam Bahasa Indonesia ‘karakter’ (Alfred,
John dalam Afandi, Rifki: 2011). Menurut Kamus Bahasa Indonesia, karakter adalah ciri-ciri
khusus yang mempunyai sifat khas, sesuai dengan perwatakan tertentu. Karakter individu,
secara terakumulasi akan membentuk karakter masyarakat. Pemahaman teori mengenai
karakter, dapat diketahui melalui dua pendekatan. Pendekatan pertama mengatakan bahwa
karakter itu terbentuk sejak kelahiran, seperti warna rambut dan golongan darah; sedangkan
pendekatan kedua menyatakan bahwa karakter manusia itu terbentuk berdasarkan proses
seumur hidup melalui interaksi dengan orang lain, lingkungan serta budaya. Dengan
demikian, pengembangan karakter, tidak dapat dilepaskan dari lingkungan kehidupan, serta
Etnis atau etnik berasal dari bahasa Yunani, Ethnos yang artinya: sejumlah orang
‘berbeda’ yang bertindak bersama-sama. Identitas etnis mengacu pada ciri dan pengalaman
dari masing-masing individu, dimana hal yang terpenting dalam melihat identitas etnis adalah
kebudayaan. Schermerhorn mendefinisikan mengenai etnis sebagai suatu kelompok yang
mempunyai kesamaan asal usul, mempunyai pengalaman sejarah yang sama serta
mempunyai kesamaan dalam budaya seperti pola keluarga, agama, kepercayaan, bahasa,
suku serta ciri fisik yang sama (La Ode: 2012). Etnisitas merupakan kesadaran yang
membedakan antara kita dan mereka, dimana etnisitas merupakan suatu hasil kebudayaan
yang terbentuk secara turun temurun dalam suatu komunitas dengan kesamaan ras, leluhur
dan tradisi. Dalam konteks penelitian mengenai ‘Relasi Pola Tata Ruang Rumah Produktif
Batik dan Karakter Etnisitas Penghuni’, pendekatan mengenai karakter etnisitas penghuni,
merupakan dialektika antara manusia dengan lingkungannya. Dialektika antara karakter
etnisitas penghuni dengan lingkungannya tidak dapat disusun bangun matematisnya
(Setiawan B, Hariadi 2014: 16). Oleh karena itu, dalam ilmu arsitektur muncul pendekatan
perilaku dimana aspek norma, kultur/budaya dan psikologi masyarakat menjadi
pertimbangannya (Rapoport 1997, dalam Setiawan B, Hariadi 2014: 17). Kerangka
pendekatan studi perilaku menekankan bahwa latar belakang manusia seperti pandangan
hidup, kepercayaan yang dianut serta norma-norma yang dipegang (konteks kultural dan
konteks sosial) akan menentukan perilaku yang akan tercermin pada cara hidup atau dengan
kata lain akan mencerminkan aktivitas/kegiatannya (Setiawan B, Hariadi 2014: 23-24).
Dalam konteks penelitian ‘Relasi Pola Tata Ruang Rumah Produktif Batik dan Karakter
Etnisitas Penghuni’, karakter etnisitas penghuni akan ditelusuri dengan pendekatan perilaku,
yaitu yang berkaitan dengan pandangan hidup, kepercayaan, norma-norma dan aktivitas yang
dilakukan. Pendekatan perilaku erat hubungannya dengan pendekatan kebudayaan; dimana
(1) bahasa, merupakan alat komunikasi yang dapat dirasakan oleh penggunanya.
(2) sistem pengetahuan, merupakan kemampuan untuk menyerap informasi.
(3) sistem kemasyarakatan, merupakan hubungan sosial yang terbentuk, dalam skala kecil
adalah rumah tangga.
(4) sistem peralatan hidup dan teknologi, merupakan alat penunjang untuk melakukan
aktivitas.
(5) sistem mata pencaharian, merupakan suatu usaha dalam rangka mempertahankan
kehidupannya.
(6) sistem religi, merupakan norma/nilai yang menjadi pegangan dan arah kehidupan.
(7) kesenian, merupakan sarana untuk mengekspresikan keindahan.
Ketujuh unsur kebudayaan, dapat dikelompokkan, menjadi tiga wujud kebudayaan yaitu:
norma/nilai, aktivitas dan artefak (Koentjaraningrat, 2004). Wujud pertama yang disebut
Norma/nilai mempunyai arti sebagai batasan yang menjadi acuan dalam kehidupan, sifatnya
abstrak, tidak terlihat dan tidak teraba. Wujud kedua berupa aktivitas, yaitu kegiatan atau
tingkah laku yang dapat terlihat tetapi tidak teraba. Wujud ketiga adalah artefak, yaitu berupa
benda yang sifatnya nyata, dapat terlihat dan dapat diraba.
2.2.2. Pembentukan Karakter Etnisitas dalam Masyarakat.
Memahami karakter etnisitas dalam masyarakat atau penghuni, dapat ditelusuri melalui
pendekatan lingkungan fisik, lingkungan sosial dan lingkungan kultural. Lingkungan fisik
merupakan lokasi dimana manusia dan masyarakat berada, misalnya di salah satu kota di
Indonesia, seperti Kota Pekalongan (sebagai lokasi obyek studi) berikut lindungan/shell yang
menaungi aktivitas. Lingkungan sosial adalah hubungan antara manusia dengan manusia
yang didasari oleh nilai-nilai yang dipahami masing-masing individu; secara umum nilai
yang berlaku untuk masyarakat di Indonesia adalah ‘Pancasila’ dengan lima dasar yang
harkatnya, toleransi dalam keberagaman suku dan budaya, musyawarah dalam mengambil
keputusan, kesetaraan dalam martabat manusia. Berikutnya adalah lingkungan kultural,
dalam psikologi lingkungan hal ini dipahami sebagai budaya, religi/kepercayaan dan perilaku.
Koentjaraningrat menyebutkan bahwa yang termasuk dalam unsur budaya adalah: nilai atau
norma, aktivitas dan artefak. Berdasarkan unsur budaya dari Koentjaraningrat, maka
lingkungan kultural dalam psikologi lingkungan menjadi: nilai atau norma, aktivitas, artefak,
religi atau kepercayaan dan perilaku. Nilai atau norma yang berlaku pada masyarakat etnis
jawa/pribumi, etnis keturunan arab dan etnis keturunan cina mengacu pada falsafah hidup,
dimana masing-masing falsafah hidup baik untuk orang jawa/pribumi, arab dan cina selalu
mengandung unsur kebaikan untuk melakukan aktivitas dan berperilaku; meskipun
kepercayaan serta norma yang dianutnya berbeda.
Berdasarkan pemahaman teoritik mengenai konsep karakter etnisitas masyarakat dalam
lingkungan binaan, dapat dilihat pada gambar 2.18; sebagai dasar menilai etnisitas penghuni
pada penelitian yang dilakukan, dimana manusia dipandang dari segi jiwa dan raga yang
manifestasinya dalam bentuk fisik berupa ciri-ciri yang tampak secara kasat mata dan dari
segi non fisik yang dapat dipahami dengan berbagai indikator yang berkaitan dengan sosial
budaya.
Gambar 2.18. Pembentukan Karakter Etnisitas (Rangkuman Teoritik)
Manusia
Fisik
Bagian wajah, terutama pada mata, hidung, warna kulit
Non Fisik (lingkungan fisik, sosial dan budaya) - Kota Pekalongan
- Norma/nilai : ajaran agama & falsafah hidup - Aktivitas : religi, berhuni, sosial kemasyarakatan
dan mencari nafkah/bekerja
- Artefak : tempat ibadah, rumah tinggal, rumah produktif
Karakter Etnisitas Raga
Berdasarkan konsep pembentukan karakter etnisitas, secara raga/fisik karakteristik etnis
pribumi/Jawa di Pekalongan mempunyai bentuk mata agak lebar dengan kulit berwarna sawo
matang/coklat, etnis keturunan arab mempunyai ciri pada bentuk hidung dan etnis keturunan
cina mempunyai ciri pada bentuk mata (cenderung sipit) dan warna kulit (putih). Secara jiwa
atau karakter non fisik, etnis pribumi/Jawa mempunyai norma yang berpegang pada ajaran
agama Islam dengan budaya lokal Jawa, etnis keturunan arab mempunyai norma berdasarkan
agama Islam dan etnis keturunan cina mempunyai norma sesuai agamanya (Kristen, Katolik)
serta berpedoman pada ajaran Kong Hu Cu dan Taoisme.
Berikut tabel 2.2. adalah gambaran karakter masyarakat berdasarkan etnisitasnya
Tabel 2.2. Karakter Etnisitas
Karakter Etnisitas
Fisik Non Fisik
Nilai/Filosofi Non Fisik Religi Non Fisik Berhuni Non Fisik Sosial Masy Non Fisik Bekerja
Jawa/Pribumi Warna kulit
coklat Bentuk mata bulat Agama Islam Mengabdi Melaksanakan sholat, puasa Hunian bersifat fleksibel Fleksibel Fleksibel Keturunan Arab Warna kulit antara putih dan coklat Bentuk mata bulat
Agama Islam Melaksanakan
sholat, puasa Hunian bersifat privat Superior terhadap etnis yang berbeda Tertib Keturunan Cina Warna kulit putih Bentuk mata sipit Agama Kristen atau Katolik Filosofi Kong Hu Chu & Taoisme Beribadah sesuai kepercayaan Hunian bersifat privat Toleransi terhadap etnis yang berbeda Tertib