• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakter Etnisitas Masyarakat dalam Perspektif Lingkungan Binaan

Dalam dokumen Perjanjian No : III/LPPM/ /82-P (Halaman 46-51)

RUMAH PRODUKTIF BATIK DAN KARAKTER ETNISITAS DALAM KONTEKS LINGKUNGAN BINAAN

3. Rumah Produktif Batik dalam Perspektif Pengelolaan

2.2. Karakter Etnisitas Masyarakat dalam Perspektif Lingkungan Binaan

Karakter etnisitas berhubungan dengan unsur manusia dan masyarakat, tetapi tidak dapat

lepas dari unsur lindungan, alam dan jejaring. Kelima unsur dalam lingkungan binaan dapat

dikelompokkan menjadi tiga unsur yaitu unsur lingkungan meliputi alam, unsur bangunan

meliputi lindungan dan jejaring (buatan manusia) dan unsur manusia meliputi manusia secara

individu dan masyarakat sebagai suatu komunitas. Sudut pandang dari aspek ‘manusia’ dapat

ditinjau dalam hubungannya dengan aspek bangunan dan aspek lingkungan. Bila dikaitkan

dengan aspek bangunan, manusia dipandang sebagai pengguna dari suatu bangunan. Suatu

bangunan, dalam hal ini merupakan wadah dari aktivitas manusia. Bila aspek manusia

dikaitkan dengan lingkungan, maka yang dimaksud dengan lingkungan adalah lingkungan

sosial dan lingkungan kultural (Setiawan B, Hariadi: 2014). Lingkungan sosial dan

lingkungan kultural merupakan bagian dari pengertian mengenai lingkungan dalam Psikologi

lingkungan dimana disebutkan bahwa: lingkungan dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu: lingkungan

sosial, lingkungan fisik dan lingkungan kultural (Setiawan B, Hariadi: 2014). Lingkungan

sosial adalah interaksi yang terbentuk antara manusia dengan manusia, dimana interaksi

antara anggota keluarga merupakan bagian terkecil dalam lingkungan sosial. Lingkungan

fisik adalah interaksi antara manusia dengan alam, lindungan dan jejaring (unsur lingkungan

binaan); sedangkan lingkungan kultural adalah budaya/kultur, religi/kepercayaan dan

perilaku manusia dalam berinteraksi ataupun beraktivitas. Lingkungan, baik sosial, fisik dan

kultural merupakan kebutuhan, karena manusia merupakan mahluk sosial yang hidup pada

suatu tempat serta memiliki budaya dalam mengembangkan pikiran, sikap dan perasaan.

2.2.1. Karakter Etnisitas Masyarakat dalam Perspektif Kebudayaan.

Manusia adalah mahluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna; hal ini tersurat dalam salah

satu ayat Kitab Suci Al Qur’an, yaitu dalam Surat Al Israa ayat ke 17, berikut adalah

‘Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka didaratan dan dilautan, Kami beri mereka rizki yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan mahluk yang telah Kami ciptakan’

Kelebihan yang sempurna atas diri manusia sebagai ciptaan Nya, tercermin pada jasmani

atau raga yang kasat mata, dan pada rohani atau jiwa/psikis atau akal budi yang dapat

diketahui dari tindakan yang dilakukannya. Jasmani atau raga manusia terdiri dari badan,

anggota tubuh serta pancaindera, sedangkan rohani atau jiwa tercermin dalam akal budi dan

pikiran. Manifestasi dari jiwa dan raga (pikiran dan gerakan) disebut sebagai tindakan atau

perbuatan. Tindakan atau perbuatan yang dipengaruhi oleh pikiran, perilaku, budi

pekerti/etika, budaya dan kepercayaan akan menunjukkan karakter manusia seutuhnya.

Karakter manusia, mengacu pada asal-usul kata, ‘karakter’ yang berasal dari bahasa

Yunani ‘charassein’ dan ‘kharax’ yang mempunyai pengertian sebagai ‘tools for making’

atau ‘to engrave’. Bila diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia, mempunyai pengertian:

‘mengukir’, yang mempunyai makna memberi/membuat tanda; tanda dalam raga dan tanda

dalam tindakan. Kata ‘karakter’ tersebut kemudian digunakan dalam Bahasa Perancis

‘caracter’, dalam Bahasa Inggris ‘character’ dan dalam Bahasa Indonesia ‘karakter’ (Alfred,

John dalam Afandi, Rifki: 2011). Menurut Kamus Bahasa Indonesia, karakter adalah ciri-ciri

khusus yang mempunyai sifat khas, sesuai dengan perwatakan tertentu. Karakter individu,

secara terakumulasi akan membentuk karakter masyarakat. Pemahaman teori mengenai

karakter, dapat diketahui melalui dua pendekatan. Pendekatan pertama mengatakan bahwa

karakter itu terbentuk sejak kelahiran, seperti warna rambut dan golongan darah; sedangkan

pendekatan kedua menyatakan bahwa karakter manusia itu terbentuk berdasarkan proses

seumur hidup melalui interaksi dengan orang lain, lingkungan serta budaya. Dengan

demikian, pengembangan karakter, tidak dapat dilepaskan dari lingkungan kehidupan, serta

Etnis atau etnik berasal dari bahasa Yunani, Ethnos yang artinya: sejumlah orang

‘berbeda’ yang bertindak bersama-sama. Identitas etnis mengacu pada ciri dan pengalaman

dari masing-masing individu, dimana hal yang terpenting dalam melihat identitas etnis adalah

kebudayaan. Schermerhorn mendefinisikan mengenai etnis sebagai suatu kelompok yang

mempunyai kesamaan asal usul, mempunyai pengalaman sejarah yang sama serta

mempunyai kesamaan dalam budaya seperti pola keluarga, agama, kepercayaan, bahasa,

suku serta ciri fisik yang sama (La Ode: 2012). Etnisitas merupakan kesadaran yang

membedakan antara kita dan mereka, dimana etnisitas merupakan suatu hasil kebudayaan

yang terbentuk secara turun temurun dalam suatu komunitas dengan kesamaan ras, leluhur

dan tradisi. Dalam konteks penelitian mengenai ‘Relasi Pola Tata Ruang Rumah Produktif

Batik dan Karakter Etnisitas Penghuni’, pendekatan mengenai karakter etnisitas penghuni,

merupakan dialektika antara manusia dengan lingkungannya. Dialektika antara karakter

etnisitas penghuni dengan lingkungannya tidak dapat disusun bangun matematisnya

(Setiawan B, Hariadi 2014: 16). Oleh karena itu, dalam ilmu arsitektur muncul pendekatan

perilaku dimana aspek norma, kultur/budaya dan psikologi masyarakat menjadi

pertimbangannya (Rapoport 1997, dalam Setiawan B, Hariadi 2014: 17). Kerangka

pendekatan studi perilaku menekankan bahwa latar belakang manusia seperti pandangan

hidup, kepercayaan yang dianut serta norma-norma yang dipegang (konteks kultural dan

konteks sosial) akan menentukan perilaku yang akan tercermin pada cara hidup atau dengan

kata lain akan mencerminkan aktivitas/kegiatannya (Setiawan B, Hariadi 2014: 23-24).

Dalam konteks penelitian ‘Relasi Pola Tata Ruang Rumah Produktif Batik dan Karakter

Etnisitas Penghuni’, karakter etnisitas penghuni akan ditelusuri dengan pendekatan perilaku,

yaitu yang berkaitan dengan pandangan hidup, kepercayaan, norma-norma dan aktivitas yang

dilakukan. Pendekatan perilaku erat hubungannya dengan pendekatan kebudayaan; dimana

(1) bahasa, merupakan alat komunikasi yang dapat dirasakan oleh penggunanya.

(2) sistem pengetahuan, merupakan kemampuan untuk menyerap informasi.

(3) sistem kemasyarakatan, merupakan hubungan sosial yang terbentuk, dalam skala kecil

adalah rumah tangga.

(4) sistem peralatan hidup dan teknologi, merupakan alat penunjang untuk melakukan

aktivitas.

(5) sistem mata pencaharian, merupakan suatu usaha dalam rangka mempertahankan

kehidupannya.

(6) sistem religi, merupakan norma/nilai yang menjadi pegangan dan arah kehidupan.

(7) kesenian, merupakan sarana untuk mengekspresikan keindahan.

Ketujuh unsur kebudayaan, dapat dikelompokkan, menjadi tiga wujud kebudayaan yaitu:

norma/nilai, aktivitas dan artefak (Koentjaraningrat, 2004). Wujud pertama yang disebut

Norma/nilai mempunyai arti sebagai batasan yang menjadi acuan dalam kehidupan, sifatnya

abstrak, tidak terlihat dan tidak teraba. Wujud kedua berupa aktivitas, yaitu kegiatan atau

tingkah laku yang dapat terlihat tetapi tidak teraba. Wujud ketiga adalah artefak, yaitu berupa

benda yang sifatnya nyata, dapat terlihat dan dapat diraba.

2.2.2. Pembentukan Karakter Etnisitas dalam Masyarakat.

Memahami karakter etnisitas dalam masyarakat atau penghuni, dapat ditelusuri melalui

pendekatan lingkungan fisik, lingkungan sosial dan lingkungan kultural. Lingkungan fisik

merupakan lokasi dimana manusia dan masyarakat berada, misalnya di salah satu kota di

Indonesia, seperti Kota Pekalongan (sebagai lokasi obyek studi) berikut lindungan/shell yang

menaungi aktivitas. Lingkungan sosial adalah hubungan antara manusia dengan manusia

yang didasari oleh nilai-nilai yang dipahami masing-masing individu; secara umum nilai

yang berlaku untuk masyarakat di Indonesia adalah ‘Pancasila’ dengan lima dasar yang

harkatnya, toleransi dalam keberagaman suku dan budaya, musyawarah dalam mengambil

keputusan, kesetaraan dalam martabat manusia. Berikutnya adalah lingkungan kultural,

dalam psikologi lingkungan hal ini dipahami sebagai budaya, religi/kepercayaan dan perilaku.

Koentjaraningrat menyebutkan bahwa yang termasuk dalam unsur budaya adalah: nilai atau

norma, aktivitas dan artefak. Berdasarkan unsur budaya dari Koentjaraningrat, maka

lingkungan kultural dalam psikologi lingkungan menjadi: nilai atau norma, aktivitas, artefak,

religi atau kepercayaan dan perilaku. Nilai atau norma yang berlaku pada masyarakat etnis

jawa/pribumi, etnis keturunan arab dan etnis keturunan cina mengacu pada falsafah hidup,

dimana masing-masing falsafah hidup baik untuk orang jawa/pribumi, arab dan cina selalu

mengandung unsur kebaikan untuk melakukan aktivitas dan berperilaku; meskipun

kepercayaan serta norma yang dianutnya berbeda.

Berdasarkan pemahaman teoritik mengenai konsep karakter etnisitas masyarakat dalam

lingkungan binaan, dapat dilihat pada gambar 2.18; sebagai dasar menilai etnisitas penghuni

pada penelitian yang dilakukan, dimana manusia dipandang dari segi jiwa dan raga yang

manifestasinya dalam bentuk fisik berupa ciri-ciri yang tampak secara kasat mata dan dari

segi non fisik yang dapat dipahami dengan berbagai indikator yang berkaitan dengan sosial

budaya.

Gambar 2.18. Pembentukan Karakter Etnisitas (Rangkuman Teoritik)

Manusia

Fisik

Bagian wajah, terutama pada mata, hidung, warna kulit

Non Fisik (lingkungan fisik, sosial dan budaya) - Kota Pekalongan

- Norma/nilai : ajaran agama & falsafah hidup - Aktivitas : religi, berhuni, sosial kemasyarakatan

dan mencari nafkah/bekerja

- Artefak : tempat ibadah, rumah tinggal, rumah produktif

Karakter Etnisitas Raga

Berdasarkan konsep pembentukan karakter etnisitas, secara raga/fisik karakteristik etnis

pribumi/Jawa di Pekalongan mempunyai bentuk mata agak lebar dengan kulit berwarna sawo

matang/coklat, etnis keturunan arab mempunyai ciri pada bentuk hidung dan etnis keturunan

cina mempunyai ciri pada bentuk mata (cenderung sipit) dan warna kulit (putih). Secara jiwa

atau karakter non fisik, etnis pribumi/Jawa mempunyai norma yang berpegang pada ajaran

agama Islam dengan budaya lokal Jawa, etnis keturunan arab mempunyai norma berdasarkan

agama Islam dan etnis keturunan cina mempunyai norma sesuai agamanya (Kristen, Katolik)

serta berpedoman pada ajaran Kong Hu Cu dan Taoisme.

Berikut tabel 2.2. adalah gambaran karakter masyarakat berdasarkan etnisitasnya

Tabel 2.2. Karakter Etnisitas

Karakter Etnisitas

Fisik Non Fisik

Nilai/Filosofi Non Fisik Religi Non Fisik Berhuni Non Fisik Sosial Masy Non Fisik Bekerja

Jawa/Pribumi Warna kulit

coklat Bentuk mata bulat Agama Islam Mengabdi Melaksanakan sholat, puasa Hunian bersifat fleksibel Fleksibel Fleksibel Keturunan Arab Warna kulit antara putih dan coklat Bentuk mata bulat

Agama Islam Melaksanakan

sholat, puasa Hunian bersifat privat Superior terhadap etnis yang berbeda Tertib Keturunan Cina Warna kulit putih Bentuk mata sipit Agama Kristen atau Katolik Filosofi Kong Hu Chu & Taoisme Beribadah sesuai kepercayaan Hunian bersifat privat Toleransi terhadap etnis yang berbeda Tertib

Dalam dokumen Perjanjian No : III/LPPM/ /82-P (Halaman 46-51)