DI KAUMAN, SUGIHWARAS DAN SAMPANGAN, PEKALONGAN – JAWA TENGAH
5.3. Manusia, Masyarakat dan Lingkungan Kultural/Budaya di Pekalongan
Pekalongan merupakan salah satu kota pesisir yang berada di pantai utara Pulau Jawa, atau
lebih tepat dapat disebut sebagai sebuah kota pesisir di pantai utara Jawa Tengah. Kota ini
pada tahun 2015 berusia 393 tahun (terbentuk pada 25 Agustus 1622). Selain bercirikan
sebagai kota pesisir, Pekalongan mempunyai sebutan sebagai Kota Batik, semboyan kotanya
adalah BATIK yang merupakan akronim dari Bersih, Aman, Tertib, Indah dan Komunikatif.
Kekayaan dalam seni batik di Pekalongan dimulai pada tahun 1800 an dan berkembang pada
saat terjadinya Perang Diponegoro pada tahun 1825 sampai dengan 1830. Saat terjadinya
Perang Diponegoro, masyarakat yang berada di wilayah Solo dan Jogyakarta merasa tidak
nyaman keadaannya, sehingga sebagian masyarakat melarikan diri kearah timur dan kearah
barat. Salah satu kota yang menjadi tempat tinggalnya adalah di Pekalongan. Masyarakat
yang berpindah ke Pekalongan tersebut mengembangkan seni membatiknya secara turun
temurun sampai saat ini. Posisi Pekalongan yang terletak di Pantai Utara Pulau Jawa dengan
pelabuhan laut yang dimilikinya, merupakan lokasi yang mudah disinggahi oleh pendatang
pendatang dari mancanegara (Cina, Timur Tengah/Arab dan Eropa) mempunyai maksud
untuk berdagang. Selain berdagang, sambil menunggu arah angin yang tepat untuk dapat
kembali kenegaranya, mereka sementara tinggal dan menetap di Kota Pekalongan.
Komunikasi dan interaksi yang terjadi diantara penduduk asli Pekalongan (pribumi) dengan
pendatang/pedagang, mengakibatkan beberapa pendatang merasa nyaman untuk menetap di
Pekalongan. Kehadiran para pendatang/pedagang yang menetap di Pekalongan, disertai
dengan adanya perkawinan, menjadikan penduduk Pekalongan saat ini terdiri dari penduduk
asli (pribumi) penduduk keturunan etnis Cina dan penduduk keturunan etnis Arab. Penduduk
keturunan etnis Arab awalnya menetap di daerah yang saat ini disebut sebagai wilayah
Sugihwaras. Hal ini ditandai dengan adanya Mesjid Wakaf yang terletak di Jalan Surabaya
(gambar 5.15). Penduduk keturunan etnis Cina menetap di wilayah yang disebut sebagai
Sampangan, hal ini ditandai dengan adanya Klenteng Po An Thian (gambar 5.16)
Penduduk Pekalongan yang berasal dari Cina dan Timur Tengah dalam hal aktivitas
berdagang, terutama yang berkaitan dengan produk batik, membawa pengaruh terhadap
motif batik yang berkembang di Pekalongan seperti motif Jlamprang yang dipengaruhi oleh
Arab dan Cina. Motif Tiga Negeri yang dipengaruhi oleh Belanda dan motif Hokokai yang
dipengaruhi oleh Jepang mulai berkembang pada saat penjajahan kedua bangsa tersebut di
Indonesia. Aktivitas produksi dan distribusi batik di Pekalongan, mengalami masa pasang
surut, tetapi sejak tahun 2009 dimana United Nations Educational, Scientific and Cultural
Organization (Unesco) secara resmi menetapkan bahwa batik merupakan kekayaan budaya
asli Indonesia, eksistensi batik terus meningkat, baik ditingkat lokal maupun ditingkat
nasional. Bahkan beberapa propinsi di Indonesia berusaha mengembangkan corak batik yang
khas, seperti Papua dengan batik khas bercorak burung cenderawasih, DKI Jakarta dengan
batik bercorak penari topeng betawi dan corak ondel-ondel, Lampung dengan batik bercorak
dengan ikon daerah. Selain kekayaan dalam seni batik, Pekalongan memiliki kekayaan hasil
laut, yang pengolahannya berupa ikan dalam kaleng, ikan fillet, ikan asin dan tepung ikan.
Industri yang berkaitan dengan penangkapan ikan turut berkembang di Pekalongan, seperti
galangan kapal, kapal serat fiber. Sebagai ungkapan terima kasih atas kekayaan laut yang
dimiliki masyarakat Pekalongan, setiap tahun diselenggarakan acara sedekah laut. Acara
sedekah laut diadakan pada bulan Muharram/Syura dengan ritual berupa menghias perahu
kemudian dilengkapi dengan sesaji berupa kepala kerbau, jajan pasar, wayang Dewi Sri dan
Pandawa Lima serta aneka mainan anak-anak; kemudian dilakukan doa-doa untuk memohon
keselamatan dan keberhasilan hasil tangkapan. Setelah selesai acara doa, dilanjutkan dengan
acara melarung seluruh sesajian ketengah laut; kepala kerbau merupakan bagian sesaji yang
paling dahulu dilarung dan diikuti dengan benda sesaji yang lain. Kekayaan hasil laut dengan
budaya Sedekah Laut/Nyadran mempererat kehidupan bermasyarakat serta merupakan obyek
pariwisata. Tradisi sedekah laut pelaksanaannya dapat bersamaan dengan acara budaya cina
Pek Chun (gambar 5.19). Masyarakat keturunan Cina di Pekalongan, melestarikan budaya Pek Chun, yang diadakan pada tanggal lima bulan kelima dalam kalender Imlek. Acara ini
diadakan di daerah Pecinan yaitu di jalan Belimbing (Sampangan), dengan ciri khas berupa
kuliner dalam bentuk makanan yang disebut sebagai bacang (nasi ketan berisi daging
dibungkus daun kelapa) dan acara mendirikan telur di sungai loji (jalan Belimbing) serta
atraksi barongsay. Kekayaan budaya lain di Pekalongan berupa tradisi Syawalan (gambar
5.18), yaitu acara silaturahmi masyarakat yang diselenggarakan oleh penduduk yang tinggal
di daerah Krapyak (Pekalongan Utara) dalam rangka Idul Fitri. Acara ini diadakan seminggu
setelah hari Idul Fitri, dan dihadiri oleh seluruh masyarakat Pekalongan, dengan makanan
utama berupa tumpeng dalam ukuran besar yang terbuat dari lopis (ketan), disebut sebagai
lopis raksasa; makna dari hidangan lopis yang berasal dari ketan adalah mempererat
pemotongan lopis raksasa oleh pemimpin daerah (Walikota), kemudian lopis dibagikan
kepada masyarakat yang hadir. Selain menyediakan makanan berupa lopis raksasa,
masyarakat Krapyak menyediakan pula makanan dan minuman lainnya yang dapat dinikmati
oleh para pengunjung dalam acara silaturahmi ini secara cuma-cuma. Tradisi Syawalan/Lopis
Raksasa (gambar 5.18) merupakan tradisi yang dilakukan secara turun temurun dan telah
dilaksanakan lebih dari seratus tahun. Acara Syawalan tidak serta merta selesai setelah
menikmati lopis, tetapi masyarakat melanjutkan acara dengan wisata ke pantai Slamaran.
Tradisi/budaya lainnya yang berkembang di Pekalongan adalah peringatan Hari
Kemerdekaan Republik Indonesia, dimana beberapa Kelurahan menyelenggarakan acara khas,
antara lain pemotongan lontong raksasa/jumbo, pemotongan kue talam raksasa/jumbo dan
karnaval keliling kota. Budaya yang terjadi pada masyarakat Pekalongan merupakan
perpaduan antara budaya Jawa/pribumi, budaya muslim (sedekah bumi dan Syawalan) dan
budaya Cina (pek chun) termasuk diantaranya budaya Bhineka Tunggal Ika (Hari
Kemerdekaan Indonesia).
Gambar 5.18. Tradisi Syawalan/Lopis Raksasa Gambar 5.19. Tradisi Pek Chun