• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA PERILAKU PENGAMEN JALANAN TERHADAP MASYARAKAT PENGGUNA JALAN RAYA KOTA PADANG. Program Studi Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POLA PERILAKU PENGAMEN JALANAN TERHADAP MASYARAKAT PENGGUNA JALAN RAYA KOTA PADANG. Program Studi Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

POLA PERILAKU PENGAMEN JALANAN TERHADAP MASYARAKAT PENGGUNA JALAN RAYA

KOTA PADANG

Anrian Joef1 Drs. Wahyu Pramono, M.Si2 Elvawati, M.Si3 Program Studi Pendidikan Sosiologi

STKIP PGRI Sumatera Barat ABSTRACT

This study discusses patterns of behavior of street singers to highway users is an issue that makes people uneasy in the existence of buskers on the street, because the street singers often perform deviant acts, such as making follow- kejahataan and forcing people . This study aimed to describe the behavior patterns of street singers to the public highway users Padang. Researchers used social exchange theory ( Reward and Phunisment ) proposed by George C. Homans, which is a simple economic principles such as the costs, rewards and prizes.

This study uses qualitative research methods with descriptive type. The study site is on Jl Imam Bonjol and Jl. Veteran city of Padang. This study is an attempt to create a description, a picture of a situation as it should. Decision informants in this study use the two techniques, namely the purposive sampling and incidental sampling. The type of data in this study is primary data and secondary data were collected through observation, interviews, and documentation. Data analysis technique used is an interactive model of analysis proposed by Miles and Huberman (1984 ).

From this study it can be concluded that the pattern of behavior in accordance with other street musicians living conditions are far from normative life, which shape the behavior of singers that are not in accordance with the social norms and values prevailing in society, so that people feel disturbed by buskers with their behavior in the streets: First, too pushy in asking for reward. Second, talk rude and disrespectful. Third , random singers in singing. Fourth, do not look good.

1

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI Sumatera barat Angkatan 2009 2

Pembimbing I dan Dosen STKIP PGRI Sumatera Barat 3

(2)

PENDAHULUAN

Anak jalanan tidak seharusnya dipandang dari sisi negatifnya saja. Setiap individu mempunyai sisi baik dan sisi buruk. Anak jalanan selama ini dipandang masyarakat sebagai anak yang banyak membuat ketidak-nyamanan di daerah tertentu, yaitu melakukan tindakan kriminal seperti mencopet, memeras, mencuri, menjual narkoba, sampai yang paling menyedihkan seperti melakukan pekerjaan yang bersinggungan dengan seksualitas (Fitriani, 2003: 73-78).

Menurut UUD 1945 ”anak terlantar itu dipelihara oleh negara”. Artinya Pemerintah mempunyai tanggung jawab terhadap pemeliharaan dan pembinaan anak-anak terlantar, termasuk anak jalanan. Mereka perlu mendapatkan hak-haknya secara normal sebagaimana layaknya anak, yaitu hak sipil dan kemerdekaan (civil right and freedoms), lingkungan keluarga dan pilihan pemeliharaan

(family enviorenment and alternative care),

kesehatan dasar dan kesejahteraan (basic

health and welfare), pendidikan, rekreasi dan

budaya (education, laisure and culture

activites), dan perlindungan khusus (special protection).

Menurut Surbakti (1997) dalam (Suyanto, 2010: 186-187) mengatakan :

Berdasarkan hasil kajian di lapangan, secara garis besar anak jalanan itu dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu Children on the

street, yakni anak-anak yang mempunyai

kegiatan ekonomi sebagai pekerja anak di jalan, namun masih mempunyai hubungan yang kuat dengan orang tua mereka. Sebagian penghasilan mereka di jalan diberikan kepada orang tuanya (Soedijar, 1984; Sanusi, 1995).

Aktivitas yang dilakukan anak jalanan bukan berarti tanpa tujuan tetapi juga mencakup kegiatan ekonomi, seperti: mengamen, mengasong, mengemis, buruh pasar atau kuli, menyemir sepatu, parkir mobil, kernet, pekerja seks, calo, ojeg payung, pembersih mobil dan berkeliaran tak tentu. Aktifitas-aktivitas itu umumnya tidak hanya ditemukan di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Medan, dan kota lainnya yang ada di Indonesia. Di Kota Padang keberadaan anak jalanan juga marak ditemukan. Menurut (Suyanto 2010: 185-189) anak jalanan melakukan aktivitas di tempat-tempat atau pusat-pusat keramaian, misalnya: perempatan jalan, terminal, stasiun, pasar, tempat hiburan (bioskop) plaza, taman kota, tempat pembuangan sampah, tempat lokalisasi, pom bensin, makam, pelabuhan dan sebagainya. Menurut Suyanto juga dijelaskan bahwa untuk bertahan hidup di tengah kehidupan kota yang keras, anak jalanan biasanya melakukan

(3)

berbagai pekerjaan di sektor informal, baik yang legal maupun yang ilegal di mata hukum dan tidak jarang pula ada anak-anak jalanan yang terlibat pada jenis pekerjaan yang berbau kriminal seperti: mengompas, mencuri, bahkan menjadi bagian dari komplotan perampok (Suyanto, 2010: 189).

Salah satu cara anak jalanan di Kota Padang untuk mempertahankan hidup mereka adalah dengan menggantungkan hidupnya pada aktivitas mengamen di jalanan dan memberikan hiburan kepada pengguna jalan raya, dan mereka mengamen bertujuan agar bisa mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Berdasarkan data Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Padang (2010), jumlah anak jalanan mengalami penurunan setiap tahunnya, pada tahun 2009 jumlah anak jalanan (pengamen) adalah 766 orang, dan pada tahun 2010 menurun menjadi 3,3 % yaitu 741 orang. Meskipun terjadi penurunan setiap tahunnya, keberadaan pengamen masih membuat ketidak-nyamanan masyarakat atau pengguna jalan raya yang khususnya di persimpangan lampu merah.

Studi yang dilakukan Hadi Utomo (1998) dalam (Suyanto, 2010: 195) menemukan, bahwa pengamen dan anak jalanan lainnya cenderung rawan terjerumus dalam tindakan yang salah. Salah satu

perilaku menyimpang yang populer dikalangan anak-anak jalanan adalah ngelem yang secara harfiah memang berarti menghisap lem, seperti menggunakan merk :Aica-Aibon, U-hu dan sejenis cat dan pembersih kuku. Diperkirakan sekitar 65-70 % anak yang seharian hidup di jalanan menggunakan zat ini (Suyanto, 2010: 193).

Menurut Mohammad Farid (1998) dalam (Suyanto, 2010: 189) kehidupan yang mereka hadapi pada umumnya memang berbeda dengan kehidupan normatif yang ada di masyarakat dan mereka hidup dan berkembang di bawah tekanan dan stigma atau cap sebagai pengganggu ketertiban. Perilaku mereka sebenarnya merupakan konsekuensi logis dari stigma sosial dan keterasingan mereka dalam masyarakat. Tidak ada yang berpihak kepada mereka, justru perilaku mereka sebenarnya mencerminkan cara masyarakat memperlakukan mereka, serta harapan masyarakat terhadap perilaku mereka.

Tingkah laku hidup adalah akibat “pemaksaan”, perilaku itu datang dari luar dan mempengaruhi pribadi, jika manusia itu menentang (dalam bentuk tingkah laku) yang berlawanan dengan tingkah laku kolektif,

maka perasaan kolektif itu akan

(4)

Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan pola perilaku pengamen jalanan terhadap masyarakat pengguna jalan raya Kota Padang.

BAHAN DAN METODE

Sumber data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data penelitian ini adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi, agar bisa mendapatkan data yang kompleks. Kemudian analisis data yang digunakan adalah model interaktif analisis yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (1984) yaitu: pengumpulan data, reduksi data, display data, dan pengambilan keputusan (verifikasi data).

HASIL PENELITIAN

1. Latar Belakang Pengamen Jalanan Kota Padang

Pengamen yang mempunyai kegiatan ekonomi sebagai pekerja di jalan atau disebut juga dengan Childre On The Street, namun masih mempunyai hubungan yang kuat dengan orang tua mereka. Sebagian penghasilan mereka di jalan diberikan kepada orang tuanya (Soedijar, 1984; Sanusi, 1995). Fungsi anak jalanan pada kategori ini adalah untuk membantu memperkuat penyangga ekonomi keluarganya karena beban atau

tekanan kemiskinan yang mesti ditanggung tidak dapat diselesaikan sendiri oleh kedua orang tuanya dengan cara bekerja sebagai pengamen di jalanan yang dikategorikan kepada jenis pengamen jalanan pemalak/ penebar teror.

Data yang ada dalam penelitian ini akan dijelaskan tentang profil dari pengamen jalanan Kota Padang seperti usia pengamen, pendidikan terakhir pengamen, lama bekerja sebagai pengamen, dan sosial-ekonomi pengamen, beberapa profil pengamen tersebut akan dijelaskan berikut di bawah ini :

a. Usia Pengamen

Pengamen jalanan yang berada di Kota Padang memiliki usia yang bervariasi mulai dari yang terkecil yaitu 5 tahun sampai yang paling tua yaitu berumur 28 tahun. Namun demikian, pengamen yang menjadi informan dalam penelitian ini berusia lebih dari 14 tahun bahkan ada yang sudah berusia 28 tahun.

b. Pendidikan Terakhir Pengamen

Pendidikan terakhir dari pengamen jalanan yang ada di Kota Padang, mayoritas hanya menamatkan hingga jenjang Sekolah Menengah Pertama/ sederajat.

c. Lama Bekerja Sebagai Pengamen

Pengamen jalanan yang ada di Kota Padang, terutama yang menjadi informan

(5)

dalam penelitian ini, sebagian besar sudah lebih dari 2 tahun hidup dijalanan menjalankan aktivitas ngamennya, dari data yang didapatkan dari informan di lapangan, bahkan ada yang selama 7 tahun menjadi seorang pengamen jalanan di Kota Padang. d. Sosial-Ekonomi Pengamen

Pada realitanya, kehidupan sosial-ekonomi pengamen jalanan yang ada di Kota Padang, mayoritas mempunyai latar belakang sosial ekonomi rendah, karena dari hasil wawancara yang dilakukan di lapangan pada lima orang pengamen, semuanya mengungkapkan bahwa menjadi seorang pengamen jalanan yang di jalani mereka bertujuan untuk memenuhi kebutuhan agar dapat bertahan hidup dan untuk membantu ekonomi keluarga.

Faktor-faktor penyebab keberadaan pengamen di jalanan yaitu:

1. Faktor Internal

Faktor yang mempengaruhi keberadaan pengamen di jalanan secara interen meliputi: adanya rasa malas, tidak mau bekerja keras, cacat fisik dan psikis, adanya kemandirian hidup untuk tidak bergantung kepada orang lain. 2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal yang dimaksudkan di sini adalah keadaan yang

mendorong seorang menjadi pengamen yang berasal dari luar diri pengamen itu sendiri, yaitu meliputi:

a. Faktor ekonomi

Pengamen dihadapkan kepada kemiskinan keluarga dan sempitnya lapangan pekerjaan yang ada.

b. Faktor pendidikan

Rendahnya tingkat pendidikan dan tidak memiliki keterampilan kerja.

2. Pola perilaku pengamen jalanan terhadap masyarakat pengguna jalan raya Kota Padang

Pola perilaku adalah suatu bentuk sikap dan tingkah laku yang tetap dan yang dilakukan secara berulang-ulang atau sikap dan tingkah laku yang hampir sama dilakukan dengan yang sebelumnya oleh individu kepada individu maupun yang dilakukan individu kepada kelompok. Pengamen jalanan banyak ditemukan di Kota Padang, terutama sekali di persimpangan lampu merah, seperti : Jl. Imam Bonjol dan Jl. Veteran. Hal ini tentu menjadi suatu realita bagi masyarakat, khususnya bagi pengguna jalan Raya Kota Padang. Setiap hari masyarakat yang melintasi jalan raya selalu disuguhkan hiburan oleh pengamen jalanan, para pengamen memberikan hiburan bertujuan untuk mendapatkan imbalan dari para

(6)

pendengarnya. Walaupun pengamen sadar akan anggapan masyarakat kepada mereka sebagai pengganggu ketertiban, pengamen menilai bahwa pekerjaan yang mereka lakukan dapat memberikan penghasilan yang bisa memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Kehidupan yang dihadapi pengamen di jalanan membentuk pola perilaku mereka yang jauh dari kehidupan normatif, sehingga segala bentuk penyimpangan dan kekerasan adalah pengetahuan awam bagi para pengamen. Sementara masyarakat pengguna jalan raya selalu menginginkan ketertiban dan keteraturan sosial saat berada di jalanan, kenyamanan dalam memanfaatkan fasilitas umum seperti jalan raya, transportasi, serta sarana dan prasarana lainnya. Akan tetapi kenyamanan tersebut menjai tidak terwujud dengan keberadaan pengamen di jalanan yang di anggap sebagi pengganggu ketertiban sosial A. Terlalu memaksa dalam meminta

imbalan

Perilaku pengamen yang memaksa penumpang angkot agar memberikan imbalan dan jika tidak diberikan maka pengamen tersebut akan mengumpat dan bahkan sampai mengeluarkan kata-kata yang kasar.

Pemaksaan yang dilakukan pengamen jalanan merupakan salah satu cara bagi pengamen untuk dapat memperoleh

penghasilan yang mereka harapkan. Ketika pengamen jalanan tidak mendapatkan imbalan yang mereka harapkan, maka pengamen jalanan akan melakukan tindakan pemaksaan terhadap masyarakat yang tidak memberikan imbalan kepada pengamen tersebut.

B. Berbicara kasar dan tidak sopan

Pengamen jalanan yang ada di jalan raya berperilaku kasar terhadap masyarakat dalam menjalankan aktivitasnya ketika pengamen jalanan tersebut tidak diberikan imbalan oleh masyarakat, sehingga menimbulkan suatu kecemasan bagi masyarakat, merasa was-was dan takut terhadap keberadaan pengamen ketika melintasi jalan raya.

Perilaku kasar dan tidak sopan yang ditunjukan para pengamen jalanan kepada masyarakat pengguna jalan raya, merupakan suatu bentuk perilaku yang ditunjukan pengamen agar bisa mendapatkan imbalan dari masyarakat atas hiburan yang pengamen jalanan berikan. Namun pada kenyataannya pengamen jalanan tersebut tidak mendapatkan yang mereka inginkan, sehingga pengamen jalanan melakukan tindakan kasar dan tidak sopan tersebut.

(7)

Pengamen yang ada di jalanan Kota Padang pada umumnya tidak terlalu memperhatikan kaidah bernyanyi, dan hanya asal-asalan dalam mengamen. Pengamen yang hanya asal-asalan dan tidak bagus dalam memberikan hiburan kepada masyarakat, merupakan suatu bentuk kondisi dan kemampuan yang dimiliki oleh pengamen jalanan tersebut karena keterbatasan kemampuan dari pengamen itu sendiri dan prioritas mereka dalam mencari nafkah dijalanan. Shingga masyarakat tidak merasa terhibur dengan lagu yang dibawakan pengamen jalanan, karena menurutnya para pengamen jalanan hanya asal-asalan dan tidak memperhatikan kaidah dalam membawakan sebuah lagu yang harus sesuai dengan nada yang mereka mainkan pada gitar. Namun pada kenyataannya pengamen hanya terkesan asal-asalan dalam memberikan hiburan, sehingga masyarakat tidak begitu memperdulikan dan tidak mau memberikan imbalan kepada mereka.

D. Berpenampilan tidak bagus

Pengamen jalanan meempunyai gaya hidup tersendiri dalam kehidupan mereka. Penampilan dari pengamen itu kacau seperti : banyak tato, celana sobek yang disengaja, dan berpenampilan seperti preman, masyarakat akan memberikan stigma bahwa pekerjaan mengamen yang dilakukan anak jalanan itu

merupakan modus belaka, dan mempunyai motif atau tujuan lain, seperti mencopet. Penampilan pengamen jalanan menunjukan bahwa mereka yang hidup di jalanan adalah orang-orang yang hidup bebas dan tidak ada yang melarang mereka dalam segi berpenampilan, dan sekaligus sebagai suatu bentuk identitas serta gaya hidup bagi kehidupan mereka sebagai anak jalanan.

Penampilan pengamen mempengaruhi respon masyarakat untuk memberikan imbalan dan tidak akan merasa terganggu dengan keberadaan pengamen yang tujuannya benar-benar untuk mencari nafkah di jalanan. Serta masyarakat juga akan merasa simpatik dengan keadaan kehidupan pengamen yang berkeliaran di jalanan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.

KESIMPULAN

Pola perilaku pengamen jalanan yang dimiliki cenderung melakukan tindakan menyimpang seperti melakukan tindakan kekerasan dan pemaksaan yang dilakukan kepada masyarakat. Kehidupan di jalanan-lah yang membentuk perilaku anak jalanan terutama pengamen jalanan terkonsentrasi oleh kehidupan yang keras dan jauh dari kehidupan normatif. Jadi pola perilaku pengamen jalanan dipengaruhi oleh perilaku dalam bentuk sikap yang berasal dari keadaan

(8)

lingkungan alam dan lingkungan sosial atau keadaan dari dalam dan ransangan dari luar. Keberadaan pengamen jalanan menjadi penyebab besar atas keresahan masyarakat ketika melintas di jalan raya dengan perialku pengamen yang ditunjukan kepada masyarakat, yaitu :

1. Terlalu memaksa dalam meminta imbalan,

2. Berbicara kasar dan tidak sopan,

3. Pengamen asal-asalan dalam menyanyi, 4. Berpenampilan tidak yang bagus,

DAFTAR PUSTAKA

Fitriani, N, 2003. Alkulturasi Anak Jalanan. Jurnal Psikologi Tazkiya vol 3, No. 2. Hal. 73-78 Surakarta : Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Notoadmojo, Soekidjo, 1993. Pengantar

Pendidikan Kesehatan Dan Ilmu Perilaku Kesehatan. Andi Offset,

Yogyakarta.

Ritzer, George dan Goodman, Douglas J, 2003. Teori Sosiologi Modern. Kencana, Jakarta.

Suyanto, Bagong, 2010. Masalah Sosial

Anak. Kencana, Jakarta.

Suswandari. 2000. Kehidupan Anak Jalanan

(studi kasus Anak Jalanan Pasar Induk Keramat Jati) Tesis ( tidak diterbitkan ) Yogyakarta : Paska

Sarjana Universitas Negeri Yoyakarta.

Soekanto, Soejono, 2001. Pengantar Psikologi Umum. CV. Rajawali,

Jakarta.

Wirawan, Ida Bagus, 2012. Teori-Teori Sosial

Dalam Tiga Paradigma. Kencana,

Referensi

Dokumen terkait

(b) pada masing-masing model pembelajaran, manakah prestasi belajar dan aspek afektif matematika siswa yang lebih baik, kecerdasan logis matematika, visual,

Ezyload Nusantara Surabaya dalam 8 bulan terakhir mulai bulan Mei – Desember 2010 menunjukkan telah terjadi kecenderungan penurunan jumlah pelanggan (counter) yang melakukan

[r]

Dengan kata lain pada tingkat kepercayaan 95% dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari Sistem Informasi Akuntansi terhadap Penyajian

Penelitian ini bertujuan untuk memperkenalkan konsep bilangan dan lambang bilangan melalui permainan balok angka dalam mengembangkan kognitif anak di PAUD Nurul Hidayah. Penelitian

Berdasarkan identifikasi yang sudah dijabarkan di atas peneliti bermaksud melakukan penelitian lebih jauh dengan mengambil judul tentang respon wisatawan terhadap

〔最高裁民訴事例研究四五一〕代位弁済者が原債権を財団債権として破産手続外で行使すること

Karya Kita Bandung, diperoleh informasi bahwa motivasi kerja karyawan pada saat ini cenderung menurun hal ini disebabkan oleh kurangnya penghargaan diri dan pengakuan akan