• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

HIPOTESIS

A. Kajian Pustaka

Kajian pustaka berisi studi pustaka terhadap buku, artikel, jurnal ilmiah, penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan topik penelitian. Uraian kajian pustaka diarahkan untuk menyusun kerangka pemikiran atau konsep yang akan digunakan dalam penelitian. Adapun kajian pustaka pada penelitian ini meliputi konsep mengenai Partisipasi Penyusunan Anggaran, Kejelasan Sasaran Anggaran terhadap Kinerja Pegawai.

1. Teori Keagenan (Agency Theory)

Teori keagenan pada dasarnya merupakan teori yang muncul karena adanya konflik kepentingan antara principal dan agent. Teori ini mengasumsikan bahwa masing–masing individu semata–mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent. Principal mengontrak agent untuk melakukan pengelolaan sumber daya dalam perusahaan dan berkewajiban untuk memberikan imbalan kepada agent sedangkan agent berkewajiban melakukan pengelolaan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan dan bertanggung jawab atas tugas yang dibebankan kepadanya.

(2)

Konsep Agency Theory menurut Antony dan Govindarajan dalam Siagian (2011 : 10) adalah hubungan atau kontrak antara principal dan agent.

Principal mempekerjakan agent untuk melakukan tugas untuk kepentingan

principal, termasuk pendelegasian otorisasi pengambilan keputusan dari

principal kepada agent. Inti dari teori ini adalah kontrak kerja yang didesain dengan tepat untuk menyelaraskan kepentingan antara principal

dengan agent (Supanto,2010)

Eisenhardt dalam Siagian (2011 : 11) menyatakan bahwa teori agensi menggunakan tiga asumsi sifat dasar manusia yaitu :

a. Manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest), b. Manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa

mendatang (bounded rationality), dan

c. Manusia selalu menghindari resiko (risk averse).

Teori keagenan akan terjadi pada berbagai organisasi termasuk dalam organisasi pemerintahan dan berfokus pada persoalan ketimpangan /asimetri informasi antara pengelola (agent/pemerintah) dan publik (diwakili principal/dewan). Principal harus memonitor kerja agent, agar tujuan organisasi dapat dicapai dengan efisien. Pemerintah yang bertindak sebagai agent mempunyai kewajiban menyajikan informasi yang bermanfaat bagi para pengguna informasi keuangan pemerintah yang bertindak sebagai principal dalam menilai akuntabilitas dan membuat keputusan baik keputusan ekonomi, sosial, maupun politik serta baik secara langsung atau tidak langsung melalui wakil – wakilnya (Irwan:2011)

(3)

2. Teori Stakeholder ( Stakeholder Theory )

Selain teori agency, teori lain yang mendasari penelitian ini ialah teori

Stakeholder. Stakeholder merupakan kelompok maupun individu yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh proses pencapaian tujuan organisasi. Stakeholder Theory merupakan sekelompok orang, komunitas atau masyarakat baik secara keseluruhan maupun parsial yang memiliki hubungan serta kepentingan terhadap organisasi (Putra, 2013).

Pemerintah selaku pemegang kekuasaan dalam roda pemerintahan harus menekankan aspek kepentingan rakyat selaku stakeholder. Pemerintah juga harus mampu mengelola kekayaan daerah, pendapatan daerah serta yang berupa aset daerah untuk kesejahteraan rakyat sesuai dengan isi dari Undang – Undang Dasar 1945 pasal 33 yang menyatakan bahwa seluruh kekayaan alam yang dikuasai pemerintah harus digunakan dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat.

3. Pengelolaan Keuangan Daerah dan APBD

Di era reformasi pengelolaan keuangan daerah sudah mengalami berbagai perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut merupakan rakaian bagaimana suatu Pemerintah Daerah dapat menciptakan good governance dan clean goverment dengan melakukan tata kelola pemerintahan dengan baik. Keberhasilan dari suatu pembangunan di daerah tidak terlepas dari aspek pengelolaan keuangan daerah yang di kelola dengan manajemen yang baik pula.

(4)

Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah.

Pengelolaan keuangan daerah yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 20013 pasal 3 meliputi kekuasaan pengelolaan keuangan daerah, azas umum dan struktur APBD, penyusunan rancangan APBD, penetapan APBD, penyusunan dan penetapan APBD bagi daerah yang belum memiliki DPRD, pelaksanaan APBD, perubahan APBD, pengelolaan kas, penatausahaan keuangan daerah, akuntansi keuangan daerah, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah, kerugian daerah, dan pengelolaan keuangan BLUD. Pengelolaan keuangan daerah harus dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efektif, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan azas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat.

Proses Pengelolaaan keuangan daerah dimulai dengan perencanaan/penyusunan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD). APBD merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Oleh karena itu APBD merupakan kesepakatan bersama antara eksekutif dan legislatif yang dituangkan dalam peraturan daerah dan dijabarkan dalam peraturan bupati. APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan

(5)

pendapatan daerah. Penyusunan APBD berpedoman kepada RKPD dalam rangka mewujudkan pelayanan kepada masyarakat untuk tercapainya tujuan bernegara. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 181 dan Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 17-18, yang menjelaskan bahwa proses penyusunan APBD harus didasarkan pada penetapan skala prioritas dan plafon anggaran, rencana kerja Pemerintah Daerah dan Kebijakan Umum APBD yang telah disepakati bersama antara DPRD dengan Pemerintah Daerah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dalam Bab IV Penyusunan Rancangan APBD Pasal 29 sampai dengan pasal 42 dijelaskan bahwa proses penyusunan RAPBD berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Kebijakan Umum APBD, Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) dan Rencana Kerja Anggaran SKPD (RKA-SKPD).

APBD mempunyai fungsi :

• Fungsi Otorisasi mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi dasar

untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan;

• Fungsi Perencanaan mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi

pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan;

(6)

• Fungsi Pengawasan mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi

pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan;

• Fungsi Alokasi mengandung arti bahwa anggaran daerah harus diarahkan

untuk menciptakan lapangan kerja/ mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian;

• Fungsi Distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran daerah

harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan;

• Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah daerah

menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah.

Sebelum berlakunya sistem Anggaran Berbasis Kinerja, APBD disusun dengan menggunakan metoda tradisional atau item line budget. Mekanisme penyusunan anggaran ini tidak didasarkan pada analisa rangkaian kegiatan yang harus dihubungkan dengan tujuan yang telah ditentukan, namun lebih meniitikberatkan pada kebutuhan untuk belanja/pengeluaran. Sasaran (target), keluaran (output) dan hasil (outcome) dari kegiatan/program yang akan atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang terukur tidak dapat disajikan dengan baik sehingga esiensi dari pengertian anggaran berbasis kinerja (performance based budgeting) semakin tidak jelas.

(7)

Namun dalam perkembangannya, sistematika anggaran berbasis kinerja muncul sebagai pengganti dari anggaran yang bersifat tradisional. Anggaran berbasis kinerja pada dasarnya memiliki makna yang mendalam yaitu suatu pendekatan sistematis dalam proses penyusunan anggaran yang mengaitkan pengeluaran yang dilakukan organisasi pemerintahan di daerah dengan kinerja yang dihasilkannya serta menggunakan informasi kinerja yang terencana. Proses penyusunan anggaran pemerintah daerah, dimulai dengan dokumen-dokumen perencanaan seperti Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS). Sedangkan, pada tingkat satuan kerja pemerintah daerah (SKPD), dokumen-dokumen tersebut meliputi Rencana Stratejik (Renstra) SKPD, Rencana Kerja (Renja) SKPD dan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD. Dalam implementasinya penerapkan penganggaran berbasis kinerja tidak hanya dibuktikan dengan adanya dokumen-dokumen tersebut, melainkan substansi dari dokumen tersebut harus ada keselarasan antar dokumen-dokumen dengan memperhatikan indikator kinerja yang hendak dicapai. Indikator-indikator kinerja di SKPD dituangkan dalam Renja SKPD seyogyanya terdapat keselarasan dalam pencapaian indikator kinerja yang termuat dalam Renstra SKPD. Indikator kinerja Renja SKPD harus selaras dengan indikator-indikator kinerja yang dituang dalam RKA SKPD. Keselarasan indikator kinerja secara otomatis akan dapat mengaitkan tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam dokumen perencanaan strategis (Renstra

(8)

SKPD) yang selanjutnya dituangkan dalam program dan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan SKPD.

Oleh karena itu, kedudukan APBD sangatlah penting sebagai alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah dalam proses pembangunan di daerah. APBD juga merupakan alat/wadah untuk menampung berbagai kepentingan publik (public accountability) yang diwujudkan melalui program dan kegiatan. APBD merupakan instrumen kebijakan yaitu sebagai alat untuk meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat di daerah yang harus mencerminkan kebutuhan riil masyarakat sesuai dengan potensi dan karakteristik daerah serta dapat memenuhi tuntutan terciptanya anggaran daerah yang berorientasi pada kepentingan dan akuntabilitas publik. Proses penganggaran yang telah direncanakan dengan baik dan dilaksanakan dengan tertib serta disiplin akan mencapai sasaran yang lebih optimal. APBD juga menduduki posisi sentral dan vital dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah. Proses pembangunan di era otonomi daerah memberikan celah dan peluang yang besar bagi Pemerintah Daerah dalam menentukan kebijakan dan arah pembangunan yang mengutamakan potensi serta keunggulan daerah sesuai dengan karakteristik daerah sehingga esensi dari dokumen APBD yang dihasilkan dapat memenuhi keinginan dari semangat otonomi daerah itu sendiri. Pemerintah Daerah juga dituntut melakukan pengelolaan keuangan daerah yang tertib, transparan dan akuntabel

(9)

agar tujuan utama dapat tercapai yaitu mewujudkan good governance dan

clean goverment.

4. Kinerja Aparat Pemerintah Daerah

Kinerja (performance) dalam Mahsun et. al (2011 : 141) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi. Istilah kinerja sering digunakan untuk menyebut prestasi atau tingkat keberhasilan individu atau kelompok individu. Kinerja juga dapat diartikan sebagai keluaran/hasil dari kegiatan/program yang akan atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kualitas dan kuantitas yang terukur.

Menurut Sinambela, dkk (2012) mengemukakan bahwa kinerja pegawai didefinisikan sebagai kemampuan pegawai dalam melakukan sesuatu keahlian tertentu. Kinerja pegawai sangatlah perlu, sebab dengan kinerja ini akan diketahui seberapa jauh kemampuan pegawai dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Untuk itu diperlukan penentuan kinerja yang jelas dan terukur serta ditetapkan secara bersama-sama yang dijadikan sebagai acuan.

Berdasarkan uraian tersebut di atas dengan pencatatan hasil kerja (proses) yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melakukan suatu pekerjaan dapat dievaluasi tingkat kinerja pegawainya, maka kinerja

(10)

karyawan harus dapat ditentukan dengan pencapaian target selama periode waktu yang dicapai organisasi.

Penilaian kinerja dapat dipakai untuk mengukur kegiatan – kegiatan organisasi dalam pencapaian tujuan dan dapat juga sebagai bahan untuk perbaikan dimasa yang akan datang. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa kinerja organisasi merupakan suatu prestasi kerja dan proses penyelenggaraan untuk tercapainya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Perkiraan jumlah alokasi dana untuk setiap unit kerja pemerintah daerah dan program kerja yang dibutuhkan untuk menghasilkan suatu tingkat pelayanan publik, disesuaikan dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat, sehingga identifikasi input, teknik produksi pelayanan publik dan tingkat kualitas minimal yang harus dihasilkan oleh suatu unit kerja pelayanan publik. Pengeluaran pemerintah daerah dapat menciptakan ukuran kinerja yang akan mempermudah dalam melakukan kegiatan pengendalian dan evaluasi kebijakan Pemerintah Daerah, maka kegiatan pemerintah dalam membangun daerah akan lebih dekat dengan masyarakat., artinya akan bersifat terbuka sehingga ketentuan publik masuk dalam penentuan strategis, prioritas dan kebijakan alokasi.

Sedangkan definisi pemerintah daerah berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah pasal 1 ayat 2 yaitu Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintahan daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi yang seluas – luasnya dalam sistem dan prinsip Negara

(11)

Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

5. Partisipasi Penyusunan Anggaran

Partisipasi menurut Ida Bagus Agung D (2010 : 80) menjelaskan sebagai berikut :

“Adanya keterlibatan upaya dan input oleh manajer dalam penyusunan anggaran.”

Partisipasi Penyusunan Anggaran menurut Ida Bagus Agung D (2010 : 19) adalah sebagai berikut :

“Proses pengambilan keputusan bersama oleh dua bagian atau lebih pihak dimana keputusan tersebut akan memiliki dampak masa depan terhadap mereka yang membuatnya, dengan kata lain pekerja dan manajer tingkat bawah memiliki suara dalam prosesnya.”

Menurut Suyanto (2011), partisipasi penyusunan anggaran adalah suatu proses yang didalamnya terdapat individu yang terlibat dan mempunyai pengaruh terhadap penyusutan target anggaran yang akan dievaluasi dan perlunya penghargaan atas pencapaian target anggaran tersebut. Partisipasi penyusunan anggaran merupakan pendekatan yang secara umum dapat meningkatkan kinerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efektivitas organisasi.

6. Indikator Partisipasi Penyusunan Anggaran

Sesuai dengan teori yang didapat mengenai partisipasi penyusunan anggaran menurut Ida Bagus (2010:20), proses penyusunan anggaran bisa

(12)

dari atas ke bawah (top down), bisa juga sebaliknya yaitu dari bawah ke atas (Bottom up) dan adapula yang menggunakan gabungan keduanya. Partisipasi dalam penyusunan anggaran merupakan keterlibatan yang meliputi pemberian pendapat, pertimbangan dan usulan dari bawahan kepada pimpinan dalam mempersiapkan dan merevisi anggaran.

Penerapan partisipasi dalam penyusunan anggaran memberikan banyak manfaat, antara lain, partisipasi (orang yang terlibat dalam proses penyusunan anggaran) menjadi ego-involved tidak hanya task-involved

berkontribusi dalam pekerjaan yang didalamnya terdapat :

a. Partisipasi akan menaikkan rasa kebersamaan dalam kelompok, yang akibatnya akan menaikkan kerjasama anggota kelompok di dalam penetapan sasaran.

b. Partisipasi dapat mengurangi rasa tertekan akibat adanya anggaran. c. Partisipasi dapat mengurangi rasa ketidaksamaan di dalam alokasi

sumber daya diantara bagian-bagian organisasi.

Prasyarat Partisipasi menurut Ida Bagus Agung D (2010:22) dalam berkomunikasi adalah sebagai berikut :

a. Waktu yang cukup untuk berpartisipasi. b. Relevan dengan kepentingan pegawai.

c. Kemampuan pegawai memadai untuk menangani bidang garapan partisipasi.

d. Kemampuan berkomunikasi timbal balik.

(13)

f. Masih dalam bidang keleluasaan pekerjaan.

Hal-hal tersebut menunjukkan bahwa partisipasi lebih berhasil dalam situasi tertentu dibandingkan situasi yang lain dan dalam situasi tertentu lainnya partisipasi sama sekali tidak berhasil tanpa adanya motivasi.

7. Mekanisme Penyusunan Anggaran

Tahap proses penyusunan anggaran sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, dimulai dari proses penyusunan RPJP Daerah yang memuat visi, misi serta arah pembangunan daerah dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Setelah RPJP Daerah ditetapkan, tugas selanjutnya adalah Pemerintah Daerah menetapkan RPJM Daerah yang memuat uraian dan penjabaran mengenai visi, misi dan program kepala daerah dengan memperhatikan RPJP Daerah dan RPJM Nasional dengan memuat hal-hal tentang arah kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum daerah, program serta kegiatan SKPD yang dituangkan dalam renstra dengan acuan kerangka pagu indikatif. RPJM Daerah ditetapkan dengan peraturan daerah paling lambat 3 (tiga) bulan sejak kepala daerah dilantik berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 Pasal 19 ayat (3). Setelah itu dilanjutkan dengan penetapan RKPD yang ditetapkan setiap tahunnya bedasarkaan acuan RPJMD, renstra, renja dan memperhatikan RKP dengan Peraturan Kepala Daerah sebagai dasar untuk penyusunan APBD. Proses perencanaan dari RPJP Daerah, RPJM Daerah sampai dengan RKP Daerah

(14)

sesuai dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2005 berada di BAPPEDA.

Proses selanjutnya sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 34 dan 35 menyatakan kepala daerah menyusunan kebijakan umum APBD dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara berdasarkan RKPD dengan memperhatikan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pedoman Penyusunan APBD yang diterbitkan setiap tahunnya. Setelah KUA dan PPAS disepakati dalam nota kesepakatan antara Kepala Daerah dan Pimpinan DPRD maka kepala Daerah menyusun surat edaran perihal pedoman penyusunan RKA-SKPD/PPKD dengan pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah yang direncanakan dan merupakan implikasi kebutuhan dana untuk pelaksanaan program dan kegiatan tersebut pada tahun berikutnya memuat rencana pendapatan, belanja untuk masing-masing program dan kegiatan menurut fungsi untuk tahun yang direncanakan, dirinci sampai dengan rincian objek pendapatan, belanja,. dan pembiayaan, serta prakiraan maju untuk tahun berikutnya.

RKA SKPD dan RKA PPKD berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 Pasal 41 ayat (1) menyatakan “RKA-SKPD yang telah disusun oleh kepala SKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) disampaikan kepada PPKD” dan ayat (2) “RKA-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), selanjutnya dibahas oleh tim anggaran pemerintah daerah”.

(15)

Tim Anggaran Pemerintah Daerah yang selanjutnya disingkat TAPD berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 adalah tim yang dibentuk dengan keputusan kepala daerah dan dipimpin oleh sekretaris daerah yang mempunyai tugas menyiapkan serta melaksanakan kebijakan kepala daerah dalam rangka penyusunan APBD yang anggotanya terdiri dari pejabat perencana daerah, PPKD dan pejabat Iainnya sesuai dengan kebutuhan.

Proses selanjutnya adalah PPKD sesuai dengan aturan perundang-undangan menyusun rancangan peraturan daerah dan rancangan peraturan kepala daerah untuk disampaikan ke DPRD dan selanjutnya dibahas serta disepakati bersama yang dituangkan dalam nota kesepakatan antara kepala daerah dan pimpinan DPRD. Setelah rancangan peraturan daerah tentang APBD disetujui proses berikutnya adalah tahapan evaluasi ke Gubernur untuk mendapat persetujuan, tata cara evaluasi dan lainnya telah diatur dalam peraturan perundang-undangan.

8. Kejelasan Sasaran Anggaran

Kejelasan sasaran anggaran menggambarkan luasnya tujuan anggaran yang dinyatakan secara jelas dan spesifik serta dimengerti oleh pihak yang bertanggung jawab terhadap pencapaiannya. Kejelasan sasaran anggaran merupakan hal yang paling penting dalam pencapaian suatu tujuan organisasi karena akan menentukan arah tujuan suatu organisasi. Tujuan anggaran yang tidak jelas dapat menyebabkan kebingungan, tekanan, dan

(16)

ketidakpuasan dari pegawai yang akan berdampak buruk terhadap kinerja (Suyanto,2011).

9. Penelitian Terdahulu

Penelitian ini dilakukan tidak terlepas dari hasil penelitian-penelitian terdahulu yang pernah dilakukan sebagai bahan perbandingan dan kajian. Adapun hasil-hasil penelitian yang dijadikan perbandingan tidak terlepas dari topik penelitian yaitu mengenai pengaruh partisipasi penyusunan anggaran dan kejelasan sasaran anggaran terhadap kinerja pegawai.

Berdasarkan hasil penelitian yang pernah dilakukan Ketut Yudi Mardika, dkk (2015) mengenai Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran dan Kejelasan Sasaran Anggaran Terhadap Kinerja Pegawai Pada Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Buleleng. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang positif dan signifikan secara (1) simultan dari partisipasi penyusunan anggaran dan kejelasan sasaran anggaran terhadap kinerja pegawai, (2) parsial dari partisipasi penyusunan anggaran terhadap kinerja pegawai, dan (3) parsial dari kejelasan sasaran anggaran terhadap kinerja pegawai.

Penelitian menurut Fladimir Edwin Mbon (2014), meneliti Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran, Kejelasan Sasaran Anggaran, dan Akuntabilitas Publik Terhadap Kinerja Aparat Pemerintah Daerah. Populasi dalam penelitian ini adalah 28 SKPD di Kabupaten Manggarai Barat dengan jumlah responden sebanyak 122. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Partisipasi Penyusunan Anggaran berpengaruh signifikan positif

(17)

terhadap kinerja aparat pemerintah daerah (Ha1 diterima), 2) Kejelasan Sasaran Anggaran berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja aparat pemerintah daerah (Ha2 diterima), dan 3) Akuntabilitas Publik berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja aparat pemerintah daerah (Ha3 diterima). Penelitian menurut Luh Putu Pitesa Wirawati, dkk (2014), meneliti Pengaruh Karakteristik Tujuan Anggaran dan Pengawasan Intern Terhadap Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Bangli. Populasi dalam penelitian ini adalah 35 SKPD dengan 70 sampel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial karakteristik tujuan anggaran (partisipasi penyusunan anggaran, kejelasan tujuan anggaran, umpan balik anggaran, evaluasi anggaran, dan kesulitan tujuan anggaran) berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja. Pengawasan intern juga berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja.

Penelitian menurut Annisa Pratiwy Suwandi (2013), meneliti Pengaruh Kejelasan Sasaran Anggaran dan Desentralisasi Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah. Hasil penelitian membuktikan bahwa: 1) kejelasan sasaran anggaran berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja pemerintah daerah.2) Desentralisasi berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja pemerintah daerah.

Tetapi sebaliknya pada Penelitian yang dilakukan oleh Nurhalimah (2013) yang meneliti tentang Pengaruh Partisipasi Anggaran dan Kejelasan Sasaran Anggaran Terhadap Kinerja Aparatur Pemerintah Daerah di Pemerintah Aceh. Sampel dalam penelitian ini adalah kepala SKPD,

(18)

sekretaris SKPD, dan kepala bagian yang berjumlah 99 orang. Hasil penelitian secara terpisah menunjukkan bahwa partisipasi penyusunan anggaran berpengaruh terhadap kinerja aparatur pemerintah daerah, sedangkan kejelasan sasaran anggaran tidak berpengaruh terhadap kinerja aparatur pemerintah daerah.

Penelitian yang dilakukan oleh Yusri Hazmi, dkk (2012), meneliti tentang Pengaruh Partisipasi Anggaran dan Karakteristik Informasi Akuntansi Terhadap Kinerja Aparatur Pemerintah Daerah Kota Lhokseumawe. Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi anggaran dan karakteristik informasi akuntansi tidak mempengaruhi kinerja aparatur pemerintah Daerah Kota Lhokseumawe.

Penelitian juga dilakukan oleh Fitriani Mansur (2011), meneliti Hubungan Anggaran Terhadap Kinerja Dinas Pemerintah Daerah di Kota Jambi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa antara karakteristik tujuan anggaran (partisipasi penyusunan anggaran, kejelasan sasaran anggaran, umpan balik anggaran, dan evaluasi anggaran) terhadap kinerja masih belum maksimal. Belum maksimalnya kinerja dinas tersebut karena hampir sebagian besar anggaran dinas sudah ditentukan oleh pemerintahan.

Perbandingan dengan penelitian terdahulu dapat dilihat pada tabel dibawah ini

(19)

Tabel 2.1.

Tabel Perbandingan Hasil Penelitian

Nama (Thn) Variabel Penelitian Hasil Penelitian

Ketut Yudi Mardika

(2015) VD = Kinerja Pegawai VI1 = Partisipasi Penyusunan Anggaran VI2 = Kejelasan Sasaran Anggaran VI1 berpengaruh terhadap VD VI2 berpengaruh terhadap VD

Fladimir Edwin Mbon (2014) VD = Kinerja Aparat Pemerintah Daerah VI1 = Partisipasi Penyusunan Anggaran VI2 = Kejelasan Sasaran Anggaran VI1 berpengaruh terhadap VD VI2 berpengaruh terhadap VD

Luh Putu Pitesa

Wirawati (2014) VD = Kinerja SKPD Kab. Bangli VI1 = Karakteristik Tujuan Anggaran VI2 = Pengawasan Intern VI1 berpengaruh terhadap VD VI2 berpengaruh terhadap VD

Annisa Pratiwy Suwandi (2013) VD = Kinerja Pemerintah Daerah VI1 = Kejelasan Sasaran Anggaran VI2 = Desentralisasi VI1 berpengaruh terhadap VD VI2 berpengaruh terhadap VD

Nurhalimah (2013) VD = Kinerja Aparatur

Perangkat Daerah VI1 = Pengaruh Partisipasi Anggaran VI2 = Kejelasan Sasaran Anggaran VI1 berpengaruh terhadap VD VI2 tidak berpengaruh terhadap VD

Yusri Hazmi (2012) VD = Kinerja Aparatur

Pemerintah Daerah VI1 = Pengaruh Partisipasi Anggaran VI2 = Karakteristik Informasi Akuntansi VI1 tidak berpengaruh terhadap VD VI2 tidak berpengaruh terhadap VD

Fitriani Mansur (2011) VD = Kinerja Dinas

VI1 = Hubungan

Anggaran

VI1 tidak berpengaruh

(20)

B. Rerangka Pemikiran

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh partisipasi penyusunan anggaran dan kejelasan sasaran anggaran terhadap kinerja pegawai Dinas Pendapatan Pengelola Keuangan dan Aset/DPPKA Kota Depok. Dalam kerangka konseptual dibawah ini dapat diuraikan bahwa partisipasi penyusunan anggaran dan kejelasan sasaran anggaran mempengaruhi kinerja pegawai yang mempengaruhi variabel dependen dan independen. Secara skematis gambaran kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dituangkan sebagai berikut :

Gambar 2.1 : Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran dan Kejelasan Sasaran Anggaran Terhadap Kinerja Pegawai Dinas Pendapatan Pengelola Keuangan dan Aset/DPPKA Kota Depok

Berdasarkan gambar diatas, diidentifikasi dua variabel independen yaitu partisipasi penyusunan anggaran dan kejelasan sasaran anggaran, satu

Partisipasi Penyusunan Anggaran

Kejelasan Sasaran Anggaran

(21)

variabel dependen yaitu kinerja pegawai. Partisipasi penyusunan anggaran dan kejelasan sasaran anggaran mempengaruhi hubungan kinerja pegawai.

C. Hipotesis

1. Hubungan Partisipasi Penyusunan Anggaran terhadap Kinerja Pegawai

Menurut Suyanto (2011), partisipasi penyusunan anggaran adalah suatu proses yang didalamnya terdapat individu yang terlibat dan mempunyai pengaruh terhadap penyusutan target anggaran yang akan dievaluasi dan perlunya pernghargaan atas pencapaian target anggaran tersebut. Partisipasi penyusunan anggaran merupakan pendekatan yang secara umum dapat meningkatkan kinerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efektifitas organisasi. Beberapa penelitian yang berkaitan dengan partisipasi anggaran antara lain Ketut Yudi Mardika,dkk (2015), Fladimir Edwin Mbon (2014), Nurhalimah (2013) yang semuanya menunjukkan bahwa partisipasi anggaran berpengaruh terhadap kinerja pegawai. Penelitian mengenai pengaruh partisipasi anggaran terhadap kinerja masih menunjukkan hasil yang bertentangan, hal ini dibuktikan melalui hasil penelitian Yusri Hazmi,dkk (2012) yang dalam hasil penelitiannya menunjukkan bahwa partisipasi anggaran tidak berpengaruh terhadap kinerja. Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti menduga bahwa partisipasi anggaran berpengaruh positif terhadap

(22)

kinerja pegawai. Dengan adanya partisipasi antar pegawai, maka pegawai tersebut berusaha untuk bertanggung jawab terhadap tugas yang diembannya. Dengan adanya tanggung jawab ini maka akan menjadikan kinerja yang baik bagi organisasi pemerintah. Sehingga semakin tingginya partisipasi penyusunan anggaran akan meningkatkan kinerja. Dugaan ini akan diuji dalam hipotesis sebagai berikut :

Ha1 : Partisipasi Penyusunan Anggaran berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai.

2. Hubungan Kejelasan Sasaran Anggaran terhadap Kinerja Pegawai

Menurut Suyanto (2011), Kejelasan tujuan anggaran menggambarkan luasnya tujuan anggaran yang dinyatakan secara jelas dan spesifik serta dimengerti oleh pihak yang bertanggung jawab terhadap pencapaiannya. Kejelasan tujuan anggaran merupakan hal yang paling penting dalam pencapaian suatu tujuan organisasi karena akan menentukan arah tujuan suatu organisasi. Tujuan anggaran yang tidak jelas dapat menyebabkan kebingungan, tekanan, dan ketidakpuasan dari pegawai yang akan berdampak buruk terhadap kinerja. Penelitian Ketut Yudi Mardika, dkk (2015), Fladimir Edwin Mbon (2014), dan Annisa Pratiwy Suwandi (2013) menunjukkan bahwa kejelasan sasaran anggaran berpengaruh terhadap kinerja. Tetapi pada penelitian

(23)

Nurhalimah (2013) menunjukkan bahwa kejelasan sasaran anggaran tidak berpengaruh terhadap kinerja pegawai. Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti menduga bahwa terdapat pengaruh yang positif antara kejelasan sasaran anggaran terhadap kinerja pegawai. Adanya sasaran anggaran yang jelas akan memudahkan individu untuk menyusun target – target anggaran. Selanjutnya, target-target anggaran yang disusun akan sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai organisasi, sehingga semakin tinggi tingkat kejelasan sasaran anggaran pemerintah akan berpengaruh terhadap meningkatnya kinerja pegawai. Dugaan ini akan diuji dalam hipotesis sebagai berikut :

Ha2 : Kejelasan sasaran anggaran berpengaruh positif terhadap kinerja pegawai.

Gambar

Gambar 2.1  :  Pengaruh  Partisipasi  Penyusunan  Anggaran  dan  Kejelasan  Sasaran  Anggaran  Terhadap  Kinerja  Pegawai  Dinas  Pendapatan  Pengelola  Keuangan  dan  Aset/DPPKA Kota Depok

Referensi

Dokumen terkait

Kawasan hutan di Desa Tugu Utara berdasarkan rescoring departemen kehutanan ditetapkan sebagai hutan produksi yang pengelolaannya diserahkan kepada Perum Perhutani

Program parenting ini di ujicobakan pada Pos PAUD Terpadu (PPT) Lavenda. PPT Lavenda dikelola secara swadaya oleh penduduk sekitar yang diprakarsai oleh pengurus PKK

Pendidikan Karakter merupakan salah satu sistem penanaman nilai-nilai karakter pada peserta didik yang meliputi komponen: kesadaran, pemahaman, kepedulian, dan komitmen yang

[r]

Miss Singapore pada kelas mutu S, M, dan L yang digunakan untuk pengembangan model linier Tabel 4.. Program pemutuan anggrek

Hal yang sama juga terjadi bila proses kerusakan selaput myelin terjadi pada tingkat akar saraf thoracal, karena akan terjadi kelemahan otot-otot pernafasan, yakni otot

[r]

Honorarium Tim Pelaksana Kegiatan dapat diberikan kepada pegawai negeri atau non pegawai yang diberi tugas untuk melaksanakan kegiatan berdasarkan surat keputusan. Pre siden