• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGELOLAAN BAHAN ORGANIK. Dr. Ir. Wawan, MP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGELOLAAN BAHAN ORGANIK. Dr. Ir. Wawan, MP"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

PENGELOLAAN BAHAN ORGANIK

Dr. Ir. Wawan, MP

(2)

PRAKATA

Alhamdulillahirobbilalamin puji syukur diucapkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan buku ajar yang berjudul “Pengelolaan Bahan Organik”.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Lembaga

Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Riau yang telah

memberikan bantuan dana penelitian melalui Hibah Guru Besar untuk

melangsungkan penelitian terkait pengaruh bahan organik terhadap perbaikan sifat

tanah.

Buku yang membahas pengelolaan bahan organik yang berperan untuk

memperbaiki sifat-sifat tanah masih terbatas. Sehubungan dengan itu, buku ini

diharapkan dapat mengisi kekosongan tersebut.

Buku ini menguraikan tentang Pengelolaan Bahan Organik, Sumber bahan

organik, manfaat bahan organik untuk pertaniam, dan praktek-praktek yang dapat

meningkatkan dan menurunkan bahan organik.

Penulis menyadari bahwa dalam buku ini masih terdapat banyak

kekurangan, oleh karena itu diharapkan kritik dan saran membangun untuk

perbaikan pada penerbitan yang akan datang.

Pekanbaru, Desember 2017\

(3)

Pengelolaan Bahan Organik 1

I.

PENDAHULUAN

1.1 TIU dan TIK

Setelah mengikuti perkuliahan ini mahasiswa diharapkan:

1. Mampu menjelaskan pengertian bahan organik dan bahan organik tanah 2. Mampu menjelaskan mengapa bahan organik tanah di daerah humik tropik

rendah

3. Mampu menjelaskan pengertian pengelolaan bahan organik 4. Mampu menguraikan ruang lingkup pengelolaan bahan organik 5. Mampu menguraikan manfaat kuliah pengelolaan bahan organik

1.2 Pengertian Bahan Organik dan Bahan Organik Tanah

Pada tanah mineral bahan organik seringkali sangat menentukan kesuburan tanah. Pada beberapa publikasi dinyatakan bahwa bahan organik sangat mempengaruhi kualitas tanah. Hal itu disebabkan bahan organik di dalam tanah mineral mempengaruhi sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Dalam beberapa tulisan sering dijumpai istilah bahan organik dan bahan organik tanah. Sehubungan dengan itu, perlu kiranya dikemukakan batasan tentang ke dua istilah tersebut.

Bahan organik adalah semua bahan yang berasal dari mahluk hidup. Contohnya: semua bahan yang berasal dari tumbuhan (daun, batang, akar, bunga dan buah) dan semua bahan yang berasal dari hewan/binatang (kulit, bulu, daging, cangkang, telur, dan kotoran). Berbeda dengan itu, bahan organik tanah adalah semua jenis senyawa organik yang terdapat di dalam tanah, termasuk serasah, fraksi bahan organik ringan, biomassa mikroorganisme, bahan organik terlarut di dalam air, dan bahan organik yang stabil atau humus (Stevenson, 1994).

Pada tanah mineral, bahan organik tanah umumnya ditemukan di permukaan tanah. Kadar bahan organik di dalam tanah tidak besar, hanya sekitar 3 – 5% tetapi pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah dan pertumbuhan tanaman besar sekali.

Sumber bahan organik tanah yang utama adalah hasil fotosintesis yaitu bagian atas tanaman seperti daun, duri serta sisa tanaman lainnya termasuk

(4)

Pengelolaan Bahan Organik 2

rumput, gulma dan limbah pasca panen. Bahan organik di dalam tanah terdiri dari bahan organik kasar dan bahan organik halus atau humus. Humus terdiri dari bahan organik halus yang berasal dari hancuran bahan organik kasar serta senyawa-senyawa baru yang dibentuk dari hancuran bahan organik tersebut melalui kegiatan mikroorganisme di dalam tanah.

Bahan organik tanah (BOT) adalah bahan organik dalam tanah yang telah mengalami lebih dari separuh dekomposisi. Dengan demikian, bahan organik tanah sudah tidak bisa dikenali bentuknya seperti daun, ranting dan lain-lain. Bahan organik tanah biasanya menyusun sekitar 5% bobot total tanah, meskipun hanya sedikit tetapi bahan organik memegang peran penting dalam menentukan kesuburan tanah, baik secara fisik, kimiawi maupun secara biologis tanah.

Bahan organik tanah dikelompokan menjadi dua, yaitu: 1. Bahan yang belum mengalami perubahan.

Meliputi sisa-sisa yang masih segar dan komponen-komponen yang belum mengalami transformasi yaitu senyawa yang masih berupa sisa peruraian yang terdahulu.

2. Bahan yang telah mengalami transformasi

Disebut dengan humus. Humus adalah zat humat yang bercampur bersama dengan produk-produk sintesis mikroba yang sudah menjadi suatu senyawa yang stabil serta telah menjadi bagian dari tanah.Memiliki morfologi dan struktur yang berbeda dengan bahan aslinya. Proses penguraian pembentukan humus disebut humifikasi.

Dalam pembentukan humus terjadi penurunan yang cepat mengenai komponen-komponen yang dapat melarut dalam air, dan senyawa-senyawa organik yang mudah terdekomposisi.Bahan organik tanah sering disebut humus. BOT (humus) berbeda dengan senyawa humik (humic substances/humic compound). Senyawa humik bagian dari humus (BOT), tetapi tidak semua BOT adalah senyawa humik. Menurut Hanafiah (2010), humus adalah senyawa kompleks asal jaringan organik tanaman/fauna yang telah dimodifikasikan atau disintesis oleh mikroba, yang bersifat agak resisten pelapukan, berwarna coklat,

(5)

Pengelolaan Bahan Organik 3

amorfus (tanpa bentuk) dan bersifat koloidal. Secara umum humus dicirikan sebagai berikut:

1. Bersifat koloidal seperti liat tetapi amorfus dengan luas permukaan dan daya jerap yang jauh melebihi liat, sehingga mempunyai kapasitas tukar kation (KTK) 150-300 me/100g dibandingkan liat 8-100 me/100g dan daya jerap air 80-90% dibandingkan liat yang ganya 15-20%;

2. Daya kohesi dan plastisitasnya rendah, sehingga mengurangi sifat lekat liat dan membantu granulasi agregat tanah;

3. Misel humus tersusn oleh lignin,poliuronida, protein dan liat serta unsur C, H, O, N, S, P dan unsur-unsur lainnya;

4. Mempunyai kemampuan untuk meningkatkan ketersediaan hara seperti Ca, Mg dan K;

5. Merupakan sumber energi bagi mikroba heterotrofik; dan 6. Menyebabkan warna tanah menjadi gelap.

Bahan organik tanah memiliki peran dan fungsi yang sangat vital di dalam perbaikan tanah, meliputi sifat fisika, kimia maupun biologi tanah (Young, 1989; Keulen, 2001). Terhadap sifat fisik tanah, bahan organik berperan dalam proses pembentukan dan mempertahankan kestabilan struktur tanah, berdrainase baik sehingga mudah melalukan air, dan mampu memegang air banyak. Sebagai akibatnya tanah tidak mudah memadat karena rusaknya struktur tanah.Penambahan bahan organik juga menambah ketersediaan hara dalam tanah.Selain itu juga sebagai penyedia sumber energi bagi aktivitas mikroorganisme sehingga meningkatkan kegiatan organisme, baik mikro maupun makro di dalam tanah.

1.3 Bahan Organik Tanah di daerah Humid Tropik

Indonesia yang terletak pada 11o LU-11o LS memiliki iklim tropic yaitu wilayah dengan suhu rata-rata tahunan tinggi. Bahkan Indonesia sebagian besar wilayahnya memiliki iklim humid tropic, yaitu memiliki suhu dan kelembaban tinggi. Suhu udara di Indonesia berkisar 20-35oC dengan rata rata 26-28oC, sedangkan kelembaban udaranya berkisar 70-90% dengan rata-rata 80%. Sebagian besar wilayah Indonesia khususnya di wilayah Indonesia bagian barat memiliki

(6)

Pengelolaan Bahan Organik 4

curah hujan tinggi, sehingga kelembaban tanahnya juga tinggi. Rata-rata suhu, kelembaban udara dan tanah tersebut tergolong tinggi.

Pada suhu dan kelembaban tanah tinggi, aktivitas biota tanah sangat intensif, sehingga dekomposisi dan mineralisasi bahan organik berlangsung sangat tinggi, termasuk mineralisasi BOT. Di daerah tropika basah seperti Indonesia, bahan organik tanah (BOT) cepat sekali mengalami proses degradasi, sehingga kandungan BOT di dalam tanah cepat berkurang. Rendahnya kandungan BOT akan menyebabkan rendahnya kesuburan tanah, stabilitas tanah dan ketersediaan air tanah.

1.4 Pengelolaan Bahan Organik dan Kepentingannya

Pengelolaan bahan organik adalah segala usaha/aktivitas yang dilakukan untuk mempertahankan kadar bahan organik di dalam tanah agar tetap tinggi. Mengapa bahan organik tanah perlu dikelola dengan baik, jawabannya karena bahan organik termasuk BOT memiliki peran yang sangat besar di dalam tanah. Bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah dapat memperbaiki sifat biologi tanah, bahkan sifat fisik dan kimia tanah. Perbaikan sifat tanah tersebut tentu akan berpengaruh terhadap kesuburan tanah, yang pada gilirannya berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman.

Upaya pengelolaan bahan organik tanah yang tepat perlu menjadi perhatian yang serius, agar tidak terjadi degradasi bahan organik tanah. Penambahan bahan organik secara kontinyu pada tanah merupakan cara pengelolaan yang murah dan mudah. Namun demikian, walaupun pemberian bahan organik pada lahan pertanian telah banyak dilakukan, umumnya produksi tanaman masih kurang optimal, karena rendahnya unsur hara yang disediakan dalam waktu pendek, serta rendahnya tingkat sinkronisasi antara waktu pelepasan unsur hara dari bahan organik dengan kebutuhan tanaman akan unsur hara.

Kualitas bahan organik sangat menentukan kecepatan proses dekomposisi dan mineralisasi bahan organik. Komponen kualitas bahan organik yang penting meliputi nisbah C/N, kandungan lignin, kandungan polifenol, dan kapasitas polifenol mengikat protein.Kandungan hara N, P dan S sangat menentukan kualitas bahan organik. Nisbah C/N dapat digunakan untuk memprediksi laju mineralisasi bahan organik. Jika bahan organik mempunyai kandungan lignin

(7)

Pengelolaan Bahan Organik 5

tinggi kecepatan mineralisasi N akan terhambat. Lignin adalah senyawa polimer pada jaringan tanaman berkayu, yang mengisi rongga antar sel tanaman, sehingga menyebabkan jaringan tanaman menjadi keras dan sulit untuk dirombak oleh organisme tanah.Pada jaringan berkayu, kandungan lignin bisa mencapai 38%.

Perombakan lignin akan berpengaruh pada kualitas tanah dalam kaitannya dengan susunan humus tanah. Dalam perombakan lignin, di samping jamur (fungi-ligninolytic) juga melibatkan kerja enzim (antara lain enzim lignin peroxidase, manganeses peroxidase, laccases dan ligninolytic). Polifenol berpengaruh terhadap kecepatan dekomposisi bahan organik, semakin tinggi kandungan polifenol dalam bahan organik, maka akan semakin lambat terdekomposisi dan termineralisasi. Polifenol adalah senyawa aromatik hidroksil yang secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yakni : polifenol sulit larut dan polifenol mudah larut. Harborne (1997) mengelompokkan polifenol menjadi dua, yaitu (1) polifenol dengan berat molekul rendah, dan (2) polifenol dengan berat molekul tinggi berbentuk tanin, yang tersebar dalam daun. Pada sebagian besar tanaman, senyawa fenolik yang berada pada permukaan luar bagian atas daun bercampur dengan lilin. Sifat khas dari polifenol adalah kemampuannya dalam membentuk kompleks dengan protein, sehingga protein sulit dirombak oleh organisme perombak.Selain itu, polifenol juga dapat mengikat enzim organisme perombak, sehingga aktivitas enzim menjadi lemah.

Proses dekomposisi atau mineralisasi, disamping dipengaruhi oleh kualitas bahan organiknya, juga dipengaruhi oleh frekuensi penambahan bahan organik, ukuran partikel bahan, kekeringan, dan cara penggunaannya. Sumber bahan organik yang dapat kita gunakan dapat berasal dari : sisa dan kotoran hewan (pupuk kandang), sisa tanaman, pupuk hijau, sampah kota, limbah industri, dan kompos.

1.5 Ruang Lingkup Pengelolaan Bahan Organik

Kuliah pengelolaan bahan organik melingkupi: pengertian bahan organik dan bahan organik tanah, sumber bahan organik dan komposisinya, dekomposisi dan mineralisasi bahan organik, senyawa humik dan genesisnya, praktek yang mempengaruhi jumlah bahan organik, hubungan bahan organik dengan sifat tanah dan pertumbuhan tanaman, kehilangan bahan organik dan degradasi tanah,

(8)

Pengelolaan Bahan Organik 6

pengelolaan bahan organik pada berbagai system pertanian, dan pengelolaan bahan organik di Indonesia.

1.6 Manfaat Kuliah Pengelolaan Bahan Organik

Mata kuliah pengelolaan bahan organik diharapkan memberikan manfaat bagi mahasiswa sebagai berikut:

1. Memahami pengertian bahan organik, bahan organik tanah, humus, dan senyawa humik, sehingga bisa membedakan diantara keempatnya. 2. Memahami sumber bahan organik dan komposisinya,

3. Memahami dekomposisi, mineralisasi bahan organik dan genesis senyawa humik,

4. Memahami factor alami dan praktek-praktek yang mempengaruhi bahan organik,

5. Mampu menguraikan hubungan bahan organik dengan sifat tanah dan pertumbuhan tanaman,

6. Mampu menjelaskan kehilangan bahan organik dan degradasi tanah,

7. Mampu menguraikan metode pengelolaan bahan organik pada berbagai system pertanian,

8. Mampu menjelaskan penerapan pengelolaan bahan organik di Indonesia.

1.7 Ringkasan

Pada perkuliahan awal ini dimulai dengan menjelaskan pengertian dan perbedaan bahan organik, bahan organik tanah, humus dan senyawa humik. Pada pertemuan berikutnya dijelaskan tentang sumber bahan organik dan komposisinya, dekomposisi dan mineralisasi bahan organik serta genesis senyawa humik, faktor alami dan praktek-praktek yang mempengaruuhi bahan organik, hubungan bahan organik dengan sifat tanah dan pertumbuhan tanaman, kehilangan bahan organik dan degradasi tanah, dan metode pengelolaan bahan organik pada berbagai system pertanian. Pada kuliah terakhir dijelaskan kondisi pengelolaan bahan organik di Indonesia.

1.8 Pertanyaan

Untuk mengevaluasi apakah materi yang telah disampaikan telah dikuasai oleh mahasiswa, maka diajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut:

(9)

Pengelolaan Bahan Organik 7

1. Jelaskan perbedaan bahan organik dan bahan organik tanah

2. Mengapa bahan organik tanah pada tanah di daerah humid tropic rendah? 3. Jelaskan apa yang dimaksud pengelolaan bahan organik tanah

4. Mengapa bahan organik tanah perlu dikelola dengan baik?

1.9 Daftar Pustaka

Barthes, B., A. Azontonde., E. Blanchart., G. Girardin., and R. Oliver. 2004. Effect of legume cover crop (Mucuna pruriens var Utilis ) on soil carbon in an Ultisol undermaize cultivation in Southren Benin, Soil Use Manag. 20:231-239.

Hanafiah, K. A. 2010. Dasar – Dasar Ilmu Tanah. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Stevenson FJ. 1994. Humus Chemistry. Genesis, Composition, Reactions. 2nd Edition. New York, USA : Wiley Interscience.

Subronto dan Harahap, I, Y. 2002.Penggunaan kacangan penutup tanah Mucuna bracteata pada pertanaman kelapa sawit.Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan. Warta Vol 10 No. 1: 1-6.

Harborne, J., 1997, Metode Fitokimia: Penentuan Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, Ed. 2, ITB, Bandung.

(10)

Pengelolaan Bahan Organik 12

II. SUMBER BAHAN ORGANIK DAN

KOMPOSISINYA

2.1 TIU dan TIK

Setelah mengikuti perkuliahan dengan topik sumber bahan organik dan komposisinya diharapkan:

1. Mahasiswa mampu menyebutkan sumber bahan organik bagi tanah

2. Mahasiswa mampu menjelaskan bahan penyusun/komposisi sumber bahan organik bagi tanah

2.2 Sumber Bahan Organik

Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya, bahan organik adalah semua bahan yang berasal dari mahluk hidup. Dengan demikian bahan organik dapat berupa tumbuhan/tanaman, hewan/binatang, dan mikroorganisme. Sumber primer bahan organik adalah jaringan tanaman berupa akar, batang, ranting, daun, dan buah. Bahan organik dihasilkan oleh tumbuhan melalui proses fotosintesis sehingga unsur karbon merupakan penyusun utama dari bahan organik tersebut. Unsur karbon ini membentuk senyawa-senyawa organik, seperti selulosa, hemiselulosa, pati, dan bahan-bahan pektin dan lignin. Selain itu, nitrogen juga merupakan unsur yang banyak terkandung dalam bahan organik karena merupakan unsur yang penting dalam berbagai senyawa organik penyusun sel seperti asam amino (protein), asam nukleat, enzim dan klorofil. Jaringan tanaman ini akan mengalami dekomposisi dan akan terangkut ke lapisan bawah serta diinkorporasikan dengan tanah. Tumbuhan tidak saja sumber bahan organik bagi tanah, tetapi sumber bahan organik dari seluruh makhluk hidup.

Sumber sekunder bahan organik adalah binatang/hewan (fauna). Fauna terlebih dahulu harus menggunakan bahan organik tanaman setelah itu barulah menyumbangkan pula bahan organik. Perbedaan sumber bahan organik tanah tersebut akan memberikan perbedaan pengaruh yang disumbangkannya ke dalam tanah. Hal itu berkaitan erat dengan komposisi atau susunan dari bahan organik tersebut. Mengenai komposisi bahan organik akan dibahas pada bagian 2.3.

(11)

Pengelolaan Bahan Organik 13

Sumber bahan organik bagi tanah yang berasal dari tumbuhan/tanaman dapat berupa: sisa (residu) tanaman, pupuk hijau, gulma, hasil pangkasan tumbuhan, sampah organik (Tandan kosong kelapa sawit, solid), limbah organik PKS dan kompos. Sumber bahan organik yang berasal dari hewan/binatang dapat berupa: pupuk kandang, kotoran binatang, bulu, tepung tulang, tepung ikan, dan tepung darah.

1. Sisa Tanaman

Sisa tanaman dapat digunakan sebagai sumber bahan organik. Walaupun dalam realitas di lapangan, sisa tanaman sering digunakan untuk berbagai tujuan. Pada pengusahaan sawah, jerami padi sering dibiarkan di areal persawahan, tetapi tidak jarang digunakan untuk alas ternak dan sebagai pakan ternak. Bila digunakan sebagai pakan ternak, maka dihasilkan kotoran ternak yang seringkali digunakan sebagai pupuk kandang yang akan diaplikasi ke dalam tanah. Penggunaan yang lain dari sisa tanaman adalah untuk bahan bakar. Untuk tujuan ini, hanya sedikit hara P dan K yang dikembalikan ke tanah atau tidak ada sama sekali.

Kandungan hara beberapa tanaman pertanian ternyata cukup tinggidan bermanfaat sebagai sumber energi utama mikroorganisme di dalam tanah. Apabila digunakan sebagai mulsa, maka ia akan mengontrol kehilangan air melalui evaporasi dari permukaan tanah, dan pada saat yang sama dapat mencegah erosi tanah. Hara dalam tanaman dapat dimanfaatkan setelah tanaman mengalami dekomposisi.

2. Pupuk Hijau

Bahan organik yang digunakan sebagai sumber pupuk dapat berasal dari bahan tanaman, yang sering disebut sebagai pupuk hijau. Biasanya pupuk hijau yang digunakan berasal dari tanaman legum, karena kemampuan tanaman ini untuk mengikat N2-udara dengan bantuan bakteri penambat N, menyebabkan kadar N dalam tanaman relatif tinggi. Akibatnya pupuk hijau dapat diberikan dekat dengan waktu penanaman tanpa harus mengalami proses pengomposan terlebih dahulu.

(12)

Pengelolaan Bahan Organik 14

Gambar 1. Pupuk hijau

Sumber: http://www.jurnalasia.com/bisnis/pupuk-hijau-mengembalikan-kesuburan-tanah

Tujuan pemberian pupuk hijau adalah untuk meningkatkan kandungan bahan organik dan unsur hara dalam tanah, sehingga terjadi perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi tanah, yang akhirnya berdampak pada peningkatan produktivitas tanah dan ketahanan tanah terhadap erosi.

Suatu tanaman dapat digunakan sebagai pupuk hijau apabila: (1) Cepat tumbuh;

(2) Bagian atas banyak dan lunak (succulent); dan

(3) Kesanggupannya tumbuh cepat pada tanah yang kurang subur.

Keuntungan penggunaan pupuk hijau antara lain:

(1) Mampu memperbaiki struktur, tekstur tanah serta infiltrasi (2) Mencegah adanya erosi

(3) Dapat membantu mengendalikan hama dan penyakit yang berasal dari tanah dan gulma jika ditanam pada waktu tanah bera

(4) Sangat bermanfaat pada daerah-daerah yang sulit dijangkau untuk suplai pupuk anorganik

Kekurangan penggunaan pupuk hijau antara lain:

(1) Tanaman hijau dapat sebagai kendala dalam waktu, tenaga, lahan dan air

(2) Dapat menimbulkan persaingan dengan tanaman pokok dalam hal tempat tumbuh, air dan hara pada pola pertanaman tumpang sari

(13)

Pengelolaan Bahan Organik 15

3. Kompos

Bahan organik yang masih mentah dengan nisbah C/N tinggi, apabila diberikan secara langsung ke dalam tanah akan berdampak negatif terhadap ketersediaan hara tanah. Bahan organik langsung akan disantap oleh mikrob untuk memperoleh energi. Populasi mikrob yang tinggi, akan memerlukan hara untuk tumbuh dan berkembang, yang diambil dari tanah yang seharusnya digunakan oleh tanaman, sehingga mikrob dan tanaman saling bersaing merebutkan hara yang ada.Akibatnya hara yang ada dalam tanah berubah menjadi tidak tersedia karena berubah menjadi senyawa organik mikrob. Kejadian ini disebut sebagai immobilisasi hara. Untuk menghindari imobilisasi hara, bahan perlu dilakukan proses pengomposan terlebih dahulu. Proses pengomposan adalah suatu proses penguraian bahan organik dari bahan dengan nisbah C/N tinggi (mentah) menjadi bahan yang mempunyai nisbah C/N rendah (kurang dari 15) (matang) dengan upaya mengaktifkan kegiatan mikrob pendekomposer (bakteri, fungi dan actinomicetes).

Kompos mempunyai kandungan hara makro (N, P, K, Ca, MG dan S) dan hara mikro (Fe, Cu, Mn, Mo, Zn, Cl dan Br) yang sudah lengkap. Kompos juga mengandung senyawa organik asam humat dan asam fulfat yang berfungsi sebagai pemacu pertumbuhan.Kandungan hara dalam kompos menetap pada tanah, tidak larut air.Kompos bersifat netral dan cenderung untuk menjadi basa.

Keunggulan kompos adalah sebagai berikut: a. Tidak larut dalam air

b. Menahan air sampai 60%

c. Membentuk tekstur dan struktur tanah yang kondusif bagi pertumbuhan tanaman d. Kandungan hara dapat disesuaikan dengan kebutuhan

e. Bebas dari sumber penyakit

4. Limbah

Limbah industri adalah bahan sisa yang dikeluarkan akibat proses industri. Dalam industri pengolahan hasil pertanian seperti pengolahan tebu dan kelapa sawit dihasilkan bahan berupa limbah padat atau cair.Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa limbah industri hasil pertanian dapat digunakan sebagai pupuk organik yang dapat memperbaiki kesuburan dan produktivitas tanah.Pupuk organik sangat berguna untuk memperbaiki sifat-sifat kimia, fisik, dan biologitanah.Pemberian pupuk organik dapat meningkatkan

(14)

Pengelolaan Bahan Organik 16

kandungan unsur hara makro dan mikro di dalam tanah yang sangat diperlukan oleh tanaman. Pupuk organik juga dapat memperbaiki daerah perakaran sehingga memberikan media tumbuh yang lebih baik bagi tanaman. Selain itu pupuk organik dapat meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah yang sangat bermanfaat dalam penyediaan hara tanaman.Pemanfaatan limbah industri sebagai pupuk dalam budidaya pertanian selain berguna dalam mensubsitusi kebutuhan pupuk anorganik yang semakin mahal, juga dapat menjadikan lingkungan lebih bersih dengan mengurangi tumpukan atau akumulasi limbah di suatu tempat.

Limbah organik dari industri sering merupakan masalah lingkungan yang menyulitkan dalam penangannannya. Sementara ada kemungkinan usaha untuk pemanfaatan sebagai bahan pupuk. Perlu diingat bahwa watak limbah organik industri sangat bervariasi dari limbah cair hingga kompos padat, sehingga sulit menyimpulkan nilai khas komposisi hara limbahnya.Suatu kelompok limbah industri yang mempunyai potensi untuk digunakan sebagai sumber hara untuk tanaman adalah limbah dari industri pemrosesan makanan.Salah satu limbah yang bermanfaat dan dapat diolah menjadi pupuk adalah limbah tahu.

Gambar 2. Limbah padat tandan kosong kelapa sawit

Dalam produksi tahu menghasilkan limbah baik berupapadat maupun cair. Limbah padat dihasilkan dari hasil proses penyaringan dan penggumpalan, limbah ini sebagian besar oleh para pembuat tahu diolah menjadi tempe gembus, dan pakan ternak ada pula yang diolah menjadi tepung ampas tahu sebagai bahan baku pembuatan rotikering. Sedangkan limbah cairnya dihasilkan dari proses perendaman, pencucian, perebusan,

(15)

Pengelolaan Bahan Organik 17

pengempresan dan pencetakan. Hampir dari seluruh proses ini menghasilkan limbah yang berupa cair yang berakibat tingginya limbah cair tahu. Melimpahnya limbah cair yang dihasilkan dari prosesproduksi menjadi salah satu alasan pengolahan limbah cair tahu karena limbah cair tahu mengandung bahan-bahan organik yang masih sangat tinggi seperti karbohidrat, protein, lemak, kalium dan sebagainya.Selain itu juga memiliki BOD dan COD yang cukup tinggi.Jika limbah tersebut langsung dibuangmelalui saluran air jelasakan mencemari lingkungan.Industri tahu memerlukansuatu pengolahan ataupun pemanfaatan limbah yang bertujuan untuk mengurangi resiko pencemaran lingkungan seperti pencemaran air dan udara (Kaswinarni, 2007).

5.Pupuk Kandang.

Pupuk kandang merupakan campuran kotoran padat, air kencing (urine) dan sisa makanan (tanaman). Dengan demikian susunan kimianya tergantung dari:

(1) Jenis ternak

(2) Umur dan keadaan hewan (3) Sifat dan jumlah amparan, dan

(4) Cara penyimpanan pupuk sebelum dipakai.

Hewan hanya menggunakan setengah dari bahan organik yang dimakan, dan selebihnya dikeluarkan sebagai kotoran.Sebagian dari padatan yang terdapat dalam pupuk kandang terdiri dari senyawa organik serupa dengan bahan makanannya, antara lain selulosa, pati dan gula, hemiselulosa dan lignin seperti yang kita jumpai dalam humus ligno-protein.Penyusun pupuk kandang yang paling penting adalah komponen hidup, yaitu organisme tanah, pada sapi perah seperempat hingga setengah bagian kotoran hewan merupakan jaringan mikrob (Brady, 1990).

2.3 Komposisi Bahan Organik

Komposisi atau susunan jaringan tumbuhan akan jauh berbeda dengan jaringan binatang. Pada umumnya jaringan binatang akan lebih cepat hancur daripada jaringan tumbuhan. Jaringan tumbuhan sebagian besar tersusun dari air yang beragam dari 60-90% dan rata-rata sekitar 75%. Bagian padatan sekitar 25% dari hidrat arang 60%, protein 10%, lignin 10-30% dan lemak 1-8%. Ditinjau dari susunan unsur karbon merupakan bagian yang terbesar (44%) disusul oleh oksigen (40%), hidrogen dan abu masing-masing sekitar

(16)

Pengelolaan Bahan Organik 18

8%. Susunan abu itu sendiri terdiri dari seluruh unsur hara yang diserap dan diperlukan tanaman kecuali C, H dan O.

Kadar unsur hara dalam biomassa leguminosa (kacangan) dan gramineae (padi-padian) disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa biomassa leguminosa mengandung unsur hara Ca dan N, juga unsur Mg, Na, P, S dan Cl yang lebih tinggi dibandingkan gramineae. Hal ini menyebabkan tanaman kacang-kacangan lebih banyak digunakan sebagai pupuk hijau dibandingkan padi-padian.

Tabel 1. Kadar rerata unsur hara dalam biomassa Leguminosa dan Gramineae

Unsur hara Leguminosa Gramineae

% me 100g-1 % me 100g-1 K 1,13 29 1,54 39 Ca 1,47 73 0,33 16 Mg 0,38 32 0,21 17 Na 0,24 10 0,18 8 N 2,38 170 0,99 71 P 0,21 7 0,20 6 S 0,22 14 0,15 9 Cl 0,38 11 0,37 10

Sumber: Thompson dan Troeh (1978)

Secara umum biomassa hijauan terdiri dari 75% air dan 25% biomassa kering. Menurut brady (1984), biomassa kering tersebut terdiri dari:

1. 60% Karbohidrat 2. 1-5% gula dan pati 3. 10-30% hemiselulosa 4. 20-50% selulosa

5. 10-30% lignin (rerata 25%) 6. 10% protein.

7. 1-8% (rerata 5%) lemak, lilin dan tannin

(17)

Pengelolaan Bahan Organik 19

Karbohidrat (gula, selulosa dan hemilulosa), lemak (gliserida dan asam-asam lemak seperti butirat, stearate dan oleat) dan lignin terutama tersusun dari C, H dan O; protein dan juga oleh N, P, S, Fe dan lain-lain, sedangkan bagian mineralnya terdiri dari unsur hara makro dan mikro esensial.

Menurut Alexander (1977), biomassa tersebut terdiri dari kelompok senyawa organik dan 1 kelompok senyawa anorganik/mineral, yaitu:

1. Selulosa (15-60%) 2. Hemiselulosa (10-30%) 3. Lignin (5-30%)

4. Bagian larut air yang meliputi gula sederhana, asam-asam amino dan senyawa organik sederhana lainnya (5-30%)

5. Eter dan senyawa-senyaw larut alkohol seperti lemak, minyak, lilin, resin dan pigmen

6. Protein

7. Unsur-unsur mineral

Berdasarkan kemudahan perombakannya dalam proses dekomposisi, komponen jaringan organik tanaman dibagi menjadi:

1. Mudah, yaitu selulosa, hemiselulosa, pati, gula, protein dan senyawa serupa 2. Sukar, yaitu lignin, minyak, lemak resin dan lain-lain.

2. Sisa Tanaman

Kandungan haranya sangat bervariasi tergantung dari jenis bahan tanaman (Tabel 2).

Tabel 2. Kandungan hara dalam tanaman

Tanaman N P K Ca Mg Fe Cu Zn Mn B % mg kg-1 Gandum 2,80 0,36 2,26 0,61 0,58 155 28 45 108 23 Jagung 2,97 0,30 2,39 0,41 0,16 132 12 21 117 17 Kacang tanah 4,59 0,25 2,03 1,24 0,37 198 23 27 170 28 Kedelai 5,55 0,34 2,41 0,88 0,37 190 11 41 143 39

(18)

Pengelolaan Bahan Organik 20

Kentang 3,25 0,20 7,50 0,43 0,20 165 19 65 160 28 Ubi jalar 3,76 0,38 4,01 0,78 0,68 126 26 40 86 53 Sumber: Tan (1993)

3. Pupuk Hijau

Pupuk hijau merupakan tanaman yang sengaja ditanam sebagai sumber bahan organik dan unsure hara. Tanaman pupuk hijau juga memiliki fungsi yang terkait dengan konserasi tanah dan air. Sebagai sumber unsure hara, tetntu saja tanaman ini perlu diketahui kadarnya.

Mucunabracteata (MB) merupakan pupuk hijau yang saat ini banyak digunakan di perkebunan kelapa sawit. Pupuk hijau MB mengandung Nitrogen (N) 3,71%, Phosfor (P) 0,38%, Kalium (K) 2,92%, Kalsium (Ca) 2,02%, Magnesium (Mg) 0,36%, C-organik 31,4% dan C/N 8,46 (Simamora dan Salundik, 2006).

Kirinyu merupakan tanaman pupuk hijau yang banyak digunakan oleh petani. Tanaman ini mengandung C 50,4%, N 2,42%, P 0,26%, C/N 20,82, C/P 195,34, K 1,60%, Ca 2,02% dan Mg 0,78% (Suntoro et al (2001).

4. Kompos

Kompos merupakan pupuk organik yang sering digunakan oleh banyak petani. Komposisi kimia kompos beragam yang diantaranya dipengaruhi oleh bahan organik sebagai bahan kompos. Berikut ini dikemukakan komposisi kimia beberapa kompos.

Kandungan hara kompos kulit tanduk kopi adalah N 0,82%, C-organik 52,4%, P2O5 0,05%, K2O 0,84%, CaO 0,58%, MgO 0,86%, sedangkan kandungan hara kompos kulit buah kopi adalah N 2,98%, C-organik 45,3%, P2O5 0,018%, K2O 1,22%, CaO 1,22% dan MgO 0,21% (Baon, dkk., 2005).

Hasil analisis beberapa kompos dengan bahan baku jerami, kaliandra, sayuran dan campuran disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil analisis kompos yang berasal dari beberapa jenis bahan organik

No Jenis Kompos Kadar Abu Ca Mg K Na Fe Mn Cu Zn NH4+ NO3 -% ppm 1. Jerami 42.40 0.25 0.14 1.37 0.29 383 276 11 5 234 7688

(19)

Pengelolaan Bahan Organik 21

2. Kaliandra 12.02 0.80 0.79 0.59 0.07 418 243 13 15 144 7750

3. Sayuran 32.13 0.93 0.62 1.28 0.37 1463 200 43 21 252 2170

4. Campuran 27.24 0.65 0.69 1.46 0.29 915 410 15 25 180 1426

5. Limbah

Pengolahan produk pertanian sering menghasilkan limbah yang kaya bahan organik. Oleh karena itu limbah pertanian seperti itu dapat dijadikan sebagai sumber bahan organik bagi tanah. Limbah pertanian yang dihasilkan dari pengolahan tandan buah segar kelapa sawit adalah tandan kosong kelapa sawit (TKKS). Komposisi kimia TKKS adalah C-organik 42,8%, N 0,80%, P 0,22%, K 2,90, C/N 53,5, Mg 0,30% (Darmosarkoro dan Rahutomo, 2007).

Sisa tanaman merupakan sumber bahan organik yang penting mengingat penyediaannya yang mudah karena dihasilkan insitu. Beberapa sisa tanaman yang dihasilkan petani adalah tanaman serealia, jerami padi dan limbah kayu keras. Komposisi ketiga sisa tanaman (limbah tersebut disajikan pada Tabel 4).

Tabel 4. Komposisi kimia serealia, jerami padi, dan kayu keras

Sifat kimia Serealia Jerami padi Kayu keras

Selulosa (%) 45-55 43-49 57

Hemiselulosa (%) 26-32 23-28 23

Lignin (%) 16-21 12-16 25

Abu (%) 2-9 15-20 1

Silika (%) 2-8 9-4 0,5

Limbah pertanian dari hasil pengolahan pisang kepok dapat dijadikan sebagai sumber bahan organik bagi tanah. Komposisi kimia kulit pisang kapok adalah C-organik 6,19%; N-total 1,34%; P2O5 0,05%; K2O 1,48%; C/N 4,62; sedangkan limbah cair kulit pisang kepok adalah C-organik 0,55%; N-total 0,18%; P2O5 0,043%; K2O 1,137%; C/N 3,06 (Nasution, 2013).

(20)

Pengelolaan Bahan Organik 22

6. Pupuk Kandang

Pupuk kandang merupakan pupuk organik yang sudah lama digunakan petani untuk meningkatkan kesuburan tanah. Komposisi kimia beberapa pupuk kandang disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Persentase unsur hara makro dan mikro dari beberapa jenis pupuk kandang Jenis hewan

ternak

Unsur hara makro (%) Unsur hara mikro (%)

N P K Ca Mg Mn Fe Cu Zn

Ayam 1,72 1,82 2,18 9,23 0,86 610 3475 160 501

Sapi 2,04 0,76 0,82 1,29 0,48 528 2597 56 239

Kambing 2,43 0,73 1,35 1,95 0,56 468 2891 42 291

Domba 2,03 1,42 1,61 2,45 0,62 490 2188 23 225

Sumber: Organik Vegetable Cultivation in Malaysia (2005)

2.4 Ringkasan

Sumber primer bahan organik adalah jaringan tanaman berupa akar, batang, ranting, daun, dan buah. Sumber sekunder bahan organik adalah binatang/hewan (fauna). Sumber bahan organik bagi tanah yang berasal dari tumbuhan/tanaman dapat berupa: sisa (residu) tanaman, pupuk hijau, gulma, hasil pangkasan tumbuhan, sampah organik (Tandan kosong kelapa sawit, solid), limbah organik PKS dan kompos. Sumber bahan organik yang berasal dari hewan/binatang dapat berupa: pupuk kandang, kotoran binatang, bulu, tepung tulang, tepung ikan, dan tepung darah.

Jaringan tumbuhan sebagian besar tersusun dari air yang beragam dari 60-90% dan rata-rata sekitar 75%. Bagian padatan sekitar 25% dari hidrat arang 60%, protein 10%, lignin 10-30% dan lemak 1-8%. Ditinjau dari susunan unsur karbon merupakan bagian yang terbesar (44%) disusul oleh oksigen (40%), hidrogen dan abu masing-masing sekitar 8%. Komposisi kimia bahan organik tumbuhan beragam. Hal itu antara lain dipengaruhi oleh jenis atau varietas, bagian dan umur tanaman (tumbuhan). Komposisi kimia bahan organik yang berasal dari hewan/binatang juga beragam. Keragaman itu dipengaruhi jenis dan umur hewan/binatang.

(21)

Pengelolaan Bahan Organik 23

2.5 Pertanyaan

Untuk mengevaluasi apakah materi yang telah disampaikan telah dikuasai oleh mahasiswa, maka diajukan beberapa pertanyaan sebagai berikut:

1. Jelaskan sumber bahan organik yang dapat diaplikasikan ke dalam tanah? 2. Sebutkan komposisi beberapa sumber bahan organik

3. Jelaskan factor yang mempengaruhi komposisi bahan organik

2.6 Daftar Pustaka

Fatha, A. 2007. Pemanfaatan Zeolite Untuk Menurunkan BOD Dan COD Limbah Tahu.Skripsi Jurusan Kimia Universitas Negeri Semarang. (Tidak dipublikasikan) Kaswinarni, F. 2007. Kajian Teknis Pengolahan Limbah Padat Dan Cair Industri

Tahu. Tesis Program Studi Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro. (Tidak dipublikasikan)

Tan, K.H. 1993. Environmental Soil Science. Marcel Dekker. Inc. New York.

Thompson dan Troeh. 1987. Soils and Soil Fertilify. McGrwa-Hill Book Co. New York. Hlm 347.

(22)

24

III. DEKOMPOSISI DAN MINERALISASI

BAHAN ORGANIK

3.1 TIU dan TIK

Setelah mengikuti perkuliahan dengan topik dekomposisi dan mineralisasi bahan organik diharapkan:

1. Mahasiswa mampu menyebutkan pengertian dekomposisi dan mineralisasi bahan organik

2. Mahasiswa menjelaskan proses dekomposisi bahan organik dan faktor-faktor yang mempengaruhinya

3. Mahasiswa menjelaskan proses mineralisasi bahan organik dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

3.2 Pengertian Dekomposisi dan Mineralisasi Bahan organik

Kata dekomposisi berasal dari kata dalam bahasa inggris yaitu decomposistion. Kata tersebut terdiri dari de dan composition. Composition terjemahannya adalah penyusunan, bila diberi awalan de menjadi decomposition berarti penguraian. Dengan demikian, secara etimologi dekomposisi berarti penguraian. Namun pengertian dekomposisi dalam ilmu kimia atau ilmu tanah adalah perubahan senyawa organik kompleks menjadi senyawa organik lebih sederhana.

Senyawa organik kompleks yang menyusun tubuh mahluk hidup diantaranya karbohidrat, lemak, protein, asam nukleat. Contoh karbohidrat yang merupakan senyawa organik komplek adalah selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Contoh lemak yang merupakan senyawa organik kompleks adalah….. Contoh protein yang merupakan senyawa organik kompleks adalah ….

Mineralisasi kata serapan dari bahasa inggris Mineralization, yang berarti pemineralan atau perubahan menjadi bahan mineral. Dengan demikian mineralisasi dapat diartikan sebagai proses perubahan dari senyawa organik (khususnya senyawa organik sederhana) menjadi senyawa anorganik.

Bahan organik merupakan bahan-bahan yang dapat diperbaharui, didaur ulang, dirombak oleh bakteri-bakteri tanah menjadi unsur yang dapat digunakan

(23)

25 oleh tanaman tanpa mencemari tanah dan air.Bahan organik tanah merupakan penimbunan dari sisa-sisa tanaman dan binatang yang sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali.Bahan organik demikian berada dalam pelapukan aktif dan menjadi mangsa serangan jasad mikro.Sebagai akibatnya bahan tersebut berubah terus dan tidak mantap sehingga harus selalu diperbaharui melalui penambahan sisa-sisa tanaman atau binatang.

Dekomposisi merupakan suatu rangkaian proses yang disebabkan oleh interaksi dari proses fragmentasi, perubahan kimia, serta peluluhan. Pada saat bahan organik mulai mengalami proses dekomposisi, massabahan organik akan mengalami penurunan secara eksponensial terhadap waktu. Sebagai contoh, serasah daun teruraikan 30-70% dari massanya dalam tahun pertama dan sisanya dalam lima hingga sepuluh tahun kemudian. Penurunan eksponensial dari massabahan organik menandakan bahwa terdapat proporsi konstan yang terurai setiap tahunnya.

Pemberian bahan organik ke dalam tanahakan diikuti serangkaian prosesdekomposisi yang sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat tanah dan kesuburan tanah. Organisme heteromorfik di dalam tanah menghancurkan sisa-sisa tanaman dan binatang dan menggunakan komponen organik sebagai sumber makanan. Selama proses dekomposisi dan pencernaan komponen organik, ekskresi yang dihasilkan selanjutnya menjadi makanan bagi organisme lainnya. Ketika organisme yang terlibat dalamdekomposisi mati, mereka juga menjadi sumber makanan dan ditambahkan pada cadangan makanan. Melalui proses dekomposisi, pada kondisi aerobik campuran karbon inorganik dipecah dan dilepas dalam bentuk CO2 (McLaren dan Cameron, 1996). Sisa-sisa tanaman seperti serasah, ranting, potongan akar dan eksudat adalah sumber paling penting bagi bahan organik tanah. Sisa-sisa sistem perakaran tanaman menyumbang antara 60-70% dari input karbon. Sistem perakaran meliputi asam amino terlarut, asam organik, karbohidrat, dan material tidak larut seperti sel-sel yang tidak mudah pecah (Cresser et al., 1993).

Selulosa merupakan polimer sederhana terdiri dari glukosa yang bertanggungjawab bagi lebih dari setengah dari karbon sisa-sisa tumbuhan, diikuti oleh hemiselulosa (20%), lignin (18%) sisanya berupa protein dan asam

(24)

26 amino. Selulosa dipolimerisasi oleh mikroorganisme tertentu di dalam tanah khususnya jamur (Trichoderma, Fusarium danAspergilus) dan sedikit bakteri lainnya (Bacillus danPseudomonas). Dekomposisi dari selulosa pada kondisi aerobik normalnya memproduksi CO2, sementara asam organik (asam asetat) sering dihasilkan pada kondisi anaerobik (Cresser et al., 1993)adalah sebagai berikut :

(a) Dekomposisi dan mineralisasi selulosa pada kondisi aerobik : C6H12O6 + 6 O2 6CO2 + 6H2O + energi

(b) Dekomposisi selulosa pada kondisi anaerobik : C6H12O6 2CH3CH2OH + 2CO2+ energi

Dekomposisi selulosa dikatalisir oleh enzim selulase yang merupakan dekomposisi yang khas dari berbagai polimer organik di dalam tanah yang bersifat spesifik, dimana akhirnya didepolimerisasi oleh enzim mikroba khusus melepas unit-unit polimer yang lebih sederhana yang menjadi bahan bagi kelompok-kelompok mikroorganisme tanah yang lebih luas. Proses dekomposisi melibatkan enzim yang sederhana tidak bersifat khusus (Cresser et al., 1993).

Fase awal berlangsung cepat, dekomposisi berlangsung dalam satu tahun yang mana kebanyakan dari sisa-sisa tanaman yang mudah terdekomposisi telah dihancurkan.Selanjutnya berlangsung lebih lambat tetapi mantap, penghancuran bahan humik yang lebih stabil yang lebih terlindung dari serangan mikroba yang berlangsung cepat dan terus berlanjut (Cresser et al., 1993). Faktor utama yang mempengaruhi proses dekomposisi bahan organik melalui aktifitas organisme adalah kandungan oksigen dan kelembaban. Temperatur juga merupakan faktor penting dalam proses dekomposisi bahan organik yang pengaruhnya juga melalui aktifitas mikrobia. Selain itu faktor penting lainnya yang merupakan faktor pembatas dalam dekomposisi bahan organik adalah nutrisi dan pH.Nutrisi, khususnya karbon dan nitrogen merupakan unsur esensial yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan aktifitas mikroba, sedangkan karbon dibutuhkan sebagai sumber energi, dan nitrogen diperlukan untuk pembentukan sel (Cambardella dan Elliot, 1993).

(25)

27 3.3 Faktor yang Mempengaruhi Dekomposisi Bahan Organik

Faktor yang mempengaruhi proses dekomposisi atau laju dekomposisi bahan organik dapat dikelompokan ke dalam 3, yaitu: 1). Kualitas bahan organik yang akan didekomposisi, 2). Mahluk hidup yang akan melakukan dekomposisi (dekomposer), dan 3). Faktor lingkungan.

3.3.1 Kualitas Bahan Organik

Kualitas bahan organik sering dikaitkan dengan kemudahannya untuk didekomposisi. Bahan organik yang sukar terdekomposisi digolongkan sebagai bahan organik berkualitas rendah, sebaliknya yang mudah terdekomposisi digolongkan sebagai bahan organik berkualitas tinggi. Kemudahan bahan organik terdekomposisi ditentukan oleh nisbah C/N nya. Oleh sebab itu, kualitas bahan organik ditentukan oleh nisbah C/N. Bahan organik yang memiliki nisbah C/N tinggi disebut bahan organik berkualitas rendah, sedangkan yang bernisbah C/N rendah disebut bahan organik berkualitas tinggi. Bila bahan organik memiliki nisbah C/N diantara keduanya disebut bahan organik berkualitas sedang.

Bahan organik secara umum dibedakan atas bahan organik yang relatif sukar dan yang lebih mudah didekomposisi. Bahan organik yang sukar terdekomposisi karena disusun oleh senyawa siklik yang sukar diputus atau dirombak menjadi senyawa yang lebih sederhana, termasuk di dalamnya adalah bahan organik yang mengandung senyawa lignin, minyak, lemak, dan resin yang umumnya ditemui pada jaringan tumbuh-tumbuhan. Bahan organik yang mudah didekomposisikan karena disusun oleh senyawa orgnik sederhana yang terdiri dari senyawa organik alifatik, termasuk di dalamnya adalah disakarida, asam amino dan protein.

Beberapa contoh bahan organik yang sukar terdekomposisi adalah jerami jagung dan padi, sabut kelapa, tandan kosong kelapa sawit. Beberapa contoh bahan organik yang lebih mudah didekomposisi adalah sisa (residu) tanaman kacang-kacangan seperti kacang tanah, kedelai, kacang hijau; pupuk hijau seperti CalopogoniumSp.,CentrosemaSp., PuerariaSp., MucunaSp.,GlirisidiaSp., dan lain-lain.

3.3.2 Dekomposer

Proses dekomposisi melibatkan biota yang disebut pendekomposisi atau dekomposer. Seringkali disebutkan bahwa dekomposer adalah mikroba atau

(26)

28 mikroorganisme. Hal itu tidak salah, walaupun sebenarnya makro dan meso organisme juga terlibat dalam proses dekomposisi.

Makro organisme seperti makrofauna berperan dalam menghaluskan bahan organik, dan di dalam pencernaannya terdapat mikroba yang melakukan kegiatan dekomposisi. Beberapa contoh makro fauna yang terlibat dalam proses dekomposisi bahan organik seperti Formicidae, Rhinothermidae, Blattidae, Geophilidae, Carabidae, dan Salticidae (Hapsoh dan Wawan, 2017). Meso organisme seperti meso fauna berperan dalam proses penghalusan bahan organik, dlam pencernaannya juga terdapat mikroba yang terlibat dalam proses dekomposisi. Beberapa contoh meso fauna yang terlibat dalam kegiatan dekomposisi bahan organik sepertiCollembola, Coleopthera, Acarina, dan Mesostigmata (Hapsoh dan Wawan, 2017).

3.3.3 Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan merupakan faktor yang mempengaruhi dekomposisi yang tidak kalah pentingnya. Beberapa faktor lingkungan yang telah diketahui mempengaruhi dekomposisi adalah kadar air atau kelembaban bahan, oksigen, pH, unsur hara, suhu, aksesibilitas dan kadar liat. Berikut ini diuraikan peran faktor-faktor yang mempengaruhi dekomposisi bahan organik:

1. Kadar air atau kelembaban bahan

Dekomposer mengalami kondisi paling produktif dalam kondisi lembab yang hangat (pasokan oksigen yang cukup tersedia) kondisi yang menyebabkan tingkat dekomposisi yang tinggi pada hutan tropis. Tingkat dekomposisi umumnya mengalami penurunan pada kelembaban tanah yang kurang dari 30 sampai 50% dari massa kering dikarenakan penurunan ketebalan dari lapisan lembab pada permukaan tanah yang menyebabkan penurunan kecepatan difusi substrat oleh mikroba.

Proses dekomposisi juga mengalami penurunan pada kadar kelembaban tanah yang tinggi (misalnya lebih besar dari 100 hingga 150% dari massa kering). Pada kasus batangan pohon kayu yang membusuk, terdapat lingkungan mikro yang unik dan umumnya memiliki kadar air yang tinggi. Hal ini menyebabkan tingkat laju dekomposisi batangan pohon ini menjadi terbatasi (dipengaruhi oleh jumlah pasokan oksigen).Tingkat dekomposisi batangan kayu umumnya

(27)

29 mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya diameter batang tersebut karena ukuran batangan besar umumnya memiliki lebih banyak uap air dan lebih sedikit oksigen.

2. Oksigen

Oksigen merupakan sumber utama untuk proses respirasi (pembakaran atau oksidasi) mikroorganisme. Mikroorganisme heterotrofik memanfaatkan oksigen untuk dekomposisi bahan organik sebagai sumber energi.

3. pH

Proses dekomposisi terjadi lebih cepat pada kondisi netral daripada kondisi asam. Peningkatan secara menyeluruh di tingkat dekomposisi pada pH yang lebih tinggi mungkin mencerminkan adanya kompleksitas interaksi antar faktor, termasuk perubahan dalam komposisi spesies tumbuhan dan terkait dengan perubahan dalam kuantitas dan kualitas sampah. Terlepas dari penyebab perubahan keasaman dan komposisi jenis tanaman yang terkait, pH rendah cenderung dikaitkan dengan tingkat dekomposisi yang rendah.

4. Unsur hara

Bahan organik berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap ketersediaan hara.Bahan organik secara langsung merupakan sumber hara N, P, S, unsur mikro maupun unsur hara esensial lainnya. Secara tidak langsung bahan organik membantu menyediakan unsur hara N melalui fiksasi N2 dengan cara menyediakan energi bagi bakteri penambat N2, membebaskan fosfat yang difiksasi secara kimiawi maupun biologi dan menyebabkan pengkhelatan unsur mikro sehingga tidak mudah hilang dari zona perakaran.

5. Suhu

Temperatur mempengaruhi proses dekomposisi secara langsung dengan meningkatkan aktivitas mikroba dan secara tidak langsung dengan mengubah kelembaban tanah serta kuantitas dan kualitas masukan bahan organik ke dalam tanah. Meningkatnya suhu menyebabkan peningkatan eksponensial dalam proses respirasi mikroba pada rentang temperatur yang luas mempercepat mineralisasi karbon organik menjadi CO2. Keadaan temperatur yang tinggi secara terus menerus menyebabkan proses dekomposisi berlangsung dengan lebih cepat.

(28)

30 Temperatur juga memiliki banyak efek tidak langsung terhadap proses dekomposisi.Temperatur tinggi mengurangi kelembaban tanah dengan meningkatkan proses evaporasi dan transpirasi. Stimulasi aktivitas mikroba oleh temperatur yang hangat juga menginisiasikan serangkaian perputaran umpan balik (feedback-loop) yang mempengaruhi proses dekomposisi.

Disisi lain, pelepasan nutrisi oleh proses dekomposisi pada temperatur tinggi meningkatkan kuantitas dan kualitas sampah yang dihasilkan oleh tanaman mengubah substrat yang tersedia untuk dekomposisi. Temperatur yang tinggi juga meningkatkan tingkat pelapukan kimia, yang dalam jangka pendek menyebabkan peningkatan pasokan nutrisi. Sebagian besar efek tidak langsung dari temperatur menyebabkan terjadinya peningkatan respirasi tanah pada suhu yang hangat dan memberikan kontribusi pada proses dekomposisi yang lebih cepat (diamati pada kondisi iklim hangat).

6. Aksesibilitas (gangguan pada tanah)

Gangguan pada tanah berpengaruh pada peningkatan dekomposisi dengan mempromosikan proses aerasi serta mengekspos permukaan baru untuk proses penyerangan oleh mikroba. Mekanisme dimana proses gangguan ini merangsang terjadinya dekomposisi pada dasarnya sama pada semua skala; mulai dari pergerakan cacing di dalam tanah sampai proses pengolahan tanah pada bidang pertanian. Peristiwa proses ini pada hakikatnya mengganggu agregat tanah sehingga bahan organik yang terkandung di dalamnya menjadi lebih terbuka terhadap oksigen dan kolonisasi oleh mikroba. Dampak gangguan pada tanah ini yang paling menonjol terlihat pada keadaan tanah basah yang hangat dimana proses aerasi yang telah meningkat ini besar pengaruhnya terhadap proses dekomposisi.

7. Liat (mineral lempung)

Mineral lempung (liat) dapat mengurangi tingkat dekomposisi terhadap bahan organik tanah, sehingga dapat meningkatkan kandungan organik tanah. Lempung mengubah lingkungan fisik tanah dengan meningkatkan kapasitas pegang air (water holding capacity). Hal ini mengakibatkan terjadinya pembatasan suplai oksigen yang dapat mengurangi tingkat dekomposisi pada tanah lempung basah. Bahkan pada kelembaban tanah yang sedang, mineral

(29)

31 lempung dapat meningkatkan akumulasi bahan organik dengan: mengikat bahan organik tanah; mengikat enzim mikroba; dan mengikat produk aktivitas eksoenzim terlarut. Dapat dikatakan, efek akhir dari pengikatan yang dilakukan oleh mineral lempung ini adalah perlindungan materi organik tanah dan pengurangan tingkat dekomposisi.

3.4 Proses Dekomposisi Bahan Organik

Proses dekomposisi dapat berlangsung melalui beberapa mekanisme: 1). bahan organik seperti serasah dedaunan bila kondisi lembab bisa langsung diserang jamur dan mengalami dekomposisi, walaupun hanya sebagian, 2) bahan organik dikonsumsi oleh makro atau meso fauna, seteah melalui proses pencernaan keluar dalam bentuk kotoran dan bahan organik telah terdekomposisi, 3) bahan organik yang telah terdekomposisi sebagian (poin 1) dikonsumsi oleh makro atau mesofauna dan mengalami proses dekomposisi lebih lanjut, bahkan mengalami mineralisasi. 4). Bahan organik yang telah dikonsumsi oleh makro dan meso fauna dan dikeluarkan berupa kotoran dapat diserang oleh mikroba nuntuk didekomposisi lebih lanjut, bahkan dimineralisasi.

Penggunaan bahan organik telah terbukti banyak meningkatkan pertumbuhan tanaman.Hasil penelitian Duong et al. (2006) yang memberikan kompos berupa jerami pada tanaman padi sudah memberikan pengaruh setelah 30 hari diaplikasikan. Selain itu, juga ditemukan dampak positif lain seperti meningkatkan ketersediaan makro dan mikronutrien bagi tanaman (Aguilar et al., 1997). Bahan organik yang berasal dari sisa tanaman mengandung bermacam-macam unsur hara yang dapat dimanfaatkan kembali oleh tanaman jika telah mengalami dekomposisi dan mineralisasi. Sisa tanaman ini memiliki kandungan unsur hara yang berbeda kualitasnya tergantung pada tingkat kemudahan dekomposisi serta mineralisasinya.Unsur hara yang terkandung dalam sisa bahan tanaman baru bisa dimanfaatkan kembali oleh tanaman apabila telah mengalami dekomposisi dan mineralisasi. Menurut Brady (1990), gula dan protein sederhana adalah bahan yang mudah terdekomposisi, sedangkan lignin yang akan lambat terdekomposisi.

Kemudahan dekomposisi bahan organicberkaitan erat dengan nisbah kadar hara. Secara umum, makin rendah nisbah antara kadar C dan N di dalam bahan organik, akan semakin mudah dan cepat mengalami dekomposisi. Oleh karena

(30)

32 itu, untuk mempercepat dekomposisi bahan organik yang memiliki nisbah C dan N tinggi sering ditambahkan pupuk nitrogen dan kapur untuk memperbaiki perbandingan kedua hara tersebut serta menciptakan kondisi lingkungan yang lebih baik bagi dekomposer. Selain itu, kandungan bahan juga mempengaruhi proses pengomposan.

Selama proses dekomposisi bahan organik, terjadi immobilisasi dan mobilisasi (mineralisasi) unsur hara. Immobilisasi adalah perubahan unsur hara dari bentuk anorganik menjadi bentuk organik yaitu terinkorporasi dalam biomassa organisme dekomposer, sedangkan mineralisasi terjadi sebaliknya. Kedua kegiatan ini tergantung pada proporsi kadar hara dalam bahan organik. Immobilisasi nitrogen secara netto terjadi bila nisbah antara C dan N bahan organik lebih dari 30, sedangkan mineralisasi netto terjadi bila nisbahnya kurang dari 20.Jika nisbahnya antara 20 hingga 30 maka terjadi kesetimbangan antara mineralisasi dan immobilisasi. Immobilisasi dan mineralisasi tidak hanya terjadi pada unsur nitrogen, tapi juga terjadi pada unsur lain. Pada saat terjadi immobilisasi tanaman akan sulit menyerap hara karena terjadi persaingan dengan dekomposer. Oleh karena itu, pemberian pemberian bahan organik perlu memperhitungkan kandungan hara dalam bahan organik tersebut. Bahan organik yang memiliki nisbah C dan N rendah, lebih cepat menyediakan hara bagi tanaman, sedangkan bila bahan organik memiliki nisbah C dan N yang tinggi akan mengimmobilisasi hara sehingga perlu dikomposkan terlebih dahulu.

Proses dekomposisi bahan organik dilaksanakan oleh berbagai kelompok mikroorganisme heterotropik, seperti bakteri, fungi, aktinomisetes, dan protozoa (Sutanto, 2002).Organisme tersebut mewakili jenis flora dan fauna tanah. Selama proses dekomposisi berlangsung, terjadi perubahan secara kualitatif dan kuantitatif. Pada tahap awal proses dekomposisi, akibat perubahan lingkungan beberapa spesies flora menjadi aktif dan berkembang dalam waktu relatif singkat, kemudian menurun untuk memberikan kesempatan pada jenis lain untuk berkembang. Pada minggu kedua dan ketiga, kelompok yang berperan aktif dalam proses pengomposan adalah bakteri 106-107, bakteri amonifikasi (104), bakteri proteolitik (104), bakteri pektinolitik (103), dan bakteri penambat nitrogen (103). Mulai hari ketujuh, kelompok mikroba meningkat jumlahnya dan setelah hari ke-14 terjadi penurunan, kemudian meningkat kembali pada minggu

(31)

33 keempat.Mikroorganisme yang berperan adalah selulopatik, lignolitik, dan fungi (Sutanto, 2002).

3.5 Faktor yang Mempengaruhi Mineralisasi bahan organik

Mineralisasi bahan organik adalah proses peruraian bahan organik menjadi unsur lain yang diperlukan dalam pertumbuhan tanaman. Faktor yang berpengaruh dalam proses mineralisasi bahan organik adalah:

a. Tingkat kelembaban sedang b. Aerasi tanah baik

c. Temperatur udara optimal, dan

d. Reaksi tanah netral sampai agak alkalin (pH 6,5 – 7,5)

Ketahanana senyawa organik terhadap proses peruraian: gula, pati, protein < kompleks protein, pectin, hemiselulosa < selulosa < lignin, lilin < tannin.

Nisbah C/N digunakan sebagai indeks mudah tidaknya bahan organik mengalami peruraian dan juga indicator kegiatan biologi tanah.kegiatan mikroba dibatasi oleh keterbatasan N-protein untuk metabolism.

C/N >25 : tingkat mineralisasi rendah, sumber N di dalam tanah mengalami immobilisasi oleh mikroorganisme, fiksasi N terjadi sementara

C/N <20 :nitrogen mengalami proses mineralisasi, mikroorganisme mati maka peruraian menjadi unsur lain yang sederhana.

3.6 Proses Mineralisasi Bahan Organik

Mineralisasi merupakan proses yang bertanggungjawab padaketersediaan unsur hara seperti N dalam tanah. Mineralisasi adalah proses bahan organik menjadi senyawa anorganikyang melibatkan kerja enzim untuk menghidrolisissenyawa organik. Dalam proses mineralisasi, mikroorganisme memanfaatkan senyawa karbon dalam bahan organik untuk memperoleh energi dengan hasil sampingan berupa CO2. Hal ini yang menyebabkan selama mineralisasi, kadar C bahan organik akan berkurang sehingga nisbah C/N semakin rendah.

Laju mineralisasi N organik menjadi N anorganik merupakan faktor penting dalam menentukan ketersediaan N dalam tanah. Proses mineralisasi N

(32)

34 terdiri atas aminisasi (protein menjadi R-NH2), amonifikasi (R-NH2 menjadi NH4+) dan nitrifikasi (NH4+menjadi NO3-) (Benbi dan Richter, 2002).

(33)

35 3.7 Ringkasan

Dekomposisi merupakan suatu perubahan senyawa organik kompleks menjadi senyawa organik lebih sederhana, sedangkan mineralisasi adalah sebagai proses perubahan dari senyawa organik menjadi senyawa anorganik. Dekomposisi bahan organik dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kualitas bahan organik, dekomposer, dan faktor lingkungan (kadar air, pH, suhu, unsur hara, oksigen, aksesibilitas, dan liat). Proses dekomposisi berlangsung pada saat bahan organik berada pada kondisi lembab sehingga diserang jamur dan mengalami dekomposisi. Mineralisasi senyawa organik dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kelembaban, aerasi tanah, temperatur, dan pH. Proses mineralisasi terjadi pada senyawa organik yang terhidrolisis dengan bantuan enzim menjadi senyawa anorganik.

3.8 Pertanyaan

1. Jelaskan apa yang dimaksud dekomposisi?

2. Sebut dan jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi laju dekomposisi bahan organik?

3. Jelaskan proses dekomposisi bahan organik? 4. Jelaskan apa yang dimaksud mineralisasi?

5. Sebut dan jelaskan factor-faktor yang mempengaruhi mineralisasi bahan organik?

6. Jelaskan proses mineralisasi bahan organik?

3.8 Daftar Pustaka

Aguilar, J., M. Gonzalez, and I. Gomez. 1997. Microwaves as an energy source for producing magnesia-alumina spinel. Journal of the Microwave Power an Electromagnetic Energy 32(2):74-79.

Benbi, D.K, and J. Richter. 2002. A critical review of some approaches to modeling nitrogen mineralization. Biol Fertil Soils. 35:168–183

Brady, N.C. 1990. The Nature and Properties of Soil. Mac Millan Publishing Co., New York.

Cambardella, C. A and Elliot, E. T. (1993). Carbonand nitrogen distribution in aggregates fromcultivated and native grassland soils. Soil Science Society of America Journal 57: 1071 – 1076

(34)

36 Cresser, M., Killham, K., and Adwards, T. 1993. Soil Chemistry and Its Applications, Cambridge Environmental Chemistry Series 5, p. 122, Cambridge University Press, Cambridge

Duong Nguyen Khang, and Wiktorsson, H. 2006. Performance of growing heifers fed urea treated fresh rice straw supplemented with fresh, ensiled or pelleted cassava foliage. Livest. Sci., 102: 13

Hapsoh dan Wawan. 2017. Potensi Kebakaran dan Pertumbuhan Tanaman kelapa Sawit di Lahan Gambut yang Ditumbuhi LCC Mucuna bracteata. Laporan Akhir Penelitian Guru Besar LPPM Universitas Riau, Pekanbaru.

McLaren, R. G., Cameron, K. C. Dr. 1996. Soil science : sustainable production and environmental protection. Oxford University Press, Oxford

Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik: Pemasyarakatan & pengembangan. Kanisus, Yogyakarta. 219 hlm.

(35)

36

IV. SENYAWA HUMIK DAN GENESISNYA

4.1 TIU dan TIK

Setelah mengikuti perkuliahan dengan topik senyawa humik dan genesisnya diharapkan:

1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian senyawa humik 2. Mahasiswa mampu menjelaskan karakteristik senyawa humik 3. Mahasiswa mengetahui proses pembentukan senyawa humik

4. Mahasiswa mampu menjelaskan peranan senyawa humik dalam tanah

4.2 Pengertian dan Rumus Bangun Senyawa Humik

Berawal sekitar 60 tahun yang lalu, Lydia Khristeva seorang peneliti dari Universitas Kherson USSR, berhasil menghasilkan asam humus (humid acid) dari tanah biasa, dan kemudian disiramkan pada tanaman. Ternyata pertumbuhan tanaman tersebut meningkat pesat disertai dengan pembentukan sistem akar yang kuat. Untuk pertama kali aktifitas biologi humate ditemukan. Lydia Khristeva mendedikasikan seluruh hidupnya untuk meneliti humate. Kemudian penelitian tersebut ditindaklanjuti oleh peneliti-peneliti dari negara lain seperti Uzbekistan, Cekoslovakia, Italia, Amerika dan lain-lain.

Zat aktif dalam humus yang berperan terhadap kesuburan tanah adalah senyawa Asam Humik (Humic Acid) dan Asam Fulvik (Fulvic Acid). Senyawa-senyawa tersebut adalah zat organik yang stabil dan merupakan hasil akhir dari proses dekomposisi bahan organik. Asam Humik dan Asam Fulvik berbeda dengan zat organik yang terkandung dalam bahan organik lain seperti kompos dan pupuk kandang yang umumnya berupa zat organik yang mudah terurai oleh mikroba tanah dan akhirnya akan habis. rumus bangun senyawa humik disajikan pada Gambar 3.

Asam Humik adalah zat organik yang memiliki struktur molekul kompleks dengan berat molekul tinggi (makromolekul atau polimer organik) yang mengandung gugus aktif. Di alam, Asam Humik terbentuk melalui proses fisika, kimia, dan biologi dari bahan-bahan yang berasal dari tumbuhan maupun hewan melalui proses humifikasi. Oleh karena strukturnya terdiri dari campuran senyawa organik alifatik

(36)

37 dan aromatik (diantaranya ditunjukkan dengan adanya gugus aktif asam karboksilat dan quinoid), maka Asam Humik memiliki kemampuan untuk merangsang dan mengaktifkan proses biologi dan fisiologi pada organisme hidup di dalam tanah. Sementara itu Asam Fulvik memiliki rantai polimer lebih pendek, mengandung unsur oksigen lebih banyak, dan dapat larut dalam semua rentang pH sehingga bersifat lebih reaktif.

(37)

38 Gambar 4. Rumus bangun senyawa humik

Gugus fungsional yang terdapat pada senyawa humik meliputi karboksilat, OH fenolat, OH-alkoholat, dan amin. Gugus fungsional yang terdapat pada senyawa humik dapat dilihat pada Gambar 5.

(38)

39 Gambar 5. Gugus fungsional yang terdapat pada senyawa humik

Beberapa sifat penting lain dari Asam Humik dan Asam Fulvik yang berhubungan dengan perannya dalam memperbaiki kondisi tanah dan pertumbuhan tanaman adalah Kapasitas Tukar Kation (Cation Exchange Capacity) yang tinggi, memiliki kemampuan mengikat air (Water Holding Capacity) yang besar, memiliki sifat adsorpsi, sebagai zat pengompleks (Chelating/Complexing Agent), dan kemampuan untuk mengikat (fiksasi) polutan dalam tanah.

Asam Humik dapat dipergunakan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas tanaman pada sektor pertanian, perkebunan, dan kehutanan; untuk meningkatkan kesuburan tanah dan memperbaiki sifat fisika-kimia pada lahan kritis; dan dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik sehingga dapat mengurangi dampak terhadap lingkungan dan menguntungkan secara ekonomi.

(39)

40 4.3 Karakteristik Senyawa Humik

Senyawa humik utama terdiri dari asam humik, asam fulvik dan asam humin. Karakteristik senyaawa humik (asam humik, asam fulvik dan asam humin) disajikan pada Tabel 6. Berdasarkan Tabel 6 dapat dinyatakan bahwa karakteristik asam humik berbeda dengan asam fulvik dan asam humin. Asam humik memiliki berat molekul lebih tinggi dibanding asam fulvik, dan kelarutan asam humik lebih rendah dibanding asam fulvik.

Senyawa humik terdiri atas makromolekul aromatik kompleks asam amino, peptida, termasuk juga ikatan antar kelompok aromatik yang juga terdiri atas fenolik OH bebas, struktur quinon, nitrogen dan oksigen pada cincin aromatik. Kandungan asam humat tanah yaitu C, H, N, O, S dan P serta unsur lain seperti Na, K, Mg, Mn, Fe dan Al (Ardianto, 2009). Ardianto (2009) menambahkan kandungan asam humik yaitu 56,2 % C, 35,5 % O, 47 % H, 3,2 % N dan 0,8 % S. Asam humat mengandung 0,6 – 1,1 % S dan 0,2 - 3,7 % P. (Orlov, 1985).

Tabel 6. Karakteristik Asam Humik, Asam Fulvik dan Asam Humin

Fulvat Humik Humin

Polimerisasi Rendah Sedang Tinggi

Berat ekuivalen < 100 150-300 >300

Warna Kuning-coklat Cokelat-hitam Hitam

% C 45-50 60 >60

% N 0,5-2,0 3-8

Keasaman Tinggi Rendah

Jerapan air dan ion Sedikit Banyak Sedikit

Mobilitas Tinggi Sedang Rendah

Asal proses Kimia Biologi Perkembangan

fulvik dan humik Ditemukan di tanah Asam, miskin hara,

kegiatan biologi rendah

Agak asam-netral, kaya hara, kegiatan biologi tinggi

Pada semua jenis tanah

Kelarutan pada Alkali (dingin) + + -

Air + - - Alkohol + - - Bromida + - - Pengendapan dengan larutan asam _ + -

(40)

41 4.4 Pembentukan Senyawa Humik

Menurut Tan (1993) proses pembentukan bahan humat merupakan hasil dari transformasi sisa-sisa bahan organik yang disebut dengan proses humifikasi. Humifikasi merupakan kombinasi proses-proses transformasi bahan organik yang menghasilkan asam humik dan asam fulvik.

Ada 4 teori/cara pembentukan senyawa humik yang dikenal saat ini, yaitu Teori Polifenol, Teori Lignin, Teori Quinon dan Teori Gula Amin. Keempat cara pembentukan senyawa humik tersebut diatas terjadi secara besamaan/simultan didalam tanah dengan kecepatan dan urutan kepentingan yang berbeda (dominasinya berbeda). Cara lignin dominan pada tanah yang berdrainase buruk (rawa), teori polifenol dominan pada hutan (yang berdrainase baik) dan Cara gula-amin dominan pada tanah dengan fluktuasi suhu, kelembaban dan radiasi yang sering dan besar (deltanya besar). Empat cara pembentukan senyawa humik secara skematis disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Empat cara pembentukan senyawa humik

Pembentukan senyawa humik menurut teori Polifenol secara skematis disajikan pada Gambar….

(41)

42 Gambar 7.

Pembentukn senyawa humik menurut teori Lignin seara skematis disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8. Pembentukan senyawa humik menurut Teori Lignin

Asam humik berperan sebagai bahan pembenah tanah, sehingga keberadaannya dapat mempengaruhi kesuburan tanah baik secara fisik, kimia, dan biologi yang bereaksi di dalam tanah. (Tan, 1993). Salah satu peranan asam humat dalam peningkatan kesuburan tanah yaitu asam humat mampu meningkatkan kapasitas tukar kation. (Tan, 1993).

(42)

43 Peningkatan kesuburan tanah tersebut menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur-unsur hara atau atau nutrisi. Senyawa humat membentuk kompleks dengan unsur mikro sehingga melindungi unsur tersebut dari pencucian oleh hujan. Unsur N, P, dan K diikat dalam bentuk organik atau dalam tubuh mikroorganisme sehingga dapat dipertahankan dan sewaktu-waktu dapat diserap tanaman, sehingga dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk kimia (Tan, 1993).

4.5 Peranan Senyawa Humik dalam Tanah

Humid acid yang terkandung dalam humate bermanfaat untuk meningkatkan kesuburan tanah. Peranan humic acid bagi tanah adalah kaitannya dengan perubahan sifat-sifat tanah, yaitu sifat fisika, biologi dan kimia tanah.

1. Pengaruh humic acid pada sifat fisika tanah

Humic acid mempunyai kemampuan arbsorsi air sekitar 80-90%. Sehingga pergerakan air secara vertikal (infiltrasi) semakin meningkat dibanding secara horisontal, berguna untuk mengurangi resiko erosi pada tanah. Selain itu juga meningkatkan kemampuan tanah menahan air.

Humic acid berperan sebagai granulator atau memperbaiki struktur tanah. Terjadi karena tanah mudah sekali membentuk kompleks dengan humid acid , terjadi karena meningkatnya populasi mikroorganisme tanah, diantaranya adalah jamur, cendawan dan bakteri. Karena humic acid digunakan sebagai penyusun tubuh dan sumber energinya. Cendawan tersebut mampu menyatukan butir tanah menjadi agregat. Sedangkan bakteri berfungsi sebagai semen yang menyatukan agregat, sementara jamur dapat meningkatkan fisik dari butir-butir prima. Hasilnya adalah tanah yang lebih gembur berstruktur remah dan relatif lebih ringan.

• Meningkatkan aerasi tanah akibat dari bertambahnya pori tanah (porositas) akibat pembentukan agregat. Udara yang terkadung dalam pori tanah tersebut umumnya didominasi oleh gas-gas O2, N2, dan CO2. Hal ini penting bagi pernapasan (respirasi) mikroorganisme tanah dan akar tanaman.

Gambar

Gambar 2. Limbah padat tandan kosong kelapa sawit
Tabel 1. Kadar rerata unsur hara dalam biomassa Leguminosa dan Gramineae
Tabel 2. Kandungan hara dalam tanaman
Tabel 3. Hasil analisis kompos yang berasal dari beberapa jenis bahan organik
+7

Referensi

Dokumen terkait

PROGRAM PEMBUKAAN LAHAN UNTUK PERTANIAN TANPA BAKAR LAHAN SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN KEBAKARAN HUTAN SERTA MENINGKATKAN PRODUKSI PERTANIAN DAN PENDAPATAN. MASYARAKATDI KAWASAN KONSESI

kombinasi penggunaan BioBoost dengan pupuk kimia, pupuk kandang atau kompos akan sangat baik untuk meningkatkan produktivitas lahan sehingga hasil pertanian akan meningkatkan

Agroforestri sederhana adalah sistem budidaya pertanian pada kebun dengan mengkombinasikan satu atau beberapa jenis tanaman pohon dan satu atau beberapa jenis

Salah satu tawaran untuk meningkatkan cadangan C terutama pada tanah- tanah terdegradasi adalah melalui usaha Agroforestri , suatu sistem pertanian berbasis pepohonan yang

Pengertian sistem agroforestri mencakup upaya untuk memperoleh hasil atau produksi dari kombinasi tanaman (semusim), pepohonan, dan/atau ternak (hewan) secara bersama baik

Menurut Anonimous (2014), optimasi lahan pertanian merupakan usaha meningkatkan pemanfaatan sumber daya lahan pertanian menjadi lahan usahatani tanaman pangan, hortikultura,

Agroforestry adalah sistem penggunaan lahan yang mengkombinasikan tanaman berkayu (pepohonan, perdu, bambu, rotan dan lainnya) dengan tanaman tidak berkayu atau dapat pula

Luas pemilikan atau penguasaan lahan yang ditanami sangat berhubungan dengan efisiensi usahatani dan juga usaha pertanian, penggunaan input seperti pupuk, obat- obatan, bibit