• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II MASYARAKAT BATAK TOBA DI KOTA BINJAI. daerah dalam proyek pembangunan mebidang yang meliputi kawasan Medan, Binjai dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II MASYARAKAT BATAK TOBA DI KOTA BINJAI. daerah dalam proyek pembangunan mebidang yang meliputi kawasan Medan, Binjai dan"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

MASYARAKAT BATAK TOBA DI KOTA BINJAI

2.1. Kota Binjai

Kota Binjai berbatasan langsung dengan Kabupaten Langkat di sebelah barat dan utara serta Kabupaten Deli Serdang di sebelah timur dan selatan. Binjai merupakan salah satu daerah dalam proyek pembangunan mebidang yang meliputi kawasan Medan, Binjai dan Kab. Deli Serdang (Lihat Gambar 2.1). Secara geografis, Kota Binjai terletak pada 3’31’40” – 3’40’2” Lintang Utara dan 98’27’3” – 98’32’32” Bujur Timur dan terletak 28 m di atas permukaan laut.

Gambar 1 : Peta Kota Binjai

(2)

Wilayah Kota Binjai seluas 90,23 km2, terletak 28 M diatas permukaan laut dan dikelilingi oleh Kab.Deli Serdang, Batas area disebelah Utara adalah Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat dan Kecamatan Hamparan Perak Kab.Deli Serdang, di sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sunggal Kab.Deli Serdang, di sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Sei Bingei Kab.Langkat dan Kecamatan Kutalimbaru Kab.Deli Serdang dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Selesai Kab.Langkat (sumber : www.Bappeda Kota Binjai.com).

Tabel 2.1 : Penduduk Kota Binjai Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin Tahun 2011

Jumlah

Penduduk Total

No Kecamatan Dewasa Anak-anak

L P L P L + P 1. Binjai Selatan 14.366 13.919 6.219 6.245 40.749 2. Binjai Kota 12.670 12.104 3.970 4.235 32.979 3. Binjai Timur 15.985 15.128 7.899 8.125 47.137 4. Binjai Utara 21.649 20.861 9.377 9.825 61.712 5. Binjai Barat 11.390 11.548 6.934 6.696 36.568 JUMLAH 76.060 73.560 34.399 35.126 219.145

Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Binjai, 2012

Penduduk Kota Binjai pada tahun 2012 berjumlah 219.145 jiwa. Penduduk terbesar di Kota Binjai berada di Kecamatan Binjai Utara yakni 28,16% , kemudian disusul Kecamatan Binjai Timur 21,51%, Kecamatan Binjai Selatan 18,60%, Kecamatan Binjai Barat 16,68%,

(3)

dan Kecamatan Binjai Kota 15,05%. ( Catatan: (1) Data tahun 2013, terjadi selisih 100 jiwa antara jumlah detail dengan jumlah akumulasi di BPS BDA 2014, maka peneliti mengikuti jumlah detail data ).

Kota Binjai merupakan kota multi etnis, dihuni oleh suku Jawa, suku Karo, suku Tionghoa dan suku Melayu (Lihat Tabel 2.2). Kemajemukan etnis ini menjadikan Binjai kaya akan kebudayaan yang beragam.

Tabel 2.2 : Perbandingan Etnis di Kota Binjai pada Tahun 2010, 2011, dan 2012.

No Nama Etnis 2010 2011 2012 1 Jawa 98,769 98,889 92,545 2 Melayu 31,132 31,170 29,170 3 Karo 22,466 22,493 21,050 4 Batak Simalungun 13,832 13,848 12,960 5 Batak Toba 16,637 16,658 15,589 6 Mandailing 23,141 23,169 21,683 7 Minang 15,583 15,602 14,601 8 Aceh 4,501 4,506 4,217 9 Tioghoa 17,441 17,462 16,342

(4)

10 Banten 4,653 4,659 4,360

JUMLAH 248,154 248,456 232,517

Sumber: Data Base Kota Binjai Tahun 2012, Bappeda Kota Binjai.

Etnis terbesar di Kota Binjai adalah Etnis Jawa yakni 92,545 % yang kemudian ikuti secara berurut adalah Melayu, Mandailing, Karo, Tionghoa, Batak Toba, Minang, Batak Simalungun, Banten dan Aceh.. Hal ini ditunjukan dari hasil Sensus tahun 2010 yakni sebesar 39,80%. Kemudian disusul etnis Melayu 12.55%, etnis Mandailing 9.33%, etnis Karo 9,05%, etnis Tionghoa 7,03%, etnis Batak Toba 6,70%, etnis Minang 6,28%, etnis Batak Simalungun 5,57%, etnis Banten 1,88% dan etnis Aceh 1,81%. Banyaknya etnis Jawa di Binjai tidak terlepas dari sejarah kuli kontak yang diterapkan semasa penjajahan Belanda di Sumatera Utara untuk membuka dan membangun wilayah perkebunan.

2.2. Masyarakat Batak Toba di Kota Binjai

Masyarakat Batak Toba yang ada di kota Binjai pada awalnya berasal dari orang-orang yang merantau untuk mencari pekerjaan, Kemajuan di berbagai aspek sosial budaya mendorong masyarakat Batak Toba untuk bermigrasi ke beberapa daerah-daerah di Indonesia mereka menjalani pendidikan, berjuang mencari pekerjaan dan mendapatkan finansial serta membangun keluarga diperantauan.

2.2.1. Adaptasi Masyarakat Batak Toba di Kota Binjai

Masyarakat Batak Toba yang datang ke kota Binjai beradaptasi dengan cara berbaur dengan etnis-etnis lain yang ada di kota Binjai. Suku Batak Toba merupakan salah satu suku pendatang yang menetap di kota Binjai. Suku bangsa lain juga merupakan suku yang menetap di Binjai terbagi, (1) suku bangsa tempatan (natif) yaitu suku Melayu (Usman Pelly 1990 :

(5)

84), dengan alasan bahwa suku Melayu pertama sekali bermukim di wilayah teritorial Kota Binjai, (2) suku pendatang antara lain: suku Jawa, suku Karo, suku Nias, suku Tionghoa, suku Batak Toba, suku Simalungun, suku Pakpak-Dairi, suku pesisir Sibolga dan suku Mandailing. Tibanya suku Batak Toba di Kota Binjai dan tinggal menetap dan melakukan aktifitas budaya dengan berbagai cara.

Dari migrasi tersebut suku Batak Toba juga membawa adat istiadat yang ada di daerah mereka, antara lain sistem garis keturunan patrialisme (mengikuti garis keturunan ayah), dibuktikan dengan adanya marga (klan), dan membawa kesenian adat leluhur, musik gondang sabangunan dan tarian (tortor) yang digunakan dalam upacara adat perkawinan dan kematian.

2.2.2. Mata Pencarian Masyarakat Batak Toba

Kedatangan suku Batak Toba di Kota Binjai berlangsung secara berkelompok dan juga secara individual. Para pemuda melakukan perjalanan (merantau) bersama-sama dengan teman sekampung ke Kota Binjai dengan tujuan untuk mencari pekerjaan. Kelompok ini menyebar keberbagai wilayah Kota Binjai, bekerja di bidang pertanian, industri, karyawan swasta, bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau TNI / POLRI, dan lainnya ( Lihat Tabel 2.3 ), buruh lepas juga ada yang berbaur lewat perkawinan antara suku Batak Toba dengan orang dari etnis lain.

Tabel 2.3 : Bidang Pekerjaan Masyarakat Batak Toba di Kota Binjai

pada Tahun 2010 dan 2011

No Bidang Pekerjaan 2010 2011

1 Pertanian 2.843 2.947

2 Industri 2.437 2.433

3 Karyawan swasta 3.357 3.438

4 Pegawai Negeri Sipil (

(6)

5 TNI / POLRI 3.069 3.594

6 Lainnya 2.151 712

JUMLAH 16637 16658

Sumber: Database Kota Binjai Tahun 2012 (Bappeda Kota Binjai) Susenas 2010 (BPS)

Beberapa bidang pekerjaan masyarakat Batak Toba di Kota Binjai yakni di bidang pertanian 17.70%, kemudian di industri 14.60%, karyawan swasta 20.64%, pegawai negeri sipil (pns) 21.21%, tni/polri 21.57%, dan lainnya 21.57%. Dengan bertambahnya jumlah suku Batak Toba yang menetap di Kota Binjai menimbulkan keinginan untuk bersatu dalam satu ikatan organisasi dan perkumpulan suku Batak Toba dalam bentuk organisasi sosial, pendidikan, dan kepemudaan.

2.3. Sistem Kepercayaan

Orang Batak dahulu masih percaya kepada mitos bahwa manusia Batak pertama berasal dari dewa yang turun dari kayangan di puncak Dolok Pusuk Buhit. Di tempat inilah mula-mula turunan si raja Batak ‘mamompari’ dengan kebudayaannya sendiri. Dahulu orang Batak mempunyai kepercayaan animisme, totemisme, yang menguasai tingkah laku dan cara hidup masyarakat Batak. Semua hal itu dicerminkan berupa pelahiran kepercayaan masyarakat terhadap kekuatan kosmos dengan bahasa yang digubah sedemikian rupa sehingga berlainan dari bahasa Batak Toba sehari-hari.

Menurut Koentjaraningrat (dalam Irmawati, 2008 : 49) tanah Batak telah dipengaruhi oleh beberapa agama. Agama Islam dan agama Kristen Protestan masuk ke daerah orang Batak sejak permulaan abad ke-19. Orang Batak mengenal kepercayaan Kristen sejak tahun 1861 (Simanjuntak, 1986). Agama Islam disiarkan oleh orang Minangkabau kira-kira tahun 1810 dan sekarang dianut oleh sebagian besar orang Batak Selatan, seperti Mandailing dan Angkola. Agama Kristen disiarkan di daerah Toba dan Simalungun (Batak Utara) oleh organisasi penyiar agama dari Jerman, yaitu Organisasi Reinische Missions Gesselschaft kira-kira sejak tahun 1863. Mayoritas masyarakat Batak Toba di Kota Binjai beragama

(7)

Kristen Protestan ada juga masyarakat Batak Toba di Kota Binjai yang menganut agama islam (Lihat Tabel 2.4).

Tabel 2.4 No Agama 2012 1 Kristen Protestan 14.546 2 Katolik 1023 3 Islam 20 JUMLAH 15.589

Sumber: Database Kota Binjai Tahun 2012 (Bappeda Kota Binjai) Susenas 2010 (BPS)

Masyarakat Batak Toba yang menganut agama terbanyak yakni kristen protestan 93.30%, masyarakat Batak Toba di kota Binjai yang menganut agama katolik 6.56%, dan agama islam 0,13% lebih sedikit dianut masyarakat Batak Toba di Kota Binjai dari kristen protestan dan katolik. Walaupun orang Batak Toba sebagian besar sudah beragama Kristen, masyarakat Batak Toba yang berada di Kota Binjai masih menjalankan kegiatan adat istiadat Batak Toba dalam pangoli anak/boru dan ulaon saur matua atau sari matua yang sering di temukan di Kota Binjai.

2.4. Organisasi Sosial

Dalam kehidupan sehari-hari, sistem kekerabatan dan kerjasama sangat menonjol pada masyarakat Batak Toba di kota Binjai, walaupun terdapat perbedaan dalam kepercayaan, budaya, dan adat istiadat. Ini mencerminkan kenyataan sosial bahwa orang-orang Batak Toba yang ada di kota Binjai sangat baik dalam menjalin keakraban walaupun berbeda keyakinan.

(8)

Organisasi sosial sangat penting dalam kehidupan sehari-sehari, kekerabatan dan kerja sama sangat menonjol meskipun terpolarisasi dalam paham keagamaan yang saling berbeda. Orang Batak Toba memakai dialek agak berbeda disetiap wilayah namun yang cukup khas dari bahasa Batak Toba adalah nada vocal yang mayoritas dalam setiap kata atau kalimat dan cendrung sedikit kasar. Ini juga secara tak langsung mempengaruhi adaptasi sosial antara sesama orang Batak Toba dengan daerah budaya yang berbeda.

Walaupun sudah berpindah ke tempat yang jauh, tetapi orang-orang Batak Toba yang datang ke kota Binjai tetap berusaha untuk mempertahankan sistem keakraban yang telah dibangun oleh para leluhur terdahulu. Kebudayaan Batak dapat dilihat melalui organisasi-organisasi atau perkumpulan-perkumpulan masyarakat Batak Toba yang ada di Kota Binjai. Ada yang membentuk perkumpulan berdasarkan marga seperti Persatuan Marga Sihombing, Persatuan Marga Purba, Persatuan Marga Simorangkir, Persatuan Marga Simatupang, Persatuan Marga Silalahi, Persatuan Marga Sinaga, dan sebagainya.

Selain itu juga masyarakat Batak Toba juga membentuk perkumpulan berdasarkan dimana mereka tinggal di Kota Binjai berupa Serikat Tolong Menolong (STM), seperti STM Sehati. Ada juga organisasi lain yang bersifat kepemudaan, gerejawi, pendidikan dan pembangunan yang berdiri di Kota Binjai.

2.5. Sistem Kekerabatan

Garis keturunan yang disandang oleh setiap orang Batak sekarang ini berasal dari satu sumber, yang secara eksklusif ditarik lurus dari pihak laki (keturunan agnatik atau laki-laki). Garis patrineal ini dipakai guna menentukan statuta keanggotaan dalam sebuah kelompok yang dinamai marga (klan). Sedangkan patrilinial adalah garis keturunan menurut laki-laki. Sehingga, kelompok marga Batak adalah sebuah organisasi keluarga yang luas. Kekerabatan dari kelompok keturunan bagi orang Batak banyak dijumpai menurut wilayah

(9)

kediaman masyarakat Batak Toba. Mereka membentuk grup-grup menjadi sebuah kelompok marga (descent group) sebagai kesatuan sosial. Kesatuan yang diakui (de facto) oleh umum.

Sistem kekerabatan keluarga Batak Toba, tidak dapat dipisahkan dari filsafat hidupnya dan merupakan suatu pranata yang tidak hanya mengikat seorang laki-laki dan seorang wanita, akan tetapi mengikat suatu hubungan yang tertentu yaitu kaum kerabat dari pihak laki-laki atau kaum kerabat dari pihak perempuan. Seluruh pihak yang masuk dalam lingkaran kerabat Batak Toba, masing-masing memiliki nama sebutan panggilan yang menunjukkan status kekerabatan. Filsafat hidup kekerabatan tersebut adalah Dalihan Na Tolu (tungku nan tiga) yang terdiri dari:

a. Hula-hula atau dinamai parrajaon (pihak yang dirajakan) yaitu marga ayah mertua seorang laki-laki yang memberinya istri. Yang termasuk hula-hula bukan hanya pihak mertua dan golongan semarganya tetapi juga bona ni ari yaitu marga asal nenek (istri kakek) ego lima tingkat ke atas atau lebih, tulang yaitu saudara laki-laki ibu, yang terdiri dari tiga bagian yaitu bona tulang (tulang kandung dari bapak ego), tulang tangkas (tulang ego saudara), tulang ro robot (ipar dari tulang), lae atau tunggane (ipar) yang termasuk di dalamnya anak dari tulang anak mertua, mertua laki-laki dari anak, ipar dari ipar, cucu ipar; bao (istri ipar) yaitu istri ipar dari pihak hula-hula mertua perempuan dan anak laki-laki, anak perempuan dari tulang ro robot; paraman dari anak laki-laki, termasuk di dalamnya anak ipar dari hula-hula, cucu pertama, cucu dari tulang, saudara dari menantu perempuan, paraman dari bao; hula hatopan yaitu semua abang dan adik dari pihak hula-hula.

b. Boru yaitu marga yang menerima anak perempuan sebagai istri, yang termasuk di dalamnya namboru (bibi) yang terdiri dari iboto ni ama niba (saudara perempuan bapak), mertua perempuan dari saudara perempuan, nenek dari menantu laki-laki;

(10)

amang boru (suami bibi) yang termasuk di dalamnya mertua laki-laki dari saudara perempuan, kakak dari menantu lakilaki; iboto (saudara perempuan) yang termasuk di dalamnya putri dari namboru, saudara perempuan nenek, saudara perempuan dari abang atau adik kita; lae (ipar) yang termasuk di dalamnya saudara perempuan, anak namboru, mertua laki-laki dari putri, amang boru dari ayah, bao dari saudara perempuan. Boru (putri) yang termasuk di dalamnya boru tubu (putri kandung), boru ni pariban (putri kakak atau adik perempuan), hela (menantu), yang termasuk di dalamnya suami dari putri, suami dari putri abang atau adik kita, suami dari putri; bere atau ibebere (kemenakan) atau anak dari saudara perempuan; boru natua-tua yaitu semua keturunan dari putri kakak kita dari tingkat kelima.

c. Dongan Sabutuha atau dongan tubu yaitu terdiri dari namarsaompu artinya segenap keturunan dari kakek yang sama, dengan pengertian keturunan lakilaki dari satu marga. Setiap orang Batak Toba dapat terlihat dalam posisi sebagai dongan tubu, hula-hula dan boru terhadap orang lain. Terhadap hulahula-nya, dia adalah boru. Sebaliknya, terhadap boru dia merupakan hulahula dan terhadap garis keturunannya sendiri dia merupakan dongan tubu. Penyebutan kata somba marhula-hula, elek marboru, manat mardongan tubu adalah salah satu semboyan yang hidup hingga saat ini pada masyarakat Batak Toba yang mencerminkan keterkaitan hubungan ketiga sistem kekerabatan ini. Artinya hula-hula menempati kedudukan yang terhormat diantara ketiga golongan fungsional tersebut. Boru harus bersikap sujud dan patuh terhadap hula-hula dan harus dijunjung tinggi. Hal itu tampak dari filosofi yang dianut tentang ketiga golongan ini. Hula-hula, mata ni mual si patio-tioon, mata ni ari so husoran artinya hula-hula adalah sumber mata air yang selalu dipelihara supaya tetap jernih dan matahari yang tidak boleh

(11)

ditentang. Hula-hula diberi sebutan sebagai debata na tarida atau wakil Tuhan yang dapat dilihat, karena merupakan sumber berkat, perlindungan dan pendamai dalam sengketa. Elek marboru artinya hula-hula harus selalu menyayangi borunya dan sangat pantang untuk menyakiti hati dan perasaan boru. Manat mardongan tubu artinya orang yang semarga harus berperasaan seia sekata dan sepenanggungan sebagai saudara kandung dan saling hormat menghormati.

Adapun fungsi dalihan natolu dalam hubungan sosial antar marga ialah mengatur ketertiban dan jalannya pelaksanaan tutur, menentukan kedudukan, hak dan kewajiban seseorang dan juga sebagai dasar musyawarah dan mufakat bagi masyarakat Batak Toba di Kota Binjai. Dimana saja ada masyarakat Batak Toba, secara otomatis berlaku fungsi dalihan natolu. Dan selama orang Batak Toba tetap mempertahankan kesadaran bermarga, selama itu pulalah fungsi dalihan natolu tetap dianggap baik untuk mengatur tata cara dan tata hidup masyarakatnya.

2.6. Kesenian

Masyarakat Batak Toba memiliki beberapa kesenian yang menarik dan menjadi ciri khasnya. Salah satunya adalah :

• Seni Kerajinan

Martonun, atau keterampilan dalam membuat kais ulos dengan alat tenun tradisional, merupakan salah satu seni kerajinan dalam tradisi adat Batak Toba, yang hingga saat ini masih bisa dijumpai di pedalaman Pulau Samosir dan daerah-daerah lainnya di sekitar Danau Toba. Masyarakat Batak Toba melakukan berbagai seni kerajinan sesuai dengan peran dan fungsinya dalam struktur adat dan religi yang mereka percaya.

(12)

• Seni Sastra

Ada banyak seni sastra yang berkembang dalam kehidupan masyarakat Batak Toba, meliputi sastra lisan dan sastra tulisan. Beragam cerita rakyat, seperti terjadinya Danau Toba dan Batu Gantung, menjadi legenda yang sampai saat ini masih bisa kita dengar. Pantun-pantun yang disebut umpasa juga ada dalam kebudayaan Batak Toba, yang menjadi kearifan lokal etnik tersebut. Semua seni sastra itu memiliki makna filosofis dalam kehidupan mereka.

• Seni Rupa

Seni pahat dan seni patung menjadi keterampilan utama dalam seni rupa tradisional yang hidup di Batak Toba. Ukiran-ukiran yang terdapat gorga atau ornamen rumah adat mereka, menjadi bukti keindahan dari seni pahat masyarakat Batak Toba. Sedangkan, seni patung bisa dilihat dari banyak peralatan tradisional, seperti sior dan hujur (panah), losung gaja (lesung besar), serta parpagaran dan sigale-gale (alat untuk memanggil kekuatan gaib).

• Seni Tari

Tari Tortor menjadi salah satu kesenian yang paling menonjol dalam kebudayaan masyarakat Batak Toba. Manortor (menari, bahasa Batak Toba) merupakan lambang bentuk syukur kepada Mulajadi Nabolon, dewa pencipta alam semesta, dan rasa hormat kepada hula-hula dalam konsep kekeluargaan mereka. Oleh karena itu, tari ini biasanya dilakukan dalam upacara ritual, ataupun dalam upacara adat, seperti acara pernikahan.

• Seni Musik

Seni musik dalam masyarakat batak toba dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu musik vokal (ende) dan musik instrumentalia (gondang).

(13)

Musik vokal (ende) tradisional pembagiannya ditentukan oleh kegunaan dan tujuan lagu tersebut yang dapat dilihat dari liriknya. Ben Pasaribu (1986:27-28) membuat pembagian terhadap musik vokal tradisional batak toba dalam delapan bagian, yaitu:

a. Ende mandideng adalah musik vokal yang berfungsi untuk menidurkan anak.

b. Ende sipaingot adalah musik vokal yang berisi pesan kepada putrinya yang akan menikah dinyanyikan pada saat senggang pada hari menjelang pernikahan tersebut. c. Ende pargaulan adalah musik vokal yang secara umum merupakan “solo-chorus” dan

dinyanyikan oleh kaum muda mudi dalam waktu senggang biasanya malam hari. d. Ende tumba adalah musik vokal yang khususnya dinyanyikan saat pengiring tarian

hiburan (tumba). Penyanyinya sekaligus menari dengan melompat-lompat dan berpegangan tangan sambil bergerak melingkar. Biasanya ende tumba ini dilakukan oleh remaja di alaman (halaman kampung) pada malam terang bulan.

e. Ende sibaran adalah musik vokal sebagai cetusan penderitaan yang berkepanjangan. Penyanyinya adalah orang yang menderita tersebut, yang menyanyi ditempat yang sepi.

f. Ende pasu-pasuan adalah musik vokal yang berkenan dengan pemberkatan berisi lirik-lirik tentang kekuasaan yang abadi dari yang maha kuasa. Biasanya dinyanyikan oleh orang-orang tua kepada keturunannya.

g. Ende hata adalah musik vokal yang berupa lirik yang diimbuhi ritem yang disajikan secara monoton seperti metric speech. Liriknya berupa rangkain pantun dengan bentuk aabb yang memiliki jumlah suku kata yang sama. Biasanya dimainkan oleh kumpulan kanak-kanak yang dipinpin oleh seorang yang lebih dewasa atau orangtua. h. Ende andung adalah musik vokal yang bercerita tentang riwayat hidup seseorang yang

telah meninggal dunia yang disajikan pada saat atau setelah disemayamkan. Dalam ende andung melodinya datang secara spontan sehingga penyanyinya haruslah

(14)

penyanyi yang cepat tanggap dan trampil dalam sastra serta menguasai beberapa motif-motif lagu yang penting untuk jenis nyanyian ini.

Demikian juga yang musik vokal dikategorikan menjadi tiga jenis, yaitu:

a. Ende namarhadohoan yaitu musik vocal yang dinyanyikan untuk acara-acara namarhadohoan (resmi).

b. Ende siriakon yaitu musik vocal yang dinyanyikan oleh masyarakat batak toba dalam kegiatan sehari-hari.

c. Ende sibaran yaitu musik vocal yang dinyanyikan dalam kaitannya dengan berbagai peristiwa kesedihan atau dukacita.

Dari beberapa jenis musik vocal tersebut yang sering terdapat pada masyarakat toba adalah jenis ende andung dan ende sibaran, dimana saat terjadi peristiwa dukacita, maka akan ada beberapa pihak dari keluarga yang meninggal dunia tersebut yang mangandungi jenazah orang yang meninggal dunia tersebut sebelum dimakamkan.

Musik tradisi masyarakat Batak Toba disebut sebagai gondang. Ada tiga arti untuk kata gondang yaitu satu jenis musik tradisi Batak toba, komposisi yang ditemukan dalam jenis musik tersebut (misalnya komposisi berjudul Gondang Mula-mula, Gondang Haroharo) dan alat musik kendang. Ada 2 ansambel musik gondang yaitu gondang sabangunan yang biasanya dimainkan diluar rumah dihalaman rumah dan gondang hasapi yang biasanya dimainkan dalam rumah.

Gondang sabangunan terdiri dari sarune bolon (sejenis alat tiup/obo), taganing (perlengkapan terdiri dari lima kendang yang dikunci punya peran melodis dengan sarune tersebut), gordang (sebuah kendang besar yang menonjolkan irama ritme), empat gong yang disebut ogung dan hesek sebuah alat perkusi (biasanya sebuah botol yang dipukul dengan batang kayu atau logam) yang membantu irama. Sebahagian besar repertoar gondang

(15)

sabangunan juga dimainkan dalam konteks ansambel gondang hasapi. Ansambel ini terdiri dari hasapi ende (sejenis gitar kecil yang punya dua tali yang main melodi), hasapi doal (sejenis gitar kecil yang punya dua tali yang main pola irama), garantung (sejenis gambang kecil yang main melody ambil peran taganing dalam ansambel gondang hasapi), sulim (sejenis suling terbuat dari bambu yang punya selaput kertas yang bergetar, seperti sulim dze dari cina), sarune etek (sejenis klarinet yang ambil peran sarune bolon dalam ansambel ini), dan hesek (sejenis alat perkusi yang menguatkan irama, biasanya alat ini ada botol yang dipukul dengan sebuah sendok atau pisau).

Ensambel gondang hasapi adalah ensambel musik dengan menggunakan hasapi (long neck lute) sebagai pembawa melodi disertai alat musik sulim (aeropon, side-blown flute). Hasapi biasanya digunakan dua buah, satu hasapi ende, yaitu hasapi sebagai pembawa melodi dan satu lagi hasapi doal, yaitu hasapi sebagai pembawa tempo. Tangga nada yang dipakai dalam musik gondang hasapi hampir sama dengan yang dipakai dalam gondang sabangunan, tetapi lebih seperti tangga nada diatonis mayor yang dipakai di Barat.

Ini karena pengaruh musik gereja Kristen. Musik instrumental ada beberapa instrumen yang lazim digunakan dalam ensambel maupun disajikan dalam permainan tunggal, baik dalam kaitannya dalam upacara adat, religi maupun sebagai hiburan. Musik yang biasa dimainkan cenderung tergantung dengan upacara-upacara adat yang diadakan tetapi lebih dominan dengan genderangnya. Musik batak sudah ada sejak zaman toba kuno dijaman dinasti tuan sorimangaraja berawal dari musik raja-raja. Bukan musik untuk raja tetapi musik yang dimankan oleh raja. Makanya mainnya boleh berdiri lain halnya dengan musik tradisi suku lain seperti afrika, india, jawa dan lain-lain. Yang merupakan musik rakyat sehingga kebanyakan bermusiknya sambil duduk. Musik batak awalnya diciptakan untuk upacara ritual yang dipimpin pada datu (dukun) pada masa itu untuk penghormatan leluhur, minta panen yang sukses kepada mula jadi nabolon kemudian berkembang menjadi musik

(16)

ritual di pesta adat. Pemainnya dinamakan pargonsi (dibaca : pargocci). Pargonsi mempunyai kedudukan yang sangat penting. Karena yang memainkannya raja. Musik batak untuk ritual ini adalah disebut gondang sabangunan yang terdiri dari lima ogung dan lima gondang serta sarune bolon lubang lima. Namun para rakyat juga ingin bermain musik maka berkembanglah musik batak ini dikalangan rakyat dengan format tanganing, garantung, hasapi, seruling dan sarune etek. Dengan alat-alat musik ini lah tercipta banya sekali lagu rakyat yang bernuansa pentatois (do re mi fa sol, kadang-kadang ada juga la) dan susunan nada liksnya sangat khas tidak didapati dimusik suku lain. Pada masyarakat batak toba terdapat dua ensambel musik tradisional, yaitu ensambel gondang hasapi dan gondang

sabangunan. Selain itu ada juga instrumen musik tradisional yang digunakan secara tunggal.

Instrumen tunggal adalah alat musik yang dimainkan secara tunggal yang terlepas dari ansambel gondang hasapi dan gondang sabangunan. instrumen yang termasuk instrumen tunggal dalam masyarakat Batak Toba antara lain:

a. Sulim (transverse flute) b. Saga-saga (jew’s harp) c. Jenggong (jew’s harp) d. Talatoit (transverse flute) e. Sordam (long flute) f. Tanggeteng

Uning-uningan adalah satu ensambel yang menggunakan instrumen yang dianggap lebih kecil dari dua ensambel musik diatas. Ensambel ini menggunakan alat musik sebagai pembawa melodi garantung (sejenis xylophone), dipukul dengan menggunakan dua buah stik. Stik ini tidak saja dipukul ke wilayah-wilayah, tetapi juga sebagai pembawa tempo dengan memukul stik yang satu kebagian tangkai garantung tersebut.

(17)

Jika dikelompokkan secara organologi berdasarkan klasifikasi Horn von Bostel dan Curt Sach maka alat-alat musik Toba dapat dilihat sebagai berikut :

1.1. Kelompok Idiofon : a. Oloan

Oloan adalah salah satu gung berpencu yang terdapat pada Batak Toba. Oloan dimainkan secara bersamaan dengan tiga buah gung yang lain dalam satu ensambel, sehingga jumlahnya empat buah, yang juga dimainkan oleh empat orang pemain. Keempat gung ini biasa disebut dengan ogung, namun masing-masing penamaan ogung ini dibedakan berdasarkan peranannya di dalam ensambel musik.Oloan ini terbuat dari bahan metal/perunggu dengan sistem cetak. Sekarang ini bahan gung ini sudah banyak terbuat dari bahan besi plat yang dibentuk sedemikian rupa. Untuk membedakannya dengan suara ogung lainnya maka tuning yang dilakukan adalah dengan menempelkan getah puli (sejenis pohon enau) dibagian dalam gung tersebut. Semakin banyak getah puli tersebut, maka semakin rendahlah suara gung tersebut. Gung oloan berukuran garis menengah lebih kurang 32,5 cm, tinggi 7 cm, dan bendulan (pencu) di tengah dengan diameter lebih kurang 10 cm.Oloan dipukul pencunya dengan stick yang terbuat dari kayu dan pangkal ujungnya dilapisi dengan kain atau karet. Gung oloan selalu diikuti oleh gung ihutan dengan ritem yang sama, namun tidak akan pernah jatuh pada ritem yang sama (canon ritmik).

b. Ihutan

Seperti sudah dijelaskan di atas, bahwa ihutan juga adalah merupakan gung berpencu yang digunakan dalam satu ensambel dengan tiga gung lainnya.Yang membedakannya dengan gong lainnya adalah ukurannya, bunyi, dan teknik permainannya.Ihutan berukuran dengan garis menengah (diameter) lebih kecil sedikit dari oloan, yaitu 31 cm, tinggi (tebal) 8 cm, dan diameter pencu lebih kurang 11 cm.

(18)

Ritemnya konstan dan bersahut-sahutan dengan gong oloan (litany), sehingga bunyi sahut-sahutan antara dua gong ini secara onomatope disebut polol-polol. Gong ini juga dimainkan dengan menggunakan satu stick yang terbuat dari kayu yang diobungkus dengan kain atau karet. Dimainkan oleh satu orang pemain.

c. Panggora

Panggora juga adalah satu buah gong yang berpencu yang dimainkan oleh satu orang. Bunyi dari gung ini adalah ‘ pok’. Bunyi ini timbul adalah karena gong ini dimainkan dengan memukul pencunya dengan stick sambil berdiri dan sisi gong tersebut dimute(diredam) dengan tangan. Gong ini adalah gong yang paling besar dinatara keempat gong yang ada. Ukurannya adalah garis menengah 37 cm, tinggi (tebal) 6 cm dan diameter pencunya lebih kurang 13 cm.

d. Doal

Doal juga adalah gong berpencu yang dimainkan secara bersahut-sahutan dengan panggora dengan bunyi secara onomatopenya adalah kel sehingga apabila dimainkan secara bersamaan dengan gong panggora akan kedengaran pok – kel – pok – kel dan seterusnya dengan ritem yang tidak berubah-ubah sampai kompisisi sebuah gondang (lagu) habis.

e. Hesek

Hesek adalah instrumen musik pembawa tempo utama dalam ensambel musik gondang sabangunan.Hesek ini merupakan alat musik perkusi konkusi. Hesek ini terbuat dari bahan metal yang terdiri dari dua buah dengan bentuk sama, yaitu seperti cymbal, namun ukurannya relatif jauh lebih kecil dengan diameter lebih kurang 10-15 cm, dan dua buah alat tersebut dihubungkan dengan tali. Namun sekarang ini alat musik ini terkadang digunakan sebuah besi saja, bahkan kadang-kadang dari botol saja.

(19)

f. Garantung

Garantung (baca : garattung) adalah jenis pukul yang terbuat dari wilahan kayu (xylophone) yang terbuat dari kayu ingol (Latin: …) dan dosi. Garantung terdiri dari 7 wilahan yang digantungkan di atas sebuah kotak yang sekaligus sebagai resonatornya.Masing-masing wilahan mempunyai nada masing-masing, yaitu 1 (do), 2 (re), 3 (mi), 4 (fa), 5 (so), 6 (la), dan 7 (si).Antara wilahan yang satu dengan wilahan yang lainnya dihubungkan dan digantungkan dengan tali.Kotak resonator sendiri juga mempunyai tangkai, yang juga sekaligus merupakan bagian yang turut dipukul sebagai ritem dasar, dan wilahan sebagai melodi. Alat musik ini dimainkan dengan menggunakan dua buah stik untuk tangan kiri dan tangan kanan. Sementara tangan kiri berfungsi juga sebagai pembawa melodi dan pembawa ritem, yaitu tangan kiri memukul bagian tangkai garantung dan wilahan sekaligus dalam memainkan sebuah lagu. Alat musik ini dapat dimainkan secara solo (tunggal), namun dapat juga dimainkan dalam satu ensambel.

1.2. Kelompok Membranofon a. Gordang

Gendang Batak Toba sering sekali disebut orang gondang atau taganing. Memang ke dua unsur tersebut terdapat dalam gendang tersebut, hanya saja secara detail bahwa gondang dan taganing meskipun keduanya adalah termasuk klasifikasi membranofon dan bentuknya juga hampir sama (hanya perbedaan ukuran), namun keduanya adalah berbeda.Pengertian gondang sendiri bagi masyarakat Batak pada umumnya mempunyai beberapa pengertian tergantung dengan imbuhan kata apa yang melekat dengan kata gondang tersebut. Setidaknya ada empat pengertian gondang (Toba), gendang (Karo), gordang (Mandailing), genderang (Pak-Pak Dairi), gonrang (Simalungun), pada masyarakat ini, yaitu (1) sebagai nama lagu, (2) sebagai upacara,

(20)

(3) sebagai instrumen, dan (4) sebagai ensambel.Gordang adalah gendang yang paling besar yang terdapat pada masyarakat Batak Toba, yaitu gendang yang diletakkan pada sebelah kanan pemain di rak gendang tersebut. Gordang ini biasanya dimainkan oleh satu orang pemain dengan menggunakan dua buah stik. Gordang adalah merupakan bagian dari gendang yang lain (taganing).Gendang Toba adalah salah satunya gendang yang melodis yang terdapat di Indonesia . Oleh karena lebih bersifat melodis dari perkusif, maka gondang ini menurut klasifikasi Horn von Bostel dan Curt Sach diklasifikasikan lebih khusus lagi yang disebut dengan drum-chime. Gordang merupakan gendang satu sisi berbentuk konis dengan tinggi lebih kurang 80 – 120 cm dengan diameter bagian atas (membran) lebih kurang 30–35 cm, dan dia meter bagian bawah lebih kurang 29 cm.

Gordang ini terbuat dari kayu nangka yang dilobangi bagian dalamnya, kemudian ditutuip dengan kulit lembu pada sisi atas, dan sisi bawah sebagai pasak untuk mengencangkan tali (lacing) yang terbuat dari rotan (rattan). Bagian yang dipukul dari gendang ini bukan hanya bagian membrannya, tetapi juga bagian sisinya untuk menghasilkan ritem tertentu secara berulang-ulang. Ritemnya lebih bersifat konstan.Gordang biasanya dimainkan secara bersamaan dengan taganing. Gordang diletakkan disebelah kanan pemain(pargocci). Secara pintas gordang taganing adalah dianggap satu set karena bentuknya juga hampir sama, hanya saja dibedakan ukuran, letaknya juga dalam ensambel adalah dalam satu rak (hanger) yang sama.

b. Taganing

Taganing adalah drum set melodis (drum-chime), yaitu terdiri dari lima buah gendang yang gantungkan dalam sebuah rak. Bentuknya sama dengan gordang, hanya ukurannya bermacam-macam. Yang paling besar adalah gendang paling kanan, dan semakin ke kiri ukurannya semakin kecil.Nadanya juga demikian, semakin ke kiri

(21)

semakin tinggi nadanya.Taganing ini dimainkan oleh satu atau 2 orang dengan menggunakan dua buah stik.Dibanding dengan gordang yang rtelatif konstan, maka taganing adalah melodis.

c. Odap

Odap adalah gendang dua sisi berbentuk konis.Odap juga terbuat dari bahan kayu nangka dan kulit lembu serta tali pengencang/pengikat terbuat dari rotan. Ukuran tingginya lebih kurang 34 –37 cm, diameter membran sisi satu 26 cm, dan diametermembran sisi 2 lebih kurang 12 –14 cm.Cara memainkannya adalah, bagian gendang dijepit dengan kaki, lalu dipukul dengan alat pemukul, sehingga bunyinya menghasilkan suara dap…, dap…, dap…, dan seterusnya. Alat musik ini juga dipakai dalam ensambel gondang sabangunan.

1.3. Kelompok Aerofon :

a. Sarune Bolon

Sarune bolon (aerophone double reed) adalah alat musik tiup yang paling besar yang terdapat pada masyarakat Toba. Alat musik ini digunakan dalam ensambel musik yang paling besar juga, yaitu gondang bolon (artinya : ensambel besar). Sarune bolon dalam ensambel berfungsi sebagai pembawa melodi utama.Dalam ensambel gondang bolon biasanya hanya dimainkan satu buah saja.Pemainnya disebut parsarune.Teknik bermain sarune ini adalah dengan menggunakan istilah marsiulak hosa (circular breathing), yang artinya, seorang pemain sarune dapat melakukan tiupan tanpa putus-putus dengan mengatur pernapasan, sambil menghirup udara kembali lewat hidung sembari meniup sarune.Teknik ini dikenal hampir pada semua etnis Batak.Tetapi penamaan untuk itu berbeda-beda, seperti di Karo disebut pulunama. Sarune ini terbuat dari kayu dan terdiri dari tiga bagian utama, yaitu (1) pangkal ujung sebagai

(22)

resonator, (2) batangnya, yang sekaligus juga sebagai tempat lobang nada, dan (3) pangkal ujung penghasil bunyi dari lidah (reed) yang terbuat dari daun kelapa hijau yang dilipat sedemikian rupa yang diletakkan dalam sebuah pipa kecil dari logam, dan ditempelkan ke bagian badan sarune tersebut.

b. Sarune Bulu

Sarune bulu (sarune bambu) seperti namanya adalah sarune (aerophone-single reed, seperti Clarinet) terbuat dari bahan bambu. Sarune ini terbuat dari satu ruas bambu yang kedua ujungnya bolong (tanpa ruas) yang panjangnya kira-kira lebih kurang 10 – 12 cm, dengan diameter 1 – 2 cm.Bambu ini dibuat lobang 5 biji dengan ukuran yang berbeda-beda. Pada pangkal ujung yang satu diletakkan lidah (reed) dari bambu yang dicungkil sebagian badannya untuk dijadikan alat penggetar bunyi. Lidahnya ini dimasukkan ke batang sarune tersebut, dan bisa dicopot-copot. Panjang lidah ini sendiri lebih kurang 5 cm. Sarune ini di Mandailing juga dikenal dengan nama yang sama.

c. Sulim

Sulim (Aerophone : side blown flute) adalah alat musik tiup yang terbuat dari bambu seperti seruling atau suling. Sulim ini panjangnya berbeda-beda tergantung nada dasar yang mau dihasilkan.Sulim ini mempunyai 6 lobang nada dengan jarak antara satu lobang nada dengan lobang nada lainnya dilakukan berdasarkan pengukuran-pengukuran tradisional.Namun secara melodi yang dihasilkan suling ini meskipun dapat juga memainkan lagu-lagu minor, tetapi lebih cenderung memainkan tangga nada mayor (major scale) dengan nada diatonis.Perbedaan sulim ini dengan suling-suling lainnya adalah, suara yang dihasilkan adalah selalu bervibrasi. Hal ini dikarenakan adanya satu lobang yang dibuat khusus untuk menghasilkan vibrasi ini, yaitu satu lobang yang dibuat antara lobang nada dengan lobang tiupan dengan

(23)

diameter lebih kurang 1 cm, dan lobang tersebut ditutupi dengan membran dari bahan plastik, sehingga suara yang dihasilkan adalah bervibrasi.

d. Ole-Ole

Ole-ole (Aerophone : multi-reed) adalah alat musik tiup yang sebenarnya termasuk ke dalam jenis alat musik bersifat solo instrumen. Alat musik ini terbuat dari satu ruas batang padi dan pada pangkal ujung dekat ruasnya dipecah-pecah sedemikian rupa, sehingga pecahan batang ini menjadi alat penggetar udara sebagai penghasil bunyi (multi lidah/reed).Alat musik ini juga terkadang dibuat lobang nada pada batangnya. Banyak lobang nada tidak beraturan tergantung kepada pembuat dan nada-nada yang ingin dicapai. Hal ini karena alat ini lebih bersifat hiburan pribadi. Pada pangkal ujungnya digulung daun tebu atau daun kelapa sebagai resonatornya, sehingga suara yang dihasilkan lebih keras dan bisa terdengar jauh. Alat musik ini bersifat musiman, yaitu ketika panen tiba.

e. Sordam f. Talatoat g. Balobat h. Tulila 1.3. Kelompok Kordofon a. Hasapi b. Sidideng (Arbab) c. Panggepeng d. Saga-saga

(24)

Kelima jenis kesenian masyarakat Batak Toba yang diatas, yang ada dilakukan oleh masyarakat Batak Toba di Kota Binjai yaitu seni musik dan seni tari. Dalam seni musik, kedua ansambel etnik Batak Toba yang di atas, yang sering ditemukan di Kota Binjai hanyalah ansambel gondang sabangunan, sedangkan ansambel gondang hasapi sudah sangat jarang, namun demikian terdapat juga beberapa pengggabungan antara instrumen tunggal dengan ansambel gondang hasapi, yang masyarakat di kota Binjai sering disebut uning-uningan, juga sering digabungkan dengan instrumen musik barat seperti, keyboard, guitar, bass, drum, saxophone, dan trompet, yang masyarakat di Kota Binjai sering disebut brass band atau musik tiup.

2.7. Upacara adat

Kehidupan masyarakat Batak Toba adalah kehidupan yang sangat menjunjung tinggi adatnya. Bahkan sebelum lahir ke dunia pun sudah melakoni adat sampai seorang Batak tersebut meninggal dan menjadi tulang belulang masih ada serangkian adat, bukan rumit tetapi adat Batak Toba menunjukkan bahwa DALIHAN NATOLU yang didalamnya adalah somba marhula - hula, Elek marboru, Manat mardongan tubu dan selalu terlihat pada saat perayaan serta syukuran dan adat yang digunakan sebagai penanda didalamnya. Beberapa macam Adat Batak Toba yang kerap dilakukan oleh masyarakat Batak Toba di Kota Binjai :

a. Upacara Adat Mangirdak atau mangganje/mambosuri boru (adat tujuh bulanan). b. Upacara adat mangharoan adalah upacara adat yang dilaksanakan setelah dua

minggu kelahiran bayi untuk menyambut kedatangan bayi tersebut dalam keluarga tersebut.

c. Upacara Adat Marhajabuan adalah upacara adat pernikahan sesuai dengan adat Batak Toba, marhajabuan(berumah-tangga) artinya setiap masyarakat batak yang akan

(25)

berumah tangga atau menikah harus melalui sebuah pesta adat tidak boleh hanya dibaptis di gereja atau hanya sekedar akad nikah. Acara ini akan dihadiri oleh seluruh sanak keluarga dari pihak pria maupun wanita dan diadakan pemberian ulos kepada pasangan yang menikah.

d. Upacara adat mangongkal holi adalah upacara adat penggalian tulang belulang orang tua yang telah meninggal untuk dimasukkan kedalam tugu ( monument yang lebih bagus dari sebelumnya unuk menghormati orang yang sudah meninggal ).

e. Upacara Adat Manulangi adalah upacara adat yang diberikan kepada orang tua yang lanjut usianya dengan menyuapi/menyulangkan makanan kesukaan oleh anak dan cucunya.

f. Upacara adat saur matua atau sari matua adalah ketika seseorang batak meninggal disesuaikan dengan adat batak toba, apakah adat yang akan dibuat jika seseorang meninggal sebagai sari matua, saur matua, maulibulung.

g. Upacara adat pangoli anak atau pangoli boru adalah menikah anak laki-laki atau perempuan dengan pasangan (lawan jenis).

2.8. Gambaran Umum Upacara Adat Perkawinan Batak Toba

Masyarakat Batak Toba pada umunya menganut perkawinan monogami dan prinsip keturunan masyarakat Batak Toba adalah Patrilineal2

Perkawinan adalah merupakan salah satu upacara ritual adat Batak Toba. Dalam adat Batak Toba, penyatuan dua orang dari anggota masyarakat melalui perkawinan tak bisa , maksudnya garis keturunan dari anak laki-laki. Menurut hukum adat, perkawinan dapat merupakan urusan pribadi, urusan kerabat, keluarga, persekutuan, martabat tergantung kepada tata susunan masyarakat yang bersangkutan.

2

(26)

dilepaskan dari kepentingan kelompok masyarakat bersangkutan. Demikianlah keseluruhan rangkaian ritus perkawinan adat Batak Toba mengiyakan pentingnya peran masyarakat, bahkan ia tak dapat dipisahkan dari peran masyarakat. Pada masyarakat Batak Toba, pesta pernikahan merupakan salah satu bentuk kegembiraan yang diperlihatkan kepada kerabat dan masyarakat. Tata cara pelaksanaan penikahan adat batak mengikuti hukum adat yang berlaku.

Perkawinan pada masyarakat Batak Toba adalah tanggung jawab keseluruhan kerabat kedua belah pihak calon mepelai yang pelaksaannya sesuai dengan falsafah Dalihan Na Tolu sehingga pekawinan adat Batak Toba mempunyai aturan yang lengkap mulai dari meminang, pemberian jujur sampai upacara perkawinan.

2.8.1. Tahapan Upacara Adat Perkawinan Batak Toba

Berikut adalah tahapan-tahapan adat yang harus dilewati pengantin, yaitu :

a. Patiur Baba Ni Mual

Patiur Baba Ni Mual atau dalam bahasa indonesianya permisi dan mohon doa restu Tulang. Prosesi ini merupakan langkah pertama yang dilakukan oleh orangtua terhadap hula-hula (kelompok marga asal sang istri) sebelum putranya menikah. Menurut adat, putri tulang (saudara kandung laki-laki dari pihak ibu) adalah jodoh pertama dari putranya. Apabila pasangan hidup yang dipilih bukan putri tulang, maka orang tuanya perlu membawa putranya permisi dan mohon doa restu tulang. Adat ini hanya dilakukan pada putra pertama yang akan menikah.

b. Marhori-hori Dingding

Marhori-hori Dingding atau dalam bahasa indonesia perkenalan keluarga. Beberapa bulan sebelum pesta pernikahan, keluarga pihak laki-laki (paranak/pangoli) mengunjungi keluarga pihak perempuan (parboru/oroan) dengan maksud memperkenalkan diri dan menetapkan tanggal dan hari untuk lamaran. Marhori-hori

(27)

dingding hanya dilakukan oleh keluarga inti saja, karena sesuai dengan artinya (marhori=berkomunikasi, dingding=dinding) pertemuan ini diadakan secara intim dan tertutup. Suguhan yang dibawakan pun cukup berupa kue atau buah.

c. Marhusip (perundingan diam-diam) & Patua Hata (melamar secara resmi)

Beberapa waktu kemudian, atas hasil pembicaraan hori-hori dingding maka diadakan pembicaraan yang lebih formal antar keluarga dekat (belum melibatkan masyarakat luar). Baik pihak paranak maupun parboru didampingi oleh raja adat masing-masing. Pihak paranak datang ke tempat keluarga parboru dengan membawa sipanganon (makanan & minuman). Pada acara ini pihak paranak mempersembahkan tudu-tudu sipanganon (makanan berupa kepala pinahan lobu/babi atau kerbau) dan pihak parboru memberikan dengke (ikan mas). Acara marhusip biasanya langsung dirangkai dengan acara melamar secara resmi yang dipimpin oleh para raja adat. Acara ini dinamakan patua hata yang secara harafiah berarti meningkatkan taraf kesepakatan yang tak lagi hanya melibatkan kedua pasangan muda-mudi saja tapi sudah naik ke taraf kesepakatan antar orang tua.

Dalam acara ini dibahas secara detail adat yang akan dilaksanakan. Antara lain :

1. Marhata Sinamot

Sinamot adalah tuhor ni boru, dalam adat Batak, pihak pria “membeli” wanita yang akan jadi istrinya dari calon mertua. Jumlah sinamot yang akan dibayarkan pria kepada pihak wanita dibicarakan dalam acara ini, sebelum membicarakan jumlah sinamot, terlebih dahulu acara makan bersama yang dihadiri beberapa orang pihak pria dan wanita. Acara ini dilakukan di rumah kaum wanita, pihak pria (tanpa pengantin) datang ke rumah wanita membawa juhut/daging dan makanan untuk

(28)

dimakan bersama. Setelah makan bersama dilanjutkan dengan pembagian Jambar Juhut (daging) kepada anggota kerabat, yang terdiri dari :

a. Kerabat marga ibu (hula-hula) b. Kerabat marga ayah (dongan tubu) c. Anggota marga menantu (boru) d. Pengetuai (orang-orang tua) / pariban

Dalam acara ini ada beberapa hal pokok yang dibicarakan yaitu :

a. Sinamot b. Ulos

c. Parjuhut dan Jambar d. Jumlah Undangan

e. Tanggal dan Tempat Pesta f. Tata Cara Adat.

2. Martumpol

Martumpol (dibaca martuppol) adalah salah satu tahap yang wajib dilakukan dalam prosesi perkawinan adat batak (beragama Kristen). Dalam acara martumpol ini dilakukan perjanjian untuk melakukan pernikahan antara sepasang calon pengantin di hadapan pendeta gereja. Martumpol adalah inovasi dari para penginjil yang ke daerah Batak, sehingga kegiatan ini dilakukan di gereja atau di rumah (yang dikukuhkan oleh pendeta), secara khusus gereja yang beraliran protestan (HKBP).

Martumpol dihadiri oleh orang tua dari kedua mempelai dan keluarga mereka dengan undangan yang biasanya hanya kerabat atau saudara paling dekat saja dan diadakan di gereja, karena acara yang sebagian besar dipegang oleh Batak Toba Kristen, dan biasanya diadakan selama beberapa hari (umumnya 15 hari atau lebih) sebelum upacara pemberkatan dan pesta adat perkawinan.

(29)

Adalah suatu kegiatan pra pernikahan adat yang bersifat seremonial yang mutlak diselenggarakan oleh penyelenggara pernikahan adat yang bertujuan untuk :

• Mempersiapkan kepentingan pernikahan adat yang bersifat teknis dan non teknis. • Pemberitahuan pada masyarakat bahwa pada waktu yang telah ditentukan ada

pernikahan adat pernikahan dan berkenaan dengan itu agar pihak lain tidak mengadakan pernikahan adat dalam waktu yang bersamaan.

• Memohon izin pada masyarakat sekitar terutama dongan sahuta atau penggunaan fasilitas umum pada pesta yang telah direncanakan.

4. Pamasu-Masuon (Pemberkatan Nikah) & Marunjuk (Pesta Adat)

Setelah tahapan-tahapan adat pernikahan dilalui, tibalah untuk menggelar pesta pernikahan yang diawali dengan pemberkatan di rumah ibadah dan dilanjutkan dengan marunjuk (pesta adat).

2.8.2. Tata Urutan Pelaksanaan Pesta Adat Perkawinan Batak Toba

Ada beberapa tata urutan pelaksanaan pesta adat perkawinan Batak Toba yang dijalankan sampai sekarang ini adalah :

1. Marsibuha-buhai

Ini adalah langkah awal dalam acara pernikahan adat batak. Pagi hari sebelum dimulai pemberkatan/ catatan sipil/ pesta adat, acara dimulai dengan penjemputan mempelai wanita di rumah disertai dengan makan pagi bersama dan berdoa untuk kelangsungan pesta pernikahan, biasanya disini ada penyerahan bunga oleh mempelai pria dan pemasangan bunga oleh mempelai wanita dilanjutkan dengan penyerahan Tudu-tudu Ni Sipanganon dan Menyerahkan dengke lalu makan bersama, selanjutmya berangkat menuju tempat pemberkatan pernikahan sang mempelai.

(30)

2. Pamasu-Masuon

Pemberkatan dilakukan di tempat ibadah. Untuk kepraktisan, sebelum acara pemberkatan dimulai biasanya dilakukan pencatatan sipil di tempat. Setelah pemberkatan usai, seluruh keluarga berangkat menuju tempat pesta adat.

3. Pesta Unjuk (Marunjuk)

Suatu acara perayaan yang bersifat sukacita atas pernikahan adat putra dan putri. Dalam kegiatan adat Marunjuk ini terdiri juga beberapa bagian hal apa saja yang akan dilakukan terlebih dahulu untuk sipembuat acara.

a. Mengantar Pengantin ke Pelaminan

Ini adalah langkah awal yang harus dilakukan ketika melakukan Adat ini. Pengantin yang telah menerima pemberkatan nikah di gereja lalu langsung berangkat menuju gedung dimana adat dilaksanakan. Pengantin berjalan menyusuri koridor gedung sampai ke pelaminan dengan diiringi musik batak dan penari latar.

b. Penyambutan Hula-Hula

Penyambutan Hula-hula ini maksudnya adalah seluruh sanak saudara dari orang tua kedua belah pihak. Seluruh Hula-hula berjalan menyusuri koridor dengan sambil menarikan tor-tor sampai ke ujung koridor gedung yang disambut bejalan mundur oleh orang tua dari pihak laki-laki.

c. Pasahat Jambar

Jambar yang dibagi-bagikan untuk kerabat parboru adalah jambar juhut (daging) dan jambar uang (tuhor ni boru) dibagi menurut peraturan. yang dibagi-bagikan bagi kerabat paranak adalah dengke (baca:dekke) dan ulos yang dibagi menurut peraturan.

(31)

e. Marhata Sinamot

Penyerahan mahar dari pihak paranak ke parboru sesuai dengan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pertama-tama 'dihitung' terlebih dahulu oleh parhata (juru bicara) paranak, lalu oleh parhata pihak parboru, kemudian diserahkan pada ibu pengantin perempuan (diterima di atas ulos yang terbuka). Kemudian kedua belah pihak keluarga saling berkenalan dengan beberapa prosesi adat seperti pemberian panandaion dari keluarga paranak pada keluarga parboru.

f. Mangulosi

Kegiatan mangulosi ini adalah kegiatan adat yang pasti dilakukan. Dengan memberikan kain Ulos sebagai hadiah pernikahan yang bisa diartikan juga sebagai berkat kepada kedua belah pengantin. Dalam tahap mangulosi juga terdapat tahap siapa yang terlebih dahulu memberikan Ulos. Kedua pengantin menerima Ulos Hela yang diberikan oleh Orang Tua pengantin perempuan. Sebelum memberikan Ulos biasanya salah satu dari orang tua akan memberikan poda/wejangan kepada pengantin agar bahagia dan pernikahannya diberkati Tuhan.

Hula-hula pihak laki-laki dan hula-hula pihak perempuan juga memberikan hadiah pernikahan kepada pengantin dan salah satu boru dari hula-hula pihak laki memberikan amplop yang berisi uang kepada hula-hulanya. Bedanya, hula-hula membawa 3 jenis yaitu Ulos, dekke, dan tandok. Sebelum memberikannya, salah satu dari pihak hula-hula juga memberikan nasihat. Dan undangan kedua belah pihak. Undangan dari pihak pengantin laki-laki memberikan tumpak (uang) kepada pihak laki-laki. Sedangkan undangan pihak pengantin perempuan memberikan ulos kepada pihak paranak.

(32)

g. Mengucapkan Terima Kasih dari Pengantin dan Pihak keluarga laki-laki kepada undangan yang hadir atas berlangsungnya acara dengan lancar.

h. Paulak Une

Pihak laki-laki membawa juhut ke pihak perempuan, pihak perempuan membawa dekke dan tandok ke pihak laki-laki.

i. Berdoa penutup

Setelah Acara adat yang dilakukan digedung pengantin dan seluruh sanak saudara yang terdekat yang hadir berangkat kerumah orang tua pihak laki laki untuk Mangupa, merupakan memberikan nasihat, doa kepada pengantin agar rumah tangganya dalam lindungan Tuhan. Setelah kegiatan mangupa dilanjutkan makan bersama lagi.

Gambar

Gambar 1 : Peta Kota Binjai
Tabel 2.1 : Penduduk Kota Binjai Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin Tahun 2011
Tabel 2.2 : Perbandingan Etnis di Kota Binjai pada Tahun 2010, 2011, dan 2012.
Tabel 2.3 : Bidang Pekerjaan Masyarakat Batak Toba di Kota Binjai  pada Tahun 2010 dan 2011
+2

Referensi

Dokumen terkait

Tinjauan Antropologis Terhadap Perubahan Fungsi Musik Tiup Pada Etnik Batak Toba Di Kota Medan.. lchwan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahaui Sejarah migrasi etnik Batak Toba di kota Tigalingga, bagaimana proses adaptasi etnik Batak Toba di kota Tigalingga,

Interelasi Budaya Musik Batak dan Melayu di Sumatera Utara dalam Pluralitas Musik Etnik Batak Toba, Mandailing, Melayu, Pakpak-Dairi, Angkola, Karo, Simalungun..

Masyarakat Batak Toba yang ada di kota Binjai pada awalnya berasal dari orang-.. orang yang merantau untuk mencari pekerjaan, Kemajuan di berbagai aspek

Menurut pemahaman masyarakat Batak Toba pada awalnya, musik tiup adalah seperangkat alat musik yang ditiup yang terbuat dari bahan logam, dan merupakan hasil dari kebudayaan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai makna penyajian musik gondang pada prosesi kematian masyarakat Batak Toba di Kecamatan Dolok Masihul Kabupaten Serdang Bedagai, dapat

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi di lokasi penelitian mengenai pertunjukan musik Gondang Sabangunan

Dapat diketahui bahwa masyarakat batak toba pemilih di kelurahan Binjai dalam menjatuhkan pilihannya juga dipengaruhi oleh partai politik pada pemilukada tahun