• Tidak ada hasil yang ditemukan

22251_minipro Sruweng FIX-1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "22251_minipro Sruweng FIX-1"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KEGIATAN MINI PROJECT

LAPORAN KEGIATAN MINI PROJECT

PENINGKATAN KEGIATAN PROLANIS

PENINGKATAN KEGIATAN PROLANIS

MELALUI INOVASI KEGIATAN DALAM MEMPENGARUHI

MELALUI INOVASI KEGIATAN DALAM MEMPENGARUHI

KUALITAS HIDUP PESERTA PROLANIS

KUALITAS HIDUP PESERTA PROLANIS

DI PUSKESMAS SRUWENG

DI PUSKESMAS SRUWENG

Pendamping : Pendamping : dr. Kukuh Muchrodi dr. Kukuh Muchrodi  NIP. 198310  NIP. 19831022 201001 1 0122 201001 1 0199 Disusun oleh : Disusun oleh : dr.

dr. Dicky Dicky Baskoro Baskoro Setiadi Setiadi dr. dr. Arianto Arianto Adi Adi WibowoWibowo dr.

dr. Teguh Teguh Pambudi Pambudi dr. dr. Mustafa Mustafa Mahmud Mahmud Al-JufriAl-Jufri dr.

dr. Rossie Rossie Anita Anita Jihan Jihan Kusuma Kusuma WS WS dr.Aflifia dr.Aflifia Birruni Birruni SabilaSabila dr.

dr. Mashita Mashita Yuswini Yuswini Azzariyah Azzariyah dr. dr. Cindikya Cindikya Saftiari Saftiari DewiDewi dr.

dr. Dina Dina Amaliyah Amaliyah dr. dr. Luqman Luqman HakimHakim dr.

dr. Rachmawati Rachmawati Setyaningrum Setyaningrum dr. dr. Ferika Ferika Brillian Brillian SabaniaSabania dr.

dr. Renny Renny Sigit Sigit Safitri Safitri dr. dr. Dezca Dezca NinditaNindita dr.

dr. Novia Novia Damara Damara dr. dr. Ginong Ginong Pratidina Pratidina WW dr.

dr. Rensa Rensa Shandra Shandra Israny Israny dr. dr. Andina Andina RosmaliantiRosmalianti

PUSKESMAS SRUWENG PUSKESMAS SRUWENG KABUPATEN KEBUMEN KABUPATEN KEBUMEN 2016 2016

(2)
(3)

LAPORAN KEGIATAN MINI

LAPORAN KEGIATAN MINI PROJECT

PROJECT

Diajukan untuk memenuhi tugas Diajukan untuk memenuhi tugas Pelaksanaan Internship Dokter Indonesia Pelaksanaan Internship Dokter Indonesia

Di Puskesmas Sruweng Di Puskesmas Sruweng Kabupaten Kebumen Kabupaten Kebumen

Telah disetujui dan dipresentasikan Telah disetujui dan dipresentasikan

Pada tanggal: Pada tanggal:

Disusun oleh : Disusun oleh :

dr.

dr. Dicky Dicky Baskoro Baskoro Setiadi Setiadi dr. dr. Arianto Arianto Adi Adi WibowoWibowo dr.

dr. Teguh Teguh Pambudi Pambudi dr. dr. Mustafa Mustafa Mahmud Mahmud Al-JufriAl-Jufri dr.

dr. Rossie Rossie Anita Anita Jihan Jihan Kusuma Kusuma WS WS dr.Aflifia dr.Aflifia Birruni Birruni SabilaSabila dr.

dr. Mashita Mashita Yuswini Yuswini Azzariyah Azzariyah dr. dr. Cindikya Cindikya Saftiari Saftiari DewiDewi dr.

dr. Dina Dina Amaliyah Amaliyah dr. dr. Luqman Luqman HakimHakim dr.

dr. Rachmawati Rachmawati Setyaningrum Setyaningrum dr. dr. Ferika Ferika Brillian Brillian SabaniaSabania dr.

dr. Renny Renny Sigit Sigit Safitri Safitri dr. dr. Dezca Dezca NinditaNindita dr.

dr. Novia Novia Damara Damara dr. dr. Ginong Ginong Pratidina Pratidina WW dr.

dr. Rensa Rensa Shandra Shandra Israny Israny dr. dr. Andina Andina RosmaliantiRosmalianti

Mengetahui, Mengetahui,

Kepala Dinas Kesehatan Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten Kebumen Kabupaten Kebumen

Pembimbing Pembimbing

dr. Hj.Y. Rini Kristiani. M.Kes dr. Hj.Y. Rini Kristiani. M.Kes

 NIP. 19621217 1989  NIP. 19621217 198902 2 00302 2 003 dr. Kukuh Muchrodi dr. Kukuh Muchrodi  NIP 19831022  NIP 19831022 201001 1 019201001 1 019

(4)

DAFTAR ISI DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul...Judul... Lembar

Lembar Pengesahan...Pengesahan... Daftar

Daftar isi...isi... BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A.

A. Latar Latar belakang...belakang... B.

B. Tujuan...Tujuan... C.

C. Manfaat Manfaat kegiatan...kegiatan... BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.

A. Prolanis...Prolanis... B.

B. Posyandu Posyandu Lansia...Lansia... C.

C. Diabetes Diabetes Mellitus...Mellitus... D.

D. Hipertensi...Hipertensi... BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN A.

A. Desain Desain Penelitian...Penelitian... B.

B. Lokasi dLokasi dan an Waktu Waktu Penelitian...Penelitian... C.

C. Etika Etika Penelitian...Penelitian... D.

D. Populasi Populasi dan Sampel dan Sampel Penelitian...Penelitian... E.

E. Teknik Pengumpulan dan Teknik Pengumpulan dan Instrumen Penelitian...Instrumen Penelitian... F.

F. Teknik Pengolahan Teknik Pengolahan dan Analisis dan Analisis Data...Data... BAB IV PELAKSANAAN

BAB IV PELAKSANAAN A.

A. Waktu Waktu dan dan Tempat Tempat Pelaksanaan...Pelaksanaan... B.

B. Bentuk Bentuk Kegiatan...Kegiatan... C.

C. Alur Alur Kegiatan...Kegiatan... D.

D. Bentuk Bentuk Inovasi Inovasi Kegiatan...Kegiatan... BAB V

BAB V HASIL HASIL DAN PEMBAHASAN...DAN PEMBAHASAN... BAB VI PENUTUP BAB VI PENUTUP A. A. Kesimpulan...Kesimpulan... B. B. Saran...Saran... DAFTAR

DAFTAR PUSTAKA...PUSTAKA...

1 1 2 2 3 3 4 4 5 5 6 6 7 7 9 9 11 11 19 19 27 27 27 27 27 27 28 28 28 28 28 28 30 30 30 30 31 31 31 31 33 33 43 43 43 43 44 44

(5)

BAB I BAB I

PENDAHULUAN PENDAHULUAN

A.

A. Latar BelakangLatar Belakang

Saat ini diabetes melitus dan hipertensi menjadi suatu masalah kesehatan Saat ini diabetes melitus dan hipertensi menjadi suatu masalah kesehatan dunia seiring meningkatnya prevalensi penyakit ini di berbagai negara. dunia seiring meningkatnya prevalensi penyakit ini di berbagai negara. Prevalensi diabetes di dunia sebesar 8,3% dan jumlah penderita diabetes Prevalensi diabetes di dunia sebesar 8,3% dan jumlah penderita diabetes diperkirakan akan terus meningkat dari 371 juta orang pada tahun 2012 diperkirakan akan terus meningkat dari 371 juta orang pada tahun 2012 menjadi 552 juta orang pada tahun 2030 (IDF, 2012). Sedangkan prevalensi menjadi 552 juta orang pada tahun 2030 (IDF, 2012). Sedangkan prevalensi hipertensi di

hipertensi di dunia sebesar dunia sebesar 26,4% 26,4% pada tahun pada tahun 2014. Diab2014. Diabetes melitus etes melitus dandan hipertensi merupakan penyakit kronis yang akan diderita seumur dan penderita hipertensi merupakan penyakit kronis yang akan diderita seumur dan penderita  berisiko

 berisiko tinggi tinggi mengalami mengalami komplikasi. komplikasi. Hal Hal ini ini tentu tentu akan akan berpengaruh berpengaruh padapada tingginya biaya pelayanan kesehatan (ASKES, 2012). Apalagi dengan program tingginya biaya pelayanan kesehatan (ASKES, 2012). Apalagi dengan program  pemerintah

 pemerintah yang yang mencapaimencapai Universal CoverageUniversal Coverage  pada  pada tahun tahun 2019, 2019, tentutentu diharapkan penanganan penyakit kronis harus berkelanjutan dan mencakup diharapkan penanganan penyakit kronis harus berkelanjutan dan mencakup  berbagai

 berbagai intervensi intervensi baik baik medis medis maupun maupun non non medis, medis, serta serta melibatkan melibatkan banyakbanyak  pihak,

 pihak, tidak tidak hanya hanya tenaga tenaga kesehatan kesehatan tetapi tetapi juga juga peran peran keluarga keluarga dan dan pasienpasien sendiri agar kualitas hidup pasien baik dan biaya yang dikeluarkan untuk sendiri agar kualitas hidup pasien baik dan biaya yang dikeluarkan untuk  pengobatan juga tidak besar (ADA, 201

 pengobatan juga tidak besar (ADA, 2013; ASKES, 2012).3; ASKES, 2012).

Di Indonesia, sejak tahun 2010 PT. Askes (Persero) sebagai perusahaan Di Indonesia, sejak tahun 2010 PT. Askes (Persero) sebagai perusahaan  penyedia

 penyedia jasa jasa asuransi asuransi kesehatan kesehatan menerapkan menerapkan Program Program Pengelolaan Pengelolaan PenyakitPenyakit Kronis (Prolanis). Program ini merupakan suatu pengelolaan penyakit kronis Kronis (Prolanis). Program ini merupakan suatu pengelolaan penyakit kronis dengan bentuk tindakan promotif dan preventif yang terintegrasi. Diharapkan dengan bentuk tindakan promotif dan preventif yang terintegrasi. Diharapkan Prolanis akan meningkatkan kualitas hidup peserta Askes yang menderita Prolanis akan meningkatkan kualitas hidup peserta Askes yang menderita  penyakit

 penyakit kronis kronis melalui melalui pengelolaan pengelolaan penyakit penyakit secara secara spesifik spesifik dan dan terintegrasiterintegrasi antara Pemberi Pelayanan Kesehatan, pasien, dan PT. Askes (InfoAskes, antara Pemberi Pelayanan Kesehatan, pasien, dan PT. Askes (InfoAskes, 2010). Namun saat ini pelayanan program tersebut berada di bawah naungan 2010). Namun saat ini pelayanan program tersebut berada di bawah naungan Badan Pelayanan Jaminan Sosial (BPJS) dengan program bernama Jaminan Badan Pelayanan Jaminan Sosial (BPJS) dengan program bernama Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Kesehatan Nasional (JKN).

Dalam strategi pelayanan kesehatan, pelayanan kesehatan primer Dalam strategi pelayanan kesehatan, pelayanan kesehatan primer ditempatkan sebagai ujung tombak. Pada Prolanis, salah satu pelayan ditempatkan sebagai ujung tombak. Pada Prolanis, salah satu pelayan

(6)

kesehatan primer yang beperan adalah Puskesmas. Pelayanan faskes primer kesehatan primer yang beperan adalah Puskesmas. Pelayanan faskes primer  juga

 juga diharapkan diharapkan dapat dapat memberikan memberikan pelayanan pelayanan promotif promotif dan dan preventif preventif yangyang komprehensif. Selain itu mereka memiliki tugas untuk mengedukasi dan komprehensif. Selain itu mereka memiliki tugas untuk mengedukasi dan meningkatkan kemampuan peserta Prolanis untuk memelihara kesehatan meningkatkan kemampuan peserta Prolanis untuk memelihara kesehatan  pribadinya

 pribadinya secara secara mandiri. mandiri. Pelayanan Pelayanan yang yang diberikan diberikan Prolanis Prolanis sepertiseperti  pelayanan

 pelayanan obat obat untuk untuk penyakit penyakit diabetes diabetes dan dan hipertensi hipertensi pasien pasien selama selama satusatu  bulan,

 bulan, mengingatkan mengingatkan jadwal jadwal konsultasi konsultasi dan dan pengambilan pengambilan obat, obat, memberimemberi informasi dan pengetahuan tentang penyakit diabetes secara teratur dan informasi dan pengetahuan tentang penyakit diabetes secara teratur dan terstruktur pemantauan status kesehatan secara intensif serta adanya kegiatan terstruktur pemantauan status kesehatan secara intensif serta adanya kegiatan kunjungan rumah (home visit) bagi peserta.

kunjungan rumah (home visit) bagi peserta.  Namun

 Namun pelaksanaan pelaksanaan prolanis prolanis mempunyai mempunyai beberapa beberapa kendala kendala dandan  permasalahan.

 permasalahan. Diperlukan Diperlukan suatu suatu usaha usaha untuk untuk memahami memahami dan dan menyesuaikanmenyesuaikan konsep program, kondisi peserta dan sarana prasarana faskes primer. Perlu konsep program, kondisi peserta dan sarana prasarana faskes primer. Perlu suatu kajian secara terpadu agar prolanis dapat berjalan dan mencapai target suatu kajian secara terpadu agar prolanis dapat berjalan dan mencapai target yang diharapkan. Untuk itu, kami selaku dokter internsip di Sruweng yang diharapkan. Untuk itu, kami selaku dokter internsip di Sruweng melakukan kegiatan

melakukan kegiatan mini projectmini project dengan topik peningkatan kegiatan prolanisdengan topik peningkatan kegiatan prolanis dalam mempengaruhi kualitas hidup peserta yang mengikuti prolanis

dalam mempengaruhi kualitas hidup peserta yang mengikuti prolanis

B.

B. TUJUANTUJUAN Tujuan umum Tujuan umum

Meningkatkan kualitas hidup peserta prolanis melalui inovasi yang Meningkatkan kualitas hidup peserta prolanis melalui inovasi yang diberikan pada kegiatan Prolanis di Puskesmas Sruweng.

diberikan pada kegiatan Prolanis di Puskesmas Sruweng.

Tujuan khusus Tujuan khusus 1.

1. Memberikan inovasi pada kegiatan prolanis untuk meningkatkanMemberikan inovasi pada kegiatan prolanis untuk meningkatkan  jumlah anggota dan kehadiran peserta prolanis.

 jumlah anggota dan kehadiran peserta prolanis. 2.

2. Mengetahui gambaran pemahaman peserta prolanis mengenaiMengetahui gambaran pemahaman peserta prolanis mengenai  penyakit kronis dan pencegahan

 penyakit kronis dan pencegahan komplikasi.komplikasi. 3.

3. Mengetahui perubahan perilaku hidup peserta prolanis.Mengetahui perubahan perilaku hidup peserta prolanis. 4.

4. Memenuhi harapan peserta prolanis untuk mewujudkan hidupMemenuhi harapan peserta prolanis untuk mewujudkan hidup sehat.

sehat. 5.

(7)

C. MANFAAT KEGIATAN

Diharapkan program ini dapat meningkatkan kualitas hidup pasien diabetes melitus dan hipertensi yang terlibat dalam program Prolanis ini.

(8)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A PROLANIS

A.1. Definisi

PROLANIS (Program penanggulangan penyakit kronis) adalah suatu sistem pelayanan kesehatan dan pendekatan proaktif yang dilaksanakan secara terintegrasi yang melibatkan Peserta, Fasilitas Kesehatan dan BPJS Kesehatan dalam rangka  pemeliharaan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan yang menderita penyakit kronis untuk mencapai kualitas hidup yang optimal dengan biaya pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien (Tim BPJS, 2011).

A.2. Tujuan

Mendorong peserta penyandang penyakit kronis mencapai kualitas hidup optimal dengan indikator 75% peserta terdaftar yang

 berkunjung ke Faskes Tingkat Pertama memiliki hasil “baik” pada

 pemeriksaan spesifik terhadap penyakit DM Tipe 2 dan Hipertensi sesuai Panduan Klinis terkait sehingga dapat mencegah timbulnya komplikasi penyakit (Tim BPJS, 2011).

A.3. Sasaran

Peserta prolanis merupakan seluruh peserta BPJS kesehatan  penyandang penyakit kronis (Diabetes Melitus Tipe 2 dan

Hipertensi) ( Tim BPJS, 2011).

A.4. Bentuk dan Aktivitas Pelaksanaan

Aktifitas dalam Prolanis meliputi aktifitas konsultasi medis/edukasi, Home Visit, Reminder, aktifitas klub dan  pemantauan status kesehatan.

(9)

a. Konsultasi Medis Peserta Prolanis : jadwal konsultasi disepakati bersama antara peserta dengan Faskes Pengelola  b. Edukasi Kelompok Peserta Prolanis

Definisi : Edukasi Klub Risti (Klub Prolanis) adalah kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan dalam upaya memulihkan penyakit dan mencegah timbulnya kembali  penyakit serta meningkatkan status kesehatan bagi peserta

PROLANIS

Sasaran : Terbentuknya kelompok peserta (Klub) PROLANIS minimal 1 Faskes Pengelola 1 Klub. Pengelompokan diutamakan berdasarkan kondisi kesehatan Peserta dan kebutuhan edukasi.

c. Reminder melalui SMS Gateway

Definisi : Reminder adalah kegiatan untuk memotivasi peserta untuk melakukan kunjungan rutin kepada Faskes Pengelola melalui pengingatan jadwal konsultasi ke Faskes Pengelola tersebut

Sasaran : Tersampaikannya reminder jadwal konsultasi peserta ke masing-masing Faskes Pengelola

d.  Home Visit

Definisi : Home Visit adalah kegiatan pelayanan kunjungan ke rumah Peserta PROLANIS untuk pemberian informasi/edukasi kesehatan diri dan lingkungan bagi peserta PROLANIS dan keluarga.

Sasaran:

Peserta PROLANIS dengan kriteria : 1.) Peserta baru terdaftar

2.) Peserta tidak hadir terapi di Dokter Praktek Perorangan/Klinik/Puskesmas 3 bulan berturut-turut

3.) Peserta dengan GDP/GDPP di bawah standar 3 bulan  berturut-turut (PPDM)

(10)

4.) Peserta dengan Tekanan Darah tidak terkontrol 3 bulan  berturut-turut (PPHT)

5.) Peserta pasca opname (Tim BPJS, 2011).

B. Posyandu Lansia B.1 Definisi

Menurut Departemen Kesehatan RI (2006) dalam Henniwati (2008), posyandu lansia adalah suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan terhadap lansia ditingkat desa/ kelurahan dalam masing-masing wilayah kerja puskesmas. Keterpaduan dalam posyandu lansia berupa keterpaduan pada  pelayanan yang dilatar belakangi oleh kriteria lansia yang memiliki  berbagai macam penyakit. Dasar pembentukan posyandu lansia adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama lansia.

Posyandu lansia merupakan pengembangan dari kebijakan  pemerintah melalui pelayanan kesehatan bagi lansia yang  penyelenggaraannya melalui program puskesmas dengan melibatkan peran serta para lansia, keluarga, tokoh masyarakat dan organisasi sosial dalam penyelenggaraannya (Erfandi, 2008).

B.2. Tujuan

Menurut Erfandi (2008), tujuan posyandu lansia secara garis besar adalah:

a. Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan lansia dimasyarakat, sehingga terbentuk pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan lansia.

 b. Mendekatkan pelayanan dan meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta dalam pelayanan kesehatan, disamping meningkatkan komunikasi antara masyarakat usia lanjut.

(11)

B.3. Manfaat

Manfaat dari posyandu lansia adalah pengetahuan lansia menjadi meningkat, yang menjadi dasar pembentukan sikap dan dapat mendorong minat atau motivasi mereka untuk selalu mengikuti kegiatan posyandu lansia sehingga lebih percaya diri dihari tuanya.

B.4. Sasaran

Sasaran posyandu lansia adalah :

a. Sasaran langsung, yaitu kelompok pra usia lanjut (45-59 tahun), kelompok usia lanjut (60 tahun ke atas), dan kelompok usia lanjut dengan resiko tinggi (70 tahun ke atas).

 b. Sasaran tidak langsung, yaitu keluarga dimana lansia berada, organisasi social yang bergerak dalam pembinaan usia lanjut, masyarakat luas (Departemen Kesehatan RI, 2006 dalam Henniwati, 2008).

B.5. Kegiatan Posyandu Lansia

Bentuk pelayanan pada posyandu lansia meliputi  pemeriksaan kesehatan fisik dan mental emosional, yang dicatat dan dipantau dengan Kartu Menuju Sehat (KMS) untuk mengetahui lebih awal penyakit yang diderita atau ancaman masalah kesehatan yang dialami. Beberapa kegiatan pada posyandu lansia adalah :

a. Pemeriksaan aktivitas kegiatan sehari-hari meliputi kegiatan dasar dalam kehidupan, seperti makan/minum, berjalan, mandi,  berpakaian, naik turun tempat tidur, buang air besar/kecil dan

sebagainya.

 b. Pemeriksaan status mental. Pemeriksaan ini berhubungan dengan mental emosional dengan menggunakan pedoman metode 2 (dua) menit

(12)

c. Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan  pengukuran tinggi badan dan dicatat pada grafik indeks masa tubuh

(IMT).

d. Pengukuran tekanan darah menggunakan tensimeter dan stetoskop serta penghitungan denyut nadi selama satu menit.

e. Pemeriksaan hemoglobin menggunakan talquist, sahli atau cuprisulfat

f. Pemeriksaan adanya gula dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit gula (diabetes mellitus)

g. Pemeriksaan adanya zat putih telur (protein) dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit ginjal.

h. Pelaksanaan rujukan ke puskesmas bilamana ada keluhan dan atau ditemukan kelainan pada pemeriksaan butir-butir diatas.

i. Penyuluhan Kesehatan, biasa dilakukan didalam atau diluar kelompok dalam rangka kunjungan rumah dan konseling kesehatan dan gizi sesuai dengan masalah kesehatan yang dihadapi oleh individu dan kelompok usia lanjut.

 j. Kunjungan rumah oleh kader disertai petugas bagi kelompok usia lanjut yang tidak datang, dalam rangka kegiatan perawatan kesehatan masyarakat.

Selain itu banyak juga posyandu lansia yang mengadakan kegiatan tambahan seperti senam lansia, pengajian, membuat kerajian ataupun kegiatan silaturahmi antar lansia. Kegiatan seperti ini tergantung dari kreasi kader posyandu yang bertujuan untuk membuat lansia beraktivitas kembali dan berdisiplin diri.

C. Diabetes Mellitus

C.1. Definisi

Diabetes mellitus adalah penyakit metabolisme yang merupakan suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang karena adanya peningkatan kadar glukosa darah di atas nilai

(13)

normal. Penyakit ini disebabkan gangguan metabolisme glukosa akibat kekurangan insulin baik secara absolut maupun relatif (Riskesdas, 2013).

Sedangkan menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (Perkeni, 2006).

C.2. Epidemiologi

Pada tahun 2000, diperkirakan sedikitnya 171 juta orang diseluruh dunia menderita diabetes melitus atau 2,8% dari total  populasi. Insidennya terus meningkat dengan cepat dan diperkirakan tahun 2030 angka ini menjadi 366 juta jiwa atau sekitar 4,4% dari populasi dunia. Diabetes melitus terdapat diseluruh dunia, 90% dari angka kejadian merupakan jenis diabetes melitus tipe 2 dan terjadi di negara berkembang. Peningkatan  prevalensi terbesar adalah di Asia dan di Afrika. Hal ini diakibatkan karena trend urbanisasi dan perubahan gaya hidup seperti pola makan yang tidak sehat (Wild, 2004).

Di Indonesia sendiri, kelompok usia terbanyak diabetes melitus adalah 55-64 tahun yaitu 13, 5%. Wanita lebih besar  peluang kejadiannya dibandingkan dengan pria. Diabetes melitus  juga sering ditemukan pada golongan tingkat pendidikan dan status

sosial yang rendah (Riskesdas, 2007).

C.3. Klasifikasi

Diabetes terdiri atas berbagai macam tipe, yaitu tipe 1, tipe 2, tipe lain, diabetes gestasional/diabetes selama masa kehamilan yang diuraikan pada uraian berikut:

(14)

1. Tipe 1 adalah hiperglikemia disebabkan karena reaksi otoimun. Yang mana sistem pertahanan tubuh dirusak oleh sel yang memprodukasi insulin, sehingga tubuh tidak bisa lagi memproduksi insulin. Penyakit ini bisa terjadi disegala usia tetapi lebih sering terjadi pada anak-anak dan remaja. Penderita tipe ini membutuhkan suntikan insulin setiap hari untuk mengontrol kadar gula dalam darah. Penderita tipe ini sangat bergantung pada terapiinsulin (Martha, 2012).

2. Tipe 2 merupakan tipe paling banyak kasus pada diabetes. Biasanya muncul pada usai dewasa, namun  belakangan ini kasus diabetes tipe 2 pada anak-anak dan dewasa muda meningkat. Pada tipe 2 tubuh mampu memproduksi insulin namun antara jumlahnya yang tidak mencukupi atau tubuh tidak memberikan respon sehingga gula dalam darah meningkat. Penderita tipe 2 mungkin tidak menyadari akan penyakit ini, karena gejala bisa dikenali setelah sekian waktu. Selama waktu itu tubuh sudah rusak oleh tingginya gula darah. Kebanyakan  penderita didiagnosis diabetes setelah mengalami beberapa

kerusakan organ (Martha, 2012).

3. Tipe Gestasional adalah diabetes yang terjadi selama masa kehamilan dimana sebelumnya tidak pernah didiagnosis dengan Diabetes Mellitus dan akan hilang setelah enam minggu pasca melahirkan. Wanita yang  pernah menderita diabetes gestasional 40-60% dalam 5-10 tahun akan menjadi diabetes Mellitus tipe 2 (Martha, 2012). GDM meningkatkan morbiditas neonatus, misalnya hipoglikemia, ikterus, polisitemia dan makrosomia. Hal ini terjadi karena bayi dari ibu GDM mensekresi insulin lebih  besar sehingga merangsang pertumbuhan bayi dan

(15)

4. Tipe lainnya yakni individu mengalami hiperglikemia akibat kelainan spesifik (kelainan genetik fungsi sel beta),

endokrinopati

(penyakit

Cushing’s,

akromegali),

 penggunaan obat yang mengganggu fungsi sel beta (dilantin), penggunaan obat yang mengganggu kerja insulin (b-

adrenergik) dan infeksi atau sindroma genetik (Down’s,

Klinefelter’s) (Kardika, Herawati, dan Yasa, 2013).

C.4. Faktor Risiko

Faktor risiko diabetes mellitus umumnya di bagi menjadi 2 golongan besar yaitu :

1. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi

a. Umur

Semakin bertambahnya umur, maka risiko menderita diabetes Mellitus akan meningkat terutama umur 45 tahun (kelompok risiko tinggi). Risiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Usia> 45 tahun harus dilakukan pemeriksaan DM (PERKENI, 2011).

 b. Jenis kelamin

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa  prevalensi pria yang menderita diabetes Mellitus lebih tinggi dibandingkan wanita, sementara  penelitian di Indonesia menunjukkan prevalensi wanita yang menderita diabetes Mellitus lebih tinggi dibandingkan pria (Wild, 2014).

c. Bangsa dan Etnik

(16)

e. Riwayat kelahiran bayi

Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir  bayi >4000 gram atau riwayat pernah menderita DM gestasional (DMG). Riwayat lahir dengan berat  badan rendah, kurang dari 2,5 kg. Bayi yang lahir dengan BB rendah mempunyai risiko yang lebih tinggi dibanding dengan bayi lahir dengan BB normal (PERKENI, 2011).

2. Faktor yang dapat dimodifikasi

a. Obesitas

Obesitas merupakan faktor predisposisi terjadinya resistensi insulin. Pada resistensi insulin, hormone sensitive lipase di jaringan adiposa menjadi aktif sehingga lipolisis trigliserid di  jaringan adiposa akan meningkat. Hal tersebut akan mengakibatkan asam lemak bebas yang berlebihan. Oleh sebab itu pada keadaan resistensi insulin terjadi kelainan profil lipid serum, dimana terjadi  peningkatan trigliserid, penurunan HDL, serta  peningkatan small dense LDL (Kartika P dan

Suhartono, 2013).

 b. Aktifitas fisik yang kurang

c. Hipertensi

Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana tekanan darah sistole 140 mmHg atau tekanan darah diastole 90 mmHg. Hipertensi dapat menimbulkan  berbagai penyakit yaitu stroke, penyakit jantung koroner, gangguan fungsi ginjal, gangguan  penglihatan. Selain itu, hipertensi juga dapat

(17)

menimbulkan resistensi insulin dan merupakan salah satu faktor risiko terjadinya diabetes mellitus (PERKENI,2011).

d. Stress atau depresi

e. Gaya hidup yang tidak sehat

Gaya hidup sekarang yang lebih cenderung menyukai makanan siap saji atau makanan yang tinggi kalori, karbohidrat, dan lemak serta gaya hidup dengan kegiatan yang sifatnya praktis, cepat, dan menyenangkan untuk diperoleh mengakibatkan terjadinya penimbunan lemak karena tidak adanya aktivas yang mengurai lemak.

C.5. Diagnosis

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena (PERKENI, 2011). Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah ini:

1. Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia,  polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat

dijelaskan sebabnya.

2. Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta  pruritus vulvae pada wanita (PERKENI,2011).

(18)

Tabel A. Kriteria Diagnosis Diabetes Mellitus (PERKENI, 2011)

Diagnosis Diabetes Mellitus

1

Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L)

Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir. Atau

2

Gejala klasik DM + Kadar glukosa plasma puasa ≥126

mg/dL (7.0 mmol/L) Puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam. Atau

3

Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L) TTGO

yang dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.

* Pemeriksaan HbA1c (>6.5%) oleh ADA 2011 sudah dimasukkan menjadi salah satu kriteria diagnosis DM, jika dilakukan pada sarana laboratorium yang telah terstandardisasi dengan baik.

C.6. Pengelolaan Diabetes Mellitus

Empat pilar utama pengelolaan DM adalah perencanaan makan, latihan jasmani, obat hipoglikemik, dan edukasi. Tujuan utama  pengelolaan DM adalah mengatur kadar glukosa dalam batas normal guna mengurangi gejala dan mencegah komplikasi DM. Arifin (2011) mengatakan bahwa hal yang mendasar dalam pengelolaan DM, terutama DM tipe 2 adalah perubahan pola hidup, meliputi pola makan yang baik dan olahraga teratur (Putri, Yudianto, dan Kurniawan, 2013).

a. Perencanaan Makan

Perancanaan makan pada pasien Diabetes Mellitus dengan melakukan terapi gizi medis, pemilihan jenis makanan serta  perhitungan jumlah kalori. Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non farmakologi yang sangat direkomendasikan  bagi penyandang diabetes (diabetesi). Terapi gizi medis ini  pada prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan

(19)

yang didasari pada status gizi diabetes dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual (Yunir & Soebardi, 2009).

Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat  penurun glukosa darah atau insulin (PERKENI,2011). Adapun tujuan dari terapi gizi medis ini adalah untuk mencapai dan mempertahankan:

1. Kadar glukosa darah mendekati normal, a. Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl

 b. Glukosa darah 2 jam setelah makan < 180 mg/dl c. Kadar A1c< 7 % 2. Tekanan darah < 130/80 mmHg 3. Profil lipid: a. Kolesterol LDL < 100 mg/dl  b. Kolesterol HDL > 40 mg/dl c. Trigliserida < 150 mg/dl

4. Berat badan senormal mungkin (Yunir & Soebardi, 2009). Adanya serat (sayur, buah dan kacangan) memperlambat absorbsi glukosa, sehingga dapat ikut berperan mengatur gula darah dan memperlambat kenaikan gula darah, makanan yang cepat dirombak dan juga cepat diserap dapat meningkatkan kadar gula darah, sedangkan makanan yang lambat dirombak dan lambat diserap masuk ke aliran darah menurunkan gula darah (Almatsier, 2006). Sebagai sumber energi, karbohidrat yang diberikan pada penderita diabetes tidak boleh lebih dari 55-65% dari total kebutuhan energi sehari, atau tidak boleh lebih dari 70% jika dikombinasi dengan pemberian asam lemak tidak jenuh rantai tunggal. Pada setiap gram karbohidrat terdapat kandungan energi sebesar 4 kilokalori. Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-15% dari

(20)

total kalori perhari. Protein mengandung energi sebesar 4 kilokalori/gram (Yunir & Soebardi, 2009)

D. Hipertensi

D.1. Definisi

Hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya  peningkatan tekanan darah yang memberi gejala berlanjut pada suatu target organ tubuh sehingga bisa menyebabkan kerusakan lebih berat seperti stroke, penyakit jantung koroner serta  penyempitan ventrikel kiri / bilik kiri. Selain penyakit tersebut dapat pula menyebabkan gagal ginjal, diabetes mellitus dan lain-lain (Rigaud, 2001).

Hipertesi adalah tekanan sistolik 140 mmHg atau tekanan diastolik 90 mmHg. Sedangkan Prehipertensi adalah tekanan sistolik 120-139 mmHg atau diastolic 80-89 mmHg (WHO, 1999).

D.2. Etiologi

Penyebab hipertensi terbagi menjadi dua, yaitu esensial dan sekunder. Sebanyak 90 % hipertensi esensial dan hanya 10 % yang  penyebabnya diketahui seperti penyakit ginjal, kelainan pembuluh

darah, dan kelainan hormonal (Rossum et al., 2000).

Hipertensiprimer didefinisikan jika penyebab hipertensi tidak dapat diidentifikasi. Ketika tidak ada penyebab yang dapat di identifikasi, sebagian besar merupakan interaksi yang kompleks antara genetic dan interaksi lingkungan. Biasanya hipertensi esensial terjadi pada usia antara 25-55 tahun dan jarang pada usia di bawah 20 tahun (Lu FH et al., 2000).

Hipertensi sekunder dapat disebabkan oleh  sleep apnea, obat-obatan, gangguan ginjal, coarctation

(21)

aorta,pheochromocytoma,  penyakit tiroid dan paratiroid (Borzeeki et al., 2006).

D.3. Prevalensi

Di Indonesia, angka kejadian hipertensi berkisar 6-15% dan masih banyak penderitayang belum terjangkau oleh pelayanan kesehatan. Data NHANES (National Health and Nutrition ExaminationSurvey) AS memperlihatkan bahwa risiko hipertensimeningkat sesuai dengan peningkatanusia. Data  NHANES 2005-2008 memperlihatkan kurang lebih 76,4 juta orang

 berusia ≥20tahun adalah penderita hipertensi, berarti 1dari 3 orang

dewasa menderita hipertensi.

Grafik 1. Angka kejadian hipertensi pada orang dewasa ≥20 tahun berdasarkan

umur dan jenis kelamin (Data NHANES2005-2008)

D.4. Patofisiologi

Baik TDS maupun TDD meningkat sesuai dengan meningkatnya umur. TDS meningkat secara progresif sampai umur 70-80 tahun, sedangkan TDD meningkat sampai umur 50-60 tahun dan kemudian cenderung menetap atau sedikit menurun. Kombinasi perubahan ini disebabkan karena adanya pengakuan

(22)

 pembuluh darah`dan penurunan kelenturan (compliance) arteri dan ini mengakibatkan peningkatan tekanan nadi sesuai dengan umur (Rigaund AS et al., 2000). Seperti diketahui, tekanan nadi merupakan prediktor terbaik dari adanya perubahan struktural di dalam arteri. Mekanisme pasti hipertensi pada lanjut usia belum sepenuhnya jelas. Efek utama dari penuaan normal terhadap sistem kardiovaskuler meliputi perubahan aorta dan pembuluh darah sistemik. Penebalan dinding aorta dan pembuluh darah besar meningkat dan elastisitas pembuluh darah menurun sesuai umur. Perubahan ini menyebabkan penurunan compliance aorta dan  pembuluh darah besar dan mengakibatkan pcningkatan TDS. Penurunan elastisitas pembuluh darah menyebabkan peningkatan resistensi vaskuler perifer. Sensitivitas baroreseptor juga berubah dengan umur.

Perubahan mekanisme refleks baroreseptor mungkin dapat menerangkan adanya variabilitas tekanan darah yang terlihat pada  pemantauan terusmenerus (James MA et al., 1996). Penurunan sensitivitas baroreseptor juga menyebabkan kegagalan refleks  postural, yang mengakibatkan hipertensi pada lanjut usia sering terjadi hipotensi ortostatik. Resistensi Na akibat peningkatan asupan dan penurunan sekresi juga berperan dalam terjadinya hipertensi. Walaupun ditemukan penurunan renin plasma dan respons renin terhadap asupan garam, sistem renin-angiotensin tidak mempunyai peranan utama pada hipertensi pada lanjut usia (Kaplan NM, 1998). Perubahan perubahan di atas bertanggung  jawab terhadap penurunan curah jantung (cardiac output),  penurunan denyut jantung, penurunan kontraktilitas miokard, hipertrofi ventrikel kiri, dan disfungsi diastolik. Ini menyebabkan  penurunan fungsi ginjal dengan penurunan perfusi ginjal dan laju

(23)

D.5. Diagnosis

Hampir semua consensus/ pedoman utama baik dari dalam walaupun luar negeri, menyatakan bahwa seseorang akan

dikatakan hipertensi bila memiliki tekanan darah sistolik ≥ 140

mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, pada

 pemeriksaan yang berulang. Tekanan darah sistolik merupakan  pengukuran utama yang menjadi dasar penentuan diagnosis

hipertensi.

Pada semua umur, diagnosis hipertensi memerlukan  pengukuran berulang dalam keadaan istirahat, tanpa ansietas, kopi, alkohol, atau merokok. Namun demikian, salah diagnosis lebih sering terjadi pada lanjut usia, terutama perempuan, akibat  beberapa faktor seperti berikut. Panjang cuff mungkin tidak cukup untuk orang gemuk atau berlebihan atau orang terlalu kurus. Penurunan sensitivitas refleks baroreseptor sering menyebabkan fluktuasi tekanan darah dan hipotensi postural (Staessen JA et al., 2000; Bulpitt CJ et al., 1999).

Adapun pembagian derajat keparahan hipertensi pada seseorang merupakan salah satu dasar penentuan tatalaksana hipertensi (disadur dari  A Statement by the American Society of  Hypertension and the International Society of Hypertension2013.

D.6. Terapi

Tujuan terapi hipertensi adalah mencegah komplikasi, menurunkan kejadian kardiovaskular,serebrovaskular, dan renovaskular, dengan kata lain menurunkan efek terkanan darah

(24)

tinggi terhadap kerusakan end-organ. Secara umum, target tekanan darah yang harus dicapai adalah 140/90 mmHg, sedangkan untuk  pasien diabetes atau dengan penyakit ginjal kronik (chronic kidney

diseases, CKD), target tekanan darah adalah 130/80 mmHg (JNC 7, ESC/ESH).

Gambar 2. Pedoman Tata Laksana Hipertensi (ESC/ESH)

Terapi hipertensi dibagi menjdi 2, terapi farmakologis dan non farmakologis. Pada terapi farmakologis saat ini tersedia 5 golongan obat antihipertensi: diuretik tiazida, antagonis kalsium, ACEi ( Angiotensin Converting Enzyme inhibitors),ARB, dan beta-blockers. Obat-obat ini dapat digunakan sebagai monoterapi maupun sebagai bagian dari terapi kombinasi. Kelima jenis golongan obat ini telah terbukti dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler pada pengobatan hipertensi jangka  panjang.

Guideline ESC/ ESH 2007 memberi petunjuk pemilihan golongan obat antihipertensi sebagai terapi inisial berdasarkan karakteristik kerusakan target organ subklinis. JNC 7 (2003) merekomendasikan pilihan jenis obat antihipertensi berdasarkan

(25)

ada tidaknya penyakit komorbid (Compelling Indications for  Individual Drug Classes).

Data penelitian klinik hipertensi memperlihatkan bahwa mayoritas pasien hipertensi memerlukan paling sedikit dua golongan obat untuk mencapati target tekanan darah. JNC 7 (2003) dan ESC/ ESH (2007) menganjurkan untuk langsung mulai dengan

kombinasi dua macam obat pada kelas II hipertensi (≥160/100

mmHg) atau pada kelompok hipertensi dengan risiko kardiovaskuler tinggi atau sangat tinggi.

Gambar 3. Kombinasi Pengobatan Hipertensi (Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi, 2014)

Kombinasi dengan garis solid adalah yang bermanfaat dan evidence based , sedangkan kombinasi dengan garis putus-putus tidak direkomendasikan.

(26)

Adanya penyakit penyerta lainnya akan menjadi  pertimbangan dalam pemilihan obat antihipertensi. Pada penderita dengan penyakit jantung koroner, penyekat beta mungkin sangat  bermanfaat; namun demikian terbatas penggunaannya pada keadaan-keadaan seperti penyakit arteri tepi, gagal jantung/ kelainan bronkus obstruktif. Pada penderita hipertensi dengan gangguan fungsi jantung dan gagal jantung kongestif, diuretik,  penghambat ACE (angiotensin convening enzyme) atau kombinasi

keduanya merupakan pilihan terbaik (Rigaud AS, 2001).

Pada terapi non farmakologis terdapat beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan oleh banyak guidelines adalah :

a. Stop Merokok

 b. Mengurangi asupan garam.

Asupan natrium yang dianjurkan untuk pencegahan hipertensi adalah <100 mmol (2,4 g) per hari setara dengan 6 g (satu sendok teh) garam dapur. Bagi penderita hipertensi, asupan natrium dibatasi lebih rendah lagi, menjadi 1,5g perhari atau 3,5-4g garam per hari. Walaupun tidak semua pasien hipertensi sensitif terhadap natrium, namun pembatasan asupan natrium dapat mebantu terapi farmakologik menurunkan TD dan menurunkan resiko penyakit kardiovaskular.

(27)

c. Olahraga.

Olahraga akan menurunkan tahanan perifer yang dapat dijelaskan dari dua mekanisme yaitu terjadinya perubahan pada aktivitas sistem saraf simpatik dan respon vaskular setelah  berolahrga. Pertama, secara neurohumoral menurunnya aktivitas sistem saraf simpatik pada pembuluh darah perifer sebagai petunjuk terjadi penurunan tekanan darah. Kedua, respon vascular mempunyai peranan penting pada penurunan tekanan darah setelah berolahraga. Olahraga diduga dapat mengubah respon vasokonstriktor (kontraksi pembuluh darah) kuat menjadi vasodilator (mengurangi vasokontriksi atau tekanan pada pembuluh darah) dan meningkatnya produksi nitrogen oksida (NO) (Thristyaningsih S et al, 2011).

Pada hasil pertemuan WHO di Geneva 2004, disepakati  bahwa melakukan aktivitas secara teratur (aktivitas fisik

aerobik selama 30-45 menit/hari) diketahui sangat efektif dalam mengurangi risiko relatif hipertensi hingga mencapai 19% hingga 30% (WHO, 2004).

d. Mempertahankan berat badan ideal dan lingkar pinggang ideal Sebanyak 30% -65% penderita hipertensi tergolong obesitas, mengurangi berat badan dapat menurunkan TD. Indeks masa tubuh (IMT) normal untuk orang asia dalah 18,5-22,9 kg/m2.

e. Makan gizi seimbang

Pedoman umum gizi seimbang, yaitu mengkonsumsi  beragam jenis bahan makanan, meliputi sumber karbohidrat 3-8  porsi perhari, sayuran 2-3 porsi perhari, buah buahan 3-5 porsi  perhari, protein nabat dan hewani masing masing 2-3 porsi  perhari, serta sedikit garam dan gula.

(28)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif untuk mengetahui  prosentase penilaian peserta prolanis yang meliputi evaluasi pelaksaan  program, evaluasi pola hidup, evaluasi pola pikir (pengetahuan) peserta, dukungan keluarga serta manfaat yang didapatkan dari inovasi prolanis, komponen tersebut yang digunakan sebagai tolak ukur  peningkatan kegiatan  prolanis dalam mempengaruhi kualitas hidup peserta prolanis di puskesmas

sruweng.

Inovasi kegiatan prolanis berupa kegiatan tambahan yang meliputi (1)  pemberian Kartu Pantau Penyakit Kronis, (2) pertemuan dengan keluarga  pendamping peserta Prolanis, (3) pemberian poster diet penyakit kronis, (4)  pembentukan struktur organisasi prolanis.(5) pendampigan kerohaniaan.

Penelitian ini disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi hasil kegiatan inovasi prolanis meliputi prosentase kehadiran peserta, evaluasi pelaksaan  program, evaluasi pola hidup, evaluasi pola pikir (pengetahuan) peserta,

dukungan keluarga, serta manfaat yang didapatkan dari inovasi prolanis.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Puskesmas Sruweng 2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan bulan Maret 2016

 – 

 November 2016. C. Etika Penelitian

Sebelum dilakukan penelitian responden akan menandatangani format  persetujuan sebagai responden dalam penelitian ini, hal ini dilakukan sebelum  peneliti menyerahkan kuesioner untuk dilakukan wawancara.

(29)

D. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti. Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai maka populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita penyakit kronis yang datang berobat ke Puskesmas Sruweng, yang memiliki kartu BPJS Kesehatan yang berjumlah 30  penderita.

2. Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian atau populasi yang diteliti, apabila subjeknya kurang dari 100 maka lebih baik diambil semua hingga sampel  penelitian menggunakan seluruh populasi. Jika jumlah subjeknya besar dapat diambil 10-15% atau 20-25%. Sampel yang digunakan pada  penelitian ini adalah 30 penderita (total populasi).

E. Teknik Pengumpulan dan Instrumen Penelitian 1. Teknik Pengumpulan Data

Data diperoleh dari pengisian kuesioner yang telah disiapkan oleh  peneliti dengan menggunakan teknik wawancara dan data absensi

kehadiran peserta. 2. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian berupa kuesioner yang berisi pertanyaan tertulis  berisi evaluasi pelaksaan program, evaluasi pola hidup, evaluasi pola pikir (pengetahuan) peserta, dukungan keluarga serta manfaat yang didapatkan dari inovasi prolanis.

F. Teknik Pengolahan dan Analisa Data 1. Teknik Pengolahan Data

a. Pengolahan Data (editing )

Meneliti kembali apakah lembar kuesioner sudah cukup baik sehingga dapat diproses lebih lanjut. Editing dapat dilakukan di tempat  pengumpulan data sehingga jika terjadi kesalahan maka upaya perbaikan

(30)

 b. Pengkodean (Coding)

Usaha mengklarifikasi jawaban-jawaban yang ada menurut macamnya, menjadi bentuk yang lebih ringkas dengan menggunakan kode.

c. Pemasukan Data (Entry)

Memasukan data kedalam perangkat komputer sesuai dengan kriteria.

d. Pembersihan Data (Cleaning data)

Data yang telah dimasukan kedalam computer diperiksa kembali untuk mengkoreksi kemungkinan kesalahan. (Hastono, 2001).

2. Teknik Analisis Data

Pada penelitian ini digunakanan alisais univariat yaitu analisa yang dilakukan terhadap setiap variable dari hasil penelitian dalam analisa ini hanya menghasilkan distribusi dan persentase.

Hasil penelitian dapat dinyatakan dalam bentuk distribusi frekuensi  jawaban benar/salah dari responden untuk setiap item pertanyaan dijumlahkan kemudian dibagi dengan seluruh responden dikali 100% hasilnya berupa persentase.

Rumus yang digunakan

X P = x 100  N Keterangan : P : Persentase X : Jumlah soal  N : Jumlah Responden

(31)

BAB IV PELAKSANAAN

A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Kegiatan program Prolanis dilaksanakan tiap 1 bulan sekali, pada hari Jumat minggu ketiga. Kegiatan dilaksanakan di balai desa Karanggedang, Kecamatan Sruweng, Kabupaten Kebumen.

B. Bentuk Kegiatan

Bentuk kegiatan prolanis yang dilakukan distandarkan kegiatan dalam  program prolanis diantaranya :

1. Pemeriksaan dan konsultasi medis/edukasi

Pemeriksaan dan konsultasi medis dilakukan setelah pasien melakukan registrasi di bagian administrasi

2. Edukasi Klub Prolanis

Merupakan kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan dalam upaya memulihkan penyakit kronis dan mencegah timbulnya kembali  penyakit serta meningkatkan status kesehatan bagi peserta PROLANIS.

Edukasi ini berupa penyuluhan yang disampaikan setelah pasien melakukan pemeriksaan dan konsultasi medis. Selain menggunakan  penyuluhan, edukasi kesehatan juga dilakukan dengan pembagian leaflet mengenai penyakit kronis yang diderita pasien. Harapannya agar pasien semakin waspada dan mengerti akan penyakit yang dideritanya.

3. Aktivitas klub/senam

Kegiatan senam dilaksanakan setelah peserta prolanis mendapatkan  penyuluhan kesehatan. Kegiatan senam yang dilakukan berkisar 10-15 menit. Jenis senam yang dilakukan adalah senam lansia dan senam kesegaran jasmani.

(32)

4. Pemantauan Status Kesehatan

Pada setiap peserta program prolanis dilakukan pemantauan status kesehatan seperti pengecekan tekanan darah, gula darah, penimbangan BB dan pengukuran lingkar pinggang.

5. Pelayanan obat secara rutin

Peserta program prolanis diberikan obat sesuai dengan penyakit kronis yang dideritanya. Disamping itu diberikan pula obat-obat sesuai dengan keluhan yang sedang dialami pasien tsb.

C. Alur Kegiatan

(disesuaikan dengan program BPJS dan disempurnakan)

D. Bentuk Inovasi Kegiatan

1. Pembentukan Struktur Organisasi

Kegiatan pembentukan struktur dilakukan untuk menjadikan club  prolanis ini memeiliki alur koordinasi yang jelas dan mempermudah

dalam menjalankan program, selaian itu dengan dibuatnya struktur organisasi ini diharapkan meningkatkan system kekeluargaan peserta  pronlanis. Bentuk struktur yang dibentuk berupa Ketua Club, Seketaris dan bendahara. Tujuan adanya bendahara adalah untuk mengkoordinasi

Pendaftaran

Pemantauan

status

kesehatan

Pemeriksaan

dan konsultasi

medis

Edukasi Klub

Prolanis

(Penyuluhan)

Senam

(33)

masalah keuangan diorganisasi tersebut, bentuk kegiatanya adalah  pengumpulan uang iuran dan dan pengelolaaan uang bantuan dari pihak lain, sedangkan seketarasi untuk membuatkan catatan,administrasi dan surat menyurat sesuai kebutuhan klub.

2. Pertemuan keluarga pendamping peserta prolanis

Pertemuan ini dilakukan dengan cara mengundang keluarga peserta  prolanis pada acara prolanis, hal ini bertujuaan untuk memberikan  pengetahuaan kepada keluarga terkait penyakit yang diderita keluarga mereka, pola makan, gaya hidup yang lain dan dukungan psikologis, diharapkan ketika keluraga memehami, peserta prolanis akan lebih mendapatkan dukungan dalam semua hal.

3. Pendampingan Rohani

Kegitaan Pendampingan Rohani ini dilakukan untuk memberikan dukungan kepeserta prolanis dari segi keagamaan, bentuk kegiatan yang dilakukan berupa penyuluhan, berupa pemberiaan penyuluhan yang dihubungkan dengan

keagamaan ( tauziah “ kesehtan ditainjau da

ri ajaran islam), bentuk lain berupa pembuatan suasana keagamaan, contohnya ketika berpamitan pulang selalu mengumdangkan sholawat nabi, hal ini untuk menciptakan suasana keagamaan pada kegiatan prolanis .

4. Pemberian Kartu Pantau

Kartu pantau ini adalah berupa kartu yang berbetuk liflet berisi identitas  pasien, informasi penyakit,tabel angka GDS, TTV/bulan, yang memiliki tujuan sebagai data pemantau tentang kondisi perkembangan pasien tiap  bulan dilihat dari GDS dan TTV.

5. Pemberiaan Poster Diet Penyakit Kronis

Poster Diet Penyakit Kronis adalah poster yang berisi data informasi menu makan buat masing

 – 

masing penyakit, didalam poster tersebut terdapat jadwal makan, makanan yang boleh dan yang tidak boleh dikonsumsi, poster ini diberikan kepada peserta dan keluarga dan diharapkan ditempel di dapur atau ruang makan peserta. Tujuan diberikan poster ini adalah untuk mengontrol pola makan peserta sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup peserta.

(34)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran umum peserta prolanis dan harapan peserta terhadap prolanis Tabel 1 pengetahuan mengenai penyakit kronis

Karakteristik Jumlah Presentase Pengetahuan pengobatan jangka panjang

Iya 10 33,3%

Tidak 7 23%

Tidak tahu 13 43%

Memeriksakan diri secara rutin

Iya 13 43%

Tidak 15 50%

Tidak tahu 2 7%

Konsumsi obat rutin

Iya 15 50%

Tidak 5 16%

Kadang-Kadang 10 33,3%

Pengetahuan manfaat kepatuhan minum obat

Iya 12 40%

Tidak 10 33,3%

Kadang-Kadang 8 26%

Pengetahuan tentang komplikasi

Iya 7 23%

Tidak 15 50%

Tidak tahu 8 26%

Tabel 2 Pengetahuan program prolanis

Karakteristik Jumlah presentase Asal informasi

Tetangga 10 33,3%

Puskesmas 20 66,67%

Lain-lain 0

(35)

Sangat penting 10 33,3%

Cukup penting 5 16%

Kurang penting 15 50% Kemudahan menjadi anggota prolanis

Sangat mudah 13 43%

Cukup mudah 15 50%

Sulit 2 6%

Harapan kegiatan prolanis

Pengobatan dan senam 5 16,67% Pengobatan penyuluhan dan senam 10 33,3%

lain-lain 15 50%

Harapan waktu pelaksanaan

1x/bulan 20 66,7%

2x/bulan 5 16%

1x/minggu 5 16%

Tabel 3 Pelaksanaan program prolanis

Karakteristik Jumlah presentase Urgensi penyuluhan

Perlu 18 60%

Tidak perlu 12 40%

Tidak tahu 0

Kebutuhan Informasi tambahan penyakit

Perlu 20 66,67%

Tidak perlu 10 33,33%

Tidak Tahu 0

Urgensi senam prolanis

Perlu 15 50%

Tidak perlu 5 16%

Tidak Tahu 10 33,3%

Tambahan kegiatan pada prolanis

Tidak perlu 5 16,67%

Tidak tahu 5 16,67%

(36)

Urgensi pengingat

Perlu 21 70%

Tidak perlu 7 23%

Tidak Tahu 2 6,67%

Pada analisis hasil kuisioner mengenai gambaran umum peserta prolanis dan harapan peserta terhadap prolanis ada beberapa hal yang dapat disimpulkan, yaitu peserta prolanis perlu mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai  penyakit kronis. Peserta prolanis mayoritas masih belum mengetahui bahwa  penyakit kronis membutuhkan pengobatan jangka panjang dan memerlukan  pemeriksaan secara teratur. Peserta prolanis juga belum mengetahui banyak

tentang beberapa komplikasi penyakit kronis yang dideritanya. Namun mereka sudah mengetahui pentingnya mengkonsumsi obat secara teratur.

Peserta prolanis mayoritas mendapat informasi mengenai kegiatan Prolanis dari Puskesmas, disamping dari tetangga mereka. Peserta prolanis masih  belum menganggap penting program prolanis walaupun dinilai cukup mudah untuk bergabung dalam kegiatan program prolanis. Peserta prolanis mengharapkan adanya kegiatan tambahan selain senam dan penyuluhan dan dilaksanakan cukup 1 bulan sekali.

Pada pelaksanaan program prolanis, peserta megetahui pentingnya dilakukannya kegiatan senam dan penyuluhan, namun mereka masih berharap untuk mendapatkan tambahan informasi mengenai penyakitnya, dan perlu ditambahkan inovasi kegiatan lain yang bermanfaat dalam prolanis. Peserta juga membutuhkan fasilitas pengingat untuk mengikuti dan melaksanakan program  prolanis.

Pembentukan Struktur Organisasi

Struktur organisasi dibentuk bertujuan untuk mempermudah koordinasi antar anggota prolanis dengan melibatkan anggota prolanis secara langsung. Selain itu, dengan adanya struktur organisasi menjadikan peserta memiliki rasa kekeluargaan dan rasa saling mendukung dalam keberlangsungan kegiatan  prolanis untuk menuju sehat bersama. Pembentukan struktur organisasi dilakukan  pada bulan pertama kegiatan prolanis yaitu pada bulan Maret 2016 dengan cara

(37)

musywarah mufakat antar anggota. Dengan demikian susunan organisasi prolanis dapat diterima oleh semua anggota dan suasana kegiatan lebih nyaman. Selain  pembentukan struktur organisasi, anggota prolanis juga memberikan nama kelompok prolanis yang berada di Puskesmas Sruweng. Berdasarkan kesepakatan

 bersama diberikan nama “Klub Sehat Ceria” dengan motto “Prolanis

Ceria untuk

Sehat Bersama”.

Kehadiran Peserta Prolanis

Pada analisis data kehadiran peserta Prolanis yaitu dapat terlihat pada grafik di atas menunjukkan terdapat peningkatan total peserta (anggota) Prolanis dari bulan Maret hingga Oktober 2016. Hal tersebut menunjukkan upaya promosi mengenai kegiatan Prolanis cukup baik dan masyarakat yang diketahui memiliki r 

iwayat penyakit kronis bersedia bergabung dengan grup Prolanis “Sehat Ceria”.

Peningkatan total anggota Prolanis tidak diikuti dengan peningkatan  jumlah kehadiran peserta Prolanis pada tiap bulannya seperti terlihat dari grafik di

atas. Pada bulan Maret - Mei 2016 jumlah kehadiran peserta Prolanis terus meningkat, namun pada bulan Juni 2016 terjadi penurunan kehadiran. Hal tersebut dikarenakan bulan Juni 2016 merupakan bulan Ramadhan dimana mayoritas  peserta Prolanis melakukan ibadah puasa sehingga peserta lebih memilih untuk

membatasi aktivitasnya di rumah pada pagi hari. Pada bulan Juli-Agustus 2016 terjadi peningkatan kehadiran kembali, namun pada bulan September dan Oktober

Maret April mei Juni Juli Agustus Sept Oktober Jumlah kehadiran 20 22 30 27 30 31 26 29 Total peserta 28 31 37 37 37 37 38 39 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

Grafik Kehadiran Peserta Prolanis "Sehat Ceria" Maret - Oktober 2016

(38)

2016 terjadi penurunan kehadiran dibandingkan bulan sebelumnya. Hal tersebut dikarenakan pada bulan September merupakan awal musim hujan.

Kuesioner Evaluasi Kegiatan Prolanis

Tabel A : Evaluasi program 1. informasi petugas jelas

Ya 29 85%

Tidak 2 6%

tidak tahu 3 9%

2. syarat menjadi peserta rumit

Ya 3 9%

Tidak 31 91%

3. proses menjadi peserta lama

Ya 3 9%

Tidak 31 91%

4. suasana prolanis nyaman

Ya 31 91%

Tidak 3 9%

5. pelaksanaan prolanis teratur dan cepat

Ya 31 91%

Tidak 3 9%

6. rutin kegiatan prolanis

Ya 27 79%

Tidak 7 21%

7. petugas kesehatan ramah

Ya 32 94%

Tidak 2 6%

8. penjelasan petugas kesehatan mudah dimengerti

Ya 31 91%

Tidak 3 9%

9. senam menyenangkan dan membuat peserta bugar

Ya 33 97%

Tidak 1 3%

10. penyuluhan bermanfaat

Ya 31 91%

Tidak 3 9%

11. kartu pantau berguna mengetahui kondisi penyakit

Ya 34 100%

Tidak 0%

12. poster menu diet bermanfaat mengatur menu

(39)

Tidak 3 9%

Pada analisis tabel A mengenai evaluasi program menunjukkan 85%  peserta Prolanis menyatakan bahwa informasi yang diberikan petugas mengenai  program Prolanis jelas, 91% menyatakan syarat menjadi anggota Prolanis tidak rumit, 91% menyatakan proses pendaftaran menjadi anggota Prolanis tidak lama, 91% menyatakan suasana Prolanis nyaman, 91% menyatakan pelaksanaan Prolanis berjalan cepat dan teratur, 79% menyatakan rutin dalam mengikuti kegiatan Prolanis, 94% menyatakan petugas kesehatan Prolanis ramah, 91% menyatakan penjelasan petugas kesehatan mudah dimengerti, 97% menyatakan  bahwa kegiatan senam di Prolanis menyenangkan dan membuat peserta bugar, 91% menyatakan kegiatan penyuluhan di Prolanis bermanfaat, 100% menyatakan  pembagian Kartu Pantau berguna untuk mengetahui kondisi penyakit pasien, dan 91% menyatakan pembagian poster diet bermanfaat dalam pengaturan menu makanan sehari-hari peserta Prolanis.

Dari hasil wawancara mengenai evaluasi program dapat disimpulkan  bahwa peserta Prolanis puas dengan kegiatan dan inovasi Prolanis di Puskesmas

Sruweng.

Tabel B : Evaluasi pola hidup AKTIVITAS

1. melakukan olahraga

Ya 26 76%

Tidak 8 24%

2. olahraga yang dilakukan

 jalan santai 23 68% Sepeda 2 6% lain lain 1 3% 3. frekuensi olahraga < 2x seminggu 18 53% 2-4x seminggu 7 21% >4x seminggu 1 3%

4. waktu untuk olahraga

<30 menit 18 53%

30 menit - 1 jam 7 21%

>1 jam 1 3%

(40)

5. mengetahui penyakit yang diderita

Ya 34 100%

Tidak 0%

6. mengetahui penyakit butuh pengobatan jangka panjang

Ya 30 88%

Tidak 4 12%

7. bisa menerima kondisi penyakit

Ya 29 85%

Tidak 5 15%

8. rutin memeriksakan kondisi penyakit

Ya 31 91%

Tidak 3 9%

9. mengonsumsi obat secara rutin

Ya 29 85%

Tidak 5 15%

10. mengetahui komplikasi penyakit

Ya 24 71%

Tidak 10 29%

POLA MAKAN

11. frekuensi makan dalam sehari

1 kali 2 6% 2 kali 13 38%

≥ 3 kali

19 56% 12. menu pokok  Nasi 30 88% ubi/kentang 4 12% lain lain 0 0%

13. jadwal makan pagi

sebelum pukul 07.00 9 26%

07.00 - 09.00 23 68%

lain lain 2 6%

14. jadwal makan malam

18.00 - 19.00 16 47%

19.00 - 20.00 15 44%

setelah 20.00 3 9%

15. mengonsumsi makanan selingan/ngemil

Ya 31 91%

Tidak 3 9%

16. menu makanan selingan

Buah 20 59%

selain buah 11 32%

17. jadwal makanan selingan

(41)

tidak terjadwal 14 41% 18. mengetahui makanan yang harus dikurangi

Ya 26 76%

Tidak 8 24%

19. sudah mengurangi makanan yang harus di kurangi

Sudah 22 65%

Belum 3 9%

kadang-kadang 9 26%

Pada analisis tabel B mengenai evaluasi pola hidup menunjukkan sebanyak 76% peserta prolanis melakukan olahraga, yaitu jalan sehat sebanyak 68% peserta, bersepeda 6% dan olahraga lain-lain sebesar 3%. Rata-rata peserta melakukan olahraga < 2x/minggu sebanyak 53%, 2-4 x/ minggu sebanyak 21%, >4x/minggu sebanyak 3%. Sebanyak 53% peserta prolanis melakukan olahraga <30 menit, 21% peserta menghabiskan waktu 30 menit

 – 

 1 jam untuk berolahraga, sebanyak 3% peserta menghabiskan waktu 1 jam. Sebanyak 6% makan hanya 1x/hari, 38% makan 2x/hari, 5

6% makan ≥ 3x/hari. Peserta yang mengkonsumsi

nasi sebanyak 88%, 20% mengkonsumsi ubi/kentang. Jadwal makan pagi sebelum  pukul 07.00 wib sebanyak 26%, pukul 07.00- 09.00 wib sebanyak 68%, diatas  pukul 09.00 wib sebanyak 6%. Jadwal makan malam 18.00- 19.00 wib 47%  peserta, 19.00-20.00 sebanyak 44%, setelah pukul 20.00 wib sebanyak 9%. Pasien yang mengkonsumsi makanan selingan sebanyak 91% dengan menu makanan selingan berupa buah sebanyak 59% peserta dan makanan selingan selain buah sebanyak 32% peserta, sedangkan 9% peserta tidak selalu mengkonsumsi makanan selingan. Pasien yang mengkonsumsi makanan selingan diantara jadwal makan pokok sebanyak 50% peserta, sedangkan yang tidak terjadwal 41%  peserta. Sebanyak 76% peserta mengetahui jenis makanan yang harus dikurangi untuk mengontrol penyakitnya, sementara 24% tidak mengetahui hal tersebut. Untuk mengontrol kondisi penyakitnya, 65% peserta prolanis sudah benar-benar mengurangi jenis makanan yang berpengaruh buruk terhadap kondisi  penyakitnya, 9% peserta menyatakan belum mengurangi, dan 26% menyatakan

kadang-kadang menguranginya.

Mengenai pola pikir peserta Prolanis sebanyak 100 % peserta mengetahui tentang penyakit yang di deritanya, 88% mengetahui bahaya penyakit yang

(42)

dideritanya dan membutuhkan pengobatan jangka panjang, sementara 12%  peserta tidak mengetahui hal tersebut. Sebanyak 85% dapat menerima kondisi  penyakitnya, sementara 15% tidak bisa menerima kondisi penyakitnya. 91% menyatakan peserta rutin memeriksakan kondisi penyakitnya, 9% peserta tidak rutin. Sebanyak 85% mengkonsumsi obat secara rutin, s edangkan 15% tidak rutin. 71% mengetahui komplikasi penyakitnya, 29% tidak mengetahui komplikasi  penyakitnya.

Dari hasil wawancara mengenai evaluasi pola hidup yang meliputi aktivitas, pola pikir, dan pola makan dapat disimpulkan bahwa peserta Prolanis sebagian besar sudah menerapkan pola hidup yang disarankan untuk mengontrol kondisi penyakit kronis yang dideritanya.

Tabel C : Dukungan keluarga 1. keluarga mengetahui penyakit

Ya 29 85%

Tidak 5 15%

2. keluarga mengingatkan kontrol dan minum obat

Ya 27 79%

Tidak 7 21%

3. keluarga mengingatkan diet makanan sesuai penyakit

Ya 29 85%

Tidak 5 15%

4. keluarga mengantarkan prolanis

Ya 28 82%

Tidak 6 18%

Pada analisis tabel C mengenai dukungan keluarga menunjukkan bahwa 85% keluarga peserta Prolanis mengetahui kondisi penyakitnya, 79% keluarga  peserta Prolanis mengingkatkan peserta Prolanis untuk kontrol dan minum obat secara teratur, 85% keluarga peserta ikut berperan aktif dalam mengatur diet  peserta Prolanis dengan mengingatkan dan menyediakan menu makanan yang sesuai dengan diet peserta Prolanis, dan 82% keluarga peserta Prolanis juga memberikan perhatian mengenai kegiatan Prolanis dengan ikut mengantarkan  peserta Prolanis untuk hadir.

(43)

Dari hasil wawancara mengenai dukungan keluarga dapat disimpulkan  bahwa peserta Prolanis mendapat dukungan keluarga yang baik dalam upaya  pengontrolan kondisi penyakit kronis yang dideritanya.

Tabel D : Hasil dari program 1. merasa lebih sehat

Ya 30 88%

 biasa saja 4 12%

2. prolanis mempermudah pengobatan

Ya 30 88%

 biasa saja 4 12%

3. prolanis banyak manfaat bagi kesehatan

Ya 29 85%

 biasa saja 5 15%

4. penyakit menjadi stabil dalam prolanis

Ya 24 71%

 biasa saja 0 0%

tidak tahu 10 29%

Pada analisis tabel D mengenai manfaat yang didapatkan dari inovasi Prolanis menujukkan 88% peserta menyatakan merasa lebih sehat, 88% peserta menyatakan kegiatan Prolanis mempermudah pengobatan, 85% peserta menyatakan kegiatan Prolanis memberikan banyak manfaat bagi kesehatan mereka, dan 71% peserta menyatakan merasa penyakitnya menjadi lebih stabil setelah mengikuti kegiatan Prolanis.

Dari hasil wawancara mengenai manfaat yang didapatkan dari inovasi Prolanis dapat disimpulkan bahwa kegiatan dan inovasi Prolanis memberikan manfaat yang baik bagi peserta Prolanis terutama dalam mempermudah  pengontrolan dan pengobatan penyakit kronis yang dideritanya.

(44)

BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Jumlah anggota Prolanis Puskesmas Sruweng meningkat setelah diberikannya inovasi kegiatan pada Prolanis. Namun, jumlah kehadiran peserta prolanis fluktuatif dipengaruhi faktor eksternal (cuaca dan kegiatan keagamaan).

2. Peserta Prolanis Puskesmas Sruweng menjadi lebih paham mengenai  penyakit kronis, komplikasi, dan pencegahannya.

3. Peserta Prolanis Puskesmas Sruweng sebagian besar sudah menerapkan pola hidup yang disarankan untuk mengontrol kondisi  penyakit kronis yang dideritanya.

4. Kegiatan dan inovasi Prolanis Puskesmas Sruweng memberikan manfaat yang baik bagi peserta Prolanis terutama dalam mempermudah pengontrolan dan pengobatan penyakit kronis yang dideritanya

5. Peserta Prolanis puas dengan kegiatan dan inovasi Prolanis di Puskesmas Sruweng.

B. Saran

1. Perlu diterapkan fasilitas pengingat jadwal Prolanis seperti SMS gateway.

2. Faktor eksternal (cuaca dan kegiatan keagamaan) masih menjadi kendala dalam kehadiran peserta Prolanis. Diharapkan adanya fasilitas transportasi yang disediakan Puskesmas untuk memudahkan peserta dalam kunjungan Prolanis. Selain itu bisa dilakukan juga home visit untuk mengevaluasi faktor-faktor lain yang menyebabkan peserta Prolanis tidak rutin hadir.

3. Inovasi kegiatan yang sudah berjalan harap dipertahankan dan dikembangkan.

(45)

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, 2006, Prinsip Dasar Ilmu Gizi, PT. Gramedia Pustaka Utama, J akarta American Diabetes Association. 2005. Diabetic Nefropathies. Diabetes Care: Vol

28 (2): 956

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI, 2013, Riset Kesehatan Dasar 2013, Kementrian Kesehatan RI, Jakarta.

Kardika IBW, Herawati S, Yasa IWPS. 2013.Preanalitik dan intrepretasi glukosa darah untuk diagnosis diabetes mellitus.

http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/download/6698/5107 (Juli 2016) Perkeni. 2006. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2

di Indonesia. Jakarta: PerkumpulanEndokrinologi Indonesia

Perkeni. 2011. Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta: Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.

PT Askes. 2012. Pedoman Program Pengelolaan Penyakit Kronis 2012. J akarta: PT Askes (Persero).

Putri, D.S.R., Yudianto, K., Kurniawan, T., 2013, Perilaku self-management

 pasien diabetes mellitus, 1(1), Fakultas Kedokteran, UniversitasPadjadjaran. Riskesdas. 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI. Jakarta:

RisetKesehatanDasar.

Wild, S. 2004. Global Prevalence of Diabetic: Estimates For the Year 2000 and Projection For 2030. Diabetes Care: 27(5): 1047.

Yunir E, Soebardi S. 2009. Terapi non farmakologispada diabetes mellitus. dalamSudoyo AW, dkk (eds), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III, edisiIV. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta. Sri Thristyaningsih, Probosuseno, HerniAstuti. Senam bugar lansia berpengaruh

terhadap daya tahan jantungparu, status gizi, dan tekanan darah. Jurnal gizi klinik Indonesia. juli 2011.

Resolution WHA57.17.Global strategy on diet, physical activity,and health. In: Fifty-seventh World Health Assembly. 17-12May 2004. Geneva: World Health Organization; 2004.

Rigaud AS, Forette B. Hypertension in olderadults. J Gerontol 2001;56A:M217-5.

Guidelines Subcommittee. World Health Organization-International Society of hypertension guidelines for the management of hypertension. J Hypertens 1999;17:151-83.

(46)

Van Rossum CTM, van de Mhen H, WittemanJCM, Hoftnan A, Mackenbach JP, Groobee DE.Prevalence, treatment, and control of hypertensionby sociodemographic factors among the dutchelderly. Hypertension 2000;35:814-21.

Lu FH, Tang SJ, Wu JS, Yang YC, Chang CJ.Hypertension in elderly persons: its  prevalence and associated cardiovascular risk factors inTainan City,

Southern Taiwan. J Gerontol2000;55A:M463-8.

Borzecki AM, Glickman ME, Kader B, BcrlowitzDR. The effect of age on hypertension control andmanagement. AJH 2006; 19:520-527.

Staessen JA, O’Brien ET, Thjis L, Fagard RH.Modern approaches to blood

 pressuremeasurement. Occup Environ Med 2000;57:510-520.

Bulpitt CJ, Rajkumar C, Beckett N. Clinician'smanual hypertension and the elderly. London:Science Press; 1999.The Task Force for the management of arterial hypertension of theEuropean Society of Hypertension (ESH) and of the EuropeanSociety of Cardiology (ESC). 2013 ESH/ESC Guidelines for themanagement of arterial hypertension. Jour of Hypertension 2013,31:1281-1357

James MA, Robinson TG, Panerai RB, Potter JF.Arterial Baroreceptor-Cardiac Reflex Sensitivityin the Elderly. Hypertension 1996;28:953-960.

(47)

46

Lampiran I

Jadwal Inovasi kegiatan Prolanis Puskesmas Sruweng Maret –  November 2016

Mar-16 Apr-16 Mei-16 Jun-16 Jul-16 Agust-16 Sep-16 Okt-16 Nop-16

Pemeriksaan dan konsultasi medis √ √ √ √ √ √ √ √ √

Edukasi klub prolanis √ √ √ √ √ √ √ √ √

Aktivitas klub/senam √ √ √ √ √ √ √ √ √

 pemantauan status kesehatan √ √ √ √ √ √ √ √ √

Pelayanan obat secara rutin √ √ √ √ √ √ √ √ √

Pemberian Kartu Pantau √ √ √ √ √ √ √ √ √

Pertemuan dengan keluarga peserta √ √

Pemberian Poster Diet √

Gambar

Grafik 1. Angka kejadian hipertensi pada orang dewasa ≥20 tahun berdasarkan
Gambar 2. Pedoman Tata Laksana Hipertensi (ESC/ESH)
Gambar 3. Kombinasi Pengobatan Hipertensi (Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi, 2014)
Tabel 2 Pengetahuan program prolanis
+6

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Tabel 14 memperlihatkan bahwa tanggapan responden menyatakan cukup baik mengenai respon petugas dalam memberikan bantuan terhadap pengguna di Perpustakaan SMP Negeri

Evaluasi mengenai tingkat penguasaan peserta didik terhadap tujuan-tujuan khusus yang ingin dicapai dalam unit-unit program pengajaran yang bersifat terbatas. Evaluasi

Petugas Gudang Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Padang sebaiknya diberikan pelatihan mengenai program aplikasi yang baru, agar dapat mengoperasikan sistem

Kontaminasi : Dokumentasi sangat penting untuk memastikan setiap petugas mendapat instruksi secara rinci dan jelas mengenai bidang tugas yang harus dilaksanakannya,

Jadi dari uraian mengenai evaluasi program diatas sangatlah jelas bahwa penilaian atau evaluasi bukanlah ajang pencarian kesalahan, kelemahan dan kekurangan dari suatu

Untuk pertanyaan “Petugas kesehatan memberikan informasi tentang berbagai alat kontrasepsi yang tersedia dengan jelas”, sebagaian besar responden menyatakan setuju

Peserta didik diberikan stimulus berupa pemberian materi oleh guru mengenai cara Peserta didik diberikan stimulus berupa pemberian materi oleh guru mengenai

Untuk evaluasi terkait video sosialisasi panduan semua peserta menyatakan tulisan dalam video terbaca dengan jelas, merasakan lebih memahami tentang pelayanan unit paliaitf, memahami