• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respon Narapidana Terhadap Program Pembinaan Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Binjai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Respon Narapidana Terhadap Program Pembinaan Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Binjai"

Copied!
143
0
0

Teks penuh

(1)

i RESPON NARAPIDANA TERHADAP PROGRAM PEMBINAAN

DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS II A BINJAI

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Disusun Oleh:

HOT AIN ULINA SIBUEA 080902055

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

(2)

ii HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di depan panitia Penguji Skripsi Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara oleh :

Nama : Hot Ain Ulina Sibuea

NIM : 080902055

Departemen : Ilmu Kesejahteraan Sosial

Judul : Respon Narapidana Terhadap Program Pembinaan Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Binjai

Medan, Juli 2012 PEMBIMBING

( Mastauli Siregar, S.sos, M.SI ) NIP. 19710207 200112 2 001

KETUA DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

( Hairani Siregar, S.Sos, M.SP ) NIP. 19710927 199801 2 001

DEKAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

iii HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di depan panitia Penguji Skripsi Departemen Ilmu Kesejateraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara

Nama : Hot Ain Ulina Sibuea

NIM : 080902055

Departemen : Ilmu Kesejahteraan Sosial

Judul : Respon Narapidana Terhadap Program Pembinaan Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Binjai

Yang dilaksanakan pada Hari / Tanggal :

Pukul :

Tempat :

TIM PENGUJI :

Medan, Juli 2012 KETUA PENGUJI

( Hairani Siregar, S.Sos, M.SP ) NIP. 19710927 199801 2 001

PENGUJI I/ READER

( ) NIP.

PENGUJI II

(4)

iv UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Nama : Hot Ain Ulina Sibuea Nim : 080902055

ABSTRAK

Respon Narapidana Terhadap Program Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Binjai.

Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 116 halaman, 32 tabel, 7 lampiran, serta 36 kepustakaan

Meningkatnya jumlah kejahatan dalam kehidupan masyarakat menyebabkan proses hukum dan proses pembinaan harus berjalan sesuai dengan peraturan dan UU yang berlaku. Salah satu alat untuk menghadapi kejahatan melalui wadah pembinaan narapidana yaitu lembaga pemasyarakatan yang bertujuan untuk membina dan mendidik para pelaku tindak pidana agar bertobat atau tidak lagi melakukan kejahatan dan dapat hidup normal kembali dalam masyarakat dengan baik. Program Pembinaan yang dilakukan yaitu pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandiriaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon narapidana terhadap program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Binjai. Penelitian ini dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Binjai yang berlokasi di Jalan Gatot Subroto no:72 Binjai.

Penelitian ini bersifat deskriptif, sampel dalam penelitian ini menggunakan metode pengambilan sampel “proporsional purposive sampling” yaitu narapidana yang telah menjalani masa pidananya antara 1 sampai 5 tahun yaitu sebanyak 57 orang. Teknik analisa data menggunakan tabel tunggal dan dijelaskan secara kualitatif dan analisis kuantitatif dengan mempergunakan skala Likert untuk mengukur persepsi, sikap dan partisipasi narapidana terhadap program pembinaan.

Hasil analisa data menunjukkan bahwa responden memiliki persepsi yang positif terhadap program pembinaan dengan nilai 0,59. Sikap responden terhadap program pembinaan adalah positif dengan nilai 0,86 dan partisipasi responden terhadap program pembinaan adalah positif dengan nilai 0,63. Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa respon narapidana terhadap program pembinaan adalah positif. Hal ini dikarenakan adanya keseriusan narapidana untuk melaksanakan program pembinaan dan berubah menjadi manusia yang lebih baik lagi.

(5)

v UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE

Hot Ain Ulina Sibuea 080902055

ABSTRACT

(This thesis is composed of 6 Section, 116 Pages, 32 Tables, 8 Appendix and 36 Library).

Increasing the amount of crime in society led to the legal process and the coaching process should be run in accordance with applicable laws and regulations. One of the tools to deal with crime through the container building is the prison inmate who aims to nurture and educate the perpetrators to repent or no longer commit crimes and return to normal life in society as well. Development Program conducted the coaching and coaching personalities of independence. This study aims to determine the response of the inmates in the coaching program Penitentiary II Class A Binjai. The research was conducted in a Class II Correctional Institution, located at Jalan Binjai Gatot Subroto no: 72 Binjai.

This study is descriptive, the sample in this study using sampling method "proportional purposive sampling" the prisoner who has undergone the punishment period between 1 and 5 years as many as 57 people. Data analysis techniques using a single table and described in qualitative and quantitative analysis by using a Likert scale to measure perceptions, attitudes and participation of the inmate construction program.

Results of analysis of data showed that the respondents have a positive perception of the value of 0.59 coaching program. Respondents' attitudes were positive coaching program with a value of 0.86 and the participation of respondents to the coaching program is positive with a value of 0.63. Based on the results of data analysis can be concluded that the response of inmates to the program is a positive development. This is because of the seriousness of the inmate to carry out the training program and become a better human being.

(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur yang sangat teristimewa kepada Tuhan Yesus Maha Penyayang dan Maha Pengasih atas berkat anugerah, kasih setia, kekuatan, semangat dan kesempatan yang selalu diberikanNya kepada penulis untuk dapat belajar dan belajar lebih lagi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini merupakan karya ilmiah yang disusun sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul “Respon Narapidana Terhadap Program Pembinaan Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Binjai”.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada semua pihak yang membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Hairani Siregar, S.sos, M.SP selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Mastauli Siregar, S.Sos, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah tersedia menyediakan waktu dan tenaga yang secara ikhlas untuk membimbing penulis serta memberi dukungan dan kesempatan yang luar biasa dalam menyeleseaikan skripsi ini.

(7)

vii 5. Seluruh Staff pendidikan dan administrasi FISIP USU, yang membantu

segala hal yang dibutuhkan penulis dalam hal administrasi, yaitu Kak Zuraida dan Kak Deby.

6. Seluruh Pegawai di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Binjai yang telah membantu penulis selama penelitian untuk menyelesaikan skripsi ini, terkhusus buat Pak Imanuel Ginting, Pak Jhon Tarigan, Pak Heri serta para pemuka kerja yang membantu berjalannya penelitian dan Staff pegawai di Kementerian hukum Dan HAM Sumatera Utara yang membantu dalam hal izin penelitian. Terimakasih juga buat Bg Gumasang Sianipar, S.pd dan kak Syamsinar Simatupang, SH buat dukungannya selama penulis dalam penyusunan skrispsi.

7. Terima kasih yang luar biasa dan paling istimewa buat orangtua penulis, Drs. Timbul Sibuea, figur Bapak yang luar biasa buatku, kesabaran, perjuangan yang tak pernah henti buat kami anak-anaknya dan harapan yang selalu hidup akan masa depan penulis, sehingga membuat penulis terus berjuang untuk mewujudkannya. Buat Mama, Tiamin Sitorus, yang tidak pernah berhenti mendoakan penulis, suntikan semangat yang luar biasa, kasih sayang yang tiada terkira lagi, memenuhi kebutuhan penulis dan membimbing penulis hingga saat ini. Semoga harapan, perjuangan, dan doa kalian akan terus memacu penulis menjadi yang terbaik ^-^...

(8)

viii support moril dan material kakakku sayang ^-^), Joice Naomi Sibuea S,Hut dan Victor Simangunsong, dan abangku yang kesabarannya sungguh luar biasa Hendra Parulian Sibuea, A.md. Sukses buat karir, rumah tangga dan kehidupan kalian. Juga untuk jagoan kecil di keluarga besar Sibuea, Trevina Sibuea, Hertha Jenifer Sibuea, Erniel Sibuea, David Sibuea, Leon Manullang, Kembar Claudya & Claidy, adek Ratu, Meme dan Gege. 9. Kepada sahabat yang luar biasa, Valentine Septri Angelina Gulo S.Sos,

Robby Hasudungan Silalahi S.Sos , Poppy Natalia Sianturi S.Sos. Terima kasih buat persahabatan yang terjalin selama 4 tahun ini, suka dan duka yang dialami bersama dan buat nasehat-nasehat yang membangun. Terima kasih karena selalu ada untuk memberi semangat.... Selamat bertemu di puncak kesuksesan ya... ^-^

10.Untuk seluruh pejuang-pejuang Kessos seluruh stambuk khususnya Kessos 2008, yang sedang menempuh perjuangan akhir, yang telah lulus ataupun sedang bergelut dengan dinamika perkuliahan di kampus FISIP, Manda, Maya, Nora, Elly, Jinong, Chandro, Teddy, Johanes, Tata, Isna, Hendrik, Sandra, Dewi, Indra, Jojor, Nova dan Lia. Gety in ‘memoriam’, Devy, Cynthia, Evi, Oci, terima kasih buat persahabatan yang pernah kita jalin dahulu, banyak pelajaran yang dapat penulis dapatkan ketika kita bersama....

11.Seluruh abang dan kakak senior saya di kessos yang selama ini selalu memberikan bantuan dan dukungan yang tak ternilai, serta tak luput semangat dari para junior selama dalam pengerjaan skripsi ini

(9)

ix luar biasa yaitu abang Idrus Herianto Hutagalung S.Hut dan kak Tiomsi Hernawati Hutagalung, SH (sukses buat karier dan kehidupan kalian ya), Riska Liani Hutagalung (semangat buat kuliahnya ya dek dan terimakasih untuk kebersamaan selama 4 tahun ini serta sabar mendengar keluh kesah dan omelan dari penulis dan ^-^) dan Priskawaty Sitompul dan tak luput Nancy Hutagalung (terimakasih buat supportnya setiap kali berkunjung ke Medan dan semangat juga buat study pendetanya ya cy).

13.Terima kasih penulis ucapkan kepada segala pihak yang belum tersebutkan, untuk semua bantuan dan dukungan yang sangat berarti bagi penulis dan tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhir kata penulis menyadari akan sejumlah kekurangan dan kelemahan sehingga mengurangi nilai kesempurnaannya. Hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan, kemampuan, dan pengalaman penulis. Maka dengan segala kerendahan hati penulis membuka diri untuk saran dan kritik yang dapat membangun guna perbaikan di masa akan datang.

Medan, Juni 2012

Penulis

Hot Ain Ulina Sibuea

(10)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN...ii

HALAMAN PENGESAHAN ...………..………...iii

ABSTRAK ………...………..………...………...iv

ABSTRAC...v

KATA PENGANTAR ………..…...…………...……...…...vi

DAFTAR ISI ………...………...…...……….….x

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ...xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah...1

1.2 Perumusan Masalah ...8

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 8

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 8

1.4 Sistematika Penulisan ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Respon... 10

2.2 Narapidana... 15

2.2.1 Pengertian Narapidana ... ... ... 15

2.2.2 Hak dan Kewajiban Narapidana...16

(11)

xi

2.3.1 Pengertian Lembaga Pemasyarakatan... 19

2.3.2 Klasifikasi Lembaga Pemasyarakatan... 22

2.3.3 Petugas Pemasyarakatan... 22

2.4 Sistem Pemasyarakatan... 24

2.4.1 Sejarah Sistem Pemasyarakatan... 24

2.4.2 Konsep Sistem Pemasyarakatan...26

2.4.3 Dasar Hukum Sistem Pemasyarakatan... 31

2.5 Pembinaan Narapidana... 31

2.5.1 Tujuan Pembinaan Narapidana... 31

2.5.2 Tempat Pembinaan Narapidana... 34

2.5.3 Proses Pembinaan Narapidana... 37

2.5.4 Ruang Lingkup Pembinaan Narapidana ... 40

2.5.5 Methode Pembinaan Narapidana... 43

2.6 Kerangka Pemikiran... 44

2.7 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional... 47

2.7.1 Defenisi Konsep... 47

2.7.2 Defenisi Operasional... 48

BAB III METODE PENELITIAN ... 50

3.1 Tipe Penelitian... 50

3.2 Lokasi Penelitian ... 50

3.3 Populasi dan Sampel ... 51

3.3.1 Populasi ...51

3.3.2 Sampel ...51

(12)

xii

3.5 Teknik Analisis Data... 53

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ... 55

4.1 Letak Geografis... 55

4.2 Latar Belakang Berdirinya LP Klas II A Binjai... 55

4.3 Visi dan Misi LP Klas II A Binjai... 56

4.4 Struktur Organisasi LP Klas II A Binjai... 57

4.5 Deskripsi Pekerjaan Pegawai di LP Klas II A Binjai... 58

4.6 Jenis-jenis Narapidana yang Dibina di LP Klas II A Binjai... 62

4.7 Pembinaan Narapidana di LP Klas II A Binjai... 63

4.7.1 Pembinaan Kepribadian... 63

4.7.2 Pembinaan Kemandirian...66

4.8 Tempat Pembinaan di LP Klas II A Binjai... 67

4.9 Sarana dan Prasarana di LP Klas II A Binjai... 71

BAB V ANALISIS DATA ... 73

5.1 Analisis Identitas Responden... 74

5.1.1 Identitas Responden Berdasarkan Usia... 74

5.1.2 Identitas Responden Berdasarkan Agama...75

5.1.3 Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin...76

5.1.4 Identitas Responden Berdasarkan Suku Bangsa...76

5.1.5 Identitas Responden Berdasarkan Asal Daerah...77

(13)

xiii

5.1.7 Identitas Responden Berdasarkan Tindak Pidana...80

5.1.8 Identitas Responden Berdasarkan Lama Masa Hukuman... 81

5.1.9 Identitas Responden Berdasarkan Lama Masa Hukuman yang Dijalani...82

5.2 Analisis Data Penelitian...83

5.2.1 Persepsi Responden Terhadap Program Pembinaan... 83

5.2.2 Sikap Responden Terhadap Program Pembinaan... 91

5.2.3 Partisipasi Responden Terhadap Program Pembinaan.. 99

5.3 Analisis Data Kuantitatif Terhadap Program Pembinaan... 106

5.3.1 Persepsi Responden Terhadap Program Pembinaan...106

5.3.2 Sikap Responden Terhadap Program Pembinaan... 107

5.3.3 Partisipasi Responden Terhadap Program Pembinaan.108 BAB VI PENUTUP ... 111

6.1 Kesimpulan... 111

6.2 Saran... 112

(14)

xiv DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Tabel Halaman Tabel 4.8.1 Kegiatan Pembinaan Narapidana Lembaga Pemasyarakatan

Klas II A Binjai 68

Tabel 4.8.2 Daftar Kebutuhan Makanan Narapidana Sekitar 10 (Sepuluh) Hari Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Binjai 69 Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia 74 Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Agama 75 Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Suku Bangsa 76 Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Asal Daerah 77 Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir 78 Tabel 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Tindak Pidana 80 Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Masa Hukuman 81 Tabel 5.8 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Masa Hukuman

yang Dijalani 82

Tabel 5.9 Pengetahuan Responden Tentang Adanya Program Pembinaan 83 Tabel 5.10 Sumber Informasi Tentang Program Pembinaan Pertama Kali 84 Tabel 5.11 Pengetahuan Responden Tentang Pengenalan Program Pembinaan

(15)

xv

Program Pembinaan 90

Tabel 5.17 Tanggapan Responden dalam Mengikuti Program Pembinaan

yang Diberikan 91

Tabel 5.18 Tanggapan Responden Tentang Keberadaan Program Pembinaan 92 Tabel 5.19 Tanggapan Responden Mengenai Adanya Program Pembinaan

Yang Diberikan Di Lembaga Pemasyarakatan 93 Tabel 5.20 Tanggapan Responden Tentang Kesesuaian Program Pembinaan

dengan Kebutuhan Narapidana 94

Tabel 5.21 Penilaian Responden Tentang Manfaat Program Pembinaan 95 Tabel 5.22 Penilaian Responden Mengenai Sikap Pembina/Petugas

Pemasyarakatan dalam Melaksanakan Program Pembinaan 96 Tabel 5.23 Setuju Tidaknya Responden Mengenai Keterlibatan Keluarga dan

Masyarakat dalam Perencanaan dan Pelaksanaan Program

Pembinaan 97

Tabel 5.24 Penilaian Responden Mengenai Kesesuaian Pelaksanaan Program Pembinaan Dengan Peraturan yang Berlaku 98 Tabel 5.25 Keterlibatan Responden dalam Mengikuti Program Pembinaan 99 Tabel 5.26 Penilaian Responden Mengenai Pelaksanaan Program Pembinaan 100 Tabel 5.27 Keterlibatan Responden Dalam Sosialisasi Program Pembinaan

Terhadap Sesama Narapidana dan Keluarga 101 Tabel 5.28 Intensitas Keterlibatan Responden Dalam Pelaksanaan

Program Pembinaan 102 Tabel 5.29 Penilaian Responden terhadap Sarana dan Prasarana dalam Menunjang Pelaksanaan Program Pembinaan 103

(16)

xvi DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kuesioner

Lampiran 2 : Tabel Penskoran Respon Narapidana terhadap Program Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Binjai.

Lampiran 3 : Surat Keputusan ( SK) Komisi Pembimbing Penelitian Proposal/Penelitian Skripsi

Lampiran 3 : Lembaran kegiatan bimbingan proposal penelitian Lampiran 4 : Berita acara seminar proposal penelitian

Lampiran 5 : Surat Izin Penelitian Lampiran 6 : Surat Balasan Penelitian

(17)

iv UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Nama : Hot Ain Ulina Sibuea Nim : 080902055

ABSTRAK

Respon Narapidana Terhadap Program Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Binjai.

Skripsi ini terdiri dari 6 bab, 116 halaman, 32 tabel, 7 lampiran, serta 36 kepustakaan

Meningkatnya jumlah kejahatan dalam kehidupan masyarakat menyebabkan proses hukum dan proses pembinaan harus berjalan sesuai dengan peraturan dan UU yang berlaku. Salah satu alat untuk menghadapi kejahatan melalui wadah pembinaan narapidana yaitu lembaga pemasyarakatan yang bertujuan untuk membina dan mendidik para pelaku tindak pidana agar bertobat atau tidak lagi melakukan kejahatan dan dapat hidup normal kembali dalam masyarakat dengan baik. Program Pembinaan yang dilakukan yaitu pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandiriaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon narapidana terhadap program pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Binjai. Penelitian ini dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Binjai yang berlokasi di Jalan Gatot Subroto no:72 Binjai.

Penelitian ini bersifat deskriptif, sampel dalam penelitian ini menggunakan metode pengambilan sampel “proporsional purposive sampling” yaitu narapidana yang telah menjalani masa pidananya antara 1 sampai 5 tahun yaitu sebanyak 57 orang. Teknik analisa data menggunakan tabel tunggal dan dijelaskan secara kualitatif dan analisis kuantitatif dengan mempergunakan skala Likert untuk mengukur persepsi, sikap dan partisipasi narapidana terhadap program pembinaan.

Hasil analisa data menunjukkan bahwa responden memiliki persepsi yang positif terhadap program pembinaan dengan nilai 0,59. Sikap responden terhadap program pembinaan adalah positif dengan nilai 0,86 dan partisipasi responden terhadap program pembinaan adalah positif dengan nilai 0,63. Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa respon narapidana terhadap program pembinaan adalah positif. Hal ini dikarenakan adanya keseriusan narapidana untuk melaksanakan program pembinaan dan berubah menjadi manusia yang lebih baik lagi.

(18)

v UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE

Hot Ain Ulina Sibuea 080902055

ABSTRACT

(This thesis is composed of 6 Section, 116 Pages, 32 Tables, 8 Appendix and 36 Library).

Increasing the amount of crime in society led to the legal process and the coaching process should be run in accordance with applicable laws and regulations. One of the tools to deal with crime through the container building is the prison inmate who aims to nurture and educate the perpetrators to repent or no longer commit crimes and return to normal life in society as well. Development Program conducted the coaching and coaching personalities of independence. This study aims to determine the response of the inmates in the coaching program Penitentiary II Class A Binjai. The research was conducted in a Class II Correctional Institution, located at Jalan Binjai Gatot Subroto no: 72 Binjai.

This study is descriptive, the sample in this study using sampling method "proportional purposive sampling" the prisoner who has undergone the punishment period between 1 and 5 years as many as 57 people. Data analysis techniques using a single table and described in qualitative and quantitative analysis by using a Likert scale to measure perceptions, attitudes and participation of the inmate construction program.

Results of analysis of data showed that the respondents have a positive perception of the value of 0.59 coaching program. Respondents' attitudes were positive coaching program with a value of 0.86 and the participation of respondents to the coaching program is positive with a value of 0.63. Based on the results of data analysis can be concluded that the response of inmates to the program is a positive development. This is because of the seriousness of the inmate to carry out the training program and become a better human being.

(19)

xvii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada saat ini masih banyak masalah sosial yang tidak bisa teratasi. Salah satunya yaitu masalah tindak kriminal atau kejahatan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Kejahatan ini mengakibatkan kondisi yang dapat membahayakan kehidupan dan tidak adanya ketenangan dalam masyarakat. Kejahatan merupakan aktivitas kriminal yang sangat berpengaruh terhadap aspek kehidupan manusia. Kejahatan dapat saja terjadi tanpa mengenal ruang dan waktu, tanpa mengenal siapa korban, dan tanpa pandang bulu yang terpenting bagi pelaku kejahatan tersebut adalah mendapatkan keinginannya dalam setiap gerakan yang telah direncanakan. Kejahatan juga bisa saja terjadi tanpa suatu rencana akan tetapi karena adanya kesempatan yang selalu mengintai manusia sehingga menimbulkan kejahatan yang tidak diinginkan oleh setiap insan (file :///H:/final%20skripsi/000000000/perbedaan-taraf-hidup-mengakibatkan.html).

Tidak ada satu pun negara yang terbebas dari tindak kejahatan, baik negara berkembang ataupun negara maju sekalipun. Suatu hal yang mustahil jika kita mengharapkan kejahatan tidak akan terjadi dari kehidupan masyarakat. Tampak fenomena meningkatnya kejahatan, baik sadis maupun tidak, timbul bersamaan dengan perkembangan kehidupan masyarakat kita yang mengalami perubahan dengan segala problem individual dan struktural yang kompleks.

(20)

xviii Kriminolog Erlangga Masdiono mengungkapkan bahwa tingginya angka kriminal di Indonesia disebabkan oleh berbagai macam faktor, antara lain kemiskinan, disfungsi norma dan hukum, ketidakharmonisan unsur terkait serta karakter bangsa yang sudah bergeser. Hal ini diperparah dengan sistem pendidikan yang tidak lagi mengajarkan nilai-nilai etika termasuk pendidikan agama yang hanya menekankan pada aspek kognitifnya (skorataunilai) (TVOne, 1/11/2011 diakses tanggal 15 maret 2011).

Meningkatnya jumlah kejahatan saat ini juga didukung oleh keadaan stabilitas nasional yang jauh dari kesejahteraan. Keadaan perekonomian saat ini tidak menjanjikan bagi masyarakat Indonesia,demikian juga halnya perpolitikan saat ini,segalanya sarat akan masalah. Situasi ini diporak-porandakan oleh terjadinya krisis dimulti bidang yang merusak tatanan kehidupan masyarakat,yang membuat kesempatan berbuat jahat meningkat ditambah dengan meningkatnya jumlah pengangguran dan kemiskinan yang mendorong tumbuh dan berkembangan kejahatan di masyarakat saat ini.

Mengingat banyaknya pelaku tindak pidana dengan berbagai latar belakang serta tingkat kejahatan yang berada dalam satu tempat yang sama, yang menyebabkan proses hukum dan proses pembinaan belum berjalan sesuai yang diharapkan. Pidana penjara belum dapat membuat jera para pelaku kejahatan. Hal ini dapat terbukti dengan semakin meningkatnya kejahatan yang terjadi di dalam masyarakat baik para pendatang baru.

(21)

xix 6,3 persen-dari 298.988 kasus pada tahun 2010 menjadi 317.016 kasus pada 2011. Peningkatan aktivitas dan mobilitas masyarakat berpotensi meningkatkan berbagai permasalahan dan gangguan keamanan masyarakat maupun ketertiban (Reportase News.Tingkat Kejahatan di Indonesia Meningkat file:///H:/kejahatan/ Tingkat%20Kejahatan%20di%20Indonesia%20Meningkat%20_%20Reportase% 20News%20%20Portal%20Berita%20Online.htm diakses tanggal 15 maret 2012).

Sebagai kota ketiga terbesar di republik ini, kota Medan pun tidak bisa lepas dari tindak kejahatan dengan berbagai macam cara dan aneka kejahatan yang selalu meningkat tiap tahunnya. Hal ini sebagaimana Polda Sumut mencatat jumlah kejahatan atau gangguan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas) meningkat 16,3 persen dibanding 2010. Peningkatan tersebut terlihat dari catatan yakni di 2010, gangguan Kamtibmas sebanyak 37.668 kasus sedangkan di 2011 mencapai 43.844 berarti meningkat sekira 16,3 persen," ujar Kapolda Sumut Irjen Pol Wisjnu Amat Sastro didampingi Waka Polda Brigjen Sahala Allagan, pejabat utama serta Kapolresta Medan Kombes Pol Tagam Sinaga, saat merilis catatan akhir tahun di Lapangan Merdeka, Sabtu (31/12)(file:///H:/kejahatan/Kapolda%20%20201 1,%20Kejahatan%20Meningkat%20di%20Sumut%20-%20Harian%20Analisa.htm diakses tanggal 15 maret 2012).

(22)

xx aturan-aturan untuk menentukan perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan atau dilarang dengan disertai sanksi berupa pidana bagi individu yang melanggar.

Fungsi hukum sebagai salah satu alat untuk menghadapi kejahatan melalui wadah pembinaan narapidana untuk pengembalian ke dalam masyarakat. Lembaga pemasyarakatan adalah muara dari sistem peradilan pidana yang berwenang dan diberi tugas oleh negara untuk melakukan pembinaan dan memberikan pengayoman. Pemasyarakatan dinyatakan sebagai suatu sistem pembinaan terhadap para pelanggar hukum dan sebagai suatu pengejawantahan keadilan yang bertujuan untuk mencapai reintegrasi sosial atau pulihnya kesatuan hubungan antara warga binaan pemasyarakatan atau narapidana dengan masyarakat.

Sistem pemasyarakatan merupakan sistem pembinaan narapidana yang digunakan pada saat ini, pada mulanya sistem pemasyarakatan ini adalah pemikiran Dr. Saharjo yang menolak sistem pemidanaan yang lama yaitu sistem pidana yang menitikberatkan pada prinsip balas dendam tanpa memperhatikan harkat dan martabat manusia. Sistem pemasyarakatan berupaya membina dan mendidik para pelaku tindak pidana agar bertobat atau tidak lagi melakukan kejahatan dan dapat hidup normal kembali dalam masyarakat dengan baik (Pujianto,2004:223).

(23)

xxi kemampuan meningkatkan ilmu dan pengetahuan; serta keintegrasian diri dengan masyarakat.

Kegiatan di dalam Lembaga Pemasyarakatan bukan sekedar untuk menghukum atau menjaga narapidana tetapi mencakup proses pembinaan agar warga binaan menyadari kesalahan dan memperbaiki diri serta tidak mengulangi tindak pidana yang pernah dilakukan. Hal ini juga berarti bahwa pembinaan terhadap narapidana juga harus bermanfaat baik selama yang bersangkutan menjalani pidana maupun setelah selesai menjalani pidana, sehingga mereka memiliki kesempatan yang sama dengan anggota masyarakat pada umumnya untuk dapat memberikan kontribusinya sebagai anggota masyarakat yang aktif dan produktif dalam pembangunan bangsa. Dengan kata lain bahwa program dan kegiatan pembinaan yang dilakukan dalam lembaga pemasyarakatan diarahkan untuk membangun manusia mandiri.

Salah satu lembaga pemasyarakatan yang membina dan mendidik para pelaku tindak pidana agar bertobat atau tidak lagi melakukan kejahatan dan dapat hidup normal kembali dalam masyarakat dengan baik melalui program pembinaan adalah Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Binjai. Pelaksanaan program pembinaan terhadap narapidana dilakukan dalam pembinaan awal dimana narapidana akan memperoleh pembinaan melalui kegiatan penyuluhan tentang arti penting hukum, program pendidikan melalui program paket A, paket B, dan paket C, dan pendidikan keterampilan. Pelaksanaan program pembinaan lanjutan yaitu dengan diberikannya hak kepada narapidana untuk memperoleh cuti bersyarat, cuti menjelang bebas, pembebasan bersyarat, cuti menengok keluarga, cuti alasan penting, dan asimilasi dengan persyaratan yang telah ditentukan.

(24)

xxii penghambat. Faktor yang mendukung program pembinaan yaitu adanya kemauan individu narapidana untuk mengikuti program pembinaan, adanya kerjasama dengan instansi pemerintah yang lain, adanya dukungan dari pihak keluarga, petugas pemasyarakatan dan penasehat hukum. Faktor penghambat dalam membina narapidana adalah antusias warga binaan yang masih rendah untuk mengikuti program pembinaan, over capasity/ terlalu penuhnya warga binaan didalam lembaga pemasyarakatan sehingga mengakibatkan pembinaan kurang intensif.

Banyak persoalan yang muncul dalam lembaga pemasyarakatan Binjai ini, misalnya pada hari Sabtu, 19 Maret 2011 sekitar pukul 22.00 WIB, Petugas Lembaga Pemasyarakatan Binjai, yang melakukan razia di setiap kamar sel narapidana menemukan puluhan amplop ganja. Barang terlarang itu diketahui milik narapidana berinisial RI (25) dan BR (26), yang menghuni kamar XI Blok A Lembaga Pemasyarakatan Binjai. Narkoba yang diamankan itu berupa 230 amplop berisi ganja dan satu bungkus besar ganja (seberat 20 ons) milik dua narapidana yang menghuni kamar sel tersebut.

(file:///I:/lp%20n%20masalahnya/Kemenkumham%20Sumut%20Turunkan%20Tim %20Ke%20Lapas%20Binjai%20_%20Harian%20Berita%20Sore.htm diakses tanggal 20 April pukul 10:00).

(25)

xxiii diri dengan cara memanjat tembok dapur menggunakan tali. Deni selama ini dipercaya di bagian dapur, namun ternyata diam-diam berniat tidak baik, yakni ingin melarikan diri. Kejadian ini diketahui saat petugas sedang mengecek di bagian dapur untuk menanyakan makanan bagi tahanan lainnya.

(file:///I:/lp%20n%20masalahnya/index.php.htm, Waspada Online Diakses tanggal 20 April 2012, pukul 09:58 WIB).

Apabila kita melihat kejadian yang terjadi di dalam Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Binjai, narapidana masih tetap melakukan perbuatan yang melanggar hukum dan meresahkan kehidupan masyarakat sekitarnya. Dalam hal ini, Lembaga Pemasyarakatan berfungsi sebagai tempat pembinaan dan perbaikan terhadap para narapidana diharapkan dapat berfungsi sebagaimana mestinya sehingga dapat menanggulangi volume kejahatan dalam masyarakat dan narapidana dapat berfungsi sosial kembali ke dalam kehidupan bermasyarakat serta tidak mengulang tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat. Lembaga pemasyarakatan juga memberi motivasi terhadap narapidana untuk lebih antusias dalam menjalani program pembinaan, memberikan tindak lanjut terhadap pembinaan yang dilakukan lembaga pemasyarakatan kepada mantan narapidana agar tidak mengulangi tindak kejahatan. Pembinaan yang dilakukan melalui program pembinaan harus dilaksanakan secara berkesinambungan, mengakomodasi pendapat narapidana dalam menentukan program pembinaan dan pihak lembaga pemasyarakatan harus memberikan tindak lanjut terhadap pembinaan yang telah diberikan.

(26)

xxiv ”Respon Narapidana Terhadap Program Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Binjai”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka masalah yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Respon Narapidana Terhadap Program Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Binjai ?”

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang ada maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Respon Narapidana Terhadap Program Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Binjai

1.3.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Secara akademis dapat memperkaya referensi dalam rangka pengembangan konsep-konsep, teori-teori penulisan dan ilmu pengetahuan pada umumnya dan khususnya Ilmu Kesejahteraan sosial, terutama mengenai permasalahan sosial yang ada di tengah-tengah masyarakat saat ini.

(27)

xxv 1.4 Sistematika Penulisan

Penulisan Penelitian ini disajikan dalam enam bab dengan sistematika sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan uraian dan konsep yang berkaitan dengan masalah dan objek yang diteliti, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tipe Penelitian, lokasi Penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, serta teknik analisa data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang sejarah singkat berdirinya Lembaga Pemasyarakatan dan struktur organisasi, dan gambaran umum lokasi Penelitian.

BAB V : ANALISIS DATA

Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil Penelitian dan analisisnya.

BAB VI : PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang bermanfaat sehubungan dengan penelitian yang dilakukan.

(28)

xxvi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Respon

Scheerer menyebutkan respon pada hakekatnya merupakan tingkah laku balas atau juga sikap yang menjadi tingkah laku baik, yang juga merupakan proses pengorganisasian langsung dimana rangsangan-rangsangan proksimal diorganisasikan sedemikian rupa sehingga terjadi representasi fenomenal dari rangsangan- rangsangan proksimal tersebut. Sementara itu, respon dikatakan Darly Beum sebagai tingkah laku balas atau sikap yang menjadi tingkah laku yang kuat (Sarwono, 1998:84).

Respon stimulus berarti rangsangan dan respon berarti tanggapan. Rangsangan diciptakan untuk memunculkan tanggapan. Respon lambat laun tertanam atau diperkuat melalui percobaan yang berulang-ulang (Dzamarah,2002:23). Respon juga diartikan suatu tingkah laku atau sikap yang berwujud baik sebelum pemahaman mendetail, penilaian, pengaruh atau penolakan, suka atau tidak suka serta pemanfaatan suatu fenomena tertentu (Adi, 2000:105).

Respon atau tanggapan adalah kesan-kesan yang dialami jika perangsang sudah tidak ada, jadi jika proses pengamatan sudah berhenti dan hanya tinggal kesan-kesannya saja, peristiwa sedemikian ini disebut tanggapan. Defenisi tanggapan adalah gambaran ingatan dari pengamatan. Dalam ini untuk mengetahui respon dapat dilihat melalui persepsi, sikap, dan partisipasi .

(29)

xxvii keadaan di sekitarnya, sedangkan menurut Bower, persepsi ialah interpretasi tentang apa yang diinderakan atau dirasakan individu (Budi, Ayi Setia 06 September 2008 tanggal 13 Maret 2012, jam 23:34).

Persepsi menurut Mc Mahon adalah proses menginterprestasikan rangsangan (input) dengan menggunakan alat penerima informasi (sensori information). Sedangkan menurut Morgan, King, dan Robinson menunjuk bagian kita melihat, mendengar, merasakan, mencium dunia sekitar kita, dengan kata lain persepsi dapat juga didefenisikan sebagai gejala sesuatu yang dialami manusia. William James menyatakan bahwa persepsi terbentuk atas dasar data yang kita peroleh dari lingkungan yang diserap indera kita, serta sebagian yang lainnya dan diperoleh dari pengolahan ingatan (memory), kemudian diolah kembali berdasarkan pengalaman yang kita miliki. Jadi yang dimaksud dengan persepsi adalah suatu proses kognitif yang dialami oleh setiap orang didalam memahami informasi tentang lingkungan baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penerimaan. Persepsi merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi dan bukan suatu pencatatan yang benar.

(30)

xxviii 1. Motif dan kebutuhan

2. Prepator set, yaitu kesiapan seseorang untuk merespon terhadap suatu input sensori tertentu tetapi tidak pada input yang lain.

3. Minat (interest).

Faktor eksternal yang mempengaruhi atensi adalah:

1. Intensitas dan ukuran, misalnya makin keras suatu bunyi maka akan semakin menarik perhatian orang.

2. Kontras dengan hal-hal baru. 3. Pengulangan.

4. Pergerakan (Adi, 2000:15).

Respon pada prosesnya didahului sikap seseorang, karena sikap merupakan kecenderungan atau kesediaan seseorang untuk bertingkah laku jika ia menghadapi suatu rangsangan tertentu. Perubahan sikap dapat menggambarkan bagaimana respon seseorang terhadap objek-objek tertentu seperti perubahan lingkungan atau situasi lain. Sikap yang muncul dapat positif yakni menyenangi, mendekati, mengharapkan suatu objek atau muncul sikap negatif yakni menghindari, membenci suatu objek (Adi, 2000:178).

(31)

xxix dikatakan mempunyai sikap yang unfavorable terhadap objek tersebut. Dalam sikap yang positif, reaksi seseorang cenderung mendekati atau menyenangi objek tersebut, sedangkan dalam sikap yang negatif orang cenderung untuk menjauhi atau menghindari objek tersebut (Hudaniah, 2009:90-91)

Sikap berkaitan dengan perilaku, sikap merupakan predisposisi untuk berbuat atau berperilaku. Sikap merupakan organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang relatif yang disertai adanya perasaan tertentu, dan memberikan dasar kepada orang tersebut untuk membuat respon atau berperilaku dalam cara yang tertentu yang dipilihnya.

Menurut Allport, pada hakekatnya sikap adalah suatu interaksi dari berbagai komponen, komponen tersebut adalah :

1. Komponen Kognitif

Komponen Kognitif adalah komponen yang tersusun atas dasar pengetahuan atau informasi yang dimiliki seseorang tentang objek sifatnya. Dari pengetahuan ini akan terbentuk suatu keyakinan tertentu tentang objek sikap tersebut.

2. Komponen Afektif

Komponen Afektif adalah komponen yang berhubungan dengan rasa senang dan tidak senang. Jadi, sifatnya yang berhubungan erat dengan nilai-nilai kebudayaan atau sistem nilai yang dimilikinya.

3. Komponen Konatif

Komponen Konatif adalah komponen yang merupakan kesiapan seseorang untuk bertingkah laku yang berhubungan dengan objek sikap.

(32)

xxx objek tertentu (Hudaniah, 2009:90). Ciri- ciri dasar dari sikap menurut Brigham adalah :

1. Sikap disimpulkan dari cara individu bertingkah laku

2. Sikap mengarah pada objek psikologis atau kategori. Dalam hal ini, skema yang dimiliki orang menentukan bagaimana mereka mengkategorisasikan target objek dimana sikap diarahkan.

3. Sikap dapat dipelajari

4. Sikap mempengaruhi perilaku ( Hudaidah, 2009: 91).

Selain persepsi dan sikap, partisipasi juga menjadi hal yang sangat penting. Bahkan mutlak diperlukan untuk mengukur respon. Partisipasi adalah keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada dalam masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan keterlibatan masyarakat dalam mengevaluasi perubahan yang terjadi (Adi, 2007:27).

Partisipasi sangat berhubungan atau berkaitan dengan frekuensi dan kualitas yaitu :

1. Frekuensi

Kaitan partisipasi dengan frekuensi adalah bahwa partisipasi merupakan keterlibatan masyarakat dimana keterlibatan tersebut harus memiliki frekuensi yang baik dan teratur agar masyarakat dapat melaksanakan program dengan penuh persiapan, perencanaan, pemahaman dan evaluasi. 2. Kualitas

(33)

xxxi mereka akan terinternalisasi dengan sikap dan nilai pribadi yang kondusif terhadap kualitas.

Dalam merespon stimulus, tidak terlepas dari subjek dan objeknya. Subjek merupakan orang yang merespon dan objek merupakan stimulus atau yang akan direspon. Dalam hal ini yang menjadi subjeknya adalah Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Binjai dan menjadi objeknya adalah Program Pembinaan.

2. 2. Narapidana

2.2.1 Pengertian Narapidana

Banyak pelanggaran hukum yang terjadi di masyarakat, baik pelanggaran hukum adat ataupun hukum negara. Setiap pelanggaran yang dilakukan dalam hukum adat atau hukum negara mempunyai konsekuensi berupa sanksi. Pelaku pelanggaran akan dikenakan sanksi sesuai dengan apa yang dilakukannya. Dalam hukum negara pelaku pelanggaran hukum akan menerima sanksi setelah dilakukan peradilan dan dikenakan putusan dari hakim. Saat ini di masyarakat berkembang istilah lain untuk menyebut tahanan tindak pidana yaitu narapidana. Secara umum narapidana berarti orang yang melakukan tindak pidana.

Di dalam Undang-Undang No 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, pengertian narapidana adalah terpidana yang hilang kemerdekaan di lembaga pemasyarakatan. Sedangkan pengertian terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

(34)

xxxii hukuman terhadap pelaku. Hukum pidana yaitu bagian dari hukum yang berlaku disuatu negara, yang berisi tentang aturan-aturan untuk menentukan perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan atau dilarang dengan disertai sanksi berupa pidana bagi individu yang melanggar. Jadi, narapidana adalah orang yang pada waktu tertentu dalam konteks suatu budaya, perilakunya dianggap tidak dapat ditoleransi dan harus diperbaiki dengan penjatuhan sanksi pengambilan kemerdekaannya sebagai penegakkan norma-norma (aturan-aturan) oleh alat-alat kekuasaan (negara) yang ditujukan untuk melawan dan memberantas perilaku yang mengancam keberlakuan norma tersebut.

Narapidana atau sering disebut Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) adalah terpidana yang menjalani pidana di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), yaitu seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

2.2.2 Hak dan Kewajiban Narapidana

Narapidana masih mempunyai beberapa hak dalam suatu proses peradilan pidana, yaitu:

1. Hak untuk mendapatkan pembinaan atau penghukuman yang manusiawi sesuai dengan pancasila, UUD 1945 dan ide mengenai pemasyarakatan.

2. Hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap tindakan yang merugikan/ menimbulkan penderitaan mental, fisik, sosial dari siapa saja.

3. Hak untuk tetap dapat berhubungan dengan orang keluarga sebagaimana ditentukan dalam Pasal 14 UU No.12 Tahun 1995 tentang Lembaga Pemasyarakatan adalah:

(35)

xxxiii b. Mendapatkan perawatan, baik perawatan jasmani maupun rohani

c. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran

d. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang baik. e. Menyampaikan keluhan

f. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang

g. Mendapatkan upah (premi) atas pekerjaan yang dilakukan

h. Menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum atau orang tertentu lainnya.

i. Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi).

j. Mendapatkan kesempatan asimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga. k. Mendapat pembebasan bersyarat.

l. Mendapat cuti menjelang bebas.

m.Mendapatkan hak-hak lain sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Manual Lembaga Pemasyarakatan mengatur setidaknya ada 5 (lima) hak narapidana yang diberikan apabila narapidana tersebut telah memenuhi persyaratan tertentu. Hak-hak tersebut adalah :

1. Mengadakan hubungan terbatas dengan pihak luar

(36)

xxxiv 2. Memperoleh Remisi

Setiap 17 Agustus 1945, berdasarkan Keppres Nomor 5 Tahun 1987, setiap narapidana yang berkelakuan baik, telah berjasa kepada negara, melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi negara atau kemanusiaan, dan narapidana yang membantu kegiatan dinas Lembaga Pemasyarakatan, akan memperoleh remisi.

3. Memperoleh Asimilasi

Selama kehilangan kemerdekaannya, seorang narapidana harus secara berangsur-angsur diperkenalkan kepada masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat. Asimilasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: asimilasi ke dalam (yaitu, hadirnya masyarakat ke dalam LP), dan asimilasi ke luar (yaitu, hadirnya narapidana di tengah-tengah masyarakat). 4. Memperoleh Cuti Menjelang Bebas

5. Memperoleh Pembebasan Bersyarat

Hak ini merupakan hak pengintegrasian narapidana, yaitu hak narapidana untuk sepenuhnya berada di tengah-tengah masyarakat, dengan syarat narapidana tersebut telah menjalani 2/3 dari masa hukumannya. Narapidana yang memperoleh pembebasan bersyarat ini tetap diawasi oleh Balai Pemasyarakatan (Bapas) dan Jaksa negeri setempat (Loqman, 2002:94). Kewajiban yang harus dilaksanakan oleh narapidana, yaitu bahwa setiap narapidana pemasyarakatan wajib mengikuti program pendidikan dan bimbingan agama sesuai dengan agama dan kepercayaannya. Kewajiban narapidana ditetapkan pada Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan Pasal 15 yaitu:

(37)

xxxv 2. Ketentuan mengenai program pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

2. 3. Lembaga Pemasyarakatan

2.3.1 Pengertian Lembaga Pemasyarakatan

Lembaga Pemasyarakatan adalah tempat untuk melakukan pembinaan terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan di Indonesia. Sebelum dikenal istilah Lembaga Pemasyarakatan (LP) di Indonesia, tempat tersebut disebut dengan istilah penjara. Lembaga Pemasyarakatan merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (dahulu Departemen Kehakiman). Penghuni Lembaga Pemasyarakatan biasa disebut narapidana atau Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) bisa juga yang statusnya masih tahanan, maksudnya orang tersebut masih berada dalam proses peradilan dan belum ditentukan bersalah atau tidak oleh hakim. (http://id.wikipedia.org/wiki/Lembaga_Pemasyarakatan, diakses tanggal 13 maret 2012, jam 23:36).

(38)

xxxvi Lembaga pemasyarakatan yang berkembang sekarang ini menganut sistem pemasyarakatan yaitu suatu tatanan arah dan batas serta cara pembinaan terhadap narapidana berdasarkan pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas narapidana agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.

Lembaga Pemasyarakatan adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan (Undang-Undang Nomor 12 Pasal 1- 3 Tahun 1995). Negara menjadikan penjara sebagai tempat penghukuman bagi orang yang dinyatakan pengadilan bersalah. Penjara juga menjadi lembaga rehabilitasi pesakitan bagi narapidana itu sendiri. Oleh karena itu, otoritas penjara bukan hanya semata melaksanakan hukuman, melainkan jauh lebih mulia yaitu mengembalikan para narapidana ke dalam kehidupan masyarakat. Tujuan dari fungsi penjara yang menggembleng para penghuninya agar mereka ketika kembali kepada masyarakat dapat berkehidupan normal, sehingga stigma negative akan mantan penghuni Lembaga Pemasyarakatan tidak melekat pada mereka.

Lembaga Pemasyarakatan merupakan salah satu pranata masyarakat, sebagai tempat untuk mendidik para narapidana agar dapat meluluhkan kembali kesadaran mereka dalam bermasyarakat, untuk memperbaiki martabat dan harga diri mereka ditengah-tengah masyarakatnya. Lembaga Pemasyarakatan adalah sebagai wadah pembinaan untuk melenyapkan sifat-sifat jahat melalui pendidikan (Panjaitan,1995:10).

(39)

xxxvii para narapidana yang “tersesat jalan” dan memberi bekal hidup bagi narapidana setelah kembali ke dalam masyarakat (Soedjono,1972:147). Jadi, pemasyarakatan adalah suatu proses pembinaan yang dilakukan oleh negara kepada para narapidana dan tahanan untuk menjadi manusia yang menyadari kesalahannya.

2.3.2 Klasifikasi Lembaga Pemasyarakatan

Lembaga pemasyarakatan diklasifikasikan dalam 3 (tiga) Klas, yang mana Klasifikasi tersebut pada pasal 4 ayat (1), yang didasarkan pada kapasitas, tempat kedudukan dan kegiatan kerja, yaitu:

a. Lapas Klas I

Lapas Klas I ini berada di daerah tingkat I yaitu provinsi. Adapun tata kerja di Lapas Klas I ini terdiri dari 5 bagian yaitu Bidang Tata Usaha, Bidang Pembinaan Narapidana, Bidang Kegiatan Kerja, Bidang Administrasi Keamanan Dan Tata Tertib dan Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan

b. Lapas Klas II A

Lapas Klas II ini berada di daerah tingkat II yaitu kota/kotamadya. Adapun tata kerja di Lapas Klas II ini terdiri dari 5 bagian yaitu Bidang Tata Usaha, Bidang Pembinaan Narapidana, Bidang Kegiatan Kerja, Bidang Administrasi Keamanan Dan Tata Tertib dan Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan

c. Lapas Klas II B

(40)

xxxviii Kerja, Bidang Administrasi Keamanan Dan Tata Tertib dan Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan

2.3.3 Petugas Pemasyarakatan

Di Indonesia, sipir disebut dengan petugas pemasyarakatan yang bertanggung jawab melakukan pembinaan terhadap narapidana atau tahanan di Lapas maupun rutan (rumah tahanan). Petugas pemasyarakatan atau dahulu lebih dikenal dengan istilah sipir penjara adalah Pegawai Negeri Sipil yang bekerja di pemerintahan Indonesia pada Departemen Hukum dan Ham R.I.

2012, jam 23:36).

Sipir atau petugas pemasyarakatan merupakan seseorang yang diberikan tugas dengan tanggung jawab pengawasan, keamanan, dan keselamatan narapidana di penjara. Perwira tersebut bertanggung jawab untuk pemeliharaan, pembinaan, dan pengendalian seseorang yang telah ditangkap dan sedang menunggu pengadilan ketika dijebloskan maupun yang telah didakwa melakukan tindak kejahatan dan dijatuhi hukuman dalam masa tertentu suatu penjara. Sebagian besar perwira bekerja pada pemerintahan negara tempat mereka mengabdi, meskipun ada pada negara-negara tertentu, sipir bekerja pada perusahaan swasta.

(41)

xxxix dengan pendekatan humanis yang dapat menyentuh perasaan para narapidana, dan mampu berdaya cipta dalam melakukan pembinaan.

Berdasarkan surat edaran Dirjen Pemasyarakatan berikut ini adalah sepuluh kewajiban petugas pemasyarakatan:

1. Menjunjung tinggi hak-hak warga binaan pemasyarakatan.

2. Bersikap belas kasih dan tidak sekali-kali menyakiti warga binaan pemasyarakatan.

3. Berlaku adil terhadap warga binaan pemasyarakatan. 4. Menjaga rahasia pribadi warga binaan pemasyarakatan. 5. Memperhatikan keluhan warga binaan pemasyarakatan. 6. Menjaga rasa keadilan masyarakat.

7. Menjaga kehormatan diri dan menjadi teladan dalam sikap dan prilaku.

8. Waspada dan peka terhadap kemungkinan adanya ancaman dan gangguan keamanan.

9. Bersikap sopan tetapi tegas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat 10. Menjaga keseimbangan antara kepentingan pembinaan dan keamanan.

(42)

xl 2. 4. Sistem Pemasyarakatan

2.4.1 Sejarah Sistem Pemasyarakatan

Adanya penjara karena adanya sistem pidana hilang kemerdekaan. Sebelum ada pidana hilang kemerdekaan belum ada penjara. Pada zaman kuno, hanya dikenal pidana mati, pidana badan, buang, kerja paksa. Sistem pidana kuno tersebut ternyata gagal dalam memberantas kejahatan (dianggap sangat kejam dan bengis dalam pelaksanaannya). Pada awal abad ke-17, bersamaan timbulnya gerakan perikemanusiaan dan dilanjutkan lahirnya aliran pencerahan di abad ke-18, menyebabkan sistem pidana kuno berubah menjadi sistem pidana hilang kemerdekaan menjadi pidana pokok hampir di seluruh kawasan Eropa dan daerah jajahannya (Sujatno,2008:121).

Hukuman penjara merupakan penghukuman yang telah berlangsung kurang lebih 200 tahun yang lalu. Penjara masa dulu menjadi tempat dimana orang-orang mendapat hukuman sadis berupa penyiksaan, mutilasi, dieksekusi gantung atau bakar. Pada saat ini, penjara menjadi model penghukuman yang secara antusias diperkenalkan sebagai pengganti hukuman fisik yang brutal (Sunaryo,2011:1).

Berdasarkan asal-usul katanya (etimologi) kata “penjara” berasal dari penjoro (jawa) yang berarti tobat, atau jera. Sistem pidana penjara mulai dikenal di Indonesia melalui KUHP atau Wet Boek Van Strafrecht, pasal 10 yang mengatakan; pidana terdiri atas :

1. Pidana Pokok terdiri dari : Pidana Mati, Pidana Penjara, Pidana Kurungan, Pidana Denda, Pidana Tutupan.

(43)

xli Istilah penjara (penitentiary) juga diambil dari bahasa latin secara luas digunakan sebagai sinonim kata prison, awalnya digunakan menjelaskan tempat dimana seorang dikirim untuk menebus dosa-dosanya terhadap masyarakat. Hukuman penjara menjadi alat hukuman yang bertujuan memperbaiki perilaku para pelaku tindak kriminal, salah satu contoh penjara legendaris adalah bangunan Walnut Street Jial di Philadelpia Amerika Serikat, disebut-sebut sebagai penjara

(penitentiary) pertama yang berasal dari rumah tempat penahanan. Bisa dikatakan pada rumah penahanan dahulu, tidak ada perbedaan perlakuan terhadap pelaku kejahatan berdasarkan usia tua-muda, jenis kelamin laki-laki-perempuan, sakit atau sehat, status tahanan atau terpidana, semua dikumpulkan dalam satu tempat yang sama (Leinward,1972:25).

Pada perkembangan berikutnya, muncul penjara baru di Auburn New York. Sistem Auburn meminjam sistem Pennsylvania yang mengijinkan perlakuan terhadap narapidana yang melakukan pekerjaan seperti menenun, menjahit, membuat sepatu dalam selnya. Penjara baru di Auburn New York menjadi contoh bagi penjara-penjara di Amerika. Di Auburn, para narapidana dimasukkan dalam sel terpisah pada malam hari, dan bekerja bersama pada siang hari. Sistem dengan mempergunakan kerja kelompok pada siang hari dan isolasi pada malam hari menjadi model utama dalam sistem penjara Amerika.

Lebih jauh, lembaga penjara dibagi atas beberapa tipe seperti berkategori

(44)

xlii Sebagai akibat adanya sistem penjara, maka lahirlah sistem kepenjaraan dengan berlandaskan kepada Reglement Penjara yaitu sebagai tempat atau wadah pelaksanaan dari pidana penjara adalah rumah yang digunakan bagi orang-orang terpenjara/ orang hukuman. Sistem penjara yang sangat menekankan pada unsur penjeraan dan menggunakan titik tolak pandangannya terhadap narapidana sebagai individu, semata-mata dipandang sudah tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Bagi bangsa Indonesia pemikiran-pemikiran mengenai fungsi pemidanaan tidak lagi sekedar pada aspek penjeraan belaka, tetapi juga merupakan suatu usaha rehabilitatif dan reintegrasi sosial, serta melahirkan sistem pembinaan terhadap pelanggar hukum yang dikenal sebagai Sistem Pemasyarakatan.

2.4.2 Konsep Sistem Pemasyarakatan

Bagi Prof. Mr. Roeslan, tidak ada kejahatan tanpa penjahat, sebaliknya tidak ada penjahat tanpa kejahatan, terlalu sederhana mengganggap kejahatan sebagai suatu kecelakaan belaka. Kejahatan, bila hanya dilihat dari kacamata hukum pidana menyerupai “hukum tanpa kepala“, tak jelas pandangan kemasyarakatan, seharusnya hukum hidup ditengah dinamika pertumbuhan masyarkat agar dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan masyarakat. Seorang kriminal atau narapidana ada bukan karena dibentuk secara lahiriah tapi dibentuk secara sosial budaya dimana ia berada. Demikan pula penghukuman yang dijalani bukanlah konstruksi fisik tapi bagian dari konstruksi sosial-budaya seperti hasil interaksi, komunikasi, bentukan solidaritas dan konflik yang terjadi (Allen,1989:117).

(45)

xliii organisasi militer sebagai salah satu institusi sosial (total institution) yang menampung dan mengatur hidup orang banyak secara seragam. Struktur totaliter ini berisi peraturan-peraturan detil, pengawasan ketat, jurang lebar antara yang berkuasa dan yang dikuasai, konsentrasi kekuasaan di tangan sekelompok yang berkuasa (rulling few). Goffman mendefenisikan institusi total sebagai tempat tinggal dan kerja dimana sejumlah besar individu untuk waktu yang cukup lama terlepas dari masyarakat luas, bersama-sama terlibat dan berperan dalam kehidupan yang diatur secara formal. Ia mendefenisikan 5 kategori institusi total, dimana penjara merupakan salah satu didalamnya, yaitu :

1. Institusi yang dibangun untuk merawat orang yang dianggap tidak mampu dan tidak berbahaya, misalnya tuna wisma, tuna netra, rumah jompo, asrama yatim piatu dan fakir miskin.

2. Tempat yang dibangun untuk orang yang tidak mampu merawat dirinya sendiri dan bagi masyarakat, sekalipun mereka tidak bermaksud demikian seperti sanatorium, rumah sakit jiwa, rumah sakit kusta.

3. Institusi total yang diorganisir untuk melindungi masyarakat dari apa yang dirasakan sebagai bahaya yang mengancam, dimana kesejahteraan mereka yang diasingkan itu tidak dianggap sebagai suatu masalah, contohnya penjara, camp tawanan perang, camp tawanan konsentrasi.

4. Institusi total yang dibangun untuk menunaikan beberapa tugas-tugas yang mengesahkan diri mereka diatas dasar-dasar instrumental ini seperti barak-barak tentara, asrama sekolah, kampung kerja, perkampungan kolonial, dan bangsal-bangsal.

(46)

xliv misalnya biara, pendopo, penjara dan tempat menyepi lainnya (Poloma, 2003).

Sahardjo merupakan tokoh yang pertama kali melontarkan perlunya perbaikan perlakuan bagi narapidana yang hidup dibalik tembok penjara, memerlukan landasan sistem pemasyarakatan yaitu: “bahwa tidak saja masyarakat diayomi terhadap diulangi perbuatan jahat oleh terpidana, melainkan orang yang telah tersesat diayomi dengan memberikan kepadanya bekal hidup sebagai warga negara, dari pengayoman itu nyata bahwa menjatuhkan pidana bukanlah tindakan balas dendam dari negara, tobat tidak akan dapat dicapai dengan penyiksaan, melainkan dengan pembinaan, terpidana juga tidak dijatuhi pidana siksaan, melainkan terpidana kehilangan kemerdekaan. Negara telah mengambil kemerdekaan seseorang dan pada waktunya akan mengembalikan orang itu kedalam masyarakat lagi, mempunyai kewajiban terhadap orang terpidana itu dan masyarakat“ (Harsono, 1995:1).

Ide pemasyarakatan diperkenalkan Sahardjo pada tanggal 5 Juli 1963, merupakan pedoman dasar bagi pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia. Ide ini dikenal dengan 10 prinsip pemasyarakatan, yang antara lain memuat prinsip bahwa penjatuhan pidana bukan tindakan balas dendam dari negara karena itu negara tidak berhak membuat orang menjadi lebih buruk atau jahat daripada sebelum masuk lapas. Dikatakan juga bahwa pembinaan dan bimbingan harus dilakukan sebagaimana perlakuan terhadap sesama manusia meskipun ia telah tersesat (Sunaryo,2011:5).

(47)

xlv 1. Ayomi dan berikan bekal hidup agar mereka dapat menjalankan

peranannya sebagai warga masyarakat yang baik dan berguna. 2. Penjatuhan pidana bukan tindakan balas dendam negara.

3. Berikan bimbingan bukan penyiksaan supaya mereka bertobat.

4. Negara tidak berhak membuat seseorang lebih buruk atau lebih jahat daripada sebelum dijatuhi pidana

5. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, para narapidana dan anak didik harus diperkenalkan dengan masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat.

6. Pekerjaan diberikan kepada narapidana dan anak didik tidak boleh bersifat sekedar mengisi waktu, juga tidak boleh diberikan pekerjaan sewaktu-waktu saja. Pekerjaan yang diberikan harus satu dengan pekerjaan di masyarakat dan yang menunjang usaha peningkatan produksi.

7. Bimbingan dan didikan yang diberikan kepada narapidana harus berdasarkan Pancasila.

8. Narapidana dan anak didik sebagai orang yang tersesat adalah manusia, dan harus pula diperlakukan sebagai manusia.

9. Narapidana dan anak didik hanya dijatuhi pidana kehilangan kemerdekaan sebagai satu-satunya derita yang dialaminya.

10. Disediakan dan dipupuk sarana-sarana yang dapat mendukung fungsi rehabilitatif, korektif, dan edukatif dalam sistem pemasyarakatan (Sujatno,2008:123-124).

(48)

xlvi a. Diri sendiri, yaitu narapidana itu sendiri

b. Keluarga, yaitu anggota keluarga inti atau keluarga dekat.

c. Masyarakat, yaitu orang-orang yang berada di sekeliling narapidana pada saat masih di luar lembaga pemasyarakatan, yaitu masyarakat biasa, pemuka masyarakat, atau pejabat setempat.

d. Petugas dapat berupa petugas kepolisian, pengacara, pemuka agama, petugas sosial, petugas pemasyarakatan dan lain sebagainya.

Sistem pemasyarakatan menurut UU No.12 Tahun 1995, Pasal 1 ayat 2 adalah suatu tatatan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan warga Binaan pemasyarakatan (WBP) atau narapidana berdasarkan pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas WBP agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulang tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab (Sujatno,2008:126). Sistem pemasyarakatan juga merupakan salah satu tatanan yang lebih manusiawi dan normative terhadap narapidana berazaskan pancasila dan bercirikan rehabilitative, korektif, edukatif dan integrative.

(49)

xlvii pemidanaan, yang menurut Ketentuan Konsep Rancangan Undang-undang RI tahun 2004 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana Dalam Pasal 51.

2.4.3 Dasar Hukum Sistem Pemasyarakatan

Adapun landasan hukum yang dijadikan dasar bagi sistem pemasyarakatan adalah :

1. Pancasila 2. UUD 1945 3. KUHP 4. KUHAP

5. UU No 12 tahun 1995 6. UU No 3 tahun 1997 7. Peraturan Pemerintah (PP) 8. Keputusan Presiden (Kepres) 9. Kepmenhum & Ham

10. Permenhum & Ham

11. Keputusan Dirjen Pemasyarakatan (Sujatno,2008:125).

2. 5. Pembinaan Narapidana

2.5.1 Tujuan Pembinaan Narapidana

(50)

xlviii untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan yang tentram dan sejahtera dalam masyarakat, dan selanjutnya berpotensi luhur dan bermoral tinggi. (Purnomo,1986:187).

Perkembangan tujuan pembinaan bagi narapidana, berkaitan erat dengan tujuan pemidanaan. Pembinaan narapidana yang sekarang dilakukan pada awalnya berangkat dari kenyataan bahwa tujuan pemidanaan tidak sesuai dengan perkembangan nilai dan hakekat hidup yang tumbuh dimasyarakat. Tujuan perlakuan narapidana di Indonesia mulai terlihat yaitu bahwa tujuan pemidanaan adalah pemasyarakatan. Tujuan pembinaan adalah pemasyarakatan dapat dibagi dalam tiga hal, yaitu :

a. Setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan tidak lagi melakukan tindak pidana.

b. Menjadi manusia yang berguna, berperan aktif dan kreatif dalam membangun bangsa dan negara.

c. Mampu mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akherat.

Dalam artikel yang berjudul “Sistem Pembinaan Narapidana, Sebuah Konsepsi Pembaharuan”, Drs.C.I Harsono Hs, BC.IP menawarkan tentang tujuan pembinaan yaitu kesadaran (Consciousness). Untuk memperoleh kesadaran diri, maka seseorang harus mengenal dirinya sendiri. Diri sendiri yang akan mampu mengubah sesorang untuk menjadi lebih baik, maju dan positif. Kesadaran sebagai tujuan pembinaan dapat dilakukan dalam beberapa tahap yaitu :

(51)

xlix b. Memiliki kesadaran beragama yaitu kesadaran terhadap kepercayaan kepada Tuhan yang Maha Esa, sadar sebagai makhluk Tuhan, sebagai individu yang memiliki keterbatasan dan sebagai manusia yang dapat menentukan kehidupannya sendiri.

c. Mengenal cara memotivasi yaitu mampu memotivasi diri sendiri ke arah yang positif, ke arah perubahan yang baik, yaitu dengan pengembangan cara berpikir, bertingkah laku positif dan berkepribadian matang.

d. Mampu memotivasi orang lain, selain dapat memotivasi diri sendiri maka narapidana diharapkan dapat memotivasi orang lain, kelompoknya, keluarganya dan masyarakat sekelilingnya.

e. Mampu memiliki kesadaran diri yang tinggi yaitu berperan aktif dan kreatif dalam membangun bangsa dan negara. Kesadaran dan kesetiaan terhadap bangsa dan negara, terhadap Pancasila dan Undang-Undang dasar 1945. f. Mampu berpikir dan bertindak yaitu narapidana mampu berpikir secara

positif, mampu membuat keputusan sendiri dan bertindak sesuai dengan keputusannya tersebut. Narapidana diharapkan mampu mandiri, tidak tergantung kepada orang lain, dengan mengembangkan diri sendiri dan kepercayaan diri.

g. Memiliki kepercayaan diri yang kuat. Narapidana diharapkan percaya akan Tuhan, percaya kepada diri sendiri bahwa dapat merubah tingkah laku, tindakan, dan keadaan yang lebih baik lagi.

(52)

l i. Menjadi pribadi yang utuh yaitu narapidana mampu menghadapi segala

tantangan, hambatan, rintangan, halangan dalam setiap langkah kehidupannya. Narapidana menjadi menjadi manusia yang konsekuen, berkepribadian, bertanggung jawab, berorientasi kedepan selalu ingin maju dengan cara berpikir yang positif.

Dengan memperhatikan tujuan pembinaan adalah kesadaran, maka peran narapidana dalam merubah dirinya sendiri sangatlah jelas.

2.5.2 Tempat Pembinaan Narapidana

Tempat pembinaan narapidana pada dasarnya yaitu lembaga pemasyarakatan/ rumah tahanan dan di luar lembaga pemasyarakatan. Narapidana harus memiliki syarat tertentu untuk dapat ditempatkan di salah satu tempat pembinaan narapidana. Tempat pembinaan bagi narapidana meliputi:

1. Pembinaan yang dilaksanakan dalam gedung lembaga pemasyarakatan adalah upaya yang telah dilakukan oleh lembaga pemasyarakatan dalam rangka mewujudkan pelaksanaan pidana yang efektif dan efisien. Dalam pembinaan narapidana, telah diusahakan berbagai hal dalam melaksanakan pembinaan terhadap narapidana, tetapi masih memerlukan pemikiran yang luas mengenai segala aspek. Bagaimana juga dampak psikologis akibat pidana penjara itu sendiri, jauh lebih berat dibandingkan pidana penjara itu sendiri. Dalam pemidanaan, seseorang tidak hanya dipidana secara fisik, tetapi juga secara psikologis. Pidana secara psikologis merupakan beban yang berat bagi setiap narapidana. Berbagai dampak psikologis itu antara lain :

(53)

li Lembaga Pemasyarakatan. Narapidana yang satu dengan yang lain, diperlakukan sama dengan narapidana yang lain, sehingga membentuk kepribadian yang khas pula yaitu kepribadian narapidana.

b. Lose of Security, dalam menjalani pidana seorang narapidana harus dalam pengawasan petugas. Seseorang yang terus-menerus diawasi, akan merasa tidak nyaman, merasa dicurigai, merasa selalu tidak dapat berbuat sesuatu karena takut kalau perbuatannya merupakan sesuatu kesalahan.

c. Lose of Liberty, pidana hilang kemerdekaan telah merampas berbagai kemerdekaan individual, misalnya kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan menonton dan membaca, serta kemerdekaan individual lainnya. Keadaan demikian dapat menyebabkan narapidana menjadi tertekan jiwanya.

d. Lose of Personal Communication, dimana kebebasan narapidana untuk berkomunikasi terhadap siapapun dibatasi. Hal ini disebabkan karena pertemuan dengan anggota keluarganya terbatas dan selalu diawasi oleh petugas.

e. Lose of Good and Service, narapidana merasakan hilangnya pelayanan. Hilangnya pelayanan dapat menyebabkan narapidana kehilangan rasa

affection, kasih sayang, yang biasa diperoleh dalam keluarga.

f. Lose of Heterosexual, selama menjalani masa pidana, narapidana di tempatkan di blok sesuai dengan jenis kelaminnya. Penempatan ini menyebabkan narapidana kehilangan kasih sayang, naluri seks, rasa aman bersama keluarga terampas.

(54)

lii h. Lose of Belief, narapidana juga kehilangan akan rasa keyakinan dan rasa percaya diri. Kepercayaan diri dapat dicapai jika narapidana telah mengenal dirinya sendiri.

i. Lose of Creativity, narapidana juga terampas kreatifitasnya, ide-idenya, gagasan-gagasannya, imajinasinya, bahkan juga impian dan cita-citanya. 2. Pembinaan narapidana yang dilaksanakan di luar gedung lembaga

pemasyarakatan yang meliputi :

a. Pembinaan dalam keluarga narapidana. Bentuk pembinaan ini adalah pembinaan narapidana yang ditempatkan di dalam keluarga narapidana itu sendiri. Narapidana yang telah memenuhi syarat tertentu, dapat diberikan pembinaan yang berupa Pembebasan Bersyarat (PB), Cuti Menjelang Bebas (CMB).

b. Pembinaan dalam Lembaga Pemasyarakatan Terbuka. Lembaga Pemasyarakatan terbuka merupakan bangunan rumah biasa yang ditempatkan di alam terbuka, biasanya tanah pertanian milik Lembaga Pemasyarakatan, perkebunan dan lain sebagainya.

c. Bekerja di luar Lembaga Pemasyarakatan. Narapidana dapat bekerja atau bersekolah di luar Lembaga Pemasyarakatan tetapi harus memenuhi persyaratan tertentu.

(55)

liii 2.5.3 Proses Pembinaan Narapidana

Pemasyarakatan adalah suatu proses terapi saat narapidana masuk Lembaga Pemasyarakatan yang merasa tidak harmonis dengan masyarakat sekitarnya. Sistem pemasyarakatan beranggapan bahwa hakikat perbuatan melanggar hukum oleh warga binaan pemasyarakatan adalah cerminan dari adanya keretakan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan antar yang bersangkutan dengan masyarakat sekitarnya. Oleh karena itu, tujuan dari sistem pemasyarakatan adalah pemulihan hubungan hidup (reintegrasi hidup). Berdasarkan hal ini, maka pemasyarakatan merupakan proses yang berlaku secara berkesinambungan (Sujatno,2008:130).

Berlandaskan Surat Edaran No.KP.10.13/3/1 tanggal 8 Februari 1965 tentang pemasyarakatan sebagai proses, maka dikatakan bahwa pembinaan narapidana, dilaksanakan melalui empat tahap yang merupakan satu kesatuan proses yang bersifat terpadu. Adapun empat tahap proses pembinaan dalam sistem pemasyarakatan adalah :

Tahap Pertama : Pada tahap ini, setiap narapidana yang masuk ke lembaga pemasyarakatan dilakukan penelitian untuk mengetahui segala hal sesuatu mengenai dirinya, termasuk sebab-sebab ia melakukan pelanggaran, dan segala keterangan dirinya yang dapat diperoleh dari keluarga, teman, korban, serta dari petugas instansi yang telah menangani perkaranya.

Gambar

Tabel 4.8.1
Tabel 4.8.2
Tabel 5.1
Tabel 5.2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan koefisien MO yang positif dan koefisien MO 2 memiliki koefisien negatif menunjukkan bahwa pada perusahaan prospector , kepemilikan manajerial berpengaruh

Beberapa kendala yang dihadapi oleh Lembaga Pemasyarakatan Klas II B Slawi antara lain adalah : program pembinaan belum berjalan secara kontinyu, minimnya kesadaran

Di dalam Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) ini Narapidana (NAPI) dibina dan dididik serta dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan sebagai bekal baginya apabila

Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan yaitu Kondisi pembinaan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Lapas Klas II A

Pada skenario yang kedua ini, dengan menambahkan rectifier di belakang antena yang dihubungkan oleh konektor SMA dan kemudian titik yang akan diukur adalah pada

1) Perusahaan AJB Bumiputera adalah salah satu perusahaan jasa yang bergerak pada asuransi jiwa, pengalaman yang diberikan sudah dari tahun 1912 membuktikan bahwa

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang signifikan dari penguasaan kosakata bahasa Inggris siswa kelas lima SDN 6 Bulungkulon Jekulo Kudus

Tujuan yang hendak dicapai adalah (a) memahami persepsi dan pandangan masyarakat budaya Jawa Mataraman terhadap kritik, (b)memahami strategi kesantunan kritik yang