• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI KEBIJAKAN PEMERIKSAAN PAJAK GUNA MENINGKATKAN MUTU HASIL PEMERIKSAAN SEHINGGA DAPAT DIPERTAHANKAN DI MAJELIS BANDING PENGADILAN PAJAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI KEBIJAKAN PEMERIKSAAN PAJAK GUNA MENINGKATKAN MUTU HASIL PEMERIKSAAN SEHINGGA DAPAT DIPERTAHANKAN DI MAJELIS BANDING PENGADILAN PAJAK"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI KEBIJAKAN PEMERIKSAAN PAJAK GUNA

MENINGKATKAN MUTU HASIL PEMERIKSAAN SEHINGGA DAPAT DIPERTAHANKAN DI MAJELIS BANDING PENGADILAN PAJAK

Ineke Kania Putri

Prof. Dr. Haula Rosdiana, M.Si

Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

In self assessment system, required the supervision which is tax audit. The quality of tax audit indicated by the results of tax audit can be defended in Tax Court. The focus of this thesis is to evaluate tax audit policy considering the theory by Dunn. This research is a descriptive qualitative analysis. The results of research showed that the policy who applied in the tax audit always follows the applicable regulations. Policy change is intended to get certain quality so as to sustain the findings in Tax Court. Research shows the effectiveness of the policy change, indicated by the increasing rejection of taxpayer appeals in Tax Court or in other words, the results of tax audit can be defended. Factors that can increase the quality of tax audit coming from the internal side of Directorate General of Taxation and external environment that supports the success of tax audit. The obstacles in tax audit arise from the internal side of the Directorate General of Taxation, Taxpayer and Tax Court.

Keywords: Evaluation of policy, Tax audit, self assessment system, tax disputes, Tax Court

1. Pendahuluan

Dalam sistem penetapan pajak, Indonesia telah mengalami perubahan pada tahun 1983 dari Official Assessment System menjadi Self Assessment System. Self Assessment System adalah suatu sistem penetapan pajak dimana pemerintah memberikan kepercayaan penuh kepada Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakannya. Konsekuensi dari adanya sistem self assessment yang memberikan kepercayaan kepada Wajib Pajak untuk menetapkan sendiri kewajiban perpajakannya adalah diperlukannya pengawasan oleh pihak Direktorat Jenderal Pajak untuk mengetahui apakah Wajib Pajak telah melaksanakan kewajibannya tersebut secara benar sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, yaitu dengan pemeriksaan pajak.

Wajib Pajak yang merasa tidak puas dengan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, dapat mengajukan keberatan. Jika keputusan keberatan juga masih belum dapat diterima oleh Wajib Pajak maka yang

(2)

bersangkutan dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak. Namun ternyata, terdapat suatu fenomena unik yang terdapat dalam putusan banding yang dikeluarkan oleh Pengadilan Pajak. Persentase putusan Pengadilan Pajak yang menolak pengajuan banding Wajib Pajak atas keputusan keberatan ternyata semakin meningkat dari tahun 2010-2012 hingga mencapai 100%. Hal tersebut mengindikasikan adanya suatu perubahan kebijakan ke arah yang lebih baik dalam pemeriksaan pajak di Direktorat Jenderal Pajak sehingga menghasilkan suatu hasil pemeriksaan yang bermutu menurut Pengadilan Pajak atau dengan kata lain hasil pemeriksaan dapat terus dipertahankan hingga di Majelis Banding Pengadilan Pajak.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perkembangan kebijakan dalam pemeriksaan pajak di Direktorat Jenderal Pajak, mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan mutu hasil pemeriksaan pajak sehingga hasil pemeriksaan dapat terus dipertahankan hingga ke Majelis Banding Pengadilan Pajak, dan mengidentifikasi hambatan-hambatan yang terdapat dalam proses pemeriksaan pajak.

2. Tinjauan Pustaka

Penelitian sebelumnya sama-sama membahas mengenai pemeriksaan pajak. Penelitian Pramono Hadi Soeparlan (2002) membuktikan bahwa Sumber Daya Manusia pemeriksa yang menjadi responden memiliki kualifikasi yang baik untuk menjadi pemeriksa. Hasil selanjutnya yaitu terdapat korelasi kuat antara kualitas pemeriksaan dengan putusan BPSP.

Bismar Fahlerie (2004) membuktikan bahwa terdapat peningkatan kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Penelitian juga menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara perbaikan administarsi terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak.

Usmansyah (2004) membuktikan bahwa hasil keputusan banding yang ditetapkan oleh Majelis Peradilan Pajak menunujukkan bahwa keputusan banding yang menguntungkan Wajib Pajak cenderung meningkat. Ini berarti koreksi pemeriksaan secara substansial tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Morisya (2008) membuktikan, reformasi organisasi menghasilkan teknologi baru, kualitas sumber daya manusia yang lebih baik dan struktur organisasi yang

(3)

baru. Reformasi ini berpengaruh pada kemudahan pelaksanaan administrasi pemeriksaan yang dilakukan oleh bagian audit dan dikoordinasi oleh Account Representative dan auditor.

Jones (Winarno, 2007) berpendapat bahwa evaluasi kebijakan adalah kegiatan yang bertugas untuk menilai manfaat suatu kebijakan. Dunn (2003) menggunakan beberapa tipe kriteria untuk mengevaluasi sebuah kebijakan, yaitu efektivitas, efisiensi, kecukupan, perataan, responsivitas, dan ketepatan. Sementara Wibawa (Nugroho, 2009) mengemukakan bahwa evaluasi memiliki empat fungsi yaitu eksplanasi, kepatuhan, audit dan auditing.

Gunadi (1999) mendefinisikan pemeriksaan pajak sebagai upaya untuk menilai tingkat kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan (tax compliance), baik itu pemenuhan kewajiban formal maupun kewajiban material. Pemeriksaan dilakukan untuk menguji kebenaran aspek perpajakan baik aspek yuridis maupun material.

Sengketa pajak adalah suatu kejadian yang terjadi karena adanya ketidaksamaan perpsepsi atau perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dengan fiskus mengenai penetapan pajak yang terutang yang diterbitkan atau karena adanya tindakan penagihan pajak yang dilakukan oleh otoritas pajak (Purwito dan Komariah, 2010).

Pengadilan Pajak dalam istilah asing disebut dengan Tax Court. Garner (2004) mengungkapkan bahwa, “Tax Court is a federal court that hears appeals by taxpayers from adverse IRS decisions about tax deficiencies.” Pengadilan pajak merupakan bagian dari pengadilan federal yang menangani kasus banding yang diajukan oleh pembayar pajak dari IRS (Internal Revenue Service).

3. Metodologi Penelitian 3.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena peneliti ingin memusatkan pada konteks yang dapat menggambarkan dan membentuk pemahaman dari fenomena yang sedang diteliti, yaitu kebijakan pemeriksaan pajak guna meningkatkan mutu hasil pemeriksaan sehingga dapat dipertahankan di Majelis Banding Pengadilan Pajak.

(4)

Penelitian ini menganalisis perkembangan kebijakan pemeriksaan pajak, faktor-faktor yang dapat meningkatkan mutu hasil pemeriksaan pajak sehingga hasil pemeriksaan dapat dipertahankan hingga ke Majelis Banding Pengadilan Pajak serta hambatan yang terdapat dalam proses pemeriksaan pajak.

3.2 Jenis Penelitian

3.2.1. Jenis Penelitian Berdasarkan Tujuan

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif karena bertujuan untuk memberikan gambaran yang lebih detail mengenai suatu gejala atau fenomena. Metode deskriptif menggambarkan keadaan subjek/objek pada saat sekarang berdasarkan fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Irawan, 2000). 3.2.2. Jenis Penelitian Berdasarkan Manfaat

Berdasarkan manfaat penelitian, penelitian ini termasuk dalam penelitian murni. Penelitian murni cenderung berorientasi bagi pengembangan ilmu pengetahuan, dimana tujuan dari penelitian yang bersifat murni ini adalah untuk mengembangkan teori atau menemukan teori-teori baru (Kountur, 2003). 3.2.3. Jenis Penelitian Berdasarkan Waktu

Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional. Penelitian cross sectional dilakukan dalam waktu tertentu dan hanya dilakukan pada saat tertentu bukan disengaja melakukan pengumpulan data pada waktu-waktu yang berbeda untuk dijadikan pertimbangan (Kountur, 2003).

3.2.4. Jenis Penelitian Berdasarkan Teknik Pengumpulan Data 3.2.4.1. Studi Kepustakaan

Pengumpulan data dengan menggunakan metode studi kepustakaan dilakukan dengan mengumpulkan dan mempelajari data yang didapat dari buku, penelitian terdahulu dan sumber literatur lainnya yang memiliki keterkaitan dengan permasalahan penelitian.

3.2.4.2. Studi Lapangan

Pengumpulan data studi lapangan dilakukan dengan wawancara mendalam menggunakan pedoman wawancara.

(5)

3.3 Teknik Analisis Data

Teknik analisis dalam penelitian ini adalah teknik analisis data kualitatif. Proses analisis data kualitatif dalam penelitian ini dimulai dari menelaah data yang diperoleh dari hasil wawancara peneliti dengan informan penelitian dan dokumentasi yang terkait dengan permasalahan penelitian. Penelaahan dilakukan dengan mereduksi data yang dikumpulkan, baik melalui studi kepustakaan maupun studi lapangan. Peneliti juga melakukan triangulasi yaitu proses check dan recheck antara satu sumber dengan sumber data lainnya (Irawan, 2006).

3.4 Informan

Informan merupakan pihak yang memiliki andil besar dalam memberikan informasi yang dapat membantu peneliti dalam menganalisis serta memecahkan permasalahan penelitian.

1. Direktorat Jenderal Pajak

Wawancara dilakukan dengan pihak Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan di Direktorat Jenderal Pajak, yaitu Bapak Ahmad Zaki selaku Kepala Seksi Kerjasama Pemeriksaan, Bapak Pandu Wicaksono selaku staff Seksi Strategi Pemeriksaan dan Bapak Andi Banua Adam selaku anggota fungsional pemeriksa.

2. Pengadilan Pajak

Wawancara dilakukan dengan Bapak Andre Irwanda selaku Panitera Pengganti di Majelis Pengadilan Pajak

3. Konsultan Pajak

Wawancara dilakukan dengan Bapak X selaku konsultan pajak yang pernah menangani klien yang pernah diperiksa.

4. Mantan Hakim Pengadilan Pajak

Wawancara dilakukan Bapak T.B. Edi Mangkuprawira selaku mantan hakim di Pengadilan Pajak.

5. Akademisi Perpajakan

Wawancara dilakukan dengan Prof. Gunadi selaku akademisi perpajakan.

(6)

3.5. Site Penelitian

Site penelitian yang digunakan peneliti selama penelitian antara lain: 1. Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak

a. Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan - Seksi Kerjasama Pemeriksaan

- Seksi Strategi Pemeriksaan - Seksi Teknik Pemeriksaan - Fungsional pemeriksa 2. Lingkungan Pengadilan Pajak

a. Panitera Pengganti di Sidang Pengadilan Pajak b. Mantan Hakim Pengadilan Pajak

3. Konsultan Pajak

3.2. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu peneliti mengalami kesulitan dalam mendapatkan data primer berupa wawancara mendalam dengan hakim di Pengadilan Pajak. Kesulitan ini terjadi dikarenakan menumpuknya berkas perkara dan padatnya jadwal sidang di Pengadilan Pajak. Untuk itu, peneliti melakukan wawancara mendalam dengan pihak terkait lainnya, panitera pengganti dan mantan hakim Pengadilan Pajak.

3.3. Batasan Penelitian

Ruang lingkup ini terbatas pada kebijakan pemeriksaan yang dilakukan selama lima tahun terakhir oleh Direktorat Jenderal. Selain itu penelitian ini hanya mencakup kebijakan di Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan dalam pemeriksaan pajak dan faktor-faktor yang dapat meningkatkan mutu hasil pemeriksaan menurut Pengadilan Pajak, atau dengan kata lain hasil pemeriksaan tersebut dapat terus dipertahankan dalam Majelis Banding di Pengadilan Pajak dapat mengamankan penerimaan negara dari sektor pajak.

(7)

4. Gambaran Umum Pemeriksaan Pajak dan Organisasi Direktorat Jenderal Pajak

4.1 Gambaran Umum Pemeriksaan Pajak

Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan. Tujuan dilakukannya pemeriksaan adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Jenis pemeriksaan terdiri atas pemeriksaan kantor dan pemeriksaan lapangan. Ruang lingkup pemeriksaan terdiri atas semua jenis pajak (all taxes), PPh badan/Orang Pribadi, PPN, PPh Pemotongan dan Pemungutan, dan lain-lain baik untuk satu atau beberapa Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, baik tahun-tahun lalu maupun tahun berjalan. Metode Pemeriksaan adalah teknik dan prosedur pemeriksaan yang dilakukan terhadap buku, catatan dan dokumen serta data, informasi, dan keterangan lain, yang terdiri atas metode langsung dan metode tidak langsung.

Standar pemeriksaan adalah patokan bagi pemeriksa pajak dalam melakukan pemeriksaan. Standar Pemeriksaan digunakan sebagai ukuran mutu pemeriksaan yang merupakan capaian minimum yang harus dicapai dalam melaksanakan Pemeriksaan. Standar pemeriksaan meliputi Standar Umum, Standar Pelaksanaan Pemeriksaan, dan Standar Pelaporan Hasil Pemeriksaan. Tahapan pemeriksaan terdiri dari persiapan pemeriksaan, pelaksanaan pemeriksaan dan pembuatan laporan hasil pemeriksaan pajak.

(8)

4.2. Struktur Organisasi Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan

Gambar 4.1 Struktur Organisasi Direktrorat Pemeriksaan dan Penagihan Sumber: Direktorat Jenderal Pajak, 2013

5. Evaluasi Kebijakan Pemeriksaan Pajak Guna Meningkatkan Mutu Hasil Pemeriksaan Sehingga Dapat Dipertahankan di Majelis Banding Pengadilan Pajak

5.1. Perkembangan Kebijakan Pemeriksaan di Direktorat Jenderal Pajak Dalam melakukan pemeriksaan pajak, petugas pemeriksa selalu berpedoman pada peraturan yang berlaku. Hal ini disebabkan karena petugas pemeriksa merupakan pelaksana kebijakan yang telah diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan mengamanatkan bahwa tata cara pemeriksaan diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Saat ini, kebijakan yang berlaku dalam pemeriksaan pajak di Direktorat Jenderal Pajak adalah PMK Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan, menggantikan PMK Nomor 199/PMK.03/2007 j.o. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2011 tentang Tata Cara Pemeriksaan. Dengan berpedoman pada peraturan ini, Direktorat Jenderal Pajak dapat melaksanakan proses pemeriksaan pajak dengan benar sesuai dengan aturan sehingga nantinya dapat menghasilkan suatu hasil pemeriksaan pajak yang bermutu. Seluruh kebijakan dalam hal pemeriksaan pun disesuaikan dengan apa yang tercantum dalam PMK Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan tersebut.

(9)

5.1.1. Perubahan dalam Kebijakan Pemeriksaan

Suatu kebijakan pada dasarnya tidak selalu permanen, namun harus disesuaikan dengan adanya perubahan keadaan (Lester dan Stewart, 2000). Dimulai dengan PMK Nomor 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan. PMK Nomor 199 ini berisi mengenai tata cara pemeriksaan secara umum, antara lain mengenai tujuan pemeriksaan, ruang lingkup pemeriksaan, kriteria pemeriksaan, jangka waktu pemeriksaan, standar pemeriksaan, kewajiban dan kewenangan pemeriksa pajak, hak dan kewajiban Wajib Pajak, ketentuan mengenai peminjaman dokumen pemberitahuan dan pembahasan akhir, dan lain-lain. PMK Nomor 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan ini kemudian diubah menjadi PMK Nomor 82/PMK.03/2011. Poin-poin yang mengalami perubahan signifikan dari peraturan sebelumnya antara lain, yang pertama adalah adanya mekanisme Tim Quality Assurance dan mengenai masalah penyelesaian pemeriksaan. salah satunya alasan diubahnya kebijakan tata cara pemeriksaan ini adalah bahwa Menteri Keuangan pada saat itu melihat bahwa pemeriksaan ini banyak masalah, dalam arti kata Wajib Pajak banyak yang mengajukan keberatan dan bahkan sampai ke tingkat banding, dan ternyata pada saat itu argumen dari Wajib Pajak yang diterima.

Terakhir, perubahan kebijakan pemeriksaan ini pun dilakukan dengan dikeluarkannya PMK Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan. Perubahan PMK ini sebenarnya lebih ditekankan karena adanya perubahan peraturan yang lebih tinggi di atasnya. Salah satu poin penting yang berubah adalah penambahan kriteria pemeriksaan atau perluasan ruang lingkup (scoop) pemeriksaan. Selain penambahan kriteria pemeriksaan, terdapat juga perubahan dalam jangka waktu pemeriksaan. Pada PMK Nomor 82/PMK.03/2011, hanya terdapat satu jangka waktu, yaitu jangka waktu pemeriksaan.

5.1.2. Hubungan Mutu Hasil Pemeriksaan Pajak dengan Putusan Banding di Pengadilan Pajak

Data yang diperoleh peneliti dari Pengadilan Pajak, sampai saat ini putusan banding yang memenangkan Wajib Pajak memang jumlahnya masih

(10)

lebih banyak dibandingkan putusan yang menolak permohonan banding Wajib Pajak. Namun, fenomena semakin meningkatnya putusan banding yang menolak permohanan Wajib Pajak dari tahun 2010-2012, bahkan hampir mencapai 100%, mengindikasikan adanya suatu perubahan kebijakan ke arah yang lebih baik dalam pemeriksaan pajak di Direktorat Jenderal Pajak sehingga menghasilkan suatu hasil pemeriksaan yang berkualitas menurut Pengadilan Pajak pada saat memeriksa ulang berkas permohonan banding Wajib Pajak. Hal ini menyebabkan pengajuan banding yang dilakukan oleh Wajib Pajak ditolak oleh Pengadilan Pajak yang mengakibatkan Wajib Pajak harus membayar pajak sesuai dengan Surat Ketetapan Pajak yang telah dikeluarkan sebelumnya oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Berdasarkan teori Dunn mengenai evaluasi kebijakan, perubahan kebijakan dalam pemeriksaan pajak ini dapat diukur a dari kriteria efektivitas, yakni dengan adanya perubahan kebijakan pemeriksaan pajak, hasil yang diinginkan oleh Direktorat Jenderal Pajak tercapai, yakni meningkatkan mutu hasil pemeriksaan yang diukur dengan dapat dipertahankannya hasil pemeriksaan di Majelis Banding Pengadilan Pajak. Selain itu jika dilihat dari kriteria ketepatan, dapat dikatakan bahwa hasil dari perubahan kebijakan ini bernilai, dibuktikan dengan meningkatnya jumlah putusan banding banding yang menolak permohonan Wajib Pajak. Pada tahun 2008 persentase putusan menolak banding Wajib Pajak di Pengadilan Pajak sebesar 12,5%. Pada tahun 2009, penolakan naik menjadi 13% dan pada tahun 2010 putusan menolak statis dengan persentase sebesar 13%. Peningkatan persentase penolakan banding Wajib Pajak terjadi pada tahun 2011 dimana PMK Nomor 82/PMK.03/2011 mulai berlaku. Pada tahun 2011, persentase putusan menolak banding Wajib Pajak di Pengadilan Pajak sebesar 20% dan pada tahun 2012 persentase tersebut naik kembali menjadi 23%.

5.2. Faktor-faktor yang Dapat Meningkatkan Mutu Hasil Pemeriksaan Pajak Sehingga Hasil Pemeriksaan Dapat Terus Dipertahankan Hingga ke Majelis Banding Pengadilan Pajak

(11)

5.2.1.1. Kualitas Pemeriksa

Pemeriksa dianggap sebagai ujung tombak pemeriksaan pajak karena seluruh kegiatan pemeriksaan dari mulai persiapan, pelaksanaan dan pelaporan hasil pemeriksaan pajak, menjadi tanggung jawab pemeriksa. Oleh karena itu kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) pemeriksa menjadi perhatian utama untuk menghasilkan suatu hasil pemeriksaan yang bermutu. 5.2.1.2. Pendidikan dan Pelatihan

Salah satu standar umum yang harus dipenuhi jika akan menjadi seorang pemeriksa pajak adalah telah mendapatkan pelatihan dan pendidikan teknis yang cukup dan memadai sesuai dengan bidang yang akan diperiksanya. Pendidikan dan pelatihan dimaksudkan untuk memberikan keterampilan dan pengetahuan yang lebih bagi para pemeriksa, khususnya berhubungan dengan kondisi industri tertentu yang akan dihadapi pemeriksa di lapangan.

5.2.1.3. Adanya Tim Quality Assurance

Tim Quality Assurance bertugas untuk membahas perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dengan pemeriksa pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan memberikan simpulan dan keputusan atas perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dengan pemeriksa pajak.

5.2.1.4. Pengembangan Infrastruktur Pendukung Pemeriksaan Pengembangan infrastuktur pendukung pemeriksaan dilakukan untuk memfasilitasi pemeriksa agar dapat melaksanakan proses pemeriksaan dengan lancar sehingga nantinya dapat menghasilkan suatu hasil pemeriksaan yang bermutu.

5.2.2. Faktor Lingkungan Eksternal 5.2.2.1. Dukungan Pihak Ketiga

Data dan informasi penting yang dapat menunjang kelancaran pemeriksaan sehingga menghasilkan suatu hasil pemeriksaan yang bermutu tidak hanya berasal Wajib Pajak sebagai pihak yang diperiksa. Walaupun data dan informasi dari Wajib Pajak merupakan data primer yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pemeriksaan, namun adanya dukungan pihak ketiga juga

(12)

menjadi suatu kebutuhan bagi pemeriksa dalam mendapatkan informasi yang menunjang hasil temuan dalam proses pemeriksaan.

5.2.2.2. Hasil Putusan Banding Pengadilan Pajak

Hasil putusan banding di Pengadilan Pajak dapat dijadikan sebagai pedoman pemeriksa dalam melakukan pemeriksaan pajak agar tidak mengulang kesalahan yang sama ke depannya. Contohnya jika Wajib Pajak dikabulkan permohonan bandingnya oleh Pengadilan Pajak maka pemeriksa akan mempelajari dan mengidentifikasi hasil putusan tersebut, jika berhubungan dengan kesalahan penerapan atau penafsiran peraturan maka ke depannya pemeriksa tidak akan mengoreksi hal yang disengketakan sebelumnya.

5.3. Hambatan dalam Proses Pemeriksaan Pajak

5.3.1. Hambatan dari Internal Direktorat Jenderal Pajak 5.3.1.1. Kuantitas Pemeriksa Pajak

Dari total 32.000 pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang tersebar di seluruh Indonesia, hanya sekitar seperdelapan dari jumlah tersebut yang menjadi pemeriksa atau sekitar 4.200 dengan beban pemeriksaan sekitar 60.000 SPT yang harus diperiksa setiap tahunnya.

5.3.1.2. Data dan Informasi yang Tidak Lengkap dalam Proses Pelaksanaan Pemeriksaan

Dalam prosesnya di lapangan, Wajib Pajak yang diperiksa terkadang dengan sengaja menunda-nunda untuk memberikan data dan dokumen yang diminta oleh pemeriksa untuk kebutuhan proses pemeriksaan. Wajib Pajak yang menunda ini memiliki beberapa alasan, antara lain dokumen yang dibutuhkan pemeriksa tersebut sedang digunakan oleh Wajib Pajak untuk urusan kegiatan usahanya atau karena dokumen-dokumen yang diminta oleh pemeriksa tercecer atau tidak tersimpan dengan rapi sehingga Wajib Pajak memerlukan waktu yang lebih lama untuk menemukannya.

(13)

5.3.1.3. Ketentuan Perundang-undangan Perpajakan yang Tidak Harmonis

Ketentuan perundang-undangan di Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan pemeriksaan pajak, bukan tanpa kekurangan. Ketentuan perundang-undangan yang tidak harmonis ini pada akhirnya meyebabkan terjadinya perbedaan penafsiran antara Direktorat Jenderal Pajak (fiskus) sebagai pihak yang memeriksa dan Wajib Pajak sebagai pihak yang diperiksa dalam memandang suatu kasus.

5.3.1.4. Jangka Waktu Pemeriksaan

Jangka waktu pemeriksaan memang bukan merupakan hambatan utama dalam proses pemeriksaan pajak. Namun hal ini menjadi suatu hambatan yang besar jika jangka waktu yang ditentukan dalam Peraturan Menteri Keuangan sudah hampir habis tetapi data yang dibutuhkan pemeriksa dari Wajib Pajak belum lengkap.

5.3.2. Hambatan dari Wajib Pajak

5.3.2.1. Kondisi Pembukuan yang Tidak Lengkap dan Tidak Teratur

Tidak sedikit Wajib Pajak yang umumnya merupakan pengusaha kecil tidak menyelenggarkan pembukuannya dengan baik karena kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang tidak memadai dalam menyusun pembukuan atau keterbatasan pengetahuan mengenai akuntansi dan perpajakan, dan kurangnya sosialisasi dari pihak Direktorat Jenderal Pajak akan pentingnya menyelenggarakan pembukuan yang baik dan teratur. 5.3.2.2. Kekeliruan dalam Menafsirkan Peraturan

Perundang-undangan Perpajakan

Salah satu perbedaan penafsiran berdasarkan penelitian adalah mengenai kelengkapan dokumen dari Wajib Pajak yang akan digunakan selama proses pemeriksaan pajak. Kriteria dokumen yang dinyatakan sudah lengkap guna menunjang proses pemeriksaan pajak selama ini tidak diatur secara jelas dalam peraturan perundang-undangan, sehingga sering terjadi perbedaan pandangan dan penafsiran antara pemeriksa dan Wajib Pajak.

(14)

5.3.2.3. Perlakuan Akuntansi yang Belum Benar

Sampai saat ini masih banyak perusahaan yang melakukan kesalahan dalam melakukan penyelenggaraan pembukuan dan dalam perlakuan akuntansi yang diterapkan di dalamnya. Hal ini khususnya banyak terjadi pada perusahaan-perusahaan kecil yang sebagaimana kita tahu manajemen perusahaannya belum terlalu baik.

5.3.2.4. Wajib Pajak Menolak untuk Memberikan Data

Tidak sedikit Wajib Pajak yang tidak bersikap kooperatif dalam pelaksanaan pemeriksaan, khususnya dalam hal pemberian data, dokumen atau informasi yang diperlukan oleh pemeriksa guna menunjang hasil temuan dalam proses pemeriksaan pajak. Wajib Pajak secara personal dalam menghadapi pemeriksaan, memiliki strateginya sendiri, antara lain mengulur-ulur waktu untuk bertemu dengan pemeriksa atau mengulur-ulur waktu untuk mencari data atau dokumen yang dibutuhkan oleh pemeriksa.

5.3.3. Hambatan dari Pengadilan Pajak

Masalah Sumber Daya Manusia masih menjadi hal utama yang menjadi penghambat dalam menghasilkan putusan yang dapat dijadikan suatu bahan pelajaran bagi pihak Direktorat Jenderal Pajak dalam mengoreksi di dalam proses pemeriksaan. Masalah seperti ketidaktahuan atau ketidakmengertian hakim akan ketentuan dan peraturan perpajakan yang berlaku dalam pemeriksaan merupakan salah satu hambatan dalam menghasilkan putusan banding yang baik dan benar, yang dapat dijadikan sebagai pedoman pemeriksa dalam proses pemeriksaan ke depannya. Selain itu, perbedaan persepsi atau penafsiran antara hakim dengan pemeriksa dan Wajib Pajak juga merupakan hambatan dalam memutuskan suatu sengketa banding tersebut.

Jumlah hakim yang memutus sengketa di Pengadilan Pajak pun jumlahnya masih sangat sedikit jika dibandingkan dengan sengketa banding yang terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Sampai saat ini, jumlah hakim di Pengadilan Pajak berjumlah 54 orang (Bagian Kepegawaian Pengadilan Pajak, 2013), sementara sengketa banding yang masuk bisa mencapai 6.000 berkas setiap tahunnya.

(15)

6. Simpulan dan Saran 6.1 Simpulan

1) Berdasarkan teori Dunn mengenai evaluasi kebijakan, perubahan kebijakan dalam pemeriksaan pajak dapat dikatakan memiliki kriteria efektivitas, responsivitas dan ketepatan, yaitu dengan meningkatnya mutu hasil pemeriksaan pajak sehingga dapat terus dipertahankan hingga ke Majelis Banding Pengadilan Pajak.

2) Faktor-faktor yang dapat meningkatkan mutu hasil pemeriksaan muncul dari dua sisi, yaitu dari internal Direktorat Jenderal Pajak dan dari lingkungan eksternal.

3) Hambatan dalam proses pemeriksaan di Direktorat Jenderal Pajak diklasifikasi dari sisi Direktorat Jenderal Pajak sebagai pelaksana pemeriksaan maupun dari sisi Wajib Pajak sebagai pihak yang diperiksa. 6.2 Saran

1) Meningkatkan kuantitas Sumber Daya Manusia pemeriksa di Direktorat Jenderal Pajak. Kelemahan ini harus segera diatasi dengan meningkatkan jumlah pemeriksa pajak sehingga dapat melaksanakan proses pemeriksaan secara optimal dan menghasilkan suatu hasil pemeriksaan yang bermutu, bahkan sampai tingkat putusan banding di Pengadilan Pajak.

2) Meminta kesediaan Wajib Pajak untuk membantu pelaksanaan pemeriksaan guna mendukung kelancaran pemeriksaan dan sosialisasi dari Direktorat Jenderal Pajak mengenai pentingnya menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan yang baik kepada Wajib Pajak, terutama kepada pengusaha kecil.

3) Melaksanakan pendidikan dan pelatihan yang ditujukan bagi pemeriksa pajak dan hakim Pengadilan Pajak. Hal ini bertujuan untuk menyelaraskan pendapat hakim dan pemeriksa di sidang Majelis Pengadilan Pajak, sehingga memiliki pemikiran yang sejalan dalam memandang suatu sengketa banding.

(16)

DAFTAR REFERENSI

Buku:

Abidin, S.Z. Kebijakan Publik: Edisi Revisi. Jakarta: Yayasan Pancur Siwah, 2004. Agoes, Soekrisno. Auditing (Pemeriksaan Akuntan) oleh Kantor Akuntan Publik Jilid

I, Edisi Ketiga. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004.

Barata, Atep Adya dan Bambang Trihartanto. Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Negara/Daerah. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2004

Bellinger, W. K. The Economic Analysis of Public Policy. New York: Routledge, 2007.

Bungin, Burhan. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana, 2010.

Devano, Sony. Perpajakan: Konsep, Teori, dan Isu. Jakarta: Prenada Media Group, 2006.

Dunn, William. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Edisi Kedua, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2003.

Garner, B. A. Black's Law Dictionary Eighth Edition. St. Paul: West Publishing Co, 2004.

Gunadi. Akuntansi dan Pemeriksaan Pajak. Jakarta: Abdi Tandur, 1999.

Harahap, Abdul Asri. Paradigma Baru Perpajakan Indonesia Perspektif Ekonomi. Jakarta, 2004.

Hardi. Pemeriksaan Pajak. Jakarta: Kharisma, 2003.

Ilyas, Wirawan B. dan Richard Burton. Hukum Pajak. Edisi Revisi, Jakarta: Salemba Empat, 2008.

Irawan, Prasetya. Logika dan Prosedur Penelitian. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara, 2000.

Kountur, Ronny. Metode Penelitian untuk Penulisan Skripsi dan Thesis. Jakarta: PPM, 2003.

Kurniawan, Anang Mury. Upaya Hukum Terkait dengan Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011.

(17)

Lester, James P. and Joseph Stewart. Public Policy: An Evalutionary Approach. The University of California: Wadsworth Thomson Learning, 2000.

Mansury, R. Kebijakan Perpajakan. Jakarta: Yayasan Pengembangan dan Penyebaran Pengetahuan Perpajakan, 2000.

Mardiasmo. Perpajakan. Yogyakarta: ANDI, 2004.

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosadakarya, 2007.

Mulyadi, Auditing: Edisi 6. Jakarta: Salemba Empat, 2002.

Nasution, S. Metode Research. Cetakan Kedua, Bandung: Jemmars,1987.

Nawawi, Ismail. Public Policy: Analisis, Strategi Advokasi Teori dan Praktek. Surabaya: Putra Media Nusantara, 2009.

Neuman, W. Lawrence. Basics of Social Research: Qualitative and Quantitative Approaches 2nd edition. New York: Pearson Education, 2007.

Nugroho, Riant. Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi dan Evaluasi. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2003.

Priantara, Diaz. Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak. Jakarta: Djambatan, 2000. Purwito, Ali dan Rukiah Komariah. Pengadilan Pajak: Proses Keberatan, Banding,

Gugatan dan Peninjauan Kembali Edisi Revisi 3. Jakarta: FH UI Press, 2010. Rosdiana, Haula dan Edi Slamet Irianto. Pengantar Ilmu Pajak: Kebijakan dan

Implementasi di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012.

Saidi, Djafar. Perlindungan Hukum Wajib Pajak dalam Penyelesaian Sengketa Pajak. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007.

Setiawan, Agus dan Basri Musri. Tax Audit dan Tax Review. Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2007.

Soehartono, Irawan. Metode Penelitian Sosial: Suatu Teknik Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002.

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2007.

Sundoro. Studi Kasus Banding Pengadilan Pajak: Buku Satu Tata Cara dan Dasar Hukum. Jakarta: Semar Publishing, 2004.

(18)

Winarno, Budi. Kebijakan Publik: Teori dan Proses. Edisi Revisi, Jakarta: PT. Buku Kita, 2007.

Sumber lainnya:

Jill MacNabb. Study of Tax Court Cases In Which the IRS Conceded the Taxpayer was Entitled to Earned Income Tax Credit (EITC). 2012.

(

http://www.taxpayeradvocate.irs.gov/userfiles/file/Full-Report/Research-

Studies-Study-of-Tax-Court-Cases-in-Which-the-IRS-Conceded-the-Taxpayer-was-Entitled-to-Earned-Income-Tax-Credit-(EITC).pdf)

Ralph Bayer & Frank Cowell. Tax Compliance by Firms and Audit Policy. 2010.

(http://sticerd.lse.ac.uk/dps/darp/darp102.pdf)

Tjip Ismail. Peradilan Pajak dan Kepastian Hukum di Tengah Globalisasi Ekonomi. Jurnal Hukum No. 2 Vol. 17, 2010.

Gambar

Gambar 4.1 Struktur Organisasi Direktrorat Pemeriksaan dan Penagihan

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengatasi permasalahan Pembelian dan Penjualan Udang yaitu harus meningkatkan kinerja bagian pembelian dan penjualan dalam pengolahan data pembelian dan

Pengikut Yesus yang dewasa berhenti bertanya, “Siapa yang akan memenuhi kebutuhanku?” dan mulai bertanya, “Kebutuhan siapa yang bisa saya penuhi?” Pada

PIHAK PERTAMA pada tahun 2020 ini berjanji akan mewujudkan target kinerja tahunan sesuai lampiran perjanjian ini dalam rangka mencapai target kinerja jangka

kelompok untuk memecahkan masalah yang spesifik dengan mencatat gagasan yang secara spontan dikemukakan oleh anggota kelompok.  Dalam pertemuan tersebut tidak dilakukan

Untuk kelompok dengan keluhan tidak khas diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah sewaktu ≥200 mg/dL pada

Tes Formatif M6 KB1: Pengertian Pengukuran, Penilaian, Tes, danEvaluasi Question 1 (1 point) Salah satu indikator keberhasilan pendidik mengajar adalah hasil belajar peserta

Melalui analisis korelasi Spearman , terdapat hubungan yang kukuh dan positif serta terdapat juga beberapa hubungan yang negatif atau songsang di antara peranan

Kelangsungan hidup yang tinggi pada perlakuan yang menggunakan MS-222 selama transportasi disebabkan oleh kemampuan MS-222 sebagai bahan anaestesi dalam menekan