• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA PENGASUHAN ORANGTUA MENURUT SISWA KELAS VIII SMP PANGUDI LUHUR I YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2007-2008 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "POLA PENGASUHAN ORANGTUA MENURUT SISWA KELAS VIII SMP PANGUDI LUHUR I YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2007-2008 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2007-2008

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh :

BERNADINA HESTI WIJAYANTI

NIM : 021114040

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

“Jika doamu tulus, engkau harus yakin bahwa hidup yang engkau jalani saat ini adalah yang terbaik yang Tuhan rencanakan bagimu”

(Renungan )

“ Sepahit apapun hidup, jalani saja Tuhan tak akan diam ” (Penulis)

“The grand essentials of happiness are : something to do, something to love, and something to hope for.”

(Penulis )

Karya sederhana ini ku persembahkan untuk:

(5)

v

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 13 Desember 2007

Penulis

(6)

vi

MENURUT SISWA KELAS VIII SMP PANGUDI LUHUR I

YOGYAKARTA TAHUN AJARAN 2007-2008

Bernadina Hesti Wijayanti Universitas Sanata Dharma, 2007

Pola pengasuhan adalah bentuk-bentuk perlakuan orangtua dalam mengasuh dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan anak. Pola pengasuhan orangtua dalam mendidik anaknya dapat bervariasi antara satu dengan yang lainnya. Dalam penelitian ini pola pengasuhan mengacu pada pendapat Hurlock (1999:93) yang menyatakan bahwa pola pengasuhan terdiri dari tiga macam, yaitu: otoriter, permisif dan demokratik. Untuk mengetahui pendapat siswa terhadap pola pengasuhan orangtua, maka penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang pola pengasuhan orangtua menurut siswa kelas VIII SMP Pangudi Luhur 1 Yogyakarta tahun ajaran 2007-2008.

Sampel penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP PANGUDI LUHUR I Yogyakarta, sebanyak 81 siswa. Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner yang terdiri dari 69 item pernyataan, terbagi menjadi tiga aspek pola pengasuhan, yaitu demokratik, otoriter dan permisif. Teknik analisis data yang digunakan adalah membuat tabulasi data, menghitung frekuensi, persentase, dan menentukan kategori berdasarkan Penilaian Acuan Mutlak (PAM) Tipe II dengan 5 kategori pilihan, yaitu “sangat tinggi”, “tinggi”, “,sedang”, rendah” dan “sangat rendah”.

(7)

vii

THE VIII GRADE STUDENTS IN PANGUDI LUHUR I JUNIOR HIGH

SCHOOL YOGYAKARTA ACADEMIC YEAR OF 2007-2008

Bernadina Hesti Wijayanti Sanata Dharma University, 2007

The pattern of upbringing was the kinds forms of the treatment parents did in taking care of and satisfying childs needs. The pattern of parents upbringing in educating his child could be various between one and the other. In this research the pattern of upbringing was referred in the Hurlock opinion (1999:93) that the pattern of upbringing consisted of three sorts, that is: authoritarian, permissive, and democratic. To know the perception of the student against the pattern of parents upbringing, then this research aimed at receiving the picture about the pattern of the persons upbringing according to the VIII students in PANGUDI LUHUR I Junior High School Yogyakarta academic year of 2007-2008.

This study’s samples were the VIII grade students in PANGUDI LUHUR I Junior High School Yogyakarta academic year of 2007-2008, 81 students. The instrument employed consisted of 69 questions which were divided into three aspects of the pattern of upbringing: democratic, authoritharian, and permissive. The data analysis implemented here was tabulating data, calculating frequency and percentage and categorizing in accordance with PAM type II in 5 categories: “highest”, “high”, “medium”, “low” and “lowness”.

(8)

viii

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Baik dan

Murah Hati atas karunia-Nya yang melimpah sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Di dalam proses penelitian dan penyelesaian skripsi ini,

penuilis selalu diberi kekuatan, pendampingan dan bimbingan-Nya. Skripsi

disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Pendidikan dari Program Studi Bimbingan dan Konseling.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang

memberikan bantuan, perhatian, serta dukungan hingga terselesaikannya skripsi

ini. Pada kesempatan ini, penulis ucapkan terima kasih yang tulus kepada :

1. Bapak Drs. A. Samana, M.Pd., Dosen pembimbing I yang telah memberikan

dukungan, saran, motivasi, bimbingan dan dorongan yang berguna bagi

penulis hingga tersusun skripsi ini.

2. Bapak Y.B. Adimassana, M.A., Dosen pembimbing II yang telah memberikan

masukan-masukan dan dukungan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Dr. M.M. Sri Hastuti, M.Si., Ketua Program Studi Bimbingan dan

Konseling, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata

Dharma, yang telah memberikan ijin untuk menyusun skripsi ini.

4. Br. Heribertus Triyanto, FIC, Kepala Sekolah SMP Pangudi Luhur I

(9)

ix

waktu kepada penulis untuk melakukan ujicoba dan penelitian skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu (Bapak Iswanjono dan Ibu Bernadeta Reni Semestiani) yang

telah membimbing, membesarkan, dengan penuh cinta yang tulus. Tak

terhingga cinta yang kalian berikan, menjadikan aku dapat menyelesaikan

studi. Terimakasih atas doa dan cinta yang Bapak dan Ibu berikan. Semoga

aku dapat membahagiakan kalian.

7. Adhek-adhekku, Panji, Valentino, dan Yudha yang selalu membuat kakaknya

tertawa dan marah karena kelucuan dan kenakalannya.

8. Kekasihku Roy Sherlendra Putra yang telah menberi cinta dan sayangnya

kepada penulis…I LOVE U HONEY….

9. Eyang-eyang ku tercinta yang telah menghadap Bapa di surga (Eyang Kakung

& Bunda). Terima kasih karena selalu datang menemui aku di saat aku sedih

dan putus harapan.

10. Kamarku, yang memberi kenyamanan selama ini sebagai tempat berdoa,

tempat belajar, tempat merenung dan termenung, tempat istirahat, tempat

menangis di saat sedih dan putus harapan, serta tempat tertawa di saat

bahagia. Terimakasih telah menemaniku.

11. Buku Diary ku, tempat aku menulis kejadian yang aku alami sehari-hari,

tentang Cintaku, kegiatanku, teman-temanku, dan tempat ku curahkan segala

(10)

x

13. Temen-temen seperjuangan angkatan ’02 yang selalu memberikan masukan

yang berharga kepada penulis : Esti, Ina, Tuti, Nena, Sisca, Sari…..makasih

jeng….!

14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah turut serta

dalam membantu meyelesaikan skripsi ini, semoga Tuhan selalu memberkati.

Pada akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari

sempurna. Semoga karya yang sangat sederhana ini dapat bermanfaat bagi semua

pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya. Terma kasih.

Yogyakarta, 13 Desember 2007

(11)

xi

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Definisi Operasional... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 6

A. Pendapat ... 6

1. Pengertian Pendapat ... 6

(12)

xii

2. Macam-macam Pola Pengasuhan Orangtua ... 12

C. Posisi serta Peran Orangtua dan Sekolah terhadap Perkembangan Anak ... 17

BAB III METODE PENELTIIAN ... 26

A. Jenis Penelitian... 26

B. Populasi Penelitian ... 26

C. Alat Pengumpulan Data ... 28

D. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Penelitian ... 34

1. Validitas ... 35

2. Reliabilitas ... 37

E. Prosedur Pengumpulan Data ... 39

F. Teknik Analisis Data... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 41

A. Hasil Penelitian ... 41

1. Pola Pengasuhan Orangtua Demokratik menurut Siswa ... 42

2. Pola Pengasuhan Orangtua Otoriter menurut Siswa ... 43

3. Pola Pengasuhan Orangtua Permisif menurut Siswa ... 44

B. Pembahasan... 45

1. Pola Pengasuhan Orangtua Demokratik menurut Siswa ... 45

(13)

xiii

A. Kesimpulan ... 58

B. Saran... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 64

(14)

xiv

Tabel 1. Data Populasi Penelitian ... 28

Tabel 2. Sebaran Item dalam Uji Coba Alat Penelitian ... 33

Tabel 3. Sebaran Item Penelitian ... 35

Tabel 4. Klasifikasi Koefisien Korelasi ... 39

Tabel 5. Jadwal Pelaksanaan Penelitian ... 40

Tabel 6. Hasil Penelitian ... 42

(15)

xv

Lampiran 1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 67

Lampiran 2. Kuesioner Penelitian ... 71

Lampiran 3. Data Hasil Penelitian ... 76

Lampiran 4. Deskripsi Data Hasil Penelitian... 84

Lampiran 5. Deskripsi Frekuensi Data Hasil Penelitian ... 87

(16)

1

Kajian pendahuluan merupakan pengantar yang memuat latar belakang

pemilihan judul, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan

definisi operasional.

A. Latar Belakang Masalah

Daniel Goleman, penulis buku laris Kecerdasan Emosional yang telah

di terjemahkan kembali oleh T. Hermaya (1996:268) menulis bahwa

keluargalah tempat pertama kali seseorang belajar untuk mengenal bentuk

fisik, kepribadian, pemikiran, dan perasaan orang lain. Keluarga pula tempat

pertama kali seseorang belajar bagaimana dia dikenal orang lain. Di dalam

proses mengenal dan dikenal di lingkungan keluarga ini, seringkali terjadi

benturan yang melibatkan emosi pelakunya. Cara-cara mengatasi

benturan-benturan yang terjadi di lingkungan keluarga inilah, yang menjadi dasar

pembelajaran untuk mengatasi masalah di lingkungan yang lebih besar. Di

dalam sebuah keluarga ada dua generasi, yaitu orangtua dan anak, yang saling

mempengaruhi. Dua generasi ini harus bekerja sama agar bisa mencapai

tujuan yang tertinggi, yaitu kebahagiaan. Pengertian kebahagiaan sangat

beragam dan subjektif. Konsep bahagia menurut orangtua boleh jadi berbeda

dengan konsep bahagia menurut anak. Dalam hal ini, orangtua mempunyai

(17)

Anak-anak pun mencapai kebahagiaan, juga dengan cara mereka sendiri. Di

sinilah sering terjadi konflik antara orangtua dan anak, karena baik anak

maupun orangtua mempunyai cara dan standar sendiri untuk mencapai tujuan,

yang secara umum (global) disebut kebahagiaan.

Pada dasarnya, tak ada orang tua di dunia ini yang menginginkan

anaknya tidak bahagia dan tidak ada seorang anak pun di dunia yang ingin

menyakiti atau menyengsarakan orangtua. Tetapi, jalan yang ditempuh baik

oleh anak maupun orangtua kadang berbeda. Perbedaan akan tampak semakin

mencolok ketika anak-anak mencapai tahap kehidupan remaja. Di masa

remaja sedang mencari jati diri agar eksistensi mereka diakui, sementara di

saat yang sama mereka sedang mengalami kebingungan menghadapi

perubahan fisik dan emosional dari masa anak ke masa dewasa. Cara-cara

mencari jati diri yang disertai kebingungan menempatkan diri inilah yang

sering bertentangan dengan standar atau norma yang dianut oleh orangtua.

Media massa menyoroti bagaimana remaja berperilaku dan melakukan

sesuatu yang tidak disetujui orangtuanya dan oleh masyarakat sekitarnya,

seperi tawuran, narkoba, mencuri bahkan sampai membunuh. Semua tindakan

tersebut dapat digolongkan sebagai kenakalan remaja. Salah satu penyebab

kenakalan remaja adalah hubungan antara orangtua dan anak yang tidak

selaras/kurang harmonik. Kebutuhan dan harapan-harapan remaja masa kini

sering tidak sesuai dengan harapan orangtua, remaja masa kini menghadapi

(18)

Pada hakikatnya orangtua mempunyai harapan agar anak-anak mereka

tumbuh dan berkembang menjadi anak yang baik, tidak mudah terjerumus

dalam perilaku yang dapat merugikan dirinya sendiri dan orang lain yang ada

di sekitarnya. Menyadari akan banyaknya tuntutan dan harapan dari orangtua,

Gunarsa (2004:130) mengemukakan bahwa remaja memerlukan pengertian

dari orang lain yang ada di sekitarnya terutama orangtuanya. Melalui

pandangan humanistik, orangtua belajar untuk berempati terhadap anak

mereka, belajar merasakan apa yang dirasakan oleh anak ketika membutuhkan

perhatian dan merasa kekurangan kasih sayang, sehingga orangtua dapat lebih

menyadari dan bersedia untuk memenuhi kebutuhan anak mereka.

Orangtua menempati posisi penting dalam pembentukan pola sikap

dan perilaku anak. Orangtua sebagai pendamping perkembangan anak

memiliki peranan dalam meletakkan dasar-dasar kepribadian anak. Sikap,

perilaku, dan kebiasaan yang ditunjukkan orangtua akan dijadikan pola yang

dtiru oleh anak. Anak akan cenderung mengadopsi apa yang ia lihat pada

perilaku orangtuanya sehari-hari. Pola perilaku orangtua dijadikan model oleh

anak-anaknya dalam proses belajarnya. Perilaku anak yang diulang secara

terus menerus akan menjadi suatu kebiasaan dan pada akhirnya menjadi suatu

karakter dalam kepribadian anak.

Oleh karena itu, untuk mengarahkan kelakuan anak, yang pertama kali

dipikirkan adalah evaluasi tingkah laku orangtuanya (ibu-bapaknya). Sehingga

dalam mendidik anak harus diawali oleh orangtua dengan mendidik diri

(19)

sepenuhnya dalam kegagalan mengasuh anak-anaknya. Alangkah lebih baik

jika orangtua mampu mencegah hal-hal yang tidak diinginkannya sehubungan

dengan perkembangan anaknya, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang

dengan baik.

Penelitian ini tentang bagaimana pola pengasuhan yang diterapkan

oleh orangtua menurut siswa. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa cara

orangtua mengasuh anak menjadi dasar yang kuat terhadap pertumbuhan dan

perkembangan kepribadian anak. Oleh karena itu masalah penelitian tentang:

Pola Pengasuhan Orangtua Menurut Siswa Kelas VIII SMP Pangudi Luhur I

Yogyakarta.

B. Rumusan Masalah

Pertanyaan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah bagaimana

pola pengasuhan orangtua menurut siswa kelas VIII SMP Pangudi Luhur I

Yogyakarta tahun ajaran 2007-2008?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang pola

pengasuhan orangtua menurut siswa kelas VIII SMP Pangudi Luhur I

(20)

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh guru

pembimbing untuk mengembangkan program bimbingan baik bimbingan

pribadi, sosial, belajar maupun karier untuk siswa-siswi.

E. Definisi Operasional

Pola pengasuhan orangtua menurut siswa kelas VIII SMP Pangudi

Luhur I Yogyakarta adalah tanggapan atas rangsang-rangsang yang diterima

atau tanggapan hasil pengamatan terhadap bentuk-bentuk perlakuan orangtua

(21)

6

Dalam bab ini, peneliti menyajikan analisis teoritik yang dapat

memperjelas pemahaman mengenai topik penelitian. Kajian pustaka yang

dimaksud meliputi:

A. Pendapat

B. Pola Pengasuhan Orangtua

C. Posisi serta Peran Orangtua dan Sekolah terhadap Perkembangan Anak

A. Pendapat

Pengertian tentang pendapat dan faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap pendapat merupakan hal yang penting. Pemahaman tersebut menjadi

dasar yang kuat bagi individu untuk mempersiapkan sesuatu dalam berbagai

kegiatannya.

1. Pengertian Pendapat

Pendapat adalah pengertian terhadap penafsiran rangsang yang

bersumber pada benda, kejadian, tingkah laku manusia dan hal-hal yang

ditemuinya dalam hidup sehari-hari (Mulyono, 1978:22). Ada tiga tahapan

dalam membentuk pendapat, yaitu: (1) seleksi, (2) interpretasi, dan (3)

tanggapan. Seleksi dilakukan terhadap rangsang yang masuk dari luar

melalui penginderaan. Penafsiran dibuat dengan mengorganisasikan

(22)

bentuk tingkah laku yang terjadi sebagai akibat dari interpretasi

(Mulyono, 1978:53-54).

Hal yang sama tentang pendapat ditegaskan oleh Kartini Kartono

(1994:57) bahwa proses pendapat itu terjadi karena adanya rangsang dari

luar diri individu, berupa kenyataan sosial dan lingkungan. Rangsang itu

diterima melalui alat indera, kemudian ditafsirkan, sehingga mempunyai

arti bagi seseorang. Adanya rangsang dari luar diri individu itu

mengakibatkan suatu proses pemahaman dalam dirinya, yang pada

akhirnya akan memberi tanggapan terhadap rangsang tersebut.

Dari pengertian di atas disimpulkan bahwa pendapat adalah

tanggapan hasil pengamatan atau tanggapan atas rangsang-rangsang yang

diterima.

2. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Pendapat Siswa

Menurut Bimo Walgito (1994:56) pendapat individu terhadap

dunia nyata merupakan olahan semua rangsang (stimuli) yang diterima

oleh indera-indera yang dipengaruhi oleh kondisi psikik dan pengalaman

seseorang. Hal itu disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :

a. Perhatian yang selektif individu.

Perhatian merupakan persiapan dalam proses pembentukan

pendapat. Ada tidaknya rangsang ditentukan oleh ada tidaknya

perhatian individu terhadap rangsang itu. Rangsang yang mendapat

(23)

dengan cepat. Sedangkan rangsang yang kurang mendapat perhatian

akan kurang disadari dan kurang ditanggapi. Perhatian dan kesadaran

individu berkorelasi positif dalam pembentukan pendapat. Semakin

besar perhatian individu, semakin besar kesadarannya akan rangsang

itu, dan semakin besar pula kemungkinan individu menanggapinya.

Semakin kecil perhatian individu, semakin kecil kesadarannya akan

rangsang itu dan semakin kecil pula kemungkinan individu

menaggapinya.

b. Sifat-sifat rangsang.

Berkaitan dengan perhatian, individu lebih tertarik pada rangsang

yang memiliki intensitas kuat karena dianggap dapat menarik

perhatian. Rangsang dengan warna, lebih menarik perhatian dan lebih

mudah diterima oleh individu. Rangsang dengan perubahan dari

keadaan statik ke dinamik akan lebih mudah diterima oleh individu.

Rangsang dengan ukuran besar dan diterima secara berulang-ulang

memudahkan individu untuk menerimanya.

c. Nilai-nilai dan kebutuhan individu.

Perhatian terhadap rangsang juga ditentukan oleh sejauh mana

rangsang itu bernilai bagi individu dan sesuai dengan kebutuhannya.

Individu akan menaruh perhatian kepada rangsang yang bernilai

baginya daripada rangsang yang kurang bernilai. Individu juga akan

menaruh perhatian kepada rangsang yang sesuai dengan kebutuhannya

(24)

karena itu, perhatian individu terhadap rangsang bersifat subjektif,

berbeda antara individu yang satu dan yang lainnya.

d. Pengalaman terdahulu individu.

Perhatian individu terhadap rangsang ditentukan juga oleh

pengalaman yang berhubungan dengan penafsiran rangsang sejenis

yang dimiliki individu sebelumnya. Pengalaman-pengalaman

terdahulu sangat mempengaruhi bagaimana individu mempendapat

dunianya.

B. Pola Pengasuhan Orangtua

1. Pengertian Pola Pengasuhan Orangtua

Keluarga merupakan tempat pertama dan utama di mana anak

lahir, dibesarkan, berkembang, dan mengalami “proses menjadi” pribadi

yang lebih dewasa. Selama masa bayi dan kanak-kanak, fungsi dan

tanggung jawab orangtua adalah mengasuh, memelihara, melindungi dan

melatih anak untuk bersosialisasi. Seiring dengan terjadinya perubahan

pada anak menuju remaja, maka bergeser pula fungsi-fungsi keluarga

sebagai dampak penyesuaian dengan perkembangan dan

kebutuhan-kebutuhan anak. Seperti yang dikemukakan oleh Hurlock (1992:131)

bahwa dengan lebih mandirinya anak, orangtua menganggap bahwa

anaknya tidak lagi memerlukan perawatan dan pelatihan sebesar

(25)

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pola pengasuhan

orangtua adalah suatu relasi/interaksi yang terjalin secara mendalam antara

anak dengan orangtuanya. Relasi/interaksi tersebut bukan hanya dalam

pemenuhan kebutuhan fisik (makan, minum, dan kesehatan) dan

kebutuhan psikik (seperti kasih sayang, rasa aman, dan penerimaan

penghargaan), tetapi juga bagaimana orangtua memberi contoh dan

mengajarkan tentang peraturan-peraturan/norma-norma yang berlaku di

dalam masyarakat sehingga anak juga memiliki ketrampilan sosial dalam

hubungannya dengan masyarakat.

Ada empat unsur penting dalam pola pengasuhan orangtua

(Hurlock, 1999:85-92), yaitu:

a. Peraturan.

Peraturan adalah pola pengendalian tingkah laku yang ditetapkan

oleh orangtua dengan tujuan untuk membekali anak dalam berperilaku

yang disetujui dalam situasi tertentu. Contohnya, anak tidak boleh

mengambil mainan milik saudaranya tanpa izin si pemilik. Anak akan

dihukum/dimarahi bila melakukan tindakan terlarang ini. Agar

peraturan itu diterima, diingat, dan dimengerti maka peraturan

diberikan dalam rumusan yang dimengerti oleh anak sehingga

peraturan itu berharga sebagai pedoman perilaku dan mengekang

(26)

b. Hukuman.

Hukuman harus disesuaikan dengan pelanggaran. Hukuman yang

diberikan harus konsisten sehingga anak itu mengetahui bahwa kapan

saja suatu peraturan dilanggar, hukuman itu tidak dapat dihindarinya.

Apapun bentuk hukuman yang diberikan, perlu diberikan penjelasan

mengenai alasan secara adil dan benar sehingga anak tidak akan

menginterpretasikannya sebagi “kejahatan” si pemberi hukuman.

c. Penghargaan.

Penghargaan berarti bentuk pengakuan untuk suatu hasil yang baik.

Penghargaan tidak perlu berbentuk materi, tetapi dapat berupa

kata-kata pujian, senyuman atau tepukan di punggung. Penghargaan

mempunyai nilai edukatif yang penting. Penghargaan berdampak pada

terbentuknya motivasi yang kuat bagi anak untuk melanjutkan

usahanya dan berperilaku sesuai dengan harapan. Jenis penghargaan

dapat berupa: pujian, senyuman, pelukan, hadiah dan perlakuan

istimewa.

d. Konsistensi.

Konsistensi berarti tingkat keajegan atau stabilitas. Harus ada

konsistensi dalam peraturan yang digunakan sebagai pedoman

perilaku. Anak yang menyadari bahwa penghargaan selalu mengikuti

perilaku yang disetujui dan hukuman selalu mengikuti perilaku yang

dilarang, akan mempunyai keinginan yang jauh lebih besar untuk

(27)

disetujui oleh lingkungannya. Suatu tingkah laku anak yang dilarang

oleh orangtua pada waktu tertentu, harus pula dilarang, apabila

dilakukan kembali pada waktu yang lain. Harus ada konsistensi dalam

hal-hal apa yang mendatangkan pujian atau hukuman pada anak.

Antara ayah dan ibu harus ada kesesuaian dalam melarang atau

memperbolehkan tingkah laku tertentu, tentang apa yang baik

dilakukan atau yang tidak baik untuk dilakukan oleh anaknya.

2. Macam-macam Pola Pengasuhan Orangtua

Pola pengasuhan orangtua dalam mendidik anaknya dapat

bervariasi, setiap ahli memiliki cara yang berbeda-beda dalam melihat pola

pengasuhan orangtua. Dalam penelitian ini, peneliti berpedoman pada tiga

tipe pola pengasuhan orangtua menurut Hurlock (1999:93) yaitu: otoriter,

permisif dan demokratik.

Ketiga tipe pola pengasuhan orangtua tersebut dapat dirinci

sebagai berikut:

a. Pola pengasuhan demokratik.

Menurut Hurlock (1999:93-94) pola pengasuhan demokratik

menggunakan penjelasan, diskusi, dan penalaran untuk membantu

anak mengerti mengapa perilaku tertentu diharapkan. Pola ini lebih

menekankan aspek edukatif daripada aspek hukumannya. Pola

pengasuhan demokratik menggunakan hukuman dan penghargaan

(28)

(2004:280) menambahkan bahwa orangtua dengan pola pengasuhan

demokratik selalu melibatkan anak dalam segala hal yang berkenaan

dengan diri anak tersebut. Orangtua mempercayai pertimbangan dan

penilaian dari anak serta mau berdiskusi dalam mengambil keputusan

yang berkaitan dengan kebutuhan anak. Anak pun belajar untuk

membuat keputusan bagi dirinya sendiri, belajar mendengarkan dan

berdiskusi dengan orangtua. Dari sikap orangtua tersebut di atas maka

harga diri dan kepercayaan diri anak berkembang karena anak

dihargai, anak tidak akan takut untuk melakukan sesuatu karena anak

dilatih mengambil keputusan, anak memiliki keyakinan diri yang

mantap karena terbiasa dilatih untuk bertanggung jawab dan orangtua

menerima apa adanya diri anak. Gunarsa (2004:281) juga berpendapat

bahwa anak yang dibesarkan dengan pola pengasuhan demokratik akan

merasakan suasana rumah yang penuh rasa saling menghormati, penuh

kehangatan dan penerimaan. Dengan demikian, anak akan lebih mudah

menyesuaikan diri dengan lingkungan. Gunarsa dan Gunarsa (1986:84)

menambahkan bahwa dengan cara demokratik ini, rasa tanggung jawab

pada anak akan berkembang sehubungan dengan tingkah lakunya dan

selanjutnya dapat memupuk rasa percaya dirinya. Selain itu anak

cenderung lebih mandiri, tegas, ramah, mudah bekerjasama dengan

orang lain, mudah bergaul, dapat mengendalikan diri dan berkembang

(29)

terbuka dari orangtua ke anak dalam aktualisasi dirinya. Hal ini

menjadi dasar untuk hidup yang produktif.

b. Pola pengasuhan otoriter.

Pola pengasuhan otoriter ditandai dengan peraturan yang keras

untuk memaksakan perilaku yang diinginkan oleh orangtua terhadap

anak. Tekniknya mencakup hukuman yang berat bila terjadi kegagalan

memenuhi standar dan kurangnya persetujuan, pujian atau

penghargaan lainnya bila anak memenuhi standar yang diharapkan

orangtua. Pola pengasuhan otoriter selalu berarti mengendalikan

tingkah laku anak dengan kekuatan eksternal dalam bentuk hukuman

terutama hukuman badan. Bahkan setelah anak bertambah besar,

orangtua yang menggunakan pola otoriter yang kaku jarang

mengendurkan pengendaliannya terhadap tingkah laku anaknya.

Orangtua tidak mendorong anak untuk dengan mandiri mengambil

keputusan-keputusan yang berhubungan dengan tindakan mereka.

Orangtua hanya mengatakan apa yang harus dilakukan dan tidak

menjelaskan mengapa hal itu harus dilakukan. Jadi, anak-anak

kehilangan kesempatan untuk belajar bagaimana mengendalikan

perilaku mereka sendiri. Dalam keluarga otoriter anak tetap dibatasi

dalam tindakan mereka, dan keputusan-keputusan tentang

permasalahan mereka diambil oleh orangtua (Hurlock, 1999:93).

Gunarsa (2004:280) menambahkan bahwa orangtua otoriter

(30)

yang terjadi hanyalah komunikasi satu arah, yaitu dari orangtua ke

anak. Kurangnya komunikasi antara orangtua dan anak menyebabkan

ketrampilan berkomunikasi anak menjadi kurang.

Menurut Gunarsa dan Gunarsa (1986:82) pada cara otoriter ini

orangtua menentukan aturan dan batasan yang mutlak harus ditaati

oleh anak Kalau anak tidak memenuhi tuntutan orangtua, anak akan

diancam dan dihukum. Dengan cara otoriter, akan menjadikan anak

“patuh” di hadapan orangtuanya, tetapi di luar pengawasan orangtua,

anak dapat memperlihatkan reaksi-reaksi menentang atau melawannya

karena anak merasa “dipaksa” dalam perkembangannya.

Gunarsa (2004:280) berpendapat bahwa pola pengasuhan

otoriter ini sering kali membuat anak memberontak. Anak akan

bersikap bermusuhan kepada orangtua serta sering kali meyimpan

perasaan tidak puas terhadap dominasi orangtua bila orangtuanya

keras, tidak adil, dan tidak menunjukkan afeksi. Selain itu anak

mungkin menjadi kurang yakin akan kemampuan dirinya, kurang

matang dan menjadi agresif bila orangtua juga menerapkan hukuman

fisik kepada anak. Kartono (1985:97-99) menambahkan bahwa dengan

cara otoriter ini, anak berkembang menjadi anak yang canggung dalam

pergaulan karena anak merasa tidak dapat mengimbangi

teman-temannya dalam banyak hal, sehingga anak menjadi pasif dalam

pergaulan, lama kelamaan anak akan mempunyai perasaan rendah diri

(31)

diri, selalu tegang, khawatir, bimbang, labil dan anak tampak penurut

tetapi perasaannya sering diliputi oleh kegelisahan dan potensinya

tidak dapat berkembang secara maksimal.

c. Pola pengasuhan permisif.

Dalam pola pengasuhan permisif biasanya orangtua tidak

membimbing anak ke pola perilaku yang disetujui oleh masyarakat dan

tidak menggunakan hukuman. Orangtua menganggap kebebasan sama

dengan membiarkan anak-anak meraba-raba dalam situasi yang sulit

untuk dijalani oleh anak sendiri. Anak sering tidak diberi batas-batas

atau aturan-aturan yang mengatur apa saja yang boleh dilakukan,

mereka diijinkan untuk mengambil keputusan sendiri dan berbuat

sekehendak mereka sendiri (Hurlock, 1999:93).

Orangtua membiarkan anak mencari dan menemukan sendiri

tata cara yang memberi batasan-batasan dari tingkah lakunya. Hanya

pada hal-hal yang dianggapnya sudah keterlaluan oleh Orangtua,

barulah orangtua bertindak mengendalikannya. Dalam pola permisif

ini pengawasan menjadi longgar. Anak telah terbiasa mengatur dan

menentukan sendiri apa yang dianggapnya baik. Pada umumnya,

keadaan seperti ini terdapat pada keluarga-keluarga yang kedua

orangtuanya bekerja, terlalu sibuk dengan berbagai kegiatan sehingga

tidak ada waktu untuk mendidik anak dalam arti yang sebaik-baiknya.

Karena harus menentukan sendiri, maka perkembangan kepribadian

(32)

yang terlalu kuat dan kaku menhadapi larangan-larangan yang ada

dalam lingkungan sosialnya (Gunarsa dan Gunarsa, 1986:83).

Dari penjelasan di atas, dalam pola pengasuhan permisif

orangtua cenderung bersikap kurang tegas. Di sini anak diberi

kebebasan untuk berperilaku sesuai dengan keinginannya sendiri.

Semua keputusan diberikan kepada anak, tanpa pertimbangan dari

orangtua, sehingga sering anak tidak tahu apakah perilakunya itu benar

atau salah. Pola pengasuhan permisif menempatkan orangtua pada

posisi pasif dalam arti orangtua cenderung membiarkan anak bersikap

tanpa batasan, aturan, dan larangan yang jelas. Sehingga anak dalam

keluarga permisif tampak kurang matang secara sosial, mementingkan

diri sendiri dan kurang percaya diri, ada juga yang agresif, terutama

anak yang tidak pernah ditegur atau dilarang ketika anak bergaul

dengan teman sebaya. Gunarsa (2004:281) menambahkan bahwa cara

permisif ini ternyata menyebabkan anak tidak memiliki kontrol diri

yang baik, anak menjadi egois, selalu memaksakan kehendaknya

sendiri tanpa memperdulikan perasaan orang lain.

C. Posisi serta Peran Orangtua dan Sekolah terhadap Perkembangan Anak

Mengasuh, membesarkan dan mendidik anak merupakan satu tugas

mulia dari orangtua yang tidak lepas dari berbagai halangan dan tantangan.

Telah banyak usaha yang dilakukan orangtua atau tenaga pendidik (sekolah)

(33)

berkaitan dengan perkembangan anak. Gunarsa dan Gunarsa (1986:5-6)

berpendapat bahwa perkembangan anak terjadi karena faktor kematangan dan

belajar. Perkembangan anak dipengaruhi oleh faktor-faktor dalam (bawaan)

dan faktor luar (lingkungan, pengalaman, pengasuhan).

Keluarga tempat anak berasal mempengaruhi kemungkinan anak

menjadi orang yang bertanggung jawab atau tidak. Keluarga yang memiliki

hubungan antar anggota kurang dekat dan hubungan yang tidak harmonis

dalam keluarga dapat mempengaruhi perkembangan anak menjadi tidak

optimal. Lingkungan atau komunitas tempat anak berada juga dapat

mempengaruhi anak tersebut, termasuk nilai-nilai yang dihayati oleh

komunitas tersebut. Apakah komunitas tersebut menekankan pada nilai

hedonisme sehingga anak akan melakukan apa pun untuk memuaskan dirinya

ataukah komunitas tersebut menekankan pada nilai moral seperti kejujuran

dan kerja keras, tentu semua ini akan mempengaruhi anak dalam mengambil

tindakan. Terutama, bila di dalam komunitas tersebut banyak model yang

melakukan tindakan negatif, maka remaja akan lebih berani mengikuti contoh

negatif tersebut. Di lain pihak, bila dalam lingkungan atau komunitas tersebut

nilai positif dijunjung tinggi maka remaja akan berpikir dua kali sebelum

melakukan tindakan negatif.

Sekolah juga salah satu faktor penting dalam perkembangan anak.

Kurangnya keberhasilan akademik seperti nilai akademik yang rendah,

ketidakmampuan untuk menyesuaikan diri atau bergaul yang baik dengan guru

(34)

menjadi penyebab munculnya tingkah laku yang tidak bertanggung jawab

pada anak. Sekolah merupakan suatu hal yang penting bagi anak, karena di

sekolah anak bertemu dengan teman-teman sebaya yang sedang berada pada

tahap perkembangan yang sama dengan diri anak tersebut. Sekolah juga dapat

membentuk perkembangan kepribadian dan sosial anak. Sekolah yang terlalu

menuntut anak untuk menjadi seperti apa yang diharapkan sekolah tanpa

memperhatikan kemampuan anak akan membuat anak merasa tertekan. Begitu

pula bila guru di sekolah bersikap tidak adil serta tidak mau memahami siswa.

Seseorang yang merasa tertekan tentu akan berusaha keluar dari tekanan

tersebut dengan berbagai cara. Bagi anak yang merasa tidak dapat

meyesuaikan diri di sekolah dan dengan gurunya, mungkin anak akan menjadi

lebih sering membolos sekolah, membuat ribut di kelas dan tindakan negatif

yang lain (Gunarsa, 2004:273-274).

Pendidik pertama dan utama adalah orangtua, orangtualah yang

membimbing anak untuk bertingkah laku normatif serta berpengalaman dalam

pergaulan dan kewajiban bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan orang

lain. Namun tugas orangtua mendidik anak membutuhkan bantuan dari

sekolah. Sekolah mengambil bagian dalam usaha meraih tujuan hidup sebagai

mahkluk berbudaya dan bermasyarakat. Sekolah berperan membantu orangtua

pada bidang yang tak dapat ditangani oleh orangtua yaitu pengajaran. Sekolah

memberikan pengajaran tentang IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi)

serta ketrampilan kerja sehingga anak siap memasuki lingkungan masyarakat

(35)

jawab tersebut berfungsi sebagai lembaga pengajaran. Sekolah bukan sebagai

pengganti orangtua melainkan membantu orangtua. Ini berarti bahwa sekolah

harus menentukan kebijakan bertindak setelah mendengarkan orangtua (Drost,

1997 : 32-34).

Pelaksanaan pendidikan dapat berjalan dengan baik dan lancar apabila

terdapat kerjasama antara guru (sebagai pendidik di sekolah) dengan orangtua

(sebagai pendidik di rumah). Kerjasama itu dalam bentuk saling pengertian

dalam pelaksanaan pendidikan. Pendidikan merupakan tanggung jawab

bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah (sekolah). Oleh karena

itu, tanggung jawab pendidikan yang pertama ada pada keluarga (orangtua),

yang kedua masyarakat, dan yang ketiga sekolah (Nugroho, 1985:71).

Gunarsa (2004:275) menambahkan bahwa orangtua, lingkungan dan

sekolah saling berinteraksi satu dengan yang lainnya. Bila keadaan latar

belakang keluarga sudah mendukung suatu perbuatan yang salah, ditambah

dengan lingkungan atau komunitas yang buruk dan kegagalan dari pihak

sekolah untuk menerima dan membimbing siswa (anak), maka kemungkinan

besar dapat terjadi kenakalan remaja. Namun, bila hanya salah satu faktor saja

yang memudahkan untuk terjadinya kenakalan remaja seperti lingkungan atau

komunitas yang buruk tetapi keluarga menekankan nilai-nilai yang baik serta

benar dan sekolah dapat memberikan kegiatan belajar yang bermakna bagi

(36)

Perkembangan anak akan maksimal apabila sekolah dan orangtua

berperan secara konstruktif sesuai dengan statusnya masing-masing, seperti

yang terurai di bawah ini:

a. Peranan sekolah.

Winkel (1991:25) menguraikan bahwa sekolah merupakan

lingkungan pendidikan formal karena di sekolah terlaksana serangkaian

kegiatan yang terorganisir, termasuk kegiatan dalam rangka proses belajar

mengajar di kelas. Kegiatan belajar ini bertujuan menghasilkan

perubahan-perubahan positif di dalam diri anak yang sedang menuju kedewasaan.

Sekolah merupakan lingkungan pendidikan berarti bahwa sekolah

adalah pengemban misi pendidikan. Sekolah mempunyai ciri khas yaitu

masyarakat belajar, yang di dalamnya ada proses belajar mengajar di

sekolah, yaitu adanya siswa belajar dan guru mengajar (Nugroho, 1985:4).

Gunarsa (1986:109-124) menambahkan orang yang paling

bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas di sekolah adalah guru.

Selain mengajar guru berperan dalam mengembangkan kepribadian anak

didiknya (di samping orangtua). Dalam guru mengajar, ini berarti ia juga

mengemban tugas moral yaitu membantu anak untuk menghayati dan

mengamalkan kebaikan hidup. Inilah citra keguruan. Yang ideal adalah,

dalam situasi guru mengajarkan ilmu pengetahuan guru juga sebagai

pengganti orangtua di sekolah hendaknya mampu menyelami jiwa-jiwa

anak didiknya. Guru adalah tokoh yang paling utama dalam membimbing

(37)

Modal utama yang harus dimiliki oleh guru dalam pengajaran adalah kasih

sayang. Sebagai guru sebaiknya senantiasa harus berusaha untuk tidak

hanya mengembangkan potensi anak secara intelektual, tetapi juga mau

mementingkan interaksi guru-siswa yang akan mempengaruhi

perkembangan kepribadian siswa ke arah yang sehat dan matang. Bentuk

hubungan dialogik antara guru dan siswa adalah yang terbaik.

Gunarsa (2004:275) mengemukakan bahwa peran guru di sekolah

merupakan sesuatu yang sangat penting. Guru yang menunjukkan kontrol

diri yang baik, penuh kehangatan, dan bersahabat dalam interaksinya di

kelas akan lebih mudah berhubungan dengan siswa. Siswa (anak) akan

lebih terbuka kepada guru. Guru yang demikian dapat membantu anak

untuk mencapai keberhasilan akademik dan belajar menghargai diri sendiri

serta dengan demikian mengurangi kemungkinan terjadinya kenakalan

remaja.

Dari uraian di atas dapat ditegaskan bahwa esensi pendidikan yang

diselenggarakan di sekolah bertujuan agar perkembangan tiap individu

(peserta didik) semakin optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki.

Pendidikan yang diberikan oleh pihak sekolah, melalui guru kepada siswa

tidak hanya berupa pengajaran bidang studi, IPTEK dan ketrampilam kerja

tetapi dapat berupa pendampingan dan pengarahan perkembangan siswa

seutuhnya. Dalam proses perkembangan, siswa tidak selalu berhasil

(38)

oleh siswa berhubungan dengan cara belajar, penyesuaian diri, emosi dan

persiapan berkarier. Hal ini membutuhkan bantuan dari guru dan orangtua.

Winkel (1991:79) menegaskan bahwa bimbingan di sekolah

memusatkan pelayanannya pada peserta didik sebagai individu yang harus

mengembangkan kepribadiannya dan memanfaatkan pendidikan sekolah

yang diterima untuk perkembangan dirinya. Hal ini berarti bahwa upaya

membantu siswa dalam proses pendidikan di sekolah tidak hanya melalui

pengajaran/pelatihan tetapi juga melalui pelayanan bimbingan. Pelayanan

bimbingan di sekolah termasuk ke dalam bidang pembinaan siswa.

b. Peranan Orangtua.

Keluarga merupakan lingkungan sosial yang pertama dan utama

dalam kehidupan anak, tempat anak belajar dan menyatakan diri sebagai

manusia sosial di dalam interaksi dengan kelompoknya.

Pengalaman-pengalaman interaksi sosial anak di keluarga juga tercermin dalam

bertingkah laku serta bergaul dengan orang lain. Orangtua memiliki peran

penting dan memiliki tanggung jawab besar terhadap perkembangan

anak-anaknya. Peran orangtua berupa pengarahan dan bimbingan kepada anak.

Dengan adanya pengarahan dan bimbingan ini, anak diharapkan dapat

tumbuh berkembang dengan baik. Nasution (1985:151) menambahkan

bahwa seorang anak yang sedang dalam masa perkembangan,

membutuhkan pengarahan dari orangtua walaupun anak tidak secara

(39)

Menurut Nasution (1985:40) peran orangtua dibagi atas tiga yaitu:

1) Mengasuh dan membimbing anak-anaknya.

Membimbing berarti memberi pengarahan, dapat juga

dikatakan menuntun atau mendampingi anak (Gordon, 1987:69).

Orangtua berkewajiban untuk memberikan bimbingan kepada

anak-anaknya, karena bimbingan itulah yang akan menentukan masa depan

anak. Apabila anak mendapat bimbingan yang baik dari orangtuanya

maka akan berpengaruh baik pula kepada anak, sehingga anak dapat

tumbuh dan berkembang secara wajar. Dengan adanya bimbingan dari

orangtua diharapkan anak dapat menentukan arah yang akan ia tempuh

dalam hidupnya.

2) Mengarahkan pendidikan anak-anaknya.

Orangtua perlu mengawasi kegiatan belajar anak-anaknya,

sebab tanpa adanya pengawasan yang kontinnyu dari orangtua, besar

kemungkinan pendidikan anak-anaknya kurang dapat berjalan lancar.

Pada kenyataannya, anak kurang bersedia belajar dengan baik dan

tekun tanpa adanya pengawasan dari orangtua. Dengan adanya

pengawasan dari orangtua, anak dengan sendirinya akan terdorong

untuk belajar lebih baik dan lebih giat (Nasution, 1985:43).

3) Mengendalikan pergaulan anak-anaknya.

Pada usia remaja terjadi perubahan sosial, dimana pengaruh

teman sebaya sangat kuat. Hal ini merupakan tugas perkembangan

pada masa remaja. Menurut Havighurst (Mappiare, 1982:107) tugas

(40)

dengan teman-teman sebaya baik sesama jenis maupun lawan jenis.

Tambunan (1979:101-106) berpendapat bahwa pergaulan di kalangan

remaja didorong oleh keinginan untuk mencari pengalaman. Orangtua

diharapkan menyadari bahwa pengalaman yang diperoleh anak di

rumah, di sekolah atau di lingkungan tempat tinggal dapat membantu

anak untuk menyesuaikan diri dalam pergaulan. Orangtua perlu

mengantisipasi dampak negatif dari pergaulan remaja. Apabila anak

memiliki kelompok yang suka merokok, minum alkohol, obat-obatan

terlarang, dan seks bebas, maka anak tersebut cenderung mengikutinya

(41)

26

Dalam bab ini, peneliti akan membahas tentang jenis penelitian, subjek

penelitian, alat pengumpulan data, prosedur pengumpulan data dan teknik analisis

data.

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian dekriptif

adalah penelitian yang dirancang untuk memperoleh informasi tentang status

gejala pada saat penelitian dilakukan (Suharsimi, 2003:309). Tujuan penelitian

ini adalah untuk melukiskan variabel/kondisi “apa yang ada” dalam suatu

situasi.

Dalam hal ini penelitian bertujuan untuk memperoleh gambaran

mengenai pola pengasuhan orangtua menurut siswa SMP PANGUDI LUHUR

I Yogyakarta.

B. Populasi Penelitian

Populasi penelitian merupakan kelompok individu yang hendak dikenai

generalisasi hasil penelitian, dengan syarat yang harus memiliki ciri-ciri dan

karakteristik yang kurang lebih sama. Populasi dalam penelitian ini adalah

para siswa kelas VIII SMP PANGUDI LUHUR I Yogyakarta. Menurut

Suharsimi (2003:312), survei yang mencakup seluruh populasi yang diteliti

disebut sensus, sedangkan survei yang hanya menyelidiki sebagian saja

(42)

sebagian saja dari populasi, maka penelitian ini termasuk penelitian survei

sampel.

Dasar pertimbangan yang digunakan dalam menentukan populasi yaitu

siswa kelas VIII SMP adalah siswa yang tergolong remaja awal, yang sudah

mampu merefleksikan pola pengasuhan orangtua mereka. Walaupun semua

siswa SMP termasuk dalam masa remaja, namun siswa kelas VIII SMP lebih

mempunyai banyak waktu dibandingkan dengan kelas IX yang waktunya

tersita untuk mempersiapkan ujian akhir dan kelas VII yang masih dalam masa

penyesuaian diri terhadap lingkungan baru. Adapun data populasi penelitian

adalah sebagai berikut:

Tabel 1

Data Populasi Penelitian

No. Kelas Jumlah

1 VIII A 42

2 VIII B 42

3 VIII C 42

4 VIII D 43

5 VIII E 42

Total 211

Sampel adalah sebagian/wakil dari populasi. Sampel penelitian diambil

dari populasi penelitian yang berjumlah 211 siswa. Penarikan sampel

dilaksanakan dengan teknik cluster random sampling (sampel kelompok).

Dasar pertimbangan yang digunakan peneliti dalam menggunakan teknik

(43)

sama pada kelompok (kelas) anggota populasi yang dipilih sebagai sampel

penelitian.

Penarikan sampel dilaksanakan dengan langkah-langkah yang sesuai

dengan sifat teknik sampling yang digunakan. Langkah pertama, peneliti

menentukan jumlah anggota sampel yang diinginkan. Jumlah anggota sampel

ditetapkan berdasarkan dua pertimbangan, yaitu jumlah sampel (n) minimal 30

orang dan jumlah anggota sampel yang representatif dalam peneltiian

deskriptif untuk mewakili anggota populasi niminal 25%-30% dari jumlah

anggota populasi. Selain itu, jumlah anggota sampel yang semakin mendekati

jumlah anggota populasi, berarti semakin representatif bagi penelitian itu

(Suharsimi, 2003:125). Langkah kedua, penelitia melakukan cluster random

sampling (sampel kelompok) terhadap semua unit satuan kelas yang

dirandom. Langkah ketiga, peneliti menulis lima kelas (VIII A-E) pada kertas

kemudian kertas tersebut digulung dan setelah itu diacak. Langkah keempat,

peneliti melakukan penarikan secara undian sampai akhirnya diperoleh jumlah

anggota sebanyak yang diinginkan peneliti. Penarikan disaksikan oleh guru

pembimbing.

C. Alat Pengumpulan Data

Alat yang digunakan dalam pengumpulan data ini adalah kuesioner.

Kuesioner adalah sekumpulan daftar pertanyaan tertulis yang diberikan

kepada subjek penelitian (Suharsimi, 2003:136). Kuesioner ini disusun oleh

(44)

memuat tipe-tipe dari pola pengasuhan demokratik, otoriter, dan permisif.

Tipe-tipe/gaya pola pengasuhan anak yang akan diselidiki tersebut adalah:

1. Tipe demokratik, dengan indikator sebagai berikut (Hurlock, 1999:93-94;

Gunarsa, 2004:280-281):

a. Menghargai anak sebagai pribadi yang ingin mandiri.

b. Melibatkan anak dalam membuat keputusan, sementara orangtua ikut

memberi penjelasan (bekerja sama dalam membuat keputusan).

c. Menggunakan wewenang, tetapi terapannya bersifat membimbing.

d. Mendukung, menerima dan bertanggung jawab dalam

mempertimbangkan berbagai alternatif tetapi tidak mendominasi dari

sudut pendirian orangtua.

e. Mendorong tumbuhnya interaksi saling memberi dan menerima.

f. Menempatkan nilai yang tinggi pada perkembangan kemandirian dan

pengaturan diri sendiri.

g. Memakai seperangkat peraturan untuk mengatur anak sesuai dengan

perkembangan dan kebutuhan anak.

h. Melibatkan diri dalam penjelasan dan pembicaraan tentnag disiplin dan

menananmkan kebiasaan rasional.

i. Hangat tetapi tegas.

2. Tipe otoriter, dengan indikator sebagai berikut (Hurlock, 1999:93;

Gunarsa, 2004: 279-280):

(45)

b. Kecenderungan suka menghukum dan kaku dalam disiplin.

c. Menuntut anak untuk menerima aturan dan standar yang ditetapkan

orangtua tanpa mempersoalkannya.

d. Cenderung untuk tidak mendukung perilaku bebas dan melarang

otonomi anak.

e. Membuat peraturan untuk mengendalikan perilaku anak.

f. Kurang hangat, kurang menerima dan mendukung anak, membatasi

keterlibatan anak dalam membuat keputusan.

g. Mendesak anak untuk mematuhi perintah orangtua.

h. Berusaha mengendalikan perilaku dan sikap anak sesuai dengan

peraturan yang ditetapkan.

3. Tipe permisif, dengan indikator sebagai berikut (Gunarsa dan Gunarsa,

1986:83; Hurlock, 1999:93):

a. Cenderung menerima, lunak dan pasif dalam membiasakan disiplin

b. Memberi kebebasan sepenuhnya kepada anak untuk berbuat semaunya

(tanpa mengendalikannya).

c. Menghindari pengawasan terhadap anak, karena pengawasan dianggap

sebagai pelanggaran terhadap kebebasan anak.

d. Melayani anak sepenuhnya dalam setiap kegiatannya dan cenderung

memanjakan anak.

e. Menuruti kemauan anak dan menghindari konflik dengan anak.

(46)

Kuesioner ini terdiri dari dua bagian, yaitu: bagian pertama memuat

identitas subjek, tujuan kuesioner, dan petunjuk pengisian kuesioner

sedangkan bagian kedua memuat pernyataan-pernyataan. Jenis kuesioner yang

digunakan adalah kuesioner bentuk tertutup artinya responden menjawab

pernyataan yang berhubungan dengan indikator tipe pola pengasuhan orangtua

dan alternatif jawabannya sudah disediakan sehingga responden tinggal

memilih jawaban yang sesuai dengan dirinya (Suharsimi, 2000:317). Alasan

peneliti menggunakan kuesioner karena, peneliti berpandangan bahwa

kuesioner lebih efisien dari segi waktu dan pendanaan, serta lebih praktis dari

segi pelaksanaannya.

Kuesioner pola pengasuhan orangtua menurut siswa kelas VIII SMP

PANGUDI LUHUR I Yogyakarta ini mendeteksi pola pengasuhan macam apa

yang cenderung diterapkan oleh orangtua dalam rangka merawat, memelihara,

melindungi, mengajar, membimbing dan melatih anak-anak mereka. Tipe pola

pengasuhan yang dimaksud adalah pola pengasuhan demokratik, pola

pengasuhan otoriter dan pola pengasuhan permisif.

Alat atau kuesioner yang digunakan untuk mengumpulkan data

penelitian disusun dalma bentuk skala bertingkat berdasarkan prinsip-prinsip

Likert’s Summated Rating atau biasa disebut dengan skala Likerts. Skala

Likerts merupakan serangkaian pernyataan yang masing-masing

mengungkapkan sikap yang jelas baik atau kurang baik. Adapun SkalaLikerts

tersebut adalah: (1) Selalu, (2) Sering), (3) jarang, (4) tidak pernah. Setiap

pilihan jawaban untuk pernyataan positif (favourable) diberi skor bertutr-turut

(47)

namun dalam penelitian ini peneliti hanya menggunakan pernyataan positif,

sehingga dalam memberikan skor pada setiap pernyataan berturut-turut yaitu

4, 3, 2, 1. Adapun alasan peneliti menggunakan pernyataan-pernyataan positif,

karena jika pernyataan-pernyataan disusun secara positif dan negatif, maka

dapat menyebabkan suatu item bisa masuk ke dalam pola pengasuhan yang

lain, sehingga dapat membuat suatu pernyataan menjadi ambigu (Andi,

2004:34).

Skala ini juga tidak memakai alternatif jawaban tengah karena dua

alasan yaitu: pertama, kategori ragu-ragu (R) atau netral (N) mempunyai arti

ganda, bisa diartikan responden belum memutuskan atau memberikan jawaban

atau diartikan sebagai pilihan netral karena tidak bisa menentukan pilihannya.

Kedua, menimbulkan kecenderungan untuk menentukan pilihan di tengah,

terutama bagi responden yang ragu-ragu atau bingung untuk menentukan

jawaban.

Kuesioner ini akan diujicobakan terlebih dahulu untuk mendapatkan

butir-butir item yang valid dan reliabel sehingga dapat dipergunakan untuk

penelitian yang sesungguhnya. Adapun kisi-kisi alat penelitian dapat dilihat di

bawah ini:

Tabel 2

Sebaran Item Dalam Uji Coba Alat Penelitian

Kuesioner Aspek Nomor Buitr Jumlah

Demokratik 1,4,7,10,13,16,19,22,25,28, 31,34,37,40,43,46,49,52,55, 58,61,63,65

23 Pola

Pengasuhan Orangtua

Otoriter 2,5,8,11,14,17,20,23,26,29, 32,35,38,41,44,47,50,53,56, 59,62,64,66,67,68,70,71,72,

(48)

73,74,75

Permisif 3,6,9,12,15,18,21,24,27,30, 33,36,39,42,45,48,51,54,57, 60

20

Total 75

Untuk mengetahui valid dan tidaknya suatu item digunakanlah analisis

product momentdengan mengkorelasikan skor item dengan skor total. Dalam

penelitian ini pengujian validitas menggunakan program SPSS (Statistical

Programme for Social Science) versi 11.0 for Windows. Setelah mengetahui

valid dan tidaknya suatu item, maka tersusunlah alat yang siap digunakan

untuk penelitian.

Setelah melakukan uji coba alat penelitian maka ada beberapa item yang

tidak valid. Untuk item yang tidak valid, peneliti melakukan revisi terhadap

beberapa item, sehingga tidak langsung menggugurkan. Ada tiga alasan

peneliti melakukan revisi terhadap beberapa item yang gugur, yaitu pertama,

hasil uji validitas mempunyai nilai yang mendekati nilai standar validitas yang

ditentukan (r = 0,3), sedangkan yang jauh dari nilai standar validitas

digugurkan. Kedua, peneliti mempertimbangkan sebaran item yang direvisi

sehubungan dengan aspek dalam kisi-kisi, danketiga isi/pesan dipertahankan,

tetapi rumusan kebahasaannya direvisi. Secara terperinsi penjelasan item yang

gugur berdasarkan aspek-aspek adalah sebagai berikut: item aspek pola

pengasuhan demokratik yang semula berjumlah 23 item, yang tidak valid

sebanyak 3 item, kemudian direvisi 1 item dan yang gugur 2 item sehingga

yang digunakan untuk penelitian 21 item. Aspek pola pengasuhan otoriter

(49)

item dan yang gugur 3, sehingga yang digunakan untuk penelitian 28 item.

Aspek pola pengasuhan permisif yang semula berjumlah 20 yang tidak valid 3

item, kemudian dari ketiga item tersebut direvisi sehingga yang digunakan

dalam penelitian 20 item. Jadi total item yang keseluruhan semula berjumlah

75 item, setelah melakukan uji coba, diketahui ada 11 item yang tidak valid,

tetapi dilakukan revisi berjumlah 5 item dan digugurkan berjumlah 6 item,

sehingga akhirnya terdapatlah 69 item yang digunakan dalam penelitian

selanjutnya. Untuk melihat item valid dan tidak valid secara jelas ada pada

lampiran 3. Adapun sebaran item yang digunakan dalam penelitian adalah

sebagai berikut:

Tabel 3

Sebaran Item Dalam Alat Penelitian

Kuesioner Aspek Nomor Buitr Jumlah

Demokratik 1,4,7,10,13,16,19,22,25,28,

D. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Penelitian

Uji coba instrumen penelitian bertujuan untuk mengetahui tingkat

validitas dan reliabilitas alat ukur tersebut sebelum digunakan dalam

(50)

item-item yang telah disusun oleh peneliti. Apabila siswa banyak bertanya saat

menjawab item, berarti item kurang dapat dipahami oleh siswa sehingga

diperlukan revisi. Uji coba instrumen penelitian dilaksanakan pada tanggal 30

Agustus 2007. Populasi yang digunakan dalam uji coba adalah siswa kelas

VIII SMP PANGUDI LUHUR I Yogyakarta, sebanyak satu kelas dengan

jumlah 42 siswa yang tidak tergolong sampel penelitian. Jumlah tersebut

dinilai representatif dan memiliki karkateristik yang sama dengan subjek

penelitian. Kesamaannya dapat dilihat dari sama-sama siswa SMP PANGUDI

LUHUR I Yogyakarta dan sama-sama kelas VIII.

Ujicoba instrumen atau alat penelitian ini untuk koefisien validitas dan

taraf reliabilitas dari item instrumen penelitian. Setelah uji coba dilaksanakan

hasil pengisian kuesioner dimasukkan dalam program komputer Microsoft

Excel 5.0 for Windows. Sedangkan untuk menganalisis koefisien validitas dan

taraf reliabilitas item digunakan bantuan komputer program SPSS (Statistical

Programme for Social Science)versi 11.0 for Windows.

1. Validitas

Validitas atau kesahihan suatu alat ukur dapat diartikan sebagai taraf

sejauh mana suatu alat ukur mampu mengukur apa yang seharusnya diukur

(Masidjo, 1995:242). Dalam penelitian ini digunakan validitas isi (content

validity). Validitas isi adalah validitas yang menunjukkan pada sejauh

mana instrumen atau kuesioner tersebut mencerminkan isi yang

dikehendaki (Suharsimi, 2003:219). Tidak jauh berbeda dengan pendapat

(51)

suatu validitas yang menunjukkan sampai di mana suatu isi suatu tes atau

kuesioner mencerminkan hal-hal yang mau diukur atau diteskan.

Langkah selanjutnya yang dilakukan peneliti untuk mengetahui

validitas isi adalah melakukan analisis item. Uji validitas item dilakukan

dengan cara mengkorelasikan skor setiap item dengan total skor item per

tipe pola pengasuhan terkait. Korelasi skor tiap item dengan skor total item

setiap tipe pola pengasuhan ini adalah penentuan validitas yang dilakukan

secara internal.

Proses penghitungan korelasi tersebut ditempuh dengan formula

hitung korelasi product moment dari Pearson. Apabila suatu item tidak

berkorelasi secara memadai dengan skor total item per tipe pola

pengasuhan terkait dalam tipe terkait, maka item tersebut harus duiperbaiki

atau digugurkan.

Adapun rumus korelasi product moment dari Pearson, adalah

sebagai berikut:

rxy : Koefisisien korelasi

X : Jumlah skor dalam sebaran X

Y : Jumlah skor dalam sebaran Y

XY : Jumlah hasil kali skor X dan Y yang berpasangan

(52)

Y2 : Jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran Y

Supaya penghitungan tersebut bisa efektif dan efisien, maka

penghitungan akan dilakukan dengan bantuan komputer melalui program

SPSS (Statistical Programme for Social Science)versi 11.0 for Windows.

Sebagai kriterium penilaian item berdasarkan korelasi skor item dan

skor total per tipe pola pengasuhan terkait, digunakan batasan minimum r

= 0,30. Jika nilai item di bawah r = 0,30 maka item tersebut gugur, jika r

mendekati 0,30 disebut item kritis, maka perlu direvisi atau diperbaiki dan

jika r di atas 0,30 maka item tersebut valid bisa dipertahankan. Alasan

digunakannya batasan tersebut, karena menurut Azwar (1999:103)

kriterium item total memiliki daya deskriminasi yang memuaskan.

Sedangkan menurut Masidjo (1995) dalam tabel korelasiProduct Moment

dari Pearson untuk jumlah siswa 42 atas dasar signifikansi 5% yang

dijadikan angka kritis 0,28. Dalam hal ini peneliti menggunakan kriteria

dengan bantuan komputer program SPSS (Statistical Programme for

Social Science) versi 11.0 for Windows, atas dasar signifikansi 5%,

didapatkan item kritis 0,24. jika koefisien korelasi di bawah 0,24 maka

item tersebut gugur dan sebaliknya jika koefisien korelasi di atas 0,24

maka item tersebut valid dan bisa dipertahankan.

2. Reliabilitas

Menurut Suharsimi (2003:224) reliabilitas adalah ketetapan hasil tes.

(53)

tidak begitu atau tidak signifikan. Sedangkan menurut Masidjo (1995:209)

reliabilitas adalah taraf sampai di mana suatu tes mampu menunjukkan

konsistensi hasil pengukurannya yang diperlihatkan dalam taraf ketepatan

dan ketelitian hasil.

Teknik yang digunakan untuk mencari reliabilitas alat ukur adalah

dengan menggunakan metode belah dua (split half method). Skor-skor dari

kedua belahan tersebut yakni item-item yang bernomor gasal dan genap

diperbandingkan dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment

dari Pearson dengan rumus angka kasar atau dengan rumus singkat.

Karena hasil tes itu dibagi menjadi dua bagian, maka koefisien korelasi

dari dua bagian tersebut baru mencerminkan taraf reliabilitas setengah

tes/alat, perlu dikenai formula koreksi dari Spearman-Brown, dengan

rumus sebagai berikut (Masidjo, 1995:219):

rtt= gg gg

xr xr

1 2

Keterangan:

rtt : Koefisien reliabilitas

rgg : Koefisien genap-gasal

Koefisien reliabilitas dinyatakan dalam suatu bilangan koefisien

antara -1,00 sampai dengan 1,00. untuk memberi arti terhadap koefisien

reliabilitas yang diperoleh, dipakai tabel statistik atas dasar taraf

signifikansi 5% serta berpegangan kualifikasi taraf korelasi sebagai berikut

(54)

Tabel 4

Klasifikasi Koefisien Korelasi

Koefisien Korelasi Klasifikasi

±0,70 - ±1,00 Tinggi- Sangat tinggi

±0,40 - ±0,70 Cukup

±0,30 - ±0,40 Rendah

0,00 - ±0,20 Tidak rendah-Sangat rendah

Adapun koefisien reliabilitas yang diperoleh dalam uji coba alat

penelitian adalah untuk pola pengasuhan demokratik sebesar rtt = 0,9354,

pola pengasuhan otoriter sebesar rtt = 0,8401, pola pengasuhan permisif

sebesar rtt = 0,9193, sehingg koefisien reliabilitas alat penelitian tersebut

dikualifikasikantinggi. Secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 3.

E. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data penelitian akan dilaksanakan di SMP PANGUDI

LUHUR I Yogyakarta, sesuai dengan jadwal layanan bimbingan, sehingga

tidak banyak menganggu pembelajaran mata pelajaran di sekolah. Sebelumnya

peneliti telah bertemu dengan kepala SMP PANGUDI LUHUR I Yogyakarta

dan menyerahkan surat ijin penelitian dari program studi, untuk minta ijin

penelitian. Setelah kepala sekolah mengijinkan untuk penelitian, maka peneliti

menghadap guru bimbingan dan konseling untuk menentukan hari dan waktu

penelitian. Jam pembelajaran yang digunakan adalah jam bimbingan dan

konseling. Pada saat masuk kelas peneliti didampingi guru bimbingan dan

(55)

Tabel 5

Jadwal Penelitian

Kelas Waktu Hadir Tidak Hadir Jumlah

VIII-C 10.25 – 11.05 41 1 42

VIII-D 12.00 – 12.40 40 3 43

Total 81 4 85

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

scoring, tabulasi data, penghitungan frekuensi dan persentase, serta penetapan

susunan peringkat. Proses analisis data dilaksanakan dengan mengikuti

langkah-langkah sebagai berikut:

1. Membuat tabulasi data dan menghitung total skor, baik per item maupun

total item per tipe pola pengasuhan dengan bantuan komputer program

Microsoft Exel 5,0 for Windows.

2. Menghitung besarnya persentase per aspek pola pengasuhan dari hasil

jawaban siswa tersebut.

3. Menentukan peringkat frekuensi kecenderungan pola pengasuhan yang

diterapkan orangtua, menurut pendapat siswa kelas VIII SMP PANGUDI

LUHUR I Yogyakarta tahun ajaran 2006-2007, dengan mengacu pada

Penilaian Acuan Mutlak (PAM) Tipe II (Masidjo, 1995:209). Untuk

mengetahui gambaran tentang pola pengasuhan orangtua menurut siswa

kelas VIII SMP Pangudi Luhur I Yogyakarta tahun ajaran 2007-2008,

(56)

siswa pada tipe-tipe tertentu dengan skor yang real diperoleh siswa pada

tipe-tipe tertentu. Hasil tersebut dinyatakan dengan kualifikasi penilaian

acuan mutlak (PAM) Tipe II.

4. Menyimpulkan pola pengasuhan orangtua menurut siswa kelas VIII SMP

(57)

41

Bab ini akan memuat hasil penelitian dan pembahasan. Hasil penelitian

berupa kecenderungan pola pengasuhan orangtua menurut siswa kelas VIII SMP

PANGUDI LUHUR I Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008.

A. Hasil Penelitian

Pengolahan data hasil penelitian dilakukan dengan sistem persentase

pada masing-masing aspek pola pengasuhan orangtua dengan mengacu pada

Penilaian Acuan Mutlak (PAM) tipe II. Untuk mendapatkan persentase pada

masing-masing aspek pola pengasuhan orangtua, peneliti membandingkan

antara skor total yang seharusnya dicapai oleh siswa pada aspek-aspek tertentu

dengan skor yang real diperoleh siswa pada tipe-tipe tertentu. Secara lengkap

hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 6

Hasil Penelitian

Aspek Jml

item

Skor

Mak

Jml

Responden

Skor

Real

Skor

Seharusnya Persentase

Demokratik 21 4 81 5.058 6.804 74,39%

Otoriter 28 4 81 5.823 9.072 64,19%

(58)

Dalam melakukan proses penghitungan skor-skor per aspek dalam

tabulasi, peneliti menggunakan bantuan komputer program Microsoft Excel

5.0 for Windows. Secara lengkap proses perhitungan datanya ada pada

lampiran 5.

Penggolongan kecenderungan pola pengasuhan orangtua siswa kelas

VIII SMP PANGUDI LUHUR I Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008, dapat

dinyatakan dalam lima kualifikasi, yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah,

sangat rendah. Penggolongan kecenderungan pola pengasuhan orangtua

menurut siswa berdasarkan Penilaian Acuan Mutlak (PAM) Tipe II, disajikan

pada tabel berikut:

Tabel 7

PAM Tipe II

Tingkat Penguasaan Nilia Huruf Nilai Kualifikasi

81% - 100% A Sangat Tinggi

66% - 80% B Tinggi

56% - 65% C Sedang

46%-55% D Rendah

Di bawah 46% E Sangat Rendah

1. Pola Pengasuhan Orangtua Demokratik Menurut Siswa

Pola pengasuhan orangtua demokratik menurut siswa kelas VIII

SMP PANGUDI LUHUR I Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008 dapat

dilihat dari besarnya persentase. Dalam menentukan persentase pola

pengasuhan orangtua demokratik mengacu pada Penilaian Acuan Mutlak

(59)

dengan skor yang real dicapai oleh siswa (Masidjo, 1995:209). Dalam hal

ini skor yang harus dibandingkan adalah skor total seharusnya yang

diperoleh siswa pada aspek pola pengasuhan orangtua demokratik dengan

skor total yang real diperoleh siswa pada aspek pengasuhan orangtua

demokratik. Adapun jumlah item dari aspek pola pengasuhan orangtua

demokratik adalah 21 butir. Sehingga skor yang dicapai 21 x 4 x 81 =

6.804. Namun ternyata skor yang real dicapai sebesar 5.058, sehingga

dapat dihitung persentasenya 5.058 : 6.804 x 100% = 74,39%. Dengan

mengacu pada Penilaian Acuan Mutlak (PAM) Tipe II, maka pola

pengasuhan orangtua demokratik menurut siswa kelas VIII SMP

PANGUDI LUHUR I Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008 berada pada

kualifikasitinggi.

2. Pola Pengasuhan Orangtua Otoriter Menurut Siswa

Pola pengasuhan orangtua otoriter menurut siswa kelas VIII SMP

PANGUDI LUHUR I Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008 dapat dilihat

dari besarnya persentase. Dalam menentukan persentase pola pengasuhan

orangtua otoriter mengacu pada Penilaian Acuan Mutlak (PAM) Tipe II,

yaitu membandingkan antara skor total yang seharusnya dicapai dengan

skor real yang dapat dicapai oleh siswa. Dalam hal ini skor yang harus

dibandingkan adalah skor total seharusnya yang diperoleh siswa pada

aspek pola pengasuhan orangtua otoriter dengan skor total yang real

(60)

item dari aspek pola pengasuhan orangtua otoriter adalah 28 butir.

Sehingga skor yang dicapai 28 x 4 x 81 = 9.072. Namun ternyata skor

yang dicapai sebesar 5.823, sehingga dapat dihitung persentasenya 5.823 :

9.072 x 100% =64,19%. Dengan mengacu pada Penilaian Acuan Mutlak

(PAM) Tipe II, maka pola pengasuhan orangtua otoriter menurut siswa

kelas VIII SMP PANGUDI LUHUR I Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008

berada pada kualifikasisedang.

3. Pola Pengasuhan Orangtua Permisif Menurut Siswa

Pola pengasuhan orangtua permisif menurut siswa kelas VIII SMP

PANGUDI LUHUR I Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008 dapat dilihat

dari besarnya persentase. Dalam menentukan persentase pola pengasuhan

orangtua permisif mengacu pada Penilaian Acuan Mutlak (PAM) Tipe II,

yaitu membandingkan antara skor yang seharusnya dicapai dengan skor

yang real dicapai oleh siswa. Dalam hal ini skor yang harus dibandingkan

adalah skor total seharusnya yang diperoleh siswa pada aspek pola

pengasuhan orangtua permisif dengan skor total yang diperoleh siswa pada

aspek pengasuhan orangtua permisif. Adapun jumlah item dari aspek pola

pengasuhan orangtua otoriter adalah 20 butir. Sehingga skor total yang

mungkin dicapai 20 x 4 x 81 = 6.480. Namun ternyata skor total yang real

dicapai sebesar 4.445, sehingga dapat dihitung persentasenya 4.445 : 6.480

x 100% =68,59%. Dengan mengacu pada Penilaian Acuan Mutlak (PAM)

(61)

SMP PANGUDI LUHUR I Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008 berada

pada kualifikasitinggi.

B. Pembahasan

Pembahasan hasil penelitian bertitik tolak dari tujuan penelitian, yaitu

ingin mengetahui pola pengasuhan orangtuamenurut siswa kelas VIII SMP

PANGUDI LUHUR I Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008. Sesuai dengan

jenis penelitian deskriptif, maka penelitian ini juga hanya ingin memaparkan

kondisi/keadaan apa adanya dalam situasi tertentu. Sehingga hasil penelitian

ini juga hanya representatif dalam jangka waktu tertentu pula. Berikut ini akan

dilakukan pembahasan terhadap temuan penelitian tersebut.

1. Pola Pengasuhan Orangtua Demokratik Menurut Siswa

Hasil empirik penelitian menunjukkan bahwa pola pengasuhan

orangtua demokratik menurut siswa kelas VIII SMP PANGUDI LUHUR I

Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008 memperoleh nilai persentase sebesar

74,39% dan tingkat kualifikasinya adalah tinggi.

Berdasarkan kajian teori pada bab sebelumnya dapat diartikan

bahwa pola pengasuhan demokratik menggunakan penjelasan, diskusi, dan

penalaran untuk membantu anak mengerti mengapa perilaku tertentu

diharapkan. Pola ini lebih menekankan aspek edukatif daripada

hukumannya. Pola pengasuhan demokratik menggunakan hukuman dan

penghargaan dengan penekanan yang lebih besar pada apenghargaan. Pola

Gambar

Tabel 1
Tabel 2Sebaran Item Dalam Uji Coba Alat Penelitian
Tabel 3
Tabel 4Klasifikasi Koefisien Korelasi
+4

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan:(1) mendeskripsikan tingkat kemampuan berempati mahasiswa Angkatan 2016 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin tentang Sukuk

Berdasarkan penjelasan diatas hubungan loyalitas pada teman sebaya akan sangat berperan penting jika tidak seimbang dengan kontrol diri yang baik maka dari itu untuk

Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma dapat memberi pendekatan dan ruang yang lebih kepada mahasiswa untuk menjaga serta

Formula ampas kelapa terpilih memiliki hasil kandungan serat (2,37 %) cukup rendah dari pada tepung ampas kelapa formula awal, hal ini sejalan dengan penelitian

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa mahasiswa angkatan 2016 Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta memiliki tingkat kecenderungan

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa (1) Peranan guru bimbingan dan konseling dalam meningkatkan motivasi belajar siswa kelas IX yang pernah memiliki motivasi

Pada (gambar 6) pemodelan sederhana dari banjir yang terjadi, terlihat pada gambar area yang akan terdampak yang berupa area penggunaan lahan yang didominasi