• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYESUAIAN SOSIAL HOMOSEKSUAL STUDI KASUS PADA RUDI DAN JOKO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENYESUAIAN SOSIAL HOMOSEKSUAL STUDI KASUS PADA RUDI DAN JOKO"

Copied!
150
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Disusun oleh:

Modestus Adityo

NIM : 061114035

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(2)

i

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Disusun oleh:

Modestus Adityo

NIM : 061114035

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(3)
(4)
(5)

iv Motto

Berpeluh dan tak mau menyerah

Tak pernah mengeluh dan tak pernah mengalah..

(SID)

Rentangkanlah sayap ini, terbanglah sesuka hati..

(NETRAL)

Persembahan

Karya ini ku persembahakan kepada :

ƒ Gusti Yesus

ƒ Bapak Budi dan Ibu Sri

ƒ Mba’ Itin sekeluarga dan Mas Ias

(6)

v

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 31 Januari 2011 Penulis

(7)

vi

Nomor Mahasiswa : 06 1114035

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

PENYESUAIAN SOSIAL HOMOSEKSUAL STUDI KASUS PADA RUDI DAN JOKO

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin ataupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal 31 Januari 2011 Yang menyatakan

(8)

vii

Rudi dan Joko adalah homoseks. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pandangan masyarakat yang masih merendahkan keberadaan homoseks. Penelitian ini merupakan studi kasus terhadap Rudi dan Joko.

Penyesuaian sosial Rudi dan Joko dapat dipahami dengan studi kasus. Rudi dan Joko menjadi homoseks merupakan proses belajar dari berbagai pengalaman. Dalam perkembangannya Rudi menjadi seorang homoseks yang memiliki sikap terbuka dan Joko menjadi seorang homoseks dengan sifat tertutup. Rudi dapat menerima dirinya secara penuh sehingga ia dapat melakukan penyesuaian sosial secara maksimal sedangkan Joko tidak dapat melakukan penyesuaian sosial yang maksimal karena ia sendiri belum mampu menerima dirinya secara penuh sebagai seorang homoseks.

(9)

viii Sanata Dharma University

Rudi and Joko are homosexuals. The background of this research is based on the society’s point of view that is still looking on the negativity of their existence. The researcher conducts a case study towards Rudi and Joko.

Through the case study, the researcher is able to understand Rudi and Joko’s social adjustment. Rudi and Joko’s homosexuality were formed through the learning process of their experience. Rudi is a homosexual who is open to others and Joko is a close person. Rudi is able to accept his condition as a homosexual better, so that he is able to make social adjustment maximally. On the contrary, Joko is not able to have social adjustment maximally because he is incapable to accept the fact that he is a homosexual.

(10)

ix

kasih karuniaNya, serta bimbinganNya selama proses penyelesaian skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Penyesuaian Sosial Homoseksual Studi Kasus Pada Rudi dan Joko”. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

Selama melaksanakan penulisan ini, penulis sungguh banyak mendapatkan pengalaman dan wawasan . Baik pengalaman menyenangkan ataupun kurang menyenangkan, namun semua itu sangat berguna bagi berkembangnya diri penulis.

Skripsi ini dapat terwujud berkat bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak yang telah bersedia membimbing, membantu dan selalu memberikan dorongan kepada penulis selama proses penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Drs. TA. Prapancha Hary, M.Si. Dosen pembimbing yang telah banyak menyediakan waktu dan tenaga untuk membimbing penulis dan memberikan kebebasan berpikir dalam penulisan ini.

(11)

x

4. Bapak dan Ibu Dosen di Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma yang telah membantu penulis mengisi pikiran dengan pengetahuan yang tak ternilai.

5. Rudi dan Joko yang sungguh bersedia membagikan pengalaman yang berharga sebagai subjek penulisan dan teman bercerita.

6. Bapak dan Ibu serta kakak yang selalu memberikan semangat cinta kasih yang luar biasa.

7. Pak Wens (Alm) dan keluarga yang telah memberikan semangat dan kekuatan. 8. Keluarga Bpk. Rafael Sarwono yang sungguh telah membantu dan

membimbing penulis.

9. Teman-teman Program Studi Bimbingan dan Konseling angkatan 2006 semuanya tanpa terkecuali yang telah membantu penulis menghilangkan beban dengan membantu, bersenda gurau, beramah tamah dan makan bersama.

10. Teman-teman di luar Prodi BK atau di luar USD yang telah memberikan suport dan bantuan tanpa tanggung-tanggung pada penulis.

(12)

xi bermanfaat.

(13)

xii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Batasan Istilah ... 5

BAB II KAJIAN TEORITIS A. Penyesuaian Sosial ... 7

1. Pengertian Penyesuaian Sosial ... 7

(14)

xiii

3. Enam Tahap Perkembangan Homoseksual ... 21

4. Pembagian Homoseksual ... 24

5. Sebab-sebab Homoseksual ... 28

6. Homoseksual dan Budaya Indonesia ... 30

C. Teori- Teori Konseling ... 33

1. Person-Centered Counseling ... 34

2. Trait Factor Counseling ... 34

3. Konseling Behavioristik ... 34

4. Rational Emotive Therapy... 35

5. Konseling Ekletik ... 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 38

B. Subyek Penelitian ... 38

C. Alat Pengumpul Data ... 39

D. Metode dan Prosedur Pengumpulan Data ... 39

E. Analisis Data ... 41

1. Penghimpunan Data ... 42

2. Diagnosis dan Prognosis ... 44

3. Treatment ... 46

(15)

xiv

6. Diagnosis dan Prognosis Subjek 1 ... 66

7. Treatment Subjek 1 ... 68

B. Subjek 2 ... 69

1. Penghimpunan Data Subjek 2 ... 69

2. Diagnosis dan Prognosis Subjek 2 ... 81

3. Treatment Subjek 2 ... 83

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 86

B. Saran ... 89

DAFTAR PUSTAKA ... 91

(16)

xv Lampiran 2 : Wawancara Rudi I

(17)

1 A. Latar Belakang

Seksualitas merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Seksualitas dapat menunjukkan identitas manusia. Setiap manusia memiliki pemahaman seksualitas sendiri-sendiri dan tentu saja berbeda, hal ini dipengaruhi oleh berbagai macam aspek sepanjang hidup manusia, biar bagaimanapun manusia tidak dapat lepas dari seksualitas. Perbedaan pandangan tentang seksualitas ini tentu membawa berbagai dampak termasuk juga pandangan terhadap homoseksual. Ada yang dapat menerima atau berpandangan tidak negatif tentang homoseksual namun ada juga yang berpandangan negatif tentang homoseksual.

Kaum homoseks sama seperti manusia lainnya, mereka memunyai dorongan untuk simpati, tertarik dan mencintai orang lain. Hanya saja mereka tidak tertarik pada lawan jenis tetapi pada sesama jenis. Hal ini yang membedakan orientasi seksualnya dengan orang yang heteroseksual. Master dan Johnson (Rahardjo, 1986) beranggapan bahwa kaum homoseksual tidak berbeda dengan orang normal dalam hal respons jasmani atau respons biologis terhadap rangsangan seks dan mereka itu patut diperlakukan sebagai orang normal.

(18)

dihindari karena homoseksualitas merupakan hal yang tidak lazim di tengah masyarakat Indonesia sekarang ini. Selain itu pandangan sosial terhadap pasangan laki-laki dan perempuan juga berbeda. Pada umumnya kaum perempuan boleh memiliki keintiman fisik yang lebih besar satu sama lainnya tanpa penolakan sosial dibandingkan kaum laki-laki (Fromm, 2007). Pelukan atau bergandengan tangan sering dianggap wajar jika hal itu dilakukan oleh sesama kaum perempuan, namun jika yang melakukan kaum laki-laki maka akan menjadi hal yang aneh dan memiliki penilaian yang berbeda. Oleh sebab itu kaum homoseksual juga memiliki suatu keterbatasan untuk mengungkapkan dirinya di tengah kehidupan sosial.

(19)

jiwa yang parah, bahkan ada usaha bunuh diri, karena terjadinya konflik antara orientasi seks dan pandangan masyarakat terhadap mereka. Padahal aspek sosial merupakan kebutuhan yang harus terpenuhi agar manusia dapat menjalani perkembangan secara optimal. Menurut Gerungan (1988) manusia secara hakiki merupakan makhluk sosial sejak lahir, ia membutuhkan pergaulan dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya seperti makan, minum dan lain-lain. Dengan demikian kebutuhan sosial merupakan sesuatu yang krusial bagi manusia.

Masalah homoseksual tidak hanya terjadi di masyarakat luas namun juga dapat terjadi di sekolah. Melalui pemahaman studi kasus guru pembimbing mampu mendalami latar belakang permasalahan siswa secara lebih mendalam tentang dan dapat memberi penanganan yang efektif terhadap permasalahan tersebut. Dengan demikian guru pembimbing dapat mendampingi dan mengarahkan siswa untuk berkembang secara maksimal dan optimal sesuai dengan potensinya.

Dari penjabaran tersebut dapat dilihat berbagai konflik atau permasalahan dari kaum homoseksual dengan penyesuaian sosial. Penolakan yang sering diterima oleh kaum homoseksual membuat mereka berusaha keras mengatasi persoalan ini. Selain penolakan mereka juga sering mengalami pelecehan seperti menjadi bahan pembicaraan atau bahan tertawaan yang akan berpengaruh pada penyesuaian sosial mereka.

(20)

sebenarnya) sebagai homoseksual dalam bentuk studi kasus. Dengan demikian penulis berharap dapat memahami kehidupan mereka sebagai homoseks secara utuh dan mendalam serta membantu dirinya mengambil sikap yang tepat terhadap masyarakat yang kurang dapat menerima dirinya

B. Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini rumusan masalah yang akan di jawab adalah sebagai berikut :

Bagaimanakah penyesuaian sosial Rudi dan Joko dalam kehidupannya sebagai homoseks?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

Memahami penyesuaian sosial dalam kehidupan Rudi dan Joko sebagai seorang homoseks secara utuh dan mendalam.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Rudi dan Joko

(21)

2. Bagi Penulis

a. Penulis memeroleh informasi dan pemahaman yang mendalam tentang kehidupan seorang homoseksual dalam kaitannya dengan penyesuaian sosial.

b. Penulis juga dapat mengembangkan keterampilan dalam melakukan konseling karena memeroleh kesempatan untuk mendalami kasus Rudi dan Joko tentang penyesuaian sosial sebagai seorang homoseksual di tengah masyarakat yang kurang dapat menerimanya.

3. Bagi Ilmu Bimbingan dan Konseling

a. Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan bagi bimbingan dan konseling, khususnya pemahaman fenomena penyesuaian sosial pada homoseks.

b. Memberi informasi mengenai latar belakang kehidupan homoseks, sehingga dapat menemukan pendekatan terapi yang tepat, apabila menemukan permasalahan yang sama.

E. Batasan Istilah

1. Penyesuaian Sosial

Penyesuaian sosial adalah keberhasilan seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain pada umumnya dan terhadap kelompoknya pada khususnya (Hurlock, 1980)

2. Homoseksual

(22)

kepada sesama jenis kelaminnya (Oetomo, 2003). Ini berarti bahwa lelaki homoseks adalah lelaki yang secara emosional dan seksual tertarik pada lelaki (Hary, 1994)

3. Studi Kasus

(23)

7 A. Penyesuaian Sosial

1. Pengertian Penyesuaian Sosial

Penyesuaian sosial adalah keberhasilan seseorang untuk menyesuaikan dirinya terhadap orang lain dan terhadap kelompok (Hurlock, 1980). Terdapat dua arti tentang penyesuaian diri terhadap lingkungan (Gerungan, 1988) :

a. Autoplastis

Autoplastis berarti mengubah diri sesuai dengan lingkungan. Lingkungan memberi pengaruh terhadap diri manusia dan manusia berusaha menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan tersebut.

b. Aloplastis

Aloplastis berarti mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan (keinginan) diri. Diri memberi pengaruh dan memiliki kemampuan untuk dapat mengubah lingkungan.

(24)

tinggalnya, keluarga, sekolah, teman atau masyarakat luas secara umum (Hendriati, 2006).

a. Masyarakat

Menurut Durkheim (Wens, 2008) masyarakat merupakan sistem sosial yaitu suatu keseluruhan yang terdiri dari bagian-bagian (bagian-bagian dapat berupa kelompok-kelompok, dapat pula berupa individu-individu), yang saling bergantungan satu sama lain, dan memiliki kesadaran kolektif, solidaritas sosial, memiliki kontrol sosial terhadap penyimpangan. Dalam masyarakat terdapat hubungan antara bagian-bagian yang membentuk satu keseluruhan. Untuk membentuk kesatuan tersebut maka dibutuhkan penyesuaian sosial dari masing-masing anggotanya karena berkaitan dengan orang lain di dalam masyarakat itu.

b. Keluarga

(25)

c. Sekolah

Parsons (Wens, 2008) berpandangan bahwa kelas-kelas di sekolah menjadi agen sosialisasi yang digunakan para siswa untuk mengembangkan dan memperkuat proses sosialisasi yang sudah mereka mulai sejak dalam keluarga. Dalam sekolah terjadi penyesuaian sosial dimana kemampuan diri yang diperoleh dalam keluarga sisesuaikan dengan lingkungan sekolah.

d. Teman

Teman adalah orang lain yang diinginkan yang mempunyai minat dan nilai-nilai yang sama, yang dapat mengerti dapat mengerti dan membuat rasa aman, dan kepadanya dapat dipercayakan masalah-masalah atau hal-hal tertentu (Hurlock, 1980). Disetiap lingkungan yang berbeda seseorang juga dapat memiliki teman yang berbeda tergantung nilai-nilai yang terangkat dalam lingkungan tersebut. Dalam menjalankan hubungan dengan teman yang merupakan orang lain maka seseorang melakukan penyesuaian sosial agar dapat diterima oleh orang tersebut.

(26)

istiadat dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Hal ini berarti bagaimana usaha seseorang tersebut untuk hidup bergaul dengan orang lain serta hidup dalam kelompok masyarakat, dimana dalam kelompok tersebut terdapat norma dan berbagai keteraturan yang mengikatnnya. Manusia yang hidup dalam lingkungan sosial harus mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan nilai moral yang terkandung dalam budaya tersebut.

Dalam penyesuaian sosial seseorang membutuhkan interaksi sosial.Interaksi sosial adalah tindakan saling menanggapi, saling mengerti, saling berkomunikasi dari orang-orang yang hidup dalam sistem sosial (Wens, 2008). Dengan demikian, berarti seseorang yang mencapai penyesuaian sosial yang baik dapaat memberi respon aktif terhadap lingkungan sosialnya.

(27)

sudah dapat berinteraksi dengan lingkungannya sesuai dengan norma-norma yang berlaku.

2. Aspek-aspek Penyesuaian Sosial

a. Ada beberapa aspek penyesuaian sosial yang mempengaruhi kemampuan penyesuaian sosial seseorang (Hurlock, 1980):

1) Penampilan Fisik

Penampilan fisik berarti penampilan seseorang yang dapat dilihat secara kasatmata, yaitu bagaimana bentuk wajah dan tubuh seseorang serta penampilan dirinya. Penampilan fisik seseorang sangat berpengaruh pada penyesuaian sosial seseorang karena orang lain akan menilai secara langsung dari penampilan diri. Penilaian orang lain tersebut tentu dapat memengaruhi pembawaan diri dalam lingkungan sosial. Bentuk tubuh yang tidak patut, seperti anak perempuan yang terlalu tinggi atau anak laki-laki yang terlalu kurus, menimbulkan penilaian sosial yang kurang baik (Hurlock, 1980).

(28)

persyaratan utama dalam berpakaian bagi kawula muda adalah bahwa pakaian yang dikenakan harus disetujui oleh kelompok. Jadi berpakaian sangat memengaruhi penyesuaian sosial seseorang. 2) Penyesuaian Diri Terhadap Kelompok

Penyesuaian diri terhadap kelompok dapat dibedakan menjadi dua (Hurlock, 1980) yaitu :

a) Kelompok kecil atau klik (cliques)

Kelompok kecil ini biasanya terdiri dari teman-teman dekat, jumlah anggotanya kurang lebih lima sampai enam orang dan memunyai jenis kelamin yang sama. Hubungan emosional dalam kelompok kecil lebih dekat dibanding dengan kelompok besar.

b) Kelompok besar (crowds)

(29)

i. Kesan pertama yang menyenangkan sebagai akibat dari penampilan yang menarik perhatian, sikap yang tenang, dan gembira.

ii. Reputasi sebagai seseorang yang sportif dan menyenangkan.

iii. Penampilan diri yang sesuai dengan penampilan teman-temannya.

iv. Perilaku sosial yang ditandai oleh kerjasama, tanggung jawab, panjang akal, kesenangan bersama orang lain, bijaksana dan sopan.

v. Matang terutama dalam hal pengendalian emosi serta kemauan untuk mengikuti peraturan-peraturan. vi. Sifat kepribadian yang menimbulkan penyesuaian

sosial yang baik seperti : jujur, setia, tidak mementingkan diri sendiri dan terbuka.

vii.Status sosial ekonomi yang sama atau sedikitnya di atas anggota-anggota yang lain dalam kelompoknya dan hubungan yang baik dengan anggota keluarga. viii. Tempat tinggal yang dekat dengan kelompok

sehingga mempermudah hubungan dan partisipasi dalam berbagai kegiatan kelompok.

(30)

kelompok sehingga tidak dapat dapat melakukan penyesuaian sosial dengan baik adalah :

i. Kesan pertama yang kurang baik karena penampilan diri yang kurang menarik atau sikap menjauhkan diri, yang mementingkan diri sendiri.

ii. Terkenal sebagai orang yang tidak suportif.

iii. Penampilan yang tidak sesuai dengan standar kelompok dalam hal daya tarik fisik atau tentang kerapihan.

iv. Perilaku sosial yang ditandai oleh perilaku menonjolkan diri, menganggu dan menggertak orang lain, senang memerintah, tidak dapat bekerja sama dan kurang bijaksana.

v. Kurangnnya kematangan, terutama kelihatan dalam hal pengendalian emosi, ketenangan, kepercayaan diri dan kebijaksanaan.

vi. Sifat-sifat kepribadian yang mengganggu orang lain seperti mementingkan diri sendiri, keras kepala, gelisah, dan mudah marah.

(31)

viii. Tempat tinggal yang terpencil dari kelompok atau ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan kelompok karena tanggung jawab keluarga atau karena bekerja sambilan.

Selain kelompok besar dan kelompok kecil, menurut Hendropuspito (1989) masih ada delapan jenis kelompok lagi yaitu:

a) Kelompok primer

Kelompok primer adalah satuan hidup yang ditandai dengan hubungan yang akrab mesra di antara anggota-anggotannya. Dua unsur yang mempengaruhi terbentuknnya kelompok primer adalah adanya rasa solidaritas dan menyandang nasib yang sama.

b) Kelompok sekunder

Kelompok sekunder adalah kelompok yang hubungan antar anggota-anggotannya tidak akrab, bahkan sangat renggang dan asing satu dengan yang lain.

c) Kelompok dalam

Kelompok dalam adalah para anggota di dalam kumpulan yang memiliki cita-cita yang sama dan menaati kaidah-kaidah yang sama.

d) Kelompok luar

(32)

e) Kelompok keanggotaan

Kelompok keanggotaan adalah kelompok di mana seseorang secara resmi dan secara fisik menjadi anggota. Orang lain dapat mengenal secara pasti anggota kelompok dari tanda-tanda pengenalnya.

f) Kelompok patokan

Kelompok patokan adalah kelompok di mana seseorang mempunyai ikatan batin. Seseorang menerima pengaruh dari suatu kelompok dan menyesuaikan hidupnya dengan kelompok itu karena kelompok itu dipandangnya berguna untuk mengembangkan hidupnya.

g) Kelompok penekan

Kelompok penekan adalah suatu kelompok yang anggota-anggotannya bertujuan memperjuangkan kepentingan mereka di tenganh kelompok yang lebih besar dengan menggunakan tekanan sosial.

h) Kelompok dasar

(33)

3) Sikap Sosial

Menurut Ahmadi (1990) sikap sosial adalah suatu kesadaran individu yang menentukan perbuatan-perbuatan nyata ataupun yang terjadi didalam kegiatan-kegiatan sosial. Sikap sosial menunjukan bagaimana peran seseorang melakukan partisipasi dalam kegiatan sosial. Jadi kegiatan sosial tidak hanya berfokus pada diri individual saja, namun pada kegiatan-kegiatan yang bersifat umum atau sosial. 4) Kepuasan Pribadi

Dalam melakukan hubungan dengan teman sebayanya, baik dengan kelompoknya sendiri maupun dengan kelompok lain seseorang akan merasa puas jika ia sendiri memiliki banyak relasi, diterima dan merasa dikenal orang lain. Seseorang akan lebih puas lagi dalam hubungan sosialnya jika ia menjadi pemimpin. Menurut Hurlock (1980) untuk dapat menyesuaikan diri dengan baik secara sosial, seseorang harus merasa puas terhadap kontak sosialnya dan terhadap peran yang dimainkannya dalam situasi sosial, baik sebagai pemimpin maupun sebagai anggota .

5) Sifat Kepribadian

(34)

b. Menurut Hendriati (2006) penyesuaian sosial yang dilakukan individu dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu sebagai berikut :

1) Kondisi fisik, yang meliputi keturunan, kesehatan, bentuk tubuh, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan fisik

2) Pertumbuhan dan kematangan, yang meliputi perkembangan intelektual, sosial, moral dan kematangan emosional. Pertumbuhan yang bersifat biologis berhubungan dengan perkembangan reproduksi, remaja diharapkan mampu mengelola dorongan seksualnya sehingga sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Perkembangan fisik selama pubertas bagi remaja merupakan masa yang membutuhkan kemampuan penyesuaian diri yang baik, remaja akan menemukan bentuk tubuh yang baru dan proses-proses alamiah yang sebelumnya tidak pernah mereka rasakan.

3) Kondisi psikologis, yaitu faktor-faktor pengalaman individu, frustrasi, dan konflik yang dialami, dan kondisi-konsi psikologis seseorang dalam penyesuaian diri. Kebutuhan-kebutuhan psikologis juga termasuk di dalamnya seperti kebutuhan akan rasa aman, kasih sayang dan harga diri.

4) Kondisi lingkungan, yaitu kondisi yang ada di lingkungan seperti kondisi keluarga, sekolah dan masyarakat.

(35)

B. Homoseksualitas

1. Pengertian Homoseksual

Menurut Rahardjo (dalam Prasetyo, 2003) homoseksualitas adalah tingkah laku seksual berupa kecenderungan serta keinginan untuk berhubungan secara fisik atau tanpa hubungan seksual antara orang-orang yang berjenis kelamin sama, pada lelaki disebut homoseksualitas dan pada perempuan disebut lesbianisme.

Lawrance (dalam Kristantini, 1991) menjelaskan bahwa omoseksual berasal dari kata homo dalam bahasa Yunani yang berarti manusia, bukan dari bahasa Latin yang berarti laki-laki. Dari etimologi ini maka dapat dilihat bahwa terdapat batasan yang menekankan pada kesamaan jenis dua manusia yang terlibat dalam hubungan seksual. Istilah homoseksual merupakan antithesis dari kata heteroseksual yang diterapkan untuk hubungan seksual pada dua manusia yang berbeda. Dari pengertian kata homo tersebut maka istilah homoseks dapat digunakan baik pada lelaki maupun perempuan dalam hubungan sejenis. Oetomo (2003) menyatakan bahwa di Indonesia kata homoseks oleh awam cenderung digunakan pada laki-laki sedangkan untuk perempuan lebih dikenal dengan istilah lesbian.

(36)

atau pilihan seks yang diarahkan kepada seseorang atau orang-orang dari jenis kelamin yang sama atau ketertarikan orang secara emosional dan seksual kepada seseorang atau orang-orang dari jenis kelamin yang sama (Oetomo,2003). Lebih lanjut lagi Master dan Johnson (dalam Prasetyo, 1998) beranggapan bahwa kaum homoseksual tidak berbeda dengan orang normal dalam hal respon jasmani atau respon biologis terhadap rangsangan seks dan mereka itu patut diperlakukan sebagai orang normal.

2. Sejarah Homoseksual

Pada masyarakat Yunani kuno, fenomena homoseksual tidak pernah dipermasalahkan justru dilegalkan. Filsuf Plato, pelukis Michael Angelo dan belakangan filsuf Foucault termasuk dalam kategori kelompok homoseksual. Dalam kerangka pemikiran masyarakat Yunani pada jaman itu pun tidak pernah menganggap fenomena homoseksual sebagai hal yang tabu atau menjijikkan. Pada masa inilah bisa dikatakan homoseksual mendapatkan pengakuan secara sosial.

(37)

sebagai bentuk penyimpangan sosial. Kelompok homoseks hidup dalam tekanan dan keterasingan. Homoseks dianggap tabu dan melanggar norma moral sosial sehingga tidak dapat ditoleransi dalam kehidupan masyarakat.

Selama ini kebanyakan masyarakat masih ”mengikuti” paham Victorian yang memahami homoseksual merupakan hal yang tabu. Meskipun dalam sejarahnya kaum homoseks mendapatkan banyak tekanan tapi mereka masih tetap ada. Akan tetapi masyarakat awam masih memiliki pandangan bahwa homoseksual merupakan penyimpangan seksual bahkan menjadi sesuatu yang harus dihindari. Gunawan dalam (Inguliman, 2003) mengatakan bagaimanapun juga pelarangan praktek homoseksual tidak akan menyelesaikan masalah tersebut.

3. Enam Tahap Perkembangan Homoseksual

Menurut Consiglio (dalam Prasetyo 1998), ada enam tahap perkembangan homoseksual, yaitu sebagai berikut:

a. Harga Diri Rendah

(38)

tersebut diperlakukan secara kasar. Secara tidak sadar anak tersebut akan merasa bersalah dan berusaha untuk diterima dalam keluarga maka ia mencoba untuk bertingkah laku seperti anak perempuan. b. Kebingungan mengenai Identitas Kelamin

Anak kecil mulai meragukan identitas kelaminnya karena ia telah dipermalukan, mengalami penolakan, mengalami tekanan, kurangnya kesempatan untuk mengalami keberhasilan, dihadapkan pada model atau teladan yang buruk atau kurang memadai dari orang tua sejenisnya dan teman-teman sebayanya. Semua itu menyebabkan anak kurang akrab dengan dirinya sebagai seorang laki-laki.

c. Daya Tarik Terhadap Sejenis

(39)

membingungkannya. Anak akan membangun ketertarikan dan keterikatan yang sangat kuat dengan orang lain sesama jenisnya. d. Daya Tarik Seksual

Pada masa remaja daya tarik terhadap sejenisnya dengan mudah beralih menjadi daya tarik seksual. Daya tarik seksual meliputi perasaan birahi. Seseorang yang mengalami kebingungan identitas kelamin dan daya tarik terhadap sejenis pada tahap ini menjadi tertarik secara seksual terhadap kawan sejenis.

e. Penguatan Perilaku Homoseksual

Pada fase ini seorang anak mulai melakukan masturbasi dengan khayalan tentang laki-laki, atau ia membeli benda-benda yang bersifat pornografi, mengunjungi toko-toko buku erotik, menonton video-video erotik, dan membaca buku-buku erotik. Ia mulai mencari orang-orang sejenisnya untuk membentuk keterikatan dan terlibat secara seksual.

f. Identitas Sebagai Homoseks

(40)

untuk meyakinkan dirinya mengenai perlunya perubahan dalam identitas.

Anak mulai membenarkan gaya hidupnya dalam perilaku homoseksual dan membentuk suatu identitas sebagai seorang homoseks. Ia mulai menggabungkan diri dengan kelompok dan rekan-rekan homonya, ia membenarkan pilihannya dan tidak akan membiarkan siapapun untuk meyakinkan dirinya mengenai perlunya perubahan dalam identitasnya.

4. Pembagian Homoseksual

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pembagian homoseksual menurut beberapa ahli sebagai berikut :

a. Cliford Allen, yang dikutip oleh Muchlas (dalam Hary, 1986), membagi homoseksualitas menjadi 12 golongan atas dasar psikogenetis sebagai berikut :

1) Kompulsif homoseksual, yaitu mereka yang secara periodik memunyai keinginan untuk berhubungan dengan lelaki lain, homoseksualitas merupakan gangguan neurotiknya.

2) Homoseksualitas dengan kepribadian normal. Tipe ini biasanya memiliki kehidupan sosial yang baik, dan di luar seksualnya tidak dijumpai kesukaran lain.

(41)

berpakaian aneh-aneh dan pada umumnya bertingkah laku ekshibisionistik.

4) Homoseksual psikopat dengan tendensi khusus untuk kejahatan, pemerasan dan pembunuhan.

5) Deprevation homosexuality, misalnya yang terdapat dalam

penjara-penjara.

6) Homoseksualitas yang dipadukan dengan alkoholisme.

7) Lelaki yang malu-malu, nervous dan immature bila didekati perempuan dan menjurus ke homoseksualitas.

8) Homoseksualitas dalam hubungannya dengan neurosis. Neurosis di sini biasanya berbentuk histeris atau kecemasan. 9) Homoseksualitas karena deficiency endocrine, misalnya

cumuchoidisme, crytorchismus.

10)Homoseksualitas dalam hubungannya dengan psikosis. 11)Homoseksualitas yang ditimbulkan karena kerusakan otak. 12)Biseksualitas. Tipe ini dianggap sebagai bagian dari

perkembangan heteroseksualitas, namun didominasi oleh keadaan homoseksualitas yang merintangi tingkah laku yang normal.

(42)

1) Homoseksualitas tulen, jenis ini memenuhi gambaran streotipik popular tentang lelaki yang memiliki kencenderungan sikap feminin atau sebaliknya perempuan yang kelaki-kelakian, termasuk juga orang yang transvestit, yakni orang-orang yang senang mengenakan pakaian dan berperilaku seperti lawan jenisnya.

2) Homoseksual malu-malu, yakni kaum lelaki yang senang mendatangi tempat-tempat dimana ia terdorong oleh hasrat homoseksual namun tidak mampu dan tidak berani menjalin hubungan personal yang cukup intim dengan orang lain untuk memraktekkan homoseksualitasnnya. 3) Homoseksual tersembunyi, kelompok ini biasannya

berasal dari kelas menengah dan memiliki status sosial yang mereka rasa perlu dilindungi dengan cara menyembunyikan homoseksualitas mereka, dimana homoseksualitas mereka biasannya hanya diketahui oleh orang-orang terdekat atau pasangan mereka.

(43)

akibatnya mereka dapat kembali mempraktikkan heteroseksualnnya setelah keluar dari situasi tersebut. 5) Biseksual, yakni orang-orang yang mempraktikkan baik

homoseksualitas maupun heteroseksualitas sekaligus. 6) Homoseksual mapan, sebagian besar kaum homoseksual

menerima homoseksualitas mereka, memenuhi aneka peran kemasyarakatan secara bertanggung jawab, dan mengikatkan diri dengan komunitas homoseksual setempat.

c. Kinsey (dalam Hary, 1986) membagi homoseksual menjadi dua kelompok, yaitu :

1) Overt Homosexsuality, yaitu homoseksualitas yang

terbuka nyata dan ditandai dengan adanya hubungan secara fisik dengan atau tanpa hubungan seksual antara pria dengan lelaki.

2) Latent Homosexuality, yaitu homoseksualitas yang

(44)

d. Berne dan Rycroft (dalam Hary, 1986), membagi homoseksual atas dua kategori yaitu :

1) Homoseks aktif atau maskulin, subjek menunjukkan reaksi dan berkelakuan sebagai seorang pria serta memperlakukan pasangan lelaki sebagai perempuan. 2) Homoseks pasif atau feminim, subjek berkelakuan seperti

seorang perempuan dan memerlakukan pasangan lelaki sebagai seorang lelaki.

e. Kinsey (dalam Prasetyo, 2003), menggolongkan homoseksualitas menjadi dua bagian yaitu :

1) Overt Homosexuality, yaitu homoseksual yang sifatnya terbuka nyata dan ditandai adanya hubungan fisik dengan atau tanpa hubungan seksual antara lelaki dengan lelaki. 2) Latent Homosexuality, yaitu homoseksual yang sifatnya

tertutup, terpendam dan ditandai dengan kecenderungan serta keinginan seksual untuk berhubungan secara fisik dengan atau tanpa hubungan seksual antara lelaki dengan lelaki.

5. Sebab-sebab Homoseksual

(45)

umum. Beberapa ahli mengemukakan penyebab munculnya homoseksualitas adalah sebagai berikut:

a. Coleman (dalam Prasetyo, 2003) mengajukan teori tentang penyebab homoseksualitas sebagai berikut :

1) Adanya pengalaman-pengalaman homoseksual pada fase perkembangan awal, yang mendapat reinforcement. 2) Adanya tekanan-tekanan yang negatif terhadap perilaku

heteroseksual.

3) Sejak kecil diasuh sebagai jenis seks yang berlawanan. 4) Adanya pola keluarga yang patogenik. Misalnya keluarga

yang pecah, ayah tidak dominan, konflik dalam keluarga. 5) Sebagai pelarian ekspresi seksual yang normal.

6) Berhubungan erat dengan psikopatologi lain, seperti : neurotik, psikotik, sosiopatik.

b. Dalam penelitian Kinsey yang dikutip Davidson dan Neale (dalam Hary, 1986), menunjukkan bahwa faktor penyebab homoseksualitas adalah sebagai berikut :

1) Adanya kemampuan fisiologis setiap manusia untuk merespon stimulus yang cukup besar.

2) Peristiwa yang menuntun terjadinya hubungan seksual yang pertama dengan sesama jenis.

(46)

4) Pengaruh opini masyarakat serta ketentuan-ketentuan sosial atas keputusan seseorang untuk menerima atau mengolah hubungan seksual semacam itu.

c. Bieber (dalam Prasetyo, 2003), menyatakan bahwa dominasi eksternal merupakan faktor yang mempunyai peranan penting dalam perkembangan behavior homoseksual. Selanjutnya Noyes (dalam Swan, 2003) mengemukakan bahwa salah satu penyebab kecenderungan homoseks adalah ketidakmatangan psikoseksual.

6. Homoseksual dan Budaya Indonesia

Oetomo (2003) mengatakan bahwa dalam masyarakat-masyarakat Nusantara, perilaku homoseksual diatur dengan bermacam-macam cara yang dapat diuraikan dengan tipologi pola sebagai berikut:

a. Hubungan Homoseksual Dikenal dan Diakui

Dalam pola ini, hubungan homoseksual dikenal dan diakui oleh suatu masyarakat. Indikatornya adalah adanya istilah yang mengacu pada hubungan macam itu, contohnya di masyarakat Minangkabau tradisional dikenal hubungan antara laki-laki dewasa dan remaja di mana si dewasa disebut induk Jawi (induk lembu) dan si remaja pasangannya dinamakan anak Jawi.

(47)

Dalam pola ini, perilaku atau hubungan homoseksual diberikan sebagai alternatif penyaluran dorongan seksual dalam rangka diharamkannya hubungan heteroseksual karena dianggap menggagalkan pencarian kesaktian.

Contoh yang paling khas dari pola ini adalah warok, orang sakti daerah Ponorogo, Jawa Timur, dengan remaja sesama jenis yang disebut gemblak dan diperlakukan sebagai pengganti pasangan lawan jenis untuk hubungan seksual.

c. Orang Berperilaku Homoseksual Diberi Jabatan Sakral

Dalam pola ini, orang yang berperilaku homoseksual diberi jabatan sakral, seperti perantara dengan dunia arwah (antara lain pada suku Toraja Pamona, yang dikenal dengan sebutan Tadu Mburake), atau penjaga pusaka di istana kerajaan (antara lain pada suku Makasar, yang dikenal dengan sebutan Bissu). Pelembagaan pada lelaki ini biasanya disertai adopsi peran jenis kelamin lain. Dalam fungsi perantara atau shaman, menyatunya unsur kelamin laki-laki dan perempuan dipandang sebagai keutuhan yang mencerminkan keadaan dunia arwah atau akhirat.

d. Perilaku Homoseksual Dijadikan Bagian Ritus Inisiasi

(48)

kosmologis unsur-unsur lelaki-perempuan, timur-barat, siang-malam, dan lain-lain (Suku Marind-Anim di pantai selatan Irian Jaya) atau dalam rangka membantu pencapaian maskulinitas melalui inseminasi para remaja putera oleh laki-laki yang lebih dewasa (Suku Sambia di dataran tinggi Nugini).

e. Perilaku homoseksual Dilembagakan dalam Seni Pertunjukan

Dalam pola ini seni pertunjukan kadang melibatkan pemeran yang menjalankan perilaku homoseksual, seperti pada tari Sadati di Aceh, yang diiringi puisi religius dengan tema homoerotisme, atau mengadopsi peran jenis kelamin yang lain, yang biasanya juga menjalankan perilaku homoseksual seperti pada pertunjukan Lenong di Betawi, tari Gandrung di Banyuwangi, dan pertunjukan Ludruk. Dari penjelasan ini maka homoseksual dapat diterima sebagai bagian seni pertunjukan dari kehidupan pada umumnya.

7. Homoseksual Dalam Masyarakat, Moral dan Sosio-Kultural

(49)

kebudayaan. Dalam pandangan masyarakat selama ini kehidupan heteroseksuallah yang wajar dan seharusnya. Homoseksual masih dianggap menyimpang dari moral dan sosio-kultural.

Moral merupakan suatu sistem yang mengatur dan hidup dalam suatu kelompok masyarakat. Istilah moral mengandung pengertian sebagai peraturan tingkah laku atau masyarakat, namun sekaligus sebagai sestem nilai individunya sendiri. Masyarakat atau kelompok banyak memberi kontribusi dalam menentukan apa yang benar dan apa yang baik. Dengan demikian pembentukan moral memang tidak dapat dilepaskan dari kondisi sosiokultural. Maka dapat dimengerti bila nilai-nilai moral yang berlaku sangat relatif sifatnya terhadap gejala homoseksual. Beberapa tempat di dunia ini dapat menerima gejala homoseksual sebagai bagian dari kehidupan. Sementara nilai-nilai moral pada kelompok masyarakat tertentu, khususnya di Indonesia belum bisa menerima gejala homoseksual.

C. Teori-Teori Konseling

(50)

1. Person-Centered Counseling

Person-Centered Counseling merupakan corak koseling yang

menekankan peranan konseli sendiri dalam proses koseling, yang didasari self theory dipelopori oleh Carls Rogers. Masalah timbul bila seseorang memiliki perbedaan antara konsep diri real dengan konsep diri ideal.

2. Trait Factor Counseling

Pelopor pengembangan Trait Factor Counseling yang paling terkenal

adalah E. G. Williamson. Corak konseling ini menekankan pemahaman diri melalui testing psikologis dan penerapan pemahaman itu dalam memecahkan beraneka problem yang dihadapi, terutama yang menyangkut pilihan program studi dan atau bidang pekerjaan (Winkel, 1997). Corak konseling ini dapat digunakan terhadap semua kasus yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut : termasuk ragam konseling jabatan dan atau konseling akademik dan atau konseling karier. Dalam corak konseling ini, masalah timbul bila seseorang menghadapi keharusan untuk memilih di antara beberapa alternatif yang menyangkut pilihan program studi dan bidang pekerjaan.

3. Konseling behavioristik

Promotor utama dalam menerapkan pendekatan behavioristik terhadap

(51)

konseling ini, masalah timbul bila perilaku seseorang tidak tepat dan salah suai dengan situasi kehidupannya. Teori yang mendasari Konseling Behavioristik adalah teori belajar yang dikenal dengan nama Behaviorisme.

Winkel (1997: 397) menjelaskan bahwa konseling behavioristik

berpangkal pada beberapa keyakinan tentang martabat manusia, yang sebagian bersifat falsafah dan sebagian lagi bercorak psikologis yaitu :

a. Manusia pada dasarnya tidak berakhlak baik atau buruk, bagus atau jelek. Manusia memunyai potensi untuk bertingkah laku baik dan buruk, tepat atau salah.

b. Manusia mampu berefleksi atas tingkah lakunya sendiri, menangkap apa yang dilakukannya dan mengatur serta mengontrol perilakunya sendiri.

c. Manusia mampu memeroleh dan membentuk sendiri suatu pola tingkah laku yang baru melalui suatu proses belajar. Kalau pola yang lama dahulu dibentuk melalui belajar, pola itu dapat pula diganti melalui usaha belajar yang baru.

d. Manusia dapat memengaruhi perilaku orang lain dan dirinya pun dipengaruhi oleh perilaku orang lain.

4. Rational Emotive Therapy

(52)

menekankan pada suatu perubahan yang mendalam dalam cara berpikir yang dapat menghasilkan perubahan yang berarti dalam cara berperasaan dan berperilaku. Pelopor dan sekaligus promotor utama corak konseling ini adalah Albert Ellis (Winkel. 1997: 404). Dalam corak konseling ini, masalah timbul bila seseorang berpegang pada setumpuk keyakinan yang sebenarnya kurang masuk akal atau irasional sehingga menimbulkan kesukaran bagi dirinya sendiri. Kesukaran ini memunculkan gejala dalam alam perasaannya dan dalam caranya bertindak. Teori yang mendasari corak konseling Rational Emotive Therapy adalah terapi belajar.

5. Konseling Eklektik

Konseling eklektik menunjuk pada perpaduan dari berbagai unsur yang diambil atau dipilih dari beberapa teori serta pendekatan konseling.

Promotor utama dari pola eklektik adalah Frederick Thorne. Menurut Frederick Thorne masalah timbul bila seseorang itu belum dapat menyelesaikan sendiri masalahnya karena ia belum mempergunakan kemampuan berpikirnya secara benar dan tepat.

(53)

a. Interview for Adjusment

Suatu pola pendekatan dalam konseling yang bersifat eklektik yang digunakan untuk melayani suatu kasus yang penyelesaiannya terutama menuntut perubahan sikap serta tindakan penyesuaian diri terhadap situasi kehidupan yang tidak dapat diubah dan harus diterima seadanya.

b. Decision Making Interview

(54)

38 A. Jenis Penelitian

Penelitian studi kasus merupakan jenis penelitian kualitatif. Studi kasus adalah suatu penyelidikan intensif tentang individu secara mendalam, relatif lama, terus menerus dan menggunakan subjek tunggal yang artinya kasus dialami oleh satu orang (Furchan, 1982). Studi kasus bertujuan untuk memahami keadaan dirinya dengan lebih baik dan membantunya dalam perkembangan selanjutnya. Harton dan Hunt (dalam Prasetyo, 2003) menjelaskan bahwa metode studi kasus dibagi dalam dua bagian yaitu retrospektif dan prospektif. Studi kasus retrospektif selalu mengarah pada keperluan kuratif (penyembuhan), bukan sekedar penelitian semata sedangkan studi kasus prospektif mengarah pada pencarian kesimpulan dan pola, arah yang dapat digunakan untuk memerkirakan masa depan. Penelitian ini adalah suatu studi kasus bersifat prospektif karena mendeskripsikan pengalaman penyesuaian diri seorang lelaki homoseksual dalam kehidupan sosialnya dan mengambil kesimpulan dari data tersebut.

B. Subjek Penelitian

(55)

karena penulis mengenal mereka dan mereka bersedia mengungkapkan secara terbuka tentang kehidupan homoseksnya kepada penulis.

C. Alat Pengumpul Data

Alat pengumpul data yang digunakan oleh penulis adalah “Wawancara Informasi” (Winkel, 1997). Pedoman wawancara informasi digunakan oleh penulis untuk memeroleh informasi Rudi dan Joko dalam pengalaman homoseksualitasnya. Pengumpulan data bertujuan untuk mendapat pengertian yang luas, lebih lengkap dan lebih mendalam tentang subjek yang hendak diteliti, serta membantunya untuk memperoleh pemahaman tentang diri sendiri (Winkel, 1997).

D. Metode dan Prosedur Pengumpulan Data

1. Metode Pengumpulan Data

Menurut Sipayung (Swan, 2003) data tentang subjek dilakukan melalui Wawancara Informasi, Observasi dan Kunjungan Rumah.

a. Wawancara Informasi

(56)

perkembangan sosial dan status sosial, ciri-ciri kepribadian dan lain-lain hal yang dianggap relevan.

b. Observasi

Observasi adalah salah satu cara mengumpulkan data dengan mengamati perilaku subjek secara langsung.

c. Kunjungan Rumah

Kunjungan rumah adalah salah satu cara mengumpulkan data berupa informasi-informasi yang relevan yang bertujuan untuk lebih mengenal lingkungan hidup subjek sehari-hari.

2. Metode Triangulasi

Dalam Wawancara Informasi ini digunakan Metode Triangulasi, di mana data diperoleh dari beberapa pihak yang terkait dengan klien. Metode Triangulasi yang digunakan adalah Triangulasi data. Triangulasi data adalah metode yang menggunakan beragam sumber data yang tersedia. Artinya data yang sama atau sejenis akan lebih mantap kebenarannya apabila digali dari beberapa sumber yang tersedia (Koentjoro, 2003). 3. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut: a. Persiapan

(57)

b. Pelaksanaan Wawancara Informasi

1) Penulis memersiapkan bidang yang akan ditanyakan, seperti bidang pribadi sosial, bidang akademik, bidang karier, bidang kesehatan dan bidang seksualitas. Data yang lengkap dari setiap bidang akan sangat membantu dalam menganalisis masalah. Penulis memersiapkan urutan pertanyaan dan perumusan pertanyaan.

2) Berpegang pada urutan fase dalam wawancara.

Pada fase pembukaan diusahakan menciptakan suasana yang cukup rileks dan diberikan penjelasan tentang maksud wawancara. Pada fase ini diajukan pertanyaan-pertanyaan untuk memeroleh informasi yang dibutuhkan. Pada fase penutup ditujukan hal-hal yang mencolok selama wawancara berlangsung, diucapkan terima kasih atas kerelaan menyampaikan informasi dan ditawarkan untuk bertemu kembali jika subjek bersedia.

E. Analisis Data

(58)

1. Penghimpunan Data

a. Deskripsi umum kasus, yaitu nama subjek (boleh samaran), umur, alamat (boleh samaran), sekolah, kelas, jenis kelamin, penampilan, nama orang tua atau wali (boleh samaran), sumber-sumber infomasi. Kemudian disajikan berbagai gejala yang menandakan adanya masalah yang perlu diatasi. Masalah itu hendaknya dirumuskan secara operasional (apa yang dilakukan oleh subjek dan jelas nampak), sehingga perubahan kelak dapat diamati dengan serba jelas juga.

b. Analisis, yaitu penyajian data dan fakta yang terhimpun tentang : 1) Latar belakang kehidupan keluarga, yaitu :

a) Susunan anggota keluarga dan daftar anggota keluarga, disertai informasi tentang umur mereka, jenis kelamin, urutan kelahiran dan kesehatan. Diperlukan pula informasi yang lainnya seperti riwayat pendidikan, hobi serta status sosial keluarga dalam masyarakat setempat dan pola hubungan dengan masyarakat sekitar.

b) Lingkungan fisik, sosio ekonomi dan sosio kultural, yang meliputi deskrisi singkat tentang lingkungan masyarakat sekitar dimana subjek tinggal dahulu dan sekarang.

(59)

riwayat kesehatan, seandainya tersedia, dapat memberikan banyak informasi. Digambarkan keadaan fisik subyek pada saat sekarang dan staminanya terhadap berbagai sumber gangguan kesehatan.

3) Perkembangan Kognitif, yaitu riwayat pendidikan sekolah dari SD sampai sekarang, taraf keberhasilan dalam berbagai bidang studi yang pokok, hasil testing mengenai kemampuan intelektual dan bakat seandainya pernah mengikuti tes, indikasi lainnya tentang perkembangan kognitif.

4) Perkembangan sosial dan status sosial sekarang ini, yaitu riwayat perkembangan sosial dalam berinterakasi dengan orang dewasa dan teman sebaya, status sosial dalam kalangan teman sebaya, keterampilan sosial, kemampuan bekerja sama, kemampuan memimpin, kemampuan menyesuaikan diri dengan berbagai tuntutan kehidupan sosial dan lain-lain hal yang relevan.

(60)

yang dialami dengan berbagai pihak, frustrasi yang dihadapi dan tekanan yang menjadi beban batin.

6) Lain-lain yang dianggap relevan dan belum tercantum di atas

c. Sintesis

Sintesis yaitu suatu deskripsi keseluruhan yang mencakup butir a dan b di atas. Disajikan gambaran singkat tentang subjek yang di pelajari dalam studi kasus. Gambaran atau lukisan tersebut bersifat suatu rangkuman dan sekaligus merupakan suatu sintesis yang menghubungkan serta saling menggabungkan data dan fakta yang terhimpun dalam analisis di atas.

2. Diagnosis dan Prognosis a. Diagnosis,

(61)

kemudian hari yang memaksa untuk mengubah diagnosis yang telah ditentukan.

b. Prognosis

Prognosis yaitu dilaporkan sampai berapa jauh dapat diharapkan suatu perubahan bermakna dalam perilaku subjek dan atas dasar apa perubahan itu boleh diharapkan, misalnya perubahan dalam pandangan, sikap perasaan dan kemauan. Perubahan yang diharapkan itu merupakan hasil usaha di pihak orang yang “menangani” kasus ini dan dirumuskan dalam bentuk “operasional” sehingga dapat diamati dengan jelas. Diperkirakan pula berapa waktu yang dibutuhkan untuk sampai pada suatu perubahan yang berarti, yang tidak harus sudah sempurna namun menjadi batu loncatan bagi perubahan selanjutnya. Sekaligus dilaporkan mengenai cara yang akan dilaksanakan dalam menangani kasus ini. Cara utama yang diterapkan dalam rangka tugas studi kasus ini adalah proses konseling yang terdiri atas satu atau lebih wawancara konseling, tetapi disamping itu dimungkinkan juga usaha lain yang dapat mendukung, misalnya pendampingan oleh orang yang dekat dengan subjek atau suatu tindakan praktis oleh subjek itu sendiri.

(62)

keterbatasan waktu yang tersedia untuk proyek “studi kasus” ini atau karena kendala lain, namun dapat direfer kepada ahli lain yang berkompeten, sejauh subjek setuju.

3. Treatment

Dilaporkan apa yang telah terjadi dan terlaksanakan selama fase pelaksanaan dari rencana yang telah dibuat, baik dalam berhubungan langsung dengan subjek, seperti wawancara dengan subjek sekian kali dan memiliki suatu hasil, maupun dalam berurusan dengan orang lain yang ikut terlibat. Laporan tentang pelaksanaan ini mengikuti langkah kerja yang telah direncanakan, sehingga jelas hasil apa yang diperoleh pada setiap langkah. Perubahan terhadap rencana yang telah dibuat itu tetap dimungkinkan, asal dijelaskan atas dasar pertimbangan apa perubahan itu diadakan dan kapan terjadi, misalnya timbul data atau fakta baru yang memaksa untuk mengubah diagnosis sehingga treatment ikut berubah.

4. Evaluasi dan Tindak Lanjut

(63)

47

Pada bab ini berisi tentang informasi-informasi yang telah diperoleh di lapangan sebagai hasil studi kasus dengan metode seperti yang telah dijelaskan pada BAB III. Informasi diperoleh langsung dari subjek dan dari pihak terkait. Penulis berusaha mendalami tentang keadaan subjek. Berkaitan dengan kode etik maka nama dan beberapa informasi disamarkan agar identitas klien tidak diketahui.

A. Subjek I

1. Penghimpunan Data Subjek 1

a. Deskripsi Umum Kasus

Nama : Rudi

Tempat/Tanggal Lahir : 23 Desember 1988

Usia : 21 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Sekolah : Universitas Swasta di Yogyakarta Alamat Rumah : Magelang

Alamat Kos : Gejayan

(64)

Penampilan Psikis : Ramah, terbuka, genit, humoris, mudah bergaul, mudah bergaul, rajin.

Penampilan : sederhana, rapi, berkacamata. Sumber Informasi : Subjek dan teman subjek.

Gejala :

1. Rudi merasa senang dan nyaman dengan kondisinya sekarang ini sebagai seorang homoseks.

2. Rudi mau bergaul dengan siapa saja tanpa memilih-milih

3. Menghargai semua kritik, masukan dan nasehat terhadap dirinya

4. Tidak terganggu dengan panggilan ”banci” atau ”bencong” 5. Bersikap terbuka pada siapa saja namun tetap memiliki privasi. b. Analisis

1. Latar belakang kehidupan keluarga

(65)

pernikahan pertama ia memiliki lima orang anak yaitu 4 laki-laki dan 1 perempuan, dari pernikahan ke 2 ia memiliki 2 anak yaitu 1 laki-laki dan 1 perempuan, sedangkan pada pernikahan yang ke 3 ayah Rudi memiliki 2 orang anak yaitu 1 perempuan dan 1 laki-laki. Rudi adalah anak terakhir dari pernikahan yang ke 3. Ayah Rudi menikah dengan Ibu Rudi karena istri pertamanya sakit tumor. Ketika ayah Rudi menikah yang ketiga kalinya ia masih berstatus suami dari istri pertamanya, sedangkan istri keduanya telah diceraikan. Istri pertama ayah Rudi kini telah meninggal dunia.

(66)

ke 1 lulusan SMA Magelang, kakak ke 2 Lulusan SMP Magelang, kakak ke 3 lulusan UPN Yogyakarta, kakak ke 4 lulusan UPN Yogyakarta, kakak ke 5 lulusan SMA Grabag Magelang, kakak ke 6 lulusan SMA Bogor, kakak ke 7 lulusan SMA Bogor, kakak ke 8 lulusan SMA Grabag Magelang. Menurut Rudi keluarganya juga akif dalam kegiatan masyarakat seperti gotong royong dan lain sebagainya.

(67)

berharap Rudi menjadi seorang heteroseksual dan menikah dengan seorang perempuan kemudian memunyai keturunan.

Selain orang tua Rudi ada 1 kakak laki-laki yang mengetahui kondisi Rudi sebagai homoseks. Kakak itu tahu karena pernah melakukan hubungan seksual dengan Rudi. Kakaknya tersebut adalah seorang residivis yang pernah masuk penjara maka menurut Rudi ia pernah melakukan hubungan homoseksual di penjara. Hubungan seksual Rudi dan kakak Rudi terjadi saat mereka sedang menonton film porno. Film tersebut membuat mereka memiliki dorongan untuk melakukan hubungan seksual. Rudi tidak tahu perasaan kakaknya tersebut tetapi ketika Rudi mulai meraba-raba dan menciumi tubuh kakaknya, kakaknya nampak menikmati kemudian Rudi berpikir bahwa kakaknya memiliki hasrat yang sama juga. Setelah hubungan tersebut Rudi merasa biasa saja, tidak ada perasaan khusus yang muncul, respon Rudi seperti tidak terjadi apa-apa.

(68)

2. Lingkungan Fisik, Sosio-Ekonomi dan Sosio kultural

Letak rumah Rudi tepat di tepi jalan raya. Rumah Rudi menjadi satu dengan rumah makan. Pada bagian depan digunakan untuk rumah makan dan di bagian belakang digunakan untuk rumah tinggal keluarga. Rumah Rudi berdinding tembok dan besar, depan rumahnya merupakan jalan raya yang sangat ramai, di samping dan belakang rumahnya merupakan kampung.

Kondisi ekonomi keluarga Rudi termasuk menengah ke atas. Rumah makan yang di kelola keluarganya termasuk sukses dan besar. Rudi mengakui bahwa rumah makan ayahnya memang tidak memiliki pelanggan sebanyak dulu namun sekarang tidak sepi juga. Ayah Rudi memiliki dua rumah makan yang satu di rumahnya dengan 25 karyawan dan yang satu lagi merupakan cabang di Jumoyo dengan 10 karyawan.

(69)

dengan Rudi. Tetangga yang pernah melakukan hubungan homoseksual dengan Rudi adalah orang-orang yang seumuran dengan Rudi. Menurut Rudi pernah ada gosip tentang dirinya dari tetangganya. Gosip tersebut berisi tentang tingkah laku Rudi yang terlalu lembut dan tidak suka pekerjaan yang berat-berat seperti yang dilakukan laki-laki.

Selama kuliah Rudi tinggal di kos. Lingkungan kosnya nampak sederhana. Kosnya berada masuk di dalam kampung melalui gang kecil namun tidak terlalu jauh dari jalan besar. Kamar kosnya sedikit berantakan, berlantai keramik dengan luas 3x3m. Di dalam kosnya terdapat TV, Laptop, 1 kasur dan lemari pakaian serta rak untuk piring dan untuk peralatan lainnya dengan kamar mandi di luar. Ia tinggal bersama pasangan homoseksnya.

Teman-teman kosnya tidak ada yang mengetahui bahwa Rudi adalah seorang homoseks. Rudi dan pasangannya memang sengaja menutupi hal tersebut dari teman kosnya untuk menjaga hubungan baik dengan teman kost. Teman-teman kos Rudi baik dan ramah.

3. Pertumbuhan jasmani dan riwayat kesehatan

(70)

minus 4,75. Ia tidak pernah menjalani suatu operasi apapun. Dari postur tubuhnya Rudi termasuk gemuk meskipun menurut ia sendiri, ia mengalami penurunan berat badan akhir-akhir ini.

4. Perkembangan kognitif

Menurut Rudi sendiri, ia adalah seseorang dengan kemampuan kognitif yang biasa saja. Ia tidak pernah mendapatkan prestasi apapun selama sekolah. Nilainya tidak ada yang menonjol, semuanya rata-rata, bahkan ia pernah mengalami kegagalan dalan Ujian Nasional tingkat SMA sehingga ia terpaksa harus mengulangi dalam Ujian Penyetaraan.

TK, SD, SMP, SMA semuanya di Magelang dan semua jenjang pendidikannya merupakan sekolah Swasta Katolik. Selepas SMA ia sempat melanjutkan sekolah di sebuah akademi bidang pariwisata dan sempat bekerja di sebuah hotel di Singapore. Sekarang ia melanjutkan kuliah di suatu universitas swasta di Yogyakarta Fakultas Sastra. Dari pengalamannya sekolah pariwisata dan bekerja di Singapore ia memiliki kemampuan Bahasa Inggris yang baik.

(71)

5. Perkembangan sosial dan status sosial sekarang ini

Masa kecil Rudi dilalui dengan bahagia. Ia memiliki banyak teman. Sehari-hari ia bermain dengan teman-teman di sekitar rumahnya. Ia gemar bersepeda dan melakukan permainan tradisional. Menurut Rudi ia sendiri sangat mahir bermain lompat tali dan bola bekel karena memang permainan itulah yang ia sukai ketika ia masih kecil.

Sejak SD Rudi sudah menyukai sesama jenis. Ia merasa dapat memberikan kasih sayang pada sesama laki-laki dari pada perempuan. Perasaan itu terus berkembang menjadi rasa cinta. Bahkan Rudi sudah mulai merasakan gejala seksual ketika SD. Ia pernah bermain gulat-gulatan dengan temannya dan Rudi menikmati permainan itu bukan karena permainan tersebut menyenangkan namun karena ia menikmati sentuhan dengan sesama jenis. Dalam sentuhan tersebut Rudi juga menyentuh alat vital temannya namun mereka tidak sadar. Hal ini terus berlanjut hingga SMP. Menurut Rudi kemungkinan guru SDnya tahu tentang hal tersebut tetapi mereka mereka merahasiakannya karena menjaga perasaan Rudi dan menghormati kedua orang tua Rudi. Oleh gurunya Rudi tetap diperlakukan sama dengan siswa lainnya.

(72)

pernah melakukan hubungan seksual dengan karyawan rumah makan milik ayahnya. Ketika malam hari di rumah hanya Rudi dan orang tua saya. Secara diam-diam Rudi masuk ke kamar karyawan tersebut. Karyawan itu terlihat capek dan sudah tidur lalu Rudi mendekat dan meraba lalu ia terbangun dan diam saja, setelah itu menurut Rudi berjalan begitu saja. Sejak itu kalau ada waktu dan keinginan untuk melakukan itu Rudi melakukannya lagi di kamarnya.

Ketika SMA Rudi pernah menyukai seorang lelaki. Rudi suka mengikuti kemana pun lelaki itu pergi. Dari pengamatannya tersebut Rudi menyadari bahwa lelaki yang disukainya adalah seorang heteroseks. Hingga akhirnya ia mengikuti sampai di rumahnya. Ketika di rumahnya yang kebetulan sepi Rudi membujuk lelaki itu untuk melakukan seks oral. Bujukan Rudi berhasil kemudian mereka melakukan seks oral.

(73)
(74)

pernah berpose mesra ketika foto dan ternyata foto itu diketahui oleh orang tuanya yang menyebabkan Rudi ditanyai oleh orang tuanya.

Pacar kedua Rudi adalah dengan seorang yang ia kenal lewat internet. Ketika itu Rudi sekolah di suatu lembaga perhotelan. Setelah beberapa bulan mereka berpacaran akhirnya Rudi tahu kehidupannya tidak sejalan. Pacarnya suka dengan dunia malam, dunia gemerlap atau dugem. Dia suka berkumpul dengan temannya di malam hari sehingga membuatnya sering pulang larut malam. Rudi tidak suka dengan hal ini karena menurut Rudi di samping mengganggu hubungan mereka, pacarnya terlalu asyik dengan teman-temannya dan mengesampingkan Rudi. Ditambah lagi dia ternyata orang yang suka berdandan. Pacarnya adalah seorang desainer busana, dia pernah tampil di beberapa acara dengan berpenampilan sebagai seorang waria.

(75)

kekasihnya. Rudi yang menyadari bahwa ia tidak cocok dengan pacar lamanya maka ia memutuskan untuk menerima pacar yang ke tiga dan mengakhiri hubungan dengan pacar lamanya. Hubungan tersebut berlanjut hingga sekarang dan sudah berjalan dua tahun lebih lima bulan. Setelah lama berhubungan, menurut Rudi pacarnya adalah orang yang sopan, sabar, pendiam dan ada sesuatu dalam dirinya yang membuat Rudi selalu tertarik. Dia adalah orang dengan kepribadian yang dewasa sehingga bisa menjaga dan memanjakan Rudi. Konflik yang mereka alami dapat diselesaikan, selain itu dia dapat membawa Rudi untuk lebih dewasa dan sabar. Rudi merasa senang dan nyaman tinggal dengan pacarnya. Ia memang ingin tinggal dengan pacarnya karena dapat menghemat pengeluaran untuk biaya kos selain itu Rudi juga dapat mengajarkan hidup berhemat pada pacarnya yang selama ini tidak dapat mengatur keuangan. Motor Rudi juga dapat digunakan bersama-sama sehingga dapat membantu pacarnya ketika ingin pergi. Rudi juga merasa lebih dekat dengan pacarnya karena selalu bersama-sama.

(76)

Menurut Rudi sendiri, Rudi adalah orang yang terbuka. Dalam kehidupan bermasyarakat ia dapat berhubungan sosial dengan baik dan mau bergaul dengan siapa saja. Sekarang Rudi tinggal di kos bersama pasangan homoseksnya dan tetap dapat berhubungan dengan baik dengan lingkungan sekitar kosnya. Dia tidak merasa canggung ketika harus berkomunikasi dengan teman-teman di kosnya. Sepanjang hidupnya ada yang menerima dirinya sebagai homoseks dan ada yang menolak. Yang ia rasakan terutama dengan teman-temannya. Ada banyak teman yang mau menerimanya dan tetap berlaku biasa dengan Rudi. Mereka tidak takut dan tidak risi terhadap status Rudi sebagai homoseks. Namun, beberapa teman ada yang cenderung mengejek dan menjauhi Rudi, bahkan ada beberapa teman yang berusaha menasehati Rudi untuk menjadi lelaki heteroseksual.

Dari semua perlakuan itu Rudi bersikap biasa saja. Ia menerima semua kritik, masukan dan nasehat akan tetapi Rudi tetap pada pendiriannya. Rudi merasa sudah menjalani kehidupan homoseksnya sejak kecil dan merasa sudah nyaman dengan kondisi tersebut sehingga ia tidak mau berubah dan tetap terbuka pada siapa saja yang mau menerima dia apa adanya.

(77)

mengenalnya tahu kalau Rudi adalah seorang homoseks tetapi jika sudah kenal dan sudah menjadi temannya maka Rudi akan terbuka dan mau menceritakan tentang dirinya sebagai homoseks setelah itu Rudi menyerahkan keputusan pada temannya apakah mereka mau tetap berteman atau menjauh. Penampilan Rudi yang biasa saja membuat orang lain tidak memiliki pandangan khusus terhadap dirinya. Rudi berpikir bahwa penilaian terhadap homoseks adalah hak setiap orang dan melakukan homoseks adalah hak setiap orang juga. Rudi melakukan hubungan homoseksual hanya pada orang yang mau jadi dia tidak mengganggu orang lain

Banyak temannya yang menerima dan mendukung Rudi untuk menjadi orang yang lebih baik meskipun dia seorang homoseks. Bagi Rudi hal ini sangat membantu dia untuk terus menjalin relasi sosial. Penghambat bagi Rudi dalam melakukan penyesuaian sosial adalah orang-orang yang menjauhi Rudi karena kondisinya sebagai seorang yang homoseks dan cenderung menghina dia. Rudi menjaga hubungan pertemanannya dengan menghargai setiap individu yang menjadi temannya. Ia berusaha untuk tidak membuat temannya marah atau kesal yang mungkin membuat mereka menjauh.

(78)

mendalam karena bagi Rudi teman perempuan lebih nyambung ketika mengobrol dengannya. Hal ini membuat Rudi merasa lebih nyaman dengan mereka. Rudi berpikir bahwa teman laki-laki lebih suka main bola atau berolahraga, dan hal tersebut memang kurang disukai Rudi.

Tipe pacar yang disukai Rudi adalah seseorang yang lebih dewasa namun tidak dengan usia yang terlampau jauh. Ia ingin pacarnya adalah orang yang sederhana dan tidak berbuat macam-macam. Rudi paling tidak suka dengan lelaki yang bersifat feminin. Menurut Rudi homoseks yang memiliki sifat feminin selalu bicara tanpa berfikir dulu.

(79)

menjajakan dirinya sebagai gigolo homoseksual atau yang lebih dikenal dengan sebutan kucing di Yogya. Rudi merasa sedih karena melihat para ”kucing” dengan mudah menjajakan diri mereka dan tidak menghargai dirinya sendiri dengan melakukan tindakan tersebut.

6. Ciri-ciri kepribadian

Rudi adalah orang yang ramah, baik, mudah bergaul, aktif dalam menjalin relasi. Rudi juga merupakan seseorang yang dapat menghargai perbedaan terutama pada teman. Menurut Rudi sifat dalam dirinya itu sangat menguntungkan dalam melakukan penyesuaian sosial. Rudi sangat menerima dirinya. Ia tidak mengalami pertentangan batin dalam dirinya sebagai homoseksual dan ia merasa sangat nyaman dengan dirinya saat ini.

7. Hal lain yang dianggap relevan dan belum tercantum di atas. Rudi adalah pacar dari Joko

c. Sintesis

(80)

menyebabkan ia dipanggil bencong. Pada awalnya panggilan itu merupakan ejekan namun kemudian menjadi panggilan sehari-hari hingga ia SMA.

Rudi menerima penuh dirinya sebagai seorang homoseks. Ia merasa nyaman dan senang dengan dirinya saat ini. Tidak ada sama sekali keinginan dalam dirinya untuk menjadi seorang heteroseks meskipun banyak orang berharap ia menjadi seorang heteroseks terutama orang tuanya. Ia orang yang sangat terbuka pada orang-orang yang sudah ia anggap dekat. Kepribadiannya yang supel membuat dia mudah bergaul dengan siapa saja.

Orang tua Rudi tahu bahwa Rudi adalah seorang homoseks dan mereka tidak dapat menerima. Kedua orang tuanya tahu ketika ibu Rudi mendapati foto Rudi yang sedang bermesraan dengan pacarnya. Orang tuannya berharap Rudi dapat berubah menjadi heteroseksual dan menikah dengan perempuan kemudian memiliki keturunan.

Rudi telah mengenal hubungan seks sejak SMP. Berawal ketika ia melakukan seks oral dengan teman sekolahnya. Hingga sekarang ia melakukan hubungan seks dengan teman sekolah, kakak, tetangga, pacar dan karyawan rumah makan ayahnya. Rudi sangat menikmati hubungan seks tersebut.

(81)

merasa paling berkesan dengan pacar yang pertama, namun ia merasa paling nyaman dan bahagia dengan pacar yang ketiga.

Ia sekarang tinggal dengan pacarnya dan ia merasa senang karena banyak manfaat yang diperoleh oleh ia dan pacaarnya. Ia sering mengalami konflik dengan pacarnya namun dapat segera diselesaikan. Teman kos Rudi tidak ada yang tahu tentang keadaan Rudi sebagai homoseks atau tentang orang yang tinggal bersama Rudi adalah pasangan homoseksnya. Rudi dan pasangannya memang sengaja menjaga rahasia agar hubungan mereka dengan teman kosya tetap bertahan baik.

Rudi memiliki banyak teman baik laki-laki maupun perempuan namun ia merasa lebih dekat dengan teman perempuan. Hal ini disebabkan ia merasa nyambung jika berbicara dengan teman perempuan dan ia memang tidak menyukai kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh teman-teman lelaki. Ada beberapa teman yang menerima Rudi sebagai homoseks namun ada juga yang berusaha membujuk Rudi untuk menjadi heteroseksual. Bagi Rudi ini adalah hal yang biasa dan ia menghargai pendapat mereka karena Rudi memang selalu menghargai orang lain terutama dengan teman-teman untuk menjaga hubungan.

(82)

prihatin terhadap orang-orang homoseks yang menjajakan dirinya atau yang disebut ”kucing” karena mereka tidak menghargai diri mereka sendiri. Ia menyukai orang yang lebih dewasa dan dapat membimbing dirinya. Ia menyukai internet. Dari internet tersebut ia banyak menemukan teman termasuk juga pacar. Beberapa kali Rudi mengikuti kegiatan bersama teman-teman homoseks.

2. Diagnosis dan Prognosis

a. Diagnosis

Pengalaman yang dialami oleh Rudi pada Studi Kasus ini tergolong dalam ragam bimbingan pribadi-sosial. Rudi sebagai seorang homoseks dapat menjalin hubungan sosial yang baik di mana saja. Ia tetap dapat menghargai orang-orang di sekitarnya baik yang menerima dirinya sebagai homoseks maupun yang tidak menerima. Keadaannya sebagai homoseks tidak mengganggunya dalam melakukan penyesuaian sosial.

(83)

b. Prognosis

Berdasarkan diagnosis tersebut penulis membuat perkiraan bentuk-bentuk bantuan untuk membantu Rudi. Bantuan yang diberikan kepada Rudi bukan untuk membantu mengatasi masalah melainkan untuk menjaga dan mengembangkan kemampuan Rudi untuk melakukan penyesuaian sosial. Dengan demikian, fungsi Bimbingan dan Konseling adalah pemeliharaan dan pengembangan. Fungsi ini berarti bahwa layanan bimbingan dan konseling yang diberikan dapat membantu Rudi dalam mengembangkan pribadinya secara mantap, terarah dan berkelanjutan terutama pada penyesuaian sosialnya yaitu :

1) Menjaga dan mengembangkan kemampuan Rudi dalam menghargai setiap individu.

2) Menjaga dan mengembangkan kemampuan penerimaan diri Rudi

3) Menjaga dan mengembangkan kemampuan Rudi dalam melakukan penyesuaian sosial.

Dalam pemberian bantuan untuk menyelesaikan masalah yang dialami oleh Rudi ini perlu digali berbagai hal dari Rudi yang dapat mndukung dan menghambat jalannya proses pencapaian tujuan yaitu perkembangan Rudi. Hal-hal yang mendukung dan menghambat dalam mencapai tujuan dari perkembangan subjek adalah :

1) Mendukung

(84)

b) Kemauan untuk berkembang c) Menghargai pendapat orang lain d) Memiliki penerimaan diri yang kuat e) Mengenal potensi diri

2) Menghambat

a) Keadaan sekitar yang belum tentu menerima subjek b) Rudi kurang dapat mengendalikan pembicaraan

3. Treatment.

Berdasarkan diagnosis penulis mengajukan treatment dengan apa yang telah disusun dalam prognosis. Treatment yang diberikan merupakan bimbingan dengan fungsi pemeliharaan dan pengembangan. Hal-hal yang dipandang positif dijaga agar tetap baik dan mantap. Dengan demikian Rudi dapat memelihara dan mengembangkan berbagai potensi dan kondisi yang positif berkaitan dengan penyesuaian sosialnya.

Treatment yang diajukan adalah bimbingan secara pribadi.

Bimbingan tersebut berupa kegiatan dengan tema ”Mengenal Kelebihan Diri”.

1. Diawali dengan pengantar yang menjelaskan tentang tujuan dari kegiatan yang akan dilaksanakan.

2. Mengajak Rudi untuk menuliskan semua kelebihan dirinya terutama yang membantu dia dalam melakukan penyesuaian sosial.

Referensi

Dokumen terkait

Tinggalan megalitik di Lore terdiri dari empat jenis, yaitu patung berbentuk manusia, kalamba, tutuna (merupakan penutup kalamba) dan batu dakon yang bentuknya tidak

Alat dinamometer ini dapat digunakan oleh kendaraan beroda empat maupun kendaraan beroda dua (sepeda motor) dan bersifat real time. Data yang didapatkan saat Snap shot

Permainan mencari harta karun merupakan permainan yang dilakukan dengan tujuan mencari benda yang disembunyikan (Hidden Object). Secara umum permainan mencari harta

Padahal apabila mereka melihat langsung fakta yang terjadi di lapangan, mereka akan tercengang dan takjub, karena di Jambi terutama di Kotamadya Jambi, roda

Kajian ini bertujuan menganalisis dampak yang terjadi akibat dari penerapan kebijakan mandatori pencampuran (blending) antara bahan bakar solar dengan bahan bakar

34 Tahun 2009 tentang Pengutamaan Pemasokan Kebutuhan Mineral dan Batubara Untuk Kebutuhan Dalam Negeri..  Pencegahan eksploitasi berlebihan di bidang pertambangan yang dapat

Front Office night report : Laporan rangkuman seluruh transaksi kamar, total tamu yang menginap, total kamar terjual, total tamu checkin, total tamu checkout dan informasi

Praktik Pengalaman Lapangan adalah kegiatan intra kurikuler yang wajib diikuti oleh mahasiswa Program Kependidikan Universitas Negeri Semarang, sebagai pelatihan untuk