• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KONSUMSI SUSU DENGAN TINGGI BADAN ANAK SEKOLAH TK ERNAWATI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN KONSUMSI SUSU DENGAN TINGGI BADAN ANAK SEKOLAH TK ERNAWATI"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KONSUMSI SUSU DENGAN TINGGI BADAN

ANAK SEKOLAH TK

ERNAWATI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Konsumsi Susu dengan Tinggi Badan Anak Sekolah TK adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2013

Ernawati

NIM I14114007

__________________________

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait

(4)

ABSTRAK

ERNAWATI. Hubungan Konsumsi Susu dengan Tinggi Badan Anak Sekolah TK. Dibimbing oleh HARDINSYAH.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan konsumsi susu dengan tinggi badan anak sekolah Taman Kanak-Kanak (TK). Penelitian ini dilakukan menggunakan desain cross sectional study terhadap 136 siswa dari dua TK favorit di kota Bogor yaitu TK Aliya dan Mexindo. Konsumsi susu diperoleh dari data konsumsi pangan yang dikumpulkan dengan menerapkan metode FFQ semi kuantitatif selama sebulan terakhir yang diisi oleh ibu anak. Data tinggi badan anak diukur lansung oleh peneliti. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara frekuensi minum susu, jumlah susu yang dikonsumsi, total protein, protein hewani, dan kalsium susu dengan tinggi badan (p < 0.05), tetapi konsumsi kalsium non susu tidak berhubungan dengan tinggi badan (p>0.05). Anak yang setiap hari minum susu lebih tinggi daripada anak yang tidak setiap hari minum susu (p<0.05).

Kata kunci: Asupan kalsium susu, konsumsi susu, tinggi badan, anak prasekolah.

ABSTRACT

ERNAWATI. Correlation between Milk Intake with Body Height of Pre-School Children. Supervised by HARDINSYAH.

The objective of this study was to analyze the correlation between milk consumption and body height of pre-school children (PSC). The study was conducted by applying a cross sectional study design implemented among 136 PSC aged 4-5 yrs old in the two favorite kindergartens of Bogor City - Aliya and Mexindo. Milk intake was derived from the intake data collected by applying a 30 days semi-FFQ method filled in by the mothers. The body height of PSC is direcly measured by the researchers. The statistical analysis showed that there are positive significant correlation between body height and milk intake frequency, amount of milk intake, animal protein intake, total protein intake, and calcium intake from milk respectively (p<0.05), but there is no correlation between body height and calcium intake from non-milk (p>0.05). Children who consumed milk every day are taller than children who are not consumed (p<0.05).

(5)

HUBUNGAN KONSUMSI SUSU DENGAN TINGGI BADAN

ANAK SEKOLAH TK

ERNAWATI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

(6)
(7)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Hubungan Konsumsi Susu dengan Tinggi Badan Anak Sekolah TK

Nama : Emawati NIM : I14114007 Disetujui oleh Prof Dr Ir Hl:Syah MS Dosen Pembimbing DiketahUl oleh I Dr Ir Budi Setiawan MS Ketua Departemen Tanggal Lulus:

2

3 OC

T 2

0

13

(8)

Judul : Hubungan Konsumsi Susu dengan Tinggi Badan Anak Sekolah TK Nama : Ernawati

NIM : I14114007

Disetujui oleh

Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul “Hubungan Konsumsi Susu dengan Tinggi Badan Anak Sekolah TK” ini dapat diselesaikan.

Penulis menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada Prof. Dr. Ir. Hardinsyah,MS selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan serta saran selama penyusunan skripsi ini, serta kepada Prof. Dr. Siti Madanijah, MS selaku dosen pemandu seminar dan penguji yang telah banyak member saran. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Kepala Sekolah TK Mexindo dan TK Aliya yang telah memberikan izin penelitian, serta kepada adik-adik di kedua TK yang telah bersedia dijadikan contoh dalam karya ilmiah ini.

Terima kasih yang tulus ikhlas terutama kepada Bapak dan Ibu atas segala doa, kasih sayang, dukungan dan semangat yang selalu diberikan. Terima kasih pula kepada teman-teman alih jenis angkatan 5 yang telah memberikan semangat dan membantu selama pengumpulan data sampai terselesaikannya karya ilmiah ini.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Oktober 2013

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR x DAFTAR LAMPIRAN x PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan 2 Manfaat Penelitian 2 Kerangka Pemikiran 3 METODE PENELITIAN 5

Desain, Waktu dan Tempat 5

Jumlah dan Cara Penarikan contoh 5

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 6

Pengolahan dan Analisis Data 7

Definisi Operasional 9

HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Gambaran Umum Sekolah 10

Karakteristik Anak dan Keluarga 11

Kebiasaan Konsumsi Susu 13

Konsumsi Pangan Sumber Protein dan Kalsium 16

Hubungan Konsumsi Susu dengan Tinggi Badan 18

Hubungan Asupan Kalsium Susu dan Non Susu dengan Tinggi Badan 19

Hubungan Asupan Protein dengan Tinggi Badan 19

Variabel yang Berpengaruh Terhadap Tinggi Badan 21

SIMPULAN DAN SARAN 22

Simpulan 22

Saran 22

DAFTAR PUSTAKA 22

LAMPIRAN 27

(11)

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan cara pengumpulan data 7

2 Jenis variabel dan pengategorian data penelitian 8 3 Sebaran anak berdasarkan karakteristik anak dan keluarga 12 4 Sebaran kebiasaan minum susu setiap hari berdasarkan TB/U 13 5 Sebaran rata-rata frekuensi dan jumlah konsumsi susu berdasarkan

kebiasaan minum susu setiap hari

13 6 Sebaran kebiasaan minum susu setiap hari berdasarkan karakteristik

keluarga

14 7 Sebaran frekuensi konsumsi susu/minggu berdasarkan TB/U 15 8 Sebaran mulai terbiasa minum susu berdasarkan TB/U 16 9 Sebaran anak berdasarkan jenis susu yang dikonsumsi 16 10 Rata-rata konsumsi pangan sumber protein dan protein 18 11 Hubungan frekuensi minum susu, jumlah konsumsi susu, total protein,

protein hewani, kalsium susu dan non susu dengan tinggi badan

20

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran Hubungan konsumsi susu, protein, dan kalsium dengan tinggi badan anak

4

2 Cara penarikan contoh 6

DAFTAR LAMPIRAN

1 Frekuensi minum susu anak perminggu 26

2 Rata-rata konsumsi pangan sumber protein dan kalsium 27

3 Hasil uji korelasi 28

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Anak merupakan generasi penerus bangsa, untuk mewujudkan bangsa besar, keadaan gizi anak perlu diperhatikan. Usia pra sekolah merupakan masa kritis dalam tumbuh kembang anak karena pada masa ini fase pertumbuhan anak telah melampaui fase growth faltering, namun diikuti dengan perkembangan yang lebih pesat. Salah satu faktor yang menentukan terciptanya sumberdaya manusia yang berkualitas adalah pangan yang bergizi, yang diperoleh melalui konsumsi pangan yang baik (Khomsan 2002).

Tinggi badan merupakan salah satu indikator penentuan kualitas gizi pada anak. Faktor yang mempengaruhi tinggi badan adalah hereditas dan intake gizi. Gizi makanan sangat penting dalam membantu pertumbuhan tinggi badan seseorang. Di Indonesia, persoalan tinggi badan kurang pada anak-anak adalah cermin rendahnya konsumsi pangan hewani (daging, ikan, telur, dan susu) sebagai sumber protein dan kalsium (Khomsan 2012).

Kemendagri (2012) menyatakan, konsumsi susu Indonesia tahun 2011 hanya meningkat tipis dari tahun sebelumnya, yaitu sebesar 12.85 L susu per kapita pertahun, sedangkan tahun sebelumnya sebesar 11.95 L susu per kapita pertahun. Jumlah tersebut lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara tetangga, Malaysia (50.9 L), India (47.1 L), Singapura (44.5 L), Thailand (33.7 L), Vietnam (14.3 L) dan Filipina (13.7 L). Budaya minum susu yang masih sangat rendah bisa dipahami dari beberapa segi. Pertama, susu masih dianggap mahal dan kedua, karena takut dengan masalah lactose intolerance (Khomsan 2004). Selain itu, rendahnya konsumsi susu di Indonesia juga karena pengeluaran untuk konsumsi susu tidak dianggarkan oleh sebagian besar rumah tangga (Fitriani 2011).

Kebiasaan minum susu merupakan salah satu ciri hidup sehat. Di Negara-negara maju seperti Eropa dan Amerika mengonsumsi susu merupakan suatu kebutuhan penting dan tidak dapat ditinggalkan. Hal ini dikarenakan minum susu pada masyarakat maju sudah dibiasakan sejak dini. Kebiasaan mengonsumsi susu juga dilakukan karena pengetahuan masyarakatnya tentang arti penting susu bagi kesehatan. Selain itu harga susu di negara-negara kawasan Eropa dan Amerika tidaklah mahal. Murahnya harga susu karena produksi susu di daerah subtropis tersebut sangat banyak dan dapat memenuhi kebutuhan susu setiap negara (Sari 2010).

Susu merupakan sumber protein yang berkualitas tinggi. Susu mengandung sejumlah asam amino yang sangat diperlukan. Susu menyediakan dalam jumlah yang besar dari berbagai vitamin, khususnya vitamin B12, riboflavin, folat dan vitamin A, dan vitamin D (Lawrence 2007). Anak yang mengonsumsi susu memiliki status gizi yang lebih baik (Hartoyo et al. 2007). Susu mengandung zat gizi penting yang dibutuhkan untuk formasi tulang dan menopang tinggi badan yang ideal. Protein dan kalsium mempunyai efek langsung terhadap pertumbuhan tinggi badan. Hardinsyah et al. (2008) menyatakan bahwa konsumsi susu dan frekuensi minum susu memiliki hubungan

(13)

2

yang nyata dengan densitas tulang dan tinggi badan. Selain itu Hoppe et al. (2006) juga menyatakan bahwa susu memiliki efek merangsang pertumbuhan.

Penelitian yang dilakukan oleh Do et al. (2009) pada anak sekolah di pedesaan Vietnam dengan melakukan intervensi susu regular dan fortifikasi menunjukkan bahwa terjadi peningkatan berat dan tinggi badan, serta penurunan kejadian underweight dan stunting hingga 10 persen. Penelitian juga dilakukan oleh Wiley (2011) tentang sejarah konsumsi susu sapi menunjukkan adanya hubungan yang positif antara konsumsi susu dengan pertumbuhan linier pada anak-anak dan dewasa.

Penelitian tentang hubungan konsumsi susu dengan tinggi badan pada anak ini perlu dilakukan, mengingat masih tingginya prevalensi balita stunting di Indonesia yaitu sebesar 35,6 persen (Kemenkes 2010).

Tujuan

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan konsumsi susu dengan tinggi badan pada anak sekolah TK. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi kebiasaan konsumsi susu (kebiasaan minum susu setiap hari, mulai terbiasa minum susu, frekuensi minum susu, jumlah dan jenis susu)

2. Mengidentifikasi asupan protein dan kalsium contoh

3. Menganalisis hubungan frekuensi konsumsi susu, jumlah konsumsi susu, total protein, protein hewani, kalsium susu dan non susu dengan tinggi badan serta menganalisis perbedaan tinggi badan anak yang minum susu setiap hari dan tidak.

4. Menganalisis variabel yang berpengaruh terhadap tinggi badan.

Kegunaan

Kegunaan penelitian “Hubungan Konsumsi Susu dengan Tinggi Badan Anak Sekolah TK” antara lain untuk memberikan informasi mengenai konsumsi susu dan hubungannya dengan tinggi badan. Informasi ini diharapkan dapat menambah pengetahuan orangtua dalam memperhatikan konsumsi susu anak sehingga pertumbuhan optimal anak dapat tercapai. Bagi perguruan tinggi diharapkan juga sebagai perwujudan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang meliputi pendidikan, pengembangan penelitian, dan pengabdian masyarakat.

(14)

KERANGKA PEMIKIRAN

Asupan gizi yang kurang berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan balita. Selain itu berdampak pula pada rendahnya kualitas manusia. Karena asupan gizi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak dibawah usia lima tahun (Khomsan et al. 2012).

Konsumsi pangan yang mengandung berbagai sumber zat gizi yang dibutuhkan dan sesuai dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap individu. Konsumsi pangan merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan gizi yang selanjutnya bertindak menyediakan energi bagi tubuh, mengatur proses metabolisme, memperbaiki jaringan tubuh serta untuk pertumbuhan (Almatsier 2004).

Susu mengandung zat gizi penting yang dibutuhkan untuk formasi tulang dan menopang tinggi badan yang ideal. Protein dan kalsium mempunyai efek langsung terhadap pertumbuhan tinggi badan, selain itu juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti genetik, regulasi metabolik, asupan zat gizi, aktivitas fisik, gaya hidup, dan olahraga. Faktor genetik merupakan faktor dominan yang menentukan tinggi badan dan densitas tulang. Regulasi metabolik meliputi regulasi fungsi fisiologis, hormon, dan biokimia tubuh. Asupan gizi selain protein dan kalsium, seperti energi dan vitamin merupakan salah satu faktor penting bagi pertumbuhan matriks tulang (Ganong 1990). Skema kerangka pemikiran hubungan konsumsi susu dengan tinggi badan disajikan pada Gambar 1.

(15)

4

Keterangan:

: Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti : Hubungan yang dianalisis

: Hubungan yang tidak dianalisis

Gambar 1 Hubungan konsumsi susu dengan tinggi badan anak Karakteristik keluarga: - Pendidikan orangtua - Pekerjaan orangtua - Pendapatan orangtua - Besar keluarga Karakteristik contoh: - Jenis kelamin - Usia Konsumsi pangan

Konsumsi susu dan olahan

- Genetik

- Asupan zat gizi

- Aktivitas fisik - Olahraga Tinggi Badan Konsumsi selain susu Konsumsi pangan

sumber protein dan kalsium

Asupan protein dan kalsium

Penyerapan dan metabolisme protein dan kalsium

Pertumbuhan dan pembentukan massa tulang

(16)

METODE

Desain, Waktu, dan Tempat

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Penelitian ini dilakukan di dua taman kanak-kanak yaitu TK Aliya dan TK Mexindo, Bogor. Kedua lokasi dipilih sebagai tempat penelitian dengan pertimbangan dimana kedua TK tersebut merupakan TK favorit dan untuk kalangan menengah ke atas. Hal ini dimaksudkan agar mudah diperoleh contoh yang mengonsumsi susu. Waktu dilaksanakan penelitian ini adalah bulan mei hingga juli 2013.

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa TK Aliya dan TK Mexindo Bogor. Contoh yang digunakan dalam penelitian adalah seluruh siswa, laki-laki maupun perempuan yang memenuhi kriteria inklusi. Penarikan contoh dilakukan secara purposif. Adapun yang merupakan kriteria inklusi adalah siswa yang memiliki status aktif sebagai siswa di TK Aliya dan TK Mexindo Bogor, bersedia menjadi contoh dalam penelitian dan bersedia diukur, dan orangtua bersedia memberikan informasi.

Jumlah contoh minimal dalam penelitian ini dihitung menggunakan rumus slovin (Sevilla et al. 2007), sebagai berikut:

n = N 1+N(d2) Keterangan:

n = Jumlah contoh

N = Jumlah populasi (250 siswa)

d = Tingkat kesalahan yang dapat ditolerir (10%)

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus di atas, diperoleh jumlah contoh minimal adalah sebanyak 80 orang. Jumlah contoh yang diambil saat penelitian lebih banyak dari jumlah contoh minimal. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi jika ada kuesioner yang tidak kembali dan ada data yang tidak lengkap. Berikut cara penarikan contoh yang dilakukan (Gambar 2).

(17)

6

Mengembalikan kuesioner

Missing

Gambar 2 Cara penarikan contoh

Pada mulanya, jumlah contoh yang diperkirakan dapat berpartisipasi dalam penelitian adalah 250 anak. Jumlah ini merupakan total dari siswa TK Mexindo dan Aliya berdasarkan keterangan dari pihak sekolah. Semua siswa tersebut diberikan kuesioner untuk dibawa pulang dan diisi oleh orangtuanya. Jumlah siswa yang dijadikan contoh tersebut berkurang lagi karena ada beberapa contoh yang tidak hadir di sekolah dan juga terdapat contoh yang tidak mengembalikan kuesioner. Selain itu terdapat beberapa data kuesioner yang tidak diisi lengkap oleh orangtua contoh sehingga beberapa data missing. Akhirnya, hanya terdapat 59 contoh dari TK Mexindo dan 77 contoh dari TK Aliya.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer meliputi karakteristik keluarga, karakteristik contoh, data kebiasaan konsumsi susu, serta data konsumsi pangan sumber protein dan kalsium yang dikumpulkan dengan cara membagikan kuesioner kepada anak untuk diisi oleh ibu anak. Data sekunder yaitu data mengenai gambaran umum lokasi penelitian, yang meliputi profil taman kanak-kanak, fasilitas taman kanak-kanak, dan jumlah siswa.

Data karakteristik contoh dan karakteristik keluarga contoh diambil dengan menggunakan kuesioner, data tinggi badan diambil dengan cara mengukur tinggi badan secara langsung dengan menggunakan microtoise. Data konsumsi susu, konsumsi pangan sumber protein dan kalsium diambil dengan kuesioner dan kuesioner frekuensi konsumsi pangan semi kuantitatif. Data sekunder didapatkan dari arsip taman kanak-kanak yang terkait. Berikut adalah rangkuman jenis dan cara pengumpulan data (Tabel 1).

TK Mexindo TK Aliya

Memenuhi kriteria dan bersedia mengikuti penelitian

77 orang

100 orang 150 orang

59 orang 77 orang

(18)

Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data

No Variabel Alat Cara pengumpulan data

Data primer 1. Karakteristik anak: Jenis kelamin Umur Status gizi berdasarkan TB/U

Kuesioner data tinggi badan diukur langsung oleh enumerator menggunakan microtoise

dan dilakukan di pagi hari. 2. Karakteristik keluarga: Besar Keluarga Pekerjaan orangtua Pendidikan orangtua Pendapatan orangtua

Kuesioner diisi oleh ibu anak.

3. Kebiasaan konsumsi susu Kebiasaan minum susu setiap hari Mulai terbiasa minum susu

Frekuensi minum susu Jumlah konsumsi susu Jenis susu Kuesioner dan FFQ semi kuantitatif selama 30 hari terakhir

diisi oleh ibu anak

4. Konsumsi pangan sumber protein dan kalsium

FFQ semi kuantitatif selama 30 hari terakhir

diisi oleh ibu anak

Data sekunder

5. Gambaran umum taman kanak-kanak

Kuesioner Diambil dari sekolah TK Aliya dan Mexindo

Pengolahan dan Analisis Data

Proses pengolahan data meliputi pengeditan data, pemberian kode, entri data, cleaning data dan analisis data. Data yang dikumpulkan akan diolah dan dianalisis secara deskriptif dan inferensia dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel 2007, SPSS, dan WHO AnthroPlus 1.0.4.

Data karakteristik contoh meliputi jenis kelamin dan status gizi berdasarkan TB/U. Data status gizi berdasarkan TB/U diolah menggunakan

software WHO AnthroPlus 1.0.4. Data karakteristik keluarga meliputi besar keluarga, pekerjaan orangtua, pendidikan orangtua, dan pendapatan orangtua. Data kebiasaan konsumsi susu meliputi data kebiasaan minum susu setiap hari, data mulai terbiasa minum susu, frekuensi minum susu perminggu, jumlah, dan jenis susu yang dikonsumsi. Data jumlah susu yang dikonsumsi diukur dengan satuan mL/hari dan disajikan dalam bentuk rata-rata±SD, minimum, dan maksimum. Data asupan protein dan kalsium diperoleh dengan cara menghitung jumlah protein dan kalsium dari makanan dan minuman yang biasa dikonsumsi dalam satu bulan terakhir kemudian disajikan dalam bentuk rata-rata±SD. Pengategorian variabel secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2.

(19)

8

Tabel 2 Jenis variabel dan pengategorian data penelitian

No Variabel Kategori

1. Jenis kelamin 1. Laki-laki

2. Perempuan

2. Status gizi berdasarkan TB/U 1. Normal: z-skore ≥-2 SD 2. Pendek: z-skore <-2SD 3. Besar keluarga 1. Keluarga kecil (≤4 orang)

2. Keluarga sedang (5-6 orang) 3. Keluarga besar (>7 orang)

4. Pekerjaan Ayah 1. PNS 2. Swasta 3. Wiraswasta 4. Buruh 5. TNI/Polri 6. Lainnya,… 5. Pekerjaan Ibu 1. Ibu rumah tangga

2. PNS 3. Swasta 4. Wiraswasta 5. Buruh 6. Lainnya,… 6. Pendidikan - Ayah - Ibu 1. Tidak sekolah 2. SD/Sederajat 3. SMP/Sederajat 4. SMA/Sederajat 5. Perguruan Tinggi 7. Pendapatan keluarga (Rupiah/bulan) 1. <Rp 2.000.000 2. Rp 2.000.000-3.000.000 3. Rp 3.000.000-5.000.000 4. >Rp 5.000.000

8. Kebiasaan minum susu setiap hari 1. Ya 2. Tidak

9. Mulai terbiasa minum susu 1. Baru-baru ini (enam bulan terakhir) 2. 1 tahun terakhir

3. 2 atau > 2 tahun terakhir 10. Frekuensi minum susu

(kali/minggu) 1. <1 2. 1-7 3. 8-14 4. 15-21 5. >21

11. Jenis susu 1. Susu bubuk

2. Susu cair

3. Susu kental manis

Data pangan sumber protein dan kalsium berupa jenis dan berat makanan dalam gram/URT dikonversi dalam nilai gizi (protein dan kalsium) dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) sehingga dapat diketahui kandungan protein dan kalsium masing-masing bahan makanan. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 1994):

(20)

Kgij = (Bj/100) x Gij x (BDD/100) Keterangan:

Kgij = Penjumlahan zat gizi i dari setiap bahan makanan/pangan yang dikonsumsi

Bj = Berat bahan makanan j (gram)

Gij = Kandungan zat gizi I dari bahan makanan j BDD = Persen bahan makanan j yang dapat dimakan

Uji korelasi pearson digunakan untuk menganalisis hubungan antara frekuensi minum susu, jumlah konsumsi susu, total protein, protein hewani, kalsium susu dan non susu dengan tinggi badan. Uji independent t-test digunakan untuk mengetahui perbedaan tinggi badan antara anak yang minum susu setiap hari dan tidak. Tinggi badan yang dianalisis korelasi dan uji beda adalah tinggi badan anak dalam cm. Uji regresi linier digunakan untuk menganalisis variabel yang berpengaruh terhadap tinggi badan.

Definisi Operasional

Contoh adalah siswa taman kanak-kanak Aliya dan Mexindo yang digunakan dalam penelitian dan berada di lokasi penelitian.

Karakteristik contoh adalah keadaan contoh yang meliputi usia, status TB/U, dan jenis kelamin.

Karakteristik keluarga adalah keadaan keluarga contoh yang meliputi pekerjaan, besar keluarga, pendidikan, dan pendapatan.

Status tinggi badan adalah status gizi anak yang diukur menggunakan indikator

z-score status gizi TB/U.

Besar keluarga adalah banyaknya individu yang tinggal dalam satu rumah dan hidup dari sumber penghasilan yang sama. Besar keluarga di kategorikan menjadi keluarga kecil (≤ 4 orang), keluarga sedang (5-6 orang), dan keluarga besar (≥ 7 orang).

Jenis pekerjaan orangtua adalah pekerjaan atau mata pencaharian orangtua contoh yang dikelompokkan menjadi PNS, swasta, wiraswasta, buruh, TNI/Polri, dan ibu rumah tangga (hanya ibu).

Tingkat pendidikan orangtua adalah Jenjang pendidikan terakhir yang diikuti orangtua contoh, yang dikelompokkan menjadi tidak sekolah, SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/sederajat, dan Perguruan Tinggi.

Pendapatan keluarga adalah besarnya penghasilan keluarga yang diperoleh baik dari ayah, ibu maupun anggota keluarga lain yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga (rupiah/bulan). Pendapatan dikelompokkan menjadi < Rp 2.000.000, Rp 2.000.000-3.000.000, Rp 3.000.000-5.000.000, dan > Rp 5.000.000.

Tinggi badan adalah ukuran antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal yang diukur menggunakan microtoise dengan ketelitian 0.1 cm.

Konsumsi susu adalah jumlah, jenis, dan frekuensi konsumsi susu yang dinyatakan dalam ml/hari dan dikumpulkan menggunakan FFQ semi kuantitatif.

(21)

10

Pola konsumsi pangan sumber protein adalah kebiasaan mengonsumsi pangan sumber protein yang meliputi jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi.

Pola konsumsi pangan sumber kalsium adalah kebiasaan mengonsumsi pangan sumber kalsium yang meliputi jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Taman Kanak-kanak

Taman kanak-kanak yang menjadi tempat penelitian ini adalah TK Mexindo dan Aliya. TK Mexindo yang terletak di Jalan Malabar No 4, Kelurahan Tegal Mangga, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Jawa Barat. Sementara itu, TK Aliya terletak di Jalan Gardu Raya RT 03 RW 11 Bubulak, Bogor Barat.

TK Mexindo yang berdiri pada tahun 1965 dan juga beroperasi pada tahun yang sama ini merupakan satu-satunya TK yang berstatus negeri di kota Bogor. Posisi TK Mexindo ini cukup strategis, karena sebelah utara berbatasan dengan Rumah sakit PMI Bogor, sebelah selatan dan barat berbatasan dengan perkampungan penduduk, dan sebelah timur berbatasan dengan Kampus Pasca Sarjana IPB. Jumlah murid yang terdaftar di TK ini yaitu 250 orang, yang terdiri atas kelompok A sebanyak 75 orang, dan kelompok B sebanyak 125 orang. TK ini dikepalai oleh Siti Sofiah. Jumlah tenaga kependidikan di TK Mexindo adalah sebanyak 9 orang guru PNS, 2 orang guru honor, dan 4 orang tenaga non guru. TK Mexindo memiliki fasilitas yang cukup lengkap, antara lain 8 ruang kelas, ruang kepala sekolah, ruang guru, perpustakaan, UKS, aula, area berkebun, arena bermain, kolam renang, dan toilet.

TK Aliya merupakan bagian unit pendidikan Sekolah Islam Terpadu (SIT) Aliya dari Yayasan Aliya yang didirikan pada akhir tahun 2001. Bagian unit pendidikan yayasan Aliya ini selain TKIT Aliya, juga terdapat PGIT Aliya dan SDIT Aliya yang terletak dalam satu lokasi dengan luas bangunan 1.205,75 m2 dan luas tanah 10.000 m2. Adapun visi dari TK Aliya adalah mencetak generasi Qur’ani yang cerdas dan beriman sehingga mampu menjadi aset unggulan bangsa di bidang pendidikan islam. Taman kanak-kanak islam terpadu yang dikepalai oleh Ir. Ani Anggraeni M.Pd ini memiliki lingkungan pembelajaran yang baik dan mencetak banyak prestasi, antara lain juara 1 Gugus TK tingkat Provinsi Jawa Barat dan 10 besar Gugus TK tingkat nasional. Jumlah keseluruhan murid di sekolah ini yaitu 150 orang dan jumlah guru yang dimiliki yaitu 17 guru termasuk guru PGIT. Fasilitas sekolah ini cukup lengkap, antara lain memiliki ruang kelas dengan luas 7m x 8 m, ruang perpustakaan, ruang role play, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang Tata Usaha, Kamar mandi/WC, pos satpam, area bermain, area olahraga, area berkebun dan beternak (kandang dan kolam ikan), area parkir, dan kantin.

(22)

Karakteristik Anak dan Keluarga

Sebesar 47.8% anak berjenis kelamin perempuan, dan sebesar 52.2% anak berjenis kelamin laki-laki. Rata-rata umur anak adalah 5.6±0.5 tahun. Sebagian besar anak berstatus gizi normal berdasarkan tinggi badan menurut umur (TB/U) (97.0%), namun terdapat anak yang memiliki status pendek (3.0%) (Tabel 2). Prevalensi stunting ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan prevalensi nasional dan DKI Jakarta. Data Riskesdas menunjukkan bahwa prevalensi stunting

nasional adalah 35.6%, sedangkan prevalensi stunting di Jakarta adalah 28.6% (Kemenkes 2010).

Rata-rata tinggi badan anak adalah 113.0±5.0 cm. Tinggi badan minimum anak secara keseluruhan adalah 97.5 cm, sedangkan tinggi badan maksimum adalah 130.0 cm. Tinggi badan merupakan ukuran antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Dalam keadaan normal tinggi badan tumbuh bersamaan dengan bertambahnya umur. Tinggi badan menurut umur atau panjang menurut umur (TB/U atau PB/U) adalah capaian ukuran pertumbuhan linear yang dapat digunakan sebagai indeks status gizi atau kesehatan masa lalu (Gibson 2005).

Pendidikan ayah sebagian besar menamatkan perguruan tinggi (80.1%) dan SMA (17.6%). Begitu pula dengan pendidikan ibu, sebagian besar adalah perguruan tinggi (75.0%) dan SMA (22.8%) (Tabel 2). Tingkat pendidikan ikut menentukan mudah tidaknya seseorang menerima suatu pengetahuan. Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor penting yang ikut menentukan keadaan gizi anak. Ada dua sisi kemungkinan hubungan tingkat pendidikan orang tua dengan keadaan gizi anak yaitu, tingkat pendidikan ayah secara langsung atau tidak langsung menentukan keadaan ekonomi keluarga, dan pendidikan ibu disamping modal utama dalam perekonomian rumah tangga juga berperanan dalam menyusun pola makanan untuk rumah tangga (Tarwotjo et al. 1988;Sunandar 2002).

Sebagian besar anak tergolong dalam keluarga kecil dengan jumlah anggota keluarga ≤ 4 orang (73.5%) (Tabel 2). Menurut BKKBN (1998) besar rumah tangga adalah jumlah anggota keluarga yang terdiri dari suami, isteri, anak, dan anggota keluarga lainnya yang tinggal bersama. Banyak sedikitnya anggota keluarga berhubungan dengan distribusi makanan dalam suatu keluarga (Suhardjo 1989).

Sebagian besar pekerjaan ayah adalah pegawai swasta (44.1%), sedangkan pekerjan ibu sebagian besar adalah sebagai ibu rumah tangga (48.5%) (Tabel 2). Pekerjaan dalam arti luas adalah aktifitas utama yang dilakukan oleh manusia, dalam arti sempit istilah pekerjaan digunakan untuk suatu tugas atau kerja yang menghasilkan uang bagi seseorang (Wales 2009). Pekerjaan yang baik tentu akan memberikan penghasilan atau pendapatan yang baik pula sehingga keluarga dapat mencukupi kebutuhan akan pangan dan kesehatan anggota keluarganya. Pekerjaan seseorang akan berkaitan dengan tingkat pendapatan yang diperolehnya (Suranadi & Chandradewi 2008).

Sebagian besar keluarga mempunyai pendapatan dengan golongan > Rp 5.000.000,- (56.6%). Menurut Martianto dan Ariani (2004) tingkat pendapatan seseorang akan berpengaruh terhadap jenis dan jumlah bahan pangan yang dikonsumsinya. Sesuai dengan Hukum Bennet, semakin tinggi pendapatan maka

(23)

12

kualitas bahan pangan yang dikonsumsi pun semakin baik yang tercermin dari perubahan pembelian bahan pangan yang harganya murah menjadi bahan pangan yang harganya lebih mahal dengan kualitas yang lebih baik.

Tabel 3 Sebaran anak berdasarkan karakteristik anak dan keluarga

Variabel n % Jenis Kelamin Laki-laki 71 52.2 Perempuan 65 47.8 Total 136 100.0 Umur (tahun) Rata-rata±SD 5.6±0.5 min;max 4.3;7.0

Status gizi berdasarkan TB/U

Normal 132 97.0

Pendek 4 3.0

Total 136 100.0

Tinggi badan rata-rata±SD (cm) 113.0±5.0

Min;maks (cm) 75.5;130.0 Pendidikan Ayah Tidak sekolah 0 0.0 SD/Sederajat 1 0.7 SMP/Sederajat 2 1.5 SMA/Sederajat 24 17.6 Perguruan Tinggi 109 80.1 Total 136 100.0 Pendidikan Ibu Tidak sekolah 0 0.0 SD/Sederajat 0 0.0 SMP/Sederajat 3 2.2 SMA/Sederajat 31 22.8 Perguruan Tinggi 102 75.0 Total 136 100.0 Besar Keluarga

Keluarga kecil (≤4 orang) 100 73.5 Keluarga sedang (5-7 orang) 33 24.3 Keluarga Besar (>7 orang) 3 2.2

Total 136 100.0 Pekerjaan Ayah PNS 29 21.3 Wiraswasta 30 22.1 TNI/Polri 4 2.9 Pegawai swasta 60 44.1 Buruh 3 2.2 Lainnya 10 7.4 Total 136 100.0 Pekerjaan Ibu PNS 23 16.9 Wiraswasta 8 5.9 IRT 66 48.5 Pegawai swasta 30 22.1 Buruh 0 0 Lainnya 9 6.6 Total 136 100.0 Pendapatan (Rupiah/bulan) < 2.000.000 1 0.7 2.000.000-3.000.000 18 13.2 3.000.000-5.000.000 40 29.4 >5.00.000 77 56.6 Total 136 100.0

(24)

Kebiasaan Konsumsi Susu

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar anak (83.1%) terbiasa minum susu setiap hari dan 16.9% anak yang tidak terbiasa minum susu setiap hari. Sebagian besar anak yang mempunyai kebiasaan minum susu setiap hari berstatus gizi normal berdasarkan tinggi badan menurut umur (TB/U) (84.1%). Sementara itu, setengah dari anak yang berstatus pendek mempunyai kebiasaan minum susu setiap hari dan setengahnya tidak terbiasa minum susu setiap hari (Tabel 4).

Susu merupakan sumber protein yang berkualitas tinggi. Susu mengandung sejumlah asam amino yang sangat diperlukan. Susu menyediakan dalam jumlah yang besar dari berbagai vitamin, khususnya vitamin B12, riboflavin, folat dan vitamin A. Selain itu, susu juga mengandung vitamin D. Susu dan produk-produknya umumnya kaya sumber kalsium karena memiliki kandungan kalsium tinggi per porsi dan bioavailabilitasnya tinggi (Lawrence 2007). Menghindari susu dapat berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan tulang (Hardinsyah et al. 2008).

Tabel 4 Sebaran kebiasaan minum susu setiap hari berdasarkan TB/U

TB/U Ya Tidak Total

n % n % n %

Normal 111 84.1 21 15.9 132 100.0

Pendek 2 50.0 2 50.0 4 100.0

Total 113 83.1 23 16.9 136 100.0

Rata-rata frekuensi konsumsi susu anak yang minum susu setiap hari adalah 21.41±9.73 kali/minggu, sedangkan anak yang tidak setiap hari minum susu rata-rata mengonsumsi susu 2.73±1.77 kali/minggu. Frekuensi konsumsi susu minimal pada anak secara keseluruhan adalah 0.25 kali/minggu dan maksimal 49 kali/minggu. Sementara itu, rata-rata jumlah konsumsi susu anak yang setiap hari minum susu adalah 595.23±295.41 mL/hari, sedangkan yang tidak setiap hari minum susu adalah 63.87±42.79 mL/hari, dan minimal susu yang dikonsumsi sebesar 4.17 mL/hari dan maksimal 1400 mL/hari (Tabel 5). Anak sebaiknya mengonsumsi susu 1-2 gelas per hari. Konsumsi susu berlebih dapat mengakibatkan nafsu makan menurun.

Tabel 5 Sebaran rata-rata frekuensi dan jumlah konsumsi susu berdasarkan kebiasaan minum susu setiap hari

Kebiasaan minum susu setiap hari

Rata-rata±SD Frekuensi konsumsi susu

(kali/minggu)

Jumlah konsumsi susu (mL/hari)

Ya 21.41±9.73 595.23±295.41

Tidak 2.73±1.77 63.87±42.79

(25)

14

Tabel 6 Sebaran kebiasaan minum susu setiap hari berdasarkan karakteristik keluarga

Karakteristik keluarga

Kebiasaan minum susu setiap hari Total

Ya Tidak n % n % n % Pendidikan Ayah SD/Sederajat 1 0.9 0 0.0 1 0.7 SMP/Sederajat 2 1.8 0 0.0 2 1.5 SMA/Sederajat 21 18.6 3 13.1 24 17.6 Perguruan Tinggi 89 78.7 20 86.9 109 80.2 Total 113 100.0 23 100.0 136 100.0 Pendidikan Ibu SMP/Sederajat 3 2.7 0 0.0 3 2.2 SMA/Sederajat 25 22.1 6 26.1 31 22.8 Perguruan Tinggi 85 75.2 17 73.9 102 75.0 Total 113 100.0 23 100.0 136 100.0 Besar Keluarga

Keluarga kecil (≤4 orang) 83 73.4 17 73.9 100 73.5 Keluarga sedang (5-7

orang)

28 24.8 5 21.7 33 24.3 Keluarga Besar (>7 orang) 2 1.8 1 4.4 3 2.2

Total 113 100.0 23 100.0 136 100.0 Pekerjaan Ayah PNS 25 22.1 4 17.4 29 21.3 Wiraswasta 24 21.2 6 26.1 30 22.1 TNI/Polri 4 3.5 0 0.0 4 3.0 Pegawai swasta 50 44.3 10 43.5 60 44.1 Buruh 3 2.7 0 0.0 3 2.2 Lainnya 7 6.2 3 13.0 10 7.3 Total 113 100.0 23 100.0 136 100.0 Pekerjaan Ibu PNS 17 15.1 6 26.1 23 16.9 Wiraswasta 8 7.1 0 0.0 8 5.9 IRT 57 50.4 9 39.1 66 48.5 Pegawai swasta 24 21.2 6 26.1 30 22.1 Buruh 0 0.0 0 0.0 0 0.0 Lainnya 7 6.2 2 8.7 9 6.6 Total 113 100.0 23 100.0 136 100.0 Pendapatan (Rupiah/bulan) < 2.000.000 1 0.9 0 0.0 1 0.7 2.000.000-3.000.000 13 11.5 5 21.7 18 13.3 3.000.000-5.000.000 32 28.3 8 34.8 40 29.4 >5.000.000 67 59.3 10 43.5 77 56.6 Total 113 100.0 23 100.0 136 100.0

Berdasarkan Tabel 5 di atas, tingkat pendidikan ayah dan ibu pada anak yang mempunyai kebiasaan minum susu setiap hari maupun yang tidak, sebagian besar adalah perguruan tinggi, namun dapat dilihat bahwa ada kecenderungan pendidikan ibu yang tamat perguruan tinggi sedikit lebih banyak pada kelompok anak yang setiap hari minum susu (75.2%) dibandingkan dengan kelompok anak yang tidak setiap hari minum susu (73.9%). Menurut Ariningsih (2005), semakin

(26)

tinggi tingkat pendidikan orangtua maka konsumsi susu dan produk-produk olahan susu semakin meningkat dan hasil penelitian Fitriani (2011) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi susu di Jawa Timur menemukan bahwa pendidikan kepala rumah tangga mempengaruhi pengeluaran rumah tangga dalam konsumsi susu. Sebagian besar anak yang mempunyai kebiasaan minum susu setiap hari maupun yang tidak, berasal dari keluarga kecil (73.4% dan 73.9%), pekerjaan ayah sebagai pegawai swasta (44.3% dan 43.5%), pekerjaan ibu sebagai ibu rumah tangga (50.4% dan 39.1%).

Sebanyak 59.3% kelompok anak yang setiap hari minum susu mempunyai pendapatan keluarga >Rp 5.000.000,- per bulan, hal yang sama ditemui pada kelompok anak yang tidak setiap hari minum susu (45.3%). Dapat dilihat bahwa ada kecenderungan besar pendapatan keluarga >Rp 5.000.000,- per bulan sedikit lebih banyak pada kelompok anak yang setiap hari minum susu daripada anak yang tidak setiap hari minum susu. Sesuai dengan hasil penelitian Ibrahim (2013), bahwa terdapat hubungan positif yang siginifikan antara pendapatan dengan sikap gizi ibu dan jumlah susu yang dikonsumsi setiap hari. Menurut Destriana (2005), tingginya pendapatan yang diperoleh seseorang memiliki hubungan yang nyata dengan perilaku konsumsi susu.

Rata-rata frekuensi minum susu anak sebesar 18.74±12.35 kali/minggu. Sebanyak 37 anak (28.0%) yang berstatus gizi normal berdasarkan TB/U mempunyai frekuensi minum susu lebih dari 21 kali/minggu, namun terdapat anak yang berstatus normal (4.5%) mempunyai frekuensi minum susu yang kurang dari satu kali/minggu. Sementara itu, separuh dari anak yang berstatus pendek mempunyai frekuensi minum susu 1-7 kali/minggu (Tabel 7). Susu merupakan bahan pangan dengan kandungan kalsium tinggi yang diperlukan oleh tubuh. Oleh karena itu mengonsumsi susu secara rutin sangat disarankan agar kebutuhan kalsium terpenuhi (Lawrence 2007).

Tabel 7 Sebaran frekuensi konsumsi susu/minggu berdasarkan TB/U

TB/U <1 1-7 8-14 15-21 >21 Total n % n % n % n % n % n % Normal 6 4.5 25 18.9 35 26.5 29 22.0 37 28.0 132 100.0 Pendek 0 0.0 2 50.0 1 25.0 0 0.0 1 25.0 4 100.0 Total 6 4.4 27 19.9 36 26.5 29 21.3 38 27.9 136 100.0 Rata-rata ± SD 18.74 ± 12.35

Sebagian besar anak mulai terbiasa minum susu lebih dari 2 tahun terakhir (95.6%) dan hanya 4.4% anak yang baru terbiasa minum susu 1 tahun terakhir. Hampir semua anak (96.2%) yang berstatus gizi normal berdasarkan tinggi badan menurut umur (TB/U) terbiasa minum susu lebih dari dua tahun terakhir. Begitu pula anak yang berstatus pendek, tiga perempatnya mulai terbiasa minum susu lebih dari dua tahun terakhir (Tabel 8). Khomsan et al. (2012) menyatakan bahwa kebiasaan minum susu sebaiknya ditanamkan sejak balita. Penelitian yang dilakukan Zulianti (2007) tentang hubungan konsumsi pangan sumber kalsium dengan tinggi badan dan densitas tulang remaja menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang nyata antara lamanya kebiasaan minum susu dengan tinggi badan. Konsumsi susu pada saat anak-anak berhubungan positif dengan tinggi badan pada saat remaja dan dewasa (Wiley 2005).

(27)

16

Tabel 8 Sebaran mulai terbiasa minum susu berdasarkan TB/U TB/U Baru-baru ini 1 tahun terakhir >2 tahun terakhir Total

n % n % n % n %

Normal 0 0.0 5 3.8 127 96.2 132 100.0

Pendek 0 0.0 1 25.0 3 75.0 4 100.0

Total 0 0.0 6 4.4 130 95.6 136 100.0

Sebagian besar anak (55.5%) mengonsumsi susu bubuk (Tabel 9). Berdasarkan bentuk fisiknya, susu terdiri dari beberapa jenis, yaitu susu segar, susu kental manis, dan susu bubuk. Setiap jenis susu memiliki kandungan kalsium yang berbeda-beda setiap gramnya, sehingga jenis susu dapat mempengaruhi jumlah kalsium yang masuk ke dalam tubuh.

Tabel 9 Sebaran anak berdasarkan jenis susu yang dikonsumsi

Jenis susu n %

Susu Bubuk 101 55.5

Susu Cair 65 35.7

Susu Kental manis 15 8.2

Susu bubuk kedelai 1 0.5

Keterangan: Responden dapat memilih lebih dari satu jenis susu

Konsumsi Pangan Sumber Protein dan Kalsium

Konsumsi Pangan Sumber Protein

Rata-rata susu yang dikonsumsi anak sebesar 497.31±340.65 ml/hari dan memberikan kontribusi protein sebesar 18.68±13.66 g. Jumlah tersebut merupakan jumlah yang paling besar dibandingkan dengan kelompok pangan lain, sedangkan konsumsi kelompok pangan hewani (non susu) sebesar 108.11±42.13 g/hari dan memberikan sumbangan protein sebesar 13.77±5.80 g (Tabel 10). Soehardi (2004) menyatakan bahwa susu kaya akan karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan garam mineral serta air. Lawrence (2007) juga menambahkan bahwa susu merupakan sumber protein yang berkualitas tinggi.

Rata-rata konsumsi kacang-kacangan dan olahan serta serealia masing-masing sebesar 57.20±41.47 g/hari dan 307.32±47.66 g/hari. Kedua kelompok pangan ini memberikan sumbangan protein yang hampir sama, yaitu masing 7.42±6.87 g dan 7.07±1.22 g (Tabel 10). Rata-rata konsumsi dari masing-masing jenis pangan disajikan dilampiran 2. Serealia mengandung protein yang relatif rendah, tetapi karena dimakan dalam jumlah yang banyak maka memberikan kontribusi terhadap asupan protein sehari yang cukup besar (Almatsier 2004).

Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh, karena zat ini disamping berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur, protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur C, H, O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Groff dan Gropper (1999) juga menambahkan bahwa pentingnya protein dalam gizi dan kesehatan tidak

(28)

diragukan lagi. Protein termasuk salah satu zat gizi yang esensial karena terdiri dari asam amino yang tidak dapat dihasilkan oleh tubuh dan harus dikonsumsi dari luar.

Klasifikasi protein berdasarkan sumbernya dapat dibedakan menjadi protein hewani dan protein nabati. Sumber protein hewani dapat berbentuk daging dan alat-alat dalam seperti hati, pankreas, ginjal, paru, jantung , jeroan. Susu dan telur termasuk pula sumber protein hewani yang berkualitas tinggi. Ikan, kerang-kerangan dan jenis udang merupakan kelompok sumber protein yang baik (Sediaoetama 1991). Sumber protein nabati meliputi kacang-kacangan dan biji-bijian seperti kacang kedelai, kacang tanah, kacang hijau, kacang koro, kelapa dan lain-lain.

Konsumsi Pangan Sumber Kalsium

Rata-rata asupan kalsium anak yang merupakan kontribusi dari susu adalah sebesar 715.63±514.80 mg (Tabel 10). Jumlah tersebut merupakan jumlah kontribusi kalsium yang paling besar dibandingkan dengan kelompok pangan lain. Minum susu sangat baik dilakukan sebagai upaya memenuhi kebutuhan gizi sehari-hari. Susu adalah sumber protein yang juga kaya akan mineral khususnya kalsium (Khomsan et al. 2012).

Rata-rata konsumsi pangan hewani non susu anak lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi kacang-kacangan dan olahan. Meskipun demikian, kontribusi kalsium dari kacang-kacangan dan olahan lebih tinggi (71.68±52.41 mg/hari) daripada pangan hewani non susu (51.39±36.32 mg/hari) (Tabel 10). Menurut Almatsier (2004), kacang-kacangan dan olahannya memiliki kandungan kalsium yang cukup tinggi.

Tabel 10 juga menunjukkan rata-rata konsumsi produk olahan susu (15.90±17.10 g/hari) dan sayuran (20.80±17.55 g/hari). Produk olahan susu (keju, yoghurt, es krim) memberikan kontribusi kalsium yang lebih tinggi dibandingkan sayuran walaupun dikonsumsi dalam jumlah yang kecil. Hal ini karena susu dan olahan susu merupakan pangan yang memiliki kalsium tinggi (Lawrence 2007). Almatsier (2004) juga menambahkan bahwa sumber utama kalsium dalam makanan terdapat pada susu dan hasil olahnya, seperti keju dan yogurt.

Total asupan kalsium anak sebesar 894.60±457.59mg (Tabel 10). Jumlah ini sudah mencukupi kebutuhan kalsium pada anak. Institute of medicine (IOM) menyatakan bahwa rata-rata kebutuhan kalsium adalah sebesar 800 mg untuk anak kelompok umur 4-8 tahun. Sedangkan menurut WNPG (2004) angka kecukupan kalsium yang dianjurkan adalah sebesar 500 mg/hari untuk kelompok umur 4-6 tahun. Almatsier et al. (2011) menyatakan bahwa anak memerlukan kalsium dua sampai empat kali lebih besar per unit berat badan dibandingkan orang dewasa. Asupan kalsium rendah memperlambat laju pertumbuhan dan mineralisasi tulang dan gigi. Berikut disajikan Tabel rata-rata konsumsi pangan sumber kalsium.

(29)

18

Tabel 10 Rata-rata konsumsi pangan sumber protein dan kalsium Kelompok pangan sumber

kalsium Konsumsi pangan (g/hari) Asupan protein (g) Asupan kalsium (mg) Susu 497.31±340.65* 18.68±13.66 715.63±514.80 Produk olahan susu 15.90±17.10 0.75±0.98 35.39±33.89 Pangan hewani non susu 108.11±42.13 13.50±5.80 51.39±36.32 Kacang-kacangan dan olahan 57.20±41.47 7.42±6.87 71.68±52.41

Sayuran 20.80±17.55 0.35±0.32 23.06±24.45

Serealia 307.32±47.66 7.07±1.22 20.60±4.80

Total 46.40±13.72 894.60±457.59

*mL/hari

Hubungan Konsumsi Susu dengan Tinggi Badan

Uji korelasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara frekuensi dan jumlah konsumsi susu dengan tinggi badan (p<0.05) (Tabel 11). Susu merupakan salah satu jenis minuman yang menyehatkan karena kandungan gizinya yang lengkap dan mengandung semua asam amino esensial dalam jumlah yang cukup (Winarno 1993). Banyak komponen susu yang dapat berpotensi mempengaruhi pertumbuhan linier pada anak-anak, diantaranya protein, kalsium susu dan insulin-like growth factor-1 (IGF-1). IGF-1 terlibat dalam metabolisme kalsium dan fosfat, dan memberikan kontribusi untuk proliferasi osteoblas, diferensiasi, dan pembentukan matriks (Kelly et al. 2003). Playford et al. (2000) menambahkan bahwa IGF-1 berperan dalam sintesis protein di dalam jaringan tulang. IGF-1 terdapat di dalam ASI dan susu sapi, dan keberadaannya lebih tinggi pada susu sapi dibandingkan ASI. IGF-1 juga relatif stabil terhadap panas dan kondisi asam. Studi yang dilakukan Clemens et al. (2010) menunjukkan bahwa asupan susu pada anak-anak dan dewasa secara positif berkaitan dengan tingkat sirkulasi IGF-1 yang lebih tinggi. Menurut Hoppe et al. (2004) konsumsi susu berhubungan positif dengan konsentrasi IGF-1dan tinggi badan. Peningkatan konsumsi susu dari 200 ml menjadi 600 ml/hari berkaitan dengan peningkatan 30% sirkulasi IGF-1, sehingga susu memiliki efek merangsang konsentrasi IGF-1 dan pertumbuhan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Zulianti (2007) tentang hubungan konsumsi pangan sumber kalsium dengan tinggi badan yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara frekuensi minum susu dan jumlah susu yang dikonsumsi dengan tinggi badan. Susu dan produk olahannya mengandung cukup banyak kalsium yang diperlukan oleh tubuh. Susu dan produk olahannya mengandung cukup banyak kalsium yang diperlukan oleh tubuh. Mengkonsumsi susu secara rutin sangat disarankan agar kebutuhan kalsium terpenuhi (Lawrence 2007).

Hasil ini juga sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan Wiley (2009) pada anak-anak usia pra sekolah di Amerika Serikat yang menunjukkan adanya hubungan positif antara konsumsi susu dan tinggi badan. Penelitian lain juga dilakukan oleh Wiley tentang sejarah konsumsi susu sapi menunjukkan adanya hubungan yang positif antara konsumsi susu dengan pertumbuhan linier pada anak-anak dan dewasa (Wiley 2011). Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Do et al. (2009) pada anak sekolah di pedesaan Vietnam dengan melakukan

(30)

intervensi susu regular dan fortifikasi menunjukkan bahwa terjadi peningkatan berat dan tinggi badan, serta penurunan kejadian underweight dan stunting hingga 10 persen.

Uji beda independent t-test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tinggi badan yang signifikan antara anak yang setiap hari minum susu dan yang tidak setiap hari minum susu (p<0.05). Rata-rata tinggi badan anak yang setiap hari minum susu adalah 114.02±4.84 cm, sedangkan anak yang tidak setiap hari minum susu memiliki rata-rata tinggi badan 109.81 ± 4.46 cm. Artinya anak yang setiap hari minum susu memiliki ± 4.21 cm lebih tinggi daripada anak yang tidak minum susu setiap hari. Penelitian longitudinal tentang efek konsumsi susu terhadap tinggi dan berat badan anak menunjukkan bahwa anak yang mengonsumsi susu >500 ml perhari secara signifikan lebih tinggi dibandingkan anak yang mengonsumsi susu <500 ml perhari (Okada 2004).

Hubungan Asupan Kalsium Susu dan Non Susu dengan Tinggi Badan

Uji korelasi menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara asupan kalsium susu dengan tinggi badan (p<0.05), namun asupan kalsium non susu tidak berhubungan dengan tinggi badan (p>0.05) (Tabel 11). Asupan kalsium susu yang dimaksud ini adalah kalsium yang terdapat dalam susu dan produk olahan susu yang dikonsumsi anak. Kalsium mempunyai peranan yang penting dalam tubuh, yaitu dalam pembentukan tulang dan gigi, serta pengaturan fungsi sel pada cairan ekstraseluler dan intraseluler, seperti untuk transmisi saraf, kontraksi otot, penggumpalan darah, dan menjaga permeabilitas membran sel. Selain itu, kalsium juga mengatur kerja hormon dan merupakan faktor pertumbuhan (Almatsier 2004).

Tidak adanya hubungan antara kalsium non susu dengan tinggi badan disebabkan karena asupan kalsium dari non susu hanya bagian dari total asupan kalsium. Pangan sumber kalsium yang berasal dari nabati, seperti serealia, kacang-kacangan dan hasil olahan, tahu dan tempe, dan sayuran hijau mengandung banyak zat yang menghambat penyerapan kalsium seperti serat, fitat, dan oksalat (Almatsier 2004).

Hubungan Asupan Protein dengan Tinggi Badan

Uji korelasi menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara total asupan protein dan protein hewani dengan tinggi badan (p<0.05) (Tabel 11). Pertumbuhan anak tidak menurut potensialnya, atau dengan kata lain mengalami kependekan disebabkan kurangnya protein yang dikonsumsi. Protein digunakan sebagai zat energi, sehingga anak-anak yang kekurangan protein otot-ototnya menjadi lembek dan rambut menjadi mudah rontok. Anak-anak yang berasal dari tingkat sosial ekonomi menengah ke atas rata-rata lebih tinggi daripada yang berasal dari keadaan ekonomi rendah (Almatsier 2004), dikarenakan konsumsi protein anak sosial ekonomi menengah ke atas lebih terpenuhi nilai gizinya. Pertumbuhan atau penambahan otot hanya mungkin bila tersedia asam amino yang sesuai termasuk untuk pemeliharaan dan pertumbuhan.

(31)

20

Pertumbuhan terdiri atas proses dan perubahan yang kompleks di dalam tubuh. Terdapat peningkatan tinggi, ukuran dan proporsi dari individu serta perubahan jaringan, sehingga menyebabkan perubahan komposisi tubuh. Pertumbuhan linier merupakan ukuran yang berhubungan dengan tinggi (panjang) atau stature dan merefleksikan pertumbuhan skeletal. Pertumbuhan linier tak lepas dari peran hormon insulin, hormon tiroid, hormon pertumbuhan dan insulin-like growth factors (IGF). Selain itu asupan protein yang cukup juga diperlukan (Jackson 2007).

Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik dan kaya akan protein yang bermutu tinggi. Mutu protein bahan makanan hewani lebih tinggi dari makanan nabati. Protein hewani pada umumnya mempunyai susunan asam amino yang paling sesuai untuk kebutuhan manusia (Almatsier 2004).

Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Wiley (2009) yang menunjukkan bahwa susu berpengaruh terhadap pertumbuhan melalui kalsium dan atau IGF-1, dimana kalsium memiliki hubungan yang positif dengan tinggi badan, sedangkan protein tidak berhubungan dengan tinggi badan. Neumann et al.

(2003) menyatakan bahwa sumber pangan hewani dapat meningkatkan kualitas asupan diet, status mikronutrien, pertumbuhan, dan perkembangan kognitif pada anak.

Tabel 11 Hubungan frekuensi minum susu, jumlah konsumsi susu, total protein, protein hewani, kalsium susu dan non susu dengan tinggi badan

Variabel Frekuensi minum susu (x/minggu) Jumlah konsumsi susu (mL/hari) Total protein (g/hari) Protein hewani (g/hari) Kalsium susu (mg/hari) Kalsium non susu (mg/hari) Tinggi Badan (cm) Frekuensi minum susu (x/minggu) 1.00 Jumlah konsumsi susu (mL/hari) 0.580** 1.00 Total protein (g/hari) 0.470** 0.444** 1.00 Protein hewani (g/hari) 0.645** 0.569** 0.860** 1.00 Kalsium susu (mg/hari) 0.783** 0.770** 0.598** 0.828** 1.00 Kalsium non susu (mg/hari) -0.116 -0.039 0.444** 0.086 -0.127 1.00 Tinggi badan (cm) 0.335** 0.300** 0.292** 0.395** 0.423** -0.117 1.00 *p<0.01

(32)

Variabel yang Berpengaruh terhadap Tinggi Badan

Analisis regresi linier dilakukan untuk mengetahui variabel yang paling berhubungan dengan tinggi badan. Pada uji regresi linier, variabel yang akan dianalisis harus memenuhi syarat uji asumsi klasik, antara lain data terdistribusi normal dan tidak terdapat multikolinieritas antar variabel independen. Uji normalitas menunjukkan bahwa variabel yang akan dianalisis regresi linier yang terdiri atas, frekuensi minum susu, jumlah konsumsi susu, kalsium susu, dan protein total tidak terdistribusi normal, sehingga data tersebut dibuat mendekati normal dengan menggunakan fungsi logaritma normal (Ln). Uji multikolinieritas juga menunjukkan bahwa terdapat multikolinieritas antar variabel jumlah konsumsi susu dan kalsium susu, sehingga dibuat dua model persamaan. Persamaan pertama terdiri atas variabel frekuensi minum susu (LnFMS), jumlah konsumsi susu (LnJKS), dan total protein (LnP), sedangkan persamaan kedua terdiri atas variabel kalsium susu (LnK) dan total protein (LnP). Adapun kedua model regresi tersebut adalah sebagai berikut:

(1) TB = 99.228+0.214LnFMS+1.429LnJKS+1.357LnP (r=0.419) (2) TB = 98.465+1.830LnK+0.889LnP (r=0.426) Setelah dilakukan analisis, persamaan kedua memiliki nilai R yang lebih tinggi. Oleh karena itu, persamaan kedua yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui variabel yang paling berpengaruh terhadap tinggi badan.

Berdasarkan hasil uji regresi linier berganda diperoleh nilai signifikansi sebesar 0.000 (p<0.05), artinya bahwa variabel bebas yang terdiri dari kalsium susu (LnK) dan total protein (LnP) berpengaruh secara positif signifikan terhadap tinggi badan (TB). Dari nilai AdjustedRsquare menunjukkan nilai sebesar 0.169 (16.9%), artinya bahwa tinggi badan (TB) sebesar 16.9% dipengaruhi oleh kalsium susu dan total protein sedangkan sisanya 83.1% dipengaruhi oleh variabel lain diluar model. Konstanta sebesar 98.465 artinya jika variabel kalsium susu (LnK) dan total protein (LnP) nilainya adalah 0 maka tinggi badan adalah 98.465 cm.

Susu mengandung zat gizi penting yang dibutuhkan untuk formasi tulang dan menopang tinggi badan yang ideal. Protein dan kalsium mempunyai efek langsung terhadap pertumbuhan tinggi badan. Ganong (1990) menambahkan bahwa tinggi badan juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti genetik, regulasi metabolik, asupan zat gizi, aktivitas fisik, gaya hidup, dan olahraga. Faktor genetik merupakan faktor dominan yang menentukan tinggi badan dan densitas tulang. Regulasi metabolik meliputi regulasi fungsi fisiologis, hormon, dan biokimia tubuh. Asupan gizi selain protein dan kalsium, seperti energi dan vitamin merupakan salah satu faktor penting bagi pertumbuhan matriks tulang.

(33)

22

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar anak terbiasa minum susu setiap hari (83.1%). Hampir semua anak mulai terbiasa minum susu lebih dari 2 tahun terakhir. Rata-rata frekuensi minum susu anak sebesar 18.74 kali/minggu dengan rata-rata jumlah susu yang dikonsumsi 497.31±340.65 ml/hari. Sebagian besar anak mengonsumsi susu bubuk. Rata-rata asupan protein dan kalsium anak masing-masing adalah sebesar 46.40±13.72 g/hari dan 894.60±457.59 mg/hari. Prevalensi stunting rendah dikalangan anak yang biasa minum susu (3.0%). Hasil uji korelasi menunjukkan hasil yang signifikan antara frekuensi minum susu, jumlah susu yang dikonsumsi, total protein, protein hewani, dan kalsium susu dengan tinggi badan (p<0.05), sedangkan kalsium non susu tidak menunjukkan hubungan yang signifikan dengan tinggi badan (p>0.05). Hasil uji beda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tinggi badan antara anak yang setiap hari minum susu dan yang tidak setiap hari minum susu (p< 0.05). Anak yang setiap hari minum susu mempunyai ±4.29 cm lebih tinggi daripada anak yang tidak setiap hari minum susu. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa kalsium susu dan total protein berpengaruh terhadap tinggi badan.

Saran

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi susu berhubungan dengan tinggi badan anak, sehingga disarankan kepada para ibu untuk memperhatikan konsumsi susu pada anak. Susu penting sebagai pelengkap makanan anak, karena satu-satunya IGF-1 hanya terdapat dalam susu. Namun, mengonsumsi susu hendaknya tidak berlebihan. Anak sebaiknya mengonsumsi susu 1-2 gelas sehari.

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.

_________, Soetardjo S, Soekatri M. 2011. Gizi Seimbang dalam Daur Kehidupan. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.

Ariningsih E. 2005. Pengaruh faktor-faktor social ekonomi terhadap konsumsi susu dan produk olahan susu. Bogor (ID): Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

BKKBN. 1998. Gerakan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera. Jakarta (ID): Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional.

Clemens RA , Hernell O, Michaelsen KF. 2010. Milk and milk products in human hutrition. Nestlé Nutr Inst Workshop Ser Pediatr Program. 67:79-97.

(34)

Destriana A. 2008. Perilaku konsumsi susu pada konsumen keluarga di Wilayah Babakan Raya Kecamatan Dramaga [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Do TKL, Bui TN, Nguyen CK, Le TH, Nguyen TQN, Nguyen TH, Kiers J, Shigeru Y, Te Biesebeke R. 2009. Impact of milk consumption on performance and health of primary school children in rural Vietnam. Asia pac J Clin Nutr. 18 (3):326-334.

Fitriani A. 2011. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi susu di Jawa Timur dengan menggunakan regresi tobit [Thesis]. ITS.

Ganong WF. 1990. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

Gibson RS. 2005. Principles of nutritional assessment. New York (US): oxford University Press.

Groff JL, Gropper SS. Advanced Nutrition and Human Metabolism. Belmont (US): Thomson Learning.

Hardinsyah, Briawan D. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan.

Bogor (ID): Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Hardinsyah, Damayanthi E, Zulianti W. 2008. Hubungan konsumsi susu dan kalsium dengan densitas tulang dan tinggi badan remaja. Jurnal Gizi dan pangan. 3(1):43-48.

Hartoyo, Sulaeman A, Syarief, dan Yulianti LN. 2007. Dampak konsumsi susu dan pengasuhan terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak 2-5 tahun di kota bogor. Media gizi dan keluarga. 31(2):27-30.

Hoppe C et al. 2004. Animal protein intake, serum insulin-like growth factor I, and growth in healthy 2.5-y-old Danish children 1,2,3. Am J Clin Nutr. 80 (2):447-452.

Hoppe C, Molgaard C, Michaelsen KF. 2006. Cow's milk and linear growth in industrialized and developing countries. Am J Clin Nutr. 26:131-173. Ibrahim. (2013). Pengetahuan dan sikap gizi ibu dengan praktek konsumsi susu

anak sekolah TK [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

IOM [Institute of Medicine]. 2010. Dietary Reference Intakes for Calcium and Vitamin D. Whasington DC (US): National Academies Press.

Jackson A. 2007.Protein: Essentials of Human Nutrition. New York (US): Oxford university press.

Kelly O, Cusack S, Cashman KD. (2003). The effect of bovine whey protein on ectopic bone formation in young growing rats. Br J Nutr. 90:557-564. [Kemendagri] Kementerian Perdagangan. 2012. Tinjauan Pasar Susu Kental

Manis. [Diakses 25 September 2013].

[Kemenkes] Kementerian Kesehatan. 2010. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar Indonesia Tahun 2010. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI.

Khomsan A. 2002. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Bogor (ID): Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian. IPB.

__________. 2004. Peranan Pangan dan Gizi untuk Kualitas Hidup. Jakarta (ID): PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

__________. 2012. Ekologi Masalah Gizi, Pangan, dan Kemiskinan. Bandung (ID): Alfabeta.

(35)

24

Khomsan A, Anwar F, Hernawati N, Suhanda NS, Oktarina. 2012. Tumbuh Kembang dan Pola Asuh Anak. Bogor (ID): IPB Press.

Lawrence AS. 2007. Milk and Milk Product: Essentials of Human Nutrition. New York (US): Oxford university press.

Martianto D, Ariani M. 2004. Analisis Perubahan Konsumsi dan Pola Konsumsi Pangan Masyarakat dalam Dekade Terakhir. Dalam Soekirman et al., editor. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII “Ketahanan Pangan

dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi”; Jakarta 17-19 Mei 2004. Jakarta (ID): LIPI.

Neumann CG et al. 2003. Animal source foods improve dietary quality, micronutrient status, growth and cognitive function in Kenyan school children: background, study design and baseline findings. J. Nutr. 133: 3941S-3949S.

Okada T. 2004. Effect of cow milk consumption on longitudinal height gain in children. Am J. Clin Nutr. 80(4):1088-1089.

Playford RJ, Macdonald CE, Johnson WS. 2000. Colostrum and milk-derived peptide growth factors for the treatment of gastrointestinal disorders. Am J Clin Nutr. 72:5–14.

Sari UK. 2010. Pola konsumsi susu serta pengaruhnya terhadap status gizi anak keluarga peternak sapi perah [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sediaoetama AD. 1991. Ilmu gizi untuk mahasiswa profesi di Indonesia. Jakarta (ID): Dian rakyat.

Sevilla CG et al. 2007. Research Methods. Quezon City: Rex Printing Company. Soehardi S. 2004. Memelihara Kesehatan Jasmani Melalui Makanan. Bandung

(ID): Penerbit ITB.

Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor (ID): Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Sunandar K. 2002. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian asi eksklusif dan status gizi bayi usia 4-6 bulan [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Surandi L, Chandradewi AASP. 2008. Studi tentang karakteristik keluarga dan pola asuh pada balita gizi kurang dan gizi buruk di kabupaten Lombok barat. Jurnal Kesehatan Prima. 2(2):296-303.

Wales J. 2009. Pekerjaan. http://id.wikipedia.org. [Diakses 12 Juli 2013].

Wiley AS. 2005. Does milk make children grow? Relationships between milk consumption and height in NHANES 1999-2002. Am J Human Biol. 17:425–41.

________. 2009. Consumption of milk, but not other dairy products, is associated with height among US preschool children in NHANES 1999-2002. Annals of human biology. 36 (2): 125-138.

________. 2011. Cow milk consumption, insulin-like growth factor-I, and human biology: A life history approach. American Journal of Human Biology. 24(2):130-138.

(36)

Winarno FG. 1993. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.

WNPG [Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi]. 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta (ID): Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Zulianti W. 2007. Hubungan Konsumsi Pangan Sumber Kalsium dengan Tinggi Badan dan Densitas Tulang Remaja [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(37)

26

(38)

Lampiran 1 Frekuensi minum susu anak per minggu No Frekuensi (kali/minggu) No Frekuensi (kali/minggu) No Frekuensi (kali/minggu) No Frekuensi (kali/minggu) 1 21 41 21 81 28 121 21 2 28 42 21 82 2 122 28 3 28 43 28 83 14 123 4 4 21 44 14 84 21 124 2 5 1 45 21 85 21 125 2 6 14 46 2 86 42 126 7 7 14 47 14 87 28 127 14 8 21 48 14 88 35 128 14 9 35 49 35 89 14 129 14 10 1 50 14 90 21 130 1 11 14 51 14 91 28 131 21 12 0.5 52 7 92 4 132 7 13 14 53 28 93 35 133 21 14 35 54 21 94 28 134 0.5 15 14 55 21 95 1 135 35 16 14 56 49 96 7 136 7 17 2 57 21 97 3 18 21 58 28 98 28 19 14 59 14 99 21 20 21 60 21 100 35 21 28 61 21 101 7 22 21 62 14 102 21 23 35 63 35 103 14 24 7 64 21 104 21 25 14 65 14 105 21 26 5 66 14 106 42 27 42 67 7 107 14 28 14 68 35 108 14 29 35 69 5 109 5 30 28 70 14 110 28 31 7 71 7 111 14 32 0.5 72 14 112 49 33 14 73 21 113 28 34 14 74 2 114 14 35 7 75 35 115 28 36 21 76 21 116 35 37 5 77 35 117 14 38 28 78 5 118 35 39 7 79 3 119 35 40 21 80 14 120 14

(39)

28

Lampiran 2 Rata-rata konsumsi pangan sumber protein dan kalsium No Jenis pangan Konsumsi pangan (g) Protein (g) Kalsium (mg)

1 Susu 497.31 18.68 715.63 2 Es krim 8.74 0.35 10.75 3 Keju 2.44 0.56 18.99 4 Yoghurt 4.71 0.16 5.65 5 Ayam 35.08 3.70 2.85 6 Daging sapi 6.40 1.20 0.70 7 Telur ayam 41.64 4.80 20.24 8 Ikan 11.49 1.56 1.84 9 Mujair 3.07 0.46 2.36 10 Udang 4.06 0.58 3.76 11 Tempe 23.19 4.24 30.38 12 Tahu 25.69 2.00 31.86 13 Kecap 7.10 0.40 8.73 14 Nasi 282.35 5.93 14.12 15 Jagung 2.61 0.11 0.14 16 Kentang 10.79 0.18 1.01 17 Mie 9.39 0.74 4.60 18 Bayam 6.92 0.17 13.13 19 Sawi 3.02 0.06 5.78 20 Wortel 10.05 0.11 3.45

(40)

Lampiran 3 Hasil uji korelasi Variabel Frekuensi minum susu Jumlah konsumsi susu Total protein Protein hewani Kalsium susu Kalsium nonsusu Tinggi badan Frekuensi minum susu Correlation Coefficient 1 Sig. (2-tailed) N 136 Jumlah konsumsi susu Correlation Coefficient 0.580** 1 Sig. (2-tailed) 0.000 N 136 136 Total protein Correlation Coefficient 0.470** 0.444** 1 Sig. (2-tailed) 0.000 0.000 N 136 136 136 Protein hewani Correlation Coefficient 0.645** 0.569** 0.860** 1 Sig. (2-tailed) 0.000 0.000 0.000 N 136 136 136 136 Kalsium susu Correlation Coefficient 0.783** 0.770** 0.598** 0.828** 1 Sig. (2-tailed) 0.000 0.000 0.000 0.000 N 136 136 136 136 136 Kalsium non susu Correlation Coefficient -0.116 -0.039 0.444** 0.086 -0.127 1 Sig. (2-tailed) 0.179 0.653 0.000 0.319 0.142 N 136 136 136 136 136 136 Tinggi badan Correlation Coefficient 0.335** 0.300** 0.292** 0.395** 0.423** -0.117 1 Sig. (2-tailed) 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.176 N 136 136 136 136 136 136 136

(41)

30

Lampiran 4 Kuesioner

KODE

HUBUNGAN KONSUMSI SUSU DENGAN TINGGI BADAN ANAK SEKOLAH TK

NAMA LENGKAP MURID :

UMUR :

JENIS KELAMIN :

KELAS :

TK :

TANGGAL :

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

Gambar

Gambar 1 Hubungan konsumsi susu dengan tinggi badan anak Karakteristik keluarga: - Pendidikan orangtua - Pekerjaan orangtua - Pendapatan orangtua - Besar keluarga Karakteristik contoh: - Jenis kelamin  - Usia  Konsumsi pangan
Gambar 2 Cara penarikan contoh
Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data
Tabel 2 Jenis variabel dan pengategorian data penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa kompetensi, independensi, obyektivitas, kecermatan profesional dan pengalaman audit secara

Sebelum kegiatan Praktek Pengalaman Lapangan (PPL) dilaksanakan, mahasiswa terlebih dahulu menempuh kegiatan yaitu pra PPL melalui pembelajaran mikro dan kegiatan

Dalam konteks dunia global, kemajuan sesuatu Negara hanya boleh dicapai melalui penggunaan ilmu yang berdaya maju, dan hal ini antara lainnya boleh dilakukan

Microstress level was estimated in iron-based alloys with precipitates of coherent intermetallides Ni3Ti (type 16Cr-15Ni-3Mo-Ti and 36Ni-3Ti steels) and coherent carbides

Pada sisi kiri dan kanan bejana generator plasma diletakkan sistem elektrode ignitor, yang terdiri dari katode dengan spesifikasi: material katode terbuat dari Mg berbentuk

Konsep yang akan diusulkan dalam perencanaan pengembangan tata hijau dikawasan ini adalah menjadikan kawasan ini menjadi lahan konservasi yang memiliki peran

Dengan metode deskripsi penulis akan menjelaskan tentang motif batik mega mendung dari batik yang di aplikasikan ke desain komunikasi visual dalam bentuk

Keton atau alkanon adalah suatu senyawa turunan alkana dengan gugus fungsi –C=O- yang terikat pada dua gugus alkil R dan R’.. Rumus