• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

5 2.1. Tinjauan Pustaka

Beton merupakan bahan bangunan yang dihasilkan dari campuran agregat halus (pasir), agregat kasar (kerikil) atau jenis agregat lainnya dengan air dan semen Portland. Penggunaan beton pada bangunan gedung sebagai struktur pondasi, balok, kolom, dan plat lantai, sedangkan untuk bangunan air beton digunakan untuk saluran drainase, gorong-gorong, bendungan, dan bendung. Beton mempunyai kuat tekan yang sangat tinggi tetapi mempunyai kuat tarik yang rendah. (Tjokrodimuljo, 1996).

Penggunaan beton dalam pelaksanaannya dipasang bersama-sama dengan tulangan baja sehingga membentuk beton bertulang. Pada saat ini sebagian besar konstruksi bangunan menggunakan beton bertulang selain kayu dan baja. Beton banyak digunakan karena memiliki kelebihan dibandingkan kayu atau baja seperti harganya yang relatif murah dari baja, tidak memerlukan biaya perawatan dalam jangka waktu tertentu seperti baja dan sifatnya yang tahan lama karena tidak busuk atau berkarat.

Beton bertulang merupakan komposit antara beton dengan tulangan baja. Tulangan yang diperlukan sering sekali lebih panjang dari tulangan yang tersedia. Hal ini diakibatkan oleh panjang tulangan yang diproduksi pabrik dibatasi ukurannya karena kaitannya dengan pengiriman dan mungkin juga akibat penggunaan tulangan yang sudah tidak utuh lagi. Untuk mengatasi hal ini maka harus dilakukan penyambungan tulangan.

Menurut Lancelot (1985), penyambungan tulangan dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu sambungan lewatan (lap splices), sambungan las (welded splices), dan sambungan mekanis (mechanical connections).

(2)

Menurut Dipohusodo (1994) sambungan lewatan merupakan sambungan yang paling ekonomis. Sambungan lewatan (splice) dapat dibuat dengan cara membuat overlap tulangan yang saling bersentuhan ataupun terpisah (Wang dan Salmon, 1993). Berdasarkan SNI 03-2847-2013 sambungan lewatan tidak boleh digunakan pada batang-batang tulangan yang lebih besar dari D-36, kecuali pada sambungan batang ulir dalam kondisi tekan dan tulangan tekan fondasi telapak.

Panjang lewatan yang dibutuhkan harus diperhitungkan untuk menghindari keruntuhan atau kegagalan sambungan. Kebutuhan panjang lewatan berhubungan dengan panjang penyaluran tegangan (ld) yang bertambah sesuai dengan peningkatan tegangan. Panjang penyaluran adalah panjang penambatan yang diperlukan untuk mengembangkan tegangan leleh pada tulangan yang merupakan fungsi dari tegangan leleh baja (fy), diameter tulangan (db), dan tegangan lekat (Dipohusodo, 1994).

Panjang penyaluran (ld) adalah panjang tulangan tertanam, termasuk strand pratarik, yang diperlukan untuk mengembangkan kekuatan desain tulangan pada penampang kritis (SNI 03-2847-2013). Sambungan batang tulangan dan kawat ulir dalam kondisi tarik mempertimbangkan nilai ld. Panjang minimum sambungan untuk sambungan lewatan tarik harus seperti disyaratkan untuk sambungan Kelas A atau B, tetapi tidak kurang dari 300 mm. Sambungan Kelas A sama dengan 1,0 ld dan sambungan Kelas B sama dengan 1,3 ld. Nilai ld dihitung sesuai dengan pasal 12.2 SNI 03-2847-2013 untuk mengembangkan nilai fy, tetapi tanpa minimum 300 mm dari pasal 12.2.1 SNI 03-2847-2013 dan tanpa faktor modifikasi dari pasal 12.2.5 SNI 03-2847-2013.

Sambungan lewatan tulangan ulir dan kawat ulir dalam kondisi tarik merupakan sambungan Kelas B kecuali sambungan Kelas A diperbolehkan bilamana luas tulangan yang disediakan paling sedikit dua kali yang diperlukan oleh analisis sepanjang panjang keseluruhan sambungan dan setengah atau kurang tulangan total disambung dalam panjang lewatan yang disyaratkan sesuai dengan pasal 12.15.2 SNI 03-2847-2013.

(3)

2.2. Landasan Teori 2.2.1. Beton

Kata beton dalam bahasa Indonesia berasal dari kata yang sama dalam bahasa Belanda. Kata concrete dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Latin concretus yang berarti tumbuh bersama atau menggabungkan menjadi satu. Dalam bahasa Jepang digunakan kata kotau-za, yang arti harafiahnya material-material seperti tulang, mungkin karena agregat mirip tulang-tulang hewan (Antoni dan Paul Nugraha, 2007)

Menurut Wang dkk (1986), beton bertulang adalah gabungan logis dari beton polos yang mempunyai kuat tekan tinggi akan tetapi kuat tarik rendah, dan batangan-batangan baja yang ditanamkan di dalam beton dapat memberikan kuat tarik yang diperlukan

2.2.2. Kelebihan dan Kelemahan Beton 2.2.2.1. Kelebihan Beton

Kelebihan dari struktur beton dibandingkan dengan materi struktur yang lain adalah:

a. Ketersediaan (availability) material dasar

1) Agregat dan air pada umumnya bisa didapat dari daerah setempat. Semen pada umumnya juga dapat didapatkan dan dibuat di daerh setempat, bila tersedia. Dengan demikian, biaya pembuatan relatif lebih murah karena semua bahan bisa didapat di dalam negeri, bahkan bisa di daerah setempat. Bahan termahal adalah semen, yang bisa diproduksi di dalam negeri.

2) Tidak demikiannya dengan struktur baja, karena harus dibuat di pabrik, apalagi kalau masih harus impor. Pengangkutan menjadi masalah tersendiri bila proyek berada di tempat yang sulit untuk dijangkau, sementara beton akan lebih mudah karena masing-masing material bisa diangkut sendiri.

(4)

3) Kayu problemnya tidak seberat baja, namun penggunaannya secara masal akan menyebabkan masalah lingkungan, sebagai salah satu penyebab utama kerusakan hutan.

b. Kemudahan untuk digunakan (versatility)

1) Pengangkutan bahan mudah, karena masing-masing bisa diangkat secara mudah

2) Beton bisa dipakai untuk berbagai struktur, seperti bendungan, fondasi, jalan, landasan bandar udara, pipa, perlindungan dari radiasi, insulator panas.

3) Beton bertulang bisa dipakai untuk berbagai struktur yang lebih berat, seperti jembatan, gedung, tandon air, bangunan maritim, instalasi militer dengan beban kejut besar, landasan pacu pesawat terbang, kapal dan sebagainya.

c. Kemampuan beradaptasi (adaptability)

1) Beton bersifat monolit sehingga tidak memerlukan sambungan seperti baja. 2) Beton dapat dicetak

3) Beton dapat diproduksi

d. Kebutuhan perawatan minimal

Secara umum ketahanan (durability) beton cukup tinggi, lebih tahan karat, sehingga tidak perlu dicat seperti struktur baja, dan lebih tahan terhadap bahaya kebakaran.

(5)

2.2.2.2. Kelemahan Beton

Disamping segala keunggulan diatas, beton sebagai struktur juga mempunyai beberapa kelemahan yang perlu dipertimbangkan, antara lain :

a. Berat sendiri beton yang besar, sekitar 2400 kg/m³ untuk beton bertulang dan 2200 kg/m³ untuk beton tak bertulang.

b. Kekuatan tariknya rendah, meskipun kekuatan tekannya besar.

c. Beton cenderung untuk retak, karena semennya hidraulis. Baja tulangan bisa berkarat, meskipun tidak terekspose separah struktur baja.

d. Kualitas sangat tergantung dari cara pelaksanaan di lapangan. Beton yang baik maupun yang buruk dapat terbentuk dari rumus dan campuran yang sama.

e. Struktur beton sulit untuk dipindahkan. Pemakaian kembali atau daur ulang sulit dan tidak ekonomis.

2.2.3. Beton Normal

Beton adalah suatu material yang terdiri dari campuran semen, air, agregat (kasar dan halus) dan bahan tambahan bila diperlukan. Beton yang banyak dipakai pada saat ini yaitu beton normal. Beton normal ialah beton yang mempunyai berat isi 2200 – 2500 kg/m³ dengan menggunakan agregat alam yang dipecah atau tanpa dipecah.

Beton normal dengan kualitas yang baik yaitu beton yang mampu menahan kuat desak/hancur yang diberi beban berupa tekanan dengan dipengaruhi oleh bahan-bahan pembentuk, kemudahan pengerjaan (workability), faktor air semen dan zat tambahan (admixture) bila diperlukan.

Beton merupakan bahan dari campuran antara Portland cement, agregat halus (pasir), agregat kasar (kerikil), air dengan tambahan adanya rongga-rongga udara. Campuran bahan-bahan pembentuk beton harus ditetapkan sedimikian rupa,

(6)

sehingga menghasilkan beton basah yang mudah dikerjakan, memenuhi kekuatan tekan rencana setelah mengeras dan cukup ekonomis (Sutikno, 2003:1).

Bila di tinjau dari kuat tekan beton, beton normal adalah beton yang mempunyai nilai kuat tekan 17,5 – 40 MPa. Seiring dengan peningkatan kekuatan tekan beton maka kinerja dari beton tersebut juga akan meningkat, diantaranya adalah durabilitas, modolus elastisitas, permeabilitas, rangkak, dan daya tahan terhadap panas dan korosi.

Beton normal yang digunakan berdasarkan metode DOE atau beton The British Mix Design Method. Perancangan adukan beton cara Inggris (The British Mix Design Method) ini tercantum dalam Design of Normal Concrete Mixes telah menggantikan cara Road No.4. sejak tahun 1975. Di Indonesia cara ini dikenal dengan cara DOE (Department of Environment, Building Research Establishment, Britain). Perencanaan dengan dengan cara DOE ini dipakai sebagai standart perencanaan oleh departemen pekerjaan umum di Indonesia, dan dimuat dalam buku standar No.SK.SNI.T-15-1990-03 dengan judul “Tata Cara Pembuatan Rencana Campuram Beton Normal”.

Rancangan campuran (Job Mix Design) beton dilakukan untuk menghasilkan suatu komposisi penggunaan bahan yang minimum dengan kekuatan yang maksimal dengan tetap mempertimbangkan kriteria standar mutu beton dan ekonomis jika ditinjau dari aspek biaya keseluruhannya.

Kriteria dasar perancangan beton adalah kekuatan tekan dan hubungannya dengan faktor air semen yang digunakan. Kriteria ini sebenarnya kontradiktif dengan kemudahan pengerjaannya arena menurut Abram, 1920 (Neville, 1981) untuk menghasilkan kekuatan yang tinggi penggunaan air dalam campuran beton harus minimum.

(7)

Adapun langkah-langkah pembuatan beton normal dengan mix design DOE adalah sebagai berikut :

1. Menetapkan kuat tekan beton yang disyaratkan pada umur yang direncanakan (fc’ = 20 MPa)

2. Menetapkan nilai standart deviasi (Sd) 3. Menghitung nilai tambah margin (M)

M = K × Sd ... (2.1) dengan : M = nilai tambah M = K × Sd

K = 1,64

Sd = standart deviasi

4. Menetapkan kuat tekan rata-rata yang direncanakan.

fcr’ = fc’ + M ... (2.2) dengan : fcr’ = kuat tekan rata-rata (MPa)

fc’ = kuat tekan yang disyaratkan (MPa) M = nilai tambah

5. Menetapkan jenis semen.

6. Menetapkan jenis agregat (pasir dan kerikil). 7. Menetapkan faktor air semen (antara 0,4-0,6). 8. Menetapkan faktor air semen maksimum. 9. Menetapkan nilai slump.

10. Menetapkan ukuran besar butir agregat maksimum (kerikil). 11. Menetapkan kebutuhan air.

12. Jika agregat halus dan agregat kasar yang dipakai memiliki jenis yang berbeda (alami dan batu pecah), maka jumlah air yang diperkirakan diperbaiki dengan rumus :

A = 0,67 Ah + 0,33 Ak ... (2.3) dengan : Ab = jumlah air yang dibutuhkan, liter/ m³

Ah = jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat halusnya Ak = jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat kasarnya 13. Menetapkan kebutuhan semen.

(8)

15. Menetapkan kebutuhan semen yang sesuai. 16. Penyesuaian jumlah air atau faktor air semen. 17. Menentukan golongan pasir.

18. Menentukan perbandingan pasir dan kerikil.

19. Menentukan berat jenis campuran pasir dan kerikil.

Bj campuran =              Kr BJ Kr Pa BJ Pa 100 100 ... (2.4) dengan : Kr = persentase kerikil terhadap agregat campuran

Pa = persentase pasir terhadap agregat campuran 20. Menentukan berat beton.

21. Menentukan kebutuhan pasir dan kerikil.

berat pasir + berat kerikil = berat beton – kebutuhan air – kebutuhan semen 22. Menentukan kebutuhan pasir

kebutuhan pasir = kebutuhan pasir dan kerikil × persentase berat pasir = langkah 21 × langkah 18

23. Menentukan kebutuhan kerikil

kebutuhan kerikil = kebutuhan pasir dan kerikil – kebutuhan pasir = langkah 21 – langkah 22

2.2.4. Beton Bertulang

Beton bertulang merupakan kombinasi beton dengan baja tulangan, dimana baja tulangan memberikan kekuatan tarik yang tidak dimiliki beton. Baja tulangan dapat memberikan tambahan kekuatan tekan struktur beton. Kelebihan beton bertulang sebagai bahan struktur yaitu memiliki kekuatan tekan yang relatif lebih tinggi dari kebanyakan bahan lainnya, sangat kokoh, tahan terhadap air dan api, tidak memerlukan biaya perawatanan yang tinggi dibandingkan dengan bahan lain. Beton bertulang memiliki masa layan yang sangat panjang, sangat ekonomis untuk pondasi tapak, dinding basement, tiang tumpuan jembatan.

Kelemahan beton bertulang yaitu memiliki kekuatan tarik sangat rendah sehingga memerlukan penggunaan tuangan tarik. Beton bertulang memerlukan bekisting

(9)

untuk menahan beton tetap pada tempatnya pada saat pencetakan sampai beton mengeras.

Rendahnya kekuatan per satuan berat dari beton menyebabkan beton bertulang menjadi berat, hal ini berpengaruh terutama pada struktur dengan bentang panjang. Beban mati akibat beban sendiri yang sangat besar akan mempengaruhi momen lentur. Rendahnya kekuatan per satuan volume mengakibatkan beton bertulang berukuran relatif besar, sifat susut dan rangkak pada beton. Apabila hal tersebut tidak diperhatikan dapat menimbulkan masalah yang berarti.

2.2.5. Bahan Penyusun Beton Bertulang

Kualitas beton yang diinginkan dapat ditentukan dengan pemilihan bahan-bahan pembentuk beton yang baik, hitungan proporsi yang tepat, cara pengerjaan dan perawatan beton dengan baik, serta pemilihan bahan tambah yang tepat dengan dosis optimum yang diperlukan. Bahan pembentuk beton adalah semen, agregat, air, dan biasanya dengan bahan tambah.

2.2.5.1. Semem Portland

Semen portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker yang terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis dengan gips sebagai bahan tambahan (PUBI-1982, dalam Tjokrodimuljo, 1996).

Arti kata semen adalah bahan yang memiliki suatu sifat adhesif maupun kohesif, yaitu bahan pengikat. Menurut Standart Industri Indonesia, SII 0013-1981, definisi semem portland adalah semen hidraulis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidraulis bersama bahan-bahan yang biasa digunakan, yaitu gipsum. Ordinary Portland Cement atau yang akan disebut semen Portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menggiling terak semen portland terutama yang terdiri atas kalsium silikat yang bersifat hidrolis dan digiling bersama-sama dengan bahan tambahan berupa satu atau lebih bentuk kristal senyawa kalsium

(10)

sulfat dan boleh ditambah dengan bahan tambahan lain. Seperti yang sudah pernah kita ketahui, Semen Portland terbagi lagi menjadi 5 jenis yang didasarkan pada tujuan penggunaannya, lima tipe tersebut yaitu:

a. Jenis I yaitu semen Portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratan-persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis lain.

b. Jenis II yaitu semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat atau kalor hidrasi sedang.

c. Jenis III semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan tinggi pada tahap permulaan setelah pengikatan terjadi.

d. Jenis IV yaitu semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan kalor hidrasi rendah.

e. Jenis V yaitu semen Portland yang dalam penggunaanya memerlukan ketahanan tinggi terhadap sulfat.

2.2.5.2. Agregat

2.2.5.2.1. Agregat Kasar

Agregat kasar adalah agregat yang ukuran butirannya lebih dari 5 mm (PBI 1971). Agregat kasar untuk beton dapat berupa kerikil atau batu pecah. Kerikil adalah bahan yang terjadi sebagai hasil desintegrasi alami sedangkan batu pecah adalah bahan yang diperoleh dari batu yang digiling (dipecah) menj adi pecahan-pecahan berukuran 5 – 70 mm.

Tabel 2.1. Batasan Susunan Butiran Agregat Kasar

Ukuran Saringan (mm)

Persentase Lolos Saringan (%)

40 mm 20 mm 40,0 95 – 100 95 – 100 20,0 30 – 070 95 – 100 10,0 10 – 035 25 – 055 04,8 10 – 035 00 – 010 Sumber : Tjokrodimuljo (1996;27)

(11)

2.2.5.2.2. Agregat Halus

Menurut Tjokrodimuljo (1996), agregat halus adalah agregat yang berbutir kecil (antara 0,15 mm dan 5 mm). Agregat halus sering disebut dengan pasir, baik berupa pasir alami yang diperoleh langsung dari sungai atau tanah galian maupun hasil pemecahan batu. Pada umumnya yang dimaksudkan dengan agregat halus adalah agregat dengan besar butir kurang dari 4,75 mm. Agregat halus mempunyai peran penting sebagai pembentuk beton dalam pengendalian workability, kekuatan (strength), dan keawetan beton (durability) dari mortar yang dihasilkan. Pasir sebagai agregat halus harus memenuhi gradasi dan persyaratan yang telah ditentukan.

Dalam penelitian agregat halus harus benar-benar memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Karena sangat berpengaruh pada pengerjaan (workability), kekuatan (strength), dan tingkat keawetan (durability) dari beton yang dihasilkan. Pasir sebagai pembentuk mortar bersama semen dan air, berfungsi mengikat agregat menjadi satu kesatuan yang kuat dan padat.

Agregat halus sering disebut dengan pasir, baik berupa pasir alami yang diperoleh langsung dari sungai atau tanah galian maupun hasil pemecahan agregat kasar. Syarat-syarat agregat halus (pasir) sebagai bahan material pembuatan beton sesuai dengan ASTM C 33 adalah:

a. Material dari bahan alami dengan kekasaran permukaan yang optimal sehingga kuat tekan beton besar.

b. Butiran tajam, keras, kekal (durable) dan tidak bereaksi dengan material beton lainnya.

c. Berat jenis agregat tinggi yang berarti agregat padat sehingga beton yang dihasilkan padat dan awet.

d. Gradasi sesuai spesifikasi dan hindari gap graded aggregate karena akan membutuhkan semen lebih banyak untuk mengisi rongga.

e. Bentuk yang baik adalah bulat, karena akan saling mengisi rongga dan jika ada bentuk yang pipih dan lonjong dibatasi maksimal 15% berat total agregat.

(12)

f. Bentuk yang baik adalah bulat, karena akan saling mengisi rongga dan jika ada bentuk yang pipih dan lonjong dibatasi maksimal 15% berat total agregat.

Hasil beton yang seragam dapat diperoleh dengan mengendalikan mutu pasir. Pasir sebagai agregat halus harus memenuhi gradasi dan persyaratan yang ditentukan.

Tabel 2.2. Batasan Susunan Butiran Agregat Halus

Ukuran Saringan (mm)

Persentase Lolos Saringan

Daerah 1 Daerah 2 Daerah 3 Daerah 4

9,50 90 – 100 90 – 100 90 – 100 90 – 100 4,75 90 – 100 90 – 100 90 – 100 95 – 100 2,36 60 – 095 75 – 100 85 – 100 95 – 100 1,18 30 – 070 55 – 090 75 – 100 90 – 100 0,85 15 – 034 35 – 059 60 – 079 80 – 100 0,30 05 – 020 08 – 030 12 – 040 15 – 050 0,15 00 – 010 00 – 010 00 – 010 00 – 015 Sumber : Tjokrodimuljo (1996) Keterangan :

Daerah 1 : Pasir kasar Daerah 2 : Pasir agak kasar Daerah 3 : Pasir agak halus Daerah 4 : Pasir halus

(13)

2.2.5.3. Air

Air adalah salah satu bahan material penyusun beton yang penting walaupun harganya murah. Air berfungsi untuk memicu proses kimiawi,semen tidak bisa menjadi pasta tanpa air. Air yang diperlukan untuk bereaksi dengan semen hanya sekitar 25% dari berat semen, tapi dalam kenyataan nya nilai faktor air semen (fas) yang dipakai sulit kurang dari 0,35. Kelebihan air ini dapat dijadikan sebagai pelumas, tetapi tidak berlebihan karena kekuatan beton akan menjadi rendah dan mengakibatkan bleeding pada beton segar.

Dalam pelaksanaan suatu proyek, air adalah bahan yang sangat penting dan vital yang digunakan untuk :

a. Pembuatan adukan beton. b. Pembuatan adukan untuk spesi.

c. Perawatan beton dan kegiatan penunjang lainnya.

Air diperlukan pada pembuatan beton agar terjadi reaksi kimiawi dengan semen yang menyebabkan terjadinya pengikatan dan pengerasan, untuk membasahi agregat dan untuk melumas butir-butir agregat agar dapat mudah dikerjakan dan dipadatkan

Persyaratan yang harus dipenuhi oleh air yang agar dapat digunakan antara lain : a. Tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gram/liter. b. Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton. (asam, zat

organik, dsb)lebih dari 15 gram/liter.

c. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter. d. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.

(14)

2.2.5.4. Bahan Tambah (Admixture)

Bahan tambah (admixture) adalah bahan selain unsur pokok beton (air, semen, agregat) yang ditambahkan kedalam campuran saat atau selama pencampuran berlangsung. Penggunaan bahan tambah biasanya didasarkan pada alasan yang tepat, diantaranya perbaikan kelecakan dan dapat menggunakan penggunaan semen (Tjokrodimuljo, 1996).

Penggunaan bahan tambah tersebut dimaksudkan untuk memperbaiki dan menambah sifat beton sesuai dengan yang diinginkan. Penggunaan bahan tambah (admixture) harus di dasarkan alasan-alasan yang tepat misalnya memperbaiki kelecakan beton, penampilan beton bila mengeras, menghemat harga beton, menambah daktilitas (mengurangi sifat getas), mengurangi retak-retak pengerasan dan menambah kuat tekan beton. Bahan tambah beton ini dapat berupa bahan tambah kimia, pozolan dan serat. Bahan tambah yang digunakan dalam penelitian ini adalah bestmittel dan superplasticizer.

2.2.5.4.1. Bestmittel

Bestmittel merupakan formula khusus yang sangat ekonomis dalam persen pengecoran sehingga menjadikan beton lebih cepat keras dalam usia muda serta mengurangi pemakaian air pada saat pengecoran sehingga meningkatkan mutu atau kekuatan beton.

Bestmittel sangat membantu untuk pengecoran dengan jadwal waktu yang sangat ketat karena beton cepat mengeras pada usia awal (7 - 10 hari) serta dapat meningkatkan mutu atau kekuatan beton 5% - 10 %.

Keunggulan yang dimiliki bestmittel adalah dapat mempersingkat proses pembetonan, cetakan beton dapat dilepas lebih cepat dan keunggulan bestmittel lainnya adalah dapat mengurangi penggunaan dari air 5% - 20% sehingga dapat menjadikan beton lebih solid dan lebih plastis.

(15)

Bahan dasar pembentuk bestmittel adalah Lignin Sulfonic Acid. Dosis pemakaian bestmittel adalah 1Kg bestmittel dapat dipakai untuk 200 kg - 450 kg semen (0,2% - 0,6% dikali berat semen). Cara pemakaian bestmittel adalah:

a. Siapkan air sejumlah 1/2 dari berat semen yang akan dipakai. b. Siapkan bestmittel sebanyak 0,2% - 0,6% dari berat semen

c. Encerkan bestmittel dengan menggunakan sebagian air yang telah disiapkan. d. Aduk semen, pasir, koral dengan air yang belum dicampur bestmittel hingga

merata

e. Kemudian tambahkan bestmittel yang telah diencerkan kedalam aduka sampai merata. Bila adukan beton terlalu encer, air yang sudah disiapkan dapat dikurangi jumlahnya

f. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, tutuplah dengan karung basah setelah pengecoran selesai.

2.2.5.4.2. Superplasticizer

Superplasticizer merupakan salah satu dari 7 jenis admixture yang mengacu pada klasifikasi ASTM C494-82. Tujuan penggunaan superplasticizer adalah untuk mengurangi jumlah air yang digunakan, dengan pemakaian bahan ini diperoleh adukan dengan faktor air semen lebih rendah pada nilai kekentalan adukan lebih encer pada faktor air semen yang sama. Selain itu, penggunaan superplasticizer mempunyai pengaruh besar dalam meningkatkan workability bahan ini merupakan sarana untuk menghasilkan beton mengalir tanpa terjadi pemisahan (segresi/bleeding) yang umumnya terjadi pada beton dengan jumlah air yang besar.

(16)

2.2.6. Baja Tulangan

Beton tidak dapat menahan gaya tarik melebihi nilai tertentu tanpa mengalami retak-retak. Untuk itu, agar beton dapat bekerja dengan baik dalam suatu sistem struktur, perlu dibantu dengan memberinya perkuatan penulangan yang terutama akan menahan gaya tarik yang akan timbul di dalam sistem struktur tersebut. Umtuk keperluan penulangan tersebut digunakan bahan baja yang memiliki sifat teknis menguntungkan, dan baja tulangan yang digunakan dapat berupa batang baja lonjoran ataupun kawat rangkai las (wire mesh) yang berupa batang kawat baja yang dirangkai atau dianyam dengan teknik pengelasan.

Baja tulangan terdiri dari baja tulangan polos berpenampang bulat (BJTP) dan baja tulangan deform (BJTD), dimana batang baja tulangan yang permukaannya dikasarkan secara khusus, diberi sirip teratur dengan pola tertentu atau batang tulangan yang dipilin (ulir) pada proses produksinya. Pembentukan ulir tersebut harus memenuhi spesifikasi ASTM A16-76 agar dapat diterima sebagai batang-batang ulir. Dalam penelitian ini digunakan baja tulangan ulir/deform dengan diameter tulangan D10.

Sifat fisik baja tulangan yang paling penting digunakan dalam proses perhitungan perencanaan beton bertulang ialah tegangan leleh (fy) dan modulus elastisitas (Es). tegangan leleh (titik leleh) baja ditentukan melalui prosedur pengujian standar dengan ketentuan bahwa tegangan leleh adalah tegangan baja pada saat dimana meningkatnya regangan tidak disertai lagi dengan peningkatan tegangannya. Di dalam perencanaan atau analisis beton bertulang umumnya nilai tegangan luluh baja diketahui atau ditentukan pada awal perhitungan (Istimawan Dipohusodo, 1996).

Disamping usaha standarisasi yang telah dilakukan oleh masing-masing Negara produsen baja, kebanyakan produksi baja tulangan beton dewasa ini masih berorientasi pada spesifikasi teknik yang ditetapkan ASTM. Di Indonesia produksi baja tulangan dan baja struktur telah diatur sesuai dengan Standar Industri Indonesia.

(17)

350 mm 25 mm 1 3 L b = 80 mm h = 120 mm 1 2 P 12 P P 350 mm 25 mm 1 3 L 350 mm (+) (-) 1 2 P 1 2 P

Diagram Gaya Dalam (SFD)

Mmax

Diagram Momen Bending (BMD)

2.2.7. Kuat Lentur

Kuat lentur balok beton adalah kemampuan balok beton yang diletakan pada dua perletakan untuk menahan gaya dengan arah tegak lurus sumbu benda uji yang diberikan padanya, sampai benda uji patah dan dinyatakan dalam Mega Pascal (MPa) gaya tiap satuan luas (SNI 0-4431-1997).

Berdasarkan SNI ada dua metode pengujian kuat lentur beton yang menjadi acuan dan pegangan dalam melaksanakan pengujian kuat lentur beton di laboratorium. Metode tersebut antaralain:

1. Sistem satu titik pembebanan (SNI-03-4145-1996) 2. Sistem dua titik pembebanan (SNI-03-4431-1997)

Pembebanan pada 1/3 bentang untuk mendapatkan lentur murni tanpa gaya geser. Tegangan lentur yang didapat ternyata lebih tinggi daripada tegangan lentur secara langsung.

(18)

Keterangan : L = Panjang bentang pengujian (mm) b = Lebar benda uji (mm)

h = Tinggi benda uji (mm)

P = Beban tertinggi yang ditunjukkan oleh mesin uji (N) Σ MB = 0 RAV . L – 1/2 P . 2/3 L – 1/2 P . 1/3 L – 1/2 q . L2 = 0 RAV = L L q L P L P 2 2 1 3 1 2 1 3 2 2 1 RBV = RAV = L L q L P L P 2 2 1 3 1 2 1 3 2 2 1 Mmaks = RAV . 1/2 L – 1/2 P . 1/6 L – q . 1/2 L . 1/4 L

Perhitungan kapasitas kuat lentur balok menurut SNI 03-2847-2013 untuk balok bertulangan baja ditetapkan bahwa pada kondisi seimbang, jumlah luas tulangan tidak boleh lebih dari 75%, maka dari itu dilakukan perhitungan seperti berikut.

d b As 0,03 0,85 f'c a Dc a/2 garis netral d-a/2 Ts

SNI 2002

h As

Gambar 2.2. Distribusi Regangan dan Tegangan Lentur pada Balok Beton Menurut (SNI 03-2847-2013)

(19)

Distribusi regangan dianggap linear, dengan regangan maksimum diserat beton terdesak diambil 0,0035. Pada bagian desak digunakan diagram berbentuk parabola, yang mirip dengan diagram tegangan-regangan dari pengujian kuat tekan silinder.

Gambar

Tabel 2.1. Batasan Susunan Butiran Agregat Kasar
Diagram Gaya Dalam (SFD)
Gambar 2.2.  Distribusi  Regangan  dan  Tegangan  Lentur  pada  Balok  Beton  Menurut (SNI 03-2847-2013)

Referensi

Dokumen terkait

Melalui angket respon, kebanyakan mahasiswa menyatakan bahwa perkuliahan Bioteknologi bermuatan bioentrepreneurship dapat membuat mereka memiliki sikap wirausaha yang

Berdasarkan observasi, objek kajian belum memiliki sertifikasi dari Lembaga Ekolabel Indonesia, sehingga hasil yang dicapai dari kriteria kayu bersertifikat adalah

Beri jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dibawah ini mengenai Gaya Kepemimpinan, Budaya Organisasi, Motivasi, dan Kinerja Aparat Pemerintah Daerah dengan cara memberikan

apabila laboratorium tidak menyerahkan bukti tersebut di apabila laboratorium tidak menyerahkan bukti tersebut di atas dalam 30 hari maka status akreditasi untuk lingkup atas

(2006), “Analisis faktor psikologis konsumen yang mempengaruhi keputusan pembelian roti merek Citarasa di Surabaya”, skripsi S1 di jurusan Manajemen Perhotelan, Universitas

Manajemen Perusahaan Profil Analisa & Pembahasan Manajemen Tinjauan Operasional Tata Kelola Perusahaan Sosial Perusahaan Tanggung Jawab Data Perusahaan Keuangan Laporan

Simpulan : Rerata kadar serum 8-OHdG pada blighted ovum lebih tinggi dari..

Berdasarkan ketentuan Pasal 12 ayat (1) Anggaran Dasar Perseroan dan Pasal 27 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 32/POJK.04/2014 tentang Rencana dan