• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Menurunkan Frekuensi Membolos Melalui Konseling Kelompok di SMP Islam Ngadirejo Temanggung T1 132007084 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Menurunkan Frekuensi Membolos Melalui Konseling Kelompok di SMP Islam Ngadirejo Temanggung T1 132007084 BAB II"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

6

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Membolos

1. Pengertian Membolos

Menurut Gunarsa (1981) membolos adalah pergi meninggalkan sekolah tanpa sepengetahuan pihak sekolah. Membolos sering terjadi tidak hanya saat ingin berangkat sekolah, namun saat jam pelajaran ketika dimulai pun terkadang ada siswa yang memanfaatkan waktu untuk membolos. Membolos dapat dibedakan dari fobia sekolah karena pada kasus yang belakangan orang tua tahu dimana anak berada, tetapi dalam hal bolos baik orang tua maupun guru tidak tahu dimana anak berada (Pearce, 2000).

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa membolos adalah tindakan meninggalkan sekolah secara sengaja tanpa melakukan izin tanpa sepengetahuan dari pihak sekolah.

2. Penyebab Siswa Membolos

Gunarsa (2002), mengemukakan tentang alasan-alasan yang menyebabkan siswa membolos sekolah, dibagi 2 kelompok yaitu:

a. Sebab dari dalam diri anak itu sendiri, yaitu :

1) Pada umumnya anak tidak ke sekolah karena sakit,

2) Ketidakmampuan anak dalam mengikuti pelajaran di sekolah,

(2)

7 4) Dari banyaknya kasus di sekolah, ternyata faktor pada anak yaitu

kekurangan motivasi belajar yang jelas mempengaruhi anak. b. Sebab dari luar anak, yaitu :

1) Keluarga

a) Keadaan keluarga

Keadaan keluarga tidak selalu memudahkan anak didik dalam menggunakan waktu untuk belajar sekehendak hatinya. Banyak keluarga yang masih memerlukan bantuan anak-anaknya untuk melaksanakan tugas-tugas di rumah, bahkan tidak jarang pula terlihat ada anak didik yang membantu orang tuanya mencari nafkah.

b) Sikap Orang Tua

Sikap orang tua yang masa bodoh terhadap sekolah, yang tentunya kurang membantu mendorong anak untuk hadir ke sekolah. Orang tua dengan mudah memberi surat keterangan sakit ke sekolah, padahal anak membolos untuk menghindari ulangan.

2) Sekolah

a) Hubungan anak dengan sekolah dapat dilihat dari anak-anak lain

yang menyebabkan ia tidak senang di sekolah, lalu membolos.

i. Kemungkinan anak memiliki kelainan dengan teman-temannya yang lain : aneh, cacat, berkelainan

(3)

8

b) Anak tidak senang ke sekolah karena tidak senang dengan gurunya.

i. Guru mungkin menakutkan bagi siswa,

ii. Sikap guru yang membeda-bedakan siswanya,

iii. Sikap guru yang tidak mau menjawab pertanyaan siswanya,

iv. Ada persoalan atau masalah antara anak didik dan guru.

Pearce (2000) mengemukakan tentang alasan-alasan yang menyebabkan siswa membolos sekolah, antara lain sebagai berikut:

a. Sekolah membosankan atau sulit bagi anak dan tampaknya tidak menawarkan sesuatu,

b. Anak disesatkan orang lain,

c. Sekolah tidak terorganisir dengan baik dan tidak memperhatikan masalah membolos,

d. Tindakan membolos terjadi pada orang tua yang terlalu sibuk bekerja, e. Karena mendapat sesuatu yang lebih menarik untuk dikerjakan seperti

pekerjaan yang dibayar atau untuk menemui teman-temannya. 3. Faktor- faktor siswa membolos

Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penyebab anak membolos ada 2 faktor penting (Pearce, 2000), yaitu:

1) Faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri, yaitu: a.) Motivasi atau dorongan

Ada kalanya anak menjadi patah semangat karena kurangnya motivasi dalam diri anak itu sendiri.

(4)

9 Anak membolos bisa juga karena kemampuan belajarnya rendah dan malu untuk mengakui kekurangannya, lebih baik mengatakan, “saya

tidak masuk waktu guru menerangkan tentang pelajaran itu”

daripada mengatakan “saya tidak bisa menangkap penjelasan yang diterangkan guru”.

c.) Akibat kegagalan

Ada kalanya dalam belajar siswa mengalami kegagalan, akibat kegagalan yang dialami tersebut sering dicemooh oleh teman-temannya, dan akhirnya lebih baik membolos saja.

d.) Rasa rendah diri

Kemampuan yang dimiliki setiap anak tidak sama, bagi anak yang mempunyai kemampuan rendah dibanding teman-temannya, maka hal ini akan menyebabkan anak menjadi rendah diri atau minder. e.) Kesalahan dalam belajar

(5)

10 2) Faktor yang berasal dari luar diri siswa, yaitu:

a.) Dari keluarga

Adanya anggapan dari orang tua tentang kurang pentingnya pendidikan, sehingga ada orang tua yang melindungi anaknya membolos.

b.) Interaksi guru dengan siswa

Interaksi ini banyak bergantung pada setiap guru dalam menghadapi murid, ada kalanya guru tidak mengetahui kalau ada siswa yang merasa terasing di tangah-tengah teman sekolahnya.

c.) Dari teman

Pengaruh teman-temannya sangat besar dalam membolos sekolah, ada hal-hal menarik yang bisa dilakukan dengan teman-temannya ketika membolos sekolah.

4. Akibat dari siswa yang suka membolos

Berikut ini beberapa akibat dari tindakan membolos siswa (Pearce, 2000), antara lain :

1) Akibat dari psikis

(6)

11 2) Akibat secara sosial

Anak yang sering membolos cenderung dibenci atau tersisihkan dari teman-temannya. Anak yang tidak membolos, enggan berteman dengan anak yang sering membolos karena khawatir akan terpengaruh pada kebiasaan-kebiasaan jelek. Seperti pendapat Jadi bisa dikatakan bahwa anak membolos dapat dipengaruhi atau mempengaruhi orang lain. 3) Akibat dalam prestasi belajar

Ketler (dalam Kartini Kartono, 1991) menyatakan bahwa anak tidak masuk sekolah pasti ketinggalan langkah dasar tertentu dalam belajar. Waktu dia kembali ke sekolah dia rugi karena tidak masuk sekolah, dia membolos lagi karena hal itu dia gagal dan dengan demikian ia membuka jalan kegagalan berikutnya apabila ia masuk sekolah lagi.

B. Konseling Kelompok

1. Pengertian Konseling Kelompok

(7)

12 2. Tujuan Konseling Kelompok

Sukardi (2007), menjelaskan bahwa tujuan konseling adalah sebagai berikut :

a. Melatih anggota kelompok agar berani berbicara dengan orang banyak. b. Melatih anggota kelompok dapat bertenggang rasa terhadap teman

sebayanya.

c. Dapat mengembangkan bakat dan minat masing-masing anggota kelompok.

d. Mengentaskan permasalahan-permasalahan kelompok. 3. Tahap–tahap Pelaksanaan Konseling Kelompok

Sukardi (2007), menjelaskan tahap-tahap pelaksanaan konseling kelompok dilaksanakan melalui tahap-tahap berikut:

a. Tahap pembentukan b. Tahap peralihan c. Tahap kegiatan dan d. Tahap pengakhiran

4. Asas-asas Bimbingan dan konseling

Prayitno (dalam Sukardi, 2007), menjelskan dalam kegiatan konseling kelompok, anggota kelompok harus mengetahui dan melaksanakan asas-asas yang ada dalam bimbingan dan konseling seperti yaitu:

a) Asas Kerahasian

(8)

13 b) Asas Kesukarelaan

Dalam hal ini pembimbing berkewajiban mengembangkan sikap sukarela pada diri klien itu sehingga klien itu mampu menghilangkan rasa keterpaksaannya saat memberikan data dirinya kepada pembimbing. Kesukarelaan tidak hanya dituntut pada diri (calon) terbimbing/siswa atau klien saja, hendaknya berkembang pada diri penyelenggara. Para penyelenggara bimbingan hendaknya mampu menghilangkan rasa bahwa tugas ke-BK-annya itu merupakan suatu yang memaksa diri mereka.

c) Asas Keterbuka

Bimbingan dan konseling yang efisien hanya berlangsung dalam suasana keterbukaan. Baik yang dibimbing/dikonsel maupun pembimbing/konselor bersifat terbuka. Keterbukaan ini bukan hanya sekedar berarti “bersedia

menerima saran-saran dari luar” tetapi dan hal ini lebih penting masing-masing yang bersangkutan bersedia membuka diri untuk kepentingan pemecahan masalah yang dimaksut.

d) Asas Kekinian

(9)

14 latar belakang dari masalah yang akan dihadapi sekarang sehingga masalah yang dihadapi itu teratasi.

e) Asas Kemandirian

Dalam memberikan layanan para petugas hendaklah selalu berusaha menghidupkan kemandirian pada diri orang yang dibimbing, jangan hendaknya orang yang dibimbing itu menjadi tergantung pada orang lain, khususnya para pembimbing/konselor.

f) Asas Kegiatan

Usaha layanan bimbingan dan konseling akan memberikan buahyang tidak berarti, bila individu yang dibimbing tidak melakukan kegiatan dalam mencapai tujuan-tujuan bimbingan. Hasil-hasil usaha bimbingan tidak tercipta dengan sendirinya tetapi harus diraih oleh individu yang bersangkutan. Para pemberi layanan bimbingan dan konseling hendaknya menimbulkan suasana individu yang dibimbing itu mampu menyelenggarakan kegiatan yang dimaksud.

g) Asas Kedinamisan

(10)

15 h) Asas Keterpaduan

Layanan bimbingan dan konseling memadukan berbagai aspek individu yang dibimbing, sebagai mana diketahui individu yang dibimbing itu memiliki berbagai segi kalau keadaannya tidak saling serasi dan terpadu justru akan menimbulkan masalah. Di samping keterpaduan pada diri individu yang dibimbing, juga diperhatikan keterpaduan isi dan proses layanan yang “diberikan”. Hendaknya, jangan aspek layanan yang satu tidak serasi atau

bahkan bertentangan dengan aspek layanan yang lain. i) Asas Kenormatifan

Layanan bimbingan dan konseling tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang berlaku, baik ditinjau dari norma agama, norma adat, norma hukum/negara, norma ilmu maupun kebiasaan sehari-hari. Asas kenormatifan ini diterapkan terhadap isi maupun proses penyelenggaraan bimbingan dan konseling. Seluruh isi layanan harus sesuai dengan norma-norma yang ada. Demikian pula prosedur, teknik, dan peralatanyang dipakai tidak menyimpang dari norma-norma yang dimaksutkan.

j) Asas Keahlian

(11)

16 kualifikasi konselor (misalnya pendidikan sarjana bidang bimbingan dan konseling), juga kepada pengalaman. teori dan praktek bimbingan dan konseling perlu dipadukan.

k) Asas Alihtangan

Asas ini mengisyaratkan bahwa bila seorang petugas bimbingan dan konseling sudah mengerahkan segenap kemampuannya untuk membantu klien belum dapat terbantu sebagaimana yang diharapkan, maka petugas itu mengalihtangankan klien tersebut, kepada petugas atau badan lain yang lebih ahli. Di samping itu, asa ini ini juga menasihatkan petugas bimbingan dan konselinghanya menangani masalah-masalah klien sesuai dengan kewenangan petugas yang bersangkutan, setiap masalah hendaknya ditangani oleh ahli yang berwenang untuk itu.

l) Asas Tut Wuri Handayani

(12)

17 C. Pengertian Konseling Behavioral

1. Pengertian Konseling Behavioral

Istilah Konseling Behavioristik berasal dari istilah bahasa Inggris Behavioral Counseling, untuk menggaris bawahi bahwa konseling diharapkan

menghasilkan perubahan yang nyata dalam perilaku konseli counselee behavior (Winkel & Hastuti, 2006). Sedangkan Suharmawan (www.google.coom), menjelaskan manusia adalah mahluk reaktif yang tingkah lakuya dikontrol oleh faktor-faktor dari luar. Manusia memulai kehidupanya dengan memberikan reaksi terhadap lingkunyanya dan interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk kepribadian. tingkah laku seseorang ditentukan oleh banyak dan macamnya penguatan yang diterima dalam situasi hidupnya. Tingkah laku tertentu pada individu dipengaruhi oleh kepuasan dan ketidak puasan yang diperolehnya. Manusia bukanlah hasil dari dorongan tidak sadar melainkan merupakan hasil dari belajar, sehingga ia dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi pembentukan tingkah laku.

2. Prinsip Kerja Konseling Behavioristik

a) Memodifikasi tingkah laku melalui pemberian penguatan. Agar klien terdorong untuk merubah tingkah lakunya.

b) Mengurangi frekuensi berlangsungnya tingkah laku yang tidak diinginkan. c) Mengkondisikan pengubahan tingkah laku melalui pemberian contoh atau

(13)

18 D. Penelitian yang Relevan

Penelitian Hibrul Umam (2009) mengemukakan bahwa“Penggunaan teknik Pengondisian Operan (Operant Conditioning) untuk Menurunkan Frekuensi Kebiasaan Membolos pada siswa kelas X SMK PGRI 7 Surabaya ” menunjukkan bahwa konseling kelompok dapat menurunkan secara signifikan frekuensi kebiasaan membolos siswa kelas X SMK PGRI 7 Surabaya.

Sedangkan Fajri (2011) meneliti tentang ” Efektivitas Teknik Behavioral

Contract untuk Mengurangi Perilaku Membolos Siswa Kelas X SMA Negeri 5 Malang” menunjukkan bahwa perilaku membolos siswa mengalami penurunan yang signifikan setelah pemberian treatment konseling kelompok dengan teknik behavior contract.

E. Hipotesis

Hipotesis tindakan yang diajukan penulis dalam penelitian ini adalah “

Referensi

Dokumen terkait

RSUD Dr Soetomo Surabaya sebagai rumah sakit milik pemerintah provinsi Jawa Timur mempunyai kewajiban untuk ikut dalam mengatasi masalah tersebut agar dapat mewujudkan

Jenis keterampilan yang akan diberikan adalah pembuatan media power point Materi pembelajaran yang akan diberikan dalam program pengabdian pada masyarakat ini adalah:..

Untuk selanjutnya sepada para peserta yang tidak dapat menerima penetapan hasil pelelangan tersebut, dapat mengajukan sanggahan secara tertulis kepada Pokja

Sehubungan dengan Evaluasi Penawaran, Kami Panitia Pelelangan mengundang Saudara untuk dapat menghadiri Verifikasi dan Klarifikasi terhadap Perusahaan pada Kegiatan :.

Tulisan ini bertujuan untuk membahas pentingnya pendidikan bagi perempuan Indonesia sebagai bekal hidup yang lebih bahagia sejahtera, berkualitas tinggi, dan

[r]

sampai dengan pemasaran, jasa, dan penjualan langsung (retail). Faktor pendukung pelaksanaan unit produksi ialah: 1). fasilitas peralatan yang baik, 2). produk.

Gambaran klinis oral sindroma wajah adenoid antara lain lengkung rahang atas yang sempit dengan palatum yang tinggi, posisi rahang bawah yang turun dan elongasi, mukosa oral yang