BAB II
LANDASAN TEORI
2.1Konsep Dasar Teori Behavioral
Terapi perilaku adalah penerapan aneka ragam teknik dan prosedur yang
berakar pada berbagai teori tentang belajar. Terapi ini menyertakan penerapan
yang sistematis prinsip-prinsip belajar pada pengubahan perilaku ke arah
cara-cara yang adaptif. Dalam konsep behavioral, perilaku manusia merupakan hasil
belajar, sehingga dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi
kondisi-kondisi belajar. Pada dasarnya, terapi perilaku diarahkan pada tujuan-tujuan
memperoleh perilaku baru, penghapusan perilaku yang maladatif, serta
memperkuat dan mempertahankan perilaku yang diinginkan.(Corey, 2007).
Manusia pada dasarnya dibentuk dan ditentukan oleh lingkungan sosial
budayanya. Segenap perilaku manusia itu dipelajari. Para behaviorist
mengemukakan teori belajar: bagaimana belajar terjadi sebagai hasil dari
pengaruh lingkungan. Bandura memberikan 3 konsep penting yang menjelaskan
bagaimana teori belajar sosial mempengaruhi pembelajaran Miller, (dalam
kusumadewi, 2009 ):
a. Belajar melalui observasi atau pengamatan bukan semata-mata sekedar meniru perilaku orang lain. Seorang anak dapat membangun perilaku baru secara simbolis dengan mendengarkan orang lain atau hanya dengan membaca. Perilaku overt (yang dapat dilihat/diobservasi) bahkan tidak begitu diperlukan agar pembelajaran dapat terjadi.
dapat mengamati perilaku apa saja yang sedang terjadi di sekitar mereka dan membedakannya menjadi reinforcement dan punishment, lalu menggunakan pengamatan ini sebagai sumber informasi dalam membantu mereka membuat batasan-batasan, mengevaluasi performa mereka, membangun standar perilaku, menetapkan tujuan, kemudian memutuskan kapan menerapkan hasil pengamatan tersebut.
c. Reciprocal Determinism menjelaskan model perubahan perilaku. Terdapat tiga sumber pengaruh dalam teori ini yang saling berinteraksi: individu, perilakunya, dan lingkungan. Perlu diingat bahwa lingkungan tidak selalu memegang peranan penting. Yang paling penting untuk diketahui, perilaku yang ditampilkan oleh seseorang juga membantu membentuk lingkungannya, yang kemudian memberikan timbal balik terhadap dirinya. Pada Gambar 1. Dijelaskan bagaimana hubungan antara Behavior (B) = perilaku, Person (P) = individu atau kognitif/persepsi, dan Environment (E) = lingkungan,yang saling berpengaruh (interlocking) dan bergantung satu denganlainnya (interdependent).
p
e b
Dalam masa perkembangan, remaja menjadi lebih terampil dalam
pembelajaran melalui pengamatan (observational learning). Observational
Learning atau yang biasa dikenal dengan modelling memiliki asumsi dasar, yaitu
perilaku individu sebagian besar diperoleh dari hasil belajar melalui observasi
atau hasil pengamatan perilaku orang lain (yang menjadi role model). Fischer &
Smith(dalam kusumadewi, 2009) kecanduan bisa merupakan hasil observasi
penggunaan substansi dan penyalahgunaan yang dilakukan oleh role model
seperti orangtua. Menurut beberapa teori kecanduan, perilaku kecanduan dapat
ditimbulkan oleh adanya penggunaan substansi bersama dengan teman sebaya
Thoresen (Shertzer & Stone, 1980) sebagaimana dikutip oleh Surya (1988),
memberi ciri-ciri pendekatan behavioral sebagai berikut:
a) Kebanyakan perilaku manusia dapat dipelajari dan karena itu dapat dirubah.
b) Perubahan-perubahan khusus terhadap lingkungan individual dapat membantu dalam merubah perilaku-perilaku yang relevan; prosedur-prosedur konseling berusaha membawa perubahan-perubahan yang relevan dalam perilaku klien dengan merubah lingkungan.
c) Prinsip-prinsip belajar sosial, seperti misalnya “reinforcement” dan “social modeling”, dapat digunakan untuk mengembangkan prosedur-prosedur konseling.
d) Keefektifan konseling dan hasil konseling dinilai dari perubahan-perubahan dalam perilaku-perilaku khusus klien diluar wawancara konseling.
e) Prosedur-prosedur konseling tidak statik, tetap, atau ditentukan sebelumnya, tetapi dapat secara khusus didisain untuk membantu klien dalam memecahkan masalah khusus.
2.2Tujuan Konseling Prilaku
Loekmono (2003) menjelaskan tujuan konseling perilaku yang utama adalah
menyediakan keadaan-keadaan dan lingkungan-lingkungan agar perilaku yang
tidak sesuai dapat dihapuskan sesudah itu konseli akan diajar untuk menguasai
perilaku baru yang sesuai untuk menggantikan perilaku yang tidak sesuai itu.
Menurut konselor konseling perilaku masa kini, tujuan yang hendak dituju
sebenarnya ditentukan oleh konseli sendiri di dalam suasana hubungan yang
hangat. Peran konselor adalah membantu konseli memilih tujuan yang hendak
Cormier dan Cormier (dalam Loekmono) menjelaskan bahwa proses
penentuan tujuan ini biasanya dilakukan bersama antara konselor dengan konseli
menurut urutan berikut:
a) Konselor menjelaskan sifat dan msksud tujuan kepada konseli. b) Konseli menentukan perubahan atau tujuan khusus yang diinginkan. c) Konseli dan konselor mengkaji dan meilai kesesuaian tujuan yang
dinyatakan oleh konseli.
d) Secara bersama mengidentifikasi resiko-resiko yang berhubungan dengan tujuan itu dan menilai resiko-resiko itu.
e) Secara bersama juga mendiskusikan kebaikan yang diperoleh dai tujuan itu.
f) Berdasarkan informasi yang diperoleh mengenai tujuan yang dinyatakan oleh konseli, konselor dan konseli akan membuat keputusan sebagai berikut:
a. Untuk meneruskan konseling atau,
b. Untuk mempertimbangkan kembali tujuan yang dinyatakan oleh konseli atau
c. Untuk merujuk konseli pada konselor lain agar keinginan dan hasrat konseli tidak kosong dan konselor sendiri tidak merasa hampa dan kecewa.
Dari uraian diatas bahwa dalam konseling perilaku yang dipentingkan adalah
perubahan perilaku, karena bagi pendukung konseling perilaku, perubahan akan
dengan sendirinya menghasilkan perubahan-perubahan bagian lain seperti emosi
dan kognitif.
2.3Peranan Konselor dan Teknik Prosedur Konseling Perilaku
Menurut Loekmono (2003) ada empat peranan utama yang harus dimainkan
konselor konseling perilaku yaitu,
c) Konselor hendaknya terampil dalam semua ataupun dengan sebagian besar teknik yang dipakai dalam konseling perilaku yang beraneka ragam. d) Konselor juga harus mempunyai orientasi yang baik ke arah penyelidikan
dan statistik agar ia dapat melaksanakan penilaian dengan obyektif.
Salah satu sumbangan terapi perilaku adalah pengembangan
prosedur-prosedur terapeutik yang spesifik yang memiliki kemungkinan untuk diperbaiki
melalui metode ilmiah. Dalam terapi perilaku, teknik-teknik spesifik yang
beragam bisa digunakan secara sistematis dan hasil-hasilnya bisa dievaluasi.
Teknik-teknik ini bisa digunakan jika saatnya tepat untuk menggunakannya, dan
banyak diantaranya yang bisa dimasukkan ke dalam praktek psikoterapi yang
berlandaskan model-model lain.
Menurut Loekmono (2003) Ada tiga hal yang menarik mengenai teknik dan
prosedur yang terdapat di dalam konseling perilaku:
a) Konseling perilaku mempunyai banyak teknik dan strategi yang telah diusahakan dan diketahui efektif.
b) Konseling perilaku mengutamakan perilaku yang nyata atau overt, maka dengan mudah dapat diketahui keberhasilannya atau kegagalan suatu teknik atau strategi tertentu.
c) Konselor perilaku tidak membelenggu seorang konselor. Konselor dapat mengkombinasikan teknik-teknik dan strategi-strategi untuk menjadikan pendekatan elektrik.
Dalam penelitian yang akan dilakukan, peneliti memfokuskan kepada teknik
latihan asertif, bermain peran, percontohan dan relaksasi
2.4Strategi Yang Dipakai Dalam Konseling Kelompok Behavioral
Pembentukan Perilaku Model dapat digunakan untuk membentuk perilaku
konselor menunjukkan kepada klien tentang perilaku model, dapat menggunakan
model audio, model fisik, model hidup atau lainnya yang teramati dan dipahami
jenis perilaku yang hendak dicontoh. Perilaku yang berhasil dicontoh
memperoleh ganjaran dari konselor. Ganjaran dapat berupa pujian sebagai
ganjaran sosial.
Latihan asertif (assertive training) adalah salah satu teknik dalam tritmen
ganguan perilaku dimana konseli diinstruksikan, diarahkan, dilatih, serta
didukung untuk bersikap asertif dalam menghadapi situasi yang tidak nyaman
atau kurang menguntungkan bagi dirinya. Menurut Corey (2007) perilaku asertif
adalah ekspresi langsung, jujur, dan pada tempatnya dari pikiran, perasaan,
kebutuhan, atau hak-hak seseorang tanpa kecemasan yang beralasan. Langsung
artinya pernyataan tersebut dapat dinyatakan tanpa berbelit-belit dan dapat
terfokus dengan benar. Jujur berarti pernyataan dan gerak-geriknya sesuai
dengan apa yang diarahkannya. Sedangkan pada tempatnya berarti perilaku
tersebut juga memperhitungkan hak-hak dan perasaan orang lain serta tidak
melulu mementingkan dirinya sendiri. Sedangkan Rees & Graham (dalam
Sunardi, 2010) menyatakan bahwa inti dari latihan asertif adalah penanaman
kepercayaan bahwa asertif dapat dilatihkan dan dikembangkan, memilih
kata-kata yang tepat untuk tujuan yang mereka inginkan, saling mendukung,
pengulangan perilaku asertif dalam berbagai situasi, dan umpan balik bagi setiap
peserta dari trainer maupun peserta. Menurut pendapat Corey (2007), manfaat
a. Tidak mampu mengungkapkan kemarahan dan perasaan tersinggung.
!
c. Memiliki kesulitan untuk mengatakan “tidak.”
d. Mengalami kesulitan untuk mengungkapkan afeksi dan respons-respons positif lainnya.
e. Merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran sendiri.
Loekmono (2003) menjelaskan beberapa strategi yang harus dilakukan dalam
memberikan pelatihan asertif, antara lain;
a. Pengajaran – konselor menerangkan kepada konseli perilaku khusus yang diharapkannya;
" # ! $ ! $
! %
& ' & ! # & !
( ! & !
%
) # !
! ! ! ! %
e. Penguatan sosial – dari waktu ke waktu konseli akan diberi pujian; f. Tugas atau PR - konseli akan diberi tugas untuk dikerjakan
Shaffer dan Galinsky (dalam Corey, 2007) menerangkan bagaimana
kelompok-kelompok latihan asertif dibentuk dan berfungsi. Kelompok terdiri
atas 8 – 10 anggota memiliki latar belakang sama, dan session terapi berlangsung
selama dua jam. Terapis bertindak sebagai penyelenggara dan pengarah
permainan peran, pelatih, pemberi kekuatan, dan sebagai model peran. Dalam
diskusi kelompok, terapis bertindak sebagai ahli, memberikan bimbingan dalam
Selanjutnya kelompok-kelompok terapi perilaku lainnya, kelompok latihan
asertif ditandai dengan stuktur yang mempunyai pemimpin. Secara khas sessions
berstruktur sebagai berikut:
a) Session pertama, yang dimulai dengan pengenalan diktatik tentang kecemasan sosial yang tidak realistis, pemusatan pada belajar menghapuskan responss-responss internal yang tidak efektif yang telah mengakibatkan kekurang tegasan dan pada belajar peran perilaku baru yang asertif.
b) Session kedua, bisa memperkenalkan sejumlah latihan relaksasi, dan masing-masing anggota menerangkan perilaku yang spesifik dalam situasi-situasi intrapersonal yang dirasakan menjadi masalah. Para anggota kemudian membuat perjanjian untuk menjalankan perilaku menegaskan diri yang semula mereka hindari.
c) Session ketiga para anggota menerangkan tentang perilaku menegaskan diri yang telah dicoba dijalankan oleh mereka dalam situasi-situasi kehidupan nyata. Mereka berusaha mengevaluasi dan jika mereka belum sepenuhnya berhasil, kelompok harus menjalankan permainan peran.
d) Session keempat penambahan latihan relaksasi, pengulangan perjanjian untuk menjalankan perilaku menegaskan diri, yang diikuti oleh evaluasi.
e) Session kelima bisa disesuaikan dengan kebutuhan anggota. Sejumlah kelompok sering berfokus pada permainan peran tambahan, evaluasi, dan latihan, sedangkan kelompok lainnya berfokus pada usaha mendiskusikan sikap-sikap dan perasaan yang telah membuat perilakumenegaskan diri sulit dijalankan.
Reed, dkk (dalam Nursalim, 2005) menggambarkan latihan asertif dapat
meliputi tiga bagian utama yaitu pembahasan materi, latihan atau bermain peran,
dan praktek nyata. Selanjutnya Jakubowski & Spector (1973) menambahkan
seperangkat teknik luas, diantaranya adalah reductions, behavioral rehearsal,
sosial modeling, positive reinforcement, cognitive restructurin, dan irrational
ideas. Lebih lanjut Lange n Jakubowski (1976) mengemukakan prosedur dan
a. Menghapus rasa takut berlebihan dan keyakinan tidak logis. Rasa takut yang berlebihan termasuk ketakutan yang dapat menyakiti perasaan orang lain, ketakutan dipandang oleh orang lain bahwa perilaku tegas sebuah sikap yang kurang sopan dan tidak menghargai orang lain. Ketakutan yang berlebihan dan keyakinan yang irasional sering menghentikan individu untuk bersikap tegas.
b. Menerima mengemukakan fakta-fakta masalah yang akan dihadapi. Seorang individu harus menerima bahwa setiap orang harus bersikap tegas dalam mengekspresikan pikiran, perasaan, keyakinannya secara jujur.
c. Bersikap untuk asertif sendiri. Latihan bersikap tegas sendiri biasanya menggunakan refleksi/permainan peran jiwa dimana dalam situasi ini individu akan lebih bisa bersikap asertif, memusatkan pada perilaku nonverbal yang penting dalam ketegasan.
d. Mengembangkan sikap asertif dalam situasi sebenarnya atau dalam kehidupan sehari-hari. Menyediakan waktu untuk konseli dalam bermain peran dan mendapat umpan balik dari kelompok.
e. Membawa perilaku asertif dalam kehidupan sehari-hari
2.5Facebook
Facebook adalah sebuah sarana sosial yang membantu masyarakat untuk
berkomunikasi secara lebih effisien dengan teman-teman, keluarga dan teman
sekerja. Perusahaan facebook mengembangkan teknologi yang memudahkan
dalam sharing informasi melewati social graph, digital mapping kehidupan real
hubungan sosial manusia. Siapun boleh mendaftar di facebook dan berinteraksi
dengan orang-orang yang mereka kenal dalam lingkungan saling percaya.”
(Facebook.com; 2009). Facebook didirikan oleh Mark Zuckerberg, seorang
mahasiswa Harvard kelahiran 14 Mei 1984 dan mantan murid Ardsley High
School. Pada awal tahun 2009 mark Zuckherberg mendapat penghargaan Young
71 negara yang dianggap berpengaruh bagi dunia. Ia adalah programmer
computer dan pengusaha muda yang bersal dari negri Paman Sam Amerika
serikat. Ia menjadi kaya di umurnya yang relative muda karena berhasil
mendirikan dan mengembangkan situs jaringan sosial faceboook di saat masih
kuliah dengan bantuan teman satu kampusnya bernama Andrew McCollum dan
teman sekamarnya Dustin Moskovitsz serta Crish Hughes. (Syukur, 2009)
Pada awal masa kuliahnya ! * ini, keanggotaannya masih
dibatasi untuk mahasiswa dari + , . Dalam dua bulan selanjutnya, keanggotaannya diperluas ke sekolah lain di wilayah - ! (- ! , ,
. ! - ! , (/, / $! ), " & ! , 0! $ , 12., 1 ! * ! , dan semua
sekolah yang termasuk dalam ( 3 . Banyak ! lain yang
selanjutnya ditambahkan berturut-turut dalam kurun waktu satu tahun setelah
peluncurannya. Akhirnya, orang-orang yang memiliki alamat !4 suatu
! (seperti: .edu, .ac, .uk, dll) dari seluruh dapat juga bergabung
dengan ! ini.
Facebook merupakan jaringan sosial yang paling diminati, menurut statistic,
pada 16 maret 2009 jam 14.00 WIB, ada 2.235.280 orang menyatakan diri
sebagai warga Indonesia di Facebook. Karena peminatnya banyak, maka
facebook merekrut 350 karyawan yang saat ini berkantor di Palo Alto, California
dan New York. Facebook juga mengklaim sebagai situs nomor satu dalam hal
menduduki peringkat kedua, ketiga, dan empat. Terkait dengan jumlah gambar,
facebook menerima lebih dari 14 juta foto yang diunggah setiap harinya angka
ini terus meningkat karena tidak ada batas jumlah foto yang dapat diunggah oleh
para anggotanya, dan setiap harinya ada saja anggota baru yang mendaftar.
(Syukur, 2009)
Dominowski (2009) mengartikan facebook adalah situs sederhana yang
mudah digunakan dan mempunyai efek untuk mencandu. Efek mencandu dapat
disebabkan 2 hal yang utama. Pertama, karena kita memperoleh teman dan
mendapat perhatian oleh orang lain. Kedua, seseorang senang menjadi orang
yang dikenal dan diakui keberadaannya. Karena itu, akan mudah menjadi
pecandu jejaringan sosial di internet bila seseorang memiliki kebutuhan besar
akan perhatian, penghargaan diri dan eksistensi dirinya.
2.6Kecanduan internet
Cooper (dalam diyah, 2009) berpendapat bahwa kecanduan merupakan
perilaku ketergantungan pada suatu hal yang disenangi. Individu biasanya secara
otomatis akan melakukan apa yang disenangi pada kesempatan yang ada. Orang
dikatakan kecanduan apabila dalam satu hari melakukan kegiatan yang sama
sebanyak lima kali atau lebih.
Kecanduan merupakan kondisi terikat pada kebiasaan yang kuat dan tidak
mampu lepas dari keadaan itu, individu kurang mampu mengontrol dirinya
kecanduan merasa terhukum apabila tidak bisa memenuhi hasrat kebiasaannya.
Kecanduan internet di antaranya terjerat game, jejaring sosial, akses situs porno,
akses bermacam informasi, serta aplikasi lain.
Kecanduan internet, atau dikenal sebagai kecanduan komputer, kecanduan
online, atau gangguan kecanduan internet (IAD), mencakup berbagai masalah
impuls-kontrol, termasuk:
a) Cybersex Addiction – menggunakan secara kompulsif dalam hal pornografi di internet, chat room dewasa, dan bisa berdampak negatif terhadap kehidupan intim dalam hubungan yang nyata.
b) Cyber-Relationship Addiction - kecanduan untuk jaringan sosial, dan chat room, sehingga menjadikan teman online lebih penting dari pada kehidupan hubungan yang nyata dengan keluarga atau teman-teman.
c) Net Compulsions – kecanduan judi di internet, seprerti penanaman saham, kecanduan lelang secara online.
d) Information Overload - web surfing secara kompulsif atau pencarian database, yang menyebabkan produktivitas kerja rendah dan interaksi sosial yang kurang dengan keluarga dan teman-teman.
e) Computer Addiction – menggunakan komputer secara obsesif, seperti Solitaire atau Minesweeper, atau pemrograman komputer obsesif.
Pada penelitian ini lebih kepada Cyber-Relationship addiction dilakukan
dengan penggunaan facebook. Ketika digunakan secara bertanggung jawab,
internet bisa menjadi tempat yang bagus untuk berinteraksi sosial, bertemu orang
baru, dan bahkan mulai hubungan romantis. Namun, semakin banyak waktu
yang digunakan untuk interaksi secara online di facebook, membuat individu
melalaikan tugas dan hubungan secara langsung. Masalah lain adalah bahwa
sekitar 50% orang online berbohong tentang usia mereka, berat badan, pekerjaan,
orang yang diharapkan tidak sesuai dengan yang di harapkan bisa menimbulkan
kekecewaan yang mendalam bagi tiap individu.
2.7Gejala Kecanduan Facebook
Lipari
(http://answersto.wordpress.com/2010/04/09/facebook-addiction-disorder-fad-signs-and-symptoms/) seorang psikolog klinis di University of
California, Los angles mengemukakan tanda- tanda kecanduan facebook antara
lain :
a) Sulit tidur pada malam hari, lebih banyak menggunakan waktu pada malam hari untuk login facebook dan akan mempengaruhi aktivitas hari esoknya, contoh: bangun kesiangan, mengantuk
b) Pengunaan facebook yang berdurasi lebih dari satu jam. Dapat menimbulkan keasyikan yang tidak dapat diperoleh dari kegiatan lain. Kemudian semakin hari semakin bertambah waktu yang digunakan untuk Facebook. Namun untuk rata-rata orang biasa mengakses Facebook hanya setengah jam per harinya.
c) Menjadi terobsesi dengan Facebook, mengabaikan berapa banyak ongkos yang dikeluarkan.
d) Melalaikan tugas dan pekerjaan. Hal ini berarti user tidak melakukan atau menunda pekerjaannya, melainkaan menghabiskan waktu untuk Facebook-an e) Dapat menimbulkan stres dan gejala depresi
Masalah adiksi bisa ditinjau dari addiction assessment dari Young (1996).
Empat aspek utama yang dilihat dalam hal ini adalah aspek application, emotion,
cognition, life event. Young (1996) mencatat bahwa pecandu biasanya menjadi
kecanduan pada aplikasi tertentu karena menggunakan aplikasi tersebut dalam
waktu yang berlebihan. Dalam hal ini aplikasi yang digunakan adalah facebook,
misalnya seberapa lama waktu yang digunakan pengguna facebook dalam
menimbulkan sensasi yang tidak dapat diperoleh dengan cara lain. Dengan kata
lain sensasi akan menghambat perasaan sakit, ragu, dan ketidaknyamanan. Efek
sensasi pengalihan perhatian akan menyerap perhatiaan pengguna facebook yang
mengalami kecanduan. Misalnya pecandu menemukan perasaan menyenangkan
ketika online berbeda dengan yang mereka rasakan ketika harus ofline. Pecandu
semakin jauh dengan penggunaan online maka semakin menjadikan perasaan
yang tidak menyenangkan dalam dirinya. Secara kognisi seseorang akan menilai
bahwa facebook penting, misalkan sebagai media untuk menjalin relasi, dan
aspek terakir adalah lifeevent yang mengacu pada kejadian-kejadian dalam hidup
individu. Individu akan rentan dengan adiksi bila dia merasakan adanya ketidak
puasan dengan hidupnya.
Young (1996) menjelaskan symptom kencanduan internet yang telah
diadaptasikan dalam kecanduan internet (facebook) dan minimal 3 karakter
tersebut dialami selama setahun, sympom yaitu :
a) Tolerance kebutuhan untuk online selama mungkin untuk kepuasan sendiri b) Timbul gejala penarikan diri yang mengakibatkan 'cacat' dalam memenuhi
fungsi sosial, personal, atau pekerjaan. Ini termasuk kecemasan, gelisah, mudah tersinggung, bergetar, menggigil, gerakan mengetik tanpa sadar, obsesif, hingga berkhayal atau mimpi mengenai Internet
c) Membutuhkan waktu yang banyak untuk online dan menyediakan waktu khusus untuk mengunakan internet.
d) Internet (facebook) digunakan untuk melarikan diri dari perasaan bersalah, tak berdaya, kecemasan, atau depresi.
e) Mengurangi kegiatan penting, baik dalam pekerjaan, sosial atau rekreasional, demi menggunakan internet (facebook).
f) Merasa gelisah, murung, cepat marah ketika harus menghentikan penggunaan internet (facebook)
Dampak Kecanduan Facebook
Sigman
(http://episentrum.com/artikel-psikologi/efek-psikologis-facebook-bagi-kesehatan-mental/) menjelaskan akibat dari penggunakan facebook secara
berlebihan, Kerusakan fisik sangat mungkin terjadi. Bila menggunakan mouse
atau memencet keypad ponsel selama berjam-jam setiap hari, individu dapat
mengalami cidera tekanan yang berulang-ulang. Penyakit punggung juga
merupakan hal yang umum terjadi pada orang-orang yang menghabiskan banyak
waktu duduk di depan meja komputer. Jika pada malam hari individu masih
sibuk mengomentari status teman , individu juga kekurangan waktu tidur.
Kehilangan waktu tidur dalam waktu lama dapat menyebabkan kantuk
berkepanjangan, sulit berkonsentrasi, dan depresi dari sistem kekebalan.
Seseorang yang menghabiskan waktunya di depan komputer juga akan jarang
berolahraga sehingga kecanduan aktivitas ini dapat menimbulkan kondisi fisik
yang lemah, bahkan obesitas.
Selanjutnya Sigman menjelaskan, Suatu hubungan mulai menjadi kering
ketika para individunya tak lagi menghadiri social gathering, menghindari
pertemuan dengan teman-teman atau keluarga, dan lebih memilih berlama-lama
menatap komputer (atau ponsel). Ketika akhirnya berinteraksi dengan
rekan-rekan, mereka menjadi gelisah karena “berpisah” dari komputernya.
Pengguna akhirnya tertarik ke dalam dunia artifisial. Seseorang yang
teman-teman utamanya adalah orang asing yang baru ditemui di Facebook atau
Perilaku ini dapat meningkatkan risiko kesehatan yang serius, seperti kanker,
stroke, penyakit jantung, dan dementia (kepikunan).
2.8Remaja
Kata “remaja” berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang berarti to grow
atau to grow maturity . Banyak tokoh yang memberikan definisi tentang remaja,
seperti DeBrun (dalam Rice, 1990) mendefinisikan remaja sebagai periode
pertumbuhan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa.
Menurut Papalia dan Olds (2001), masa remaja adalah masa transisi
perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya
dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun
atau awal dua puluhan tahun.
Menurut Adams & Gullota (dalam Aaro, 1997), masa remaja meliputi usia
antara 11 hingga 20 tahun. Sedangkan Hurlock (1990) membagi masa remaja
menjadi masa remaja awal (13 hingga 16 atau 17 tahun) dan masa remaja akhir
(16 atau 17 tahun hingga 18 tahun). Masa remaja awal dan akhir dibedakan oleh
Hurlock karena pada masa remaja akhir individu telah mencapai transisi
perkembangan yang lebih mendekati masa dewasa.
2.9Karakteristik Perkembangan Sosial Remaja
Remaja adalah tingkat perkembangan anak yang telah mencapai jenjang
cakrawala interaksi sosial dan pergaulan remaja telah cukup luas. Perkembangan
sosial pada masa remaja lebih melibatkan kelompok teman sebaya dibanding
orang tua (Conger, 1991; Papalia & Olds, 2001). Dibanding pada masa
kanak-kanak, remaja lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah seperti kegiatan
sekolah, ekstra kurikuler dan bermain dengan teman (Conger, 1991; Papalia &
Olds, 2001). Dengan demikian, pada masa remaja peran kelompok teman sebaya
adalah besar.
Pada diri remaja, pengaruh lingkungan dalam menentukan perilaku diakui
cukup kuat. Walaupun remaja telah mencapai tahap perkembangan kognitif yang
memadai untuk menentukan tindakannya sendiri, namun penentuan diri remaja
dalam berperilaku banyak dipengaruhi oleh tekanan dari kelompok teman sebaya
(Conger, 1991).
Perkembangan remaja diwujudkan dalam bentuk kelompok, baik besar
maupun kelompok kecil. Dalam memilih kelompok, remaja di dasari oleh
berbagai penimbangan, seperti moral, sosial ekonomi, minat dan kesamaan bakat
dan kemampuan. Masalah umum yang dihadapi oleh remaja adalah penyesuaian
diri. Sumber-sumber yang dapat mempengaruhi pembentukan identitas diri adalah
lingkungan sosial, dimana remaja tumbuh kembang, seperti keluarga dan tetangga
yang merupakan lingkungan masa kecil, juga kelompok-kelompok yang terbentuk
ketika mereka memasuki masa remaja. Kelompok-kelompok itu disebut sebagai
reference group dan melaui kelompok tersebut remaja dapat memperoleh
membantu remaja untuk mengetahui dirinya dalam perbandingannya dengan
orang-orang lain sehingga mereka dapat membandingkan dirinya dengan
kelompoknya, nilai-nilai yang ada pada dirinya dengan nilai-nilai dalam
kelompok yang selanjutnya akan berpengaruh kepada
pertimbangan-pertimbangan apakah dia akan menerima atau menolak nilai-nilai yang ada dalam
kelompok tersebut. Remaja dalam kehidupan sosialnya akan dihadapkan kepada
peran yang ditawarkan oleh lingkungan keluarga maupun kelompok sebaya, yang
kadang-kadang membingungkan dan sering menimbulkan benturan-benturan,
misalnya menjadi anggota kelompok musik tetapi harus menjadi siswa teladan.
Maka dalam hal ini remaja harus mampu mengintergrasikan berbagai peran
tersebut ke dalam diri pribadi (identitas diri) dan apabila terjadi benturan-benturan
berbagai tuntutan peran harus dapat diselesaikan
2.10 Remaja dan Kelompok Sebaya
Dalam perkembangan sosialnya remaja maka remaja mulai memisahkan diri
dari orang tua dan mulai memperluas hubungan dengan teman sebaya. Pada
umumnya remaja menjadi anggota kelompok usia sebaya (peer group).
Kelompok sebaya menjadi begitu berarti dan sangat berpengaruh dalam
kehidupan sosial remaja. Kelompok sebaya juga wadah untuk belajar
kecakapan-kecakapan sosial, karena melalui kelompok remaja dapat mengambil berbagai
peran. Di dalam kelompok sebaya, remaja menjadi sangat bergantung kepada
sangat kuat. Kecenderungan keterikatan (kohesi) dalam kelompok tersebut akan
bertambah dengan meningkatnya frekuensi interaksi di antara anggotanya.
Santrock (2002) menyebutkan besarnya peranan teman sebaya dalam
kehidupan remaja mendorong remaja untuk membentuk kelompok-kelompok usia
sebaya, kelompok tersebut bisa merupakan kelompok yang besar karena
anggotanya banyak, yang disebut crowd tetapi dapat juga kelompok kecil yang
disebut sebagai clique. Kelompok besar biasanya terdiri dari beberapa clique.
Karena jumlah anggotanya sedikit, maka klik mempunyai kohesi kelompok yang
lebih tinggi. Di dalam pembentukan kelompok juga akan diikuti dengan adanya
perilaku konformitas kelompok, di mana remaja akan berusaha untuk dapat
menyesuaikan dan menyatu dengan kelompok agar mereka dapat diterima oleh
kelompoknya.
Di dalam kelompok besar akan terjadi persaingan yang berat, masing-masing
individu bersaing untuk bisa tampil menonjol. Oleh karena itu sering terjadi
perpecahan yang disebabkan oleh menonjolnya kepentingan pribadi tiap orang.
Di dalam kelompok kecil, proses penyesuaian diri, kemampuan intelektual,
dan emosi mempunyai pengaruh yang kuat. Dalam kelompok yang terdiri dari
pasangan remaja berbeda jenis pertimbangan faktor masalah agama dan suku
sering menjadi masalah rumit.
a) Cita-cita dan idealisme yang baik, terlalu menitikberatkan pikiranya
sendiri tanpa memikirkan akibat dan tanpa memperhitungkan kesulitan
yang menyebabkan suatu persoalan tidak terselesaikan
b) Kemampuan berfikir dengan pendapat sendiri, masih sulit membedakan
pokok perhatian orang lain dari pada tujuan perhatian diri sendiri.
Pandangan dan penilaian diri sendiri dianggap sama dengan pandangan
dan penilaian orang lain mengenai dirinya.
Proses penyesuaian diri yang dilandasi sifat egonya dapat menimbulkan reaksi
lain dimana remaja itu justru melebih-lebihkan dirinya dalam penilaian diri.
Mereka merasa dirinya ampuh dan hebat sehingga aktivitas yang dilakukan pada
umumnya membahayakan remaja yang biasanya masih bersifat komfromis,
kemudian tertarik pada keinginan terhadap hal yang baru dapat menyebabkan
perilaku yang berisiko merusak diri (self-destructive). Pendapat Elkind
(Beyth-Marom, dkk., 1993) bahwa remaja memiliki semacam perasaan invulnerability
yaitu keyakinan bahwa diri mereka tidak mungkin mengalami kejadian yang
membahayakan diri, Umumnya remaja biasanya dipandang memiliki keyakinan
yang tidak realistis yaitu bahwa mereka dapat melakukan perilaku yang
dipandang berbahaya tanpa kemungkinan mengalami bahaya itu.
Individu yang terlibat atau bergabung dengan sebuah kelompok teman sebaya
seringkali tidak berani untuk menolak atau menanggapi norma-norma tertentu di
dalam kelompok tersebut yang biasanya ditentukan oleh pimpinan kelompok
(Monks, 1982). Remaja yang ketakutan ditinggalkan kelompok lebih rentan
ditinggalkan terhadap pengaruh kelompok teman sebaya, sehingga apapun yang
dilakukan teman kelompok mereka cenderung untuk mengikutinya atau dengan
kata lain mereka cenderung kurang asertif. Remaja yang suka berinteraksi
menjalin hubungan dengan teman sebaya , mereka cenderung lebih aktif dan
biasanya banyak memiliki teman sebaya dan sering berinteraksi dengan
kelompok, hal tersebut membuat ia sangat mementingkan kelompok sehingga
akan timbul perasaan takut ditinggalkan kelompok. Menurut penelitian oleh
Suherman dan Yuanita (2000) seorang remaja dengan kecenderungan ekstravet
lebih menunjukan perilaku penyalahgunaan heroin dibandingkan remaja yang
memilii kencenderungan introver. Dalam hal ini orang yang kurang asertif
cenderung untuk mengkonsumsi heroin dan dapat dikatakan sebagai kecanduan
heroin. Kecanduan tidak hanya mengacu pada hal-hal yang berkaitan dengan
non-drugs atau obat-obatan (Young, 1998). Selanjutnya kecanduan pada remaja yang
kurang asertif bisa dalam penggunaan facebook.
Catur (2009) mengatakan bahwa rata-rata pengguna internet di perkotaan 60%
adalah di bawah 30 th. Artinya, sebagian dari mereka adalah dari kalangan anak
sekolah, yang masih muda, yang mungkin saja masih belum terlalu bisa memilah
Penelitian Amelia (2009) menunjukan bahwa latihan asertif efektif digunakan
untuk mereduksi prilaku adiksi game online pada remaja. Pelatihannya meliputi
penghapusan rasa takut untuk tidak menggunakan gameonline secara berlebihan,
mengembangkan perilaku asertif dengan pelatihan asertif. Pelatihan tersebut akan
coba diterapkan pada pecandu faceebook, facebook yang bisa berdampak
menggangu peran sosial dan akademik bagi pengguna yang mengunakan
intensitas waktu lebih dari 4/minggu dengan durasi lebih dari 4 jam.(Pempek dkk,
2009)
2.12 Hipotesis
Berdasarkan uraian teori diatas maka dapat diambil suatu hipotesis bahwa
Ha : Konseling kelompok behavioral signifikan mengurangi kecanduan
Ho : Konseling kelompok behavioral tidak signifikan mengurangi