Bab 5
Pengalaman Berusaha Di Kota Jayapura
Pengantar
Bab ini akan secara empiris menceritakan pengalaman berusaha dari masing-masing Informan, yaitu M uchsin, Ismail, Baco, Ramli dan Asmi. Untuk itu, pembahasan pada bab ini akan dimulai dari penjelasan tentang sumber pengetahuan usaha dari para informan. Kemudian dilanjutkan denga pembahasan tentang alasan yang membuat para informan memilih untuk terjun ke dunia usaha. Dari kedua pembahasan ini, diharapkan dapat memberikan penjelasan tentang mengapa para informan memilih usaha sebagai sumber pendapatan mereka.
Hal kedua yang menjadi fokus pembahasan pada bab ini adalah pengalaman mereka dalam hal memulai dan mengembangkan usaha di Kota Jayapura. Pembahasan inilah yang sesungguhnya menjadi inti dari bab ini. Karena melalui pembahasan ini akan terlihat bagaimana migran M akassar mampu memulai usaha, mempertahankan usaha, hingga mengembangkan usaha yang mereka miliki.
Dari dua pokok bahasan ini, diharapakan dapat memberikan gambaran, tentang pengalaman berusaha dari masing-masing Informan. Dengan demikian bab ini akan dapat menjawab pertanyaan tentang
bagaimana pengalaman migran M akassar, memulai dan
mengembangkan usaha di Kota Jayapura.
M engenal Dunia Usaha
usaha. Untuk itu, pembahasan pada bagian ini akan memberikan penjelasan tentang dari mana para informan mengenal dunia usaha, sehingga mereka berani memutukan untuk terjuan ke dunia usaha.
Orang Tua (Keluarga) Adalah Guru
Pada tahun 1987, ketika M uchsin masih berusia 16 tahun, dan masih duduk di bangku kelas 3 SM P. Dia harus kehilangan ayahnya untuk selamanya. Sejak saat itu, M uchsin mulai untuk bekerja keras membantu mengelola warung makan bersama ibunya. Sehingga bila dia ditanya kapan dia mulai mengenal dunia usaha secara baik, dia akan menjawab sejak dia mulai membantu ibunya mengelola warung makan.
Sebagai contoh M uchsin mengatakan bahwa dia mengerti tentang peluang usaha dan investasi berawal ketika tahun 1988, saat ibunya memutuskan untuk membuka kios yang menjual kebutuhan bahan pokok (beras, gula, minyak, dll). Ketika itu dia bertanya pada ibunya:“kenapa Ibu menjual perahu ayah dan mau membuka kios”? dan ibunya menjawab: “Ibu menjual perahu ayahmu agar uangnya bisa jadi modal buat kios. Karena didekat-dekat sini kan belum ada yang jual beras, minyak, tepung dan lainnya. Jadi kalau ibu jual, pasti banyak yang beli”.
Pada saat mendengar jawaban demikian, M uchsin mulai memahami bahwa ketika kebutuhan akan suatu barang atau jasa itu tinggi, namun barang atau jasa itu langka, maka keadaan seperti demikian dapat dilihat atau dimanfaatkan sebagai suatu peluang usaha. Selain itu, dari jawaban ibunya dia mengerti bahwa untuk dapat memanfaatkan peluang yang ada di perlukan modal. M odal itupun diperoleh dengan cara menginvestasikan sumber daya yang dimiliki.
Selain M uchsin, Ismail juga mengaku bahwa dia mengenal dunia usaha dari kedua orang tuanya. Karena sejak berusia 12 tahun, dia sudah aktif dalam membantu usaha ayah dan ibunya. Sehingga tidak heran bila dia menjawab bahwa pengetahuan usaha yang dia miliki, lebih banyak bersumber dari pengalaman bersama kedua oarng tuanya.
M enurutnya, dari sekian banyak pengalamannya bersama orang tuanya. Ada salah satu pengalaman yang dia selalu ingat, yaitu ketika pada suatu siang, dia diajak ayahnya untuk mengantarkan ikan, ke rumah salah satu pelanggan. Saat berada dirumah pelanggan itu, Ismail sempat sangat marah, karena dia sudah merasa lapar, tetapi dia harus menunggu ayahnya yang sedang membersihkan ikan. Akhirnya setelah mereka pulang dengan nada marah Ismail menanyakan pada ayahnya; “Uak (Berarti bapak dalam bahasa M akassar) kenapa Uak mau membantu membersihkan ikan-ikan itu, kan tugas kita hanya menjual?”. Jawab ayahnya “M ail, Uak harus membantu membersihkan ikan-ikan itu, karena diminta oleh ibu itu. Kalau Uak tidak membantunya besok bisa-bisa ibu itu tidak mau membeli ikan kita lagi”. Dari jawaban ayahnya itu, Ismail lalu memahami bahwa pelanggan harus diperlakukan dengan baik, agar pelanggan itu merasa nyaman, dan tetap mau berlangganan dengan mereka.
M uhadjir Ismail tidak hanya belajar dari ayahnya, dia juga belajar banyak dari ibunya. Satu hal yang menurutnya merupakan pelajaran berharga dari ibunya, yaitu bagaimana mengatur kueangan rumah tangga dan usaha. M uhadjir Ismail menganggap hal ini sangat berharga, karena baginya pengaturan kueangan yang diterapkan oleh ibunya telah menjaga keberlangsungan kehidupan mereka, dan usaha mereka ketika itu.
W alaupun kini dia hanya biasa mengenang mereka berdua melalui potret yang tergantung bisu di dinding ruang tamunya. Tetapi baginya, orang tuanya adalah anugrah terindah yang pernah dia miliki dalam hidup. Karena dari merekalah dia mengenal banyak hal dalam hidupnya, termasuk dunia usaha.
Ada beberapa pengalaman bersama orang tuanya yang menurutnya memberikan dia pengetahuan usaha. Sebagai contoh adalah pada saat ibunya meminta dia untuk membantu mengantarkan pesanan kue ke salah satu kerabatnya. Ketika itu karena ada kesalahan komunikasi, maka dari 300 kue yang dibuat oleh ibunya, hanya diambil 150 saja. Hal itu membuat Baco sangat marah dan mengatakan pada ibunya; “Ibu tidak usah lagi buat kue ke orang itu, dia itu tidak tau menghargai orang”. Namun Ibunya meredam kemarahanya dengan menjawab; “Baco, dalam usaha itu sudah biasa, jadi kalau mau bikin usaha itu harus siap menghadapi kerugian dan resikonya, serta jangan mudah putus asa”. Dari penjelasan ibunya itu, Baco lalu memahami bahwa ketika seseorang memutuskan untuk mendirikan usaha, maka dia harus memiliki jiwa yang tegar dan pantang menyerah.
Baco juga menambahkan bahwa masih banyak pengalaman bersama kedua orang tuanya yang memberikan dia pengetahuan tentang usaha. Karena andil kedua orang tuanya itu, maka ketika Baco mendirikan salah satu toko kue di Kota Jayapura. Dia lalu memberi nama toko itu “HamJum”, yang merupakan singkatan dari nama kedua orang tuannya, yaitu Hamdan dan Jumaidah. Hal itu dia lakukan sebagai cara untuk mengenang dan menghargai mendiang kedua orang tuannya.
Pengalaman Kerja
Bila M uchsin, Ismail, dan Baco, mengenal dunia usaha dari orang tua (keluarga) mereka, maka tidak demikian dengan Ramli. Karena dalam pengakuannya, Ramli mengaku bahwa dia tidak mengenal dunia usaha dari orang tuanya. Tetapi dia justru mengenal dunia usaha secara baik ketika dia bekerja pada usaha milik Baco.
dimana penumpang biasa tunggu taxi, dan dimana mereka turun. Supaya bisa pilih tempat usaha yang pas dengan itu semua”. Penjelasan dari Baco itulah, yang diakui oleh Ramli sebagai suatu pelajaran bahwa tempat usaha berpengaruh terhadap keberhasilan usaha.
Pengalaman yang Ramli lalui bersama Baco, seolah menjadi guru yang mengajarkannya tentang usaha. Untuk itu, ketika penulis bertanya padanya tentang dari mana dan kapan dia mengenal dunia usaha secara baik. Tanpa ragu Ramli menjawab bahwa dia mengenal dunia usaha dari pengalaman kerjanya bersama Baco. Jawaban ini dia katakan sambil telunjuknya menujuk toko milik Baco, yang bersebelahan dengan tempat usahanya.
Seperti halnya Ramli, Asmi juga mengakui bahwa yang membuat dia mengenal dunia usaha adalah pengalaman kerja yang dia miliki. Baik pengalaman selama dia bekerja sebagai karyawan pada perusahaan marmer, maupun pengalamannya selama mengelola toko milik Ramli.
Dari kedua pengalaman kerjanya, dia memiliki cerita masing-masing. Sebagai contoh, dia menceritakan bahwa ketika dia bekerja di perusahaan marmer. Dia mempelajari bahwa dalam menjalankan usaha, karyawan adalah aset yang perlu dijaga, dan pemilik usaha harus bertanggung jawab terhadap para karyawannya. Dia mempelajari hal itu dari pimpinannya yang selalu memberikan insentif-insentif dan tunjangan bagi mereka selaku karyawan ketika itu. Bahkan setelah perusahaan itu tutup, pimpinannya tetap memberika mereka pesangon yang cukup besar nilanya.
Demikianlah pengalaman Asmi yang diakuinya sebagai pengalaman yang mengajarkannya mengenal dunia usaha. W alaupun saat ini Asmi telah memiliki usaha sendiri, tetapi dia tidak berhenti untuk menimba pengalaman dari Ramli. Hal itu terbukti ketika penulis menghadiri acara perayaan ulang tahun anak dari Ramli. Saat itu secara tidak disengaja penulis mendengar Asmi bertanya pada Ramli tentang cara memulai usaha angkutan umum.
M emutuskan Terjun Ke Dunia Usaha
Banyak orang menganggap bahwa terjun ke dunia usaha adalah suatu pilihan yang beresiko. Karena itu, tidak sedikit orang yang merasa engan, bahkan takut untuk terjun ke dunia usaha. Tetapi mengapa Rauf M uchsin, M uhajdril Ismail, Sulaiman Baco, Jalnudin Ramli dan Nursama Asmi, justru memilih untuk terjuan ke dunia usaha, padahal mereka telah memiliki pekerjaan di Jayapura. Jawaban dari pertanyaan itu akan menjadi fokus dari pembahasan pada bagian ini. Artinya, bagian ini akan secara empiris mengungkapkan alasan yang membuat mereka (Baco, Ismail, M uchsin, Ramli, dan Asmi) memutuskan untuk terjun ke dunia usaha.
Bosan Dengan Rutinitas
Pada tahun 1992 tepatnya bulan April, ketika M uchsin dalam perjalanan pulang dari perusahan tempat dia bekerja, tiba-tiba terbesit dalam pemikirannya tentang suatu peluang usaha. Peluang usaha yang dipikirkannya itu adalah medirikan suatu warung makan atau kios di perusahaan tempat dia bekerja. Dia menganggap itu suatu peluang usaha karena di perusahaan tempat dia bekerja belum ada kantin atau rumah makan yang menyediakan makanan dan kebutuhan lainnya.
M enurut M uchsin, keputusan untuk terjun ke dunia usaha, merupakan suatu keputusan pribadi, yang didasari rasa kejenuhan terhadap pekerjaan di perusahaan. Hal ini seperti yang dia sampaikan dalam kutipan wawancara berikut;
“pas saya berhenti dari perusahaan, banyak orang, termasuk mama juga tanya kenapa saya berhenti dari perusahaan. Saya bilang saja saya sudah bosan dengan aktvitas di perusahaan. Karena setiap hari saya harus pergi pagi pulang sore, baru pekerjaan cuma itu saja setiap hari. Itu memang saya alami jadi saya bosan, dan bikin usaha sendiri”.
M uchsin bukan satu-satunya informan yang merasa jenuh dengan pekerjaan yang ada, kemudian beralih ke dunia usaha. Karena ada juga Ramli yang merasa jenuh dengan profesinya sebagai supir dan pengantar kue, lalu beralih ke dunia usaha. Hal ini seperti yang dia kemukakan berikut;
“saya merasa senang dan tidak merasa kesulitan waktu kerja dengan Baco. Gajinya besar, mobil saya ambil ke rumah, saya tidak harus bayar kontrakan dan lain-lain. Tetapi saya putuskan untuk berhenti dan bangun usaha sendiri karena saya sudah mulai merasa bosan dengan pekerjaan itu. Saya mau coba sesuatu yang baru lagi. Jadi saya berhenti dan beli taksi terus saya bawa sendiri”.
Ramli menceritakan bahwa dia mulai berpikir untuk membangun usaha sejak tahun 1996. Pikiran itu berawal ketika dia secara tak sengaja menanyakan kepada seorang supir angkutan umum (taksi), tentang penghasilan mereka perhari. Supir itu kemudian menjawab bahwa penghasilan mereka dapat mencapai tujuh puluh ribu. Hal itu mengundang ketertarikan Ramli untuk mencoba keberuntungannya di dunia usaha. Tetapi karena ketika itu Ramli masih merasa nyaman bekerja dengan Baco, maka ketertarikannya itu dia abaikan.
Kondisi yang sama juga dialami oleh Baco, ketika baru menjalani kehidupan di Kota Jayapura (antara tahun 1990-1991). Ketika itu, karena telah terlambat untuk mengikuti seleksi pegawai di Kota Jayapura, maka Baco berniat untuk pulang ke M akassar. Tetapi karena dia tidak diijinkan pulang oleh pamannya, sehingga dia harus tetap tinggal di Kota Jayapura, dan menunggu seleksi berikutnya.
Pada saat dia menunggu seleksi berikutnya, dia merasa jenuh karena seolah-olah dia hidup tanpa aktifitas. Akhirnya untuk mencari kesibukan, dia memutuskan untuk membuat kue dan dijajakan waktu pagi, di depan rumah pamannya. Dari sekedar mengisi waktu, akhirnya dia kemudian tertarik dan menekuni dunia usaha, karena merasa bahwa penghasilanya dari usaha cukup besar ketika itu.
Terdesak Oleh Keadaan
Pada bulan Agustus 1998, karena M uchsin tidak dapat lagi melanjutkan usaha rumah makannya, maka Ismail terpaksa harus kehilangan pekerjaannya. Hal itu membuat Ismail cukup merasa kuatir, karena pada saat itu, dia sudah menikah dan memiliki tanggung keluarga.
Ketika itu Ismail merasa dituntut oleh keadaan untuk harus cepat mencari pekerjaan penganti sebagai sumber nafkah bagi dia dan istrinya yang tengah mengandung. Pada awalnya dia sangat bingunng untuk menentukan apakah dia harus mencari pekerjaan ataukah membuka suatu usaha baru. Di tengah dilema itu, dia lalu coba mendiskusikan permasalahan tersebut dengan istrinya.
Pada saat berdiskusi dengan istrinya yang adalah seorang sarjana ekonomi. Istrinya kemudian memberikan dia pandangan bahwa pada saat itu tengah terjadi krisis moneter, dan banyak perusahaan, juga kantor-kantor yang terpaksa memutuskan hubungan kerja dengan sebagian karyawannya. Jadi kecil kemungkinan untuk Ismail dapat memperoleh lowongan pekerjaan. Berdasarkan penjelasan Istrinya, dan juga karena alasan harus memenuhi kebutuhan keluarga, maka Ismail kemudian memutuskan untuk membuka suatu usaha baru.
2003, ketika Asmi dan Ridwan dianugrahi seorang putra yang diberi nama Rojit. Pada saat itu, karena harus mengurus bayinya, maka sejak kelahiran putra mereka ini, Asmi tidak dapat lagi membantu suaminya untuk mengelola toko milik kakak iparnya. Hal ini memang berdampak pada penurunan pendapatan keluarga. Namun karena keadaan bayi mereka yang masih kecil, terpaksa Asmi dan suaminya bertahan hidup hanya dengan penghasillan dari Ridwan dan tabungan mereka.
M emasuki tahun 2004, Asmi menyadari bahwa mereka tidak mungkin terus bertahan dengan kondisi demikian. Tetapi di sisi lain, dia juga menyadari bahwa dia memiliki tanggung jawab untuk mengasuh bayinya yang masih kecil. Karena itu, sebagai solusi atas kedua hal tersebut, Asmi memutuskan untuk membuka usaha di rumahnya.
M erencanakan Usaha
Dalam memulai melakukan kegiatan usaha, migran M akassar tidak memulainya tanpa perencanaan. Tetapi mereka membuat suatu perencanaan usaha, hal ini seperti yang dilakukan oleh M uchsin, Ismail, Baco, Ramli, dan Asmi. Untuk itu, pada bagian ini akan membahas proses perencanaan usaha yang dilakukan oleh M uchsin, Ismail, Baco, Ramli, dan Asmi. Dengan demikian dapat memberikan gambaran tentang bagaimana mereka mengakses informasi, guna merencanakan suatu pengambilan keputusan.
Jaman Komputer
Sebelum seseorang melakukan kegiatan usaha, sudah sempatasnya untuk direncnakan terlebih dulu. Itulah salah satu pengetahuan yang diajarkan oleh Ramli pada Asmi. Sehingga sebelum Asmi memulai usaha, dia terlebih dulu dia membuat perencanaan usaha.
Dalam membuat perencanaan usaha, dia selalu meminta Ramli untuk menuntunnya. Tetapi karena kesibukan Ramli dalam mengurusi usaha pribadinya. Sehingga Ramli menganjurkan Asmi untuk mengumpulkan informasi di sekertariat IKBM.
mendatangi sekertariat IKBM , dia dipersilahkan untuk mengakses data-data usaha yang telah terangkum dalam beberapa komputer yang tersedia, di ruangan pengembangan masyarakat, IKBM .
Asmi yang kesehariannya cukup jarang menyentuh komputer, pada awalnya merasa janggal dengan pengoprasian komputer. Tetapi berkat tuntutan dari beberapa pengurus IKBM, akhirnya dia dapat mengoprasikan komputer dan aplikasi usaha yang tersedia. Selama kurang lebih tiga jam, Asmi sudah mampu memilih jenis usaha seperti apa. Berikut tanggapan Asmi;
“pertama kali saya bikin komputer, saya tidak tau bagaimana, tapi terus saya tanya petugas di situ, terus dijelaskan; “caranya begini bu masukan jenis usaha disini, untuk cek modal begini, untuk cek bahan baku di sini, untuk cek peluang usaha begini”. saya waktu itu malu, tapi terus saya malas pusing saja, dan saya mulai bikin semua kaya yang dia bilang. Hari itu juga saya bisa langsung bikin rencana usaha, cuma hampir dua jam lebih saja, saya sudah bisa susun rencana usaha nasi kuning. Saya tahu dari situ, waktu saya mau usaha lagi saya pergi ke sana, terus cari informasi di sana.
Cerita yang dikemukakan oleh Asmi, kemudian penulis tanyakan kembali kepada Ramli. Tanpa basa-basi Ramli membenarkan apa yang dikatakan oleh Asmi. Lalu penulis menanyakan dari mana dia tahu tentang adanya informasi-informasi usaha di IKBM. Dia lalu menjawabnya dengan terlebih dulu menceritakan kisah awal dia menyusun rencana usaha.
M enurutnya, pada awal dia berpikir untuk membangun usaha, dia memang sudah merencanakan usaha sendiri. Rencana usaha yang dia buat adalah rencana usaha angkutan umum. Tetapi karena rencana usaha itu dia susun berdasarkan pengetahuannya, maka dia kurang yakin untuk hal itu. Dia lalu mencari informasi guna meyakinkannya bahwa perencanaan yang dibuatnya sudah tepat.
Akhirnya dia kemudian berencana untuk pergi ke IKBM pada ke-esokan harinya.
Pada besok harinya, setelah Ramli menyelesaikan tugasnya mengantarkan kue. Dia lalu bergegas untuk pergi ke sekertariat IKBM. Setelah tiba disana dan menyampikan maksudnya pada pengurus di sana. Dia kemudian dituntun untuk mengoprasikan aplikasi di komputer yang tersedia. Selanjutnya, Ramli mencocokan perencanaan usaha yang telah dia buat, dengan apa yang ada di komputer itu. M enurutnya, memang ada perbedaan, tetapi tidak terlalu jauh. Setelah melakukan koreksi, dia kemudian merasa yakin dengan apa yang dia buat.
Kisah dari Ramli memiliki kemiripan dengan apa yang diceritakan oleh Ismail. M enurutnya, ketika dia memutuskan untuk mendirikan usaha. Dia sama sekali belum mengerti atau membayangkan tentang jenis usaha apa yang harus dia bangun. Tetapi pada saat itu dia teringat tentang obrolannya dengan seorang rekan (sesama migran M akassar). Karena pada obrolan itu rekannya sempat menyampaikan bahwa ada informasi usaha yang disediakan oleh IKBM.
Setelah mengingat hal itu, Ismail bergegas menuju IKBM dan
menyampaikan maksudnya. Pengurus IKBM kemudian
mempersilahkannya masuk, dan menuntunnya untuk mengoprasikan aplikasi di komputer yang tersedia. M elalui informasi yang berhasil dia himpun, dia lalu dapat merencanakan jenis usaha dan tempat usaha bagi usahanya.
M asih M anual
Ketika penulis meminta konfirmasi dari M uchsin, tentang apa yang diceritakan oleh Ismail. Dia sambil tersenyum dan berkata;
M enyambung dari itu, M uchsin mengisahkan bahwa ketika dia hendak bangun usaha. Dia mulai dengan membuat perencanaan usaha, satu tahun sebelumnya. Untuk membuat perencanaan itu, dia mencoba mengumpulkan informasi dari teman-teman sesama migran M akassar, dan IKBM . M enurutnya, dia mengetahui bahwa di IKBM tersedia informasi usaha, karena dalam silaturahmi IKBM , hal itu sering diumumkan. Dengan demikian dia mengatakan bahwa walaupun dia hanya disuguhkan data mentah dari IKBM, maupun rekan-rekannya. Tetapi dia cukup bersyukur atas semuannya itu. Karena dengan informasi-informasi yang ada, dia berhasil menyusun rencana usahanya. Itulah cara M uchsin dalam menyusun rencana usahanya.
Penyusunan perencanaan usaha secara manual juga dilakukan oleh Baco. M enurut Baco, meskipun ketika dia melakukan usaha awal, hanya sekedar mengisi waktu. Tetapi dia tetap membuat suatu perencanaan usaha, walaupun hanya dengan suatu perencanaan sederhana, pada selembar kertas. Dia kemudian menyambung bahwa untuk membuat perencanaan usaha awal, dia hanya kumpulkan informasi dari warga sekitar.
Sedangkan pada saat dia telah memutuskan untuk benar-benar mendirikan suatu usaha. Dia mencoba membuat suatu perencanaan usaha yang lebih detail. Ketika sedang membuat perencanaan usaha, pamannya kemudian menyampaikan bahwa di IKBM , tersedia data-data yang dapat dijadikan rujukan. Dengan demikian dia lalu mendatangi sekertariat IKBM, dan mengupulkan informasi yang ada.
M emulai dan M engembangkan Usaha
Bila suatu perencanaan usaha telah dibuat, maka tahap selanjutnya adalah memulai usaha. Untuk itu, pada bagian ini akan membahas tentang bagaimana mereka memulai usaha sesuai dengan rencana usahanya. Dengan demikian akan nampak pada saat memulai usaha, mereka memulai dengan jenis usaha seperti apa, dimana tempat usahanya, serta dari mana modal (uang) yang mereka gunakan untuk membangun usahanya.
Usaha Kecil-Kecilan
Rencana usaha yang disusun oleh Baco, adalah rencana usaha kue dan roti. Baco memilih usaha kue dan roti karena dia memang memiliki keahlian dalam hal membuat kue dan roti. Dalam perencanaannya, tempat usaha yang dia pilih adalah tetap di depan rumah pamannya. Dengan pertimbangan bahwa di sekitar rumah pamannya, dia tidak perlu mengeluarkan biaya pembelian lahan, dan pada waktu itu belum ada yang menjual roti ataupun kue.
Dalam hal bahan bangunan dan bahan baku (tepung, gula, dll) untuk usahanya. Dia memilih untuk mendatangkan dari Bapak Hamzha (Alm), di daerah pasar lama Abepura. Alasannya memilih Bapak Hamzha karena berdasarkan data dari IKBM , Bapak Hamzha adalah pemilik grosir yang cukup lengkap, ketika itu. Lebih dari itu, karena Baco mengenal Bapak Hamzha yang juga adalah migran M akassar, dan merupakan anggota IKBM .
Dari perhitungan bahan bangunan, dan bahan baku, hingga peralatan pembuat kue atau roti. Baco mengegentahui bahwa biaya (modal) awal yang dia butuhkan ketika itu (1991) adalah Rp 5.000.000. Untuk mendapatkan modal tersebut, dia mengajukan pinjaman modal usaha ke IKBM . Karena berdasarkan informasi dari IKBM, Organisasi IKBM memberikan pinjaman modal usaha bagi anggotanya.
berbagai pertimbangan itu, Baco lalu mengantarkan proposal usahanya, beserta semua persyaratannya ke sekertariat IKBM.
Sesampainya di sekertariat IKBM , pengurus IKBM memberikan dia formulir untuk diisi lalu di paraf, dan setelah itu mereka memintanya untuk kembali pada hari berikutnya. Berselang sehari Baco lalu kembali ke sekertariat IKBM , dan langsung menerima modal usaha yang diperlukannya. Sejak saat itu Baco langsung mendatangkan bahan bangunan untuk usahanya, dan membangun satu bangunan permanen di depan rumah pamannya. Bagunan itu akhirnya digunakan oleh Baco pada penghujung tahun 1991. Pada saat itulah Baco memulai untuk menjadi seorang wirausaha di Kota Jayapura.
Proses yang tidak jauh berbeda juga dilalui oleh M uchsin ketika pertama kali hendak membangun usaha rumah makan. M uchsin memilih jenis usaha rumah makan karena dia memang sudah terbiasa mengelola rumah makan. Sedangkan dia memilih tempat usaha di pertigaan jalan perusahaan dan jalan umum agar tempat usahanya mudah di akses, baik oleh para karyawan perusahaan, maupun masyarakat lainnya. Disamping itu, tempat usaha ini juga sangat dekat dengan tempat tinggalnya ketika itu.
Karena tempat usaha yang dipilih M uchsin adalah tanah perusahaan, maka tentu dia harus menyewanya. Sekaligus dia hanya bisa mendirikan rumah makan non-permanen. Dengan pertimbangan dan alasan yang tidak jauh berbeda dari Baco, maka ketika itu M uchsin juga memilih Bapak Hamzha untuk menjadi suplyer bahan bangunan dan bahan baku untuk usaha-nya.
Dalam perencanaan yang disusun oleh M uchsin, modal awal yang dia butuhkan, ketika itu (1993) Rp. 10.000.000. Dengan pertimbangan yang sama dengan Baco, Muchsin juga mengajukan proposal usaha ke IKBM. Setelah melalui prosedur yang sama dengan Baco, akhirnya permohonan M uchsin di kabulkan. Tanpa membuang waktu, M uchsin bersama dengan Yusuf (temannya sesama migran M akassar), membangun rumah makan, seperti yang direncanakan oleh M uchsin. Rumah makan itu resmi beroprasi pada bulan November 1993.
(1998) sebesar Rp. 8.000.000. Ismail meminjam modal usaha ke IKBM melalui prosedur yang sama dengan Baco, dan M uchsin. Dia memilih meminjam modal usaha dari IKBM atas saran Muchsin.
M odal usaha ini digunakan Ismail untuk mendirikan warung ikan bakar di depan sebelah KORAM IL Abepura. Alasan dia memilih tempat itu karena selain dekat dengan rumahnya, juga karena di tempat itu merupakan pusat keramaian dan belum ada yang berjualan ikan bakar sekitar tempat itu. Sedangkan dia memilih usaha tersebut, karena dia memiliki keahlian dalam mengelola ikan.
Bahan baku untuk usahanya, dia dapatkan dari seorang rekan migran M akassar di pasar Hamadi. Dia memilih mendatangkan bahan baku (ikan, kepiting, bumbu, dan lain-lain) dari Hamadi karena dia mengenal suplyer itu sebagai sesama anggota IKBM . Pertimbangan lainnya, yaitu karena bahan baku seperti ikan, udang dan kepiting, terkesan lebih segar dan murah di Hamadi.
Asmi sebagai seorang wirausaha yang baru memulai usaha di tahuan 2004, turut mendapatkan bantuan modal dari IKBM. Asmi mendaptkan bantuan modal dari IKBM melalui prosedur yang sama, dan dia memang memilih IKBM karena memiliki pertimbangan yang sama dengan Baco. Bantuan modal yang Asmi dapatkan ketika itu sebesar, Rp 5.000.000, dan digunakan untuk membuat usaha warung nasi kuning di daerah pasar lama, tepatnya di ruang tamu rumah kontrakannya. Dia memilih membuat nasi kuning karena punya kemampuan untuk membuat nasi kuning. Sedangkan karena harus merawat anaknya, maka dia memilih membuat usaha itu di ruang tamu rumah kontrakannya.
jalur angkutan, dia memilih jalur Entrop-Abe (pergi pulang). Dengan alasan bahwa ketika itu (1997) transpotasi di daerah itu masih terbatas.
Suatu Loncatan
Usaha rumah makan yang dirilis oleh M uchsin, perlahan-lahan menjadi begitu sibuk, karena banyaknya pelanggan, dan juga pesanan. Hingga pada tahun 1994, M uchsin mulai merasa kewalahan dan memboyong Ismail dari M akassar ke Jayapura. Muchsin dan Ismail kemudian bekerja sama mengelola usaha rumah makan itu. Hasilnya cukup memuaskan, karena kuentungan bersih yang diraih perhari rata-rata mencapai Rp.50.000.
Dengan penghasilan demkian, secara brtahap M uchsin
mengembalikan modal usaha dari IKBM. M odal usaha itu berhasil dia kembalikan tahun 1995. Pada tahun 1996, M uchsin menikah, dan pada tahun 1997 M uchsin melakukan kredit satu unit rumah yang disediakan pemerintah. Hal-hal itu membuat M uchsin tidak mengembangkan usahanya.
Pada tahun 1998, dia mendapat surat dari perusahaan, yang menyampaikan bahwa tanah yang dia sewa, harus segera dikembalikan ke perusahaan. Hari itu itu juga dia coba negoisasi dengan pihak perusahaan, perihal surat itu. Tetapi pihak perusahaan tetap pada pandirian. Rumah makan miliknya lalu dibongkar, dan akhirnya M uchsin harus menganggur, begitu juga dengan Ismail.
Ismail kemudin memutuskan untuk usaha sendiri, sementara M uchsin membuat kios di depan rumahnya. M odal untuk mendirikan kios, dia dapatkan dari IKBM , sebesar Rp 3.000.000. Penghasilan dari kios yang dibuat cukup baik, karena hampir mencapai Rp 25.000/hari. Dengan penghasilan itu, dia dan istrinya berusaha mengatur agar dapat membayar cicilan rumah. Sementara untuk pengembalian modal usaha, pihak IKBM memberikan kelonggaran waktu yang cukup panjang, karena memahami kondisi M uchsin.
dengan pendapatan dari kios itu. Hingga tahun 2002, dia berhasil melunasi semua pinjaman untuk usahanya.
M engetahui informasi dari IKBM , bahwa pasar Abe akan direlokasi ke jalan baru, M uchsni melihatnya sebagai peluang. Dia lalu mencoba mencari sebidang tanah di daerah jalan baru. Setelah menemukannya, dia langsung membuat perencanaan pendirian Toko. Dari perencanaan itu, modal yang dia butuhkan adalah Rp 650.000.000.
Dia coba untuk meminjam dari IKBM, tetapi karena jumlah modalnya sudah melewati batas peminjaman di IKBM . Sehingga IKBM lalu menyarankannya untuk meminjam dari bank. Tetapi karena dia tidak punya jaminan yang sesuai, maka IKBM melalui ketuanya memberikan memo untuknya, agar pergi menemui seorang migran M akassar yang bekerja di salah satu bank swasta. Dengan memo itu akhirnya M uchsin berhasil mendapat pinjaman usaha dari bank. M odal itulah yang digunakan oleh M uchsin untuk membangun toko di daerah jalan baru. Toko milik M uchsin resmi dioprasikan tahun 2004, dan menyediakan berbagai kebutuhan pokok, juga melayani grosir.
M elalui proses yang sama, Ismail juga mendaptkan pinjaman modal usaha dari bank, ketika dia hendak membangun ruko pada awal tahun 2006. Tetapi karena jumlah modal yang dibutuhkan Ismail, melebihi satu milyar, maka mau tidak mau dia harus menyerahkan sertifikat tanah sebagai jaminan di bank. Untuk itu dia dan istrinya sepakat untuk menyerahkan sertifikat tanah warisan dari orang tua istrinya. Dengan begitu, dia dapat memperoleh pinjaman modal usaha dari bank, dan dapat membangun satu ruko lantai tiga, dan salah satu ruangan dari ruko itu dijadikan warnet milik Ismail. Roko itu resmi dibuka pada tahun 2008.
mencapai Rp 300.000. Karena penghasilan dari toko ini yang cukup memuaskan, sehingga dalam waktu enam tahun, Ramli dapat mengembalikan modal bank sebesar Rp 150.000.000.
Pada tahun 2008, Ramli kembali meminjam modal dari bank dengan proses yang sama. M odal itu digunakan untuk membeli sebidang tanah di Abepura. Tanah itu kemudian dibangun rumah makan, tempat kos, sekaligus rumah tinggal untuk Ramli dan keluarganya. Hingga saat ini Ramli masih melakukan angsuran untuk melunasi pinjaman bank, sebesar Rp 500.000.000.
Saat Asmi mengembangkan usahanya ke daerah Abepura, dia mengghabiskan modal usaha sebesar Rp 100.000.000. M odal usaha yang digunakan berasal dari pinjaman bank. Dia mendaptkan pinjaman modal usaha dari bank melalui proses yang hampir mirip dengan Ramli. Sedangkan bahan baku untuk usahanya di datangkan dari seorang migran M akassar, yang juga adalah anggota IKBM. Usaha yang dikembangkan oleh Asmi ketika itu (2006) adalah rumah makan coto
M akassar.
Perkembangan usaha juga dilakukan oleh Baco, tetapi
perkembangan usaha yang dilakukan oleh Baco terjadi dalam kurun waktu yang cukup cepat, yaitu satu tahun. Baco mengembangkan usahanya setelah berhasil mengembalikan modal usaha dari IKBM, dengan bantuan biaya dari keluarganya. Baco mengembangkan usahanya dengan cara membeli satu bangunan tua di daerah Kota Raja, dan kemudian merenovasi banguna itu menjadi toko kue serta rumah makan.
Demikianlah perkembangan usaha yang dilakukan oleh M uchsin, Ismail, Baco, Ramli, dan Asmi. Dari pembahasan ini, dapat terlihat bagaimana perkembangan usaha dari migran M akassar di Jayapura, yang terjadi karena adanya dukungan IKBM . Sehingga dapat dikatakan bahwa perkembangan usaha migran M akassar yang terjadi dengan pesat dan cepat, tidak terlepas dari dukungan IKBM Kota Jayapura.
M enjalani Usaha Bukan Tanpa M asalah
Pada saat M uchsin tengah menjalankan usaha rumah makan miliknya. Pada tahun 1996 M uchsin sempat mengalami permasalahan dengan ijin usaha. Karena ketika itu Jayapura yang baru beralih menjadi Kota M adya, mulai menertipkan tentang surat-surat usaha. Pada saat itu M uchsin adalah salah satu dari sekian banyak wirausaha di Kota Jayapura yang tidak memiliki ijin usaha.
Dari sekian banyak wirausaha yang tidak memiliki surat ijin usaha. wirausaha asal M akassar (anggota IKBM ) adalah yang terbanyak tidak memiliki ijin usaha. Hal ini memaksa IKBM untuk segera bertindak dalam rangka mengamankan para anggottannya. Sehingga pada saat itu para pengurus IKBM mengambil langkah untuk membahas hal tersebut dalam pertemuan bulanan IKBM (silaturahmi IKBM ).
Pertemuan yang berlangsung di M asjid Besar Entrop ini, berlangsung pada akhir maret 1996, dan dihadiri oleh hampir empat ratus orang, yang sebagian besar adalah wirausaha. Setelah melakukan pembicaraan selama satu jam lebih, mereka lalu sepakat bahwa dalam hal pengurusan surat ijin usaha pada pemerintah akan dilakukan oleh pengurus IKBM. Untuk itu setiap anggota IKBM yang ingin mempunyai surat ijin usaha, harus melengkapi persyaratan ijin usaha dan diserahkan ke IKBM .
Dua hari setelah pertemuan IKBM tersebut, M uchsin menyerahkan kelengkapan berkas dan juga biaya yang diminta ke sekertariat IKBM, untuk dapat memperoleh ijin usaha. Ijin usaha dari M uchsin yang diurus melalui IKBM, baru dapat diterimanya pada awal M ei 1996. Semenjak itu M uchsin terdaftar sebagai salah satu pengusaha di kota Jayapura.
Ramli, dan Asmi, hal itu bukan merupakan masalah. Karena ketika mereka memulai usaha, mereka telah mendaftarkan diri ke IKBM untuk memperoleh surat ijin usaha. Prosedur yang mereka tempuh juga tidak jauh berbeda dengan apa yang ditempuh oleh M uchsin. Bahkan durasi waktu untuk dapat memiliki ijin usaha lebih cepat. Karena hanya berjangka waktu empat hari dari waktu pendaftara.
Selain permasalahan surat ijin usaha, masih banyak masalah lainnya yang sering dihadapi oleh informan. Sebagai contoh lambatnya distribusi bahan baku, orang mabuk yang sering mengacau, banyaknya demo, dan lain sebagainya. Tetapi masalah-masalah demikian bagi mereka adalah resiko usaha, hal itulah yang membuat mereka tetap menjalankan usahanya di Kota Jayapura.
Rahasia Umum M igran M akassar
Kendati awalnya Bapak Haji JR sempat menolak dan tidak membenarkan apa yang dikatakan oleh ke-lima informan. Tetapi akhirnya dia mengakui bahwa apa yang mereka katakan semuanya benar. Tetapi lebih lanjut dia berkata; “saya tadi sengaja tidak mau beritahu karena hal-hal itu sebenarnya telah menjadi rahasia umum di kalangan kita orang M akassar di Jayapura”.
Sambil mengajak penulis melihat beberapa data dan ruangan komputer yang tersedia di sekertariat itu. Bapak Haji JR menjelaskan bahwa organisasi IKBM melalui biro pengembangan anggota, selalu berusaha mengakomodir kepentingan-kepentingan usaha dan politk dari setiap anggotanya. Hal ini bertujuan untuk menciptakan nilai tawar orang M akassar di Jayapura.
Bapak Haji JR kemudian menujukan aplikasi-aplikasi proyeksi usaha, dan pendukung informasi lainnya, yang dimiliki IKBM . Dia juga menambahkan bahwa anggota IKBM itu terdiri dari berbagai kalangan. Sehingga tidak mengherankan bila IKBM dapat mengakses dan mempengarahui kebijakan-kebijakan dalam pemerintahaan, dan dapat memperoleh sumber daya organisasi.
yang disampaikan oleh Bapak Haji JR dan Bapak HJ. Terungkap beberapa nama oknum PNS dan pegawai bank swasta yang biasanya memperlicin urusan migran M akassar.
Karena itulah penulis kemudian meminta waktu dengan mereka (oknum PNS dan pegawai bank swasta), untuk dapat bertemu. W alaupun mereka bersedia menemui penulis, namun pada awalnya mereka tidak ingin diwawancarai. Tetapi setelah penulis berjanji akan menyembunyikan identiatas mereka, mereka akhirnya bersedia.
Dalam wawancara bersama mereka secara terpisah, pada akhir bulan September. M ereka mengakui apa yang diceritakan oleh Informan, maupun Bapak HJ dan Bapak Haji JR. Bahkan satu diantara ke-enam orang itu menujukan daftar pinjaman migran M akassar di bank tempat dia bekerja. Diantara nama-nama itu, ada tertera nama M ucsin dan Ramli.
Profil I nforman di Tahun 2012
M uhadjir Ismail telah menikah dengan seorang perempuan yang berasal dari jawa barat, bernama Riska Dwiyansari, sejak lima belas tahun yang lalu (1997-2012). Saat ini mereka berdua telah dikarunia dua orang putri (M aharani dan Jesica). Istrinya adalah anak kedua dari bapak Deddy Hary dan Ibu Indah Evita, kedua orang tua dari istrinya berprofesi sebagai petani di daerah Arso Kabupaten Kerom Papua (warga transmigrasi di daerah arso). Hingga akhir tahun 2012, menurut perhitungan Ismail rata-rata penghasilan bersinya tiap bulan sebesar Rp 15.000.000. Dengan penghasilan dari usaha persewaan ruko dan warnet, kini Ismail telah memiliki satu mobil pribadi, dan tiga sepeda motor. Selain itu, aset usaha yang dia miliki adalah ruko tiga lantai (lantai ke tiga rumah pribadinya), dua puluh unit komputer. Dia memiliki dua karyawan yang juga merupakan migran M akassar, yaitu Iwan dan Anto.
istri bernama Syaidah Ulfah. Istri Muchsin adalah anak dari bapak Latif Ambo dan Ibu Sahfirah (anak pertama dari tiga orang bersaudara). Istri M uchsin berasal dari kampung yang sama dengan M uchsin dan memiliki latar belakang keluarga yang mirip dengan M uchsin.
Dari pengamatan dan wawancara penulis dengan Baco. Penulis mendapati bahwa tahun 2012 Baco telah menikah dengan wanita bernama M aqfira Tafni, yang berasal dari kampung Untia M akassar. Istrinya adalah putri ke dua dari tiga orang bersaudara anak dari Bapak Safian dan Ibu Hamiihdah. Ayah dari istrinya berprofesi sebagai guru sekolah dasar dan ibu dari istriinya adalah pedagang buah-buahan dan sayur. Dari pernikahannya saat ini Baco telah memiliki tiga orang anak (dua perempuan, satu laki-laki), yaitu Nabiilah, Nafisah dan Irfan. Untuk masalah pendapatan, Baco mengaku mendapat penghasillan bersih rata-rata pencapai Rp 20.000.000/bulan. Dia juga menjelaskan bahwa penghasilan yang dia dapatkan sejak memulai usaha hingga kini, dia telah memiliki asset pribadi berupa 1 rumah, 1 mobil, 4 motor.
Sedangkan menurut perhitungan Ramli, hingga pertengahan tahun 2012, pendapatan bersinya setiap bulan rata-rata Rp 15.000.000. Pendapatan ini dia terima dari usaha-usaha milikinya, yaitu usaha angkutan umum, usaha toko pakaian, usaha tempat kos, usaha dan rumah makan. Dengan Penghasilannya sejak dia memulai usaha, kini Ramli telah memiliki aset pribadi selain asat usaha, yaitu satu rumah, satu motor, satu mobil. Ditahun 2012, Ramli telah dikaruniakan dua orang anak, yaitu Zarrah dan Zainal, dari seorang istri bernama Erna Aatifah. Istrinya adalah anak kedua dari pasangan bapak Aziem dan ibu Kaznah. Istrinya merupakan wanita yang juga berasal dari kampung Lette M akassar.