• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dukungan Sosial Teman Sebaya dan Hubungan Orangtua-Remaja sebagai Prediktor Identitas Diri Siswa SMA Kristen 1 Salatiga T2 832009002 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dukungan Sosial Teman Sebaya dan Hubungan Orangtua-Remaja sebagai Prediktor Identitas Diri Siswa SMA Kristen 1 Salatiga T2 832009002 BAB II"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Identitas Diri Remaja 2.1.1 Pengertian Identitas Diri

Apa yang dimaksudkan dengan identitas, tidak mudah diterangkan dengan singkat. Erikson sendiri mengalami kesulitan untuk menemukan identitas, sehingga perumusannya sebenarnya merupakan suatu keterangan: siapakan saya, apakah saya, dan di mana tempat saya ( Who am I, What am I, and Where I belong to). Identitas merupakan suatu persatuan. Persatuan yang terbentuk dari azas-azas, cara hidup, pandangan-pandangan yang menentukan cara hidup selanjutnya. Pengertian mengenai identitas dikemukakan oleh Gunarsa (2003) sebagai berikut:

1. Identitas dapat diartikan sebagai suatu inti pribadi yang tetap ada, walaupun mengalami perubahan bertahap dengan pertambahan umur dan perubahan lingkungan.

2. Identitas dapat diartikan sebagai cara hidup tertentu yang sudah dibentuk pada masa-masa sebelumnya dan menentukan peran sosial manakah yang harus dijalankan.

(2)

4. Identitas dialami sebagai suatu kelangsungan didalam dirinya dan didalam hubungannya keluar dirinya. 5. Identitas merupakan suatu persesuaian peranan

sosial yang pada azasnya mengalami perubahan.

Stuart dan Sudeen (1991) mengungkapkan tentang Identitas diri adalah cara-cara yang digunakan untuk membedakan individu satu dengan individu-individu lainnya. Dengan demikian diri adalah suatu pengertian yang mengacu pada identitas spesifik dari individu. Identitas diri adalah kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri sendiri sebagai satu kesatuan yang utuh. Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat akan memandang dirinya berbeda dengan orang lain.

Identitas diri terus berkembang sejak masa kanak-kanak bersamaan dengan perkembangan konsep diri. Hal yang penting dalam identitas adalah jenis kelamin (Keliat,1992). Identitas jenis kelamin berkembang sejak lahir secara bertahap dimulai dengan konsep laki-laki dan wanita banyak dipengaruhi oleh pandangan dan perlakuan masyarakat terhadap masing-masing jenis kelamin tersebut. Perasaan dan perilaku yang kuat akan identitas diri individu dapat ditandai dengan:

1). Memandang dirinya secara unik

(3)

3). Merasakan otonomi: menghargai diri, percaya diri, kemampuan diri, menerima diri dan mampu mengontrol diri

4). Mempunyai persepsi tentang gambaran diri, peran dan konsep diri.

Identitas diri merupakan kemampuan untuk mengemukakan dan memahami tentang siapa dirinya sebagai individu. Pada masa remaja terjadi perubahan yang sangat penting pada identitas diri (Harter, 1990). Pada masa ini, mereka sangsi akan perasaannya secara pribadi tapi juga untuk pengakuan dari orang lain dari lingkungan bahwa dirinya merupakan individu yang unik dan khusus. Allport menuliskan bahwa diri terdiri dari hal-hal atau proses-proses yang penting dan bersifat pribadi bagi seorang individu, segi-segi yang menentukan seseorang sebagai yang unik (Semiun, 2006). Erikson menuliskan konsep tentang identitas merupakan satu kesatuan perasaan dan pengertian tentang keunikan diri, merasa diri berarti, dan rasa percaya diri (Blasi dan Milton, 1990).

(4)

2.2 Remaja

2.2.1 Pengertian Remaja

Istilahadolescence atau remaja berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa . Istilah adolescence, seperti yang dipergunakan saat ini, mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik ( Hurlock, 1980). Pada tahun 1974, WHO memberikan definisi tentang remaja yang lebih bersifat konseptual. Dalam definisi tersebut dikemukakan 3 kriteria yaitu biologik, psikologik, dan sosial ekonomi, sehingga secara lengkap definisi tersebut berbunyi sebagai berikut: Menurut Muangman (dalam Sarwono, 2000). Remaja adalah suatu masa di mana:

a. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.

b. Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa. c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi

yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.

(5)

2.2.2. Batasan Usia Masa Remaja

Batasan usia remaja ditinjau dari bidang kesehatanm 10 sampai 20 tahun sebagai batasan usia remaja. Hall (1844-1924 menuliskan 12-25 tahun sebagai masa remaja yaitu masa topan badai (Sarwono, 2000). Suatu analisis yang cermat mengenai semua aspek perkembangan pada masa remaja, yang secara global berlangsung antara umur 12 hinggga umur 21 tahun, dengan pembagian usia 12-15 tahun sebagai masa remaja awal; usia 15-18 tahun sebagai masa remaja pertengahan; usia18-21 tahun sebagai masa remaja akhir (Monks, 2002).

Blos (1962) seorang penganut psikoanalisis berpendapat bahwa perkembangan pada hakekatnya adalah usaha penyesuaian diri, yaitu secara aktif mengatasi stress dan berusaha untuk mencari jalan keluar dari masalahnya. Blos membagikan masa remaja dalam tiga bagian:

1). Remaja awal(early adolescence)

Remaja masih terheran-heran akan perubahan yang terjadi pada tubuhnya dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis dan mudah terangsang secara erotis.

2). Remaja madya( middle adolescence)

(6)

yang sama dengan dirinya. Selain itu ia berada dalam kondisi kebingungan karena ia tidak tahu harus memilih yang mana: peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis, dan sebagainya.

3). Remaja akhir (late adolescence)

Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa yang ditandai dengan pencarian lima hal yaitu: a). Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek; b). Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan dalam pengalaman-pengalaman baru; c). Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi; d). Egosentris diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain; e). Tumbuh dingin yang memisahkan diri pribadi (private self) dan masyarakat umum (Sarwono, 2000).

(7)

2.2.3 Ciri-Ciri Masa Remaja

Hurlock (1980) menuliskan bahwa seperti halnya dengan semua periode yang penting selama rentan kehidupan, masa remaja mempunyai ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelum dan sesudahnya. Adapun ciri-ciri remaja sebagai berikut:

a. Masa Remaja sebagai Periode yang Penting.

Menurut Tanner (dalam Hurlock, 1980) yang membahas akibat fisik pada masa remaja mengatakan bahwa perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya perkembangan mental yang cepat, terutama pada awal masa remaja. Semua perkembangan itu menimbulkan perlunya membentuk sikap, nilai, dan minat baru.

b. Masa Remaja sebagai Periode Peralihan.

(8)

c. Masa Remaja sebagai Periode Perubahan.

Ada beberapa perubahan yang sama yang hampir bersifat universal:

1) Meningginya emosi, yang intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis karena perubahan emosi biasanya terjadi lebih cepat semasa awal masa remaja.

2) Perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial untuk dipesankan, menimbulkan masalah baru. Bagi remaja muda, masalah baru yang timbul tampaknya lebih banyak dan lebih sulit disesuaikan dibandingkan dengan masalah yang dihadapi sebelumnya. Remaja akan tetap merasa ditumbuhi masalah, sampai ia sendiri menyelesaikannya menurut kepuasannya.

3) Berubahnya nilai-nilai. Sebagian besar remaja tidak lagi menganggap bahwa banyaknya teman merupakan petunjuk popularitas yang lebih penting daripada sifat-sifat yang dikagumi dan dihargai oleh teman-teman sebaya, mereka telah mengerti bahwa kualitas lebih penting daripada kuantitas.

(9)

Masa remaja dikenal sebagai salah satu masa periode dalam rentang kehidupan manusia yang memiliki beberapa keunikan tersendiri. Keunikan tersebut bersumber dari kedudukan masa remaja sebagai periode transisional antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Pada masa transisi ini remaja akan mengalami perubahan-perubahan sehingga dapat dikatakan ciri-ciri yang menonjol pada masa remaja adalah berlangsungnya perubahan itu sendiri, yang dalam interaksinya dengan lingkungan sosial membawa berbagai dampak pada perilaku remaja (Lerner & Hultsch, dalam Agustiani, 2006)

Selanjutnya, Gunarsa (2003) menuliskan tentang ciri-ciri masa remaja sebagai berikut:

1). Masa Kegelisahan.

Remaja memiliki banyak keinginan untuk memperoleh pengalaman, pengetahuan dan keluwesan dalam tingkah laku namun sisi yang lain belum mampu melakukan berbagai hal. Mereka ingin tahu segala peristiwa yang terjadi di lingkungan luas, akan tetapi tidak berani mengambil tindakan untuk mencari pengalaman dan pengetahuan yang langsung dari sumber-sumbernya, akhirnya mereka dikuasai oleh rasa gelisah karena keinginan-keinginan yang tidak tersalurkan.

2). Pertentangan.

(10)

melepaskan diri ini ditentang juga oleh keinginan untuk memperoleh rasa aman di rumah.

3). Berkeinginan besar untuk mencoba segala hal yang belum diketahuinya.

Remaja pria mencoba untuk merokok secara tersembunyi, seolah-olah untuk membuktikan apa yang dilakukan oleh orang dewasa dapat pula dilakukan oleh remaja. Remaja puteri mulai belajar dandan menurut mode dan kosmetik yang terbaru. Keinginan mencoba pada remaja ini dapat berakibat negatif apabila mereka diajak mencoba menghisap ganja, mariyuana atau menyuntik morphin. Malapetaka akan dialaminya sebagai akibat penyaluran yang tidak ada manfaatnya.

4). Keinginan mencoba seringpula diarahkan pada diri sendiri maupun terhadap orang lain.

Keinginan mencoba tidak hanya dalam bidang penggunaan obat-obat terlarang akan juga meliputi hal-hal yang berhubungan dengan fungsi ketubuhannya dan memberikan akibat yang tidak selalu menyenangkan, misalnya kehamilan yang menghentikan karier, prestasi sekolah yang justru diidamkan remaja.

5). Keinginan untuk menjelajah ke alam sekitar pada remaja lebih luas.

(11)

bermanfaat dapat menghasilkan penemuan alat-alat baru atau modifikasi perlengkapan rumah sepertinya radio dan alat-alat elektronika lain yang sering diciptakan oleh remaja.

6). Berkhayal dan berfantasi.

Remaja banyak berkhayal dan berfantasi mengenai prestasi dan karier. Pada remaja puteri terlihat lebih banyak sifat perasa sehingga lebih banyak berintikan romantika hidup. Khayalan dan fantasi tidak selalu bersifat negatif, karena di pihak lain dianggap sebagai suatu pelarian dari situasi dan suasana yang tidak memuaskan remaja. Khayalan dan fantasi dapat bersifat positif, sebagai suatu penghematan untuk daya kreativitasnya yang tidak memerlukan biaya. Sebagian besar kreativitas dan eksperimen dilakukan dalam alam fantasinya, tanpa biaya, hanya perlu adanya perlengkapan daya kreativitas yang positif.

7). Aktifitas kelompok.

Pada umumnya remaja akan membentuk kelompok untuk melakukan kegiatan bersama dan mengadakan penjelajahan secara berkelompok. Keinginan untuk berkelompok tumbuh sedemikian besarnya dan dapat dikatakan sebagai hal yang wajar dan umum dilakukan oleh remaja.

(12)

mengenai prestasi dan karir, dan mereka suka membentuk kelompok.

2.2.4 Teori Identitas Diri

Teori mengenai identitas diri ditulis oleh Erikson. Tahap perkembangan manusia menurut teori Erikson (Santrock, 2007):

1. Kepercayaan versus ketidakpercayaan.

Perasaan percaya menuntut adanya perasaan nyaman secara fisik dan setidaknya perasaan takut dan ragu-ragu terhadap masa depan. Masa bayi, kepercayaan akan menentukan tahap bagi harapan seumur hidup bahwa dunia akan menjadi tempat tinggal yang baik dan menyenangkan.

2. Otonomi versus rasa malu dan keragu-raguan.

Setelah memperoleh kepercayaan dari pengasuhnya, bayi mulai menemukan bahwa perilaku mereka adalah milik mereka sendiri. Mereka mulai menyatakan rasa kemandirian atau otonominya. Jika bayi banyak dibatasi dan dihukum terlalu keras, mereka cenderung mengembangkan rasa malu dan ragu-ragu.

3. Prakarsa versus rasa bersalah

(13)

4. Tekun versus rasa rendah diri

Tidak ada saat lain yang lebih bersemangat atau antusias untuk belajar dibandingkan pada akhir periode pengembangan imajinasi pada masa kanak-kanak awal. Bahayanya yang dihadapi dimasa sekolah dasar adalah anak dapat mengembangkan rasa rendah diri-rasa tidak kompeten dan tidak produktif. 5. Identitas versus kebingungan identitas

Individu diperhadapkan pada tantangan untuk menemukan siapakan mereka itu, bagaimana mereka nantinya, dan arah mana yang mereka tempuh dalam hidupnya.

6. Keintiman versus keterkucilan

Individu menghadapi tugas perkembangan yang berkaitan dengan pembentukan relasi intim dengan orang lain. Erikson mendeskripsikan keintiman sebagai menemukan diri sendiri disatu sisi, namun kehilangan diri sendiri disisi lainnya. Jika seorang muda membentuk persahabatan yang sehat dan sebuah relasi yang intim dengan orang lain, keintiman akan dicapai, jika tidak maka ia akan merasa terkucil. 7. Bangkit versus stagnasi

(14)

8. Interitas versus kekecewaan

Masa dimana individu mulai merefleksikan kehidupan di masa lalu. Melalui banyak rute yang berbeda, manusia lanjut usia dapat mengembangkan pandangan positif mengenai sebagian besar atau semua tahap perkembangan sebelumnya.

Berdasarkan teori Erikson, Marcia (1980) mengidentifikasikan empat status identitas melalui interview mendalam dengan remaja. Status identitas ini mencerminkan tingkat komitmen yang dibuat remaja terhadap nilai-nilai agama, politik, dan pekerjaan. Lebih jelas tentang status identitas, Damon (dalam http://blog.tp.ac.id, 2011) menuliskan empat status identitas sebagai berikut:

1. Pengalihan identitas (foreclosure). Remaja berada dalam pengalihan status identitas dan tidak pernah mengalami krisis identitas. Mereka telah membentuk suatu identitas prematur yang lebih berdasarkan pilihan orangtua daripada identitas mereka sendiri. Mereka telah membuat komitmen pekerjaan dan idiologi, tetapi komitmen ini lebih mencerminkan suatu penilaian tentang apa yang dapat dilakukan oleh orangtua. Ini merupakan identitas semu .

(15)

identitas, dan apabila benar, mereka tidak dapat mengatasinya.

3. Moratorium: Remaja yang telah mulai melakukan eksperimen dengan pilihan-pilihan pekerjaan dan idelogi namun belum membuat komitmen yang pasti terhadap salah satu pilihan. Remaja yang berada pada status moratorium langsung berada di tengah-tengah suatu krisis identitas dan sedang mencari pilihan-pilihan hidup.

4. Pencapaian identitas (identity achievement). Remaja yang telah mengetahui tentang dirinya, mampu membuat keputusan-keputusan tegas tentang pekerjaan dan ideologi. Mereka yakin bahwa keputusan-keputusan itu dibuat berdasarkan otonomi dan kebebasan serta komitmen internal.

Dari pemaparan teori identitas diri, penulis memilih teori Erikson yaitu identitas versus kebingungan identitas. Teori ini dapat mendukung penelitian tentang identitas diri yang dapat mencakup berbagai aspek dari masa pengembangan identitas diri.

2.2.5 Aspek-aspek Identitas Diri

(16)

teori Erikson (dalam Oya, Zeynep, Aly: 1999), menuliskan aspek-aspek identitas diri sebagai berikut:

1. Social Identity

Keanggotaan dalam suatu kelompok dan peran dalam kelompok merupakan unsur yang penting dalam identitas sosial. Kelompok merupakan suatu hal yang penting bagi seorang remaja memiliki teman dilingkungan sekolah (kelas) dan teman dalam suatu regu atau kelompok. Mereka akan merasa nyaman ketika berada dengan sahabat karib dan akan merasa kesepian tanpa sahabat. Remaja akan merasa lebih dekat dengan teman daripada dengan orangtua karena dengan teman, mereka akan lebih banyak berbagi pengalaman dan perhatiannya.

Penerimaan teman sebaya sangat penting bagi suatu pemahaman diri. Griffith (1993) menuliskan bahwa diri merupakan suatu proses yang berkelanjutan dari penerimaan dan penolakan suatu kelompok, misalnya seorang remaja membutuhkan penerimaan dalam satu tim sepak bola, basket, musik, tarian, diskusi tugas-tugas sekolah, dan lain-lain. Hubungan persahabatan dapat membantu remaja mengembangkan kemampuan menjalin relasi sosial. Pada dasarnya remaja ingin memiliki teman dan ingin diterima, dipahami, dihargai.

(17)

penolakan oleh oranglain. Teman sebaya merupakan suatu keanggotaan dan persabatan yang sangat penting karena tanpa persahabatan dan keanggotaan dalam kelompok remaja akan mengalami kegoncangan emosi.

2. Physical Identity

Penampilan secara fisik merupakan hal yang penting bagi pemahaman diri. Remaja mengalami rasa gelisah terhadap penampilan fisik, bahkan ada yang ingin merubah penampilannya. Sebagai contoh hasil wawancara kepada seorang remaja mengatakan bahwa: aku merasa terlalu tinggi dan kurus dan ini merupakan suatu kegelisahan secara emosi. Ia merasa tidak menarik namun kenyataannya ia tidak bisa merubah penampilannya secara fisik. Penilaian dari teman sangat memberikan pengaruh bagi rasa percaya diri remaja secara fisik. Identitas fisik sangat dipengaruhi oleh konteks sosial, terutama teman sebaya.

Remaja ingin memiliki bentuk tubuh dan penampilan seperti para idola mereka, sehingga mereka berusaha dan bertindak seperti idola atau model yang mereka inginkan. Tindakan ini merupakan acuan yang digunakan oleh remaja untuk mengevaluasi penampilan fisik mereka.

3. Personal Identity

(18)

4. Familial Identity

Keluarga memiliki peran yang penting dalam pengembangan identitas dan perilaku remaja. Pada umumnya remaja menghormati orangtua mereka walaupun mereka kadang-kadang tidak sependapat dengan orangtua namun mereka percaya orangtua selalu menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya.

Meskipun remaja mengalami konflik dengan orangtua yang otoriter, mereka marasa bahwa orangtua sedang malakukan yang terbaik bagi mereka. Dengan demikian, kesalahpahaman yang dialami orangtua dan remaja dapat diatasi dengan membangun komunikasi yang baik diantara mereka.

5. Moral-Ethical Identity

Identitas moral-etika yaitu nilai-nilai yang dimiliki oleh remaja, seperti keinginan untuk menolong orang lain, peka terhadap kebutuhan orang lain. Misalnya membantu memberikan penjelasan kepada teman dalam mengerjakan tugas dari sekolah, berperan dalam masyarakat dengan bekerja keras untuk kemajuan lingkungannya.

Selanjutnya Bourne (dalam Santrock, 2003) menuliskan pandangan yang kompleks dari Erikson mengenai dimensi identitas diri, terdiri dari tujuh dimensi:

(19)

2. Adapif. Penyesuaian remaja mengenai ketrampilan-ketrampilan khusus, kemampuan, dan kekuatan ke dalam masyarakat dimana mereka tinggal.

3. Struktural. Identity confusion dalam identitas merupakan suatu kemunduran dalam perspektif waktu, inisiatif, dan kemampuan untuk mengkoordinasikan perilaku di masa kini dengan tujuan di masa depan.

4. Dinamis. Proses identifikasi yang dialami oleh individu dengan orang dewasa yang kemudian menarik mereka ke dalam bentuk identitas baru, yang sebaliknya, menjadi tergantung dengan peran masyarakat bagi remaja.

5. Subyektif atau berdasarkan pengalaman. Erikson yakin bahwa individu dapat merasakan suatu perasaan kohesif atau pun tidak adanya kepastian dari dalam dirinya.

6. Timbal balik psikososial. Adanya hubungan timbal balik antara remaja dengan dunia dan masyarakat sosialnya. Perkembangan identitas tidak hanya merupakan representatif jiwa namun juga melibatkan hubungan dengan orang lain, komunitas, dan masyarakat.

(20)

Berdasarkan teori Erikson, Dariyo (2004) menuliskan ciri-ciri dari identitas diri yaitu:

1. Konsep diri. Berkaitan dengan aspek fisiologis dan psikologis. Aspek fisik meliputi warna kulit, bentuk tubuh (gemuk, kurus, ramping), tinggi badan, wajah (cantik, tampan, biasa). Aspek psikologis meliputi: kebiasaan, watak, sifat-sifat, kecerdasan, minat-bakat, dan kebiasaan-kebiasaan lain.

2. Evaluasi diri. Penerimaan kelebihan dan kekurangan yang ada pada diri individu yang baik, berarti ia akan memiliki kemampuan untuk menilai, menaksir, mengevaluasi potensi diri sendiri.

3. Harga diri. Penghargaan diri yang wajar dan proporsional merupakan tindakan yang tepat bagi seorang individu yang mempunyai identitas diri yang matang. Individu yang memiliki harga diri yang positif memiliki kemampuan dalam berkata-kata, bersikap, berpikir, maupun bertindak berdasarkan nilai-nilai norma, etika, kejujuran, kebenaran, maupun keadilan.

4. Efikasi diri. Kemampuan menyadari, menerima, dan mempertanggungjawabkan semua potensi, ketrampilan, atau keahlian secara tepat. Efikasi diri akan mendorong individu untuk menghargai dan menempatkan diri pada posisi yang tepat.

(21)

hangat, penuh kasih sayang, menjunjung tnggi nilai-nilai kejujuran dan keadilan, serta saling mempercayai antara satu dengan yang lainnya.

6. Tanggungjawab. Individu yang bertanggungjawab mampu melaksanakan kewajiban dan tugas-tugasnya sampai tuntas, walau harus mengorbankan banyak tenaga, waktu, biaya.

7. Komitmen. Individu yang memiliki komitmen biasanya perhatian, pemikiran, tenaganya tercurah, untuk mencapai tujuan akhir dari komitmennya. Individu yang memiliki komitmen akan berusaha keras untuk mencapai keberhasilan, mampu mengatasi semua rintangan atau hambatan yang menyebabkan kegagalan.

8. Ketekunan. Ketekunan tidak mengenal putus asa dan selalu berorientasi pada masa depan. Individu yang tekun memiliki karakteristik kemandirian, rasa percaya diri, optimis, dan pantang menyerah.

9. Kemandirian. Berusaha untuk menyelesaikan masalah dengan segenap kemampuan, inisiatif, daya kreasi, kecerdasan dengan sebaik-baiknya.

(22)

2.2.6 Faktor-faktor yang Memengaruhi Identitas Diri Remaja.

Faktor-faktor yang dapat memengaruhi identitas diri menurut Furham (dalam Ristianti, 2009), adalah:

a. Hubungan orangtua-remaja/Parenting style

Hubungan orangtua-remaja yang harmonis, empati, penuh kasih sayang dapat membantu berkembangnya identitas diri yang positif. Hubungan keluarga yang harmonis akan memberikan kesempatan kepada remaja untuk mengekspresikan ide-idenya dengan orang tua sebagai pengawas bukan sebagai pengekang kebebasan.

b. Model identifikasi

Model identifikasi biasanya adalah orang yang sukses dalam hidupnya. Individu memiliki harapan bahwa dengan menjadi seperti model identifikasinya maka dirinya akan meraih sukses yang sama sehingga memotivasi individu untuk melakukan hal-hal yang dilakukan oleh model tersebut.

c Homogenitas Lingkungan

(23)

bakat-bakatnya, tidak akan mencapai hasil maksimal dari perkembangan rancangan dasarnya (Gunarsa, 2003).

d. Perkembangan Kognisi

Menurut Papalia dan Olds (2001), perkembangan kognisi masa remaja adalah bilamana individu mampu berpikir secara operasional formal dan lebih sistematis terhadap hal-hal yang abstrak. Dalam tahap ini pola berpikir menjadi lebih fleksibel dan mampu melihat persoalan dari berbagai sudut pandang yang berbeda, individu cenderung lebih mempunyai komitmen yang kuat dan konsisten.

e. Sifat Individu

Remaja memiliki sifat ingin tahu dan keinginan untuk eksplorasi yang besar dimana hal ini dapat membantu pencapaian identitas.

f. Pengalaman Masa Kanak-kanak

Individu yang dimasa kanak-kanak telah berhasil menyelesaikan konflik-konfliknya cenderung lebih mudah menyelesaikan krisis dalam mencapai identitas diri.

g. Pengalaman Kerja

(24)

h. Interaksi Sosial

Dalam tahap perkembangan yang dijalani oleh remaja ditandai oleh cara hubungan individu tersebut dengan orang lain dan kebalikannya. Seorang anak kecil pada permulaan masa kehidupannya secara mutlak bergantung pada orang lain. Melalui perawatan dan asuhan orang lain, akan timbul perasaan aman dan mempercayai orang lain dalam memperoleh kesenangan dan kepuasan dari keinginan dan kebutuhannya.

Hal yang sama terjadi pada masa remaja, dimana jelas ada pengaruh hubungan timbal balik antara remaja dan orang lain dalam perkembangan kepribadiannya. Remaja dalam pergaulan dan seluruh tingkah laku ingin menunjukan bahwa ia dapat mandiri. Sebaliknya orang lain juga mengharapkan diperlihatkan kemampuannya untuk mandiri, tetapi bisa saja lingkungan keluarganya tidak menghendaki anak mereka bertindak atau berinisiatif sendiri, sehingga dinamika untuk berdiri sendiri juga tidak berkembang.

i. Kelompok Teman Sebaya

(25)

Pemberian dukungan sosial dan penyediaan tempat untuk melakukan segala uji coba membuat teman sebaya merupakan bagian yang penting dalam pengembangan identitas diri.

Selanjutnya Rifany (2008) menuliskan faktor yang mempengaruhi perkembangan identitas diri remaja:

1. Iklim keluarga. Interaksi sosio emosional antara anggota keluarga, sikap, dan perlakuan orangtua terhadap remaja.

2. Tokoh Idola. Orang-orang yang dipersepsi oleh remaja sebagai figur yang memiliki posisi di masyarakat. 3. Peluang perkembangan diri. Kesempatan yang dimiliki

oleh remaja untuk melihat ke depan dan menguji dirinya untuk dapat menjalani kehidupan yang beraneka ragam.

(26)

Faktor Achiement

Identity Foreclosure Moratorium DiffussionIdentity Keluarga Orangtua:

Sumber: Papilia, Ols, dan Feldman (dalam Dariyo, 2004)

(27)

2.2.6 Pengembangan Identitas Diri

Heerdjan (1987) menuliskan bahwa remaja sebagai individu yang berada pada masa peralihan, dalam garis besarnya berada pada dua tugas pokok utama:

1). Remaja harus melepaskan ketergantungan emosional pada orang tua.

Remaja ingin merasakan dan menghayati otonominya terlepas dari kemauan dan pimpinan orang tuanya. Jika ia diperlakukan seperti anak kecil maka remaja akan muncul dengan perilaku protesnya sehingga akan menimbulkan konflik dengan orang tua. Orang tua sering bingung menghadapi remaja. Mereka umumnya tidak memahami bahwa remaja perlu memahami bahwa remaja perlu menjalani penglepasan ketergantungan mental-emosional dari orang tua.

2). Remaja mencari identitas diri.

Pada masa ini, remaja berada pada masa membutuhkan penghargaan dan pengakuan. Remaja merasa nyaman berada bersama dengan teman sebayanya. Ketika berada dengan teman sebayanya, remaja berusaha menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya yang menyangkut usaha mencari identitas, diantaranya ia harus:

1) Menemukan Akunya, suatu identitas tentang dirinya. 2) Menemukan atau membina suatu falsafah atau sikap

(28)

4) Menentukan dan memantapkan identifikasi seksual, khususnya dalam hubungan dengang lawan jenis. 5) Menemukan suatu cara dan gaya bergaul dengan

orang lain, serta suatu cara menghadapi kebutuhan-kebutuhannya sendiri yang dihayati sebagai harmonis dan serasi.

6) Menemukan tempat yang rasanya cocok bagi diri sendiri dalam keseluruhan hubungan sosialnya dan memilih sejumlah peranan sosial yang serasi.

Keseimbangan antara identitas dan kekacauan identitas yang cenderung positif ke identitas, akan menghasilkan: kesetiaan terhadap prinsip ideiologi tertentu, kemampuan untuk memutuskan secara bebas apa yang akan dilakukan, kepercayaan kepada teman sebaya dan orang dewasa yang memberi nasehat mengenai tujuan dan cita-cita, pilihan pekerjaan ( Alwisol, 2007).

2. 3 Dukungan Sosial Teman Sebaya 2.3.1 Pengertian Dukungan Sosial

(29)

Ristianti, 2009) mengemukakan, dukungan sosial sebagai informasi dari orang lain yang menunjukan bahwa dirinya dicintai, dan diperhatikan, memiliki harga diri dan dihargai serta merupakan bagian dari jaringan komunikasi.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial merupakan ikatan secara sosial antar personal yang dapat menunjukan bahwa individu dicintai, diperhatikan, memiliki harga diri dan dihargai.

2.3.2 Pengertian Teman Sebaya

Teman sebaya memiliki peran penting dalam kehidupan remaja. Remaja memiliki kebutuhan yang kuat untuk disukai dan diterima oleh teman sebaya atau kelompok. Sebagai akibat, mereka akan merasa senang apabila diterima dan sebaliknya akan meresa tertekan dan cemas apabila dikeluarkan dan diremehkan oleh teman-teman sebayanya (Santrock, 2007)

(30)

2.3.3 Pengertian Dukungan Sosial Teman Sebaya

Setiap orang sangat membutuhkan dukungan sosial dalam berhubungan dengan orang lain demi melangsungkan hidup ditengah-tengah masyarakat. Menurut Smet (1994) dukungan sosial merupakan salah satu fungsi dari ikatan sosial, dan ikatan-ikatan sosial tersebut menggambarkan tingkat kualitas umum dari hubungan personal. Ikatan dan persahabatan dengan orang lain dianggap sebagai aspek yang memberikan kepuasan secara emosional dalam kehidupan individu. Saat seseorang mendapatkan dukungan dari lingkungan maka segalanya akan terasa lebih mudah. Dukungan sosial yang diterima dapat membuat individu lebih tenang, diperhatikan, dicintai, timbul rasa percaya diri dan kompeten. Hal senada diungkapkan oleh Gottlieb dalam Smet (1994), dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasehat verbal dan non verbal, bantuan yang nyata atau tindakan yang diberikan oleh orang lain atau yang didapatkan karena hubungan mereka dengan lingkungan dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi dirinya. Dalam hal ini orang akan merasa memperoleh dukungan secara emosional dan merasa senang karena mendapatkan perhatian, saran, kesan yang menyenangkan pada dirinya.

(31)

bahwa dukungan sosial adalah kehadiran orang lain yang dapat membuat individu percaya bahwa dirinya dicintai, diperhatikan dan merupakan bagian dari kelompok sosial, yaitu keluarga, rekan kerja dan teman dekat, Casel (dalam Sheridan&Radmacher, 1992). Selanjutnya, Cahrlesworth dan Hartup (dalam Dagun, 2002), teman sebaya mempunyai empat unsur positif yaitu: pertama, saling memberikan perhatian dan saling mufakat; kedua, membagi perasaan dan saling menerima diri; ketiga, saling percaya; keempat, memberi sesuatu kepada yang lain.

Dengan demikian, dukungan sosial teman sebaya merupakan pemberian bantuan yang diberikan oleh teman sebaya baik berupa verbal maupun non verbal dalam bentuk dukungan emosional, penghargaan, instrumental, dan informasi. Dukungan sosial yang diterima dapat membuat individu lebih tenang, diperhatikan, dicintai, timbul rasa percaya diri.

2.3.4 Komponen Dukungan Sosial

(32)

a. Instrumental Support

1)Reliable Alliance(Ketergantungan yang dapat diandalkan). Dalam dukungan sosial ini, individu mendapat jaminan bahwa ada individu lain yang dapat diandalkan bantuannya ketika individu membutuhkan bantuan, bantuan tersebut sifatnya nyata dan langsung. Individu yang menerima bantuan ini akan merasa tenang karena individu menyadari ada individu lain yang dapat diandalkan untuk menolongnya bila individu mengalami masalah dan kesulitan

2)Guidance(Bimbingan)

Dukungan sosial ini berupa nasehat, saran dan informasi yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan dan mengatasi permasalahan yang dihadapi. Dukungan ini juga dapat berupa feedback (umpan balik) atas sesuatu yang telah dilakukan individu.

b.Emotional Support

1)Reassurance of Worth(Pengakuan positif)

Dukungan sosial ini berbentuk pengakuan atau penghargaan terhadap kemampuan dan kualitas individu. Dukungan ini akan membuat individu merasa dirinya diterima dan dihargai.

2)Emotional Attachment(Kedekatan emosional)

(33)

3)Social Integration ( Integrasi sosial)

Dukungan sosial ini memungkinkan individu untuk memperoleh perasaan memiliki suatu kelompok yang memungkinkannya untuk membagi minat, perhatian serta melakukan kegiatan secara bersama-sama. Dukungan semacam ini memungkinkan individu mendapatkan rasa aman, nyaman serta merasa memiliki dan dimiliki dalam kelompok yang memiliki persamaan minat.

4) Opportunity to Provide Nurturance (Kesempatan untuk mengasuh)

Suatu aspek penting dalam hubungan interpersonal adalah perasaan dibutuhkan oleh orang oleh lain. Dukungan sosial ini memungkinkan individu untuk memperoleh perasaan bahwa orang lain tergantung padanya untuk memperoleh kesejahteraan.

Selanjutnya, Sarafino (Smet, 1994) menuliskan bahwa dukungan sosial terdiri dari empat jenis:

a. Dukungan emosional

Mencakup ungkapan empati, kepedulian, kasih sayang, mendengarkan terhadap orang yang bersangkutan (misalnya: umpan balik, penegasan).

b. Dukungan penghargaan

(34)

lain, seperti misalnya orang-orang yang kurang mampu atau lebih buruk keadaannya (menambah penghargaan diri). c.Dukungan instrumental

Dukungan ini mencakup bantuan langsung secara materi, waktu, tenaga, misalnya memberikan pinjaman uang atau memberikan bantuan uang kepada orang yang membutuhkan.

d. Dukungan informasi

Dukungan ini mencakup memberikan nasehat, petunjuk-petunjuk, saran-saran atau umpan balik.

Dalam penelitian ini, Sarafino (Smet, 1994) menuliskan dukungan sosial terdiri dari aspek-aspek yaitu dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dan dukungan informasi.

2.3.5 Efek Dukungan Sosial Teman Sebaya

(35)

tersebut remaja memperoleh simpati dan pengertian yang relatif dapat memberi kepuasan kepada individu.

Terhadap suatu kelompok teman sebaya (peer group), individu membuat konformitas. Konformitas tergantung pada situasi. Ada beberapa situasi yang meningkatkan konformitas daripada situasi lainnya. Konformitas juga bergantung pada sifat dan kebutuhan individu. Anak yang baru memasuki masa remaja, akan lebih terbuka untuk dimasuki pengaruh teman-teman remaja daripada mereka yang sudah dewasa.

Pengaruh peer group atas tingkah laku remaja bergantung pada sikap dan aktivitas yang ada dalam kelompok, serta kebutuhan individu. Jika unsur prestasi yang lebih diutamakan oleh kelompok, maka kebanyakan anggota menunjukkan prestasi. Kalau yang menjadi harapan adalah kekerasan dan kenakalan, maka dapat dipastikan sekelompok remaja tersebut melakukan kekerasan dan kenakalan.

(36)

2.4 Hubungan Orangtua-Remaja

2.4.1 Pengertian Hubungan Orangtua-Remaja

Hubungan orangtua remaja mengacu kepada frekuaensi dan intensitas komunikasi antara orangtua dan remaja. Hubungan orangtua-remaja, seperti semua hubungan interpersonal lainnya, mencakup dua elemen yaitu memiliki komunikasi yang saling terbuka dan hubungan yang tidak dapat saling memahami Jersild (dalam Santrock, 2007). Selanjutnya Soetiningsih (2010) hubungan orangtua-remaja persepsi remaja tentang ikatan yang terjalin antara orangtua dengan dirinya

Hubungan orangtua-remaja adalah penilaian remaja tentang hubungan dalam keluarga yang terjalin melalui komunikasi antara orangtua dengan dirinya sehingga remaja merasakan kenyamanan secara psikologis.

2.4.2 Aspek-aspek Hubungan Orangtua-Remaja

Somers (2006) menuliskan tentang aspek-aspek dari hubungan orangtua remaja yaitu Kelekatan, komunikasi, dan kehangatan.

a. kelekatan

(37)

kelekatan yang aman serta konsep-konsep terkait, seperti keterjalinan dengan orangtua dimasa remaja. Kelekatan yang aman terhadap orangtua dimasa remaja dapat mendorong kompetensi sosial dan kesejahteraan dimasa remaja, sebagaimana terlihat dalam sejumlah karateristik seperti harga diri, penyesuaian emosi, dan kesehatan fisik. (Santrock, 2007).

Selanjutnya Gunarsa (2004) menuliskan bahwa kelekatan merupakan hal yang penting bagi remaja. Kelekatan dengan orang tua dapat memfasilitasi kompetensi sosial dan kesejahteraan remaja. Remaja yang memiliki hubungan yang aman dengan orangtua mereka didapati memiliki harga diri yang lebih tinggi dan kejahteraan emosional yang baik dan memiliki hubungan yang kompeten dan positif dengan teman sebaya.

b. Komunikasi

(38)

c. Kehangatan

Suasana rumah yang hangat didalamnya dapat dirasakan adanya perhatian, pengakuan, pengertian, penghargaan, kasih sayang, saling percaya, dan waktu yang disediakan oleh orangtua bagi remaja (Ahmadi dan Sholeh, 2005).

Kuhar (2010) menuliskan aspek-aspek hubungan orangtua-remaja

1. Commucation

Adanya interaksi untuk membuat peraturan dalam keluarga yang harus ditaati dalam sebuah kesepakatan bersama antara orangtua dan remaja. Komunikasi dalam keluarga dilakukan supaya adanya diskusi, saling terbuka (berbagi) pengalaman atau masalah, kesempatan untuk menyampaikan gagasan atau ide, dan kesediaan untuk menerima perbedaan pendapat.

2. Psychological control

(39)

diri dengan desakan remaja akan kebebasan, dengan memperlakukan remaja dengan lebih dewasa dan melibatkan remaja dalam pengambilan kepuusan dalam keluarga.

Dari uraian di atas,landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini, berdasarkan teori Somers (2006), aspek-aspek hubungan orangtua-remaja yaitu kelekatan, komunikasi, dan kehangatan.

2.4.3 Efek Hubungan Orangtua-Remaja

Relasi orangtua remaja dipengaruhi dan ditentukan pula oleh sikap orang tua terhadap remaja (internal) dan keadaan eksternal (lahiriah) keluarga. Keadaan internal adanya kasih sayang yang didasari oleh rasa persahabatan yang sewajarnya antara orangtua dan remaja. Kesediaan menerima dan keterbukaan merupakan ciri dari hubungan yang akrab antara orangtua dan remaja. Pada umumnya remaja mengharapkan agar orangtua dapat memberikan waktu yang cukup banyak untuk bersama-sama dengan mereka, dapat memahami keadaan meraka yang berkaitan dengan sekolah, kegemaran, pilihan teman dan sebagainya (Ahmadi dan Sholeh, 2005).

(40)

memungkinkan keterjalinan yang memberikan keamanan dasar sehingga remaja dapat mengeksplorsi dan memperluas dunia sosialnya (Santrock, 2007). Hal ini didukung oleh peneltian yang dilakukan oleh Harter (1990) orangtua yang menerima, empati, penuh kasih sayang, dapat mendorong remaja mengembangkan identitas diri yang positif. Selanjutnya Reis dan Younis (2004) menyatakan bahwa komunikasi yang buruk antara ibu dan remaja serta seringnya konflik dengan teman berhubungan dengan rendahnya perkembangan identitas yang positif. Hal ini berbeda dengan Penelitian yang lakukan pada remaja Belanda oleh Meeus dan Dekovi (1999), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa hubungan orangtua-remaja tidak memberikan pengaruh terhadap identitas diri remaja

2.5 Hasil Penelitian Sebelumnya:

(41)

Penelitian yang dilakukan oleh Kurnia dan Rahayu (2010) menyatakan bahwa orangtua memiliki pengaruh yang signifikan bagi remaja dan orangtua dapat memberikan keyakinan kepada remaja untuk menemukan identitas diri. Laible dan Thompson (2000) menuliskan tentang pentingnya Hubungan (kehangatan) dalam keluarga berdampak pada kemampuan remaja untuk dapat menyesuaikan diri dengan baik sehingga ia dapat menjalani hidup dengan memiliki identitas diri yang positif. Selanjutnya Copper (1998), dalam penelitiannya kepada remaja menyatakan bahwa secara umum mengindikasikan bahwa relasi dalam keluarga dapat meningkatkan pengembangan identitas diri. Grotevant dan Cooper (1985) melakukan penelitian pada 84 remaja kulit putih dia menyatakan bahwa hubungan (komunikasi) antara orangtua-remaja memberikan kontribusi yang positif terhadap eksplorasi identitas diri remaja. Ristianti dan Pratiwi (2009). bahwa besarnya pengaruh dari dukungan sosial teman sebaya dan orangtua-remaja (kelekatan) sangat bermanfaat bagi pengembangan identitas diri remaja.

2.6 Landasan Teori (Kaitan Antar Variabel).

(42)

sebaya konsisten maka pencarian identitas diri akan lebih mudah.

Remaja lebih banyak menghabiskan waktunya bersama dengan teman sebaya di sekolah maupun di lingkungan masyarakat. Keterlibatan remaja dalam kelompok teman sebaya ditandai dengan persahabatan, terutama teman sejenis, hubungan mereka begitu akrab karena melibatkan emosi yang cukup kuat. Mereka mulai bergabung dengan kelompok-kelompok minat tertentu seperti olahraga, kelompok musik, gang-gang dan kelompok-kelompok lainnya (Soetjiningsih, 2004). Selanjutnya Santrock (2007) menuliskan bahwa dalam kelompok teman sebaya, remaja akan mulai mengenal dan mendapatkan nilai, norma, tata cara, adat istiadat yang baru. Apa yang telah diperoleh, dianut dan dipatuhinya selama ini mengalami suatu kegoncangan, sehingga pengembangan identitas selalu terancam oleh ditemukannya berbagai pandangan dan pendapat lain yang berbeda dengan yang telah dimiliki. Relasi yang baik diantara teman-teman sebaya dibutuhkan bagi perkembangan sosial yang normal.

(43)

dengan bertambahnya usia. Selanjutnya Cooper (dalam Santrock, 2007) menjalaskan pembentukan identitas ditingkatkan melalui relasi dalam keluarga yang memungkinkan remaja dapat mengembangkan sudut pandangnya sendiri dan memperluas dunia sosialnya.

Dari pemaparan di atas, dapat diketahui bahwa dalam lingkungan sosial remaja tidak lepas dari teman sebaya dan hubungan orangtua-remaja sehingga dalam masa pencarian identitas diri remaja membutuhakan dukungan sosial dari teman sebaya dan relasi dalam keluarga yang sifatnya melibatkan remaja dalam pengamblan keputusan.

2.7 Model Penelitian

Berdasarkan uraian diatas, maka model penelitian adalah sebagai berikut:

2.7 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah, tinjauan pustaka, dan kerangka berpikir, maka dapat diajukan hipotesis penelitian: Dukungan Sosial Teman Sebaya dan Hubungan Orangtua-Remaja dapat dijadikan prediktor Identitas Diri

Dukungan Sosial Teman Sebaya

(X1)

Hubungan Orangtua-Remaja

(X2)

Identitas Diri Remaja

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan: Untuk mengetahui perbaikan gejala klinis, fungsi penghidu dan kadar IL-8 sekret mukosa hidung, serta mencari korelasi antara IL-8 dengan fungsi penghidu pada RSK

Penataan Ruang Terbuka Hijau (RIH) (Penataan Taman di Ibu kota Kabupaten dan Kecamatan (Pengadaan konstruksi bangunan pertamanan)).. Kecamatan

gelombang dan gelombang-penuh dengan beban resistif (R) dan resistif-induktif (RL) yang menggunakan sumber satu fasa dan tiga fasa.. Menganalisis hasil penyearah setengah-gelombang

[r]

Saat itu nama Muhajir ada bersama nama mantan menteri pendidikan di kabinet Gotong Royong Malik Fadjar dan juga Safiq Mugni, Ketua PWM Muhammadiyah Jawa Timur saat ini dan

Kelompok Kerja (Pokja) Bantuan Peningkatan Infrastruktur Transportasi Jalan Non Status di Kabupaten

Pedoman Penyusunan Tugas Akhir Skripsi (TAS) ini disusun sebagai panduan untuk membantu dalam menyusun pra proposal, proposal, dan laporan akhir penelitian TAS bagi

[r]