• Tidak ada hasil yang ditemukan

Terjemahan Laowömaru Manömanö Nono Niha Dalam Laowömaru Legenda Masyarakat Nias

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Terjemahan Laowömaru Manömanö Nono Niha Dalam Laowömaru Legenda Masyarakat Nias"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

Tinjauan pustaka bertujuan untuk menggambarkan batasan yang digunakan untuk dijadikan pembahasan. Adapun yang menjadi pembahasan dalam penelitian ini adalah: Legenda, penerjemahan, proses penerjemahan, teknik penerjemahan, keakuratan terjemahan, penelitian terdahulu dan kerangka berpikir.

2.1. Legenda

Legenda adalah cerita prosa rakyat yang mempunyai kesamaan dengan mite, yaitu cerita yang dianggap benar-benar terjadi atau pernah terjadi namun, tidak dianggap suci dan oleh penulis cerita sebagai suatu yang benar-benar terjadi dan ceritanya juga telah dibumbui dengan keajaiban, kesaktian, dan keistimewaan tokohnya.

dan-cerita.html, diakses tanggal 24 Februari 2015)

Sedangkan menurut, Wulandari (2013) bahwa legenda adalah cerita tentang kepercayaan, mitos, asal usul nama tempat, bangunan, kuil, desa istimewa, dan berbagai peristiwa atau kejadian yang dipercayai keberadaannya pernah ada di masa lampau. Legenda biasanya juga menyangkut sejarah, tokoh penting, asal-usul tradisi, dan hal-hal yang bersifat larangan atau tabu. Selanjutnya, Restiyani (2014) menyatakan bahwa “cerita rakyat merupakan warisan bangsa yang perlu kita lestarikan dan terus dituturkan dari generasi ke generasi”. Dari beberapa pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa cerita rakyat merupakan warisan budaya yang dituturkan dari generasi ke generasi yang dianggap pernah terjadi di masa lampau dan mempunyai pesan yang bersifat mendidik, mempunyai nilai budaya serta mencerminkan watak pendukungnya.

(2)

imajinatif yang bertujuan untuk memberikan kesenangan untuk mendapatkan perhatian pembaca dan memupuk imajinasi pembaca terhadap cerita”. Selanjutnya Sinar, menyebutkan jenis-jenis narasi adalah mitos, legenda, cerita-cerita peri, misteri, roman, horor,hezo, parabel, kosah moral, dan lain-lain.

Legenda merupakan sastra daerah (lisan dan tulisan) menggambarkan ide-ide yang dapat dimanfaatkan bagi pengembangan kebudayaan daerah yang menjadi unsur kebudayaan nasional (Alwi, 1995). Legenda diperankan oleh manusia, ada kalanya mempunyai sifat-sifat luar biasa dan sering kali juga dihubungkan dengan makhluk ajaib. Peristiwanya bersifat sekuler (keduniawian), dan sering dipandang sebagai sejarah kolektif. Salah satu cara yang paling sederhana dalam melestarikan legenda ini adalah peran orang tua atau guru dalam membudayakan dan memperkenalkannya kepada anak.

Oleh karena itu, cerita rakyat/legenda ini perlu dikembangkan oleh masyarakat yang empunya untuk mendukung kebudayaan nasional untuk menciptakan persatuan dan kesatuan melalui kebudayaan. Hal ini sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh Suwando (1983) bahwa “pencatatan berbagai cerita rakyat merupakan pencatatan kembali berbagai nilai-nilai yang ada dalam masyarakat dan berfungsi sebagai cermin diri yang hasilnya akan menjadi dokumentasi yang berharga”.

2.1.1. Jenis Legenda

Alfiansyah dalam

diakses tanggal 24 Februari 2015) menggolongkan

(3)

2. Legenda alam gaib (supernatural legends), 3. Legenda perseorangan (personal legends), dan 4. Legenda setempat (local legends).

1. Legenda keagamaan

Legenda orang-orang suci (santo/santa) Nasrani, orang saleh, para wali penyebar agama Islam. Salah satu contoh cerita mengenai wali sanga di Jawa yang banyak sekali berkembang di masyarakat. Selain itu terdapat pula peninggalan mereka yang berupa makam atau disebut keramat. Salah satu yang termasuk pada kelompok legenda keagamaan ini, yaitu legenda penyebaran agama Islam.

Sumber

diakses tanggal 24 Februari 2015)

2. Legenda alam gaib

(4)

3. Legenda perseorangan

Legenda yang bercerita mengenai tokoh-tokoh tertentu yang dianggap oleh yang empunya cerita benar-benar terjadi. Misalnya legenda pahlawan pembangunan masyarakat atau budaya yang bercerita mengenai tokoh atau orang yang telah berjasa bagi negara atau masyarakatnya, yang sampai sekarang masih dianggap kebenarannya oleh masyarakat.

4. Legenda setempat

Cerita yang berhubungan dengan suatu tempat, nama tempat dan bentuk tofografi, yakni bentuk permukaan suatu daerah, apakah berbukit-bukit, berjurang dan sebagainya. Legenda setempat ini merupakan golongan legenda yang paling banyak jumlahnya. Sebagaimana telah dikemukakan, hal yang terpenting bagi penelitian sejarah, tradisi lisan bukan kebenaran faktanya. Untuk mencari kebenaran faktanya sangatlah sulit, apalagi sumber-sumber tertulis, karena kemungkinan pada awal pertama kali cerita-cerita itu dikenal di masyarakat, belum mengenal tradisi menulis. Bahkan cerita-cerita itu banyak dibumbui oleh hal-hal yang sepertinya sulit bisa masuk akal atau tidak rasional. Misalnya, tokoh Sangkuriang lahir dari seekor binatang.

2.1.2. Manfaat Legenda

Dalam diakses tanggal 24 Februari 2015) fungsi cerita rakyat ada empat, yaitu:

1. Sebagai sistem proyeksi, yakni sebagai alat pencerminan angan-angan suatu kolektif;

(5)

3. Sebagai alat pendidikan anak;

4. Sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat akan selalu dipatuhi dan diikuti oleh masyarakatnya.

2.2. Penerjemahan

Penerjemahan menurut Newmark (1988) adalah “rendering the meaning of a text into another language in the way that the outhour intended the text”

(menerjemahkan makna suatu teks ke dalam bahasa lain sesuai dengan yang dimaksudkan pengarang). Selanjutnya, Soewondo (1989) menyatakan bahwa “penerjemahan pada dasarnya merupakan pengalihbahasaan suatu teks ke dalam bahasa lain yang diinginkan oleh penerjemah tanpa mengubah pesan atau isinya”. Karena itu, penerjemah perlu menguasai kedua bahasa tersebut, baik dalam perbendaharaan kata, susunan kalimat, tatabahasa, ungkapan idiomatik, istilah-istilah, frasa-frasa dan sebagainya.

Brislin (1976) menyatakan bahwa “translation is the general term refering in the transfer of thoughts and ideas from one language (source) to another

(6)

Bell (1991) menyatakan bahwa “translation is the replacement of representation of a text in one language by representation of an equivalent text in

a second language”. Yang artinya bahwa penerjemahan sebagai representasi dari suatu teks BSu ke dalam BSa dengan memperhatikan kesepadanan makna yang dihasilkan dalam teks terjemahannya. Newmark (1981) menyatakan bahwa “penerjemahan merupakan upaya mengalihkan pesan yang ditulis dalam BSu ke BSa dengan mengutamakan kesepadanan makna”. Tentu dalam hal melakukan proses penerjemahan, penerjemah membutuhkan keahlian yang cukup dalam menguasai tata bahasa, kemampuan membaca dan memahami teks bacaan pada kedua bahasa.

Kridalaksana (1985) menyatakan “bahwa penerjemahan sebagai pemindahan suatu amanat dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dengan pertama-tama mengungkapkan makna dan kemudian gaya bahasanya”. Kemampuan seorang penerjemahan dalam mengalihkan teks dari BSu ke BSa bertujuan agar isi atau pesan yang disampaikan oleh penulis dapat tercapai sehingga mudah dipahami oleh pembaca, dengan demikian para pembaca akan merasa puas. Tentu saja dalam pengalihan pesan ini, penerjemah harus memiliki ilmu yang cukup dalam bidang penerjemahan yang melibatkan analisis dalam bidang linguistik dan semantik.

Catford (1965) mendefenisikan penerjemahan “the replecement of textual material in one language (SL) by equivalent textual in another language (TL)”.

(7)

Larson (1984) menyatakan bahwa, untuk memperoleh terjemahan yang terbaik, terjemahan haruslah: a) memakai bentuk-bentuk BSa yang wajar, b) mengkomunikasikan sebanyak mungkin, makna BSu, sebagaimana dimaksudkan oleh penutur BSu tersebut kepada penutur BSa, c) mempertahankan dinamika teks BSu, yaitu kesan yang diperoleh oleh penutur asli BSu atau respon yang diberikannya harus sama dengan kesan dan respon penutur BSa ketika membaca atau mendengar teks terjemahan.

Nida (1964) menyatakan bahwa “penerjemahan berarti menghasilkan pesan yang paling dekat, sepadan dan wajar dari BSu ke BSa baik dalam hal makna maupun gaya”. Sedangkan Hoed (2006) menyatakan bahwa “penerjemahan adalah pengalihan pesan (message) atau maksud yang ada dalam BSu sehingga dapat menghasilkan kesepadanan (equivalent) pada BSa”.

Dari beberapa defenisi penerjemahan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa:

1. Penerjemahan merupakan pengalihbahasaan suatu teks dari suatu bahasa ke dalam bahasa lain sesuai yang diinginkan oleh penerjemah tanpa mengubah pesan atau isinya.

2. Penerjemahan sebagai representasi dari suatu teks BSu ke BSa sasaran dengan memperhatikan kesepadanan makna dengan bentuk-bentuk yang sewajar mungkin menurut aturan-aturan yang berlaku dalam BSa.

(8)

2.3. Proses Penerjemahan

Proses penerjemahan merupakan kegiatan pengalihan suatu pesan dari BSu ke dalam BSa. Proses ini bersifat kognitif karena sifatnya yang abstrak dan tidak dapat dilihat karena terjadi dalam otak penerjemah sehingga hanya dia sendiri yang mengetahuinya dan mengambil suatu keputusan yang tepat. Machali (2009) menyatakan bahwa “proses penerjemahan merupakan rangkaian tahapan yang harus dilalui oleh seorang penerjemah agar bisa sampai pada hasil akhir”.

Johan (1996) menyatakan bahwa untuk menemukan arti kata dalam konteks ialah dengan cara melihat kata-kata atau frasa yang mendahului atau mengikuti kata tersebut sehingga dapat diketahui fungsi, jenis kata, dan arti kata tersebut. Sebagai contoh: Children are usually given presents at their birthdays. Dari konteks di atas present sebagai kata benda berarti hadiah.

(9)

Bahasa Sumber Bahasa Sasaran

Gambar 2.1. Proses penerjemahan (Larson, 1984)

Bentuk teks yang diterjemahkan dengan teks hasil terjemahan menunjukkan adanya perbedaan bentuk antara teks BSu yang dilambangkan dengan bentuk bujur sangkar dan bentuk Tsa yang dilambangkan dengan bentuk segitiga. Keduanya menunjukkan bahwa dalam teks terjemahan, bentuk BSu diganti dengan bentuk BSa yang sesuai untuk mencapai keakuratan terjemahan.

2.4. Teknik Penerjemahan

Machali (2009) menyatakan bahwa “1) teknik adalah hal yang bersifat praktis, 2) teknik diberlakukan terhadap tugas tertentu (dalam hal ini tugas penerjemahan)”. Hal ini menunjukkan bahwa teknik secara langsung berkaitan dengan permasalahan praktis penerjemahan dan pemecahannya.

Molina dan Albir (2002) dalam Silalahi (2012) mendefenisikan bahwa “teknik penerjemahan sebagai prosedur untuk menganalisis dan mengklasifikasikan bagaimana keakuratan terjemahan berlangsung dan dapat diterapkan pada satuan lingual”. Teknik penerjemahan memiliki lima karakteristik:

Teks yang diterjemahkan

Penemuan Makna Pengungkapan Makna

Makna

(10)

1. Teknik penerjemahan mempengaruhi hasil terjemahan. 2. Teknik diklasifikasikan dengan perbandingan pada teks BSu. 3. Teknik berada tataran mikro.

4. Teknik tidak saling berkaitan tetapi berdasarkan konteks tertentu. 5. Teknik bersifat fungsional.

Jadi, peneliti menyimpulkan bahwa dalam peneltian ini, lebih sesuai dengan menggunakan teori Malina dan Albir karena teknik berada pada tataran mikro yaitu tataran kata, frasa dan kalimat dan teknik penerjemahan ini berpengaruh pada hasil terjemahan yang sangat bermanfaat untuk memberikan masukan positif kepada penerjemah legenda Laowömaru. Teknik penerjemahan yang dimaksud antara lain:

1. Adaptasi (Adaptation)

Teknik adaptasi adalah teknik penerjemahan yang digunakan oleh penerjemah dengan cara menggantikan unsur budaya BSu dengan unsur budaya yang mempunyai sifat yang sama dalam BSa. Contoh: as white as snow diadaptasikan kedalam BSa menjadi seputih kapas. (Budaya Indonesia).

2. Amplifikasi (Amplification)

(11)

3. Teknik Peminjaman (Borrowing)

Teknik ini adalah teknik yang digunakan oleh penerjemah dengan mengambil sebuah kata atau istilah langsung dari bahasa sumber. Peminjaman langsung ini disebut peminjaman murni, contoh: harddisk diterjemahakan harddisk sedangkan peminjaman yang menggunakan penyesuaian fonetik dan morfologi bahasa sasaran adalah teknik peminjaman alamiah. Contoh: computer diterjemahakan komputer.

4. Teknik Kalke (Calque)

Teknik kalke adalah teknik yang digunakan oleh penerjemah dengan menerjemahkan kata asing atau frasa kedalam BSa dengan menyesuaikan struktur BSa. Contohnya: prime minister diterjemahkan menjadi perdana menteri, vise president diterjemahkan menjadi wakil presiden, way out diterjemahkan menjadi jalan keluar.

5. Teknik Modulasi (Modulation)

Teknik modulasi (modulation), adalah teknik penerjemahan yang mengalami perubahan sudut pandang. Perubahan sudut pandang tersebut dapat bersifat leksikal atau struktural, contoh:

Contohnya: BSu : Nobody doesn’t like it. BSa : Semua orang menyukainya. 6. Transposisi (Transposition)

(12)

7. Kompensasi (compesation)

Teknik ini dilakukan untuk menyampaikan pesan teks pada bagian lain dari teks terjemahan untuk menghasilkan stilistik (gaya) dalam BSu yang tidak dapat diterapkan dalam BSa.

Contoh: BSu: Sebuah gunting, diterjemahkan menjadi BSa: a pair of scissors. 8. Generalisasi (Generalization)

Teknik generalisasi menggunakan istilah spesifik dalam BSu, namun menggunakan kata umum pada BSa karena kedua teks itu tidak ada padanan yang spesifik dalam BSa.

Contoh: BSu : Pohon kelapa, diterjemahkan ke BSa menjadi palm trees. 9. Penerjemahan Harafiah (Literal translation)

Teknik ini adalah teknik penerjemahan yang digunakan oleh penerjemah dengan penerjemahan kata demi kata, namun tidak mengabaikan konteks dari teks yang diterjemahkan.

Contoh: BSu : Jokowi adalah presiden Indonesia. BSa : Jokowi is president of Indonesia. 10. Partikularisasi (Particularizaton)

Teknik yang dilakukan oleh penerjemah dengan menggunakan istilah yang lebih spesifik dan konkrit dari superordinat ke subordinat.

Contoh: Air transporation diterjemahkan menjadi helikopter. 11. Variasi (Variation)

(13)

Teknik ini biasa digunakan oleh penerjemah dalam menerjemahkan naskah drama.

12. Substitusi (Substitution)

Teknik yang dilakukan oleh penerjemah dengan mengubah unsur-unsur linguistik dan para linguistik. Sebagai contoh: bahasa isyarat dalam bahasa Arab, yaitu dengan menaruh tangan di dada diterjemahkan menjadi Terima kasih.

13. Kompresi Linguistik (linguistik compression)

Teknik yang dilakukan oleh penerjemah dengan mensintesa unsur-unsur linguistik pada BSa. Teknik ini biasa digunakan dalam pengalihbahasaan simultan dan penerjemahan teks film (subtitling). Contoh: You must find out! Diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi Carilah!

14. Kreasi Diskursif (discusive creation).

Teknik yang dilakukan oleh penerjemah dengan menggunakan padanan yang keluar dari konteks, yang bertujuan untuk menarik perhatian pembaca. Teknik ini biasa digunakan oleh penerjemah dalam menerjemahkan judul buku atau judul film.

Contoh: film animasi Snow White diterjemahkan menjadi Putri Salju. 15. Padanan Lazim (estabilish equivalence)

Kesepadanan lazim adalah teknik yang digunakan oleh penerjemah untuk menggunakan istilah atau ungkapan yang sudah lazim (berdasarkan kamus atau penggunaan sehari-hari) Teknik ini menyerupai teknik harafiah.

(14)

16. Deskripsi (Description)

Teknik yang dilakukan oleh penerjemah dengan cara menggantikan ungkapan dengan deskripsi bentuk dan fungsinya. Contoh: Capati diterjemahkan menjadi Roti panggang yang merupakan makanan utama pengganti nasi bagi orang India.

17. Reduksi (Reduction)

Teknik yang dilakukan oleh penerjemah dengan menghilangkan secara parsial, karena penghilangan itu tidak menimbulkan distorsi makna.

Contoh : BSu : Jokowi the president of Indonesia disterjemahkan ke BSa: Jokowi. 18. Amplifikasi Linguistik (Linguistic amplification)

Teknik yang dilakukan oleh penerjemah dengan menambahkan unsur-unsur linguistik dalam BSa. Teknik ini biasa digunakan pada pengalihbahasaan konsekutif dan sulih suara. Contoh: No way (Inggris) diterjemahkan menjadi De ninguna de las maneras (dalam bahasa Spanyol).

19. Penambahan (Addition)

Teknik penambahan lazim diterapkan dalam kegiatan penerjemahan. Penambahan yang dimaksud adalah penambahan informasi yang pada dasarnya tidak ada dalam kalimat sumber. Kehadiran informasi tambahan pada teks sasaran bertujuan untuk lebih memperjelas konsep yang ingin disampaikan oleh penulis kepada para pembaca teks sasaran. Contoh: He cama late diterjemahkan menjadi pria muda itu datang terlambat.

20. Penghilangan (deletion)

(15)

penerjemahan reduksi ditandai oleh penghilangan secara parsial sedangkan teknik penghilangan ditandai oleh adanya penghilangan informasi secara menyeluruh. 2.5. Keakuratan Terjemahan

Seorang penerjemah selalu berorientasi pada hasil terjemahan yang lebih berkualitas. Hal itu dapat tercapai apabila penerjemah tersebut berusaha semaksimal mungkin untuk mengoptimalkan metode dan teknik penerjemahan yang telah ia pelajari, karena berbagai metode dan teknik penerjemahan itu akan berdampak pada kualitas hasil terjemahan yang dilakukan. Mutu dari suatu

terjemahan tertuju pada tiga hal pokok, yaitu 1) ketepatan pengalihan pesan, 2) ketepatan pengungkapan pesan dalam bahasa sasaran, 3) kealamiahan bahasa

terjemahan. (Nababan 1999).

Larson (1984) menyatakan bahwa “There are three main reasons for testing a translation, they are: accurate, clear, and natural”. Dengan demikian terjemahan harus diuji karena penerjemah ingin memastikan keakuratan, kejelasan, dan kealamiahan. Akurat (accurate) berarti pengalihan pesan dari teks BSu ke dalam BSa tidak ditambah atau dikurangi; jelas (clear) berarti hasil terjemahannya mudah dipahami oleh pembaca; dan alami (natutal) berarti hasil terjemahannya berterima menurut tata bahasa baku BSa. Hal ini menunjukkan bahwa dalam melakukan penilaian kualitas suatu hasil terjemahan akan mudah dipahami dengan kriteria tersebut.

(16)

tersebut terasa alamiah, lazim dan akrab bagi pembaca. 3) Keterbacaan. Hasil terjemahan dikatakan terbaca apabila teks yang diterjemahkan dapat dipahami oleh pembaca.

Silalahi (2009) dalam Disertasinya menyatakan bahwa penilaian suatu terjemahan menggunakan questioner untuk mengumpulkan data tentang kualitas terjemahan. Kuesioner yang dimaksud ada tiga, yaitu: 1) Instrumen tingkat keakuratan yang digunakan untuk menentukan tingkat keakuratan terjemahan, 2) Instrumen tingkat keberterimaan yang digunakan untuk mengukur tingkat keberterimaan terjemahan, 3) Instrumen tingkat keterbacaan yang digunakan untuk mengukur tingkat keterbacaan terjemahan.

(17)

2.6. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dapat dijadikan sebagai rujukan untuk melanjutkan penelitian ini, sebagai berikut:

1) Andayani (2014) dalam Tesisnya yang berjudul Kesepadanan Makna Sosiokultural Terjemahan Lakon Lubdaka Buku The Invisible Mirror dari Bahasa

Bali ke dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Penelitian ini bertujuan untuk:

(1) mengidentifikasi makna sosiokultural; (2) menganalisis tingkat kesepadanan

makna sosiokultural; (3) mencermati strategi penerjemahan, khususnya bagian

pertunjukan wayang; dan (4) membandingkan ideologi penerjemahan yang

mendominasi penerjemahan buku The Invisible Mirror. Buku tersebut memuat tiga

bahasa, yakni: bahasa Bali sebagai bahasa sumber, sekaligus terjemahannya dalam

bahasa Indonesia (teks 2/T2) dan bahasa Inggris (teks 3/T3). Penelitian ini merupakan

penelitian deskriptif kualitatif yang didukung dengan data kuantitatif.

Hasil penelitian yang ditemukan oleh Andayani di T2 dan T3 menunjukkan

bahwa: (1) Dari keseluruhan makna-makna sosiokultural yang teridentifikasi,

sociofact dan mantifact lebih banyak memuat makna yang bersifat sosiokultural

dibandingkan dengan artifact yang lebih banyak memuat makna yang sifatnya

universal sehingga mudah untuk ditemukan padanannya; (2) Tingkat kesepadanan

makna di T2 dan T3, sebagian besar merepresentasikan makna sosiokultural.

Perbedaannya, penerjemah di T3 mencantumkan padanan deskriptif pada makna

sosiokultural di T3, sedangkan penerjemah T2 jarang sekali menambahkan padanan

deskriptif di T2; (3) Strategi penerjemahan yang mendominasi di T2 adalah

transposisi 55,6%, diikuti dengan borrowing 10,6%, ekuivalensi 9,3%, modulasi

8,8%, terjemahan literal 7,8%, calque 5,2% dan adaptasi 2,7%. Di T3 hasil

(18)

58,8%, diikuti dengan ekuivalensi 16,2%, adaptasi 6,5%, borrowing 6,4%, modulasi

4,6%, terjemahan literal 3,9% dan yang paling sedikit digunakan adalah calque 3,6%;

(4) Ideologi penerjemahan menunjukkan bahwa penerjemah T2 dan T3 cenderung

menggunakan ideologi foreignisasi yakni sebanyak 61,1% di T2 dan 52,3% di T3.

Dengan demikian, penerjemah di T2 dan T3 berusaha untuk mempertahankan

atmosfir dan cita rasa kultural Bali sehingga pembaca bahasa sasaran mendapatkan

pembelajaran lintas budaya yang terdapat di dalam buku The Invisible Mirror.

2) Tinambunan, Rohaya. T. (2013) dalam Tesisnya yang berjudul Analisis Kesepadanan Terjemahan dalam Buku Bilingual Active English for Nurses.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kesepadanan terjemahan buku

bilingual Active English for Nurses. Tujuan penelitian ini adalah: 1) mendeskripsikan teknik penerjemahan kata dan frasa dari bahasa Inggris ke

(19)

hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingginya tingkat penggunaan teknik penerjemahan harafiah dan teknik penerjemahan adaptasi disebabkan BSu dan BSa memiliki pola bahasa yang berbeda. Terjemahan yang tidak menerapkan penyesuaian terhadap BSa akan mengalami perubahan makna bagi pembaca. Selain itu, dampak pada keakuratan terjemahan dalam penelitian ini terdapat 25 (22,3%) data yang berwujud kata dan frasa yang diterjemahkan secara kurang akurat ke dalam BSa, dan 11 (9,85) yang berwujud kata dan frasa diterjemahan secara tidak akurat ke dalam BSa. Hal ini terjadi karena penerjemahan yang dilakukan secara tidak akurat atau karena ada makna yang dihilangkan.

Hasil terjemahan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa penerjemahan yang banyak mengurangi tingkat keakuratan terjemahan adalah teknik adaptasi, teknik harafiah, teknik kreasi diskursif, teknik penerjemahan transposisi dan teknik peminjaman alamiah. Teknik-teknik ini mengindikasikan terjemahan kata dan frasa kurang akurat. Kemudian, teknik penerjemahan reduksi, adaptasi, amplifikasi, kreasi diskursif dan peminjaman murni yang menyebabkan hasil terjemahan dalam penelitian ini tidak akurat.

(20)

terjemahan. Kemudian mencari bagaimana dampak teknik-teknik yang digunakan oleh penerjemah pada kualitas terjemahan pada tingkat keakuratan terjemahan.

3) Waoma Demetrius (2013) dalam Tesisnya yang berjudul The Translation Ideology of Nias Cultural Terminology in Famatö Harimao into Bahasa

(21)

4) Ndruru Apraisman (2013) dalam tesisnya yang berjudul Terjemahan Istilah Budaya dalam Novel Negeri 5 Menara ke dalam Bahasa Inggris the Land

of Five Towers. Tujuan penelitian ini adalah 1) mendeskripsikan istilah budaya dalam Novel Negeri 5 Menara ke dalam Bahasa Inggris the Land of Five Towers. 2) teknik penerjemahan apa yang digunakan oleh penerjemah dalam menerjemahkan Novel Negeri 5 Menara ke dalam bahasa Inggris the Land of Five Towers.

(22)

yang memiliki presentase yang rendah adalah modulasi, aplifikasi + peminjaman murni, peminjaman murni + deskripsi dan generalisasi + deskripsi (0,97%).

Kontribusi pada penelitian yang dilakukan oleh Ndruru adalah mengkaji teknik yang digunakan oleh penerjemah dalam menerjemahkan istilah budaya dalam novel Negeri 5 Menara ke dalam Bahasa Inggris The Land of Five Towers. Tetapi beliau tidak mencari dampak teknik terjemahan pada kualitas terjemahan. Sedangkan pada penelitian ini, peneliti ingin mengetahui bagaimana dampak teknik penerjemahan pada kualitas terjemahan khususnya pada tingkat keakuratan terjemahan dalam menerjemahkan Laowömaru Manömanö Nono Niha dalam Laowömaru Legenda Masyarakat Nias.

5) Sinde (2012) dalam tesisnya yang berjudul Analisis Teknik, Metode dan Ideologi Penerjemahan Terhadap Buku Cerita Anak Bilingual “Four Funny

Animal Stories”. Penelitian ini bertujuan 1) untuk mengidentifikasi teknik-teknik penerjemahan yang digunakan oleh penerjemah dalam menerjemahkan cerita anak, 2) menganalisis metode dan ideologinya.

(23)

menggunakan teknik tunggal. Mayoritas teknik penerjemahan yang digunakan oleh penerjemah metode penerjemahan literal dengan kecenderungan mempertahankan bentuk BSu atau menggunakan ideologi foreignisasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Sinde, relevan dengan penelitian ini. Bedanya sinde hanya menganalisis teknik yang digunakan oleh penerjemah dalam produk penelitiannya. Namun dalam penelitian ini, selain mencari teknik yang digunakan oleh penerjemah pada produk yang dianalisis, peneliti juga mencari bagaimana dampak teknik itu pada kualitas terjemahan pada tingkat keakuratan terjemahan.

6) Sutopo Anam (2012) dalam jurnalnya yang berjudul Teknik Penerjemahan Naskah Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia dari

(24)

teknik transposisi sebanyak 58 data (8,49%), dan teknik penambahan sebanyak 19 data (1,61%). Kedua, teknik penerjemahan yang diterapkan oleh penerjemah didominasi oleh teknik ganda yang berfokus pada teknik harfiah.

7) Ahmad Sulaiman (2011) dalam Tesisnya yang berjudul Analisis Terjemahan Istilah-istilah Budaya pada Brosur Pariwisata Berbahasa Inggris

Provinsi Sumatera Utara. Tujuan penelitian ini adalah: 1) Mengidentifikasi istilah-istilah budaya yang terdapat pada brosur pariwisata berbahasa Indonesia dan Inggris Provinsi Sumatera Utara, 2) Mengidentifikasi teknik penerjemah yang digunakan dalam menerjemahkan istilah-istilah budaya dari BSu (bahasa Indonesia, Arab, Batak, Nias dan Melayu) ke dalam bahasa Inggris Provinsi Sumatera Utara, 3) Mengidentifikasi pergeseran (shift) yang terjadi pada terjemahan budaya dari BSu (bahasa Indonesia, Arab, Batak, Nias dan Melayu) ke dalam bahasa Inggris Provinsi Sumatera Utara. Dalam penelitiannya Ahmad menggunakan metode deskriptif-kualitatif.

(25)

sebanyak 2 (2,99%) dan couplet sebanyak 1 (1,49%). Sedangkan pergeseran terdapat 44 data, terdiri atas pegeseran unit, sebanyak 28 (63,63%), pergeseran struktur sebanyak 13 (29,55%) dan pergeseran sebanyak 3 (6,82%).

Kajian Ahmad menunjukkan bahwa objek penelitiannya adalah brosur pariwisata berbahasa Inggris, Provinsi Sumatera Utara dengan menganalisis istilah budaya dengan menggunakan teori Newmark (1988) dan untuk menganalis teknik yang digunakan oleh penerjemah, Ahmad menggunakan teknik yang diterapkan oleh Molina dan Albir (2012), sedangkan pergeseran menggunakan teori Catford (1978). Tetapi dalam penelitian Ahmad tidak melihat bagaimana keakuratan terjemahan. Untuk itu, peneliti mencoba mencari bagaimana dampak teknik penerjemahan pada tingkat keakuratan hasil terjemahan.

8) Yugasmara (2010), dalam jurnal yang berjudul Analisis Kesepadanan Makna dan Keberterimaan Bahasa Informal pada Terjemahan Tuturan Slang

dalam Novel P.S. I Love You Karya Cecelia Ahern. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk tururan slang, teknik penerjemahan yang digunakan dalam mengetahui tingkat kesepadanan dan keberterimaan bahasa informal teks terjemahan tuturan slang yang terdapat dalam Novel P.S. I Love You Karya Cecelia Ahern dan terjemahannya dalam novel dengan judul yang sama oleh Monica Dwi Chresnayani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk slang yang digunakan terbagi 26 kategori dengan makna masing-masing.

(26)

P.S.I Love You, memiliki kualitas terjemahan yang cukup baik. Untuk menganalisis data, peneliti menggunakan instrumen pengukuran keberterimaan. Instrumen itu mirip dengan instrumen pengukuran keakuratan yang ditetapkan oleh peneliti dalam mengukur kesepadanan kata dan frasa. Active English for Nurse.

Penelitian yang dilakukan oleh Yugasmara relevan dengan penelitian ini. Bedanya, Yugasmara hanya mengkaji kesepadanan pada tataran kata dan frasa, sedangkan pada penelitian ini, peneliti menganalisis data pada tataran kata, frasa dan kalimat dan mencari dampak teknik terjemahan pada tingkat keakuratan terjemahan.

9) Harahap Rosmawati (2010), dalam Disertasinya yang berjudul Fiksi Halilian dari Bahasa Angkola ke Bahasa Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan masalah kesepadanan dan pergeseran dalam teks terjemahan Fiksi Halilian Angkola Indonesia. Peneliti menggunakan teori semantik, termasuk 1) reference theory yang bisa mengungkapkan hubungan antar kata dengan entitas melalui cara tertentu, 2) relasi makna atau meaning postulates yang bisa menangani hubungan kemiripan dan keberbedaan antar konsep dan 3) componential analysis yang mampu melihat tipe kesepadanan lintas bahasa dan pergeseran makna sebagai akibat dari proses pemadanan.

(27)

kompleksitas fenomena terjemahan itu sendiri. Peneltian ini menerapkan deskriptif kualitatif untuk menganalisis teknik penerjemahan dan kesepadanan terjemahan hanya pada tingkat kata dan frasa. Bedanya dalam penelitin ini, peneliti mencari teknik yang digunakan oleh penerjemah dan mencari dampaknya pada tingkat keakuratan dengan analisis pada tataran selain kata dan frasa juga dalam tataran yang lebih luas yaitu tingkat kalimat.

10) Meiliana (2010) dalam jurnalnya yang berjudul Kesepadanan Makna Terjemahan teks Microbiology for Environmental Scientists and Engineers

MenjadiMikrobiologi untuk Ilmuwan dan Insinyur Lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat keterbacaan dan kesepadanan makna pada naskah “Microbiology for Environmental Scientists and Engineers” yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi “Mikrobiologi untuk Ilmuwan dan Insinyur Lingkungan”. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Sumber data adalah dokumen data dalam penelitian ini sebanyak 50 kalimat. Temuan menunjukkan bahwa dari 50 data yang dianalisis terdapat 30 data atau 60 % termasuk dalam kategori terjemahan yang tepat dan 20 data atau 40 % termasuk pada kategori terjemahan yang tidak tepat. Analisis data tersebut dapat disimpulkan bahwa penerjemah mampu menerjemahkan dengan baik walaupun masih mengalami kendala. Hasil penelitian ini sangat signifikan untuk berpartisipasi menyumbangkan pengembangan dalam teori linguistik yang diterapkan untuk penerjemahan.

11) Ardi Havid (2010) dalam Tesisnya yang berjudul Analisis Teknik Penerjemahan dan Kualitas Terjemahan Buku “Asal Usul Elite Minangkabau

(28)

penelitian ini adalah: Mengidentifikasi dan mendeskripsikan teknik, metode dan ideologi yang digunakan oleh penerjemahan, kemudian peneliti melihat dampaknya pada kualitas terjemahan, yaitu tingkat keakuratan (accuracy), tingkat keberterimaan (acceptability) dan tingkat keterbacaan (readability). Dari penelitian ini ditemukan bahwa terdapat 18 jenis teknik penerjemahan dari jumlah data 731. Berdasarkan frekuensi penggunaan teknik tersebut adalah: teknik amplifikasi 122 data (16,69%), teknik harafiah 86 data (11,76%), teknik padanan lazim 84 data (11,49%), teknik modulasi 73 data (9,99%), teknik peminjaman murni 71 data (9,71%), teknik reduksi 61 data (8,34%), teknik adaptasi 57data (7,80%), teknik penambahan 37 data (5,06%),teknik transposisi 27 data (3,69%), generalisasi 22 data (3,01%), teknik calke 19 data (2,60%), teknik inversi 16 data (2,19%), teknik partikulasi 15 data (2,05%), teknik penghilangan 15 data (2,05%), teknik kreasi diskursif 10 data (1,37%), teknik deskripsi 9 data (1,23%), teknik peminjaman alamiah 6 data (0,82%) dan teknik koreksi 1 (0,14%). Dari hasil penelitian ini. Dampak dari penggunaan teknik-teknik ini terhadap kualitas terjemahan, tergolong baik yaitu: rata-rata tingkat keakuratan terjemahan 3,33, keberterimaan, 3,35 dan tingkat keterbacaan 3,53. Teknik yang paling memberikan kontribusi positif terhadap tingkat keakuratan, keterbacaan dan keberterimaan adalah teknik amplifikasi, teknik harafiah, dan teknik padanan lazim. Dan yang paling banyak mengurangi tingkat keakuratan dan keberterimaan adalah teknik modulasi, teknik penambahan dan teknik penghilangan.

12) Sari, W.P (2010) dalam junal yang berjudul Translation Techniques and Translation Accuracy of English Translated Text of Tourism Brochure in Tanah

(29)

penerjemahan yang digunakan oleh penerjemah dalam menerjememahkan teks dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris dalam brosur pariwisata yang terdapat di kabupaten Tanah Datar. Penelitian ini menggunakan konseptual teori tentang teknik penerjemahan dari Molina dan Albir. Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan tingkat keakuratan hasil terjemahan tersebut. Berdasarkan analisis data, ditemukan bahwa teknik penerjemahan harafiah (literal translation) merupakan teknik yang paling banyak digunakan oleh penerjemah, sedangkan dari tingkat keakuratannya, 60% data masuk ke dalam kategori kurang akurat. Dari hasil temuannya, Sari menyimpulkan bahwa penerjemah cenderung mempertahankan ciri BSu dalam melakukan penerjemahan ke dalam BSa.

13) Silalahi Roswita (2009) dalam Disertasinya yang berjudul Dampak Teknik, Metode dan Ideologi Penerjemahan pada Kualitas Terjemahan Teks

(30)

yang berwujud kata, frasa, klausa dan kalimat yang berasal dari sumber data dokumen maupun informasi kunci dan respon. Data tersebut dideskripsikan dan disesuaikan dengan tujuan penelitian. Temuan dalam penelitian ini adalah delapan teknik penerjemahan diterapkan dalam penerjemahan teks Medical-Surgical yaitu harfiah, peminjaman murni, peminjaman alamiah, calque, transposisi, modulasi, penghilangan dan penambahan. Frekwensi penggunaannya menunjukkan bahwa teknik harfiah menempati urutan pertama (489), yang diikuti oleh peminjaman murni (224), peminjaman alamiah (222), transposisi (68), calque (67), modulasi (25), penghilangan (16) dan teknik penambahan (9).

Pada penelitian beliau menunjukkan bahwa kualitas terjemahannya didapatkan 338(64,75%) diterjemahkan secara akurat, 136 (26,05%) diterjemahkan kurang akurat dan 48 (9,20%) tidak akurat. Teknik yang memberikan dampak positif adalah teknik peminjaman murni, teknik peminjaman alamiah, calque, dan harfiah.

(31)

Manömanö Nono Niha ke dalam bahasa Indonesia Laowömaru Legenda Masyarakat Nias.

Penelitian terdahulu yang relevan seperti yang diuraikan di atas, sangat membantu peneliti dalam melakukan penelitian ini sebab langkah-langkah dan aspek penelitian mempunyai beberapa relevansi atau kesamaan dalam penelitian ini seperti: metode penelitian, teknik penerjemahaan dan dampaknya pada kualitas terjemahan.

2.7. Kerangka Berpikir

(32)

Gambar 2.2. Kerangka Berpikir BSu

Teks Laowömaru Manömanö Nono Niha (Teks dalam Bahasa Daerah Nias)

BSa

Teks Laowömaru

Legenda Masyarakat Nias (Teks dalam Bahasa Indonesia)

Keakuratan Terjemahan (Nababan 2004)

Temuan/hasil Teknik Penerjemahan (Molina dan Albir 2002)

Gambar

Gambar  2.1. Proses penerjemahan (Larson, 1984)
Gambar 2.2. Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

rendah telah menciptakan teks hasil terjemahan yang baik dan akurat, karena hampir keseluruhan kata, frasa, klausa dan kalimat diterjemahkan langsung ke dalam bahasa sasaran

Analisis Dampak Teknik Penerjemahan Terhadap Fungsi Experiential Serta Nilai Keakuratan dan Keberterimaan Nominal Group dalam Terjemahan Cerpen “ The Adventure of

Penelitian ini ingin mengetahui sejauh mana kualitas terjemahan dari aspek keterbacaan yang dilakukan oleh penerjemah pada setiap kata, frasa, klausa dan kalimat yang

Ditinjau dari segi keakuratan hasil terjemahan film Omar ini, peneliti mendapati terjemahan yang tidak akurat dalam mengalihkan pesan yaitu sebanyak 3 data, 3 data

Dalam jenis terjemahan yang paling penting adalah pengalihan pesan dari Bsu ke dalam Bsa dan pembaca teks Bsa menunjukkan respon yang sama dengan pembaca teks Bsu. Terjemahan

Makna terjemahan frasa preposisi yang terdapat pada kalimat dalam bahasa sumber dialihkan secara akurat ke dalam bahasa sasaran; sama sekali tidak terjadi

Penerapan kesesuaian terjemahan terwujud pada teknik peminjaman murni, harafiah dan kalke yang menghasilkan terjemahan yang sesuai yaitu pada frasa nomina Graphic suite

Penelitian ini berfokus pada teknik penerjemahan dan kualitas terjemahan tingkat keakuratan yang dibatasi oleh frasa verba pada jenis tindak ilokusi yang terdapat