1.1Latar Belakang Penelitian
Salah satu kemampuan peserta didik yang diukur pada beberapa negara adalah
literasi sains. Literasi sains sangatlah penting karena kemampuan memahamiIlmu
Pengetahuan Alam(IPA) memungkinkan seseorang untuk berpartisipasi penuh
secara tepat dalam masyarakat, terutama untuk menentukan kebijakan publik
mengenai isu-isu ilmu pengetahuan dan teknologi yang berdampak pada
kehidupan masyarakat (OECD, 2013).Alasan lain pentingnya literasi sains yaitu
pertama, pemahaman IPA menawarkan pemenuhan kebutuhan personal dan
kegembiraan serta keuntungan untuk dibagikan kepada siapa pun. Kedua,
negara-negara dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan yang memerlukan informasi
ilmiah dan cara berfikir ilmiah untuk mengambil keputusan bagi kepentingan
orang banyak (Zuriyani, 2013). Kepentingan tersebut mendorong negara-negara
maju untuk membangun literasi sains pada generasi muda yang pelaksanaannya
terintegrasi dalam pembelajaran (Yuenyong & Narjaikaew, 2009).
Hasil survei berdasarkan Programme for International Student Assessment
(PISA) 2012 menunjukkan bahwa Indonesia mencetak 382 poin, di bawah nilai
rata-rata sehingga Indonesia berada pada peringkat ke 64 dari 65 negara (OECD,
2014). Berkaitan dengan kemampuan literasi sains siswa Indonesia, Rustaman
(2003) mengemukakan bahwa peserta didik diduga belum mampu menggunakan
konsep ilmiah untuk melakukan prediksi dan menjelaskan konsep sains, belum
mampu mengenali pertanyaan yang dapat dijawab dengan penyelidikan ilmiah,
serta belum mampu memilih informasi yang relevan dari sekian banyak data dan
argumentasi yang digunakan untuk menarik kesimpulan dari suatu fenomena
sains.
Hasil penelitian capaian literasi sains siswa Sekolah Menengah Atas cluster 1,
2 dan 3 pada konten pengetahuan biologi menunjukkan pencapaianyang relatif
rendah(Hadinugraha, 2014).Berdasarkanaspek kompetensi ilmiahnya,
kemampuan menjelaskan fenomena secara ilmiah memiliki rerata capaian literasi
berturut-turut yaitu kemampuan menggunakan bukti-bukti ilmiah dan identifikasi
permasalahan ilmiah (Hadinugraha, 2014).Para pengajar sains di Indonesia
tampaknya belum sepenuhnya memahami dengan baik tentang pembelajaran yang
mengarah pada pembentukan literasi sains (Zaky, 2013). Guru sains kurang
memahami pembentukkan literasi sains siswa sehingga pembelajaran masih
bertumpu pada pembelajaran konvensional dan penguasaan konseptual peserta
didik (Hastia, 2012). Akibatnya, kemampuan memecahkan masalah siswa dalam
situasi nyata memiliki kualitas yang rendah (Herdiani, 2013).
Rustaman (2003) menjelaskan bahwa literasi sains siswa dapat dikembangkan
melalui proses pembelajaran yang dialami oleh siswa. Alternatif pembelajaran
yang mampu dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan literasi sains yaitu
pembelajaran yang mampu mengembangkan kemampuan bernalar, merencanakan
dan melakukan penyelidikan ilmiah, menggunakan pengetahuan yang sudah
dipelajari untuk memahami gejala alam dan perubahan alam yang terjadi di
sekitarnya.
Kurikulum 2013 telah menetapkan pendekatan saintifik sebagai pendekatan
pembelajaran yang diharapkan mampu mendorong dan menginspirasi siswa
berpikir secara kritis, analitis dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami,
memecahkan masalah dan mengaplikasikan materi pembelajaran (Kemendikbud,
2013).Sangat disarankan menggunakan pendekatan pembelajaran yang
menghasilkan karya berbasis pemecahan masalahuntukmendorong kemampuan
peserta didik dalam menghasilkan karya kontekstual,baik individual maupun
kelompok. Salah satu alternatif model pembelajaran yang disarankan yaitu
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) dan Pembelajaran Berbasis Proyek (PBP)
(Kemendikbud, 2013).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Aziz (2010), pemahaman siswa
meningkat setelah melakukan pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis
masalah. Pembelajaran berbasis masalah juga memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap kemampuan memecahkan masalah biologi (Siswanto, Maridi,
& Marjono, 2012). Selain itu, kemampuan berpikir kritis siswa juga meningkat
setelah penerapan pembelajaran berbasis masalah(Anjani, 2014). Pembelajaran ini
ill-structured(tidak distrukturkan dengan baik) dalam PBM dapat menstimulus siswa
dalam memunculkan proses kognitif yang diharapkan, yang merupakan kebiasaan
berpikir yang baik (Chin & Chia, 2005). Woods (1996) mengungkapkan bahwa
kecakapan dalam memecahkan masalah, kerjasama tim dan berkomunikasi
mampu dibangun melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah. Kemampuan
tersebut berkaitan dalam mengembangkanliterasi sains siswa.
Alternatif pembelajaran lainnya yaitu PBP. Pembelajaran berbasis proyek
mampu melatih kemampuan literasi kuantitatif siswa (Harianto, 2014).
Pembelajaran ini juga mampu meningkatkan pemahaman konsep dan juga
motivasi siswa SMA (Kartika, 2010). Hasil belajar siswa juga mengalami
peningkatan setelah penerapan model pembelajaran tersebut (Jagantara, 2014).
Peningkatan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa mampu mencapai
99,1% (Oktaviana, 2011). Pembelajaran tersebut mampu meningkatkan kehadiran
siswa di kelas, menumbuhkan rasa percaya diri dan meningkatkan sikap ilmiah
siswa (Thomas, 2000).Pembelajaran berbasis proyek perlu dipertimbangkan oleh
guru sebagai salah satu model pembelajaran inovatif apabila guru ingin
meningkatkan hasil belajar biologi (Jagantara, 2014). Konten biologi pada konsep
sistem ekskresi merupakan salah satukonten yang diujikan dari sistem hidup atau
biologis yang termasuk ke dalam PISA Frame Work (OECD, 2013). Banyak
siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami materi yang berhubungan
dengan organ dan sistem organ materi ekskresi karena bersifat abstrak dan
dipandang rumit oleh siswa (Henno, 2008).
Berdasarkan hasil penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa
peneliti sebelumnya, pembelajaran berbasis masalah dan berbasis proyek mampu
memberikan pengaruh terhadap hasil belajar (Jagantara, 2014), berfikir kritis
(Anjani, 2014; Oktaviana, 2011), kemampuan literasi kuantitatif (Harianto, 2014),
sikap ilmiah (Thomas, 2000)dan kemampuan memecahkan masalah (Siswanto,
2012; Woods, 1996).Siswa SMA diplih karena dalam perkembangannya mereka
diharuskan mencapai kematangan, salah satunya kematangan intelektual dan
kesadaran tanggung jawab sosial (Yusuf& Sugandhi, 2011).
Kontribusi kedua model pembelajaran tersebut terhadap suatu pencapaian
meningkatkan kemampuan literasi sains siswa, terutama pada konsep sistem
ekskresi siswa SMA. Berdasarkan fakta tersebut, penulis melakukan suatu
penelitian dengan membandingkan kemampuan literasi sains siswa SMA pada
konsep sistem ekskresi melalui pembelajaran berbasis masalah dan berbasis
proyek.
1.2Rumusan Masalah Penelitian
Masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut: Bagaimanakah perbandingan
kemampuan literasi sains siswa SMA melalui pembelajaran berbasis masalah dan
berbasis proyek?.
Adapun pertanyaan penelitian yang telah disusun sebagai berikut
1) Bagaimanakah kemampuan literasi sains siswa SMA kelas XI pada konsep
sistem ekskresi melalui pembelajaran berbasis masalah?
2) Bagaimanakah kemampuan literasi sains siswa SMA kelas XI pada konsep
sistem ekskresi melalui pembelajaran berbasis proyek?
3) Bagaimanakah tanggapan siswa terhadap pembelajaran berbasis masalah dan
berbasis proyek pada konsep sistem ekskresi?
1.3Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, berikut adalah tujuan umum penelitian:
Menganalisis perbandingan kemampuan literasi sains siswa SMA melalui
pembelajaran berbasis masalah dan berbasis proyek. Tujuan khusus penelitian
yaitu untuk menganalisis:
1) Kemampuan literasi sains siswa SMA kelas XI pada konsep sistem ekskresi
melalui pembelajaran berbasis masalah.
2) Kemampuan literasi sains siswa SMA kelas XI pada konsep sistem ekskresi
melalui pembelajaran berbasis proyek.
3) Tanggapan siswa terhadap pembelajaran berbasis masalah dan berbasis
1.4Manfaat Penelitian
Temuan dalam penelitian ini mampu memberikan sumbangan dan manfaat
dalam pengembangan kemampuan literasi sains siswa dengan mengoptimalkan
penerapan model pembelajaran berbasis masalah dan berbasis proyek. Kontribusi
yang sama dari kedua model pembelajaran tersebut terhadap kemampuan literasi
sains siswa memberikan keuntungan bagi siswa untuk lebih bebas menjelajahi
ilmu pengetahuan bukan terbebani oleh ilmu pengetahuan.
1.5Batasan Masalah
Penelitian ini difokuskan pada analisis satu dari tiga aspek utama literasi sains
yang ditentukan PISA 2012 yaitu kompetensi, pengetahuan dan sikap. Peneliti
membatasi variabel terikatnya pada aspek kompetensi. Aspek kompetensi terdiri
dari kemampuan mengidentifikasi permasalahan, menjelaskan fenomena secara
ilmiah, dan menggunakan bukti ilmiah.
1.6Asumsi
Penggunaan masalah yang ill-structured(tidak distrukturkan dengan baik)
dalam PBM dapat menstimulus siswa dalam memunculkan proses kognitif yang
diharapkan dan merupakan kebiasaan berpikir yang baik (Chin & Chia, 2005).
Pembelajaran berbasis proyek melibatkan saiswa dalam investigasi pemecahan
masalah dan tugas yang bermakna, memberikan kesempatan siswa bekerja secara
otonom dalam mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri dan mencapai
puncaknya untuk menghasilkan produk nyata (Thomas, 2000).
1.7Hipotesis Penelitian
(H0) : Tidak terdapat perbedaan kemampuan literasi sains siswa SMA pada
konsep sistem ekskresi yang menerapkan Pembelajaran Berbasis Masalah
dengan Pembelajaran Berbasis Proyek.
(H1) : Terdapat perbedaan kemampuan literasi sains siswa SMA pada konsep
sistem ekskresi yang menerapkan Pembelajaran Berbasis Masalah dengan
1.8Struktur organisasi penulisan skripsi
Struktur organisasi penulisan pada skripsi ini terdiri dari lima bab, dimana
setiap bab saling berhubungan satu sama lain. Bab I merupakan bab
pendahuluan, berisi tentang latar belakang penelitian yang menjelaskan alasan
dilakukan penelitian tersebut, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, batasan masalah, asumsi, hipotesis penelitian
dansistematika atau struktur organisasi penulisan skripsi.
Bab II mengenai kajian pustaka berisi penjelasan literasi sains menurut
pada ahli dan hasil penelitian sebelumnya mengenai kemampuan literasi sains
sains di dunia dan di Indonesia. Selain itu, berisi penjelasan mengenai
pengertian pembelajaran berbasis masalah dan berbasis proyek, karakteristik
model pembelajaran berbasis masalah dan berbasis proyek, sintaks
masing-masing model pembelajaran, kelebihan dan kekurangan masing-masing-masing-masing model
pembelajaran serta penelitian sebelumnya mengenai pembelajaran berbasis
masalah dan berbasis proyek. Konten sistem ekskresi yang dipilih sebagai
materi pelajaran juga dijelaskan dalam bab II, terdiri dari penjelasan konten
secara mendalam dan penjelasan konten berdasakan Kurikulum 2013.
Teori-teori yang terdapat pada bab II ini digunakan sebagai bahan dasar untuk
membahas penelitian pada bab IV.
Bab III mengenai metode penelitian berisi penjelasan mengenai metode
dan desain penelitian yang digunakan untuk memperoleh data penelitian,
definisi operasional yang menjelaskan definisi variabel terikat dan variabel
bebas yang ditetapkan dalam penelitian, penentuan populasi dan sampel,
instrumen penelitian, teknik dan pengolahan data serta prosedur penelitian
tersebut.Bab IV berisi temuan atau hasil penelitian dan pembahasanmelalui
suatu elaborasi antara kajian teori atau teori dasar dengan temuan yang
diperoleh. Bab V berisi simpulan yang menjawab pertanyaan penelitian dan