ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan Work Family Conflict terhadap karyawan dan karyawati level manajerial pada Bank “X” Bandung. Penelitian sampel pada penelitian ini menggunakan purposive sampling dan jumlah responden pada penelitian ini berjumlah 30 orang yang
merupakan karyawan dan karyawati level manajerial pada Bank “X” Bandung
yang sudah menikah dan tinggal bersama dengan pasangannya. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kacmar & Williams (2000) dan diterjemahkan oleh Indah Soca K., M.Psi., Psikolog (2012).
Berdasarkan uji coba alat ukur yang terdiri dari 18 item, diperoleh hasil 18 item yang dapat digunakan untuk mengukur work family conflcit dengan rentang reliabilitas 0,62 sampai 0,88 dan rentang validitas secara keseluruhan antara 0,50 sampai 0,90. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh hasil sebesar -1.426, dimana hal ini menunjukan bahwa Ho ditolak.
Kesimpulan dari penelitian ini yaitu bahwa tidak terdapat perbedaan Work Family Conflict antara karyawan dan karyawati level manajerial pada
Bank “X” Bandung. Ada tidaknya perbedaan Work Family Conflict pada karyawan dan karyawati level manajerial ini dapat dilihat dari dua arah Work Family Conflict yaitu Family Interfering with Work (FIW) dan Work Interfering with Family (WIF).
ix
Universitas Kristen Maranatha ABSTRACT
This research is conducted to determine the difference between male and
female worker at managerial level in the Bank “X” Bandung related to Work Family Conflict. The samples of this research, were chosen using the purposive sampling method. The number of samples is 30 people, covering male and female
worker at managerial level in the Bank “X” Bandung that are married and live
with their partner in their household. The measurement instrument use in this research is Work Family Conflict questionnaires which are adaptade from Carlson, Kacmar & Williams (2000) and translated by Indah Soca K., M.Psi., Psikolog (2012).
The measurement instrument consists of 18 items. A testing is done against the measurement instrument. The results are 18 items that are employed to measure the Work Family Conflict with overall reliability ranging from 0,62 to 0,88 and an overall validity ranging from 0,50 to 0,90. Based on the calculation, the result is -1.426, which is this result has shown that Ho accepted.
Based on the results, it is concluded that there is no difference in Work Family Conflict between male and female worker at managerial level in the Bank
“X” Bandung. The form of Work Family Conflict mainly depends on the level of Family Interfering with Work (FIW) and Work Interfering with Family (WIF).
DAFTAR ISI
HALAMAN
LEMBAR JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN... i
PERNYATAAN ORISINALITAS LAPORAN PENELITIAN ... ii
PERNYATAAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN ... iii
ABSTRAK ... iv
KATA PENGANTAR... ... vi
DAFTAR ISI... x
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1
1.2 Identifikasi Masalah... 10
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian... 10
1.3.1 Maksud Penelitian... 10
1.3.2 Tujuan Penelitian... 11
1.4 Kegunaan Penelitian... 11
1.4.1 Kegunaan Teoretis... 11
1.4.2 Kegunaan Praktis... 11
1.5 Kerangka Pemikiran... 12
1.6 Asumsi... 21
xi
Universitas Kristen Maranatha BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Peran... 22
2.2 Work Family Conflict... 25
2.2.1 DefinisiWork Family Conflict (WFC)...25
2.2.2 BentukWork Family Conflict……….25
2.2.3 LingkupWork Family Conflict………...28
2.2.4 ArahWork Family Conflict………29
2.2.5 Dampak – DampakWork Family Conflict………...30
2.3 Gender………...34
2.3.1 Efek Dari PeranKaryawanTerhadapPeranKeluarga……34
2.3.2 Efek Dari Peran Keluarga Terhadap Peran Karyawan.... 35
2.3.3KesulitanDalamMengkombinasikanPeran…... 36
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian... 37
3.2 SkemaProsedurPenelitian... 37
3.3 Variabel Penelitian, Definisi Konseptual dan Definisi Operasional....38
3.3.1 Variabel Penelitian... 38
3.3.2 Definisi Konseptual... 38
3.3.3 Definisi Operasional... 39
3.4 Alat Ukur... 40
3.4.1 Alat Ukur Work Family Conflict... 40
3.4.3 ProsedurPengisian Item………..…………...42
3.4.4 SistemPenilaian………...………...42
3.4.5 Data Penunjang………...…..…………43
3.5 Validitas dan ReliabilitasAlatUkur... 44
3.5.1 Validitas Alat Ukur... 44
3.5.2 Reliabilitas Alat Ukur... 46
3.6 Populasi Sasaran dan Teknik Sampling... 48
3.6.1 PopulasiSasaran... 48
3.6.2 KarakteristikPopulasi...48
3.6.3 TeknikPenarikanSampel... 48
3.6.4 TeknikAnalisis Data... 49
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Penelitian... 51
4.1.1 Gambaran Responden... 51
4.1.2 Hasil Pengolahan Data... 57
4.2 Pembahasan... 58
4.3 Diskusi... 61
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 63
5.2 Saran... 63
5.2.1 Saran Teoritis... 63
xiii
Universitas Kristen Maranatha
DAFTAR PUSTAK ……… 65
DAFTAR RUJUKAN ………. 67
LAMPIRAN DAFTAR BAGAN Bagan 1.1 Skema Kerangka Pemikiran... 20
Bagan 3.1 Skema Rancangan Penelitian... 37
DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Kisi-kisi Alat Ukur Work Family Conflict………... 41
Tabel 3.2 Penilaian Alat Ukur Kuesioner... 43
Tabel 3.3 Kriteria Validitas... 45
Tabel 3.4 Kriteria ValiditasAlatUkur…... 45
Table 3.5 KriteriaReliabilitas……….………...…….…. 46
Tabel 3.6 Hasil Reliabilitas Alat Ukur……….... 47
Tabel 4.1 Tabel Total Responden Berdasarkan Jenis Kelamin………….. 51
Tabel 4.2 Tabel Responden Berdasarkan Usia………... 52
Tabel 4.3 Tabel Responden Berdasarkan Masa Kerja……….... 52
Tabel 4.4 Jam Kerja Dalam Seminggu……….. 53
Tabel 4.5 Tabel Responden Berdasarkan Lama Menikah……….. 53
Tabel 4.6 Tabel Responden Berdasarkan Keberadaan Anak………. 54
Tabel 4.7 Tabel Jumlah Anak……… 54
Tabel 4.8 Tabel Usia Anak……… 55
Tabel 4.10 Keberadaan Pembantu Rumah Tangga Atau Pengasuh……...56
Tabel 4.11 Penghayatan Waktu Kerja………56
Tabel 4.12 Penghayatan Mengenai Dukungan Sosial dari Atasan atau Organisasi……… 57
Tabel 4.13 Penghayatan Mengenai Dukungan Dari Keluarga………….. 57
Tabel 4.14 Hasil Uji Beda Pada Sampel………... 58
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lembar Persetujuan... [2]
Lampiran 2 Kuesioner Data Penunjang... [3]
Lampiran 3 Kuesioner Work Family Conflict... [5]
Lampiran 4 Keterangan Data Penunjang... [6]
Lampiran 5 Data Mentah... [7]
Lampiran 6 Data Mentah Penunjang... [8]
1 Universitas Kristen Maranatha BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia dapat dikatakan sebagai salah satu negara berkembang yang
memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia. Sementara itu pada saat ini banyak
negara berkembang yang semakin berusaha untuk memajukan negaranya
masing-masing. Sektor perekonomian merupakan salah satu hal yang menjadi patokan
untuk melihat apakah suatu negara dapat dikatakan semakin berkembang, dan
selain itu juga dilihat melalui kesejahteraan penduduknya. Sampai dengan saat ini
perekonomian di Indonesia dapat dikatakan telah cukup stabil. Ditengah stabilnya
perekonomian di Indonesia saat ini, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa
jumlah penduduk miskin hingga Maret 2013 mengalami penurunan sebesar 0,52
juta orang dibandingkan dari tahun sebelumnya. Penurunan jumlah penduduk
miskin ini terjadi karena masyarakat Indonesia sudah mengalami penigkatan
pendapatannya (http://bisniskeuangan.kompas. Com /read /2013 /07 /01
/1339226/BPS.Jumlah.Penduduk.Miskin.Turun).
Banyak usaha yang dilakukan oleh pemerintahan Indonesia untuk
meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan warganya. Beberapa diantaranya
yaitu dengan menjalin kerja sama dengan negara lain untuk membuka perusahaan
mencari pekerjaan. Ditengah kebutuhan akan pekerjaan yang semakin meningkat ,
perbedaan gender kini tidak lagi menjadi salah satu hal yang menjadi perhatian
khusus. Pria dan wanita dapat bekerja sesuai dengan apa yang diinginkan dan juga
sesuai dengan kebutuhan dari perusahaan atau tempat mereka melamar pekerjaan.
Diantara para pelamar kerja, baik pria maupun wanita, memiliki latarbelakang
yang berbeda-beda ketika mencari pekerjaan, dan salah satunya yaitu untuk
memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Dalam beberapa keluarga tidak cukup
ketika hanya salah satu antara suami atau istri saja yang bekerja, terkadang karena
tuntutan ekonomi yang tinggi dan terlepas dari alasan yang bekerja.
Bank adalah sebuah lembaga intermediasi keuangan umumnya didirikan
dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan
menerbitkan promes atau yang dikenal sebagai bank note. Bank merupakan
perusahaan yang bergerak dibidang penghimpunan dana, menyalurkan dana, dan
memberikan jasa kepada bank lainnya. Bank juga menjadi salah satu tempat
dimana peluang untuk pria dan wanita dapat bekerja. Bank “X” merupakan salah
satu Bank Sentral yang independen dan bebas dari campur tangan pemerintah
ataupun pihak lainnya dalam menjalankan tugasnya yaitu mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah, sesuai dengan ketetapan dari Undang-Undang
No. 23/1999 tentang Bank Indonesia. Bank “X” mempunyai otonomi penuh
dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya
sebagaimana ditentukan dalam undang-undang. Berdasarkan undang-undang,
Bank “X” telah diberikan kedudukan khusus dalam struktur ketatanegaraan
3
Universitas Kristen Maranatha mengabaikan segala bentuk intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun
juga. Status dan kedudukan Bank “X” sebagai lembaga yang independen
diberikan agar Bank “X” dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai
otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien. Sebagai Bank sentral, Bank “X”
wajib menjaga kestabilan nilai rupiah dan terdapat dua aspek dalam menjaga
kestabilan nilai rupiah yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa,
serta kestabilan terhadap mata uang Negara lain. Dalam usahanya mencapai
tujuan tersebut Bank “X” didukung oleh tiga bidang tugas, yaitu menetapkan dan
melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem
pembayaran, serta mengatur dan mengawasi perbankan di Indonesia.
Bank “X” Bandung mempunyai struktur organisasi yang terdiri dari
pemimpin Bank “X” koordinator bidang, pengawas bank eksekutif senior, kepala
bidang, dan pengawas bank eksekutif. Dari struktur organisasi tersebut,
masing-masing jabatan memiliki tugas dan tanggung jawab yang berbeda-beda, sehingga
pada tiap jabatan terdapat pula divisi yang membantu dalam pelaksanaan
kerjanya. Bank “X” yang merupakan perusahaan besar dan dengan struktur
organisasi yang ada tentunya membutuhkan banyak tenaga kerja yang
dipekerjakan di bagian – bagian yang ada dalam struktur organisasi sesuai dengan
kompetensi yang dimiliki. Kebutuhan akan jumlah karyawan pada Bank “X” ini
membuka peluang kerja bagi individu untuk dapat bekerja pada bagian di Bank “X” tersebut. Kesempatan untuk dapat bekerja pada Bank “X” ini antara pria dan
wanita dapat dikatakan memiliki peluang yang sama besarnya, untuk bekerja pada
Menurut George R. Berry mengemukakan bahwa level manajerial dalam
perusahaan mempunyai fungsi sebagai berikut yaitu Planning, Organizing,
Actuating & Controlling (POAC). Fungsi planing mengharuskan para karyawan
level manajerial untuk membuat rencana untuk mencapai tujuan perusahaan.
Kemudian fungsi Organizing yaitu dimana karyawan level manajerial harus
mampu memanfaatkan dengan tepat sumber daya manusia yang ada dari
perusahaan untuk mencapai tujuan dari perusahaan. Fungsi Actuating yaitu
dimana para karyawan level manajerial harus mampu mengerjakan setiap tugas
dengan tepat dan bertanggung jawab dalam pelaksanaannya. Sementara itu fungsi
controlling yaitu bukan hanya melaksanakan tugas dengan tepat dan bertanggung
jawab namun karyawan level manajerial juga harus mampu mengontrol dan
mengawasi setiap proses kerja yang telah didelegasikan karena akan berkaitan
dengan koreksi hasil kerja. Dengan beragamnya tuntutan dalam pekerjaan
tersebut, tidak sedikit para calon karyawan yang menjadikan target manager
sebagai pilihan untuk bekerja. Penelitian ini lebih memfokuskan pada karyawan
yang bekerja di level managerial, karena pada level managerial memilik tuntutan
dan tanggung jawab yang lebih berat dibandingkan dengan level non managerial,
seperti dalam hal mengatur tugas untuk karyawan-karyawan yang memiliki level
pekerjaan yang ada di bawahnya dan juga bertanggung jawab akan hasil kerjanya
terhadap atasannya yang ada di perusahaannya.
Saat ini sudah banyak terjadi suatu fenomena dimana dalam sebuah
keluarga para suami dan istri bekerja demi memenuhi tuntutan keluarga seiring
5
Universitas Kristen Maranatha bagaimana peran para suami dan istri dalam memenuhi tuntutan dalam pekerjaan
dan juga memenuhi tuntutan yang ada di dalam rumah tangganya. Bagi keluarga
yang hanya salah satu pasangan yang bekerja, pembagian tugas rumah tangga
makin tidak sekompleks pasangan yang keduanya memutuskan untuk bekerja.
Berdasarkan usaha untuk memenuhi tuntutan keluarga dan memenuhi tuntutan
dalam pekerjaan dapat menimbulkan konflik pada masing-masing pasangan suami
istri tersebut.
Work family conflict adalah sebuah bentuk konflik peran sebagai dua
tekanan yang terjadi secara bersamaan, dimana pemenuhan pada satu sisi akan
menyebabkan kesulitan pemenuhan yang lain. Dapat diartikan yaitu, pemenuhan
akan satu sisi tugasnya yaitu tugas pekerjaan rumah tangga, akan menyebabkan
kesulitan akan pemenuhan tugas pekerjaan yang berasal dari kantor dan demikian
sebaliknya (Khan et al. Dalam Greenhaus dan Beutell 1985). Menurut Gutek et al
(dalam Carlson 2000) work family conflict dapat muncul dalam dua bentuk yaitu
work interfering with family (WIF) yang merupakan konflik dari pekerjaan yang
memengaruhi keluarga serta family interfering with work (FIW) yang merupakan
konflik dari keluarga yang memengaruhi pekerjaan. WIF akan muncul ketika
peran karyawan dan karyawati di tempat pekerjaan mengganggu perannya di
keluarga, sedangkan FIW akan muncul ketika peran karyawan dan karyawati di
keluarga dengan segala tugas rumah tangganya mengganggu perannya di
pekerjaannya.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan untuk melihat apakah
mendapatkan hasil yang sangat berkontradiksi (Voydanoff, 2002). Sementara
beberapa penelitian menemukan bahwa pria lebih mengalami work family conflict
dibandingkan wanita (Duxbury & Higgins, 1991; Huffman, Payne & Castro,
2003; Livingstone & Burley, 1991; Yang, Chen, Choi & Zhou, 2000). Namun,
ditemukan juga hasil penelitian bahwa wanita dikatakan lebih mengalami work
family conflict dibandingkan laki-laki (Burley, 1995; Carlson, Kacmar &
Williams, 2000; Hammer, Allen & Grigsby, 1997, as cited in Hammer, Colton,
Cauet & Brockwood, 2002).
Pada penelitian lainnya mengenai work family conflict memberikan hasil
yang beragam. Sebagai contohnya, Eagle, Miles, dan Icenogle (1997) menemukan
bahwa pria dilaporkan lebih mengalami ketegangan dalam hal family interfering
with work (FIW) dan waktu- dan ketegangan dalam WIF dibandingkan wanita,
tetapi tidak ada perbedaan gender dalam FIW waktu. Pada penelitian yang serupa
(Gutek et al., 1991; McElwain et al., 2005) menemukan bahwa wanita lebih
memiliki pengalaman pada WIF dibandingkan pria, walaupun saat bekerja dalam
rentang waktu yang sama, tetapi tidak terdapat perbedaan gender berdasarkan
FIW. Untuk lebih jelasnya, Fu dan Shaffer (2001) menemukan bahwa wanita
mengalami FIW dengan tingkatan yang lebih tinggi, tetapi pria mengalami
tingkatan yang lebih tinggi pada WIF. Akhirnya Duxbry et al. (1994),
menemukan bahwa wanita dilaporkan memiliki lebih banyak WIF dan FIW dari
pada pria.
Penelitian di atas menunjukan hasil yang kurang lebih sama antara pria
dimensi-7
Universitas Kristen Maranatha dimensinya. Hal ini berkaitan dengan tuntuan yang terdapat pada pria maupun
wanita baik pada pekerjaannya di perusahaan maupun pada keluarga mereka
masing-masing. Pria dan wanita di dalam keluarga memiliki tugas yang
berdeda-beda, tergantung juga dari bagaimana aturan yang ada dalam keluarga itu sendiri,
keduanya sama-sama memiliki tugas untuk merawat dan mendidik anak-anak
mereka dan juga mengurus kebutuhan rumah lainnya.
Survey telah dilakukan peneliti dengan menggunakan teknik wawancara
terhadap 3 karyawan dan 2 karyawati level manajerial di Bank “X” Bandung.
Dari hasil survey didapatkan hasil sebagai berikut, sebanyak 100% karyawan
memastikan diri untuk dapat tiba di kantor pada pukul 08.00, sebanyak 30% tiba
di rumah pada pukul 20.00 dan 70% tiba dirumah pada pukul 19.30 WIB, hal ini
dikarenakan ada rapat, tugas yang belum diselesaikan serta kondisi jalanan yang
macet. Kondisi tersebut hampir rutin dijalani setiap karyawan sehingga
menyebabkan karyawan merasa lelah secara fisik hanya untuk perjalanan pulang
pergi ke kantor dan ditambah dengan adanya rapat tambahan. Sebesar 70% dari
karyawan seringkali membawa pekerjaan kantor ke rumah karena tidak dapat
menyelesaikan tugas-tugas tersebut, dan 30% terkadang membawa pekerjaan
kantor ke rumah. Hal ini menyebabkan para karyawan memiliki waktu yang
terbatas utnuk keluarga meskipun telah berasda dirumah dikarenakan masih harus
menyelesaikan tugas kantor yang dibawa ke rumah. Sebanyak 70% para karyawan
banyak menghabiskan waktu mereka bersama keluarga dan melakukan tugas
rumah tangga di hari Sabtu dan Minggu, sebanyak 30% hanya menghabiskan
digunakan untuk menyelesaikan tugas kantor dan menyiapkan pekerjaan untuk
hari Senin serta mengistirahatkan diri.
Pada karyawati didapatkan hasil survey sebagai berikut, sebanyak 100%
memastikan diri untuk dapat tiba di kantor pada pukul 08.00, sebanyak 50% tiba
di rumah pada pukul 20.00 dan 50% tiba dirumah pada pukul 19.30 WIB, hal ini
juga dikarenakan ada rapat serta tugas yang belum diselesaikan serta kondisi
jalanan yang macet. Hal ini menyebabkan secara fisik, karyawati lebih cepat
mengalami kelelahan. Sebesar 50% dari karyawan seringkali membawa pekerjaan
kantor kerumah karena tidak dapat menyelesaikan tugas-tugas tersebut, dan 50%
terkadang membawa pekerjaan kantor ke rumah, hal ini menyita waktu karyawati
ketika harus menyelesaikan tugasnya dirumah. Sebanyak 50% para karyawan
banyak menghabiskan waktu mereka bersama keluarga dan melakukan tugas
rumah tangga di hari Sabtu dan Minggu, sebanyak 50% hanya menghabiskan
waktu mereka dengan keluarga di hari Minggu saja, sedangkan hari Sabtu
digunakan untuk menyelesaikan tugas kantor dan menyiapkan pekerjaan untuk
hari Senin serta mengistirahatkan diri.
Ketika berada dalam situasi kerja, 100% karyawan dan karyawati pernah
mengalami konflik interpersonal dengan karyawan lainnya baik itu terhadap
atasan maupun bawahannya, dimana hal itu berdampak pada kinerja mereka yang
terganggu karena konsentrasi yang tidak dapat fokus sepenuhnya pada pekerjaan.
Serta sebanyak 100% karyawan pernah mengalami pelimpahan tugas yang
menumpuk dan dengan adaya deadline dari atasan yang menyebabkan karyawan
9
Universitas Kristen Maranatha ke rumah untuk menghabiskan waktu dengan keluarga menjadi berkurang. Dari
hasil surey didapati bahwa para karyawan level manajerial diharuskan dapat
bersikap tegas dan memiliki tanggung jawab saat menjalan tugas mereka. Pada
karyawan sebanyak 100% membawa sikap mereka ketika berada di kantor
tersebut ke dalam keluarga, seperti bersikap keras kepada staff dan memerintah
kepada bawahan yang dimana hal tersebut akan memiliki konteks yang berbeda
ketika karyawan berada di dalam keluarga, sehingga hal ini berdampak kepada
hubungan dengan pasangan dan anak menjadi renggang. Sedangkan pada
karyawati hanya 50% yang membawa sikap mereka ketika berada di kantor
seperti harus bersikap keras kepada staff-nya dan memerintah bawahan ke dalam
keluarga dan 50% tidak membawa sikap mereka di kantor ke dalam keluarga.
Meskipun memiliki level manajerial namun di dalam berumah tangga baik
karyawan dan karyawati tetap menghormati dan mempercayakan tugas dan
tanggung jawab terhadap pasangan mereka. Dari hasil survey yang sudah
dilakukan terlihat bahwa terdapat fenomena work family conflict pada karyawan
maupun karyawati level manajerial.
Dampak-dampak yang dapat ditimbulkan dari konflik dalam pekerjaan dan
keluarga beberapa diantaranya berupa berkurangnya semangat untuk
menyelesaikan tugas pekerjaanya di kantor, hubungan relasi dengan lingkungan
yang menjadi kurang harmonis, baik pada keluarga maupun dengan rekan yang
ada di kantor, dan juga dapat berdampak pada kesehatan para karyawan serta
karyawati itu sendiri. Berdasarkan hasil survey di atas dan dengan merujuk pada
mengenai peran seorang karyawan serta karyawati di kantor dan peran karyawan
serta karyawati dalam keluarga, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai “ Studi Uji Beda mengenai Work family conflict pada Karyawan dan
Karyawati Level Manajerial di Bank “X” di Bandung”.
1.2 Identifikasi Masalah
Dari penelitian ini ingin mengetahui bagaimana perbedaan work
family conflict pada karyawan dan karyawati level manajerial pada Bank
“X” di Bandung.
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1 Maksud penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk memeroleh gambaran
mengenai perbedaan Work – Family Conflict pada Karyawan dan
Karyawati Level Manajerial pada Bank “X” di Bandung.
1.3.2 Tujuan penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai
perbedaan Work – Family Conflict pada Karyawan dan Karyawati Level
11
Universitas Kristen Maranatha 1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Teoritis
- Memberikan informasi pada bidang ilmu psikologi, khususnya
psikologi industri untuk mengetahui bagaimana perbedaan Work
family conflict pada Karyawan dan Karyawati Level Manajerial
Bank “X” di Bandung.
- Memberikan informasi kepada peneliti lain yang membutuhkan
bahan acuan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai
gambaran perbedaan Work family conflict pada Karyawan dan
Karyawati Level Manajerial Bank “X” di Bandung.
1.4.2 Kegunaan Praktis
- Memberikan informasi kepada karyawan dan karyawati level
manajerial Bank “X” di Bandung mengenai perbedaan work family
conflict, diharapkan mereka dapat memahami konflik peran yang
dihadapinya.
- Memberikan informasi kepada Bank “X” di Bandung mengenai
perbedaan work family conflict, diharapkan mereka dapat
memahami konflik peran yang dihadapi oleh karyawan dan
1.5 Kerangka Pikir
Setiap orang pada saat ini membutuhkan pekerjaan. Secara tidak
langsung dengan bekerja, maka mereka dapat memenuhi
kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dalam hal-hal ekonomi. Pada dunia kerja sendiri
khususnya pada masa kini, pria dan wanita memiliki peluang yang sama
besarnya untuk dapat bekerja, semuanya itu tergantung pada tingkat
pendidikan yang dimiliki masing-masing individu. Dengan tingkat
pendidikan tertentu maka akan menentukan pula posisi yang akan mereka
dapatkan pada pekerjaan dan akan berkaitan pula terhadap gaji atau upah
yang mereka terima pula.
Tidak sedikit dari para karyawan pria dan wanita yang telah
berkeluarga. Dengan bekerja, kebutuhan keluarga mereka akan lebih
tercukupi salah satunya untuk bidang materiil. Salah satu posisi dalam
level pekerjaan yaitu adalah level manajerial. Pada level manajerial, para
pria dan wanita yang bekerja memiliki tugas yang berupa tanggung jawab
dan kewenangan untuk mengkoordinasikan sumber daya yang ada serta
membuat keputusan. Level manajerial memiliki tugas dan tanggung jawab
yang berbeda dengan level non manajerial, pada level manajerial memiliki
tuntutan yang lebih besar terhadap perusahaan. Dengan tuntutan dan
tanggung jawab yang besar maka tekanan dalam peran manajer pun akan
semakin lebih besar.
Karyawan pada level manajerial sudah pasti memiliki peran dan
13
Universitas Kristen Maranatha Di dalam peran sebagai karyawan level manajerial, pria dan wanita
memiliki peran yang sama yaitu terhadap tugas dan tanggung jawab yang
diberikan dari perusahaan. Sementara untuk peran di dalam keluarga
antara pria dan wanita memiliki tugas dan tanggung jawab yang berbeda.
Pria memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai kepala keluarga, dan
sebagai kepala keluarga, pria memiliki tanggung jawab yang lebih besar
untuk mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan keluarga secara finansial.
Berdasarkan beraneka ragam budaya yang ada, secara umum
mulai sejak kecil anak perempuan disosialisasikan lebih ke arah
pengasuhan (nurturance), tanggung jawab, dan kepatuhan, sementara anak
laki – laki lebih ke arah ketidaktergantungan, pencukupan diri
(self-reliance), dan pencapaian. Perbedaan tersebut berpengaruh terhadap pola
sosialisasi yang di dalamnya berkaitan dengan faktor budaya seperti
stratifikasi sosial dan faktor ekologis seperti perekonomian pokok dan
kepadatan penduduk.
Para suami istri yang berperan sebagai karyawan maupun
karyawati level manajerial pasti pernah mengalami konflik antara tuntutan
mereka baik di pekerjaan dan tuntutan mereka di keluarga yang bisa
disebut WFC . Work family conflict adalah sebuah bentuk inter-role
(konflik antar peran) konflik dimana tekanan peran yang berasal dari
pekerjaan dan keluarga yang saling bertentangan. Dengan kata lain WFC
merupakan bentuk tekanan atau ketidaksesuaian peran yang dirasakan oleh
Adanya dua peran yang sama-sama memiliki tuntutan yang besar akan
memerlukan konsentrasi dan kemampuan yang baik untuk dapat
memenuhi semua tugas dan tanggung jawab yang dimiliki oleh
masing-masing peran tersebut.
Gutek et al (dalam Carlson, 2000) ada dua arah dari konflik antara
kerja dan keluarga, yaitu Work Interfering with Family (WIF), dan Family
Interfering with Work (FIW). Work Interfering with Family (WIF)
memiliki pengertian yaitu konflik dari pekerjaan yang memengaruhi
kehidupan keluarga. Dalam hal ini, Work Interfering with Family (WIF)
akan terlihat pada karyawan pada level manajerial di Bank “X” yang
memiliki peran baik sebagai pencari nafkah dimana tugas pekerjaan dari
kantor telah menyita waktunya untuk dapat memiliki waktu yang lebih
dalam mengurus tugas rumah tangga serta menghabiskan waktu bersama
istri dan anaknya serta merawat kondisi rumah sebagaimana yang dapat
dilakukan sebagai pria. Sedangkan pada karywati level manajerial di Bank “X” yang memiliki peran sebagai ibu rumah tangga merasa bahwa tugas
pada pekerjaannya di perusahaan menghambat dirinya untuk dapat
meluangkan waktunya bersama dengan keluarga seperti menghabiskan
waktu dengan anak-anak, mengasuh dan membimbing anak-anak serta
menyelesaikan tugasnya sebagai ibu rumah tangga yang dapat mengurus
kondisi rumah. Sedangkan Family Interfering with Work (FIW) akan
15
Universitas Kristen Maranatha yang merasa bahwa tugas dan tanggung jawab yang ada dirumah
menghambat dirinya untuk dapat bekerja dengan maksimal di perusahaan.
Kedua arah tersebut dapat dikombinasikan dengan tiga bentuk
Work family conflict yang kemudian akan menghasilkan enam kombinasi
Work family conflict. Hasil dari kombinasi dua dimensi konflik dan tiga
bentuk Work family conflict yaitu terdiri dari Time based WIF, Time based
FIW, Strain based WIF, Strain based FIW, Behavior based WIF, dan
Behavior based FIW. Pertama mengenai Time based WIF yaitu adalah
ketika tekanan waktu dari pekerjaan memengaruhi tugas dan tanggung
jawabnya di keluarga. Konflik seorang karyawan dan karyawati level
manajerial pada Bank “X” yang berperan sebagai kepala rumah tangga
dan ibu rumah tangga muncul ketika tuntutan waktu dari perusahaan yang
tinggi sehinga menghalanginya untuk memenuhi tugas dan tanggung
jawabnya di keluarga seperti membimbing anak serta merawat kondisi
rumah serta menyiapkan segala sesuatu kebutuhan anggota keluarga.
Kemudian yang kedua demikian sebaliknya pada Time based FIW adalah
ketika tekanan waktu dari tugas dan tanggung jawab di keluarga
memengaruhi tugas dan tuntutan karyawan dan karyawati level manajerial
di perusahaan. Ketika karyawan dan karyawati terganggu dalam
melaksanakan tugas pekerjaannya dikarenakan adanya tuntutan peran dari
keluarga yang harus diselesaikan.
Ketiga yaitu Strain based WIF adalah merupakan munculnya
karyawati level manajerial di perusahan ”X” yang memengaruhi tugas dan
tanggung jawabnya di keluarga. Beberapa indikator dari stress yang
berkaitan dengan Strain based WIF berupa sikap yang apatis, tegang,
iritabilitas, kelelahan, dan kecemasan. Tuntutan dan tugas berat yang
dialami oleh para karyawan dan karyawati level manajerial di Bank “X”
kemudian menyebabkan stress dan situasi tersebut memengaruhi ketika
berada di rumah. Dengan situasi tersebut mengakibatkan karyawan dan
karyawati level manajerial tidak dapat memberikan bimbingan serta
perhatian baik kepada anak maupun kepada pasangan di dalam keluarga
yang kemudian dapat menimbulkan konflik.
Keempat yaitu Strain based FIW adalah suatu kondisi munculnya
konflik yang terjadi karena adanya ketegangan pada tanggung jawab di
dalam keluarga yang memengaruhi pekerjaan. Tanggung jawab yang harus
dijalankan oleh para karyawan dan karyawati level manajerial di Bank “X” pada keluarga, seperti mengurus anak, merawat rumah dan
memenuhi kebutuhan pasangan telah menyita konsentrasi, sehingga hal
tersebut berdampak pada kinerja di pekerjaannya.
Kelima adalah Behavior based WIF yaitu sebuah konflik yang
muncul karena adanya pola perilaku pada karyawan dan karyawati level
manajerial di pekerjaan yang memengaruhi pola perilakunya kepada
pasangannya dan anaknya ketika berada di keluarga. Bagaimana cara
bersikap dari karyawan dan karyawati level manajerial di Bank “X”
17
Universitas Kristen Maranatha kemudian terbawa ketika karyawan dan karyawati level manajerial
berprilaku di rumah sebagai anggota keluarga. Dan yang keenam adalah
Behavior based FIW yaitu konflik yang muncul karena pola perilaku pada
karyawan dan karyawati level manajerial menghalangi pola perilakunya di
pekerjaannya. Pola perilaku yang dimiliki seorang suami atau istri yaitu
sebagai kepala rumah tangga atau pun ibu rumah tangga, telah
menghalangi pola perilaku karyawan dan karyawati level manajerial di
Bank “X” ketika bekerja, seperti ketika karyawan dan karyawati level
manajerial harus bersikap kepada bawahan seperti ketika bersikap kepada
anaknya sendiri sehingga menjadi kurang tegas dalam bersikap.
Pada Work family conflict, Greenhaus 1985 menjelaskan dua hal
yang dapat memicu munculnya konflik yaitu tempat kerja dan keluarga.
Pertama adalah ruang lingkup area kerja, yaitu ketika karyawan dan
karyawati menghadapi tekanan dalam pekerjaan yang berupa waktu kerja
yang padat dan terkadang tidak teratur, bahkan dapat berupa tugas
pekerjaan yang berlebihan. Ketika karyawan dan karyawati harus
menghadapi setiap kondisi kerja tersebut menyebabkan mereka harus
menyediakan waktu ekstra untuk dapat menyelesaikan tugas mereka dan
hal ini berdampak pada berkurangnya waktu mereka untuk keluarga,
sementara kondisi yang ada di rumah membutuhkan peran mereka untuk
dapat mengerjakan tugas mereka di rumah. Hal lain yang terkait dengan
lingkungan kerja yaitu seperti adanya konflik interpersonal baik dengan
karyawan dan karyawati menyebakan mereka tidak dapat bekerja dengan
baik karena konsentrasi yang terpecah oleh kondisi tersebut yang dimana
ketika bekerja harus berada dalam satu lingkungan kerja yang menjadi
sumber stressor mereka. Kondisi supervisor atau organisasi yang tidak
mendukung karyawan dan karyawati dalam bekerja juga menjadi salah
satu faktor pemicu konflik. Hal ini berdampak pada karyawan yang ketika
telah bekerja dengan baik dan sesuai dengan tuntutan yang diberikan,
namun tidak mendapat dukungan seperti dengan tidak memerhatikan
kondisi dari karyawannya terlepas dari urusan pekerjaan dan hanya terus
memberikan tuntutan tugas yang berlebih kepada karyawannya sehingga
karyawan dan karyawati merasa tidak nyaman untuk bekerja.
Kemudian yang kedua adalah ruang lingkup area keluarga. Pada
area keluarga dapat terlihat yaitu ketika karyawan dan karyawati memiliki
anak sehingga memiliki tanggung jawab sebagai orang tua terutama pada
anak usia balita dan remaja. Karyawan dan karyawati diwajibkan untuk
memiliki tanggung jawab khusus dalam mengurus dan mengasuh anak
mereka. Saat dimana anak membutuhkan sosok orang tua yang selalu
mendampingi namun harus terbagi karena peran mereka di perusahaan
yang juga mendesak mereka harus dapat bekerja dengan profesional,
sehingga karyawan dan karyawati mengalami konflik ketika kedua
tuntutan dari peran mereka sebagai pekerja dan orang tua harus muncul
secara bersamaan dan dengan intensitas yang sering muncul dalam
19
Universitas Kristen Maranatha konflik yaitu ketika karyawan dan karyawati memiliki konflik dengan
anggota keluarga dan keberadaan anggota keluarga yang tidak mendukung
karyawan dan karyawati dalam menjalani aktivitasnya terutama pada
pekerjaannya. Ketika karyawan dan karyawati mengalami konflik dengan
anggota keluarga, menyebabkan mereka tidak dapat fokus dengan
pekerjaan mereka di kantor karena mengalami masalah dengan pasangan
atau pun anak mereka, dimana mereka seharusnya mendapatkan suatu
Bagan 1.1 Kerangka Pikir Karyawan
Karyawati
Work family conflict
Work family conflict
- Strain based
- Behavior based
Uji Beda Karyawan level
manajerial Bank “X” Bandung.
Faktor yang memengaruhi Work family conflict :
a. Lingkup/area kerja, yaitu waktu kerja yang padat, konflik
interpersonal di tempat kerja, serta supervisor atau organisasi yang
tidak mendukung.
b. Lingkup/area keluarga, yaitu kehadiran anak masih mempunyai
tanggungjawab utama pada anak usia balita dan remaja, mempunyai
konflik dengan anggota keluarga dan keberadaan anggota keluarga
yang tidak mendukung.
- Time based
- Strain based
- Behavior based
dan kantor
Peran karyawati dirumah
21
Universitas Kristen Maranatha 1.6 Asumsi penelitian
Berdasarkan pemaparan mengenai work family conflict pada kerangka
pikir, maka asumsi yang dapat ditarik adalah sebagai berikut :
1. Work family conflict yang dialami karyawan dan karyawati level
manajerial di Bank “X” Bandung dipengaruhi oleh faktor tekanan dalam
lingkup kerja, yaitu berupa waktu kerja yang padat, konflik interpersonal
di tempat kerja, social support dari atasan maupun rekan kerja dan faktor
tekanan dalam lingkup keluarga, berupa jumlah anak yg dimiliki, memiliki
anak usia balita dan remaja,social support dari anggota keluarga inti dan
anggota keluarga lainnya (selain keluarga inti) yang tidak mendukung.
2. Pada karyawan dan karyawati level manajerial perusahan “X” Bandung,
work family conflict yang dialami dapat terlihat dalam enam arah yang
merupakan hasil kombinasi dari 3 bentuk work family conflict dan dua
dimensi work family conflict. Keenam kombinasi tersebut yaitu Time
based WIF, Time based FIW, Strain based WIF, Strain based FIW,
Behavior based WIF, dan Behavior based FIW.
1.7 Hipotesis Teori
Terdapat perbedaan work family conflict pada karyawan dan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab berikut ini, akan dipaparkan kesimpulan dari analisis yang telah
dilakukan pada bab sebelumnya, serta memberikan saran yang sesuai dengan hasil
penelitian.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai work family conflict pada karyawan dan karyawati level manajerial pada perusahaan “X” Kota Bandung,
maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Tidak terdapat perbedaan work family conflict antara karyawan dengan
karyawati level manajerial pada perusahaan “X” Kota Bandung.
2. Faktor yang menunjukan kecenderungan keterkaitan dengan peluang
untuk mengalami work family conflict yaitu total jam kerja dalam
seminggu, keberadaan anak, dukungan dari atasan atau organisasi dan
dukungan dari keluarga, sementara faktor yang tidak menunjukan
keterkaitan dengan peluang untuk mengalami work family conflict
yaitu keberadaan pengasuh atau pembantu rumah tangga dan pasangan
64
Universitas Kristen Maranatha 5.2 Saran
5.2.1 Saran Teoritis
1. Untuk peneliti selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian pada
hubungan atau kontribusi dari faktor yang mempengaruhi terhadap work
family conflict.
2. Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti tentang uji beda
mengenai work family conflict pada karyawan dan karyawati level
manajerial disarankan untuk dapat menambahkan jumlah responden
dengan karakteristik sampel yang lebih spesifik atau seragam.
5.2.2 Saran Praktis
1. Bagi para karyawan dan karyawati level manjaerial agar dapat
memahami mengenai work family conflict sehingga dapat bermanfaat
dalam menjalani peran mereka baik sebagai karyawan maupun sebagai
anggota rumah tanggga dengan langkah memahami peran mereka dan
peluang akan munculnya work family conflict.
2. Bagi perusahaan “X” Kota Bandung supaya dapat memahami akan work
family conflict yang berpeluang dialami oleh karyawan dan karyawati level
manajerial dan membantu kepada pihak perusahan untuk dapat mengontrol
dan mengarahkan bagi para karyawan yang berpeluang mengalami work
atau training / pelatihan terkait dalam hal menghadapi work family
65 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA
Allen, T. D., Herst, D. E., Bruck, C. S., & Sutton, M. (2000). Consequences associated with work-to-family conflict: A review and agenda for future research. Journal of Occupational Health Psychology, 5, 278–308.
Carlson, D. S., Kacmar, K. M dan Williams, L. J. 2000. Construction and Initial Validation of Multidimensional Measure of Work Family Conflict. Journal of Vocational Behavior 56, hal 249-267
Duxbury L.E., Higgins C.A. (1991). Gender Differences in Work-Family Conflict. Journal of applied psycology, 76; 1 Duxbury, L.E, Higgins, C.A., Lee, C. (1994).
Eagles, B.W, Miles, E.W, & Icenogle, M.L. (1997). Interrole conflicts and the pemeability of work and family domains: are there gender differences. Journal of Vocational Behavior, 50, 168-184.
Gutek, B A; Searle, S; Klepa, L. 1991. Rational Versus Gender Role Explanations for Work-Family Conflict. . Journal of Applied Psychology, Vol.76, No.4, p:560-568.
Greenhaus, J.H., & Beutell, N.J. (1985). Sources of Conflict Between Work and Family Roles. The Academy of Management Review, Vol. 10, No. 1 (Jan, 1985), hal. 76-88.
Higgins et al. 2007. Reducing Work Family Conflict: What Works? What Doesn’t. Research Report : University of Western Ontario
Helgeson, Vicki.S., The Pschology of Gender (Vol. 4, No. 1; hal 442-453) 2012.Published by Pearson Education, Inc.
Kopelman, R et al. 1983.“A Model of Work, Family and Interrole Conflict: A Construct Validity Study”.Journal of Organizational Behavior and Human Performance, 32: 198-215.
Kumar. Ranjit. 1996. Research Metodology. New York : Sage Publication
Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia 2009. Pedoman Penulisan Skripsi Sarjana. Edisi 3. Bandung : Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Maranatha.
Netemeyer, R.G., Boles, J.S. and McMurrian, R. 1996. Development and validation of work-family conflict and family-work conflict scales. Journal of Applied Psychology. Vol. 81 ( 4), 400-10.
Singarimbun, M., (1981), Metode Penelitian Survei, Penerbit LP3ES, Jakarta.
Sudjana.1984.Metode Statistika.Bandung. Tarsito.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R & D. Bandung:Alfabeta
67
Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2013/07/01/1339226/BPS.Jumlah.Pendud uk.Miskin.Turun
http://www.bi.go.id/id/tentang-bi/fungsi-bi/tujuan/Contents/Default.aspx