iv Universitas Kristen Maranatha
ABSTRAK
EFEKTIVITAS FRAKSI ETIL ASETAT KULIT MANGGIS TERHADAP PARASITEMIA PADA MENCIT YANG DINOKULASI Plasmodium berghei
Yonathan Leonardo Vincensius Biantoro, 2014
Pembimbing I : Khie Khiong, dr., S.Si.,M.Si., M.Pharm., Sc., Ph.D., PA(K).
Pembimbing II : Prof. Dr. Susy Tjahjani, dr., M.Kes. Penyakit malaria merupakan penyakit endemis di Indonesia. Kulit manggis yang dianggap sebagai limbah ternyata memiliki kandungan antioksidan dan xanton yang berpotensi sebagai antimalaria dengan cara merangkap radikal bebas dan menghambat polimerisasi heme.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan fraksi etil asetat kulit manggis dalam menurunkan parasitemia pada mencit yang diinokulasi Plasmodium berghei.
Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental laboratorik sungguhan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan menggunakan mencit DDY yang dibagi dalam 5 kelompok perlakuan secara acak dengan masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor mencit yang diinokulasi Plasmodium berghei kemudian mendapat perlakuan yang berbeda.Perlakuan antara lain pemberian akuades 0,1 mL (kontrol negatif), 0,1 mg artemisinin (kontrol positif), fraksi etil asetat kulit dosis 2,5 mg per oral per hari (A1), fraksi etil asetat kulit dosis 0,5 mg per oral per hari (A2) dan fraksi etil asetat kulit dosis 0,1 mg per oral per hari(A3) diberikan selama 3 hari. Parasitemia tiap mencit dihitung pada hari sebelum perlakuan, hari pertama perlakuan dan pada hari ke-4. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan uji ANAVA satu arah dan Tukey HSD dengan derajat kemaknaan = 0,05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara kelompok A1, A2 dan A3 dengan kelompok KN pada hari ketiga (p = 0,00) dengan perbedaan yang tidak signifikan antara kelompok A1 dan kontrol positif (p =0,79).
v Universitas Kristen Maranatha
ABSTRACK
THE EFFECT OF ETHYL ACETATE FRACTION OF MANGOSTEEN PERICARPS TOWARD PARASITEMIA IN Plasmodium
berghei-INOCULATED MICE Yonathan Leonardo Vincensius Biantoro, 2014
1st Supervisor : Khie Khiong, dr., S.Si.,M.Si., M.Pharm., Sc., Ph.D., PA(K).
2nd Supervisor : Prof. Dr. Susy Tjahjani, dr., M.Kes. Malaria is endemic in Indonesia. Mangosteen’s pericarps is considered as waste turns out to have antioxidant capacity and Xanthone with antimalaria potency properties by concurrent free radicals and inhibit heme polymerization. The aim of this study to explore the role of ethyl acetate fraction of mangosteen’s pericarps in reducing parasitemia in Plasmodium berghei-inoculated mice.
The method of this research was true experimental study with completely randomized design (CRD) and using DDY mice were divided into 5 groups randomly with each group consisting of 5 mice were inoculated with Plasmodium berghei then treated in the different treatments include distilled water 0.1 mL (negative control), 0.1 mg of artemisinin (positive control), ethyl acetate fraction mangosteen’s pericarps dose of 2.5 mg orally per day (A1), ethyl acetate fraction mangosteen;s pericarps dose of 0.5 mg orally per day (A2) and ethyl acetate fraction mangosteen’s pericarps dose of 0.1 mg orally per day (A3) is given for 3 days. Parasitaemia each mouse was calculated on the day before treatment, the first day of treatment and on the forth day H4). Data obtained were analyzed using one-way ANOVA and Tukey HSD with significance level = 0.05. Results showed that there was a significant different between groups A1, A2 and A3 with KN group on the day after treatment for three days (p = 0.00) with no significant difference between groups A1 and KP (p = 0.79 ). The conclusions of this study is ethyl acetate fraction of mangosteen’s pericarps can reduce parasitemia in mice inoculated with Plasmodium berghei.
viii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI
JUDUL ... i
LEMBAR PERSETUJUAN ... ii
SURAT PERNYATAAN ... iii
ABSTRAK ... iv
ABSTRACT ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1
1.2Identifikasi Masalah ... 3
1.3Maksud dan Tujuan ... 3
1.4Manfaat Penelitian ... 3
1.5Kerangka Pemikiran dan Hipotesis ... 3
1.5.1 Kerangka Pemikiran... 3
1.5.2 Hipotesis Penelitian ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Malaria ... 6
2.1.1 Definisi ... 6
2.1.2 Epidemiologi Malaria ... 6
2.1.3 Cara Penularan ... 7
2.1.4 Etiologi ... 8
2.1.5 Siklus Hidup Plasmodium... 8
2.1.5.1 Siklus Aseksual ... 9
ix Universitas Kristen Maranatha
2.1.6 Morfologi Siklus Hidup Plasmodium ... 10
2.1.7 Diagnosis Malaria ... 12
2.1.7.1 Tes Mikroskopik ... 12
2.1.7.2 Tes Nonmikroskopik ... 13
2.1.7.3 Tes Antigen : P-F Test ... 13
2.1.7.4 Tes Serologi ... 13
2.1.7.5 Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) ... 13
2.1.7.6 Anamnesis ... 14
2.1.8 Patogenesis dan Patofisiologi Malaria ... 14
2.1.9 Pencegahan Malaria ... 16
2.1.10 Pengobatan Penderita Malaria ... 16
2.1.10.1 Regimen Pengobatan Malaria ... 17
2.1.10.2 Artemisinin ... 17
2.1.10.3 Resistensi Artemisinin ... 18
2.1.10.4 Pengobatan ACT ... 18
2.2 Plasmodium berghei ... 19
2.3 Fraksi Etil Asetat ... 20
2.4 Manggis…. ... 20
2.4.1 Klasifikasi ... 20
2.4.2 Kandungan Gizi Manggis ... 22
2.4.3 Komposisi Kulit Buah Manggis... 23
2.4.4 Penelitian Tentang Kulit Manggis ... 23
BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan ... 25
3.1.1 Alat Penelitian ... 25
3.1.2 Bahan Penelitan ... 25
3.1.3 Subjek Penelitan... 26
3.1.4 Lokasi dan Waktu Penelitan ... 26
3.2 Metode Penelitan ... 26
x Universitas Kristen Maranatha
3.2.2 Variabel Penelitan ... 27
3.2.2.1 Definisi Konsepsional Variabel ... 27
3.2.2.2 Definisi Operasional Variabel ... 27
3.2.3 Perhitungan Besar Sampel ... 28
3.2.4 Prosedur Kerja ... 28
3.2.4.1 Persiapan Bahan Uji ... 28
3.2.4.2 Pembuatan Bahan Uji ... 29
3.2.4.3 Thawing Kultur Plasmodium berghei beku ... 29
3.2.4.4 Penyiapan Hewan Coba ... 30
3.2.4.5 Sterilisasi Alat ... 30
3.2.4.6 Prosedur Penelitian ... 30
3.2.5 Metode Analisis ... 31
3.2.5.1 Hipotesis Statistik ... 31
3.2.5.2 Kriteria Uji ... 32
3.2.6 Aspek Etik ... 32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 33
4.2 Pembahasan ... 40
4.3 Uji Hipotesis... 41
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan…... ... 43
5.2 Saran………….. ... 43
DAFTAR PUSTAKA ... 44
LAMPIRAN….. ... 48
xi Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL
TABEL
2.1 Morfologi Siklus hidup Plasmodium ... 10
2.2 Karakteristik Spesies Plasmodium ... 12
2.3 Kandungan Gizi Buah Manggis ... 22
2.4 Komposisi Kulit Buah Manggis ... 23
4.1 Hasil Perhitungan Parasitemia Pada Hari Sebelum Terapi (H0) ... 33
4.2 Hasil Perhitungan Parasitemia pada Hari Pertama Terapi (H1)... 34
4.3 Tabel Rerata Persentase parasitemia pada H1 Berdasarkan Uji Statistik ... 35
4.4 Rerata Parasitemia pada H1 Berdasarkan Uji Beda Rata-Rata Tukey HSD . 36 4.5 Hasil Perhitungan Parasitemia Setelah Terapi Selama Tiga Hari (H4) ... 37
xii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR GAMBAR
GAMBAR
1.1 Kerangka pemikiran ... 5
2.1 Siklus Hidup plasmodium ... 9
2.2 Buah Manggis ... 21
4.1 Grafik Persentase Rerata Parasitemia pada Hari Pertama Terapi (H1) ... 34
xiii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN
1 Universitas Kristen Maranatha BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Malaria merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit intraseluler Protozoa, yaitu genus Plasmodium, menginfeksi 500 juta dan membunuh lebih dari 1 juta jiwa setiap tahun. Menurut WHO, 90% kematian terjadi di sub-Saharan Afrika, yang mana malaria menjadi penyebab nomor satu kematian anak dibawah 5 tahun (Kumar et al., 2009).
Menurut data WHO terjadi peningkatan kasus malaria di Indonesia dari 229.819 kasus pada tahun 2010 menjadi 256.592 kasus pada tahun 2011, sedangkan kejadian meninggal yang dilaporkan mencapai 388 jiwa pada tahun 2011 (WHO, 2012).
Manusia dapat terinfeksi oleh protozoa Plasmodium melalui cucukan nyamuk Anopheles betina. Terdapat empat spesies yang dapat menyebabkan malaria pada manusia, dan yang paling berbahaya Plasmodium falciparum (Kumar et al., 2009).
Salah satu hal yang berperan penting dalam patogenesis adalah radikal bebas (Wiser, 2008). Hal ini terjadi karena parasit ini hidup dalam lingkungan prooksidan yang mengandung besi dan oksigen yang merupakan suatu keadaan yang memungkinkan terbentuknya ROS melalui reaksi Fenton. Radikal bebas juga diproduksi dalam proses inflamasi, merupakan senyawa yang dapat menimbulkan stress oksidatif sehingga memperparah reaksi inflamasi itu sendiri. Sebenarnya tubuh dapat menghasilkan antioksidan endogen secara alamiah, tetapi jumlahnya sangat terbatas. Bila radikal bebas dalam tubuh berlebihan maka dibutuhkan senyawa antioksidan eksogen (Khie Khiong, 2008).
2 Universitas Kristen Maranatha
Artemisinin telah ditetapkan sebagai agen antimalaria dengan keamanan yang sangat baik. Artemisinin merupakan kombinasi yang direkomendasikan oleh WHO sebagai pengobatan lini pertama malaria falciparum tanpa komplikasi di semua daerah endemik malaria (WHO, 2006). Tetapi efek obat artemisinin telah mengalami penurunan bahkan resistensi terutama di perbatasan Thailand-Kamboja. Resistensi ditandai dengan pengurangan jumlah parasit in vivo tanpa pengurangan konvensional yang sesuai dalam pengujian kerentanan in vitro (Pilai et al., 2012).
Manggis (Garcinia Mangostana L.) merupakan salah satu buah yang digemari oleh masyarakat Indonesia. Tanaman manggis berasal dari hutan tropis di kawasan Asia Tenggara. Buah manggis merupakan salah satu buah unggulan Indonesia yang memiliki peluang ekspor yang cukup menjanjikan (ICUC, 2003) , sedangkan kulit buah manggis merupakan salah satu sumber antioksidan eksogen. Di dalam kulit buah manggis kaya akan antioksidan seperti xanton dan antosianin (Weecharangsan et al., 2006 dan Hartanto, 2011).
Menurut Penelitian, kulit manggis mengandung 50 senyawa xanton, dan dari 50 senyawa tersebut yang paling banyak dilaporkan memiliki efek farmakologis adalah alfamangostin, gammamangostin, dan garsinon-E. (Nugroho, 2011).
Menurut Penelitian penggunaan ekstrak kulit manggis dalam pelarut, ditemukan bahwa xanthone yang berkhasiat di dalam kulit buah manggis efektif diekstrak dengan pelarut etanol dan etil asetat (Nugroho, 2011).
Pada penelitian ini menggunakan mencit (Mus musculus) sebagai hewan percobaan, tetapi karena Plasmodium falciparum tidak menginfeksi ordo rodentia, maka digunakan analog Plasmodium falciparum pada ordo rodentia, yaitu Plasmodium berghei (Sinden, 1996).
3 Universitas Kristen Maranatha 1.2Identifikasi Masalah
Apakah fraksi etil asetat kulit manggis menurunkan parasitemia pada mencit
yang diinokulasi Plasmodium berghei.
1.3Maksud dan Tujuan
Maksud penelitian adalah untuk mengetahui potensi fraksi etil asetat kulit manggis untuk terapi antimalaria.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui peranan fraksi etil asetat kulit manggis dalam menurunkan parasitemia pada mencit yang diinokulasi Plasmodium berghei.
1.4Manfaat Penelitian
Manfaat akademis adalah untuk memperluas wawasan pembaca mengenai fungsi tanaman obat asli indonesia, khususnya manggis dalam menghambat parasitemia malaria berghei pada mencit.
Manfaat praktis adalah mengeksplorasi potensi kulit manggis dalam
menurunkan parasitemia malaria berghei pada mencit.
1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis
1.5.1 Kerangka Pemikiran
4 Universitas Kristen Maranatha
Parasitized red blood cell (pRBC) atau sel darah merah yang terinfeksi akan menstimulasi respons imun tubuh manusia sehingga sel T helper 1 (Th1) memproduksi Interferon-dalam jumlah tinggi. IFN-akan mestimulasi makrofag untuk menghasilkan Interleukin 6 (IL-6) dan Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α) (Wiser, 2008). Berbagai sitokin tersebut juga menghambat produksi sel darah merah, menyebabkan demam, dan meningkatkan pembentukan nitric oxide (NO) dengan bantuan enzim inducible nitric oxide synthase (iNOS) (Kumar et al., 2009). Selain itu peningkatan radikal bebas disebabkan parasit hidup dalam lingkungan prooksidan yang mengandung besi dan oksigen yang merupakan suatu keadaan yang memungkinkan terbentuknya ROS melalui reaksi Fenton. Radikal bebas juga diproduksi dalam proses inflamasi, merupakan senyawa yang dapat menimbulkan stres oskidatif sehingga memperparah reaksi inflamasi itu sendiri (Khie Khiong, 2008).
Mekanisme obat antimalaria artemisinin adalah melalui pembentukan radikal bebas yang dapat memodifikasi dan merusak membran parasit sehingga membunuh parasit tersebut (Syarif, 2007).
5 Universitas Kristen Maranatha
Gambar 1.1 Kerangka pemikiran fraksi etil asetat kulit manggis terhadap parasitemia Malaria Berghei
1.5.2 Hipotesis Penelitian
Fraksi etil asetat kulit manggis menurunkan parasitemia pada mencit yang diinokulasi Plasmodium berghei.
43 Universitas Kristen Maranatha BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1Simpulan
Fraksi etil asetat kulit manggis menurunkan parasitemia pada mencit yang diinokulasi Plasmodium berghei.
Fraksi etil asetat kulit manggis memiliki efek yang setara dengan artemisinin dalam menurunkan parasitemia pada mencit yang diinokulasi Plasmodium berghei.
5.2Saran
Pada penelitian selanjutnya diperlukan:
1. Peningkatan dan variasi dosis fraksi etil asetat kulit manggis 2. Variasi durasi pemberian fraksi etil asetat kulit manggis
3. Penelitian kombinasi ART dengan fraksi etil asetat sebagai terapi adjuvant.
4. Penggunaan pelarut lain pada ekstrak kulit manggis 5. Uji toksistas dan keamanan fraksi etil asetat kulit manggis
EFEKTIVITAS FRAKSI ETIL ASETAT KULIT MANGGIS TERHADAP PARASITEMIA PADA MENCIT YANG DINOKULASI Plasmodium berghei
THE EFFECT OF ETHYL ACETATE FRACTION OF MANGOSTEEN PERICARPS TOWARD PARASITEMIA IN Plasmodium
berghei-INOCULATED MICE
Khie Khiong1, Susi Tjahyani2, Yonathan Leonardo Vincensius Biantoro3
1Bagian Biologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha,
2Bagian Parasit, Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha,
3Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha
Jalan Prof. Drg. Suria Sumantri MPH No. 65 Bandung 40164 Indonesia
ABSTRAK
Penyakit malaria merupakan penyakit endemis di Indonesia. Kulit manggis yang dianggap sebagai limbah ternyata memiliki kandungan antioksidan dan xanton yang berpotensi sebagai antimalaria dengan cara merangkap radikal bebas dan menghambat polimerisasi heme.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan fraksi etil asetat kulit manggis dalam
menurunkan parasitemia pada mencit yang diinokulasi Plasmodium berghei.
Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental laboratorik sungguhan dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan menggunakan mencit DDY yang dibagi dalam 5 kelompok perlakuan secara acak dengan masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor mencit yang diinokulasi
Plasmodium berghei kemudian mendapat perlakuan yang berbeda.Perlakuan antara lain
pemberian akuades 0,1 mL (kontrol negatif), 0,1 mg artemisinin (kontrol positif), fraksi etil asetat kulit dosis 2,5 mg per oral per hari (A1), fraksi etil asetat kulit dosis 0,5 mg per oral per hari (A2) dan fraksi etil asetat kulit dosis 0,1 mg per oral per hari (A3) diberikan selama 3 hari. Parasitemia tiap mencit dihitung pada hari sebelum perlakuan, hari pertama perlakuan dan pada hari ke-4. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan uji ANAVA satu arah dan
Tukey HSD dengan derajat kemaknaan = 0,05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara kelompok A1, A2 dan A3 dengan kelompok KN pada hari ketiga (p = 0,00) dengan perbedaan yang tidak signifikan antara kelompok A1 dan kontrol positif (p =0,79).
Simpulan dari penelitian ini adalah fraksi etil asetat kulit manggis dapat menurunkan
parasitemia pada mencit yang diinokulasi Plasmodium berghei.
ABSTRACT
Malaria is endemic in Indonesia. Mangosteen’s pericarps is considered as waste turns out to
have antioxidant capacity and Xanthone with antimalaria potency properties by concurrent
free radicals and inhibit heme polymerization.
The aim of this study to explore the role of ethyl acetate fraction of mangosteen’s pericarps
in reducing parasitemia in Plasmodium berghei-inoculated mice.
The method of this research was true experimental study with completely randomized
design (CRD) and using DDY mice were divided into 5 groups randomly with each group
consisting of 5 mice were inoculated with Plasmodium berghei then treated in the different
treatments include distilled water 0.1 mL (negative control), 0.1 mg of artemisinin (positive
control), ethyl acetate fraction mangosteen’s pericarps dose of 2.5 mg orally per day (A1), ethyl
acetate fraction mangosteen;s pericarps dose of 0.5 mg orally per day (A2) and ethyl acetate
fraction mangosteen’s pericarps dose of 0.1 mg orally per day (A3) is given for 3 days.
Parasitaemia each mouse was calculated on the day before treatment, the first day of treatment
and on the forth day H4). Data obtained were analyzed using one-way ANOVA and Tukey
HSD with significance level α = 0.05.
Results showed that there was a significant different between groups A1, A2 and A3 with
KN group on the day after treatment for three days (p = 0.00) with no significant difference
between groups A1 and KP (p = 0.79 ).
The conclusions of this study is ethyl acetate fraction of mangosteen’s pericarps can reduce
parasitemia in mice inoculated with Plasmodium berghei.
Keywords: ethyl acetate fraction, mangosteen’s pericarps, artemisinine, Plasmodium berghei, malaria
PENDAHULUAN
Malaria merupakan penyakit infeksi
yang disebabkan oleh parasit intraseluler
Protozoa, yaitu genus Plasmodium,
menginfeksi 500 juta dan membunuh lebih
dari 1 juta jiwa setiap tahun. Menurut
WHO, 90% kematian terjadi di
sub-Saharan Afrika, yang mana malaria
menjadi penyebab nomor satu kematian
anak dibawah 5 tahun1.
Menurut data WHO terjadi
dari 229.819 kasus pada tahun 2010
menjadi 256.592 kasus pada tahun 2011,
sedangkan kejadian meninggal yang
dilaporkan mencapai 388 jiwa pada tahun
20112.
Manusia dapat terinfeksi oleh
protozoa Plasmodium melalui cucukan
nyamuk Anopheles betina. Terdapat empat
spesies yang dapat menyebabkan malaria
pada manusia, dan yang paling berbahaya
Plasmodium falciparum1.
Salah satu hal yang berperan penting
dalam patogenesis adalah radikal bebas3.
Hal ini terjadi karena parasit ini hidup
dalam lingkungan prooksidan yang
mengandung besi dan oksigen yang
merupakan suatu keadaan yang
memungkinkan terbentuknya ROS melalui
reaksi Fenton. Radikal bebas juga
diproduksi dalam proses inflamasi,
merupakan senyawa yang dapat
menimbulkan stress oksidatif sehingga
memperparah reaksi inflamasi itu sendiri.
Sebenarnya tubuh dapat menghasilkan
antioksidan endogen secara alamiah, tetapi
jumlahnya sangat terbatas. Bila radikal
bebas dalam tubuh berlebihan maka
dibutuhkan senyawa antioksidan eksogen4.
Artemisinin telah ditetapkan sebagai
agen antimalaria dengan keamanan yang
sangat baik. Artemisinin merupakan
kombinasi yang direkomendasikan oleh
WHO sebagai pengobatan lini pertama
malaria falciparum tanpa komplikasi di
semua daerah endemik malaria5. Tetapi
efek obat artemisinin telah mengalami
penurunan bahkan resistensi terutama di
perbatasan Thailand-Kamboja. Resistensi
ditandai dengan pengurangan jumlah
parasit in vivo tanpa pengurangan
konvensional yang sesuai dalam pengujian
kerentanan in vitro6.
Menurut Penelitian, kulit manggis
mengandung 50 senyawa xanton, dan dari
50 senyawa tersebut yang paling banyak
dilaporkan memiliki efek farmakologis
adalah alfamangostin, gammamangostin,
dan garsinon-E7.
Pada penelitian ini menggunakan
mencit (Mus musculus) sebagai hewan
percobaan, tetapi karena Plasmodium
falciparum tidak menginfeksi ordo
rodentia, maka digunakan analog
Plasmodium falciparum pada ordo
rodentia, yaitu Plasmodium berghei8.
BAHAN DAN CARA
Penelitian ini menggunakan mencit galur DDY, artemisini, fraksi etil asetat kulit manggis dan alat sonde lambung untuk memasukan bahan penelitian secara peroral.
Sebanyak 25 ekor mencit galur DDY
diinokulasi oleh parasit Plasmodium
bergei. Kemudian diberikan lima
pemberian akuades (KN), artemisinin (KP), fraksi etil asetat kulit manggis konstentrasi 0,1% (A1), 0,5% (A2), dan 2,5% (A3). Semua perlakuan diberikan secara peroral setiap hari dimulai pada saat kadar parasitemia pada mencit mencapai 5% sampai pada hari ketiga setelah pemberian perlakuan. Hasil penelitian dilihat dengan cara menghitung kadar parasitemia pada mencit dengan metode pembuatan SADT pada hari pertama pemberian perlakuan dan hari keempat setelah pemberian perlakuan.
Analisis Data
Analisis data menggunakan metode one
way ANOVA dengan α = 0,05. T hitung akan dibandingkan dengan T tabel. Bila T
hitung ≥ T tabel, maka perbedaan disebut
signifikan. Jika didapat hasil signifikan (minimal ada sepasang perlakuan yang berbeda), maka dilanjutkan dengan Tukey
HSD. Dengan menggunakan HSD (Honest
Significant Difference), hasil akan
dibandingkan dengan tabel HSD 5%. Bila
selisih absolut antara dua macam
perlakuan ≥ tabel HSD 5%, maka disebut signifikan. Bila selisih absolut antara dua macam perlakuan < tabel HSD 5%, maka disebut nonsignifikan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penilitian didapatkan dari perhitungan parasitemia pada mencit pada hari sebelum perlakuan (H0), hari pertama perlakuan (H1), dan hari setelah perlakuan (H4). Hasil perhitungan parasitemia pada hari sebelum perlakuan dapat dilihat pada table 4.1.
Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Parasitemia Pada Hari Sebelum
Terapi (H0) terlihat pada masing-masing kelompok mencit memiliki kadar parasitemia berkisar 5% dan memiliki perbedaan yang tidak bermakna secara signifikan secara statistik.
Hasil perhitungan parasitemia berdasarkan Uji beda rata-rata metode tukey HSD dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Rerata Parasitemia pada Hari Pertama Terapi (H1) Berdasarkan Uji Beda Rata-Rata
Metode Tukey HSD
*Perbedaan signifikan (p < 0,05)
** Perbedaan sangat signifikan (p < 0,01)
sangat bermakna dengan p = 0,00. Kelompok KN dan A1 memiliki perbedaan sangat bermakna dengan p = 0,02. Kelompok KP dan A2 memiliki perbedaan sangat bermakna dengan p = 0,00.
Setelah hari pertama pemberian terapi, mencit seterusnya diberi terapi setiap hari selama tiga hari. Hasil perhitungan parasitemia pada setiap kelompok perlakuan dan rerata dengan menggunakan metode tukey HSD setelah diberikan terapi selama tiga hari (H4) dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Rerata Parasitemia pada Hari Setelah Pemberian Terapi Selama Tiga Hari (H4) Berdasarkan Uji Beda Rata-Rata
Metode Tukey HSD
*Perbedaan signifikan (p ≤ 0,05)
** Perbedaan sangat signifikan (p ≤ 0,001)
Hasil perhitungan berdasarkan uji beda
rata-rata dengan metode Tukey HSD
didapatkan penurunan derajat parasitemia
pada kelompok KN sangat signifikan bila
dibandingkan dengan kelompok KP (p =
0,000). Penurunan derajat parasitemia pada
kelompok KN berbeda sangat signifikan
bila dibandingkan dengan kelompok A1 (p
= 0,000), A2 (p=0,000), dan A3 (p=0,000).
Penurunan parasitemia pada kelompok KP tidak berbeda signifikan dibandingkan dengan kelompok A1 (p = 0,079). Penurunan parasitemia pada kelompok KP
sangat signifikan dibandingkan dengan kelompok A2 (p = 0,000) dan kelompok A3 (p=0,000). Penurunan parasitemia pada kelompok A1 berbeda signifikan dengan kelompok A2 (p = 0,042) dan berbeda signifikan dengan A3 (p = 0,03). Sedangkan kelompok A2 dan A3 tidak berbeda
signifikan (p =0,772).
Pembahasan
Pada hari pertama terapi terlihat
penurunan parasitemia sangat signifikan
pada kelompok KP (p=0,00) dan A1
(p=0,00) jika dibandingkan dengan
kelompok KN. Hal tersebut membuktikan
bahwa pemberian terapi ART dan fraksi
etil asetat kulit manggis memiliki khasiat
yang efektif dalam menurunkan derajat
parasitemia. ART merupakan obat
antimalaria yang bekerja membunuh
plasmodium pada semua stadium termasuk
gametosit yang ditelah diakui secara global
oleh WHO9. Masa kerja obat artemisinin
tergolong singkat dan sering menyebabkan
relaps terutama pada infeksi oleh
Plasmodium falciparum, sehingga perlu
dikombinasikan untuk mencegah relaps6.
Pada kelompok A1 terjadi penurunan
parasitemia secara sangat signifikan setelah
3 hari diberikan terapi dibandingkan
dengan KN. Hal ini sesuai dengan
penelitian sebelumya, bahwa kulit manggis
berpotensi sebagai antioksidan, dan
penangkal radikal bebas10 karena
dapat memerangkap radikal bebas yang
terbentuk selama perjalanan penyakit
malaria dan mampu menghambat
polimerase heme secara in vitro13 sehingga
terjadi penekanan derajat parasitemia.
Berdasarkan Gambar 4.2, setelah 3 hari
perlakuan (H4) ternyata rerata parasitemia
pada setiap perlakuan memiliki perbedaan
yang sangat signifikan secara statistik jika
dibandingkan dengan KN. Kelompok
perlakuan fraksi etil asetat A1 (Fraksi etil
asetat kulit dosis 2,5 mg per oral per hari)
terbukti memiliki efek menurunkan
derajat parasitemia dan secara statistik
tidak berbeda bermakna dengan kelompok
perlakuan KP (p=0,79). Hal ini
membuktikan bahwa fraksi etil kulit
manggis memiliki efek yang setara dengan
terapi tunggal artemisinin dalam efek
menurunkan derajat parasitemia.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kumar, Abbas, Fausto. 2009. Pathologic
Basis of Disease. China: Elsevier.
2. WHO. 2012 Q & A of Artemisinin
Resistance.
http://www.who.int/malaria/media/art emisinin_resistance_qa/en/index.html., diakses 22 Januari 2014.
3. Wiser MF. 2008. Malaria.
http://www.tulane.edu/-wiser/protozoology/notes/malaria.html. 15 Januari 2014.
4. Khie Khiong, 2008. Efek Sari Buah
Merah (Pandanus conoideus Lam.)
Terhadap Penurunan Ekspresi Siklooksigenase-2 (COX-2) Pada
Mencit Model Kanker Kolorektal. Jurnal Kedokteran Maranath. (2): 7 5. WHO. 2006 guidelines for the treatment of
malaria. www.WHO.org. Geneva: World
Health Organization.
6. Pillai, et al., 2012. Artemether
resistance in vitro is linked to mutation in pfATP6 hat also interact with mutation in PfMDR1 in travelers retuning with Plasmodium falciparum infection. Malaria journal. 11: 131.
7. Nughroho, A.E. 2011. Dari Kulit Buah
yang Terbuang Hingga Menjadi
Kandidat Suatu Obat.
http://mot.farmasi.ugm.ac.id/files/69Ma nggis_ Agung%20 Baru .pdf. diakses 14 Agustus 2014.
8. Sinden R.E 1996 Infection of
mosquitoes with rodent malaria .London: Chapan and Hall p 67-91.
9. Harijanto PN. 2009. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi V. Jakarta Pusat: Internal Publishing. pp 2813-2825.
10.Moongkarndia P. 2007. Antioxidant
and Cytoprotective Activities of Methanolic Extract from Garcinia
mangostana Hulls. ScienceAsia. 33:
283-292.
11.Wijaya AL. 2010. Kandungan
Antioksidan Ekstrak Tepung Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Pada Berbagai Pelarut, Suhu dan Waktu Ekstraksi. http://repository.ipb.ac.id/handle/1234 56789/59840., diakses 15 Januari 2014.
12.Pebriyanti, Nidia Erlina. 2010.
Ekstraksi xanthone dari kulit buah manggis dan aplikasinya dalam bentuk
sirup. Ipb repository
http://repository.ipb.ac.id/handle/1234 56789/62279 diakses 14 agustus 2014.
13.Tjahjani S, Widowati W. 2013. Potensi
Beberapa Senyawa Xanthone sebagai Antioksidan dan Anti-malaria serta Sinergisme dengan Artemisinin in
Vitro. Journal of Indonesian Medical
44 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Pedoman Pengenalan dan Pengendalian Manggis http://ditlinhortikulturadeptan.go.id/manggis/laampiran01htm. diakses 3 Juni 2014.
CDC. 2012. Malaria. http://www.cdc.gov/malaria/about/biology., diakses 24 April 2014.
Depkes RI. 2006. Gebrak malaria Pedoman pelaksanaan kasus malaria di Indonesia. Jakarta.
Depkes RI. 2008. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. http://www.pppl.depkes.go.id/_asset/_download/Pedoman_Penatalaksana_ Kasus_Malaria_di_Indonesia.pdf., diakses 26 September 2013.
Depkes RI. 2009. Riset Kesehatan Dasar 2010.
http://www.litbang.depkes.go.id/sites/download/buku_laporan/lapnas_risk esdas2010/Laporan_riskesdas_2009.pdf., diakses 19 Mei 2014.
Hanafiah, A. K. (2005). Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Hanif, Zulfa. 2012. Uji toksisitas ekstrak kasar organospesifik acanthaster dengan metode brine shrimp lethality test. Jakarta.
Harmendo. 2008. Faktor Resiko Kejadian-Kejadian Malaria. http://eprints.undip.ac.id/17514/1/HARMENDO.pdf. 14 Januari 2004. Hartanto, S.B. 2011. Mengobati Kanker Dengan Manggis. Yogyakarta: Second Harijanto, PN. 2000. Patogenesis malaria berat. Jakarta : EGC.
Harijanto, PN. 2004. Malaria dan Penyebabnya. Jakarta: EGC.
Harijanto PN. 2008 Malaria-epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis & Penanganan. Jakarta: EGC.
45 Universitas Kristen Maranatha
Harijanto, PN. 2011. Epidemiologi malaria di Indonesia. Kementrian kesehatan RI, diakses 15 Juli 2014.
ICUC. 2003. Fruit to the Future Mangosteen Factsheet, No 8, International Centre for Undernutilized Crops.
Jung HA, et al ., 2006, Antioxidant xanthones from the pericarp of Garcinia mangostana (Mangosteen), Agric Food Chem., 54 : 2077-2082.
Kakkilaya. 2009. Malaria Web Site http://www.malariajournal.com/content/ diakses 16 Juli 2014.
Khie Khiong, 2008. Efek Sari Buah Merah (Pandanus conoideus Lam.) Terhadap Penurunan Ekspresi Siklooksigenase-2 (COX-2) Pada Mencit Model Kanker Kolorektal. Jurnal Kedokteran Maranath. (2): 7
Kumar, Abbas, Fausto. 2009. Pathologic Basis of Disease. China: Elsevier.
Mardawati, efri & Cucu Achyar. 2008. Kajian aktivitas antioksidan ekstrak kulit manggis dalam rangka pemanfaatan limbah kulit manggis di kecamatan puspahiang kabupaten tasik Malaya. http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/12/kajian_aktivitas_antioksidan_ekstrak_kulit_mang gis.pdf. diakses 2 oktober 2014.
Moongkarndia P. 2007. Antioxidant and Cytoprotective Activities of Methanolic Extract from Garcinia mangostana Hulls. ScienceAsia. 33: 283-292. Nughroho, A.E. 2011. Dari Kulit Buah yang Terbuang Hingga Menjadi Kandidat
Suatu Obat. http://mot.farmasi.ugm.ac.id/files/69Manggis_ Agung%20 Baru .pdf. diakses 14 Agustus 2014.
Padilah, Irfanudin. 2008. Uji efek hipoglikemia fraksi etil asetat biji Jinten hitam (Nigella sativa linn) pada tikus putih jantan dengan metode induksi
aloksan dan toleransi glukosa.
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/908/1/IRFANU DIN-FKIK.pdf. diakses 3 oktober 2014.
46 Universitas Kristen Maranatha
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/62279 diakses 14 agustus 2014.
Pillai, et al., 2012. Artemether resistance in vitro is linked to mutation in pfATP6 hat also interact with mutation in PfMDR1 in travelers retuning with Plasmodium falciparum infection. Malaria journal. 11: 131.
Rampengan. 2000 Malaria pada anak. Jakarta : EGC.
Rampengan. 2007. Penyakit Infeksi Pada Anak. Jakarta: EGC.
Ronan, Jambou. 2007 In vitro culture of Plasmodium berghei maintain infectivity of mouse erythrocytes inducing cerebral malaria. http://www.malariajournal.com/content/10/1/346. diakses 14 agustus 2014.
Simanjutak CH. 1989. Status malaria di Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran. 55: 3-7
Sinden R.E 1996 Infection of mosquitoes with rodent malaria .London: Chapan and Hall p 67-91.
Suhardiono. 2005. Faktor-Faktor yang berhubungan dengan penyakit malaria dan morfologi plasmodium. Jurnal Mutiara Kesehatan Indonesia 1 :42.
Sungkar S, Pribadi W. 1992. Resistensi Plasmodium falsiparum terhadap obat malaria. Majalah Kedokteran Indonesia. 42 :155 – 162.
Syarif. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. PP 567-568 Tjahjani S, Widowati W. 2013. Potensi Beberapa Senyawa Xanthone sebagai Antioksidan dan Anti-malaria serta Sinergisme dengan Artemisinin in Vitro. Journal of Indonesian Medical Association, 63: 95-99.
USDA National Nutrient Database for Standard Reference 2007. http://buahan-sehat.com/2014/04/pengertian-manggis-kandungan-gizi-kulit-buah.html. diakses12 Agustus 2014.
47 Universitas Kristen Maranatha
Weecharangsan, W., et al., 2006. Antioxidative and neuroprotective activities of extract from the fruit hull of mangosteen (Garcinia mangostana Linn.) Med Princ Pract. 15(4): 281-287.
WHO. 2006 guidelines for the treatment of malaria. www.WHO.org. Geneva: World Health Organization.
WHO. 2010 epidemiology of malaria. www.WHO.org. Geneva: World Health Organization.
WHO. 2012 Q & A of Artemisinin Resistance.
http://www.who.int/malaria/media/artemisinin_resistance_qa/en/index.htm l., diakses 22 Januari 2014.
WHO. 2014. Global Plan for Artemisinin Resistance Containment. http://www.who.int/malaria/publications/atoz/artemisinin_resistance_conta inment_2011.pdf., diakses 22 Januari 2014.
Widoyono. 2008. Penyakit Tropis. Jakarta : Erlangga.
Wijaya AL. 2010. Kandungan Antioksidan Ekstrak Tepung Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Pada Berbagai Pelarut, Suhu dan Waktu Ekstraksi. http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/59840., diakses 15 Januari 2014.
Wiser MF. 2008. Malaria.