commit to user
PREDIKSI UMUR PAHAT DENGAN METODE MESIN
PENDUKUNG VEKTOR (SUPPORT VECTOR MACHINE)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
Disusun oleh :
AGUS WINOTO NIM. I 1404002
JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
v
PREDIKSI UMUR PAHAT DENGAN METODE MESIN PENDUKUNG
VEKTOR (SUPPORT VECTOR MACHINE)
Agus Winoto
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk memperkirakan umur pahat dengan menggunakan metode mesin pendukung vektor (support vector machine) yang dapat bermanfaat dalam perencanaan proses permesinan. Dalam prediksi menggunakan algoritma Multylayer Perceptron ( MLP ), Radial Basis Function
(RBF) dan Polynomial. Data – data masukan pada program dengan menggunakan data-data yang diambil dan dihitung dari data pengukuran secara langsung dari praktek konvensional. Parameter-parameter yang diambil untuk prediksi umur pahat adalah variasi putaran poros, diameter benda kerja dan waktu pemotogan. Jumlah variasi percobaan adalah sebanyak 50, dari variasi data ini 35 data digunakan untuk data pelatihan dan sisanya sebanyak 15 data akan digunakan sebagai data pengujian. Hasil dari analisa data menunjukkan bahwa hasil pelatihan dapat mendekati perhitungan sebenarnya dengan ketelitian prediksi 90,03% (MLP), 98,17% (RBF) dan 98,98% (polynomial). Berdasarkan hasil tersebut bisa disimpulkan bahwa prediksi umur pahat dengan algoritma polynomial dapat digunakan secara tepat dan akurat untuk memprediksi umur pahat.
commit to user
vi
TOOL LIFE PREDICTION USING SUPPORT VECTOR MACHINE METHOD
Agus Winoto
ABSTRACT
The aim of this research is to estimate the tool life using support vector machine method, that useful in machining process planning. The prediction used algorithm Perceptron Multylayer (MLP), Radial Basis Function (RBF) and polynomial. The input data on the program using the data collected and calculated from measurement data directly from conventional practice. The variations uses in this research are the rotations of shaft, the diameter of workpiece and cutting time. The number of variations of the experiment are as many as 50, 35 used for training data and the rest of 15 data will be used as test data. The analysis shows that that the results of training approached the actual calculation of prediction accuracy reached 90.03% (MLP), 98.17% (RBF) and 98.98% (polynomial). Based on these results can be concluded that the prediction of tool life with polynomial algorithm can be used appropriately and accurately to predict tool life.
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan rasa syukur kepada
Allah SWT karena hanya dengan lindungan, rahmat dan karuniaNya-lah penulis
telah selesai menyusun laporan tugas akhir dengan judul “Prediksi Umur Pahat
Dengan Metode Mesin Pendukung Vektor (Support Vektor Machine)” dengan lancar tanpa halangan yang berarti. Semoga hasil pengerjaan laporan tugas akhir
ini dapat menambah wawasan keilmuan dalam bidang teknik, khususnya teknik
mesin. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bp. Muhammad Nizam, ST, MT., Phd dan Bp. Eko Prasetyo B, ST, MT.,
selaku dosen Pembimbing Tugas Akhir yang telah memberikan banyak
masukan dan arahan.
2. Bp. Dody Ariawan, ST, MT., selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin dan
Dosen penguji yang telah memberikan saran-saran.
3. Bp. Heru Sukanto, ST, MT., selaku dosen Pembimbing Akademis.
4. Bp. Purwadi Joko Widodo, ST, M.KOM., dan Bp. Didik Djoko Susilo, ST,
MT., Selaku Dosen penguji yang telah memberikan saran-saran.
5. Seluruh dosen Jurusan Teknik Mesin FT UNS atas ilmu yang telah
diberikan.
6. Seluruh laboran di Lab. Jurusan Teknik Mesin serta staf dan karyawan FT
UNS, khususnya Jurusan Teknik Mesin.
7. Keluarga tercinta yang di Karanganyar maupun di Baki Sukoharjo yang
telah mandukung dan membantu baik moral maupun material.
8. Teman-temanku di Griya Nuansa yang telah menemani hari-hariku dan
memberi masukan dan dukungan.
9. Teman-temanku Angkatan 2004 : Blink, Ogix, Danang, Yepe, Azam,
Didin, Marlon, Sumo, Bolly, Bambang, Daryono dan semuanya semoga
sukses selalu.
10. Nurul Amin Rohmawati terima kasih atas bantuan dan semangatnya.
11. Semua pihak yang telah membantu dalam proses pengerjaan laporan tugas
commit to user
viii
Disamping itu penulis juga menyampaikan permohonan maaf kepada
semua civitas akademi Jurusan Teknik Mesin UNS jika selama menjadi
Mahasiswa penulis melakukan kesalahan baik disengaja maupun tidak disengaja.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu
kami mohan maaf apabila masih ada kesalahan-kesalahan dalam penulisan
laporan ini. Segala kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat kami
harapkan demi kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.
Surakarta, 2011
commit to user
ix DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 2
1.3. Batasan Masalah ... 2
1.4. Tujuan Penelitian ... 2
1.5. Manfaat Penelitian ... 3
1.6. Sistematika Penulisan ... 3
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Teori Proses Pembubutan... 4
2.1.1. Mesin Bubut ... 4
2.1.2. Geometri Pahat ... 8
2.1.3. Kerusakan dan Keausan Pahat ... 11
2.1.3.1. Mekanisme Keausan dan Kerusakan Pahat ... 12
2.1.4. Umur Pahat ... 14
2.1.4.1. Kriteria Umur Pahat ... 14
2.1.4.2. Pertumbuhan Keausan... 16
commit to user
x
2.2. Mesin Pendukung Vektor ( Support Vector Machine ) ... 19
2.2.1. Soft Margin ... 21
2.2.2. Kernel Trick dan Non Linier Pada SVM ... 22
2.3. Support Vector Regression ... 24
2.3.1. Regresi Linier ... 25
2.3.2. Regresi Non Linier ... 25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 27
3.2. Bahan Penelitian ... 27
3.3. Alat Yang Digunakan... 27
3.4. Desain Penelitian... 29
3.5. Langkah Kerja Penelitian ... 29
3.6. Diagram Alir Penelitian ... 32
3.7. Cara Kerja ... 34
BAB IV DATA DAN PENELITIAN 4.1. Data Penelitian ... 35
4.2. Analisa Data Menggunakan Perhitungan Manual ... 37
4.3. Analisa Menggunakan Metode Support Vector Machines ... 43
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan ... 55
5.2. Saran... 55
DAFTAR PUSTAKA ... 56
commit to user
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Batas keausan kritis ... 15
Tabel 2.2. Harga eksponen n ... 17
Tabel 2.3. Kernel yang umum dipakai dalam SVM ... 23
Tabel 3.1. Desain pengujian pada mesin bubut SANWA ... 30
Tabel 4.1. Data hasil pengujian ... 35
Tabel 4.2. Kecepatan potong tiap variasi percobaan ... 37
Tabel 4.3. Keausan tepi ( VB ) tiap variasi percobaan ... 39
Tabel 4.4. Perbandingan keausn tepi dengan kecepatan potong ... 41
Tabel 4.5. Perbandingan umur pahat dengan kecepatan potong ... 42
Tabel 4.6. Data-data variasi percobaan sebagai inputan pada SVM ... 43
Tabel 4.7. Tiga puluh lima data yang akan dilatih ... 45
Tabel 4.8. Lima belas data yang akan diuji ( dipilih secara acak ) ... 46
Tabel 4.9. Error antara target dan keluaran hasil prediksi ... 52
Tabel 4.10 Pengaruh fungsi kernel terhadap besarnya error ... 53
commit to user
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Mesin bubut... 4
Gambar 2.2. Proses bubut ... 7
Gambar 2.3. Bagian-bagian dari pahat ... 10
Gambar 2.4. Keausan kawah ( KT ) dan keausan tepi ( VB ) ... 11
Gambar 2.5. Pertumbuhan keausan pahat ... 16
Gambar 2.6. Mesin pendukung vektor ... 19
Gambar 2.7. Pemisahan klas secara linier dengan hyperplane ... 22
Gambar 2.8. Fungsi regresi ... 24
Gambar 3.1. Mesin bubut SANWA ... 27
Gambar 3.2. Stopwatch ... 28
Gambar 3.3. Alat uji keausan pahat ... 28
Gambar 3.4. Diagram alir penelitian ... 32
Gambar 3.5. Diagram alir proses pembubutan dan perhitungan data secara secara konvensioanl ... 33
Gambar 4.1. Grafik perbandingan kecepatan potong dengan keausan pahat. 41 Gambar 4.2. Grafik perbandingan kecepatan potong dengan umur pahat .... 42
commit to user
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Data hasil Pengujian... 58
Lampiran 2. Script program Alogaritma Polynomial ... 60
Lampiran 3. Script program Alogaritma Radial Basis Function ... 62
Lampiran 4. Script program Alogaritma Multilayer Perceptron ... 64
Lampiran 5. Script program Trainlssvm... 66
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pattern Recognition merupakan salah satu bidang dalam komputer sains,
yang memetakan suatu data ke dalam konsep tertentu yang telah didefinisikan
sebelumnya. Konsep tertentu ini disebut class atau category. Berbagai metode
dikenal dalam pattern recognition, seperti linear discrimination analysis, hidden
markov model hingga metode kecerdasan buatan seperti artificial neural network.
Salah satu metode yang akhir-akhir ini banyak mendapat perhatian sebagai state
of the art dalam pattern recognition adalah Support Vector Machine (SVM) .
Support Vector Machine (SVM) dikembangkan oleh Boser, Guyon, Vapnik, dan
pertama kali dipresentasikan pada tahun 1992 di Annual Workshop on
Computational Learning Theory. Konsep dasar SVM sebenarnya merupakan
kombinasi harmonis dari teori-teori komputasi yang telah ada puluhan tahun
sebelumnya, seperti margin hyperplane (Duda & Hart tahun 1973, Cover tahun
1965, Vapnik 1964, dsb.), kernel diperkenalkan oleh Aronszajn tahun 1950, dan
demikian juga dengan konsep-konsep pendukung yang lain.
Berbeda dengan strategi neural network yang berusaha mencari hyperplane
pemisah antar class, SVM berusaha menemukan hyperplane yang terbaik pada
input space. Prinsip dasar SVM adalah linear classifier, dan selanjutnya
dikembangkan agar dapat bekerja pada problem non-linear. dengan memasukkan
konsep kernel trick pada ruang kerja berdimensi tinggi. Perkembangan ini
memberikan rangsangan minat penelitian di bidang pattern recognition untuk
investigasi potensi kemampuan SVM secara teoritis maupun dari segi aplikasi.
Dewasa ini SVM telah berhasil diaplikasikan dalam problema dunia nyata (
real-world problems), dan secara umum memberikan solusi yang lebih baik
dibandingkan metode konvensional seperti misalnya artificial neural network.
Pada penelitian ini mengaplikasikan SVM untuk memprediksi umur pahat yang
dapat bermanfaat dalam perencanaan proses permesinan.
commit to user
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas ,dapat dirumuskan beberapa masalah yang
ada antara lain :
1. Bagaimana mengaplikasikan Support Vector Machine untuk memprediksi
keausan pahat.
2. Seberapa besar akurasi yang di hasilkan dari metode Support Vector Machine
di banding dengan hasil penelitian dengan konvensional.
1.3 Batasan Masalah
Untuk menentukan arah penelitian yang baik,ditentukan batasan masalah
sebagai berikut :
1. Proses pembubutan adalah proses pembubutan kasar dengan panjang
permesinan 1840 mm.
2. Pahat yang di gunakan adalah pahat HSS 3/8” x 3/8” x 4”
3. Dalam penelitian ini material yang digunakan baja ST 70
4. Pada proses pembubutan mesin bubut dianggap standart dan faktor cairan
pendingin di abaikan.
5. Keausan pahat yang digunakan adalah keausan tepi (flank wear) dan batas
keausan ktitis pahat 0,3mm.
6. Rumus-rumus matematis yang digunakan berdasarkan rumus yang ada dibuku
Teori dan Teknologi Permesinan (Taufiq Rochim 1993).
7. Data-data yang digunakan sebagai masukan (input) adalah data variasi putaran
poros utama, diameter benda kerja dan data waktu pemotongan (cutting time).
8. Keluaran (output) yang ingin dicapai adalah berupa keausan pahat yang
merupakan batas dari suatu umur pahat yang disimulasikan pada progaram
MATLAB versi 7.
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Membuat prediksi keausan pahat bubut dengan menggunakan metode Mesin
commit to user
2. Memperoleh perbandingan hasil prediksi keausan pahat antara metode Mesin
Pedukung Vektor (support vector machine) dengan hasil secara konvensional.
3. Menampilkan model Mesin Pendukung Vektor (support vector machine)
dengan perangkat lunak MATLAB versi 7.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Mengembangkan dan menerapkan pengetahuan tentang Mesin Pendukung
Vektor (support vector machine) untuk memprediksi keausan pahat dalam
proses pembubutan.
2. Mengetahui perbandingan hasil simulasi dari Mesin Pendukung Vektor
(support vector machine) dengan hasil secara konvensional.
3. Memberikan informasi tentang Mesin Pendukung Vektor sebagai metode
(support vector machine) untuk memprediksi keausan pahat.
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika dari penulisan ini adalah sebagai berikut :
BAB I : Berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah,
batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat teoritis maupun
praktis dan sistematika penulisan.
BAB II : Berisi tinjauan pustaka dan dasar teori
BAB III : Berisi metodologi penelitian
BAB IV : Berisi data dan analisa
commit to user
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Teori Proses Pembubutan 2.1.1. Mesin Bubut
Mesin bubut (lathe machine) merupakan mesin perkakas untuk tujuan
proses pemotongan logam (metal cutting process). Operasi dasar dari mesin bubut
adalah melibatkan benda kerja yang berputar dan cutting-tool nya bergerak linear.
Kekhususan operasi mesin bubut adalah digunakan untuk memproses benda kerja
dengan hasil/bentuk penampang lingkaran atau benda kerja silinder.
Sebab-sebab yang paling memegang peranan digunakannya mesin bubut :
1. Banyak bagian konstruksi mesin (poros, sumbu, pasak, tabung, badan roda,
sekrup dan sebagainya) dan juga perkakas (alat meraut, bor, kikir, pembenam
dan sebagainya) menurut bentuk dasarnya merupakan benda putar (benda
rotasi). Untuk membuat benda kerja ini sering digunakan cara pembubutan.
2. Perkakas bubut relatif sederhana dan karenanya juga murah.
3. Proses pembubutan menelupas serpih secara tak terputus sehingga daya sayat
yang baik dapat dicapai.
Gambar 2.1. Mesin Bubut
Sumber : Teori dan Teknologi Proses Permesinan ( taufik rochim,1993)
commit to user
Bagian-bagian utama dari mesin bubut antara lain:
1. Spindle : bagian yang berputar (terpasang pada headstock) untuk memutar
chuck (pencekam benda kerja).
2. Headstock : bagian dimana transmisi penggerak berada. Komponen
(pencekam benda kerja) dihubungkan dengan spindle poros transmisi pada
bagian head stock ini. Headstock tersusun dari bagian workholder spindle, gear
transmisi, parameter tingkat kecepatan spindle dan tuas-tuas pengatur.
Kecepatan spindle bervariasi berkisar 25-1200 rpm dengan daya motor
penggerak sekitar 30 kW DC.
3. Tailstock : bagian yang berfungsi mengatur center/titik tengah yang dapat
diatur untuk proses bubut parallel maupun taper. Tailstock bergerak diatas
lintasannya berupa rangkaian gigi rack dan pinion. Bagian ini juga berfungsi
menunjukkan posisi relativ antara benda kerja dan cutting tool (pahat).
4. Tool post : bagian dimanan cutting tool (mata pahat) dicekam kuat bersama
dengan toolholder-nya. Pengencangan toolholder pada tool post menggunakan
tuas skrup. Tool post ini terpasang pada carriage (meja penghantar).
5. Carriage (sadel) : bagian ini berfungsi menghantarkan cutting tool (yang
terpasang pada tool post) bergerak sepanjang meja bubut saat operasi
pembubutan berlangsung. Carriage/sadel ini terdiri dari tiga bagian yaitu
meja/sadel, apron, cross slider (meja luncur gerakan menyilang). Apron
berfungsi mengatur setiap pemakanan dari cutting tool terhadap benda kerja
yang dibubut. Gerakan apron ini dapat diatur manual maupun setting otomatis.
6. Bed : meja dimana headstock, tailstock dan bagian lainnya terpasang kuat
diatas meja ini.
Berdasarkan gambar teknik, dimana dinyatakan spesifikasi geometris
suatu produk komponen mesin, salah satu atau beberapa jenis proses permesinan
yang digunakan harus dipilih sebagai suatu proses atau urutan proses yang
digunakan untuk membuatnya. Bagi suatu tingkatan proses, ukuran obyektif
ditentukan dan pahat harus membuang sebagian benda kerja sampai ukuran
commit to user
Hal ini dapat dilaksanakan dengan cara menentukan penampang geram (sebelum
terpotong). Selain itu setelah berbagai aspek teknologi ditinjau, kecepatan
pembuangan geram dapat dipilih supaya waktu pemotongan sesuai yang
dikehendaki. Pekerjaan ini akan ditemui dalam setiap perencanaan proses
permesinan. Untuk itu perlu lima elemen dasar proses permesinan yaitu:
1. Kecepatan potong (cutting speed) : v (m/min)
Elemen proses permesinan tersebut (v, vf, a, tc dan Z) dihitung berdasarkan
dimensi benda kerja dan/pahat serta besaran dari mesin perkakas. Besaran mesin
perkakas yang dapat diatur ada bermacam –macam tergantung jenis mesin
perkakas. Oleh sebab itu rumus yang dipakai untuk menghitung setiap elemen
proses permesinan dapat berlainan. Pada proses bubut benda kerja dipegang oleh
pencekam yang dipasang diujung poros utama (spindle). Dengan mengatur lengan
pengatur, yang terdapat pada kepala diam, putaran poros utama (n) dapat dipilih.
Harga putaran poros utama umumnaya dibuat bertingkat, dengan aturan yang
telah distandarkan misalnya 630, 710, 800, 900, 1000, 1120, 1250, 1400, 1600,
1800, dan 2000 rpm.untuk mesin bubut dengan putaran motor variable, ataupun
dengan system transmisi variable, kecepatan poros utama tidak lagi bertingkat
melainkan berkesinambungan (continue). Pahat dipasangkan pada dudukan pahat
dan kedalaman potong (a) diatur dengan menggeserkan peluncur silang melalui
roda pemutar (skala pada pemutar menunjukkan selisih harga diameter, dengan
demikian kedalaman gerak translasi bersama-sama dengan kereta dan gerak
makannya diatur dengan lengan pengatur pada rumah roda gigi. Gerak makan (f)
yang tersedia pada mesin bubut bermacam-macam dan menurut tingkatan yang
telah di standarkan, misalnya;…0,1 0.112, 0.125, 0.14, 0.16,…(mm/rev).
Elemen dasar dari proses bubut dapat diketahui atau dihitung dengan
commit to user
Benda kerja; d0 = diameter mula (mm)
dm= diameter akhir (mm)
lt= panjang permesinan (mm)
Pahat; kr= sudut potong utama
g0= sudut geram
Mesin bubut; a = kedalaman potong (mm)
A = (do-dm)/2 (mm)
f = gerak makan (mm/r)
n = putaran poros utama (r/min)
Elemen dapat dihitung dengan rumus-rumus berikut:
1. Kecepatan potong: v =
1000 . .dn p
(m/min)
dimana, d = diameter rata-rata, yaitu
d = (d0+dm) /2 (mm)
2. Kecepatan makan: vf = f.n (mm/min)
3. Waktu pemotongan: tc = lt/vf (min)
4. Kecepatan penghasilan geram: Z = A.v
dimana, penampang geram sebelum terpotong A = f.a (mm)
Gambar 2.2. Proses Bubut
commit to user
Pada gambar 2.2 diperlihatkan sudut potong utama (kr, principal cutting
edge angle) yaitu merupakan sudut antara mata potong mayor (proyeksi pada
bidang referensi) dengan kecepatan makan vf. besarnya sudut tersebut ditentukan
oleh geometri pahat dan cara pemasangan pahat pada mesin perkakas (orentasi
pemasangannya). Untuk harga a dan f yang tetap maka sudut ini menentukan
besarnya lebar pemotongan (b, width of cut) dan tebal geram sebelum terpotong
(h, under formed chip thickness) sebagai berikut:
- lebar pemotongan: b = a/sin kr (mm)
- tebal geram sebelum terpotong: h = f sin kr (mm)
Dengan demikian penampang geram sebelum terpotong dapat dituliskan sebagai
berikut:
A = f.a = b.h (mm2/rev).
2.1.2. Geometri Pahat
Untuk mengenal bentuk dan geometrinya, pahat harus diamati secara
sistematik. Pertama-tama perlu dibedakan tiga hal pokok yaitu elemen, bidang
aktif, dan mata potong pahat, sehingga secara lebih rinci bagian-bagianya dapat
didefinisikan. Dengan mengetahui definisinya maka bagian jenis pahat yang
digunakan dalam proses permesinan dapat dikenal dengan lebih baik. Cara
pengenalan melalui definisi ini harus dianut karena cara tersebut juga akan
digunakan lebih jauh dalam menganalisis geometri pahat.
Beberapa bagian pahat yang dapat didefinisikan adalah (liat gambar 2.3
untuk memperjelas lokasi sesungguhnya dari bagian yang dimaksud pada pahat
bubut).
Elemen Pahat :
- Badan (Body) : bagian pahat yang dibentuk menjadi mata potong atau tempat
untuk sisipan pahat (dari karbida atau keramik).
- Pemegang/gagang (Shank) : bagian pahat untuk dipasangkan pada mesin
commit to user
- Lubang pahat (Tool Bore) : Lubang pada pahat dimana pahat dapat dipasang
pada poros utama (spindel) atau poros pemegang dari mesin perkakas.
Umumnya dipunyai oleh pahat freis.
- Sumbu Pahat (Tool Axis) : garis maya yang digunakan untuk mendefinisikan
geometri pahat. Umumnya garis tengah dari pemegang atau lubang pahat.
- Dasar (Base) : bidang rata pada pemegang untuk meletakkan pahat sehingga
memudahkan proses pembuatan, pengukuran ataupun pengasahan pahat.
Bidang Pahat : merupakan permukaan aktif pahat. Setiap pahat mempunyai
bidang aktif ini sesuai dengan jumlah mata potongnya
- Bidang Geram (Aγ,face) : bidang dimana geram mengalir.
- Bidang Utama/Mayor (Aα,Principal/Mayor Flank) : bidang yang menghadap
permukaan transien benda kerja. Permukaan transien benda kerja akan
terpotong akibat gerakan pahat relatif terhadap benda kerja. Karena adanya
gaya pemotongan sebagian bidang utama akan terdeformasi sehingga
begesekan dengan permukaan transien benda kerja.
- Bidang Bantu/Minor (Aα,Auxiliary/Minor Flank) : bidang yang menghadap
permukaan terpotong dari benda kerja. Karena adanya gaya pemotongan,
sebagian kecil bidang bantu akan terdeformasi dan menggesek permukaan
benda kerja yang telah terpotong/dikerjakan.
Dalam beberapa hal di sesuaikan dengan dengan kondisi pemotongan yang
khusus, pahat dibuat dengan bidang aktif yang bertingkat. Misalnya ada dua
bidang utama, maka bidang tersebut disebut sebagai bidang utama pertama (Aα1) dan bidang utama kedua (Aα2) sesuai dengan urutan lokasi terhadap mata potong dengan lebar yang tertentu (bα1 , bα2 : mm). Demikian pula dengan bidang yang
lain.
Mata Potong adalah : tepi dari bidang geram yang aktif memotong. Ada dua jenis
mata potong yaitu :
- Mata Potong Utama/Mayor (S, Principal/Mayor Cutting Edge) ; garis
perpotongan antara bidang geram (Aγ) dengan bidang utama (Aα).
- Mata Potong Bantu/Minor (S, Auxilliary/Minor Cutting Edge) ; garis
commit to user
Mata potong utama bertemu dengan mata potong bantu pada pojok pahat (tool
corner). Untuk memperkuat pahat maka pojok pahat dibuat melingkar dengan
jari-jari tertentu,yaitu :
rc = radius pojok (corner radius / nose radius) ; mm
bc = panjang pemenggalan pojok (chamfered corner length) ; mm
Radius pojok maupun panjang pemenggalan pojok selain memperkuat pahat
bersama-sama dengan kondisi pemotongan yang dipilih akan menentukan
kehalusan permukaan hasil proses permesinan.
Beberapa jenis pahat dapat di bedakan menjadi dua jenis, yaitu pahat
kanan (Righ hand) dan pahat kiri (Left hand). Perbedaan antara kedua jenis pahat
tersebut adalah terletak pada lokasi mata potong utama. Pahat kanan mempunyai
mata potong utama yang sesuai dengan lokasi ibu jari tangan kanan bila tapak
tangan kanan ditelungkupkan diatas pahat yang dimaksut dengan sumbu pahat dan
sumbu tapak tangan sejajar. Demikian pula dengan pahat kiri dimana lokasi mata
potong utamanya sesuai dengan lokasi ibu jari tangan kiri,lihat gambar 2.3.
Gambar 2.3. Bagian-bagian dari Pahat
commit to user 2.1.3. Kerusakan dan Keausan Pahat
Selama proses pembentukan geram berlangsung pahat dapat mengalami
kegagalan dalam fungsinya yang normal karena berbagai sebab antara lain :
- Keausan yang secara bertahap membesar (tumbuh) pada bidang aktif pahat.
- Retak yang menjalar sehingga menimbulkan patahan pada mata potong pahat.
- Deformasi plastik yang akan mengubah bentuk/geometri pahat.
Keausan pahat dapat terjadi pada bidang geram (Aγ) dan/atau pada bidang
utama (Aα) pahat. Karena bentuk dan letaknya yang spesifik, keausan pada bidang
geram disebut dengan keausan kawah (crater wear) dan keausan pada bidang
utama/mayor dinamakan sebagai keausan tepi (flank wear), hal ini dapat di lihat
pada gambar 2.4.
Gambar 2.4. Keausan Kawah (KT) dan Keausan Tepi (VB)
Sumber: Teori dan Teknologi Proses Permesinan (Taufiq rochim,1993)
Keausan tepi dapat diukur dengan menggunakan microskop, dimana
bidang mata potong Ps diatur sehingga tegak lurus sumbu optik. Dalam hal ini
besarnya keausan tepi dapat diukur dengan mengukur panjang VB (mm), yaitu
jarak antara mata potong sebelum terjadi keausan (mata potong didekatnya
dijadikan referensi) sampai kegaris rata-rata bekas keausan pada bidang utama.
Sementara itu, keausan kawah hanya dapat diukur dengan mudah dengan alat ukur
kekasaran permukaan. Dalam hal ini jarum/sensor alat ukur digeserkan pada
commit to user
Dari grafik profil permukaan yang diperoleh dapat diukur jarak/kedalaman yang
paling besar yang menyatakan harga KT (mm).
Selama proses pemotongan berlangsung, keausan tepi VB dan juga
keausan kawah KT akan membesar (tumbuh) setaraf dengan bertambahnya waktu
pemotongan tc (min). Kecepatan pertumbuhan keausan pahat dipengaruhi oleh
berbagai faktor (jenis material benda kerja, material pahat, kondisi pemotongan,
geometri pahat dan pemakaian cairan pendingin). Untuk suatu keadaan tertentu
keausan kawah dapat tumbuh degan cepat dan pada keadaan lain tidak terjadi
keausan kawah. Mungkin pula pada situasi tertentu permukaan aktif pahat tidak
menunjukkan tanda-tanda keausan yang berarti, tetapi dalam pemakaian
selanjutnya mata potong tersebut tiba-tiba rusak sama sekali. Hal ini menunjukkan
bahwa penyebab dari keausan ataupun kerusakan tidaklah merupakan suatu faktor
yang unik yang selalu sama tetapi tergantung pada kondisi proses pemotongan.
2.1.3.1. Mekanisme Keausan dan Kerusakan Pahat
Berdasarkan hasil-hasil penelitian mengenai keausan dan kerusakan pahat
dapat disimpulkan bahwa penyebab keausan dan kerusakan pahat dapat
merupakan suatu faktor yang dominan atau gabungan dari beberapa faktor yang
tertentu. Faktor-faktor penyebab tersebut antara lain :
1. Proses Abrasif
Permukaan dapat rusak/aus karena adanya partikel yang keras pada benda
kerja yang menggesek secara bersama-sama dengan aliran material benda kerja
pada bidang geram dan bidang utama pahat.
2. Proses Kimiawi
Dua permukaan yang saling bergesekan dengan tekanan yang cukup besar
beserta lingkungan kimiawi yang aktif (udara maupun cairan pendingin
dengan komposisi tertentu) dapat menyebabkan interaksi antara material pahat
commit to user
3. Proses Adhesi
Pada tekanan dan temperatur yang relatif tinggi, permukaan metal yang
baru terbentuk akan menempel (bersatu seolah-olah dilas) dengan permukaan
metal yang lain. Proses adhesi tersebut terjadi disekitar mata potong pada
bidang geram dan bidang utama pahat.
4. Proses Difusi
Pada daerah dimana terjadi pelekatan (adhesi) antara material benda kerja
dengan pahat dibawah tekanan dan temperatur yang tinggi serta adanya aliran
metal (geram dan permukaan terpotong relatif terhadap pahat) akan
menyebabkan terjadinya proses difusi. Dalam hal ini terjadi perpindahan atom
metal dan karbon dari daerah dengan konsentrasi tinggi menuju kedaerah
dengan konsentrasi rendah.
5. Proses Oksidasi
Pada kecepatan potong yang tinggi (temperatur yang tinggi) ketahanan
karbida atas proses oksidasi akan menurun. Karbida dapat teroksidasi bila
temperaturnya cukup tinggi dan tak ada perlindungan terhadap serangan
oksigen dalam atmosfir. Akibatnya struktur material pahat akan lemah dan
tidak tahan akan deformasi yang disebabkan oleh gaya pemotongan. Cairan
pendingin dalam batas-batas tertentu mampu mencegah terjadinya proses
oksidasi.
6. Proses Deformasi Plastik
Kekuatan pahat untuk menahan tegangan tekan (compressive stress)
merupakan sifat material pahat yang dipengaruhi oleh temperatur. Hal inilah
yang merupakan faktor utama yang membatasi kecepatan penghasilan geram
bagi suatu jenis pahat. Penampang geram harus direncanakan supaya tekanan
yang diderita ujung/pojok pahat tidak melebihi batas kekuatan pahat untuk
menghindari terjadinya proses deformasi plastik.
7. Proses Keretakan dan Kelelahan
Umur pahat mungkin sangat singkat karena diakibatkan oleh patahnya
pojok pahat sebelum timbul tanda terjadinya keausan. Hal ini umumya terjadi
commit to user
terjadi pada proses permulaan pemotongan dengan gerak makan atau
kedalaman potong yang besar. Untuk itu perlu dipilih pahat dari jenis yang
lebih ulet (ductile, misalnya pahat karbida dengan prosentasi Co yang lebih
besar atau dipilih pahat HSS) atau digunakan geometri yang cocok (sudut
penampang dan/atau sudut miring yang besar dengan sudut potong utama yang
kecil dan radius pojok yang besar).
2.1.4. Umur Pahat
Keausan pahat akan tumbuh atau membesar dengan bertambahnya waktu
pemotongan sampai pada suatu saat pahat yang bersangkutan dianggap tidak
dapat digunakan lagi karena telah ada tanda-tanda tertentu yang menunjukkan
bahwa umur pahat telah habis. Keausan merupakan faktor yang menentukan umur
pahat maka pertumbuhanya perlu ditinjau dengan memperhatikan faktor
utama/dominan dari mekanisme keausan. Secara teoritik, dengan menggunakan
analisis dimensional, dapat ditunjukkan beberapa variabel proses permesinan yang
mempengaruhi umur pahat. Karena konstanta dan besaran fisik dalam rumus
teoritik belum dapat dikorelasikan dengan sifat fisik benda kerja dan pahat (yang
dapat diukur dengan melakukan penelitian fisik atau mekanik yang tidak berkaitan
dengan proses permesinan) maka masih diperlukan percobaan permesinan guna
mendapatkan rumus umur pahat empirik. Rumus tersebut memegang peranan
penting didalam penentuan kondisi pemotongan optimum atau kondisi
pemotongan paling baik.
2.1.4.1. Kriteria Umur Pahat
Semakin besar keausan/kerusakan yang diderita pahat maka kondisi pahat
akan semakin kritis. Jikalau pahat tersebut masih tetap digunakan maka
pertumbuhan keausan akan semakin cepat dan pada suatu saat ujung pahat akan
sama sekali rusak. Kerusakan fatal seperti ini tidak boleh terjadi sebab gaya
pemotongan akan semakin tinggi sehingga dapat merusakkan seluruh pahat, mesin
perkakas dan benda kerja, serta dapat membahayakan operator yang melayani
commit to user
Oleh sebab itu, untuk menghindari hal tersebut ditetapkan batas harga keausan
(dimensi dari keausan tepi atau keausan kawah) yang dianggap sebagai batas
kritis dimana pahat tidak boleh digunakan. Sebagai contoh, berdasarkan
pengalaman, batas keausan yang diijinkan bagi suatu jenis pahat yang digunakan
untuk memotong suatu jenis benda kerja adalah seperti tabel 2.1.
Tabel 2.1. Batas Keausan Kritis
Sumber : Teori dan Teknologi Proses Permesinan (Taufiq rochim,1993).
Tabel 2.1. tersebut merupakan petujuk umum batas keausan dimana
harganya tergantung pada jenis pahat dan benda kerja. Semakin keras pahat yang
digunakan atau semakin tinggi gaya potong spesifik maka diperlukan batas
keausan yang rendah.
Pengukuran dimensi keausan kawah dan keausan tepi secara langsung
memerlukan penghentian/interupsi proses permesinan, pengambilan pahat,
pengukuran keausan dengan microskop dan pemasangan kembali. Dalam praktek
hal ini tidak selalu mudah untuk dilakukan, terutama dalam proses permesinan
yang sesungguhnya dimana gangguan atas kelancaran proses produksi tidaklah
diizinkan. Keausan pahat akan menimbulkan efek samping yaitu:
- Kenaikan gaya potong,
- Getaran/chatter,
- Penurunan kehalusan permukaan hasil permesinan,dan/atau
commit to user 2.1.4.2. Pertumbuhan Keausan
Pada dasarnya dimensi keausan menentukan batasan umur pahat, dengan
demikian kecepatan pertumbuhan keausan menentukan laju saat berakirnya masa
guna pahat. Pertumbuhan keausan tepi (flank wear) pada umumnya mengikuti
bentuk sebagaimana gambar 2.5. yaitu mulai dengan pertumbuhan yang relatif
cepat sesaat setelah pahat digunakan, diikuti pertumbuhan yang linier setaraf
dengan bertambahnya waktu pemotongan (jumlah waktu yang digunakan untuk
proses memotong), dan kemudian pertumbuhan yang cepat terjadi lagi. Saat
dimana pertumbuhan keausan cepat mulai berulang lagi diaanggap sebagai batas
umur pahat, dan hal ini umumnya terjadi pada harga keausan tepi (VB) yang
relatif sama untuk kecepatan potong yang berbeda. Sampai batas ini keausan tepi
(VB) dapat dianggap sebagai fungsi pangkat (power function) dari waktu
pemotongan (tc) dan bila digambarkan pada skala dobel logaritmanya mempunyai
hubungan linier.
Gambar 2.5. Pertumbuhan Keausan Pahat
Sumber : Teori dan Teknologi Proses Permesinan (Taufiq rochim,1993)
2.1.4.3. Analisis Teoritik Umur Pahat
Umur Pahat secara pasti dapat diketahui dari hasil pengujian permesinan
(secara empiris) untuk pasangan material benda kerja dan pahat tertentu.
Jenis material benda kerja yang berbeda akan memberikan umur pahat yang
commit to user
benda kerja. Jadi untuk setiap pahat dan setiap material benda kerja harus
mempunyai data umur dan kondisi pemotongan tertentu dalam setiap perencanaan
proses permesinan. Untuk menentukan umur pahat secara teoritik dapat dihitung
menggunkan rumus yang dikenal dengan nama persamaan umur pahat Taylor
yang dapat ditulis sebagai berikut :
뗐
Dimana : v = Kecepatan potong
T = Umur pahat
CT = Konstanta umur pahat Taylor
n = harga eksponen
Harga eksponen n dalam rumus Taylor dapat ditentukan dengan harga eksponen
m yang dapat dilihat pada tabel 2.2. m merupakan pangkat batas keausan, dengan
harga yang sesuai bagi suatu jenis pahat berdasarkan hasil yang diperoleh dalam
praktek.
Tabel 2.2. Harga Eksponen n
M 0 0,125 0,125 0,88 0,2 0,214 0,222 0,228 0,246 0,25
Sumber : Teori dan Teknologi Proses Permesinan (Taufiq rochim,1993)
Untuk menentukan harga eksponen n dan konstanta CT dari rumus Taylor
diperlukan suatu percobaan permesinan. Benda kerja yang dipilih harus
mempunyai kualitas baik (yang mempunyai kesamaan struktur pada seluruh
penampang yang akan dipotong/dibubut). Demikian pula halnya dengan pahat
yang digunakan. Karena pahat tersebut akan aus untuk satu kali pemotongan maka
commit to user
set pahat karbida sisipan dengan kualitas yang sama (berasal dari satu pabrik, bila
mungkin dari satu set yang terdiri atas beberapa sisipan). Untuk kombinasi benda
kerja dan pahat (dengan geometri tertentu) tersebut, percobaan pemotongan
dilakukan dengan cara menentukan umur pahat pada beberapa harga kecepatan
potong. Dalam hal ini sudut penempatan pahat, gerak makan, kedalaman potong
dan kriteria keausan (dimensi keausan) tidak diubah.
Untuk mengetahui dimensi keausan diperlukan penghentian proses
pemotongan sehingga pahat yang dipakai dapat diukur keausanaya (dengan
microscop atau alat ukur kekasaran permukaan). Apabila batas keausan
maksimum belum dicapai maka proses permesinan dapat dilanjutkan untuk
kemudian dihentikan lagi guna mengukur keausanya. Umur pahat merupakan
seluruh waktu pemotongan sehingga dicapai batas keausan yang telah ditetapkan.
Hal ini dapat diperkirakan dengan cermat, dengan bantuan kertas grafik dengan
sekala dobel logaritma. Sumbu tegak merupakan dimensi keausan (VB atau K)
dan sumbu mendatar adalah waktu pemotongan (tc). Umumnya data pengamatan
keausan tehadap waktu akan tersebar disekitar garis lurus. Ekstrapolasi dan
interpolasi dapat dilakukan dengan cara menarik garis mendatar dari sumbu tegak
dari suatu harga keausan sampai memotong garis tersebut dan dilanjutkan menarik
garis turun sampai memotong sumbu waktu yang merupakan umur pahat yang
dicari untuk suatu harga kecepatan potong tertentu. Bila perlu pada kecepatan
potong yang sama percobaan diulang guna untuk mengetahui kesamaan
(keterulangan) yang diperoleh. Demikian pula untuk variasi kecepatan potong
yang lain (tidak boleh terlalu rendah ataupun terlalu tinggi). Persamaan fungsi
linier yang didapatkan, yaitu :
log v + n log T = log CT
Dapat diperkirakan dengan menggunakan analisis garis regresi (metode kuadrat
terkecil, least squeres method) untuk menentukan harga terbaik dari eksponen n
commit to user
2.2. Mesin Pendukung Vektor (support vector machine)
Konsep SVM dapat dijelaskan secara sederhana sebagai usaha mencari
hyperplane terbaik yang berfungsi sebagai pemisah dua buah class pada input
space. Gambar 2.6. memperlihatkan beberapa pattern yang merupakan anggota
dari dua buah class : +1 dan –1. Pattern yang tergabung pada class –1 disimbolkan
dengan warna merah (kotak), sedangkan pattern pada class +1, disimbolkan
dengan warna kuning (lingkaran). Problem klasifikasi dapat diterjemahkan
dengan usaha menemukan garis (hyperplane) yang memisahkan antara kedua
kelompok tersebut. Berbagai alternatif garis pemisah (discrimination boundaries)
ditunjukkan pada gambar 2.6-a.
Gambar 2.6. Mesin Pendukung Vektor
Hyperplane pemisah terbaik antara kedua class dapat ditemukan dengan
mengukur margin hyperplane tersebut dan mencari titik maksimalnya. Margin
adalah jarak antara hyperplane tersebut dengan pattern terdekat dari
masing-masing kelas. Pattern yang paling dekat ini disebut sebagai support vector. Garis
solid pada gambar 2.6-b menunjukkan hyperplane yang terbaik, yaitu yang
terletak tepat pada tengah-tengah kedua class, sedangkan titik merah dan kuning Margin
kelas -1 kelas +1 Kelas -1 kelas +1
(a) (b)
commit to user
yang berada dalam lingkaran hitam adalah support vector. Usaha untuk mencari
lokasi hyperplane ini merupakan inti dari proses pembelajaran pada SVM.
Data yang tersedia dinotasikan sebagai ⵈi ∈ d sedangkan label masing
-masing dinotasikan yi ∈{−1,+1} untuk i = 1,2,...,l , yang mana l adalah
banyaknya data. Diasumsikan kedua class –1 dan +1 dapat terpisah secara
sempurna oleh hyperplaneberdimensi d , yang didefinisikan
꧘ . ⵈ 0 Ⰸ2.1
Pattern ⵈi yang termasuk class –1 (sampel negatif) dapat dirumuskan sebagai
pattern yang memenuhi pertidaksamaan
꧘ . ⵈi 1 Ⰸ2.2
sedangkan pattern ⵈi yang termasuk class +1 (sampel positif)
꧘ . ⵈi 1 Ⰸ2.3
Margin terbesar dapat ditemukan dengan memaksimalkan nilai jarak antara
hyperplane dan titik terdekatnya, yaitu 1/|| ꧘ ||. Hal ini dapat dirumuskan sebagai
Quadratic Programming (QP) problem, yaitu mencari titik minimal persamaan
(2.4), dengan memperhatikan constraint persamaan (2.5).
min τ(w) = || ꧘ || 2 (2.4)
yi ( ⵈi . ꧘ + b)– 1 0, i (2.5)
Problem ini dapat dipecahkan dengan berbagai teknik komputasi,di antaranya
lagrange Multiplier.
L( ꧘,b, ) || ꧘ || 2 ∑ α i( yi ( ⵈi . ꧘ + b)– 1)
(i = 1,2,....,l) (2.6)
i,adalah Lagrange multipliers,yang bernilai nol atau positif ( i 0). Nilai
optimal dari persamaan (2.6) dapat dihitung dengan meminimalkan L terhadap ꧘
dan b,dan memaksimalkan L terhadap αi,dengan memperhatikan sifat bahwa pada
titik optimal gradient L=0,Persamaan (2.6) dapat dimodiifikasi sebagai maksimalisasi problem yang hanya mengandung saja αi , sebagaimana persamaan
commit to user
Memaksimalkan :
1
2 , ⵈ Ⰸ2.7
Dengan batasan :
0 Ⰸ 1,2, … , 0 Ⰸ2.8
Dari hasil dari perhitungan ini diperoleh αi yang positif inilah yang disebut
sebagai support vector.
2.2.1. Soft Margin
Penjelasan di atas berdasarkan asumsi bahwa kedua belah class dapat
terpisah secara sempurna oleh hyperplane. Akan tetapi, umumnya dua buah class
pada input space tidak dapat terpisah secara sempurna. Hal ini menyebabkan
constraint pada persamaan (2.5) tidak dapat terpenuhi, sehingga optimisasi tidak
dapat dilakukan. Untuk mengatasi masalah ini, SVM dirumuskan ulang dengan
memperkenalkan teknik softmargin. Dalam softmargin, persamaan (2.5)
dimodifikasi dengan memasukkan slack variabel ξi(ξi > 0) sbb.
Ⰸⵈ . ꧘ 1 ∀ Ⰸ2.9
Dengan demikian persamaan (2.4) diubah menjadi:
minτⰈ ꧘,ξ 1
2‖꧘‖ C Ⰸ2.10
commit to user
2.2.2. Kernel Trick dan Non Linier Classification Pada SVM
Pada umumnya masalah dalam domain dunia nyata (real world problem)
jarang yang bersifat linear separable. Kebanyakan bersifat non linear. Untuk
menyelesaikan problem non linear, SVM dimodifikasi dengan memasukkan
fungsi Kernel.
Dalam non linear SVM, pertama-tama data dipetakan oleh fungsi
ke ruang vektor yang berdimensi lebih tinggi. Pada ruang vektor yang baru ini,
hyperplane yang memisahkan kedua class tersebut dapat dikonstruksikan. Hal ini
sejalan dengan teori Cover (1965) yang menyatakan“Jika suatu transformasi
bersifat non linear dan dimensi dari feature space cukup tinggi, maka data pada
input space dapat dipetakan ke feature space yang baru, dimana pattern-pattern
tersebut pada probabilitas tinggi dapat dipisahkan secara linear”.
Ilustrasi dari konsep ini dapat dilihatpada gambar 2.7. Pada gambar 2.7-a
diperlihatkandata pada class kuning dan data pada class merah yang berada pada
input space berdimensi dua tidak dapat dipisahkan secara linear. Selanjutnya
gambar 2.7-b menunjukkan bahwa fungsi Φ memetakan tiap data pada input
space tersebut ke ruang vektor baru yang berdimensi lebih tinggi (dimensi 3),
dimanakedua class dapat dipisahkan secara linear olehsebuah hyperplane. Notasi
matematika darimapping ini adalah sbb.
( a ) ( b )
commit to user
Tabel 2.3. Tabel Kernel Yang Umum Dipakai Dalam SVM
Jenis kernel Definisi
Polynomial 翰 ⵈ , ⵈ Ⰸⵈ . ⵈ 1
Multilayer perceptron 翰 ⵈ , ⵈ tanhⰈ ⵈ ⵈ
Radial Basis Function
翰 ⵈ , ⵈ
Pemetaan ini dilakukan dengan menjaga topologi data, dalam artian dua
data yang berjarak dekat pada input space akan berjarak dekat juga pada feature
space, sebaliknya dua data yang berjarak jauh pada input space akan juga berjarak
jauh pada feature space. Selanjutnya proses pembelajaran pada SVM dalam
menemukan titik-titik support vector, hanya bergantung pada dot product dari
data yang sudah ditransformasikan pada ruang baru yang berdimensi lebih tinggi,
yaitu:
ΦⰈⵈ .ΦⰈⵈ .
Karena umumnya transformasi Φ ini tidak diketahui, dan sangat sulit untuk difahami secara mudah, maka perhitungan dot product tersebut sesuai teori
Mercer dapat digantikan dengan fungsi kernel 翰 ⵈ , ⵈ yang mendefinisikan
secara implisit transformasi Φ. Hal ini disebut sebagai Kernel Trick, yang dirumuskan:
翰 ⵈ , ⵈ ΦⰈⵈ .ΦⰈⵈ Ⰸ2.12 Kernel trick memberikan berbagai kemudahan, karena dalam proses
pembelajaran SVM, untuk menentukan support vector, kita hanya cukup
mengetahui fungsi kernel yang dipakai, dan tidak perlu mengetahui wujud dari fungsi non linear Φ. Berbagai jenis fungsi kernel dikenal, sebagaimana dirangkumkan pada tabel 2.3.
Selanjutnya hasil klasifikasi dari dataⵈ diperoleh dari persamaan berikut :
commit to user
SV pada persamaan di atas dimaksudkan dengan subset dari training set yang
terpilihsebagai support vector, dengan kata lain data yang berkorespondensi
pada ≥ 0 .
2.3. Support Vector Regression
SVM dapat juga diaplikasikan pada permasalahan regresi dengan
pengenalan pada sebuah alternative fungsi kerugian, (Smola, 1996). Fungsi
kerugian harus dimodifikasi untuk melibatkan ukuran jarak. Gambar 2.8.
menggambarkan empat kemungkinan fungsi kerugian.
(a) Quadratic (b) Laplace
(c) Huber (d)Î- insentive
Gambar 2.8. Fungsi Regresi
Fungsi regresi pada gambar 2.8. (a) behubungan dengan kriteria kesalahan
kuadrat yang paling sedikit. Fungsi regresi pada gambar 2.8. (b) adalah sebuah
commit to user
fungsi regresi quadratic. Huber mengusulkan fungsi regresi pada Gambar 2.8. (c)
sebagai sebuah fungsi regresi yang kuat yang memiliki sifat yang optimal ketika
distribusi data tidak diketahui. Untuk mengetahui hal ini, Vapnik mengusulkan
fungsi kerugian pada Gambar 2.8. sebagai sebuah perkiraan terhadap fungsi
kerugian milik Hubber yang memungkinkan adanya sebuah regresi pada vektor
pendukung yang diperoleh.
2.3.1. Regresi Linier
Pertimbangkan permasalahan dalam perkiraan data set,
D = {(x1
, y1),…, (x1, y1)}, x Î Rn, y Î R, (2.14)
Dengan fungsi linier,
f (x) = (w,x) + b. (2.15)
Fungsi regresi optimal diberikan oleh fungsi minimumnya,
F (w, x) = ½ ççwçç2 + C S (xi- + xi+
), (2.16)
Di mana C adalah nilai pra-spesifik, dan x-, x+ adalah variabel bebas yang
mewakili batasan atas dan bawah pada hasil dari sistim tersebut.
2.3.1. Regresi Non-Linier
Dengan cara yang sama untuk masalah klasifikasi, sebuah model
non-linier biasanya dibutuhkan untuk mendapatkan data model yang sesuai. Dengan
cara yang sesuai dengan pendekatan SVC non-linier, sebuah pemetaan non-linier
dapat digunakan untuk memetakan data ke dalam ruang tampilan dimensi yang
tinggi di mana regresi linier dilakukan. Pendekatan Kernel dipakai untuk
mendapatkan dimensi yang tepat. Penyelesaian SVR non-linier, dengan
menggunakan fungsi kerugian Î - insentif, Gambar 2.8 (d), didapatkan dengan,
max
폀,폀∗ Ⰸ , ∗ max폀,폀∗ ∗Ⰸ Ⰸ
1
2 Ⰸ ∗
commit to user
dengan pembatasan,
0 , ∗ , 1, … , (2.18)
Ⰸ ∗ 0
Persamaan penyelesaian 3.21 dengan Penyelesaian pembatasan 3.22 menentukan
pengganda Lagrange, µ, µ*
, dan fungsi regresi diberikan dengan,
Ⰸ Ⰸ ∗
ax
翰ⰈX ,X Ⰸ2.19
Di mana
〈 , ⵈ〉 Ⰸ ∗ 翰 ⵈ , ⵈ Ⰸ2.20
1
2 Ⰸ ∗ Ⰸ翰Ⰸⵈ , ⵈ 翰Ⰸⵈ , ⵈx
Karena dengan SVC, batasan persamaan dapat menurun jika Kernel
mengandung pola yang bias, b diakomodasi di antara fungsi Kernel, dan fungsi
regresi diberikan dengan,
Ⰸⵈ Ⰸ ∗ 翰Ⰸⵈ , ⵈ Ⰸ2.21
Kriteria optimalisasi untuk fungsi regresi yang lain dalam Bab 2.3.1 secara
mirip didapatkan dengan mengganti produk titik dengan sebuah fungsi Kernel.
Fungsi kerugian Î - insentif menarik karena tidak seperti fungsi biaya Huber dan
quadratic, di mana semua poin data merupakan vektor pendukung, fungsi SV bisa
jadi jarang. Fungsi kerugian quadratic menghasilkan sebuah penyelesaian di mana
sesuai dengan regresi daerah, atau zeroth order regularization, di mana parameter
commit to user
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2010 di Laboratorium
produksi dan Laboratorium Material Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3.2. Bahan Penelitian
Untuk pengambilan data keausan pahat secara konvensional bahan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah baja ST 70 dengan diameter 25 mm dan
panjang 250 mm.
3.3. Alat Yang Digunakan
Peralatan yang digunakan dalam pengambilan data umur pahat mesin bubut
adalah sebagai berikut :
1. Mistar Ingsut
Alat yang digunakan untuk mengukur panjang benda kerja baik sebelum
dipotong maupun sesudah dipotong, dan juga digunakan untuk mengukur
diameter benda kerja baik sebelum dibubut maupun sesudah dibubut.
2. Mesin Bubut
Mesin bubut yang digunakan adalah mesin bubut konvensional, yaitu:
Ø Jenis : Bubut
Ø Merk : SANWA C06 32A
Gambar 3.1. Mesin Bubut SANWA
commit to user
3. Stopwatch
Gambar 3.2 Stopwatch
4. Pahat
Pahat yang digunakan adalah pahat HSS
5. Alat Uji Keausan Pahat
Gambar 3.3. Alat Uji Keausan Pahat
Peralatan yang digunakan dalam simulasi prediksi umur pahat dalam
penelitian ini sebagai berikut :
a. Notebook/laptop
Dengan Spesifikasi :
1) Merk : Compaq CQ 40
2) Processor : Pentium Core Duo T3200 2.0 Ghz
3) Ram : 2 Gb
4) Hardisk : 160 Gb
b. Perangkat lunak dan bahasa pemrograman yang digunakan adalah
commit to user 3.4 Desain penelitian
Penelitian ini dilakukan sesuai variasi pengambilan data yang ada pada tabel
3.1. Data-data yang dicatat nantinya akan dihitung secara manual sesuai teori
permesinan dan untuk data keausan pahat dapat diukur secara langsung dari hasil
pengujian keausan pahat. Kemudian data-data penelitian dan data hasil
perhitungan teoritis akan disusun kembali sebagai data penelitian untuk
memprediksi keausan pahat dengan menggunakan metode mesin pendukung
vektor (support vector machine).
Variabel-variabel data ditetapkan sebagai berikut :
a. Data-data hasil penelitian (pengambilan data uji) yaitu putaran mesin bubut
(rpm), diameter benda kerja (mm) dan waktu pemotongan (menit) disebut
sebagai masukan (input).
b. Data-data keausan pahat hasil pengujian sesungguhnya dalam praktek
konvensional disebut keluaran (target).
c. Data-data keausan pahat hasil keluaran saat pelatihan SVM disebut sebagai
keluaran keausan pahat (Yt).
d. Data-data keausan pahat hasil perhitungan sesungguhnya saat pengujian
disebut sebagai target keausan pahat (Yt1).
3.5 Langkah Kerja Penelitian
Penelitian dilakukan dua tahap. Pertama, mengambil data penelitian secara
manual, yaitu dengan melakukan proses pembubutan. Pengambilan data dilakukan
sebanyak 50 kali dengan variasi putaran spindle, dan diameter benda kerja.
Kedua, data variasi dari tahap pertama dan hasilnya digunakan untuk
pengujian dengan metode mesin pendukung vektor. Tahap-tahapnya adalah
sebagai berikut
a. Tiga puluh lima data (data variasi dan data hasil manual) diambil untuk
digunakan sebagai data pelatihan jaringan. Setelah kinerja jaringan yang
commit to user
b. Lima belas data di ambil digunakan sebagai data pengujian dengan
menggunakan jaringan yang sudah terbentuk dan menghasilkan keluaran
baru.
c. Data hasil perhitungan manual dan keluaran baru dibandingkan.
d. Membandingkan data hasil pengujian dengan data perhitungan manualnya
untuk mengetahui error diantara keduanya.
Tabel 3.1. Desain Pengujian pada mesin bubut SANWA
commit to user 3.6 Diagram Alir Peneltian
Gambar 3.4. Diagram alir penelitian Pengambilan sampel data sebagai masukan SVM yang terdiri dari :
a. Putaran (rpm)
b. Diameter benda kerja (mm) c. Waktu Pemotongan (mnt)
Pengukuran keausan tepi pahat bubut dengan metode konvensional/manual
Penghitungan keausan pahat bubut dengan metode Mesin Pendukung Vektor (SVM)
Data : Keausan tepi pahat bubut hasil perhitungan konvensional/manual
Data sampel/masukan
Data : Keausan Pahat bubut hasil prediksi Mesin Pendukung Vektor (SVM)
Validasi data perbandingan antara data konvensional/manual dengan SVM.
Kesimpulan
commit to user
Proses Pembubutan dan Perhitungan Data Secar Konvensional
Gambar 3.5. Diagram alir proses pembubutan dan perhitungan data secara
konvensional Persiapan Bahan
Material Baja ST 70
Set-up Mesin Bubut Mesin Bubut + Pahat HSS
Proses Pembubutan dengan Variasi vc, n,dan d n = 190 rpm, 300 rpm, 460 rpm, 755 rpm, 1255 rpm d = 25mm, 24mm, 23mm, 22mm, 21mm, 20mm,19mm 18mm, 17mm, 16mm.
a = 0,5 mm (konstan) f = 0,2mm/r (konstan)
Pengukuran:
1.Waktu Pemotongan (tc) 2.Keausan Tepi (VB)
Data Keausan Tepi Pahat
commit to user
3.7 Cara Kerja
Pengambilan data selama proses pembubutan
1. Mempersiapkan dimensi benda kerja yang akan digunakan, yaitu baja
ST 70 yang berdiameter 25 mm dipotong dengan panjang 250 mm.
2. Menyiapkan benda kerja, pahat, mesin bubut, alat ukur (stopwatch),
mistar insut dan alat uji keausan pahat.
3. Melakukan set up pada mesin bubut dengan putaran spindle (n) gerak
makan (f) dan kecepatan potong (v). Pada proses ini kedalaman
pemakanan konstan 0.5 dan sudut pahat 90º, dengan putaran spindle
1255 rpm, feeding 0,2 mm/rev, dan kecepatan potong 96,547 mm/mnt.
4. Memasang benda kerja pada spindle mesin bubut dan pahat pada tool
post, diatur agar pahat tegak lurus terhadap sumbu spindel mesin
bubut.
5. Melakukan pengujian proses bubut silindrik dengan variable proses
pemesinan yang telah ditentukan serta mencatat waktu pemotongan
dengan menggunakan stopwatch dengan panjang permesinan 230 mm
untuk setiap benda kerja.
6. Mengganti benda kerja untuk melakukan pembubutan berikutnya
dengan variabel yang sama hingga panjang permesinan total 1840 mm
terpenuhi.
7. Menghentikan mesin bubut, melakukan pengukuran keausan pahat
(keausan tepi) dengan menggunakan alat uji keausan pahat setelah
panjang permesinan yang telah ditentukan terpenuhi.
8. Mengulangi langkah 3-7 untuk proses bubut dengan variabel proses
permesinan yang sesuai dengan susunan pengujian dan dilakukan
kembali pengukuran keausan tepi.
commit to user
BAB IV
DATA DAN ANALISA
4.1. Data Penelitian
Dari pengujian yang telah dilakukan, diperoleh kondisi pemotongan yang
memberikan umur pahat yang optimal dari pahat HSS dengan memvariasikan
kecepatan potong (Vc) menjadi 50 variasi.
commit to user
L : Panjang pemotongan benda kerja (mm)
Tc : Waktu pemotongan (min)
VB : Keausan tepi (mm)
4.2. Analisa Data Menggunakan Perhitungan Manual
Dari data hasil percobaan (Putaran poros utama, diameter benda kerja) maka
berdasarkan rumus kecepatan potong dalam bab 3 besarnya kecepatan potong
dapat dilihat dalam Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Kecepatan Potong Tiap Variasi Percobaan
commit to user
Umur pahat merupakan seluruh waktu pemotongan (tc) sehingga dicapai
batas keausan yang telah ditetapkan (VB maks = 0,3mm). Pertumbuhan keausan
pahat pada kecepatan potong yang berbeda sampai batas ktitis keausan pahat HSS.
Dari hasil percobaan dapat diketahui besarnya keausan tepi (VB) secara langsung
dengan mengukur pada alat uji keausan pahat, besarnya keausan tepi dapat dilihat
dalam Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Keausan Tepi (VB) Tiap Variasi Percobaan
commit to user
Tabel-tabel perbandingan keausan tepi dan kecepatan potong
Tabel 4.4. Perbandingan Keausan Tepi Dengan Kecepatan Potong
No Diameter benda kerja
Gambar 4.1 Grafik Perbandingan Kecepatan Potong Dengan Keausan Pahat.
0
commit to user
Dari tabel dan grafik perbandingan kecepatan potong dengan keausan pahat
terlihat bahwa semakin tinggi kecepatan potong maka akan mempercepat keausan
pahat. Untuk kecepatan potong 96,547 (m/min) dan diameter benda kerja 25 (mm)
menghasilkan keausan pahat sebesar 0,4258 (mm), sedangkan untuk kecepatan
potong 58,082 (m/min), 35,387 (m/min), 23,079 (m/min) dan 14,616 (m/min)
dengan diameter benda kerja yang sama akan menghasilkan keausan pahat
sebesar 0,3985 (mm), 0,3356 (mm), 0,3255 (mm) dan 0,3090 (mm). Hal ini dapat
disimpulkan bahwa semakin besar kecepatan potong maka semakin besar pula
keausan dari suatu pahat.
Tabel 4.5. Perbandingan umur pahat dengan kecepatan potong
No Diameter benda kerja
Gambar 4.2. Grafik Perbandingan Kecepatan Potong Dengan Umur Pahat.
0
commit to user
Dari tabel dan grafik perbandingan kecepatan potong dengan umur pahat
terlihat bahwa semakin tinggi kecepatan potong maka umur pahat akan semakin
maka umur pahat akan semakin menurun.
4.3. Analisa Mengunakan Metode Support Vector Machines
Variasi percobaan data keausan pahat hasil dari praktek secara konvensional
disusun lagi sebagai data-data untuk pengujian menggunakan program mesin
pendukung vector (support vector machines).
Data-data tersebut disusun pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6. Data-data variasi percobaan sebagai inputan pada SVM
commit to user
untuk pelatihan dan data untuk pengujian diambil secara acak agar merata dalam
pembelajaran jaringan.
Tabel 4.7. Tiga puluh lima data yang akan dilatih
commit to user
Tabel 4.8. Lima Belas Data Yang Akan Diuji (dipilih secara acak)
commit to user
4 755 19 12,18 0,3584
5 755 20 12,18 0,3656
6 755 23 12,18 0,3845
7 460 20 20,02 0,3296
8 460 19 20,02 0,3274
9 460 23 20,02 0,3324
10 300 20 30,66 0,3167
11 300 24 30,66 0,3239
12 300 18 30,66 0,3126
13 190 20 48,52 0,3035
14 190 18 48,52 0,3014
15 190 23 48,52 0,3067
Peramalan atau prediksi digunakan metode mesin pendukung vector
(support vector machines) dengan memasukkan fungsi kernel untuk
menyelesaikan masalah non linier. Dalam non linier SVM, pertama-tama ⵈ
dipetakan oleh fungsi ΦⰈx ke ruang vektor yang berdimensi lebih tinggi. Pada
ruang vektor yang baru ini, hyperplane yang memisahkan kedua class tersebut
dapat dikonstruksikan. Hal ini sejalan dengan teori Cover (1965) yang
menyatakan“Jika suatu transformasi bersifat non linear dan dimensi dari feature
space cukup tinggi, maka data pada input space dapat dipetakan ke feature space
yang baru, dimana pattern-pattern tersebut pada probabilitas tinggi dapat
dipisahkan secara linear”.
Ada beberapa jenis fungsi kernel yang umum dipakai dalam mesin
pendukung vector (support vector machines) antara lain polynomial, multilayer
preceptron, linier dan radial basis fungsion. Dalam prediksi umur pahat digunakan
fungsi polynomial kernel karena memiliki tingkat error yang sangat kecil
dibandingkan dengan fungsi kernel lainya.
Dari data hasil praktek konvensional dipisahkan menjadi dua data yaitu
commit to user
Untuk mensimulasikan program mesin pendukung vector (support vector
machines) digunakan perangkat lunak MATLAB versi 7 dengan toolbox LSSVM.
Langkah-langkah pembuatan program Mesin Pendukung Vektor (support vector
machines)
1. Memasukkan data pelatihan
Data 1 merupakan data pelatihan yang berjumlah 35 variasi percobaan yang
disusun secara acak, dengan data inputan putaran poros, diameter benda kerja dan
waktu pemotongan, untuk data target berupa keausan tepi dari pahat.
%Data pelatihan
commit to user
percobaan yang disusun secara acak, dengan data inputan putaran poros, diameter
commit to user
4. Menentukan tipe fungsi prediksi, untuk prediksi dipilih fungsi estimasi.
type = 'function estimation';
5. Menentukan jenis fungsi kernel.
[alpha,b] =
trainlssvm({X,Y,type,gam,sig2,'poly_kernel'});
6. Melakukan simulasi prediksi keausan pahat (Yt)
Xt = Data2(:,1:3); Yt=
simlssvm({X,Y,type,gam,sig2,'poly_kernel','preproces s'},{alpha,b},Xt);
Dari perintah-perintah ini akan menghasilkan nilai keluaran berupa hasil
prediksi keausan pahat.
7. Menampilkan grafik hasil simulasi prediksi keausan pahat dengan perintah :
plotlssvm({X,Y,type,gam,sig2,'poly_kernel','preproce ss'},{alpha,b});
Dari perintah-perintah ini akan didapatkan grafik hubungan antara target
commit to user
pol datapoints (black *), and estimation (blue line)
Gambar 4.3 Hubungan antara target dengan keluaran prediksi,untuk data pelatihan keausan pahat.
8. Menentukan Error
error=(Yt-Yt1)./Yt1*100
Dari perintah ini akan dihasilkan nilai error yaitu presentase dari selisih target
dan keluaran prediksi.
9. Menentukan waktu komputasi dengan perintah tic-toc