• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan ketentuan Undang Undang Tentang Penataan Ruang yaitu Undang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan ketentuan Undang Undang Tentang Penataan Ruang yaitu Undang"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA 

2.1.      Pengertian Ruang dan Wilayah 

Berdasarkan  ketentuan  Undang‐Undang  Tentang  Penataan  Ruang  yaitu  Undang‐

Undang Nomor 27 Tahun 2006, pengertian ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan,  ruang  lautan  dan  ruang  udara  sebagai  satu  kesatuan  wilayah,  tempat  manusia  dan  mahluk  hidup  lainnya  malakukan  kegiatan  serta  memelihara  kelangsungan  hidupnya.  Dengan  demikian maka tanah merupakan salah satu subsistem dari ruang.  

Wilayah  adalah  ruang  yang  merupakan  kesatuan  geografis  beserta  segenap  unsur  terkait  padanya  yang  batas  dan  sistemnya  ditentukan  berdasarkan  aspek  administratif  dan  atau  aspek  fungsional.  Ruang  wilayah  Indonesia  sebagai  wadah  atau  tempat  bagi  manusia  dan mahluk lainnya hidup dan melakukan kegiatannya merupakan karunia Tuhan Yang Maha  Esa.  Sebagai  karunia  Tuhan  Yang  Maha  Esa  yang  perlu  disyukuri,  dilindungi  dan  dikelola,  ruang  wajib  dikembangkan  dan  dilestarikan  pemanfaatannya  secara  optimal  dan  berkelanjutan  demi  kelangsungan  hidup  yang  berkualitas.  Sebagai  landasan  konstitusional  yaitu  UUD1945  mewajibkan  agar  sumber  daya  alam  dipergunakan  untuk  sebesar‐besarnya  untuk kemakmuran rakyat yang harus dapat dinikmati, baik oleh generasi sekarang maupun  generasi  yang  akan  datang.  Oleh  karena  itu,  ruang  wajib  dikembangkan  dan  dilestarikan  pemanfaatannya secara serasi, selaras dan seimbang dalam yang berkelanjutan. 

Indonesia  sebagai  salah  satu  negara  berkembang,  sebenarnya  sudah  cukup  berpengalaman mengalami kegagalan dalam pembangunan dan pengelolaan lingkungannya. 

Tidak  sedikit  pula  para  ahli  yang  berharap  bahwa  kegagalan  yang  terjadi  tidak  separah  dan  9

(2)

serumit  seperti  sekarang.  Apalagi  kegagalan‐kegagalan  tersebut  banyak  menyisakan  permasalahan  yang  berkepanjangan  serta  melibatkan  banyak  pihak,melintas  batas  dan  generasi.  Perkembangan  kota  yang  tidak  terkendali  berimplikasi  sangat  serius  pada  lingkungan  dan  ekonomi  perkotaan.  Pembangunan  yang  tak  terkendali  mengakibatkan  pengadaan  perumahan,  jalan‐jalan,  pasokan  air,  dan  pelayanan  masyarakat  menjadi  sangat  mahal.  Kota‐kota  sering  dibangun  di  atas  lahan  pertanian  yang  paling  produktif,  dan  pertumbuhannya yang tak terarah dapat mengakibatkan habisnya lahan tersebut. Kehilangan  demikian  ini  sangat  serius  bagi  bangsa  yang  mempunyai  lahan  pertanian  terbatas  seperti  Mesir (WCED,1988). 

Tata  ruang  dalam  arti  luas    mencakup  keterkaitan  dan  keserasian    tata  guna  lahan,  tata  guna  air,    tata  guna  udara    serta  alokasi  sumberdaya    melalui  koordinasi    dan  upaya  penyelesaian konflik antar kepentingan yang berbeda (Soegijoko, 1999). 

Menurut  Jayadinata  (1999)  yang  dimaksud  ruang  menurut  istilah  geografis  umum  adalah  seluruh  permukaan  bumi  yang  merupakan  lapisan  biosfer,  tempat  hidup  tumbuh‐

tumbuhan,  hewan  dan  manusia.  Menurut  geografis  regional  ruang  dapat  merupakan  statu  wilayah yang mempunyai batas geografi yaitu batas menurut fisik, sosial dan pemerintahan  yang  terjadi  dari  permukaan  bumi  dan  lapisan  tanah  dibawahnya  dan  lapisan  udara  diatasnya, jadi penggunaan tanah berarti juga tata ruang. Ruang sedang adalah ruang wilayah  sering berubah karena proses alam dan tindakan manusia. Mengenai pengertian tata ruang  atau  “spatial  structure”  menurut  Undang‐Undang  tentang  Penataan  Ruang,  baik  direncanakan atau tidak.  

(3)

Sedangkan  penataan  ruang  adalah  proses  perencanaan  tata  ruang,  pemanfaatan  ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Menurut Andy (2005) bahwa istilah tata ruang  ini  pertama‐tama  menjadi  sangat  penting  karena  berkaitan  erat  dengan  perencanaan  pembangunan regional dan perkotaan. 

Rencana  tata  ruang  kota    yang  ideal  adalah    selalu  memperhatikan    aspek  manusia    tampa  melupakan  aspek    fisik  wilayah.  Aspek  fisik  atau  unsur  alam  sangat  penting  dalam  mempengaruhi    hidup  manusia,  sebagaimana    yang  dikemukakan  oleh    Daldjoeni,  1991  bahwa: Cuaca, iklim, musim, persediaan air, jenis tanah, batuan serta flora dan fauna  turut  mempengaruhi    pola  hidup  manusia.  Lebih  lanjut  dikatakan  bahwa  unsur  alam  yang  disebutkan  terakhir  turut  mempengaruhi  pola  menu  makanan  dan  kadar  kalori  (Kozlowski,  1997). 

Pemanfaatan ruang dilakukan melalui pelaksanaan program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya yang didasarkan atas rencana tata ruang dan diseleggarakan secara bertahap sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan dalam rencana tata ruang.

Dalam pemanfaatan ruang juga dikembangkan antara lain pola pengelolaan tata guna tanah (penatagunaan tanah), tata guna air, tata guna udara, dan tata guna sumber daya alam lainnya sesuai dengan asas penataan ruang. Selain itu juga dikembangkan perangkat yang bersifat insentif dan disinsentif dengan menghormati hak penduduk sebagai warga negara (Mayasari, 2007).

(4)

2.2. Rencana Tata Guna Tanah

Secara  harfiah  Land  Use  Planning  adalah  perencanaan  tata  guna  tanah,  yaitu  pengaturan  penggunaan  tanah,  kesesuaian  tanah  dan  zonasi.  Dengan  kata  lain  tata  guna  tanah, adalah usaha untuk bisa memanfaatkan tanah sebesar‐besar bagi kemakmuran rakyat  secara berencana. Adapun defenisi lain tentang tata guna tanah antara lain : 

1. Tata guna tanah adalah rangkaian kegiatan untuk mengatur peruntukan, penggunaan dan  persediaan  tanaha  secara  berencana  dan  teratur  sehingga  diperoleh  manfaat  yang  lestari, optimal, seimbang dan serasi. 

2. Tata  guna  tanah  adalah  rangkaian  kegiatan  penataan,  penyediaan  peruntukan  dan  penggunaan  tanaha  secara  berencana  dalam  rangkaian  melaksanakan  pembangunan  Nasional. 

3. Tata guna tanah adalah usaha untuk menata proyek‐proyek pebangunan, baik diprakarsai  pemerintah maupun yang tumbuh dari prakarsa dan swadaya masyarakat sesuai dengan  daftar  skala  prioritas  sehingga  di  satu  pihak  dapat  tercapai  tertib  penggunaan  tanah,  sedangkan  dipihak  lain  tetap  dihormati  peraturan  perundangan  yang  berlaku  (Zaidar,  2006). 

Meningkatnya  kebutuhan  akan  tanah  misalnya  untuk  berbagai  kegiatan  telah  mendorong  timbulnya  upaya‐upaya  ekstensifikasi,  intensifikasi  maupun  diversifikasi  usaha  guna  memanfaatkan  tanah  secara  lebih  efektif  dan  efisien  untuk  berbagai  bidang  kegiatan  baik dibidang pertanian maupun bidang‐bidang non pertanian. Efisiensi pemanfaatan tanah,  disisi  lain  juga  mendorong  timbulnya  kompetensi  maupun  konflik  kepentingan  antar  pengguna  tanah  yang  pada  kenyataannya  sering  kali  yang  dirugikan  adalah  pihak‐pihak  ekonomi yang lemah.  

(5)

Kebutuhan  akan  tanah  dari  tahun  ketahun  semakin  meningkat  karena  laju  pertumbuhan  penduduk  yang  pesat  sedangkan  luas  tanah  relatif  tidak  bertambah,  maka  dampak  yang  sering  terjadi  adalah  persengketaan  tanah  sehingga  menimbulkan  penipuan,  kejahatan, pencaloan tanah dan bahkan ada yang mengakibatkan kematian seseorang. Untuk  mengatasi  hal  tersebut  perlu  adanya  pengendalian  pertanahan  yang  harus  mendapatkan  penanganan  khusus  dari  pemerintah  agar  ketertiban,  kepastian,  perlindungan  hukum  bagi  pemegang hak atas tanah dapat terwujud (Mayasari, 2007). 

Berkurangnya  lahan  pertanian  subur  di  sepanjang  jalur  transportasi,  banjir‐banjir  lokal karena tersumbatnya saluran drainase oleh sampah, galian‐galian pipa dan kabel yang  tidak  kunjung  selesai  dan  lain‐lain  yang  semua  itu  sebagai  akibat  pembangunan  yang  dilaksanakan  tidak secara terpadu antara satu sektor dengan sektor lainnya. Di samping itu  izin  pembangunan  yang  direkomendasikan  Pemerintah  Daerah  sering  tidak  terpadu  dengan  peraturan  daerah  yang  telah  ditetapkan.  Seperti  daerah  hijau  (sebagai  penyangga)  diijinkan  untuk daerah permukiman (Baiquni dan Susilawardani, 2002).  

Dengan  demikian  bahwa  pola  pengelolaan  tata  guna  tanah  (penatagunaan  tanah)  adalah  merupakan  proses  penyesuaian  terhadap  kondisi  penggunaan  tanah  pada  saat  ini  untuk  mewujudkan  kondisi  yang  dikehendaki  menurut  Rencana  Tata  Ruang  yang  dalam  hal  ini  adalah  Rencana  Tata  Ruang  Kota  (RUTRK).  Atau  dengan  kata  lain,  apabila  rencana  tata  ruang  merupakan  kondisi  ideal  yang  akan  dicapai,  maka  pengelolaan  tata  guna  tanah  (penatagunaan tanah) merupakan rangkaian proses untuk mewujudkan kondisi ideal tersebut  (Baiquni dan Susilawardani, 2002).  

(6)

Penggunaan lahan sebagai salah satu produk kegiatan manusia di permukaan bumi memang menunjukkan variasi yang sangat besar, baik di dalam kota besar, baik didalam kota lokal maupun didalam kota regional. Pemahaman bentuk-bentuk penggunaan lahan yang mewarnai daerah terbangun, daerah peralihan kota-desa serta daerah pedesaan sendiri merupakan suatu hal yang prinsipil untuk melakukan diferensiasi struktur keruangannya. Untuk membedakan jenis penggunaan lahan kekotaan dan penggunaan lahan kedesaan, pada umumnya keterkaitan jenis tersebut dengan lahan peranian menjadi fokus utamanya. Memang diakui bahwa sebahagian besar jenis penggunaan lahan pedesaan selaliu berasosiasi dengan kegiatan pertanian, namun diakui pula bahwa ada lahan kekotaan yang digunakan untuk kegiatan-kegiatan pertanian dan ada pula lahan-lahan kedesaan yang berkaitan dengan kepentingan non pertanian (Yunus, 2005).

 

2.3.      Perencanaan Pembangunan Perkotaan di Indonesia 

Secara  harfiah  Planning  berarti  perencanaan.  Namun  dari  segi  pengertian  terdapat  bermacam‐macam  defenisi,  ini  tergantung  dari  sudut  pandang  keahlian  seseorang.  Namur  bagi  seorang  perencana  apapun  latar  belakang  disiplin  ilmunya,  perencanaan  merupakan  statu  pengaturan  yang  akan  dilakukan  untuk  waktu  yang  akan  datang.  Dalam  kaitannya  dengan  perencanaan,  Wilson  menyebutkan,  perencanaan  hádala  statu  proses  yang  mengubah  proses  lain,  atau  mengubah  statu  keadaan  untuk  mencapai  maksud  yang  dituju  oleh perencana atau oleh orang atau badan yang diwakili oleh perncana itu. 

(7)

Plan  for  People  merupakan  suatu  slogan  yang  seharusnya  mendorong  para 

perencana  untuk  bekerja  lebih  terfokus  kepada  masyarakat.  Rencana  Tata  Ruang  yang  disusun oleh perencana adalah media  perantara untuk mencapai kesejahteraan masyarakat  tersebut.  Oleh  karena  itu,  para  perencana  harus  lebih  banyak  bekerja  sama  dengan  masyarakat  (plan  by  people)  dan  turut  serta  mendorong  kegiatan  perencanaan  tata  ruang  agar  menjadi  proses  yang  partisipatif.  Keterlibatan  masyarakat  menjadi  komponen  penting  dalam  perencanaan.  Begitu  juga  halnya  dalam  pembangunan  karena  anggota  masyarakat  memiliki  perspektif  yang  berbeda‐beda,  baik  dalam  haknya  sebagai  orang  memiliki  pengetahuan maupun sebagai faktor strategis dalam pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi  rencana tersebut (Andy, 2005).  

Sebagai  upaya  dalam  menterpadukan  program  pembangunan  dan  pengelolaan  sumberdaya  alam  sehingga  tercipta  suatu  pembangunan  yang  berkelanjutan,  pemerintah  daerah mempunyai kewajiban untuk menyusun suatu rencana tata ruang yang dapat menjadi  acuan  dalam  pembangunan  wilayah.  Produk  rencana  tata  ruang  tersebut  harus  dapat  menjadi  pedoman  dalam  pelaksanaan  pembangunan  daerah  dan  telah  menjadi  hasil  kesepakatan semua stakeholders di daerah (Sunardi, 2004). 

Dalam  melaksanakan  proses  perencanaan  tata  ruang  partisipatif,  perencana  harus  mampu mengawinkan kemampuan analitis dan sintesis secara berimbang agar dapat menjadi  seorang  fasilitator  perencanaan  tata  ruang  yang  tepat.  Perencana  harus  bisa  menyadari  posisinya  dalam  proses  pembangunan,  khususnya  dalam  pengambilan  keputusan  kebijakan  publik.  Perannya  sebagai  pihak  yang  netral  dalam  proses  tersebut  harus  terus  dijaga  dan  ditingkatkan kemampuan teknisnya dalam memberikan alternatif‐alternatif solusi yang lebih 

(8)

informatif  mengenai  rencana  tata  ruang  yang  disusun  tersebut.  Perencana  memang  tidak  dapat dilepaskan dari hal‐hal yang berkaitan dengan masa depan dan ke‐utopis‐an. 

Dalam  praktek  perencanaan  yang  partisipatif,  seringkali  ditemui  kendala  bagi  masyarakat untuk  memahami gambaran masa depan yang ditawarkan oleh para perencana  tersebut,  dan  begitu  juga  sebaliknya,  tidak  semua  perencana  mampu  menyerap  dan  memahami  keinginan  masa  depan  dari  para  stakeholder  bagi  kota/wilayahnya.  Padahal  pengetahuan tersebut sangat diperlukan untuk dapat menghasilkan suatu konsesus terhadap  gambaran  kota/wilayah  yang  mereka  cita‐citakan.  Untuk  menghasilkan  konsesus  tersebut,  maka proses perencanaannya tentunya tidak akan berjalan dalam satu kali iterasi. Frekuensi  dan  intensitas  dari  forum  yang  diadakan  akan  terus  bergulir  sepanjang  belum  terjadinya  kesepakatan terhadap substansi dari perencanaan tata ruang tersebut. Para perencana harus  mampu memetakan (setting), mengarahkan (steering), dan mendorong (accelerating) proses  perencanaan  yang  terjadi  menjadi  lebih  efektif,  efisien,  dan  tepat  sasaran.  Oleh  karena  itu,  kepemilikan  mental  yang  kuat  dan  kesabaran  yang  tinggi  juga  mutlak  diperlukan  oleh  para  perencana  untuk  dapat  mewujudkan  rencana  tata  ruang  yang  partisipatif  tersebut  (Nurrochmat, 2006). 

Pengguanaan  lahan  kota  merupakan  statu  proses  dan  sekaligus  produk  yang  menyangkut semua sisi kehidupan manusia. Oleh karena hal inilah banyak seklai disiplin yang  terlibat  dalam  pembahasan  mengenai  penggunaan  lahan  kota.  Banyak  sekali  jenis  model  pendekatan  yang  telah  dilontarkan  untuk  menyoroti  dinamika  kehidupan  statu  kota  khususnya penggunaan lahan kotanya. Secara garis besar, pendekatan‐pendekatan tersebut  dapat dikategorikan menjadi lima yaitu ; 

(9)

1. Pendekatan Ekologikal  2. Pendekatan Ekonomi  3. Pendekatan Morfologikal  4. Pendekatan Sistem Kegiatan 

5. Pendekatan Ekologi Faktorial (Yunus, 2005) 

Hal yang terpenting dalam perencanaan wilayah adalah menunjukkan bagaimana caranya mempengaruhi proses pembangunan agar yakin bahwa hasil transformasi struktural dan fungsional pemukiman mengarah pada pemenuhan tujuan.

Selanjutnya perencanaan dapat juga dilihat sebagai organisasi kegiatan masa mendatang berkenaan dengan pertanyaan dimana? Dan bagaimana? Apa keputusan aspek sosial ekonomi selanjutnya? Dan kapan? Demikianlah, perencanaan secara jelas merupakan alat penting untuk pembangunan secara sadar tentang lingkungan manusia (Kozlowski, 1997).

Selanjutnya Kozlowski (1997) mengatakan bahwa rencana yang dibuat harus mempengaruhi proses pembuatan keputusan pembangunan, karena nilai nyata perencanaan bagi masyarakat bergantung pada pelaksanaannya, sebab tanpa usulan perencanaan akan tampak hanya sekedar elemen dekoratif atau pelengkap saja dari kantor-kantor pejabat setempat. Seolah-olah pembangunan yang dilaksanakan tidak begitu penting untuk dilaksanakan. Pelaksanaan, dalam pada itu bergantung pada menejemen dan proses pembangunan yang tepat. Manajemen yang harus diperlakukan sebagai integral dari perencanaan, karenanya harus menekankan pada kegiatan yang ditujukan untuk pelaksanaan usulan perencanaan. Hal tersebut dapat dilakukan

(10)

terutama dengan penggunaan intensif atau sanksi ekonomi dan sosial. Manajemen harus pula dikaitkan dengan pengawasan dan evaluasi hasil pelaksanaan misalnya tinjauan dan penyusunan kembali tujuan. Hal tersebut berarti bahwa usulan yang telah dibuat, dalam pelaksanaannya harus diadakan pemantauan agar tetap dalam koridor seperti yang diharapkan.

Keberhasilan penataan ruang akan ditentukan oleh seberapa besar masyarakat dapat  terlibat  dalam  kegiatan  perencanaan,  pemanfaatan  ruang,  dan  pengendalian  pemanfaatan  ruang yang difasilitasi oleh Pemerintah. Sebagai tahapan pertama dari penataan ruang, maka  perencanaan  memegang  peran  strategis  dan  vital  untuk  dapat  menentukan  keberhasilan  pemanfaatan  dan  serta  pengendalian  pemanfaatan  ruang  yang  efektif  dan  efisien. 

Perencanaan  yang  partisipatif  memberikan  peluang  yang  lebih  besar  untuk  terciptanya  pemanfaatan  ruang  yang  terpadu  dan  sinergis,  proses  partisipatif  dalam  tahapan  perencanaan  tata  ruang  saja,  beserta  apa  peran  dan  kontribusi  yang  dapat  dilakukan  oleh  para perencana (Andy, 2005). 

Sesuai  UU  No.  27  Tahun  2006,  tentang  Penataan  Ruang,  disiplin  penataan  ruang  terdiri atas 3 (tiga) unsur utama, yakni: perencanaan tata ruang yang menghasilkan rencana  tata  ruang  wilayah  (RTRW),  pemanfaatan  ruang  berupa  rancangan  program  dan  kebutuhan  investasi  untuk  pelaksanaan  pembangunan  dan  pengendalian  pemanfaatan  ruang  untuk  menjaga  konsistensi  pelaksanaan  pembangunan  supaya  sesuai  dengan  rencana  tata  ruang. 

Ketiga unsur penataan ruang tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dan saling terkait  dalam  suatu  siklus  yang  berlangsung  secara  terus‐menerus,  seiring  dinamika  kehidupan  masyarakat. 

(11)

Perencanaan  menyeluruh  dan  integral  merupakan  sauatu  rencana  tata  guna  lahan  hanya  merupakan  fungsional  dari  suatu  proses  menyeluruh.  Namun  deikian  perencanaan   tata  ruang  kota  mesti  dilengkapi  dengan  unsur‐unsur  fungsional  dan  hasil‐hasil  penelitian  yang  mendukung.  Seperti  salah  satu  contoh  yang  dikemukakan  oleh  Andy  (2005)  pengembangan  lahan  pemerintahan  daerah  negara  bagian  Florida  menyusun  serta  mensahkan  rencana  menyeluruh    yang  mencakup  unsur‐unsur  sebagai  berikut:  perbaikan  modal, rencana tata guna lahan untuk masa depan, sirkulasi lalu lintas, saluran pembangunan  limbah,  pelestarian  alam,  rekreasi  dan  ruangan  terbuka,  perumahan,  pengolahan  daerah  pantai, serta koordinasi antar instansi pemerintah. 

Untuk dapat mengatasi berbagai permasalahan antara kepentingan pemerintah dan  masyarakat  yang  berkaitan  dengan  RUTRK  sebagai  suatu  model  dalam  penggunaan  dan  pemanfaatan  tanah  modern  hádala  suatu  model  yang  mengatur  semua  bentuk  pertanahan  sesuai  dengan  RUTRK  yang  berlaku  dari  penataan  tanah  yang  tidak  teratur  menjadi  lebih  teratur.  Perkembangan  dan  pertumbuhan  kota  secara  spesifik  tercermin  dari  perubahan‐

perubahan  fisik  kota,  yaitu  sebagai  akibat  dari  semakin  meningkatnya  kebutuhan  akan  perumahan,  fasilitas  sosial  dan  fasilitas  umum,  fasilitas  ekonomi,  fasilitas  transportasi,  fasilitas komunikasi, serta meningkatnya hubungan fungsional dengan kota‐kota atau daerah  lainnya. 

Dari  penelitian  diketahui  bahwa  pada  umumnya  penyimpangan  terhadap  rencana  tata  ruang  kota  justru  berawal  dari  kebijaksanaan  pemerintah.  Hal  ini  berarti  pemerintah  daerah sebagai penanggung jawab rencana tata ruang kota dirasa kurang konsekuen dalam  melaksanakan pembangunan kota. Sebagai penyebab utama kurang efektifnya rencana tata 

(12)

ruang  kota  (dengan  indikator  adanya  berbagai  penyimpangan)  adalah  selain  kurang  adanya  koordinasi  antar  dinas/instansi,  juga  kurang  dilibatkannya  unsur  masyarakat,  sehingga  aspirasi masyarakat kurang terakomodasikan di dalam rencana tata ruang kota. 

Dari  hal‐hal  terurai  di  atas  dapat  dikatakan  bahwa  penetapan  peraturan  daerah  tentang  rencana  tata  ruang  kota  hanyalah  sekedar  formalitas,  sesuai  dengan  ketentuan  peraturan  Menteri  Dalam  Negeri.  Tetapi  mulai  dari  proses  penyusunan,  sampai  dengan  implementasi dan pelaksanaannya jauh dari apa yang diinginkan oleh peraturan dasarnya. 

2.4. Deskripsi Area Kabupaten Batu Bara 2.4.1. Goegrafis

Pada pertengahan tahun 2007 berdasarkan UU No. 5 Tahun 2007 tanggal 25 Juni 2007 tentang Pembentukan Kabupaten Batu Bara. Kabupaten Asahan dimekarkan menjadi dua kabupaten yaitu Asahan dan Batu Bara. Wilayah Asahan terdiri dari atas 13 kecamatan sedangkan Batu Bara 7 kecamatan yaitu kecamatan Sei Balai, Kecamatan Tanjung Tiram, Kecamatan Talawi, Kecamatan Lima Puluh, Kecamatan Air Putih, Kecamatan Sei Suka, Kecamatan Medan Deras.

Berdasarkan Peraturan Bupati Batu Bara Nomor 3 Tahun 2007 ditetapkan bahwa hari jadi Kabupaten Batu Bara adalah tanggal 8 Desember 2006 sesuai dengan Persetujuan Bersama DPR RI yang memutuskan undang-undang tentang pembentukan Kabupaten Batu Bara.

Kabupaten Batu Bara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Utara yang baru terbentuk pada tahun 2007 berdasarkan pemekaran dari Kabupaten

(13)

Asahan. Kabupaten Batu Bara berada di kawasan Pantai Timur Sumatera Utara yang berbatasan dengan Selat Malaka.

Kabupaten Batu Bara menempati area seluas 904,96 Km2 atan 90.496 Ha yang terdiri dari 7 kecamatan serta 100 desa/kelurahan defenitif. Letak geografis kabupaten ini berada di 2003’00” Lintang Utara dan 99001-100’00” Bujur Timur. Adapun batas administrasi Kabupaten Batu Bara yaitu :

1. Sebelah Utara : Kabupaten Serdang Berdagai 2. Sebelah Selatan : Kabupaten Asahan

3. Sebelah Barat : Kabupaten Simalungun 4. Sebelah Timur : Selat Malaka

Ibukota Kabupaten terletak di Kecamatan Lima Puluh.

Berdasarkan luas daerah menurut kecamatan, daerah Lima Puluh merupakan kecamatan terluas dengan luas wilayah mencapai 239,55 Km2 atau 26,47 % dari luas total Kabupaten Batu Bara. Sedangkan Kecamatan Medan Deras merupakan wilayah terkecil dengan luas 65,47 Km2 atau 7,23 % dari luas total Kabupaten Batu Bara.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Luas Wilayah di Kabupaten Batu Bara Tahun 2009

No Kecamatan Ibu Kota

Kecamatan Kelurahan Desa Luas (Km2)

Jarak Ke Ibu Kota Kabupaten

(Km)

1 Sei Balai Sei Balai - 8 92,64 31

2 Tanjung Tiram Tanjung Tiram 1 11 173,79 18

3 Malawi Labuha Ruku 1 12 89,80 15

4 Lima Puluh Lima Puluh 1 26 239,55 0

5 Air Putih Indrapura 1 12 72,24 15

(14)

6 Sei Suka Sei Suka/Deras 1 12 171,47 20

7 Madang Deras Pngakalan Dodek 2 12 65,47 46

J u m l a h 7 93 904,96 -

Sumber: Batu Bara dalam Angka ”2010” Biro Pusat Statistik Kab. Asahan (2010).

2.4.1.1. Kelerengan

Salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan lahan adalah kemiringan lahan (lereng). Wilayah Kabupaten Batu Bara mempunyai topografi yang bervariasi, yakni kondisi landai, datar, bergelombang, curam dan terjal. Pada sebagian wilayah utara (arah pesisir) memiliki kondisi kemiringan yang relative tidak bervariasi yaitu landai dan datar.

2.4.1.2. Ketinggian lahan

Ketinggian Lahan dimaksud adalah ketinggian permukaan lahan rata-rata di atas permukaan laut. Wilayah Kabupaten Batu Bara berada pada ketinggian 0 sampai dengan 100 meter di atas permukaan laut. Wilayah Kabupaten Batu Bara didominasi dengan ketinggian 7 – 25 meter di atas permukaan laut dan untuk ketinggian lahan yang terkecil yakni 0 – 7 meter di atas permukaan laut. Memiliki kedalam efektif tanah yang dangkal (20-50) cm, sedang tanah lahan kering umunya memiliki kedalaman tanah sangat dalam (> 90 cm). Drainase tanah di lokasi pengamatan juga bervariasi dari berdrainase baik hingga sangat terhambat. Drainase sangat terhambat umunya terdapat pada lahan sawah dan tambak, sedangkan drainase baik hingga agak baik terdapat pada tanah lahan kering. Namun demikaian, pada lahan kering di beberapa lokasi pengamatan ada yang memiliki drainase agak terhambat (muka air dangkal),

(15)

kadang-kadang tergenang beberapa lama. Hal ini terutama terjadi pada lahan dekat pantai atau sungai yang muka air tanahnya terpengaruh oleh pasang surut air laut.

2.4.1.3. Klimatologi

Kabupaten Batu Bara memiliki iklim tropis dimana kondisi iklimnya hampir sama dengan Provinsi Sumatera Utara. Menurut catatan Pos Perkebunan Sei Bejangkar, pada tahun 2007 terdapat 95 hari hujan dengan curah hujan sebesar 1.376 mm. Curah hujan terbesar terjadi pada bulan Nopember yaitu sebesar 233 mm dengan hari hujan sebanyak 12 hari. Sedangkan Curah hujan terendah terjadi pada bulan Februari sebesar 18 mm dengan jumlah hari hujan sebanyak 2 hari. Rata-rata curah hujan tahun 2007 mencapai 144,67 mm/bulan.

2.4.1.4. Hidrologi

Satuan Wilayah Sungai yang tersebar yang terdapat di wilayah Kabupaten Batu Bara adalah Satuan Wilayah Sungai Bah Bolon dan sungai-sungai kecil lainnya yang mengalir ke pantai timur. Sungai-sungai di kabupaten ini merupakan sumber untuk pengairan ke persawahan dan perkebunan baik yang dimanfaatkan oleh masyarakat dan swasta. Aliran Hidrologi dari sungai yang ada kemudian mengaliri irigasi semi teknis maupun irigasi sederhana di Kabupaten Batu Bara sehingga sebagian besar sawah di kabupaten ini dapat ditanami 3 (tiga) kali setahun. Sungai-sungai di Kabupaten Batu Bara sebagian besar berhulu di pegunungan bukit barisan yang terdapat di Kabupaten Simalungun. Kondisi ini mengakibatkan fluktuasi air sungai

(16)

sangat dipengaruhi oleh kondisi penggunaan lahan wilayah aliran sungai (WAS) atau hulunya.

2.4.2. Penggunaan Tanah

Jenis penggunaan lahan dominan di Kabupaten Batu Bara adalah untuk budidaya komoditi perkebunan, terutama perusahaan perkebunan negara (BUMN) dan swasta nasional mencapai 49,61% dari total luas wilayahnya dan untuk perkebunan rakyat mencapai 21,35%. Luas penggunaan lahan untuk perkebunan ini belum termasuk luas lahan tegalan yang umumnya digunakan untuk kebun campuran dengan komoditi utama tanaman perkebunan (kelapa sawit, kakao, dan karet) mencapai 9,04%

dari total luas wilayah Kabupaten Batu Bara. Jenis penggunaan lahan selengkapnya di Kabupaten Batu Bara disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Jenis dan Luas Penggunaan Lahan Di Kabupaten Batu Bara Tahun 2009

Luas No Jenis Penggunaan Lahan

Hektar %

1 Pemukiman/pekarangan 5.053 5,48

2 Persawahan 2.052 2,23

3 Perkebunan Negara/Swasta Nasional 45.747 49,61

4 Perkebunan Rakyat 19.693 21,35

5 Tegalan 8.337 9,04

6 Rawa/Tambak/Kolam 3.082 3,34

7 Hutan 1.772 1,92

8 Sementara tidak diusahakan/lainnya 6.484 7,03

Jumlah 92.220 100

Sumber: Batu Bara dalam Angka ”2010” Biro Pusat Statistik Kab. Asahan (2010).

Bila ditinjau per wilayah kecamatan, penggunaan lahan di Kabupaten Batu Bara bervariasi bergantung kepada posisi wilayah kecamatan tersebut. Untuk wilayah kecamatan yang berada di bagian tengah hingga ke barat lebih didominasi oleh penggunaan untuk pertanian lahan kering dan perkebunan, sementara di bagian timur

(17)

hingga pantai Sumatera, penggunaan lahannya didominasi oleh persawahan dan perairan. Jenis dan distribusi penggunaan lahan untuk masing-masing wilayah kecamatan di Kabupaten Batu Bara disajikan pada Tabel 2.

Dari Tabel 2 diperoleh gambaran bahwa penggunaan lahan dominan di Kabupaten Batu Bara didominasi untuk perkebunan, baik perkebunan Negara maupun perkebunan rakyat. Penggunaan lahan yang berorientasi pada usaha dan kebun campuran berbasis tanaman perkebunan (terutama kelapa sawit, kelapa, karet dan kakao) juga tergambar dari hasil survei lapangan. Di areal persawahan juga banyak ditanami tanaman kelapa pada jarak tertentu di pematang sawahnya. Pengamatan menunjukkan bahwa pada setiap lokasi pengambilan sampel tanah, terutama pada lahan tegalan diusahakan untuk kebun campuran dengan komoditi utama tanaman perkebunan Tabel 3.

Tabel 3. Jenis Dan Luas Penggunaan Lahan Pada Setiap Wilayah Kecamatan Di Kabupaten Batu Bara Tahun 2008

Luas No. Kecamatan Jenis Penggunaan Lahan

Hektar %

Belukar 170.15 2.31

Hutan belukar rawa 299.00 4.06

Hutan mangrove skunder 344.75 4.69

Perairan 145.37 1.98

Pert. lahan kering campur semak 3679.87 50.03

Pertanian lahan kering 215.62 2.93

Sawah 1879.80 25.55

Tambak 621.37 8.45

1 Medan Deras

J u m l a h 7355.94 100.00

Belukar 463.07 2.84

Danau/air 14.45 0.09

Hutan belukar rawa 208.53 1.28

Pemukiman 183.27 1.12

Perairan 30.04 0.18

Perkebunan 4433.57 27.21

2 Sei Suka

Pert. lahan kering campur semak 7218.81 44.31

(18)

Pertanian lahan kering 1442.05 8.85

Sawah 2298.33 14.11

Jumlah 16292.11 100.00

Belukar 657.50 2.56

Hutan belukar rawa 122.22 0.48

Perairan 30.75 0.12

Perkebunan 12611.68 49.21

Pert. lahan kering campur semak 7995.42 31.19

Pertanian lahan kering 895.21 3.49

Rawa 57.24 0.22

Sawah 3083.85 12.03

Terbuka 176.51 0.69

3 Lima puluh

Jumlah 25630.37 100.00

Belukar 18.92 0.18

Hutan belukar rawa 19.55 0.19

Hutan mangrove skunder 90.92 0.89

Perairan 39.99 0.39

Perkebunan 3256.97 31.71

Pert. lahan kering campur semak 4259.33 41.47

Pertanian lahan kering 167.32 1.63

Sawah 2049.82 19.96

Terbuka 367.29 3.58

4 Talawi

Jumlah 10270.11 100.00

Belukar 147.20 0.98

Hutan belukar rawa 566.18 3.79

Hutan mangrove skunder 18.30 0.12

Perairan 57.51 0.38

Perkebunan 1168.06 7.82

Pert. lahan kering campur semak 8249.92 55.21

Sawah 4653.09 31.14

Terbuka 81.90 0.55

5 Tanjung tiram

Jumlah 14942.15 100.00

Belukar 105.80 1.04

Perkebunan 5484.83 53.82

Pert. lahan kering campur semak 465.72 4.57

Pertanian lahan kering 9.59 0.09

Sawah 4120.78 40.44

Terbuka 3.68 0.04

6

Sei Balai

Jumlah 10190.41 100.00

Belukar 14.08 0.19

Pemukiman 127.39 1.71

Perairan 175.63 2.36

Perkebunan 19.55 0.26

Pert. lahan kering campur semak 4612.09 62.04

Pertanian lahan kering 3.44 0.05

Sawah 2482.26 33.39

7 Air putih

Jumlah 7434.45 100.00

Sumber: Batu Bara dalam Angka ”2010” Biro Pusat Statistik Kab. Asahan (2010).

Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa dari 20 lokasi pengambilan sampel tanah Lanjutan Tabel 3

(19)

baik berupa kebun campuran, maupun kebun tanaman monokultur. Pada lahan sawah pun banyak terdapat tanaman perkebunan, terutama kelapa, yang dibudidayakan pada pematang-pematangnya. Bahkan lahan sawah telah banyak dikonversi menjadi lahan perkebunan, terutama untuk pertanaman kelapa sawit.

2.4.3. Rona Sosial

2.4.3.1. Kependudukan

Perkembangan Jumlah Penduduk di Kabupaten Batu Bara dilihat dari tahun 2004 berjumlah 369.389 jiwa sampai pada tahun 2009 meningkat dengan jumlah 375.449 jiwa.

Jumlah penduduk Kabupaten Batu Bara pada tahun 2004 berjumlah 369.389 jiwa, pada tahun 2005 berjumlah 374.715 jiwa, tahun 2006 berjumlah 379.678 jiwa, tahun 2007 berjumlah 373.836 jiwa, sedangkan tahun 2009 berjumlah 375.449 jiwa.

Dimana jumlah penduduk pada tahun 2009 terbesar berada di Kecamatan Lima Puluh debgan jumlah penduduk 84.904 jiwa dan jumlah penduduk terkecil berada di Kecamatan Sei Balai berjumlah 29.301 jiwa. Hal ini disebabkan karena Kabupaten Batu Bara baru dimekarkan dari Kabupaten Asahan. Lihat Tabel 4.

Tabel 4. Perkembangan Jumlah Penduduk Di Kabupaten Batu Bara Tahun 2009

Perkembangan Jumlah Penduduk (Jiwa) No Kecamatan

2004 2005 2006 2007 2009

1 Sei Balai 58.132 34.111 34.820 28.699 29.301

2 Tanjung Tiram 33.627 59.004 59.713 59.790 59.350

3 Talawi 53.324 54.087 54.796 54.843 53.792

4 Lima Puluh 83.575 84.818 85.527 85.574 84.904

5 Air Putih 45.931 46.609 47.318 47.365 48.024

(20)

6 Sei Suka 50.474 51.116 51.825 51.872 53.232 7 Medang Deras 44.326 44.970 45.679 45.723 46.846 Jumlah 369.389 374.715 379.678 373.836 375.449

Sumber: Batu Bara dalam Angka ”2010” Biro Pusat Statistik Kab. Asahan (2010).

2.4.3.2. Laju pertumbuhan penduduk

Jumlah laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Batu Bara di Tahun 2009 sebesar 0,06 % per tahun di setiap kecamatan. Pertumbuhan penduduk tersebut di ambil berdasarkan pertumbuhan kabupaten bukan rata-rata laju pertumbuhan kecamatan, dikarenakan ada perkembangan laju jumlah penduduk kecamatan yang mengalami penurunan atau minus. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Laju Pertumbuhan Penduduk Di Kabupaten Batu Bara Tahun 2009

Perkembangan Jumlah Penduduk (Jiwa) No. Kecamatan

2004-2005 2004-2006 2004-2007 2007-2009

1 Sei Balai -0,41 -0,23 -0,21 0,06

2 Tanjung Tiram 0,75 0,33 0,21 0,06

3 Talawi 0,01 0,01 0,01 0,06

4 Lima Puluh 0,01 0,01 0,01 0,06

5 Air Putih 0,01 0,01 0,01 0,06

6 Sei Suka 0,01 0,01 0,01 0,06

7 Medang Deras 0,01 0,01 0,01 0,06

Total 0,014 0,014 0,004 0,06

Sumber: Batu Bara dalam Angka ”2010” Biro Pusat Statistik Kab. Asahan (2010).

2.4.3.3. Distribusi kepadatan penduduk

Berdasarkan data kepadatan penduduk di Kabupaten Batu Bara pada tahun 2009 sebesar 414,88 jiwa/km2. Kepadatan terbesar di Kecamatan Medang Deras

(21)

sebesar 715,53 jiwa/km2 dan kepadatan penduduk terkecil di Kecamatan Sei Suka sebesar 310,44 jiwa/km2. Lihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Kepadatan Penduduk di Kabupaten Batu Bara Tahun 2009

No Kecamatan Luas (Km2)

Jumlah Penduduk

(Jiwa)

Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2)

1 Sei Balai 92,64 29.301 316,29

2 Tanjung Tiram 173,79 59.350 341,50

3 Talawi 89,80 53.792 599,02

4 Lima Puluh 239,55 84.904 354,43

5 Air Putih 72,24 48.024 664,78

6 Sei Suka 171,47 53.232 310,44

7 Medang Deras 65,47 46.846 715,53

Jumlah 904,96 375.449 414,88

Sumber: Batu Bara dalam Angka ”2010” Biro Pusat Statistik Kab. Asahan (2010).

2.4.3.4. Sex ratio

Sex ratio penduduk memberi gambaran perbandingan antara jumlah penduduk

laki-laki dengan jumlah penduduk perempuan. Rasio penduduk laki-laki terhadap penduduk perempuan pada tahun 2007 sebesar 1:1, artinya diibaratkan dalam setiap 100 jiwa penduduk perempuan. Bila dilihat sex ratio di tiap kecamatan, maka Kabupaten Batu Bara yang memiliki ratio perempuan terkecil yaitu 186.340 jiwa penduduk dan yang memiliki ratio laki-laki terbesar yaitu 189.109 jiwa penduduk.

Lihat Tabel 7.

Tabel 7. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Batu Bara Tahun 2009

No Kecamatan Laki-laki (Jiwa)

Perempuan (Jiwa)

Jumlah Penduduk

(Jiwa)

Jumlah KK

1 Sei Balai 14.534 14.767 29.301 6.219

(22)

2 Tanjung Tiram 30.161 29.189 59.350 13.237

3 Talawi 27.119 26.673 53.792 11.960

4 Lima Puluh 42.369 42.535 84.904 18.341

5 Air Putih 24.063 23.961 48.024 11.417

6 Sei Suka 27.174 26.058 53.232 12.701

7 Medan Deras 23.689 23.157 46.846 11.274

Jumlah 189.109 186.340 375.449 85.149

Sumber: Batu Bara dalam Angka ”2010” Biro Pusat Statistik Kab. Asahan (2010).

2.4.4. Kelembagaan Pemerintahan

Perangkat pemerintah Kabupaten Batu Bara adalah Kepala Daerah Kabupaten, Kepala Kecamatan, dan Kepala Desa/Kelurahan. Tugas Pemerintah Kabupaten meliputi wewenang dan kebijaksanaan kegiatan pemerintah daerah, pemerintah umum, pemerintah desa, tugas pembantu, dan lain-lain sesuai dengan Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintahan Daerah, dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 84 Tahun 2000 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah.

Selain Dinas Pemerintah, Kabupaten Batu Bara memiliki Kantor Daerah Kabupaten Batu Bara yang merupakan unsur pelaksana Pemerintah Kabupaten melaksanakan unsur-unsur Pemerintahan yang telah menjadi tanggung jawab dan kewenagannya yang mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Daerah Kabupaten yang mempunyai wilayah kerja satu atau beberapa wilayah Kecamatan.

Untuk membantu pemerintahan daerah dalam melaksanakan wewenang dan tugas daerah maka Pemerintahan Kabupaten Batu Bara di bantu oleh unsur pelaksana Pemerintah Kabupaten meliputi :

A. Sekretariat Daerah

(23)

I. Sekretariat Daerah

II. Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Sosial 1. Bagian Pemerintahan Umum

2. Bagian Hukum

3. Bagian Kesejahteraan Sosial III. Asisten Administrasi Umum

1. Bagian Umum

2. Bagian Organisasi dan Tatalaksana 3. Bagian Hubungan Masyarakat IV. Staf Ahli

B. Sekretariat dewan 1. Bagian Umum

2. Bagian Risalah dan Persidangan

3. Bagian Humas dan Perundang – undangan C. Dinas - Dinas

1. Dinas Pendidikan 2. Dinas Kesehatan 3. Dinas Sosial

4. Dinas Tenaga Kerja

5. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil

6. Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika 7. Dinas Pekerjaan Umum dan Pertambangan

(24)

8. Dinas Peerindustrian, Perdagangan Koperasi dan UKM 9. Dinas Kebudayaan, Periwisata dan Pemuda Olahraga 10. Dinas Pendapatan, Pengolahan Keuangan dan Asset Daerah 11. Dinas Pertanian dan Peternakan

12. Dinas Perkebunan dan Kehutanan 13. Dinas Kelautan dan Perikanan D. Lembaga Teknis Badan

1. Inspektorat

2. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPEDA) 3. Badan Kepegawaian Daerah

4. Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa

5. Badan Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga Berencana 6. Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan

E. Lembaga Teknis Berbentuk Kantor 1. Kantor Lingkungan Hidup 2. Kantor Perpustakaan dan Arsip 3. Kantor Polisi Pamong Praja

4. Kantor Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat 5. Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu

2.4.5. Rona Ekonomi

2.4.5.1. Pertanian tanaman pangan

(25)

Perkembangan subsektor pertanian tanaman pangan yang meliputi komoditi tanaman padi sawah, kacang tanah, kedelai, dan kacang hijau di Kabupaten Batu Bara pada empat tahun teakhir ini mengalami peningkatan, sementara komoditi jagung, ubi kayu dan ubi jalar mengalami penurunan produksi. Sementara untuk komoditi tanaman hortikultura, terutama sayuran dan buah-buahan umunya mengalami penurunan produksi yang dipengaruhi oleh pengurangan luas panen.

Produksi padi sawah di Kabupaten Batu Bara mengalami peningkatkan cukup signifikan. Produksi padi sawah pada tahun 2006 sebanyak 147.541 ton menjadi 169.921 ton pada tahun 2007, yang berarti terjadi peningkatann sebesar 15,17 %.

Peningkatan produksi padi sawah ini terjadi karena adanya peningkatan luas panen dari 28.599 hektar pada tahun 2006 menjadi 32.677 hektar pada tahun 2007. Produksi padi sawah pada tahun 2009, hingga bulan September saja sebesar 189.920 ton yang berarti terjadi peningkatan sebesar 11,77 % dibandingkan pada tahun 2007.

Peningkatan produksi pada sawah ini juga terjadi akibat adanya peningkatan luas panen menjadi 37.984 hektar (hingga September 2009).

Perkembangan luas panen dan produksi padi sawah di Kabupaten Batu Bara terjadi di semua wilayah kecamatan dengan jumlah produksi tertinggi pada tahun 2006 dan 2007 terjadi di Kecamatan Air Putih, sedangakan pada tahun 2009 terjadi di Kecamatan Lima Puluh. Perkembangan luas panen dan produksi padi sawah di setiap wilayah kecamatan di Kabupaten Batu Bara disajikan pada Tabel 8

Peningkatan produksi padi sawah di Kabupaten Batu Bara dari tahun ke tahun sebenarnya masih dapat ditingkatkan bukan hanya disebabkan oleh peningkatan luas

(26)

tanam dan luas panen saja, namun dengan peningkatan produkstivitas lahan.

Produkstivitas lahan untuk tanaman padi sawah di Kabupaten Batu Bara pada tahun 2006 rata-rata sebesar 4,9 ton/ha, meningkat menjadi rata-rata 5,2 ton/ha pada tahun 2007. Produktivitas lahan sawah di Kabupaten ini belum mencapai standar nasional yang ditetapkan sebesar 6,0 ton/ha. Dengan peningkatan produktivitas mencapai standar nasional saja, total produksi padi sawah di Kabupaten Batu Bara dapat ditingkatkan, meskipun luas panen tidak bertambah dan bahkan berkemungkinan berkurang akibat alih fungsi lahan menjadi penggunaan lain seperti untuk perkebunan kelapa sawit dan atau pemukiman.

Tabel 8. Perkembangan Luas Panen dan Produksi Padi Sawah Pada Setiap Kecamatan Di Kabupaten Batu Bara

Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun 2009

No Kecamatan Luas Panen (Ha)

Produksi (Ton)

Luas Panen (Ha)

Produksi (Ton)

Luas Panen (Ha)

Produksi (Ton)

1 Medan Deras 2.047 9.709 4.523 29.428 5.006 25.030

2 Air Putih 6.802 37.339 8.952 45.817 6.080 30.400

3 Sei Suka 2.846 14.652 2.554 13.190 7.543 37.715

4 Lima Puluh 6.444 34.072 5.419 24.433 8.876 44.380

5 Talawi 3.612 17.851 3.515 17.831 5.118 25.590

6 Tanjung Tiram 1.667 5.234 2.212 10.424 955 4.775

7 Sei Balai 5.181 28.684 5.502 28.798 5.006 25.030

Jumlah 28.599 147.541 32.677 169.921 38.584 192.920

Sumber: Batu Bara dalam Angka ”2010” Biro Pusat Statistik Kab. Asahan (2010).

Peningkatkan total produksi padi sawah di Kabupaten Batu Bara dari tahun 2006 ke tahun 2007 tidak diikuti oleh produksi komoditi tanaman pangan lainnya,

(27)

terutama jagung, ubi kayu dan ubi jalar. Total produksi jagung di daerah ini paada tahun 2006 sebanyak 7050 ton menurun cukup drastis menjadi hanya 1370 ton.

Demikian halnya dengan ubi kayu yang dapat mencapai produksi 11989 ton pada tahun 2006 menjadi hanya 8008 ton pada tahun 2007. Penurunan produksi jagung dan ubi kayu dari tahun 2006 ke tahun 2007, disamping disebabkan oleh penurunan luas panen, juga disebabkan penurunan produktivitas lahan. Namun pada tahun 2009 (hingga bulan September), terjadi peningkatkan produksi cukup berarti pada dua komoditi ini. Peningkatkan produktivitas rata-rata untuk jagung dan 927 hektar untuk ubi kayu. Dengan asumsi produktivitas rata-rata untuk jagung sebesar 4,5 ton/ha untuk ubi kayu sebesar 23 ton/ha, maka produksi jagung pada tahun 2009 (hingga bulan September) mencapai 11.497,5 ton, sedangkan produksi ubi kayu mencapai 21.321 ton.

Produksi jagung tertinggi pada tahun 2006 terjadi di Kecamatan Medan Deras dan Kecamatan Sie Suka, sedangkan pada tahun 2007 juga terjadi di Kecamatan Medan Deras yang diikuti kemudian di Kecamatan Lima Puluh. Data perkembangan produksi dan luas panen jagung pada setiap kecamatan di Kabupaten Batu Bara disajikan pada Tabel 9

Tabel 9. Perkembangan Luas Panen dan Produksi Jagung Pada Setiap Kecamatan di Kabupaten Batu Bara

Tahun 20061) Tahun 20072) No Kecamatan Luas Panen

(Ha)

Produksi (Ton)

Luas Panen (Ha)

Produksi (Ton)

1 Medan Deras 501 2.590 113 611

2 Air Putih 28 120 23 114

3 Sei Suka 500 3.817 30 162

(28)

4 Lima Puluh 65 263 80 392

5 Talawi 27 167 3 12

6 Tanjung Tiram 5 23 5 17

7 Sei Balai 31 70 26 62

Jumlah 1.175 7.050 280 1.370

Sumber: Batu Bara dalam Angka ”2010” Biro Pusat Statistik Kab. Asahan (2010).

Penurunan produksi jagung di Kabupaten Batu Bara pada tahun 2007 terjadi di semua Kecamatan, kecuali di Kecamatan Lima Puluh yang terjadi sedikit peningkatkan dari 263 ton pada tahun 2006 menjadi 392 ton pada tahun 2007 (Tabel 10).

Berbeda dengan komoditi jagung, produksi ubi kayu tertinggi pada tahun 2006 diperoleh di Kecamatan Sei Suka, sedangkan pada tahun 2007 terjadi di Kecamatan Lima Puluh. Data perkembangan produksi dan luas panen komoditi ubi kayu pada setiap Kecamatan di Kabupaten Batu Bara disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Perkembangan Luas Panen dan Produksi Ubi Kayu Pada Setiap Kecamatan di Kabupaten Batu Bara

Tahun 2006 Tahun 2007 No Kecamatan

Luas Panen (Ha)

Produksi (Ton)

Luas Panen (Ha)

Produksi (Ton)

1 Medan Deras 6 90 33 502

2 Air Putih 8 240 6 180

3 Sei Suka 212 8.945 55 1.533

4 Lima Puluh 60 1.050 120 3.600

5 Talawi 35 811 49 1.137

6 Tanjung Tiram 40 593 8 126

7 Sei Balai 19 230 75 930

Jumlah 380 11.989 346 8. 008

(29)

Sumber: Batu Bara dalam Angka ”2010” Biro Pusat Statistik Kab. Asahan (2010).

Dari Tabel 10 dapat diketahui bahwa penurunan produksi ubi kayu secara drastis terjadi di Kecamatan Sei Suka dari 8945 ton pada tahun 2006 menjadi hanya 1533 ton pada tahun 2007. Penurunan produksi ubi kayu juga terjadi di Kecamatan Air Putih dan Tanjung Tiram, sementara di Kecamatan lainnya (Medang Deras, Lima Puluh, talawi dan Sei Balai) terjadi peningkatan produksi. Namun peningkatan produksi di empat kecamatan yang disebutkan terakhir ini tidak dapat mengimbangi penurunan produksi yang sangat drastis yang terjadi di Kecamatan Sei Suka mencapai sekitar 7421 ton.

Perkembangan budidaya dan produksi komoditi tanaman pangan lainnya ada yang mengalami peningkatan yaitu kacang tanah dan kacang hijau dan ada juga yang mengalami penurunan pada 2006-2007 dan meningkat pada 2009 yaitu kedelai dan mengalami penurunan terus menerus yaitu ubi jalar.

Produksi kacang tanah di Kabupaten Batu Bara pada tahun 2006 sebanyak 14 ton dari luas panen 15 hektar menjadi 28 ton dengan luas panen 20 hektar pada tahun 2007. Selanjutnya berdasarkan laporan posko bulanan Dinas Pertanian dan Peternakan kabupaten Batu Bara tahun 2009 bahwa hingga bulan September saja produksi total kacang tanah bisa mencapai 44 ton dari luas panen 44 hektar (asumsi produktivitas kacang tanah rata-rata 1 ton/ha). Dalam hal ini peningkatan produksi kacang tanah masih disebabkan oleh faktor peningkatan luas panen (ekstensifikasi). Masih sangat terbuka peluang peningkatan produksi kacang tanah di daerah ini melalui peningkatan produktivitas dengan memanfaatkan agroteknologi yang berkembang. Demikian pula

(30)

pengembangan luas panen masih dapat dilakukan guna meningkatkan produksi kacang tanah di Kabupaten Batu Bara karena wilayah kecamatan yang menghasilkan kacang tanah selama ini hanya di Kecamatan Air Putih, Sei Suka, dan Medang Deras saja.

Hal yang sama terjadi pada peningkatan produksi kacang hijau. Dari luas panen 33 hektar pada tahun 2006 dihasilkan 31 ton kacang hijau. Produksi kacang hijau meningkat pada tahun 2007 menjadi 53 ton dengan peningkatan luas panen menjadi 39 hektar. Demikian pula pada tahun 2009 (hingga bulan September) menurut laporan posko bulanan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Batu Bara tahun 2009 bahwa terjadi peningkatan luas panen menjadi 51 hektar. Ini berarti dapat memproduksi kacang hijau sebanyak 58.61 ton bila produktivitas kacang hijau ini rata- rata 1,15 ton/ha. Wilayah kecamatan yang banyak memproduksi kacang hijau di Kabupaten Batu Bara adalah Kecamatan Air Putih, Sei Balai, dan Medang Deras.

Produksi kedelai di Kabupaten Batu Bara mengalami penurunan dari tahun 2006 dengan produksi sebanyak 53 ton dari luas panen 97 hektar menjadi 19 ton dari luas panen 16 hektar pada tahun 2007. Pada tahun 2009 (hingga bulan September) menurut laporan posko bulanan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Batu Bara tahun 2009 bahwa luas panen kedelai meningkat drastis menjadi 590 hektar. Dengan produktivitas kedelai di daerah ini rata-rata sebesar 0,87 ton/ha akan diperoleh produksi kedelai sebanyak 511 ton. Daerah penghasil kedelai di Kabupaten Batu Bara adalah Kecamatan Sei Balai, Talawi, Air Putih dan Sei Suka.

Komoditi tanaman pangan yang terus menerus mengalami penurunan produksi adalah ubi jalar. Total produksi sebanyak 1619 ton dari luas panen 117 hektar pada

(31)

tahun 2006 menurun menjadi 1490 ton dari luas panen yang juga menurun menjadi 106 hektar pada tahun 2007. Pada tahun 2009 (hingga bulan September) menurut laporan posko bulanan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Batu Bara tahun 2009 bahwa luas panen ubi jalar menjadi hanya 36 hektar. Dengan produktivitas ubi jalar rata-rata di daerah ini sebesar 13,95 ton/ha maka total produksi di tahun 2009 hanya 502 ton. Daerah penghasil ubi jalar di Kabupaten Batu Bara masih terbatas di tiga kecamatan saja, yaitu Kecamatan Lima Puluh, Medang Deras dan Sei Balai.

2.4.5.2. Tanaman hortikultura

Komoditi tanaman hortikultura (sayuran dan buah-buahan) yang banyak diusahakan di Kabupaten Batu Bara adalah mentimun, cabai, kacang panjang, sawi/petsai, terung, bayam, tomat dan semangka Tabel 11.

Produksi mentimun di Kabupaten Batu Bara pada tahun 2008 mengalami penurunan sebesar 620 ton atau 25% dari tahun sebelumnya. Produksi mentimun pada tahun 2007 sebanyak 3095 ton dari luas panen 206 hektar (Batu Bara dalam Angka, 2008) menjadi 2475 ton dari luas panen 110 hektar pada tahun 2008 (Posko Bulanan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Batu Bara, 2009). Dari sumber (bahan) bacaan yang sama, diketahui bahwa produksi cabai juga mengalami penurunan dari 3446 ton dari luas panen 440 hektar pada tahun 2007 menjadi hanya 339 ton dari luas panen 29 hektar pada tahun 2008.

Tabel 11. Perkembangan Luas Panen dan Produksi Berbagai Komoditi Hortikultura di Kabupaten Batu Bara

(32)

Tahun 20071) Tahun 20082)

No Kecamatan Luas Panen

(Ha)

Produks i (Ton)

Luas Panen (Ha)

Produksi (Ton)

1 Sawi/Petsai 256 1830 15 150

2 Kacang Panjang 384 2501 43 645

3 Cabai (besar/kecil) 440 3446 29 339

4 Tomat - - 1,5 30

5 Terung 292 2713 15 225

6 Mentimun 206 3095 110 2.475

7 Kangkung 198 1219 9 67,5

8 Bayam 244 1436 40 300

9 Semangka Tidak ada data 400 12.00

Sumber: Batu Bara dalam Angka ”2010” Biro Pusat Statistik Kab. Asahan (2010).

Produksi kacang panjang pada tahun 2008 juga mengalami penurunan bila dibandingkan dengan produksi pada tahun 2007. Produksi kacang panjang pada tahun 2007 sebesar 2501 ton (Batu Bara Dalam Angka, 2008) menjadi hanya 645 ton pada tahun 2008 (Posko Bulanan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Batu Bara, 2008). Penurunan produksi yang sangat drastis ini disebabkan oleh penurunan luas panen yang sangat tinggi dari 384 hektar pada tahun 2007 menjadi 43 hektar pada tahun 2008.

Produksi sayuran yang juga mengalami penurunan drastis adalah terung.

Produksi terung paada tahun 2007 sebanyak 2713 ton dari luas panen 292 hektar (Batu Bara Dalam Angka, 2008) menjadi hanya 225 ton dari luas panen 15 hektar pada tahun 2008 (Posko Bulanan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Batu Bara, 2009).

Hal yang sama terjadi pada sayuran sawi/petsai yang mengalami penurunan dari 1830 ton dengan luas panen tanam 256 hektar pada tahun 2007 menjadi 150 ton dari 15

(33)

hektar luas panen pada tahun 2008. Produksi bayam juga menurun dari 1436 ton dengan luas panen 244 hektar pada tahun 2007 menjadi 300 ton dari luas panen 40 hektar pada tahun 2008. Produksi kangkung menurun drastis dari 1219 ton dengan luas panen 198 hektar menjadi hanya 67,5 ton dari luas panen 9 hektar pada tahun 2008.

Hanya produksi tomat yang mengalami peningkatkan dari tidak ada produksi pada tahun 2007 menjadi 30 ton pada tahun 2008 dari luas panen 1,5 hektar. Buah semangka diproduksi di Kabupaten Batu Bara sebanyak 12000 ton dari luas panen 400 hektar pada tahun 2008 (Posko Bulanan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Batu Bara, 2009).

Komoditi tanaman buah-buahan yang potensial untuk dikembangkan di Kabupaten Batu Bara berdasarkan pengamatan lapangan selain semangka adalah rambutan, sawo dan sukun. Rambutan banyak dijumpai pada lahan pekarangan di Kecamatan Air Putih dan Lima Puluh yang kemudian dapat dikembangkan di daerah ini lainnya, terutama pada kawasan tengah kearah barat dari Kabupaten Batu Bara ini.

Pohon sawo banyak dijumpai dan dapat dikembangkan di Kecamatan Sei Suka dan sekitarnya, demikian juga dengan sukun yang banyak dijumpai di Kecamatan Lima Puluh. Pohon sukun banyak dijumpai sebagai komponen kebun campuran, baik di lahan pekarangan maupun di perladangan (telagan).

2.4.5.3. Daerah penangkapan ikan

Karena posisi letak geografis Kabupaten Batu Bara sebelah timur bersebelahan dengan selat Malaka, maka daerah penangkapan ikan (fishing ground) mengandalkan perairan laut selat Malaka. Perairan laut Kabupaten Batu Bara seluas 7.280 hektar yang

(34)

terdiri dari perairan laut Kecamatan Tanjung Tiram seluas 3.471 hektar, Kecamatan Talawi seluas 286 hektar, Kecamatan Lima Puluh seluas 1.105 hektar, Kecamatan Sei Suka seluas 663 hektar dan Kecamatan Medang Deras seluas 1.755 hektar. Untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 12 berikut ini:

Tabel 12. Luas Daerah Penangkapan Ikan Menurut Kecamatan Kabupaten Batu Bara Tahun 2008

No Kecamatan Luas (Ha) 1 Tanjung Tiram 3.471

2 Talawi 286

3 Lima Puluh 1.1.05

4 Sei Suka 663

5 Medang Deras 1.755

Jumlah 7. 280

Sumber: Batu Bara dalam Angka ”2010” Biro Pusat Statistik Kab. Asahan (2010).

Kecamatan Tanjung Tiram memiliki perairan laut yang luas 3.471 hektar sebagai daerah penangkapan ikan bagi nelayan Kabupaten Batu Bara dan memiliki 1 unit TPI, kemudian disusul oleh Kecamatan Medang Deras 1.755 hektar yang memiliki 2 unti TPI. Sedangkan yang memiliki perairan laut terkecil sebagai daerah penangkapan ikan adalah di Kecamatan Talawi seluas 286 hektar.

A. Budidaya Laut

Kawasan budidaya laut Kabupaten Batu Bara tahun 2008 seluas 321 hektar yang tersebar di 5 Kecamatan Pesisir. Untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel 13 berikut ini. Kecamatan Tanjung Tiram memiliki kawasan budidaya air laut terluas dibanding dengan Kecamatan Medang Deras seluas 85 hektar dan yang terkecil adalah

Referensi

Dokumen terkait

(2003) melakukan penelitian tentang determinan efisiensi teknis usahatani padi di lahan sawah irigasi menggunakan TE efec model dengan pendekatan fungsi produksi stochastic

Dari tabel 4.20 dapat dilihat hasil regresi diatas pengaruh variabel luas panen, produksi dan pendidikan terhadap kesejahteraan petani padi sawah di

Yasa dan Hadayani( 2017) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Sawah di Desa Bonemarawa Kecamatan Riopakava Kabupaten

Rawanan pangan disebabkan karena sawah lama menghasilkan produktivitas padi dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat tidak mampu menghasilkan produksi untuk menyeimbangkan

Luas Panen, Rata-rata Produksi dan Total Produksi Padi Sawah Menurut Kecamatan Tahun 2010.. Harvested Area, Average Production and Production of Wetland Paddy per Districts

Luas Panen, Rata-rata Produksi dan Total Produksi Padi Sawah Menurut Kecamatan Tahun 2011 Harvest Area, Average Production, and Total Production of Wetland Paddy per Districts

Pada Tabel 1 diatas memperlihatkan bahwa luas tanam, luas panen, produksi dan produktivitas padi sawah di Kecamatan Kuta Baro selama lima tahun terakhir mengalami fluktuasi, hal ini

Data Rataan Curah Hujan Selama Dua Musim Tanam, Luas Sawah Irigasi dan Non Irigasi, Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas padi di Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli