• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG PENGGUNAAN LENSA KONTAK PADA SISWI SMA NEGERI 3 MEDAN SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG PENGGUNAAN LENSA KONTAK PADA SISWI SMA NEGERI 3 MEDAN SKRIPSI"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG PENGGUNAAN LENSA KONTAK PADA SISWI

SMA NEGERI 3 MEDAN

SKRIPSI

Oleh:

PRILLY TRI TANIA 160100071

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG PENGGUNAAN LENSA KONTAK PADA SISWI

SMA NEGERI 3 MEDAN

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Oleh:

PRILLY TRI TANIA 160100071

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(3)
(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan berkat-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Skripsi ini berjudul “Gambaran Tingkat Pengetahuan tentang Penggunaan Lensa Kontak pada Siswi SMA Negeri 3 Medan” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran program studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini, penulis mendapat banyak dukungan dan bantuan baik secara moril maupun materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K), yang banyak memberikan dukungan secara psikologi selama proses penyusunan skripsi.

2. Dosen Pembimbing, dr. Vanda Virgayanti, M.Ked(Oph), Sp.M, yang banyak memberikan arahan, masukan, ilmu, dan motivasi kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan sedemikian rupa.

3. Ketua Penguji, dr. T. Siti Harilza Zubaidah, M.Ked(Oph), Sp.M, dan Anggota Penguji, dr. Mustafa Mahmud Amin, M.Ked(KJ), M.Sc, Sp.KJ (K), untuk setiap kritik dan saran yang membangun selama proses pembuatan skripsi ini.

4. Dosen Pembimbing Akademik, dr. Abdul Halim Raynaldo, M.Ked (Cardio), Sp.JP (K), yang senantiasa membimbing dan memberikan motivasi selama masa perkuliahan 7 semester.

5. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas bimbingan dan ilmu yang diberikan dari mulai awal perkuliahan hingga penulis menyelesaikan skripsi ini.

(5)

6.

Kepada Bapak/Ibu Kepala Sekolah SMA Negeri 3 Medan yang telah memberi izin sekaligus memfasilitasi penulis dalam pelaksanaan penelitian. Terima kasih juga saya haturkan kepada Bapak/Ibu guru yang telah membantu penulis dalam menyukseskan penelitian.

7.

Keluarga tercinta yang senantiasa memberikan doa, dukungan dan perhatian tiada henti kepada penulis, teruntuk yang tercinta Ayahanda Suparman, Ibunda Sri Rahayu, kakak Poppy Pradina, Pebby Dwi Novindy, serta adik tercinta M. Yoza Jovansyah Ramadhan

8.

Sahabat-sahabat penulis, Muthiah Alfiah Anggi Siregar, Aziizah Gita, Tengku Vira Annisa, Ananda Pratiwi, Maghfirah Naziha Batubara, Berlian Febia, Savira Laniari, Zafira Kirey, M. Ikhfa, M. Alfie Syahrin, Rahmadani Putri Zein, Tasya Namira dan sahabat terbaik lainnya yang tak bisa disebut satu per satu yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan, dan motivasi dari awal perkuliahan sampai selesainya skripsi ini.

9.

Kepada senior yang selalu menjadi panutan penulis, Hannan AB. Zubaidi yang telah membantu dalam membimbing penulis serta memberikan dukungan dan saran dalam menyelesaikan skripsi ini.

10.

Semua pihak yang mendukung, membantu, dan mendoakan penulis yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

(6)

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi konten maupun cara penulisannya. Oleh sebab itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran agar penulis dapat menyempurnakan skripsi ini.

Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan mampu memberikan sumbangsih bagi bangsa dan Negara terutama dalam bidang pendidikan terkhususnya ilmu kedokteran.

Medan, 20 November 2019 Penulis,

Prilly Tri Tania 160100071

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Pengesahan ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi... v

Daftar Gambar ... vii

Daftar Tabel ... viii

Daftar Lampiran ... ix

Daftar Singkatan... x

Abstrak ... xi

Abtract ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1 Tujuan Umum ... 3

1.3.2 Tujuan Khusus ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

1.4.1 Bidang Penelitian ... 3

1.4.2 Bidang Institusi ... 3

1.4.3 Bagi Masyarakat ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Pengetahuan ... 4

2.1.1 Pengertian Pengetahuan... 4

2.1.2 Tingkat Pengetahuan ... 4

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi ... 5

2.1.4 Pengukuran pengetahuan ... 6

2.2 Anatomi Mata ... 7

2.3 Fisiologi Penglihatan Mata ... 8

2.4 Gangguan Refraksi ... 9

2.5 Lensa Kontak ... 10

2.5.1 Definisi Lensa Kontak ... 10

2.5.2 Fungsi Lensa Kontak ... 10

2.5.3 Jenis-jenis Lensa Kontak ... 12

2.5.4 Bentuk-bentuk Lensa Kontak ... 13

2.5.5 Teknik Pengguna Lensa Kontak yang Aman 13 2.5.6 Dampak Negatif Lensa Kontak ... 14

2.5.7 Indikasi dan Kontraindikasi Lensa Kontak .. 20

2.6 Kerangka Teori ... 22

2.7 Kerangka Konsep ... 23

(8)

BAB III METODE PENELITIAN ... 24

3.1 Rancangan Penelitian ... 24

3.2 Lokasi Penelitian ... 24

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian... 24

3.3.1 Populasi ... 24

3.3.2 Sampel ... 25

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 27

3.4.1 Data Primer ... 27

3.4.2 Instrumen Penelitian ... 27

3.5 Definisi Operasional ... 27

3.6 Metode Analisis Data ... 29

3.6.1 Pengolahan Data ... 29

3.6.2 Analisis Data ... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 31

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 36

5.1 Kesimpulan... 36

5.2 Saran... 37

DAFTAR PUSTAKA... 38

LAMPIRAN... 42

(9)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Anatomi Mata ... 7

2.2 Giant Papillary Conjunctivitis ... 15

2.3 Ptosis ... 15

2.4 Alergi Lensa Kontak ... 16

2.5 CL-ISLK ... 17

2.6 Keratitis Kornea ... 18

2.7 Acanthamoeba Keratitis ... 19

2.8 Kerangka Teori ... 22

2.9 Kerangka Konsep ... 23

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Populasi Penelitian ... 25

3.2 Definisi Operasional ... 27

4.1 Distribusi Tingkat Pengetahuan ... 31

4.2 Distribusi Usia Siswi Pertama Kali ... 32

4.3 Distribusi Lama Penggunaan Lensa ... 33

4.4 Distribusi Alasan Penggunaan Lensa ... 33

4.5 Distribusi Tingkat Pengetahuan dilihat dari Usia Pertama Kali 34

(11)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A Biodata Penulis

Lampiran B Surat Pernyataan Orisinilitas Lampiran C Ethical Clearance

Lampiran D Informed Consent Lampiran E Kuesioner Penelitian Lampiran F Surat Izin Meneliti

Lampiran G Surat Keterangan Sudah Melakukan Penelitian Lampiran H Data Induk Penelitian

Lampiran I Analisis Statistik Lampiran J Dokumentasi

ix

(12)

DAFTAR SINGKATAN

NCBI : The National Center for Biotechnology Information RGP : Rigid Gas Permeable

PMMA : Polymethyl Methacrylate

pHEMA : Poly Hydroxyethyl Methacrylate GPC : Giant Papillary Conjunctivitis

CL-ISLK : Contact Lens-Induced Superior Limbic Keratoconjunctivits SOP : Standar Operasional Prosedur

(13)

ABSTRAK

Latar Belakang. Lensa kontak adalah alat bantu penglihatan yang di letakkan di permukaan kornea.

Lensa kontak mudah digunakan, nyaman untuk beraktivitas, memberikan lapang pand91ang lebih luas, dan lebih baik secara estetik. Para pengguna lensa kontak memiliki alasan mereka masing- masing untuk menggunakan lensa kontak seperti untuk koreksi mata atau memperindah penampilan.

Tujuan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan tentang penggunaan lensa kontak. Metode. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, dengan rancangan penelitian deskriptif dan menggunakan pendekatan penelitian cross sectional. Sampel penelitian adalah siswi SMA Negeri 3 Medan yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dan diambil berdasarkan metode random sampling. Hasil. Penelitian ini memperlihatkan bahwa tingkat pengetahuan penggunaan lensa kontak dalam kategori baik yaitu sebanyak 81 siswi dari 89 siswi (91%), berdasarkan usia siswi pertama kali yang menggunakan lensa kontak paling banyak usia 15 tahun yaitu sebanyak 40 siswi dari 89 siswi (44,9%), berdasarkan lama penggunaan lensa kontak paling banyak selama 1 tahun yaitu sebanyak 41 siswi (46,1%), berdasarkan alasan penggunaan lensa kontak paling banyak dengan alasan kosmetik yaitu sebanyak 50 orang (66,7%), berdasarkan dilihat dari pertama kali menggunakan lensa kontak paling banyak berusia 15 tahun dan tingkat pengetahuan dalam kategori baik yaitu sebanyak 36 siswi dari 89 siswi (44,4%). Kesimpulan. Terdapat 81 dari 89 siswi berpengetahuan baik dalam penggunaan lensa kontak.

Kata kunci : Pengetahuan, Lensa Kontak, Optik, Kosmetik.

(14)

ABSTRACT

Background. Contact lenses are visual aids placed on the surface of the cornea. Contact lenses are easy to use, comfortable to move on, give a wider field of view, and are aesthetically better. Contact lens users have each for each of them using contact lenses to improve their eyes or enhance their appearance. Objective. This research was conducted to determine the level of knowledge about the use of contacts. Method. This research is a quantitative study, with a descriptive research design and using cross-sectional research. The sample of the research is female students of SMA Negeri 3 Medan who has met the inclusion and exclusion criteria and taken using the random sampling method.

Results. This study increased the level of knowledge about the use of contacts in both categories by 81 students from 89 students (91%), based on the age of the first students who used contacts for a maximum of 15 years, 40 students from 89 students (44.9%), based on the longest use of contacts for 1 year is 41 students (46.1%), based on the reason of using the most contacts for cosmetic reasons as many as 50 people (66.7%), based on the first time seen using the most number of contacts is 15 years and the level of knowledge in both categories is 36 students out of 89 students (44.4%). Conclusion.

There are 81 out of 89 students who are well-informed in the use of contact lenses.

Keywords : Knowledge, Contact Lenses, Optic, Cosmetic.

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Mata adalah salah satu indera diantara panca indera yang paling penting bagi manusia. Dengan mata yang sehat manusia bisa melakukan aktivitas sehari-hari.

Namun pada kenyataannya tidak semua orang memiliki mata yang sehat sehingga mengharuskan mereka menggunakan alat bantu untuk dapat melihat. Salah satu alat bantu itu adalah lensa kontak (Fatin, 2010).

Lensa kontak adalah alat bantu penglihatan yang di letakkan di permukaan kornea. Lensa kontak mudah digunakan, nyaman untuk beraktivitas, memberikan lapang pandang lebih luas, dan lebih baik secara estetik (Chalmers, 2010). Para pengguna lensa kontak memiliki alasan mereka masing-masing untuk menggunakan lensa kontak seperti untuk koreksi mata atau memperindah penampilan (American Academy of Ophthalmology, 2013).

Seseorang pemakai lensa kontak harus mematuhi panduan penjagaan lensa kontak yang benar seperti yang dianjurkan oleh American Optometric Association agar tidak menimbulkan dampak negatif pada mata. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah pengetahuan penggunaan lensa kontak (Narainasamy D, 2013). Pemakaian lensa kontak ternyata juga memiliki sisi negatif terutama bagi mereka yang menggunakan secara terus-menerus tanpa memperhatikan unsur kesehatan. Masalah yang ditimbulkan dengan pemakaian lensa kontak tergantung pada beberapa faktor seperti bahan lensa, kebersihan lensa, jenis cairan pencuci lensa, tingkat pengetahuan penggunaan lensa dan rutin pencuciannya, pemakaian lensa yang terlalu lama, tidur tanpa melepaskan lensa, dan kebersihan penyimpanan lensa (Dwight, 2012).

Penggunaan lensa kontak cukup popular dengan jumlah kira-kira lebih dari 125 juta pemakai lensa kontak di seluruh dunia (Rumpakis, 2010). Berdasarkan data NCBI, pengguna terbanyak terdapat di benua Asia dan Amerika dimana 38

(16)

juta pengguna berasal dari Amerika Utara kemudian 24 juta pengguna berasal dari Asia dan 20 juta pengguna berasal dari Eropa (Wakarie, 2013).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Winda (2011) di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, bahwa tingkat pengetahuan penggunaan lensa kontak sangat penting sebagai prevalensi untuk tidak terjadinya komplikasi akibat penggunaan lensa kontak yang salah. Dari hasil penelitian secara keseluruhan diperoleh sebanyak 21 responden (36,9%) berpengetahuan baik, 36 responden (63,1%) berpengetahuan sedang, dan tidak ada responden (0%) berpengetahuan kurang. Dari hasil data tersebut, dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan penggunaan lensa kontak terhadap dampak negatif penggunaanya pada angkatan 2007, 2008, dan 2009 berada di kategori sedang (Winda, 2011).

Menurut (Ibrahim, 2007 dalam Khaerunnisa, 2012) kehadiran lensa kontak memang banyak membantu mereka yang kurang nyaman dengan kacamata tetapi belum banyak yang tahu ternyata hal tersebut dapat memicu rusaknya kornea mata seperti keratitis. Penggunaan lensa kontak merupakan salah satu penyebab keratitis tertinggi di seluruh dunia terutama pada negara maju. Keratitis bisa disebabkan oleh bakteri, parasit, jamur, trauma dan lain-lain. Penggunaan lensa kontak dapat mengakibatkan keratitis Acanthamoeba, angka kejadian sebanyak 95% kasus yang telah dilaporkan. Sebelum munculnya populasi yang menggunakan lensa, keratitis Acanthamoeba sangat jarang ditemukan. Pada tahun 2000, diperkirakan jumlah pengguna lensa kontak adalah sebanyak 80 Milyar (Amirah, 2010).

Berdasarkan penjelasan diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai gambaran tingkat pengetahuan tentang penggunaan lensa kontak pada siswi SMA Negeri 3 Medan.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Bagaimanakah tingkat pengetahuan tentang penggunaan lensa kontak pada siswi SMA Negeri 3 Medan?

(17)

1.3 TUJUAN PENELITIAN 1.3.1 TUJUAN UMUM

Untuk mengetahui tingkat pengetahuan tentang penggunaan lensa kontak pada siswi SMA Negeri 3 Medan.

1.3.2 TUJUAN KHUSUS

1. Mengidentifikasi gambaran usia pertama kali menggunakan lensa kontak pada siswi SMA Negeri 3 Medan.

2. Mengidentifikasi gambaran tentang lama penggunaan lensa kontak pada siswi SMA Negeri 3 Medan.

3. Mengidentifikasi gambaran alasan menggunakan lensa kontak pada siswi SMA Negeri 3 Medan.

4. Mengidentifikasi gambaran dilihat dari pertama kali menggunakan lensa kontak pada siswi SMA Negeri 3 Medan.

1.4 MANFAAT PENELITIAN 1.4.1 Bagi Peneliti

Dapat memperoleh informasi serta menambah wawasan peneliti terkait gambaran tingkat pengetahuan tentang penggunaan lensa kontak pada siswi SMA Negeri 3 Medan.

1.4.2 Bagi Institusi

Mendapatkan data mengenai tingkat pengetahuan tentang penggunaan lensa kontak yang kemudian dapat digunakan sebagai referensi atau bahan acuan untuk penelitian-penelitian selanjutnya ataupun kepentingan lainnya.

1.4.3 Bagi Masyarakat

Untuk mengetahui informasi serta mengedukasi tentang gambaran tingkat pengetahuan penggunaan lensa kontak pada siswi SMA Negeri 3 Medan.

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENGETAHUAN

2.1.1 Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi melalui panca indera seseorang (penginderaan) terhadap suatu objek tertentu, yaitu melalui indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Oleh karena itu, pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2003).

2.1.2 Tingkat Pengetahuan

Menurut Bloom (1956, dalam Budiman dan Riyanto, 2013) ada 6 tahapan pengetahuan, yaitu:

1. Tahu (Know)

Berisikan kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dan sebagainya.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi tersebut secara benar.

(19)

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis merujuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

1. Pengalaman

Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain.

2. Tingkat pendidikan

Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang.

3. Keyakinan

Biasanya keyakinan diperoleh secara turun temurun dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini bisa mempengaruhi pengetahuan seseorang, baik keyakinan itu sifatnya postitif maupun negatif.

(20)

4. Fasilitas

Fasilitas-fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang, misalnya radio, televise, majalah, koran dan buku.

5. Penghasilan

Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan seseorang.

Namun bila seseorang berpenghasilan cukup besar, maka dia akan mampu untuk menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas sumber informasi.

6. Sosial budaya

Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu.

2.1.4 Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan menurut Arikunto (2006), dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dengan objek penelitian atau responden. Data yang bersifat kualitatif digambarkan dengan kata-kata, sedangkan data yang bersifat kuantitatif terwujud angka-angka, hasil perhitungan atau pengukuran, dapat diproses dengan cara dijumlahkan, dibandikan dengan jumlah yang diharapkan dan diperoleh persentase, setelah dipersentasekan lalu ditafsirkan ke dalam kalimat yang bersifat kualitatif.

a. Kategori baik yaitu menjawab benar 76%-100% dari yang diharapkan b. Kategori cukup yaitu menjawab benar 56%-75% dari yang diharapkan c. Kategori kurang yaitu menjawab benar <56% dari yang diharapkan.

(21)

2.2 ANATOMI MATA

Gambar 2.1 Anatomi Mata. (Sumber: Vaughan & Asbury’s, 2015)

Mata tersusun dari berbagai struktur yang menunjang bentuk serta fungsinya sebagai organ penglihatan. Adapun struktur mata terdiri atas:

A. Kelopak mata

Kelopak atau palpebra memiliki fungsi untuk melindungi bola mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang berbentuk film air mata di depan kornea.

Palpebra berfungsi untuk membuka dan menutup mata sehingga dapat melindungi bola mata dari trauma, sinar, dan kekeringan bola mata (Ilyas, 2015).

B. Konjungtiva

Konjungtiva adalah selaput lendir tipis dan transparan, yang melapisi bagian depan permukaan bola mata sampai belakang kelopak mata. Konjungtiva dilapisi tirai air mata yang berfungsi sebagai permukaan licin agar gerakan bola mata lancar dan tidak terjadi iritasi akibat gesekan (Vaughan & Asbury’s, 2015).

(22)

C. Bola mata

Bola mata berbentuk bulat dengan diameter anteroposterior maksimal 24 mm (Vaughan & Asbury’s, 2015).

D. Kornea

Kornea adalah lapisan transparan yang terletak di mata bagian depan. Kornea merupakan media refraksi pertama yang dilewati cahaya sehingga amat penting menjaga fungsi kornea agar tetap transparan. Selain itu kelengkungan dan regularitas permukaan kornea sangat berperan dalam pembiasan cahaya agar terfokus di retina (Vaughan & Asbury’s, 2015).

E. Lensa

Lensa mata berbentuk bikonveks, transparan, dan tidak berwarna. Fungsi lensa adalah memfokuskan berkas cahaya yang masuk melalui kornea agar jatuh tepat di retina (Vaughan & Asbury’s, 2015)

Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris yang terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi (Ilyas, 2015).

2.3 FISIOLOGI PENGLIHATAN MATA

Manusia dapat melihat objek karena objek tersebut memantulkan cahaya. Dari setiap titik sumber cahaya terpancar gelombang cahaya ke semua arah (divergen).

Berkas cahaya divergen yang masuk ke mata mengalami pembelokkan atau kepadatan berbeda. Berkas cahaya oleh media refraksi difokuskan ke titik peka cahaya di retina agar terbentuk bayangan yang akurat. Sinyal yang dihasilkan dikirim ke otak untuk interpretasi visual terhadap objek yang dipandangnya. Kornea, lensa, dan vitreous berperan membiaskan cahaya. Bayangan objek berupa berkas cahaya yang diterima retina diubah menjadi sinyal listrik lalu diteruskan ke nervus optikus.

Sinyal yang berasal dari retina nasalis akan menyilang di kiasma optikum, sedangkan

(23)

dari retina temporalis berjalan melalui lateral kiasma tanpa saling menyilang.

Selanjutnya sinyal berjalan ke bagian posterior kiasma yaitu traktus optikus lalu ke nukleus genikulatum lateralis dorsalis di thalamus kemudian berjalan ke posterior sebagai radiasi optikus dan berakhir di primary visual area di korteks serebral lobus oksipital untuk interpretasi visual sehingga manusia dapat mengenali objek yang dilihat (Albert DM, 2008 ; Kanski JJ, 2011 ; Eva PR, 2007).

2.4 GANGGUAN REFRAKSI

Gangguan penglihatan disebabkan oleh gangguan penerimaan cahaya di sel fotoreseptor retina karena terganggunya kemampuan kornea dan lensa untuk memfokuskan cahaya dengan tepat, terganggunya media pembiasan, atau kerusakan di lapisan retina. Gangguan pembiasan cahaya yaitu tidak dapat difokuskan di retina meskipun media pembiasan jernih disebut gangguan refraksi. Gangguan refraksi dapat berupa miopia, hipermetropia, astigmatisme, dan presbyopia (Kanski JJ, 2011).

Miopia atau rabun jauh adalah keadaan mata yang mempunyai kekuatan pembiasan sinar yang berlebihan sehingga sinar yang datang dibiaskan di depan retina (bintik kuning) (Ilyas, 2015). Penderita miopia mengeluh pandangan buram saat melihat objek yang jauh tanpa rasa lelah di mata. Tajam penglihatan dapat menjadi jelas jika objek dipindahkan lebih dekat atau penderita memicingkan matanya. Miopia diatasi dengan lensa cekung (negatif/divergen) untuk mengurangi pembiasan dengan menimbulkan divergensi berkas cahaya yang masuk agar tepat di retina (Kanski JJ, 2011 ; Eva PR, 2007).

Hipermetropia atau rabun dekat adalah keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang retina (Ilyas, 2015). Penderita mengeluh pandangan buram saat melihat objek yang dekat dan mata terasa lelah jika melihat dekat karena mata berakomodasi untuk memfokuskan cahaya di retina. Hipermetropia dikoreksi dengan lensa cembung (positif/kovergen) untuk memfokuskan cahaya agar jatuh di retina (Kanski JJ, 2011 ; Eva PR, 2007).

(24)

Astigmatisma atau mata silindris adalah suatu keadaan dimana sinar yang sejajar tidak dibiaskan dengan kekuatan yang sama pada seluruh bidang pembiasan sehingga fokus pada retina tidak pada satu titik (Ilyas, 2015). Astigmatisma dapat terjadi bersama rabun jauh atau dekat. Letak jatuh cahaya di beberapa titik retina menyebabkan penderita astigmatisma mengeluh ada bagian yang tidak fokus saat melihat objek. Astigmatisma dikoreksi menggunakan kacamata lensa silindris atau memakai lensa kontak rigid gas permeable (RGP). Lensa kontak membuat permuakaan kornea menjadi teratur sehingga mengurangi pantulan sinar yang tidak beraturan dan tajam penglihatan meningkat (Kanski JJ, 2011 ; Eva PR, 2007).

2.5 LENSA KONTAK

2.5.1 DEFINISI LENSA KONTAK

Lensa kontak adalah suatu cangkang lengkung yang terbuat dari kaca atau plastik, yang ditempelkan langsung pada bola mata atau kornea untuk memperbaiki gangguan refraksi (Riordan & Augsburger J.J, 2017).

Menurut (Ilyas, 2015) lensa kontak adalah lensa tipis yang diletakkan di depan kornea untuk memperbaiki kelainan refraksi dan pengobatan. Lensa tipis ini mempunyai diameter 8-10 mm, yang dengan nyaman dapat dipakai akibat ia terapung pada selaput bening seperti kertas yang terapung pada air.

2.5.2 FUNGSI LENSA KONTAK

Menurut (Mannis ,Karla, Ceusa, dan Newton, 2003 dalam Rizka, 2016) lensa kontak memiliki fungsi sebagai berikut :

1. Alat bantu penglihatan

Lensa korektif didesain untuk mengoreksi kelainan refraksi pada mata dan kelainan pada mata lainnya, sehingga akan memperbaiki penglihatan seperti halnya kacamata. Kondisi-kondisi yang dapat diperbaiki dengan

(25)

menggunakan soft lens adalah miopia, hipermetropia, dan astigmatisma (Mannis ,Karla, Ceusa, dan Newton, 2003 dalam Rizka, 2016).

2. Kosmetik

Lensa kontak sebagai kosmetik didesain untuk mengubah warna dan penampilan mata. Lensa jenis ini sebenarnya bisa juga berfungsi untuk memperbaiki penglihatan. Namun terkadang desain maupun warna dari lensa kontak jenis ini bias saja membuat pandangan menjadi kabur ataupun tidak jelas. Lensa kontak non korektif untuk kepentingan kosmetik ini sering disebut dengan decorative contact lenses ataupun plano cosmetic (Mannis ,Karla, Ceusa, dan Newton, 2003 dalam Rizka, 2016).

Meskipun penggunaan lensa kontak untuk kepentingan kosmetik namun biokomfabilitasnya tetap harus diperhatikan, seperti halnya dengan lensa kontak konvensional lainnya karena lensa kontak kosmetik biasanya membuat oksigen yang dapat masuk ke mata lebih sedikit daripada lensa kontak korektif. Hal tersebut dapat mengganggu dan menimbulkan kerusakan pada mata cosmetic (Mannis ,Karla, Ceusa, dan Newton, 2003 dalam Rizka, 2016).

3. Terapik

Lensa kontak sering digunakan untuk pengobatan dan penanganan non refraksi pada mata. Lensa kontak dapat melindungi kornea yang sakit atau cedera dari gesekan akibat kedipan dari kelopak mata terus menerus. Lensa kontak juga berguna pada pengobatan seperti pada ulkus kornea, erosi kornea, mata kering, edema kornea, descematocele, ektasis kornea, ulkus mooren, distrofi kornea anterior, bulosa keratopati, dan keratokonjungtivitis neurotropik, lensa kontak sekaligus juga memberikan obat-obat untuk mata yang telah dikembangkan (Kalayarasan, 2004 dalam Rizka, 2016).

(26)

2.5.3 JENIS-JENIS LENSA KONTAK

Klasifikasi lensa kontak dibedakan berdasarkan bahan pembuatnya, yakni:

A. Hard contact lens atau lensa kontak keras

Terbuat dari sejenis plastik yaitu PMMA (polymethyl methacrylate), ditemukan sekitar tahun 1960, dimana sangat tahan lama namun tidak mampu dilalui oleh oksigen secara terus menerus, sehingga terasa tidak nyaman dipakai dan sudah jarang digunakan (Ilyas, 2015).

B. Soft contact lens atau lensa kontak lunak

Terbuat dari plastik jenis poly hydroxyethyl methacrylate (pHEMA), jenis bahan polymer yang dapat mengandung air. Air tersebut membuatkan lensa ini lembut dan fleksibel sehingga memungkinkan oksigen mencapai kornea.

Pengguna lensa kontak untuk pertama kali lebih mudah menyesuaikan diri dengan soft contact lens karena lebih nyaman dipakai. Lensa kontak ini merupakan tipe lensa kontak yang paling sering digunakan dan dianjurkan untuk pengguna yang memerlukan pemakaian setiap hari (Wu Y1, Carnt N, Willcox M, Stapleton F, 2010).

Lensa kontak lunak terdiri dari beberapa jenis:

i) Extended wear contact lens: diperbuat dari bahan yang bertahan selama 24 minggu.

ii) Daily disposable lenses: walaupun sedikit mahal, namun mempunyai resiko untuk terkena infeksi adalah rendah.

iii) Toric contact lenses: mengoreksi astigmatism yang sedang. Hanya tersedia dalam kedua bahan yang keras dan lunak.

C. Rigid Gas Permeable (lensa RGP)

Lensa kontak RGP terbuat dari plastik yang dikombinasikan dengan bahan lain, seperti silikon. Lensa kontak RGP bersifat mudah dilalui oksigen sehingga kornea dapat berfungsi dengan baik. Keunggulan lensa kontak RGP adalah

(27)

regiditasnya bermanfaat untuk mengoreksi kelainan permukaan kornea yang tidak rata. Bahan RGP yang rigid menyebabkan pengguna lensa kontak RGP memerlukan penyesuaian lebih lama dibandingkan soft contact lens. Lensa kontak RGP bertahan lama sehingga harganya lebih murah (Wu Y1, Carnt N, Willcox M, Stapleton F, 2010)

2.5.4 BENTUK-BENTUK LENSA KONTAK

Bentuk lensa kontak juga bermacam-macam, tergantung pada gangguan penglihatan yang ingin diperbaiki. Beberapa bentuk lensa kontak menurut (Ibrahim, 2007 dalam N Nihayah, 2012) antara lain adalah :

1. Lensa kontak sferis: berbentuk bundar, digunakan untuk penderita miopia (rabun dekat) atau hipermetropia (rabun jauh).

2. Lensa kontak bifokal: lensa kontak yang digunakan untuk melihat dekat sekaligus untuk melihat (mirip dengan cara kerja kacamata bifokal). Lensa ini biasanya digunakan untuk memperbaiki presbiopia, yaitu gangguan penglihatan akibat usia tua.

3. Lensa ortokeratologi: yaitu lensa yang didisain untuk memperbaiki bentuk kornea. Digunakan hanya di malam hari.

2.5.5 TEKNIK PENGGUNAAN LENSA KONTAK YANG AMAN

Menurut Wu Y1, Carnt N, Willcox M, Stapleton F (2010), beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pemakai lensa kontak yaitu :

a. Sebelum memutuskan untuk menggunakan softlens sebaiknya melakukan konsultasi dengan dokter ahli mata dahulu.

b. Pilih softlens yang memiliki kandungan kadar air yang tinggi.

c. Sebelum memegang softlens, cuci tangan terlebih dahulu sampai benar – benar bersih.

(28)

d. Tidak diperbolehkan menggunakan cairan atau air biasa, harus menggunakan cairan khusus softlens.

e. Cuci terlebih dahulu softlens yang akan dipakai hingga bersih.

f. Sebaiknya pakai softlens sebelum menggunakan make up. Hindari masuknya cairan make up kemata, agar softlens tidak terkontaminasi dengan bahan make up atau bahan kimia lainnya.

g. Saat memakai softlens, sering – sering meneteskan cairan khusus softlens. Agar softlens selalu lembab dan tidak kering.

h. Saat akan tidur lepas terlebih dahulu softlens, agar tidak menyebabkan iritasi mata yang akut.

i. Jangan sekali – kali menggunakan softlens yang telah lewat tanggal atau sudah kadaluwarsa.

2.5.6 DAMPAK NEGATIF LENSA KONTAK

1. Pada kelopak mata

Komplikasi yang dapat terjadi pada bagian kelopak mata akibat penggunaan lensa kontak yaitu :

a. Giant Papillary Conjunctivitis (GPC)

GPC adalah komplikasi yang paling sering timbul akibat penggunaan lensa kontak atau soft lens. Ini timbul akibat salah satu dari 3 faktor yaitu peningkatan frekuensi pemakaian lensa, penurunan lama pemakaian lensa kontak, dan perubahan larutan pembersih yang kuat yang dapat merusak lensa kontak.

Manifestasinya terdiri dari gatal, kemerahan, seperti terdapat benda asing, peningkatan produksi lender, pandangan kabur dan pergerakan lensa yang berlebihan. (Kanski JJ, 2011).

(29)

Gambar 2.2 GPC (Sumber: American Academy of Ophthalmology, 2002-2003)

b. Ptosis

Kelopak mata atas yang abnormal disebut dengan “Ptosis”. Biasanya akan tertutup mencakup seperenam bagian atas kornea, yaitu sekitar 2 mm. Ptosis timbul akibat adanya massa pada lensa, skar, jaringan fibrosa di kelopak mata.

Lensa kontak yang menempel pada kornea mata juga akan membentuk skar dan kontraksi pada jaringan kelopak mata yang mengakibatkan retraksi pada kelopak mata. Ptosis juga dapat timbul akibat dari giant papillary conjunctivitis yang berat (Khurana, 2015).

Gambar 2.3 Ptosis (Sumber: Kanski JJ, 2011)

(30)

2. Pada konjungtiva

Komplikasi yang dapat terjadi pada bagian konjungtiva akibat penggunaan lensa kontak, yaitu :

a. Alergi lensa kontak

Alergi lensa kontak merupakan reaksi hipersensitivitas, seperti dermatitis kontak, akibat dari zat-zat kimia yang terdapat pada larutan lensa kontak.

Manifestasi klinisnya antara lain pada awalnya ada eritema dan edema, rasa gatal, rasa terbakar, berair, dan sekret mukoid (Kanski JJ, 2011).

Gambar 2.4 Alergi Lensa Kontak (Sumber: Kanski JJ, 2011)

b. Contact Lens-Induced Superior Limbic Keratoconjunctivitis (CL-ISLK) CL-ISLK merupakan suatu reaksi imun pada konjungtiva perifer. Keluhan utamanya adalah iritasi dan hiperemia. Manifestasi klinisnya adalah penebalan konjungtiva, dan timbul berbagai warna pada konjungtiva bulbaris superior. Sel epitelium keratinisasi akan berisi banyak sel-sel goblet yang diinvasi oleh neutrofil. Akibatnya akan terasa seperti ada benda asing, berair, rasa terbakar, gatal, dan penurunan akuitas visual (Vaughan & Asbury’s, 2015).

(31)

Gambar 2.5 CL-ISLK (Sumber: Vaughan & Asbury’s, 2015)

3. Pada epitelium kornea

Komplikasi yang dapat terjadi pada bagian epitelium kornea akibat penggunaan lensa kontak yaitu :

a. Kerusakan epitel yang mekanik

Lensa kontak merupakan banda asing yang akan menggosok kornea dan menekan epitel kornea setiap mengedipkan mata sepanjang hari dan menimbulkan abrasi kornea. Abrasi kornea umumnya akibat dari trauma pada permukaan mata seperti trauma kuku. Abarsi kornea juga dapat disebebakan karena lebih dari pemakaian lensa kontak. Jika tidak dikenali dan diobati akan mengakibatkan stres pada epitel yang kronis. Kerusakan epitel akan memudahkan bakteri menempel pada kornea dan mengakibatkan infeksi stroma, serta menstimulus sub-epitel fibrosa tanpa adanya infeksi (Khurana, 2015).

b. Chemical epithelial defect

Berbagai larutan kimia lensa kontak akan menimbulkan kerusakan epitel yang ditandai dengan erosi. Larutan pembersih surfaktan biasanya akan menyebabkan nyeri, merah, fotofobia, dan berair. Biasanya kondisi seperti ini dianggap sepele dan iritasi sementara dan tiba-tiba akan kehilangan pada penglihatan (Khurana, 2015).

(32)

4. Stroma kornea

Komplikasi yang dapat terjadi pada bagian kelopak mata akibat penggunaan lensa kontak yaitu :

a. Infeksi kornea (keratitis)

Peradangan pada kornea (keratitis) biasanya ditandai oleh edema kornea.

Gejala lain yang sering terlihat adalah mata berair dan sulit mengedipkan mata. Keratitis Disebabkan oleh bakteri, jamur, dan protozoa. Infeksi bakteri biasanya muncul di kelopak mata dan kelenjar air mata, sehingga air mata terkumpul di kornea mata. Bakteri yang sering menimbulkan infeksi kornea mata adalah Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, dan Staphylocoocus epidermidis. Infeksi ini biasanya berasal dari larutan lensa kontak yang terkontaminasi. Infeksi bakteri akut terjadi dalam waktu 24 jam dengan gejala nyeri, fotofobia, berair, sekret purulen, dan penurunan penglihatan (Khurana, 2015).

Gambar 2.7 Keratitis Kornea (Sumber: Maintaining Eyelid Health, 2009)

(33)

b. Acanthamoeba keratitis

Acanthamoeba keratitis merupakan infeksi yang sulit untuk diterapi.

Penyebab paling umum pada pemakaian lensa kontak karena menggunakan saline buatan sendiri (dari air keran dan tablet salin yang terkontaminasi) dimana tempat larutan tersebut telah terkontaminasi oleh acanthamoeba.

Manifestasi klinis awal yang timbul adalah adanya sensasi benda asing, penglihatan kabur yang ringan, dan merah. Kemudian diikuti rasa nyeri yang progresif, injeksi konjungtiva, epitelnya kasar, dan pada pemeriksaan dengan senter terlihat adanya penebalan saraf-saraf kornea mata. Infeksi ini bersifat progresif, berat, dan bentuk infiltratnya seperti cincin di sentral (Khurana, 2015).

Gambar 2.8 Acanthamoeba Keratitis (Sumber: Curren Ophthalmology)

(34)

2.5.7 INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI PENGGUNA LENSA KONTAK Menurut Khurana (2015), indikasi penggunaan lensa kontak sebagai berikut:

a. Indikasi optik, termasuk untuk anisometropia, aphakia unilateral, myopia yang berminus tinggi, keratokonus dan astigmatisma irregular. Lensa kontak dapat digunakan oleh setiap orang yang memiliki kelainan refraksi mata dengan tujuan kosmetik.

b. Indikasi terapeutik, meliputi:

1. Penyakit pada kornea, seperti ulkus kornea non-healing, keratopati bullousa, keratitis filamentari, dan sindrom erosi kornea rekuen.

2. Penyakit pada iris mata, seperti anirida, koloboma, albino untuk menghindari kesilauan cahaya.

3. Pada pasien yang menderita glukoma, lensa kontak digunakan sebagai alat pengantar obat.

4. Pada pasien ambliopia, lensa kontak opak digunakan untuk oklusi.

5. Bandage soft contact lenses digunakan untuk keratoplasti dan perforasi.

c. Indikasi preventif, digunakan untuk prevensi simblefaron dan restorasi forniks pada penderita luka bakar akibat zat kimia, keratitis, dan trichiasi.

d. Indikasi diagnostik, termasuk selama menggunakan gonioskopi,

elektroretinografi, pemeriksaan fundus pada astigmatisma irreguler, fundus fotografi, dan pemeriksaan three mirror goldman’s.

e. Indikasi operasi, lensa kontak digunakan selama operasi geniotomi untuk glukoma kongenital, virektomi, fotokoagulasi endokular.

f. Indikasi kosmetik, termasuk skar pada kornea mata yang menyilaukan mata (lensa kontak warna), ptosis, lensa sklera kosmetik pada phthisis bulbi.

g. Indikasi occupational, termasuk olahragawan, pilot dan aktor.

Menurut Khurana (2015), penggunaan lensa kontak dikontraindikasikan pada orang yang memiliki gangguan mental dan tidak ada gairah hidup,

(35)

blepharitis kronik dan styes rekuren, konjungtivitis kronis, dry-eye syndrome, distrofi dan degenerasi kornea mata, penyakit yang rekuren seperti episkleritis, skleritis, dan iridocyclitis.

(36)

2.6 Kerangka Teori

Gambar 2.9 Kerangka Teori

Lensa kontak :

1. Definisi lensa kontak 2. Fungsi lensa kontak 3. Jenis-jenis lensa kontak 4. Bentuk-bentuk lensa kontak 5. Teknik penggunaan lensa

kontak yang aman

6. Dampak negatif lensa kontak 7. Indikasi dan kontraindikasi

pengguna lensa kontak Tahapan pengetahuan:

1. Tahu (know)

2. Memahami (comprehension) 3. Aplikasi (application) 4. Analisis (analysis) 5. Sintesis (synthesis) 6. Evaluasi (evaluation).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan:

1. Pengalaman 2. Tingkat pendidikan 3. Keyakinan

4. Fasilitas 5. Penghasilan 6. Sosial budaya

(37)

2.7

Kerangka Konsep

Gambar 2.10 Kerangka Konsep

Tingkat pengetahuan penggunaan

lensa kontak:

1. Pengetahuan baik 2. Pengetahuan cukup 3. Pengetahuan kurang

 Usia

 Lama penggunaan

 Alasan penggunaan

 Pertama kali penggunaan

(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan tipe deskriptif yaitu bermaksud untuk menjelaskan tingkat pengetahuan tentang penggunaan lensa kontak pada siswi SMA Negeri 3 Medan. Desain penelitian ini adalah cross sectional dengan sekali pengumpulan data dalam satu waktu dengan metode melalui pemberian kuesioner pada siswi SMA Negeri 3 Medan. Setelah data diperoleh, kemudian dilakukan analisis untuk mengetahui tingkat pengetahuan siswi di SMA Negeri 3 Medan tentang penggunaan lensa kontak.

3.2 LOKASI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di kelas X - XII MIA/IIS Sekolah Menengah Atas (SMAN 3 Medan). Pemilihan lokasi tersebut dikarenakan sekolah SMA Negeri 3 Medan merupakan salah satu sekolah favorit yang ada di Kota Medan sehingga responden dapat memperoleh informasi dan merencanakan untuk pemilihan jurusan di Perguruan Tinggi kelak.

3.3 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswi kelas X - XII MIA/IIS yang terdaftar di SMA Negeri 3 Medan karena pada penelitian sebelumnya didapatkan jumlah perempuan lebih banyak menggunakan lensa kontak dibandingkan dengan laki-laki.

(39)

Sehingga diketahui jumlah siswi yang dijadikan sampel dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.1 berikut :

Tabel 3.1 Populasi Penelitian (Sumber: Kurikulum SMA Negeri 3 Medan)

NO KELAS JUMLAH SISWI

1 X 250

2 XI 205

3 XII 328

Total populasi 783

Dari tabel 3.1 tersebut diketahui bahwa jumlah populasi dalam penelitian ini ialah sebanyak 783 orang siswi.

3.3.2 Sampel

Penentuan ukuran sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rumus slovin sebagai berikut (Sugiyono, 2006:57).

n = N 1 + N(e2) Keterangan:

n : ukuran Sampel N : Ukuran Populasi

e : Taraf kesalahan (error) sebesar 0,10 (10%)

(40)

Dari rumus slovin diatas maka jumlah besarnya sampel adalah sebagai berikut:

n = 783

1 + 783 (0,10)2

= 783 1 + 7,83

= 88,67 = 89

Berdasarkan hasil perhitungan sampel dengan rumus slovin diperoleh besarnya sampel sebanyak 89 orang. Kemudian teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik simple random sampling dengan cara memilih langsung dari populasi dan besar peluang setiap anggota populasi untuk menjadi sampel sangat besar.

Adapun kriteria inklusi dan eksklusi dalam pemilihan sampel penelitian ini adalah:

1. Kriteria Inklusi :

a. Siswi di SMA Negeri 3 Medan yang bersedia untuk dijadikan sampel penelitian.

b. Siswi di SMA Negeri 3 Medan yang mempunyai riwayat penggunaan lensa kontak.

2. Kriteria Eksklusi

a. Siswi yang tidak kooperatif saat melakukan penelitian.

(41)

3.4 METODE PENGUMPULAN DATA 3.4.1 Data Primer

Data primer dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh langsung dari sumber data. Pengumpulan data dilakukan dengan cara membagikan kuesioner kepada subjek penelitian.

3.4.2 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan untuk penelitian ini adalah kuesioner pertanyaan yang diajukan yaitu: Bagian pertama (A) pertanyaan yang berisi data seperti usia, jangka waktu penggunaan lensa kontak, dan alasan menggunakan lensa kontak dengan mengisi kolom yang tersedia. Bagian kedua (B) berisi variabel pengetahuan terdiri dari 13 pertanyaan positif dan 12 pertanyaan negatif menggunakan skala Guttman dengan memberikan tanda () pada pilihan yang tersedia.

Pada kuesioner B yang berisikan 25 item pertanyaan, untuk jawaban benar diberikan nilai 1, sedangkan untuk jawaban yang salah diberikan nilai 0, dengan skor tertinggi adalah 25 dan skor terendah 0. Pertanyaan positif terdapat pada pertanyaan nomor 1,3,5,6,9,10,11,14,16,17,18,20,23 dan pertanyaan negatif terdapat pada pertanyaan nomor 2,4,7,8,12,13,15,19,21, 22,24,25 yang disusun secara acak.

3.5 DEFINISI OPERASIONAL

Tabel 3.2 Definisi operasional No Variabel Definisi

Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur 1 Pengetahuan Sesuatu yang

diketahui oleh siswi yang menjadi responden peneliti, meliputi:

- Definisi lensa

Meminta responden menjawab 25 item

pertanyaan dalam kuesioner B

kuesioner Dinyatakan dalam tingkatan:

- Pengetahuan baik (skor 76- 100%) - Pengetahuan

Nominal

(42)

kontak - Fungsi lensa

kontak - Jenis-jenis

lensa kontak - Teknik

penggunaan lensa kontak yang aman - Dampak

negatif lensa kontak

tentang lensa kontak

cukup (skor 56-75%) - Pengetahuan

kurang (skor

≤55%) (Arikunto, 2006)

2 Usia pertama kali

menggunakan lensa kontak

Usia responden berdasarkan pertama kali menggunakan lensa kontak

Meminta responden untuk mengisi kuesioner A mengenai usia pertama kali menggunakan lensa kontak

kuesioner Data numerik dalam tahun

Interval

3 Lama penggunaan lensa kontak

Menjelaskan tentang seberapa lama responden telah menggunakan lensa kontak

Meminta responden untuk mengisi pertanyaan dalam

kuesioner A mengenai data lama

penggunaan lensa kontak

Kuesioner Data numerik dalam tahun

Interval

(43)

4 Alasan menggunakan lensa kontak

Menjelaskan alasan yang menyebabkan responden

menggunakan lensa kontak

Meminta responden untuk mengisi pertanyaan dalam kuesioner A mengenai data alasan menggunakan lensa kontak

Kusioner 1= optik (kelainan refraksi mata)

0= kosmetik

Nominal

3.6 METODE ANALISIS DATA 3.6.1 PENGOLAHAN DATA

Data yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah dengan tahapan sebagai berikut :

1. Editting, dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan data.

Apabila data belum lengkap ataupun ada kesalahan data, akan dilengkapi dengan mewawancarai atau memeriksa ulang responden.

2. Coding atau mengkode data. Data yang sudah terkumpul kemudian diberi kode secara manual oleh peneliti sebelum diolah dengan komputer.

3. Entry, data dimasukkan ke dalam program pengolah statistik.

4. Cleaning, pemeriksaan seluruh data yang telah dimasukkan ke dalam komputer agar terhindar dari kesalahan saat pemasukan data.

5. Analyzing, menyimpan data yang telah diolah dan dianalisis. Kemudian hasil penelitian akan ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Data kemudian dianalisis dengan perhitungan statistik menggunakan bantuan aplikasi statistik.

(44)

3.6.2 ANALISIS DATA

Analisis data adalah proses penyederhanaan data dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program statistik di komputer. Analisis data yang akan digunakan adalah analisis data univariat. Analisis univariat bertujuan untuk memberikan gambaran tentang variabel tingkat pengetahuan, usia, riwayat penggunaan, dan alasan penggunaan lensa kontak.

Penilaian dilakukan dengan cara persentase jawaban yang diinterpretasikan dalam kalimat kualitatif dengan acuan sebagai berikut:

A. Pengetahuan baik (skor jawaban responden 76-100%) B. Pengetahuan cukup (skor jawaban responden 56-75%) C. Pengetahuan kurang (skor jawaban responden ≤56%)

Dari pengklasifikasian diatas, dapat diketahui bagaimana gambaran tingkat pengetahuan tentang penggunaan lensa kontak pada siswi SMA Negeri 3 Medan dan akan disajikan dalam bentuk tabel.

(45)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 3 Medan yang telah diberi izin dan disetujui oleh kepala sekolah yang bersangkutan.

Data yang digunakan adalah data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan jumlah sampel 89 siswi yang terdiri dari kelas X, XI, XII MIA/IS.

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Tentang Penggunaan Lensa Kontak Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan Frekuensi (n) Persentase (%)

Baik (76-100%) 81 91

Cukup (56-75%) 8 8,9

Kurang (≤56%) 0 0

Total 89 100%

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan tentang penggunaan lensa kontak dalam kategori baik yaitu sebanyak 81 siswi (91%).

Penelitian ini sesuai dengan penelitian Winda (2011), di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara 2010 pada angkatan 2007-2009, didapati bahwa responden stambuk 2007 yang memiliki tingkat pengetahuan baik sebesar 63,2% dan pengetahuan sedang sebesar 36,8% dari 19 responden, responden stambuk 2008 yang memiliki pengetahuan baik sebesar 66,7% dan pengetahuan sedang 33,3% dari 18 responden, dan responden stambuk 2009 yang memiliki pengetahuan baik sebesar 60% dan pengetahuan sedang 40% dari 20 responden, sedangkan berpengetahuan kategori kurang dari setiap stambuk 0%.

Oleh karena itu pengetahuan merupakan indikator yang penting bagi pengguna lensa kontak, sehingga dampak negatif dan efek samping yang mungkin terjadi dapat dihindari. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Notoatmodjo (2007) Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan ini terjadi melalui panca

(46)

indera manusia, yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia Siswi Pertama Kali yang Menggunakan Lensa Kontak

Pertama Kali Pakai

Usia Frekuensi (n) Persentase (%)

12 tahun 13 tahun 14 tahun 15 tahun 16 tahun 17 tahun Total

6 20 17 40 5 1 89

6,7 22,5 19,1 44,9 5,6 1,1 100%

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa usia siswi pertama kali yang menggunakan lensa kontak di SMA Negeri 3 Medan paling banyak berusia 15 tahun yaitu sebanyak 40 siswi (44,9%). Penelitian ini sejalan dengan penelitian Rizka Nazriyah (2016), yang dilakukan di SMK Nusantara 1 Ciputat Kota Tangerang Selatan tahun 2015, didapati hasil bahwa responden pengguna lensa kontak sebagian besar dalam kategori usia remaja yaitu usia 15 hingga 18 tahun, dimana pada usia tersebut anak usia remaja akan menjadi lebih peduli terhadap penampilan serta anak perempuan sering terlihat perfeksionis dalam hal citra tubuh mereka salah satunya dengan menggunakan lensa kontak.

Menurut Notoatmodjo (2010), menyatakan bahwa umur merupakan ciri-ciri individu yang termasuk dalam karakteristik yang dapat mempengaruhi pemanfaatan terhadap pelayanan kesehatan, termasuk perilaku dalam pencarian pengobatan yang berkaitan dengan keluhan kesehatan karena penggunaan lensa kontak.

(47)

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tentang Lama Penggunaan Lensa Kontak Lama Pakai

Waktu Frekuensi (n) Persentase (%)

6 bulan 7 bulan 8 bulan 9 bulan 10 bulan 11 bulan 1 tahun 2 tahun 3 tahun Total

8 11

3 4 3 2 41 15 2 89

9.0 12.4

3.4 4.5 3.4 2.2 46.1 16.9 2.2 100%

Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa lama penggunaan lensa kontak pada siswi SMA Negeri 3 Medan paling banyak selama 1 tahun yaitu sebanyak 41 siswi (46,1%). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ringgo Alfarisi dan Reno (2018), yang dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati angkatan 2015 berdasarkan lama pemakaian lensa kontak pada kategori <1 tahun sebanyak 16 orang (35,6%) dan pada kategori ≥1 tahun sebanyak 29 orang (64,4%).

Seperti yang diungkapkan oleh Sunarti dan Wahyu (2017), Pada pemakaian lensa kontak dengan lama pakai yang lebih lama maka pengalaman yang mereka dapatkan dalam melakukan penggunaan dan pembersihan lensa kontak akan mempengaruhi mereka dalam melakukan penggunaan dan pembersihan lensa kontak sesuai SOP yang benar.

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Alasan Menggunakan Lensa Kontak Alasan Responden

Alasan Frekuensi (n) Persentase (%)

Kosmetik Optik

58 31

65.2 34.8

Total 89 100%

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa sebagian besar alasan menggunakan lensa kontak pada siswi SMA Negeri 3 Medan paling banyak dengan

(48)

alasan kosmetik yaitu sebanyak 58 siswi (65,2%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Khairunnisa (2018), yang dilakukan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara tahun 2017, yang menunjukkan bahwa hasil karakteristik responden berdasarkan alasan menggunakan lensa kontak dengan alasan kosmetik yaitu sebanyak 50 orang (66,7%), dan responden yang menggunakan lensa kontak dengan alasan optik yaitu sebanyak 25 orang (33,3%).

Seperti yang diungkapkan oleh Wakarie (2013), penggunaan lensa kontak untuk saat ini selain sebagai alat bantu penglihatan pengganti kacamata, dapat juga sebagai alat kosmetik yaitu untuk memperindah mata karena berbagai macam warna dari lensa kontak.

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Dilihat Dari Pertama Kali Menggunakan Lensa Kontak

Usia

Interpretasi Nilai Kuesioner

Baik Cukup Kurang Jumlah

F % F % F % F %

12 tahun 13 tahun 14 tahun 15 tahun 16 tahun 17 tahun Total

6 17 16 36 5 1 81

7,4%

21%

19,8%

44,4%

6,2%

1,2%

100%

0 3 1 4 0 0 8

0%

37,5%

12,5%

50,0%

0%

0%

100%

0 0 0 0 0 0 0

0%

0%

0%

0%

0%

0%

0%

6 20 17 40 5 1 89

6,7%

22,5%

19,1%

44,9%

5,6%

1,1%

100%

Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa frekuensi pengetahuan dilihat dari pertama kali menggunakan lensa kontak paling banyak berusia 15 tahun dan tingkat pengetahuan dalam tingkatan baik yaitu sebanyak 36 siswi (44,4%). Berdasarkan penelitian Rizka Nazriyah (2016), didapati hasil bahwa pelajar putri dengan tingkat pengetahuan baik yaitu, usia 15 tahun sebanyak 17 orang (30,3%), usia 16 tahun sebanyak 7 orang (12,5%), usia 17 tahun sebanyak 27 orang (48,2%), dan usia 18 tahun sebanyak 5 orang (8,9%). Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar bahwa pelajar putri yang menggunakan lensa kontak berusia 17 tahun dan tingkat pengetahuan dalam kategori baik yaitu sebanyak 27 orang (48,2%).

(49)

Hal ini sejalan dengan teori yang diungkapkan oleh Budiman & Riyanto (2013), bahwa salah satu faktor yang memperngaruhi tingkat pengetahuan adalah usia. Usia turut menentukan daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik.

(50)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN

Dari uraian-uraian yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa :

1. Distribusi frekuensi berdasarkan tingkat pengetahuan tentang penggunaan lensa kontak pada siswi SMA Negeri 3 Medan memperlihatkan bahwa pengetahuan siswi dalam kategori baik yaitu sebanyak 81 siswi dari 89 siswi (91%).

2. Distribusi frekuensi berdasarkan usia siswi pertama kali yang menggunakan lensa kontak memperlihatkan bahwa siswi SMA Negeri 3 Medan yang paling banyak menggunakan lensa kontak pertama kali adalah pada usia 15 tahun yaitu sebanyak 40 siswi dari 89 siswi (44,9%).

3.

Distribusi frekuensi berdasarkan tentang lama penggunaan lensa kontak memperlihatkan bahwa lama penggunaan lensa kontak pada siswi SMA Negeri 3 Medan yang paling banyak selama 1 tahun yaitu sebanyak 41 siswi dari 89 siswi (46,1%).

4. Distribusi frekuensi berdasarkan alasan menggunakan lensa kontak memperlihatkan bahwa alasan penggunaan lensa kontak pada siswi SMA Negeri 3 Medan paling banyak adalah dengan alasan kosmetik yaitu sebanyak 58 siswi dari 89 siswi (65,2%).

5. Distribusi frekuensi dilihat dari pertama kali menggunakan lensa kontak menunjukkan bahwa sebagian besar siswi berusia 15 tahun dan tingkat

pengetahuan dalam kategori baik yaitu sebanyak 36 siswi dari 89 siswi (44,4%).

(51)

5.2 SARAN

Dari hasil penelitian yang didapat, maka peneliti ingin memberikan beberapa saran, yaitu:

1. Berdasarkan penelitian ini siswi telah memiliki pengetahuan baik tentang penggunaan lensa kontak, diharapkan untuk terus mempertahankan pemahaman dalam menggunakan lensa kontak dan terus menerapkan tentang penggunaan lensa kontak yang baik dan benar.

2. Disarankan untuk pihak sekolah untuk lebih memperhatikan pembelajaran mengenai kesehatan dalam penggunaan lensa kontak, agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi pengguna lensa kontak.

3. Untuk peneliti selanjutnya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut, dengan melihat variabel-variabel lain yang diduga berhubungan dengan penggunaan lensa kontak seperti dampak negatif pemakaian lensa kontak yang salah.

(52)

DAFTAR PUSTAKA

Albert DM, Miller JW, Azar DT, Blodi BA. 2008. Albert & Jakobiec’s principles and practice of ophthalmology. 3rd ed. Philadelphia: Elsevier Inc.

Alfarisi, R., Reno. 2018, Hubungan Tingkat Pengetahuan Pemakai Lensa Kontak dengan Kejadian Iritasi Mata pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati Angkatan 2015, Jurnal Ilmu Kedokteran dan Kesehatan, Vol.5, No.2.

American Academy of Ophthalmology. 2013. Available from:

www.geteyesmart.org/eyesmart/diseases/contact-lensrelatedinfections.cfm American Optometric Assotiation.2011. Diunduh dari http://www.aoa.org/x5080.xml American Optometric Association. 2012. Advantages and Disadvantages of Types of

Contact Lenses. America: American Optometric Association.

Amirah Kamaruddin, Fatin. 2010. Gambaran Penggunaan Lensa Kontak pada

Mahasiswa FK USU dan Kemungkinan Terjadinya Keratitis.

Skripsi.Medan.Sumatera Utara.

Aquavella, J.V., Rao, G. N. 1987, Contact Lenses, J.B. Lippincott Company, United States of America.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.Jakarta:

Rineka Cipta.

Budiman dan Riyanto, A. 2013. Kapita Selekta Kuesioner Pengetahuan dan Sikap dalam Penelitian kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.

Chalmers RL, Keay L, Long B, Bergenske P, Giles T, Bullimore MA. 2010. Risk factors for contact lens complications in US clinical practices. Optom Vis Sci.

Dwight H. 2012. Cavanagh of University of Texas Southwestern Medical Center:

Eye and Contact Lens. Avaible from: http://www.danger-of-cosmetic- contactlens.org/ .

Eva PR, Whitcher JP. 2007. Vaughan & Asbury’s general ophthamology. 17th ed.

New York.

(53)

Fatin, A.K.2010. Gambaran Penggunaan Lensa Kontak pada Mahasiswa FK USU dan kemungkinan Terjadinya Keratitis (Skripsi). Medan : FK USU.

Harvard Health Publications. 2007. Cataract Surgery- Cataract: Eye Care. Harvard Medical School. Diakses dari http://www.aolhealth.com/eye- care/learn aboutit/cataract/cataractsurgery.

Ibrahim, W.Y., Boase, D.L., Cree, I.A.,, 2007. How could contact lense wearers beat risk of Acanthamoeba infection. J Optom; 2: 60-66.

Ilyas S, Yulianti SR. 2015. Contact Lenses. Ilmu penyakit mata, edisi 5.

Jakarta:Badan Penerbit FKUI.

American Academy of Ophthalmology. 2014. Available from:

https://www.aao.org/newsroom/eyehealth-statistics.

Kalayarasan. 2004. Contact Lens Fitting : AECS Illumination.

Kanski JJ, Bowling B. 2011. Ophthalmology: a systemic approach. 7th ed. United Kingdom: Elsevier.

Khaerunnisa, 2012. Faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan lensa Kontak pada pasien dengan gangguan penglihatan. Jakarta : (Skripsi).

Universitas Islam Negeri Jakarta.

Khairunnisa. 2018, Gambaran Perilau Pencarian Pengobatan pada Mahasiswi Pengguna Lensa Kontak di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Repository Institusi USU. Available at:

Http://respository.usu.ac.id.

Khurana, A.K. 2015. Comprehensive Ophtomology. 6th ed. New Dehli: New Age International limited.

Maintaining Eyelid Health. 2019. Available From : https://bt.editionsbyfry.com/

publiccation/?i=635425#{%22issue_id%22:635425,%22page%22:0 Mannis, M. J., Krla Z., Cleusa, C. G., Newton, K. J. 2003. Contact Lenses in

Ophthalmic Practice. Springer Verlag New York Inc : New York.

Michaud, L. 2008. A Case of Corneal Warpage, Clinical &amp;

Refractory Optometry, vol. 19, no. 8, hal. 1–4.

Referensi

Dokumen terkait

Dari studi, didapati bahwa hanya 40 siswa-siswi (44,4%) memiliki pengetahuan yang baik mengenai narkoba, dan jumlah tertinggi dengan pengetahuan baik adalah dari kelas XI dan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah tingkat pengetahuan Mahasiswa FK USU yang menggunakan lensa kontak terhadap dampak negatif penggunaannya berada pada kategori sedang..

Judul Penelitian : Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Tindakan Pencegahan Blepharoptosis Akibat Pemakaian Lensa Kontak pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan persepsi penggunaan analgetik pada kasus dismenore siswi SMA Negeri 2 Sukoharjo. Penelitian ini merupakan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan Mahasiswi mengenai cara pemakaian dan pemeliharaan lensa kontak yang benar, agar tidak terjadi

Karya Tulis Ilmiah ini berjudul ‘Gambaran Penggunaan Lensa Kontak di Kalangan Mahasiswa FK USU Dikaitkan dengan Resiko Terjadinya Keratitis.. Pada kesempatan ini , saya

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan Mahasiswa FK USU yang menggunakan lensa kontak terhadap dampak negatif penggunaannya.. Adapun hasil penelitian

Tingkat Tindakan Pencegahan Mahasiswa FK USU angkatan 2012, 2013, 2014 tentang Blepharoptosis Akibat Pemakaian Lensa Kontak ... Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan