• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN TIPE HISTOPATOLOGI KARSINOMA NASOFARING DENGAN RESPON KEMOTERAPI DI RSUP H. ADAM MALIK SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUBUNGAN TIPE HISTOPATOLOGI KARSINOMA NASOFARING DENGAN RESPON KEMOTERAPI DI RSUP H. ADAM MALIK SKRIPSI"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN TIPE HISTOPATOLOGI KARSINOMA

NASOFARING DENGAN RESPON KEMOTERAPI DI RSUP H. ADAM MALIK

SKRIPSI

OLEH:

HAZNUR IKHWAN 140100009

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(2)

HUBUNGAN TIPE HISTOPATOLOGI KARSINOMA

NASOFARING DENGAN RESPON KEMOTERAPI DI RSUP H. ADAM MALIK

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

OLEH:

HAZNUR IKHWAN 140100009

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(3)

i

(4)

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memaparkan landasan pemikiran dan segala konsep menyangkut penelitian yang dilaksanakan.

Penelitian ini berjudul “ Hubungan Tipe Histopatologi Karsinoma Nasofaring dengan Respon Kemoterapi di RSUP H. Adam Malik”.

Dalam penyelesaian skripsi ini penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Terima kasih yang utama saya persembahkan kepada kedua orang tua saya, Ayahanda tercinta, dr. H. Evandoni, MM.Kes., dan Ibunda tercinta, dr.

Hj. Hervina, Sp.KK, FINSDV., yang telah meluangkan dukungan waktu, tenaga, materi, kritik dan saran sebanyak-banyaknya kepada saya dalam menyelesaikan tahap – tahap pendidikan, khususnya dalam penulisan skripsi ini. Dan juga kepada saudara kembar saya, Hadi Nurvan, S.Ked., dan adik saya, Muhammad Hatadi Arsyad., yang selalu memberikan semangat dan dukungan dalam proses penyelesaian skripsi ini. Selain itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan setinggi-tingginya kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, beserta para wakil rektor dan jajarannya.

2. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K), selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, beserta para wakil dekan dan jajarannya.

3. Dr. dr. Farhat, M.Ked(ORL-HNS), Sp.THT-KL(K), selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan banyak arahan dan masukan kepada saya sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.

4. dr. Riyadh Ikhsan, Sp.KK, M.Ked(DV), selaku Ketua penguji yang telah memberikan petunjuk – petunjuk serta nasihat – nasihat dalam penyempurnaan skripsi ini.

(5)

iii

5. dr. Doddy Prabisma, Sp.BTKV, selaku Anggota penguji yang telah memberikan petunjuk – petunjuk serta nasihat – nasihat dalam penyempurnaan skripsi ini.

6. dr. Fitriani Lumongga, M.Ked(PA), Sp.PA, selaku Dosen Penasihat Akademik yang selalu memotivasi untuk tetap semangat dan bekerja keras.

7. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

8. Seluruh jajaran direksi dan pegawai RSUP H. Adam Malik.

9. Andhika Reza Akbar, Dwi Gunawan Fardhani, Haryodi Sarmana Putra, Muhammad Razaqa Prawiranagara dan William Jonathan Pangaribuan, teman- teman belajar bersama dan berbagi cerita yang menarik. “Nicht der Mangel der Liebe, sondern der Mangel der Freundschaft macht die unglücklichen Ehen”.

(Friedrich Nietzsche, 1844-1900).

10. Ananda Listiarini, teman yang telah sabar mengajarkan agar bersikap simpati dan empati, menuturkan kata-kata yang halus kepada orang lain, berpikir realistis, hidup mandiri, serta rajin beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa.

11. Deni Hariyanto, Nadia Kemalasari, Raja Putra Dwi Kalisa, dan Siti Farisya Tsamara Sembiring, teman-teman di divisi logistik SCOPH FK USU.

12. Nia Sarinastiti Nugroho, rekan satu tim bimbingan dalam penyelesaian skripsi.

13. Harris Kristanto Raphaeli, Muhammad Reza Restu Fauzi Margolang, Rezky Ilham Saputra, Tiasarah Aretha Br Sitepu, senior, junior, dan teman-teman saya lainnya yang turut berperan membantu saya di dalam perkuliahan.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan hasil penelitian ini.

Medan, 11 Desember 2017 Hormat Saya,

Penulis

(6)

iv

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan... i

Kata Pengantar... ii

Daftar Isi…... iv

Daftar Tabel…... vi

Daftar Gambar... vii

Daftar Singkatan... viii

Abstrak... ix

Abstract... x

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah... 2

1.3 Hipotesis Penelitian... 2

1.4 Tujuan Penelitian... 2

1.4.1 Tujuan Umum... 2

1.4.2 Tujuan Khusus... 3

1.5 Manfaat Penelitian... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 4

2.1 Karsinoma Nasofaring... 4

2.1.1 Gambaran Umum Nasofaring... 4

2.1.2 Histologi Nasofaring... 4

2.1.3 Definisi Karsinoma Nasofaring... 5

2.1.4 Klasifikasi Karsinoma Nasofaring... 5

2.1.5 Patofisiologi Karsinoma Nasofaring... 7

2.1.6 Patologi Karsinoma Nasofaring... 7

2.1.7 Tanda dan Gejala Karsinoma Nasofaring... 9

2.1.8 Stadium Karsinoma Nasofaring... 10

2.1.9 Terapi Karsinoma Nasofaring... 11

2.2 Kemoterapi pada Karsinoma Nasofaring... 13

2.3.1 Definisi Kemoterapi... 13

(7)

v

2.3.2 Jenis Obat-Obat Kemoterapi... 13

2.3.3 Respon Kemoterapi... 14

2.3 Kerangka Teori... 15

2.4 Kerangka Konsep... 16

BAB III METODE PENELITIAN... 17

3.1 Rancangan Penelitian... 17

3.2 Lokasi Penelitian... 17

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian... 17

3.4 Metode Pengumpulan Data... 18

3.5 Metode Analisis Data... 18

3.6 Definisi Operasional... 18

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 21

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………... 27

5.1 Kesimpulan……... 27

5.2 Saran…………... 28

DAFTAR PUSTAKA... 29

LAMPIRAN... 34

(8)

vi

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Chemoradiation followed by chemotherapy... 11

2.2 Induction chemotherapy/sequential chemotherapy... 12

4.1 Karakteristik Pasien Berdasarkan Usia…... 22

4.2 Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin... 23

4.3 Karakteristik Pasien Berdasarkan Tipe Histopatologi.... 23

4.4 Karakteristik Pasien Berdasarkan Stadium... 24

4.5 Hubungan Tipe Histopatologi Dengan Respon Kemoterapi………... 25

(9)

vii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Keratinizing Carcinoma... 6

2.2 Non-keratinizing Squamous Cell Carcinoma... 6

2.3 Kerangka Teori... 15

2.4 Kerangka Konsep... 16

(10)

viii

DAFTAR SINGKATAN

KNF : Karsinoma Nasofaring NPC : Nasopharyngeal Carcinoma SCC : Squamous Cell Carcinoma

SPSS : Statistic Product for Service Solution THT : Telinga Hidung Tenggorokan

WHO : World Health Organization

(11)

ix

ABSTRAK

Latar Belakang: Karsinoma nasofaring merupakan kanker yang muncul pada daerah area atas tenggorok dan di belakang hidung. Pasien karsinoma nasofaring seringkali terdiagnosa pada stadium lanjut. Pemberian kemoterapi diharapkan dapat meningkatkan kepekaan jaringan tumor terhadap radiasi serta dapat membunuh sel kanker yang berada diluar jangkauan radioterapi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tipe histopatologi karsinoma nasofaring dengan respon kemoterapi di RSUP H. Adam Malik.

Metode: Penelitian ini merupakan studi analitik dengan metode potong lintang (cross sectional). Pengambilan data dilakukan dengan observasi rekam medis pasien karsinoma nasofaring di RSUP H. Adam Malik, Medan yang telah menjalani kemoterapi pada tahun 2015-2016. Besar sampel diambil dengan metode total sampling.

Hasil: Hasil penelitian diperoleh 37 subjek, dengan 27 orang laki-laki (73%) dan 10 orang perempuan (27%). Kelompok umur tersering terkena karsinoma nasofaring adalah umur 41-50 tahun (37,8%). Subjek penelitian terdiagnosa karsinoma nasofaring terbanyak pada stadium IV, yaitu sebanyak 23 orang (62, 2%). Uji Fisher’s exact pada subtipe karsinoma nasofaring dengan respon kemoterapi didapatkan nilai p = 0,168 (p>0,05) menandakan tidak adanya hubungan antara tipe histopatologi KNF dengan respon kemoterapi.

Kesimpulan: Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pasien karsinoma nasofaring paling sering terjadi pada laki-laki dengan kelompok umur 41-50 tahun. Pasien paling sering terdiagnosa pada stadium IV. Non-Keratinizing dan Undifferentiated merupakan subtipe terbanyak pada karsinoma nasofaring.

Seluruh subtipe karsinoma nasofaring memerlukan kemoterapi untuk memperlambat laju pertumbuhan sel kanker.

Kata Kunci: Histopatologi, Karsinoma Nasofaring, Kemoterapi.

(12)

x ABSTRACT

Background: Nasopharyngeal Carcinoma was a malignancy that was found mostly in upper neck and nasal posterior area. Nasopharyngeal carcinoma patients were diagnosed commonly at advanced stage. Chemotherapy treatment was hoped to increase the tumor tissue sensitivity against radiation and eliminated cancer cells that was out of radiotherapy’s reaching. This research aimed to discover the relation between nasopharyngeal carcinoma histopathology types with the chemotherapy response in H. Adam Malik General Hospital.

Methods: This research was an analytic study with cross sectional method. Data were collected by medical records observation of the nasopharyngeal carcinoma patients in H. Adam Malik General Hospital that has been treated with chemotherapy in the year 2015-2016. The study sample was taken by total sampling method.

Results: The results showed 37 subjects, of which 27 were men (73%) and 10 were women (27%). The age group that affected mostly with nasopharyngeal carcinoma were aged 41-50 years (37,8%). The subjects were diagnosed with nasopharyngeal carcinoma were mostly at Stage IV, with the total of 23 patients (62,2%). Nasopharyngeal carcinoma subtypes and the chemotherapy response tested with Fisher’s exact test. The results showed that p value = 0,168 (p>0,05), which revealed no relation between NPC histopathological types with the chemotherapy response.

Conclusions: Based on this research, we concluded that the nasopharyngeal carcinoma patients occurred most often in male with the age group of 41-50 years. Patients were diagnosed mostly with nasopharyngeal carcinoma at stage IV. Non-Keratinizing and Undifferentiated were the most subtypes of nasopharyngeal carcinoma. All nasopharyngeal carcinoma subtypes need to be treated with chemotherapy to slow down the cancer cells growth rate.

Keywords: Histopathology, Nasopharyngeal Carcinoma, Chemotherapy

(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Kanker nasofaring (KNF) merupakan kanker yang muncul pada daerah area atas tenggorok dan di belakang hidung. Kanker ini merupakan tumor ganas yang paling banyak dijumpai di antara tumor ganas Telinga, Hidung, dan Tenggorok (THT) lainnya yang ada di Indonesia. KNF terutama ditemukan pada pria usia produktif (POI, 2010).

Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher merupakan karsinoma nasofaring, kemudian diikuti oleh tumor ganas hidung dan sinus paranasal (18%), laring (16%), dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring dalam presentase rendah (Harahap, 2009).

Berdasarkan klasifikasi histopatologi World Health Organization (WHO) tahun 1978, KNF dibagi menjadi tiga subtipe yaitu squamous cell carcinoma/SCC (tipe I), nonkeratinizing carcinoma (tipe II), dan undifferentiated carcinoma (tipe III). Klasifikasi KNF menurut WHO tahun 1991 membagi tumor ganas ini menjadi squamous cell carcinoma dan non-keratinizing carcinoma yang terdiri atas “differentiated” dan “undifferentiated”. WHO pada tahun 2005 menambahkan keratinizing squamous cell carcinoma dalam klasifikasi KNF (Thompson, 2007).

Dasar pengobatan KNF pada daerah kepala dan leher sampai saat ini adalah terapi radiasi. Kombinasi pengobatan dengan kemoterapi dilakukan jika KNF sudah tumbuh dengan ukuran yang besar dimana akan menyulitkan tindakan radioterapi. Pemberian kemoterapi diharapkan dapat meningkatkan kepekaan jaringan tumor terhadap radiasi serta dapat membunuh sel kanker yang berada diluar jangkauan radioterapi (Supriatno, 2011).

Pengukuran keberhasilan suatu terapi di bidang onkologi dapat dilakukan dengan menilai tiga hal. Pertama adalah respon tumor (tumor respon rate). Kedua adalah kemampuan hidup bebas penyakit (disease free survival). Ketiga adalah angka kemampuan hidup keseluruhan (overall survival). WHO Offset Publication

(14)

2

No. 48 tahun 1979 mengeluarkan penilaian respon tumor terhadap terapi kemoradiasi yang diberikan. Penilaian respon tumor yang dianjurkan minimal 4-6 minggu pasca terapi (Fibrian, 2010).

Penilaian kualitas hidup penting dilakukan pada penderita kanker kepala dan leher (head and neck cancer) karena penyakit dan terapinya dapat mempengaruhi beberapa fungsi penting dalam hidup, meliputi nutrisi, komunikasi, dan hubungan sosial (KPKN, 2015). Penilitian mengenai kualitas hidup pada penderita kanker kepala dan leher telah banyak dilaporkan dan ditinjau, akan tetapi masih sangat sedikit penilitian yang secara khusus mengkaji tentang kualitas hidup pada penderita karsinoma nasofaring (Rogers, 2007).

Berdasarkan uraian di atas, peneliti ingin mengetahui hubungan antara tipe histopatologi karsinoma nasofaring dengan keberhasilan kemoterapi, khususnya di Departemen THT-KL RSUP H. Adam Malik.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimana hubungan tipe histopatologi karsinoma nasofaring dengan respon kemoterapi di RSUP H. Adam Malik?”

1.3 HIPOTESIS MASALAH

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka hipotesis pada penelitian adalah ada hubungan tipe histopatologi karsinoma nasofaring dengan respon terhadap kemoterapi.

1.4 TUJUAN PENELITIAN 1.4.1 TUJUAN UMUM

Tujuan umum dilakukannya penelitian ini adalah mengetahui hubungan tipe histopatologi karsinoma nasofaring dengan respon kemoterapi di RSUP H. Adam Malik.

(15)

3

1.4.2 TUJUAN KHUSUS

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Mengetahui distribusi frekuensi berdasarkan umur pada pasien karsinoma nasofaring di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2015 – 2016.

2. Mengetahui distribusi frekuensi berdasarkan jenis kelamin pasien karsinoma nasofaring di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2015-2016.

3. Mengetahui distribusi frekuensi berdasarkan tipe histopatologi pasien karsinoma nasofaring di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2015-2016.

4. Mengetahui distribusi frekuensi berdasarkan stadium pasien karsinoma nasofaring di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2015-2016.

5. Mengetahui respon kemoterapi berdasarkan tipe histopatologi pasien karsinoma nasofaring di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2015-2016.

1.5 MANFAAT PENELITIAN

a. Sebagai wadah untuk mengembangkan kemampuan peneliti dalam menulis skripsi.

b. Memperoleh data tipe klasifikasi histopatologi penderita karsinoma nasofaring RSUP Haji Adam Malik Medan.

c. Hasil penelitian dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh tipe histopatologi karsinoma nasofaring terhadap respon kemoterapi.

d. Sebagai bahan untuk pengembangan keilmuan di bidang ilmu kesehatan bagian Ilmu Telinga, Hidung, Tenggorokan.

(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KARSINOMA NASOFARING

2.1.1 GAMBARAN UMUM NASOFARING

Nasofaring merupakan suatu ruangan yang berbentuk mirip kubus, terletak di belakang rongga hidung. Di atas tepi bebas palatum molle yang berhubungan dengan rongga hidung dan ruang telinga melalui koana dan tuba eustaschius. Atap nasofaring dibentuk oleh dasar tengkorak, tempat keluar dan masuknya saraf otak dan pembuluh darah (Supriatno, 2011).

Dasar nasofaring dibentuk oleh permukaan atas palatum molle.

Dinding depan dibentuk oleh koana dan septum nasi di bagian belakang.

Bagian belakang berbatasan dengan ruang retrofaring, fasia prevertabralis, dan otot dinding faring. Pada dinding lateral terdapat orifisium yang berbentuk segitiga, sebagai muara tuba eustaschius dengan batas superoposterior berupa tonjolan tulang rawan yang disebut torus tubarius.

Sedangkan ke arah superior terdapat fossa rossenmuller atau resessus lateral. Bagian belakang dinding nasofaring merupakan bagian posteroinferior sinus sphenoidalis, kearah kaudal sebagai orofaring (Jeyakumar, 2006).

2.1.2 HISTOLOGI NASOFARING

Nasofaring dilapisi oleh epitel respiratorik dan memiliki tonsila pharyngealis di media dan muara bilateral tuba auditorius untuk setiap telinga tengah (Mescher, 2014). Mukosa mengalami invaginasi dan membentuk kripta yang berbatasan dengan stroma yang mendasarinya.

Stroma tersebut kaya akan jaringan limfoid yang memiliki folikel limfoid reaktif. Epitel kripta disisipi oleh sel-sel limfoid kecil yang meluas serta mengganggu epitel untuk membentuk pola retikulasi. Epitel tersebut juga memiliki kelenjar seromukosa namun tidak sebanyak di mukosa hidung (Chan, 2005).

Mukosa pada nasofaring saat lahir dilapisi oleh pseudostratified

(17)

5

columnar epithelium, dan akan menjadi stratified squamous epithelium pada usia sekitar 10 tahun. Dinding lateral nasofaring memiliki daerah transisi serta lokasi pertemuan kedua epitel tersebut, berisi epitel globular atau kuboid. Epitel tersebut dapat berpotensi kearah keganasan. Jaringan limfoid dan kelenjar air liur pada membran mukosa juga dapat menjadi asal keganasan pada nasofaring (Putri, 2011).

2.1.3 DEFINISI KARSINOMA NASOFARING

KNF merupakan salah satu bentuk tumor ganas yang berasal dari sel epitel. Bentuk keganasan dari kepala dan leher ini mempunyai karakteristik yang khas baik secara histologi, epidemiologi, maupun biologi (Marlinda, 2009).

2.1.4 KLASIFIKASI KARSINOMA NASOFARING

Klasifikasi gambaran histopatologi yang direkomendasikan oleh WHO sebelum tahun 1991, dibagi atas tiga subtype (Ho-Sheng, 2016;

Chan, 2009):

1. Squamous Cell Carcinoma/SCC

Adanya jembatan interseluler dan atau keratinisasi di atasnya menunjukkan diferensiasi skuamosa. Tipe ini dapat dibagi lagi menjadi diferensiasi baik, sedang, dan buruk.

2. Non-Keratinizing Carcinoma

Pada tipe ini dijumpai adanya diferensiasi, tetapi tidak ada diferensiasi sel skuamosa tanpa jembatan intrasel. Pada umumnya batas sel cukup jelas.

3. Undifferentiated Carcinoma

Gambaran patologi pada tipe ini sangat heterogen. Pada tipe ini sel tumor secara individu memperlihatkan inti yang vasikuler, berbentuk oval atau bulat dengan nukleoli yang jelas.

Tumor tipe II dan tipe III lebih radiosensitif dan memiliki

(18)

6

hubungan yang kuat dengan virus Epstein-Barr (Chan, 2009).

Pada umumnya batas sel tidak terlihat dengan jelas. Terdapat kesamaan antara tipe II dan tipe III sehingga selanjutnya disarankan pembagian stadium KNF terbaru hanya dibagi atas dua subtipe (Flint, et al. 2010):

Gambar 2.1 Keratinizing Carcinoma

Gambar 2.2 Non-Keratinizing Squamous Cell Carcinoma

A. Tumor menginvasi sampai ke stroma. B. Pulau-pulau irregular dari karsinoma menginvasi stroma desmoplastik yang berlimpah. Sel-sel tumor menunjukkan diferensiasi dan keratinisasi skuamous yang tampak

jelas (Barnes, 2005) 1. Keratinizing Squamous Cell Carcinoma 2. Non-Keratinizing Squamous Cell Carcinoma

Tipe ini terbagi lagi menjadi “differentiated” dan

“undifferentiated” (Paulino, 2016)

(19)

7

2.1.5 PATOFISIOLOGI KARSINOMA NASOFARING

Patogenesis KNF dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu virus Epstein-Barr, kerentanan genetik, serta faktor resiko dari lingkungan.

Virus Epstein-Barr adalah salah satu jenis virus herpes yang menginfeksi sebagian besar populasi dewasa di dunia. Infeksi primer dari virus tersebut umumnya terjadi pada saat awal kehidupan dan sifatnya asimtomatik (Janti, 2013).

Paparan karsinogen yang terdapat di lingkungan turut berperan dalam kecenderungan peningkatan kejadian kanker (Belpomme, 2007).

Pasien yang menderita KNF menunjukkan peningkatan titer virus Epstein- Barr (Boies, 2012). Virus tersebut dikendalikan secara penuh oleh sistem imun, namun sebagian kecil dari virus tersebut dapat berkembang menjadi penyakit KNF. Sebagian individu tertentu menderita keganasan primer pada sel B dan sel epitelnya (Chijioke, 2013).

2.1.6 PATOLOGI KARSINOMA NASOFARING

Secara makroskopis, pertumbuhan KNF dibedakan menjadi 3 bentuk (Munir, 2009):

a. Ulseratif

Biasanya berupa lesi kecil disertai jaringan nekrotik.

Terbanyak dijumpai di dinding posterior nasofaring atau fossa Rossenmuller yang lebih dalam dan sebagian kecil dinding lateral. Tipe ini sering tumbuh progresif infiltratif, meluas pada bagian lateral, atap nasofaring, dan tulang basis kranium.

b. Nodular

Biasanya berbentuk anggur atau poliploid tanpa adanya ulserasi tetapi kadang-kadang terjadi ulserasi kecil. Lesi terbanyak muncul di area tuba eustaschius sehingga menyebabkan sumbatan tuba.

(20)

8

c. Eksofitik

Biasanya non-ulseratif, tumbuh pada satu sisi nasofaring, kadang-kadang bertangkai dan permukaan licin. Tumor muncul di bagian atap, mengisi kavum nasi dan menimbulkan penyumbatan. Tumor ini mudah nekrosis dan berdarah sehingga menyebabkan epistaksis.

Secara mikroskopis, pertumbuhan KNF dibedakan menjadi 4 bentuk:

a. Reaksi radang

Radang akut dan kronis sering dijumpai pada mukosa nasofaring. Pada peradangan kronis akan dijumpai limfosit dan jaringan fibrosis.

Ada anggapan yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara proses regenerasi pada ulserasi epitel nasofaring dengan perubahan metaplasia dan displasia dari epitel tersebut.

b. Hiperplasia

Sering terlihat pada lapisan sel mukosa kelenjar dan salurannya maupun pada jaringan limfoid. Hiperplasia kelenjar sering dihubungkan dengan proses radang, sedangkan pada hiperplasia jaringan limfoid dapat terjadi dengan atau tanpa radang.

c. Metaplasia

Sering terlihat metaplasia pada epitel kolumnar nasofaring berupa perubahan kea rah epitel skuamosa bertingkat.

d. Neoplasia

Neoplasia mulai tumbuh di bagian basal lapisan sel epitel (Ho-Sheng, 2016). Lapisan basal ini mulanya

(21)

9

sangat kecil lalu bertambah besar, jumlah sel bertambah banyak, dan bentuknya akan menjadi bulat atau pleomorfik.

2.1.7 TANDA DAN GEJALA KARSINOMA NASOFARING

Tanda dan gejala dari karsinoma nasofaring adalah sebagai berikut (Lo, 2010):

1. Massa servikal

Terdapatnya massa servikal unilateral atau bilateral pada saat pemeriksaan fisik. Massa tersebut biasanya tidak menyebabkan nyeri, namun nyeri bisa terjadi jika terdapat proses inflamasi atau infeksi.

2. Gangguan pernapasan

Keluarnya darah dari hidung serta obstruksi nasal unilateral atau bilateral. Dapat terjadi juga epistaksis dan batuk berdarah.

3. Gangguan telinga

Kehilangan pendengaran konduktif dikarenakan efusi telinga bagian tengah yang disebabkan oleh tertutupnya tuba eustachius.

4. Gangguan neurologis

Kegagalan fungsi nervus V dan VI serta nervus III menyebabkan parese wajah serta diplopia.

5. Gangguan penglihatan

Terjadinya diplopia pada penglihatan lateral dikarenakan kegagalan fungsi nervus VI.

6. Sakit kepala

Terjadinya sakit kepala unilateral di daerah temporoparietal disebabkan oleh iritasi cabang meningeal dari nervus V.

7. Sindroma paraneoplastik

Pada kondisi yang jarang, dapat terjadi dermatomiositis sebagai gejala awal. Dermatomiositis menyebabkan lesi pada kulit

(22)

10

dengan papula eritema, folikuler serta hiperkeratosis.

8. Gejala lain

Gejala lain berupa trismus pada muskulus pteryigoideus.

2.1.8 STADIUM KARSINOMA NASOFARING

Klasifikasi stadium KNF berdasarkan TNM, dari American Joint Committee on Cancer adalah sebagai berikut:

a. Tumor Primer (T)

Tx Tumor primer tidak dapat dinilai T0 Tidak terdapat tumor primer Tis Karsinoma in situ

T1 Tumor terbatas pada nasofaring, atau tumor meluas ke orofaring dan atau rongga hidung tanpa perluasan ke parafaringeal

T2 Tumor dengan perluasan ke parafaringeal

T3 Tumor melibatkan struktur tulang dari basis kranii dan atau sinus paranasal

T4 Tumor dengan perluasan intrakranial dan atau keterlibatan saraf kranial, hipofaring, orbita, atau dengan perluasan ke fossa infratemporal / masticator space

b. KGB Regional (N)

NX KGB regional tidak dapat dinilai

N0 Tidak terdapat metastasis ke KGB regional

N1 Metastasis unilateral di KGB, 6 cm atau kurang di atas fossa supraklavikula

N2 Metastasis bilateral di KGB, 6 cm atau kurang dalam dimensi terbesar di atas fossa supraklavikula

N3 Metastasis di KGB, ukuran >6 cm N3a Ukuran >6 cm

N3b Perluasan ke fossa supraklavikula

(23)

11

c. Metastasis Jauh (M)

MX Metastasis jauh tidak dapat dinilai M0 Tidak terdapat metastasis jauh M1 Terdapat metastasis jauh

2.1.9 TERAPI KARSINOMA NASOFARING

Menurut Komite Penanggulangan Kanker Nasional (KPKN) (2015), Terapi dapat mencakup radiasi, kemoterapi, kombinasi keduanya, dan didukung dengan terapi simptomatik sesuai dengan gejala. Koordinasi antara bagian THT, Radioterapi, dan Onkologi Medik merupakan hal penting yang harus dikerjakan sejak awal. Sebelum dilakukan terapi radiasi dan kemoterapi dilakukan persiapan pemeriksaan gigi, mata, dan neurologi.

Rekomendasi regimen kemoradioterapi menurut National Comprehensive Cancer Network (NCCN) Guidelines (2015) adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Chemoradiation followed by chemotheraphy

Regimen Dosing

Cisplatin + Radiotheraphy + Cisplatin + 5-FU

Cycles 1-3

Day 1: Cisplatin 100mg/m2 ; plus radiotherapy.

Repeat cycle every 3 weeks; followed by Cycles 4-6

Days 1-4: Cisplatin 80mg/m2/day + 5-FU 1,000mg/m2/day IV over 96 hours.

Repeat cycle every 4 weeks for 3 cycles Carboplatin + Radiotherapy

+ Carboplatin + 5-FU (Category 2B)

Cycles 1-3

Day 1: Carboplatin AUC 6 IV; plus

Radiotheraphy: 200cGy/fraction w/ five daily

(24)

12

fraction/week (to a total dose of 6600-7000cGy) Repeat every 3 weeks for 3 cycles; followed by Cycles 4-6

Days 1-4: Carboplatin AUC 5 IV + 5-FU 1,000mg/m2/day IV over 96 hours.

Repeat cycle every 3 weeks.

Tabel 2.2 Induction chemotherapy/sequential chemotherapy

Docetaxel + Cisplatin + 5-FU Day 1: Docetaxel 70mg/m2 IV over 1 hour and cisplatin 75mg/m2 IV over 3 hours; followed by Days 1-4: 5-FU 1,000mg/m2 IV over 96 hours.

Repeat every week for 3 cycles; followed by Cisplatin 100mg/m2; plus radiotheraphy: 5 daily fraction of 1.8 or 2Gy/day

(Total dose of 68.4Gy) Repeat every 3 weeks.

Docetaxel + Cisplatin (Category 2B)

Day 1: Docetaxel 75mg/ m2 IV +

cisplatin75mg/m2 IV every 3 weeks for two cycles, followed by

Cisplatin 40mg/m2 IV weekly concurrent with radiotherapy.

Cisplatin + 5-FU Day 1: Cisplatin 100mg/m2/day IV.

Days 1-4: 5-FU 1,000mg/m2/day continuous IV infusion.

Repeat cycle every 3 weeks for a minimum of 6 cycles.

Cisplatin + Epirubicin + Paclitaxel

This regimen was included in the NCCN guidelines but no reference was provided to indicate appropriate dosage.

(25)

13

2.2. KEMOTERAPI PADA KARSINOMA NASOFARING 2.2.1 DEFINISI KEMOTERAPI

Kemoterapi merupakan tatalaksana kanker yang menggunakan obat-obatan untuk menghancurkan sel kanker (NCI, 2008). Kemoterapi saat ini digunakan pada tiga situasi klinis utama. Pertama adalah terapi induksi primer untuk kanker stadium lanjut atau untuk kanker yang belum memiliki pendekatan terapeutik efektif. Kedua adalah terapi neoadjuvan untuk pasien dengan penyakit lokal atau kurang memadainya bentuk lokal pengobatan seperti pembedahan atau radiasi ataupun keduanya. Ketiga adalah terapi adjuvan untuk metode pengobatan lokal termasuk pembedahan, terapi radiasi maupun keduanya (Katzung, 2014).

2.2.2 JENIS OBAT-OBATAN KEMOTERAPI

Jenis obat-obatan yang digunakan dalam kemoterapi adalah sebagai berikut:

1. Cisplatin

Cisplatin merupakan obat kemoterapi agen platina yang sering digunakan untuk tatalaksana kanker. Pemberian cisplatin dinilai efektif untuk pengobatan berbagai tipe kanker, meliputi karsinoma, tumor, limfoma dan sarkoma. Cara kerja obat tersebut adalah dengan mengganti kedudukan basa purin pada DNA, dimana kemudian mekanisme perbaikan DNA terganggu dan akhirnya merusak DNA hingga terjadi apoptosis pada sel kanker. Kekurangan dari cisplatin adalah efek samping berupa gangguan ginjal, reaksi alergi, kehilangan pendengaran serta perdarahan. Pengobatan karsinoma pada kepala dan leher hanya dengan cisplatin saja tidaklah cukup, sehingga diperlukan kombinasi cisplatin dengan obat lain (Dasari, 2014).

2. Carboplatin

Carboplatin merupakan obat kemoterapi yang analog dengan cisplatin sebagai agen platina. Carboplatin sering digunakan untuk tatalaksana kanker ovarium, paru-paru, serta kepala dan leher. Carboplatin memiliki efek samping yang jauh lebih sedikit dibandingkan dengan cisplatin. Kekurangan dari carboplatin adalah kurang potennya obat tersebut daripada cisplatin. Rasio perbandingan dosis carboplatin dengan cisplatin adalah 4:1, dimana untuk mencapai efek yang serupa

(26)

14

dengan cisplatin, carboplatin harus ditambahkan empat kali lipat (Dasari, 2014).

2.2.3 RESPON KEMOTERAPI

Respon terapi (+) jika tidak didapati tumor menetap, kambuh secara lokal dan regional, dan metastasis jauh, dengan hasil (-) untuk semua parameter penilaian.

Respon terapi (-) jika didapati tumor menetap, kambuh secara lokal atau regional, metastasis jauh, dengan hasil (+) untuk minimal salah satu parameter penilaian (Deviana, 2016).

(27)

15

2.3 KERANGKA TEORI

Kerangka teori hubungan tipe histopatologi karsinoma nasofaring dengan respon terhadap kemoterapi adalah sebagai berikut:

Gambar 2.3 Kerangka Teori

KNF

Klasifikasi KNF

Histopatologi KNF - Tipe I - Tipe II - Tipe III

Radioterapi Kemoterapi

Respon Kemoterapi

Terapi KNF Tumor

menetap Kambuh secara lokal dan regional Metastasis jauh Epstein-

Barr Virus Faktor

Genetik

Faktor Lingkungan

(28)

16

2.4 KERANGKA KONSEP

Berdasarkan kerangka teori diatas, maka kerangka konsep penelitian adalah sebagai berikut:

Variabel Perancu

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.4 Kerangka konsep

Karsinoma Nasofaring:

- Tipe I - Tipe II - Tipe III

Respon Kemoterapi Kemoterapi

Respon Kemoterapi

(29)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini merupakan studi analitik cross sectional, yaitu penelitian yang dilakukan untuk melihat apakah ada hubungan tipe histopatologi karsinoma nasofaring dengan respon terhadap kemoterapi di RSUP H. Adam Malik Medan.

Rancangan penelitian yang digunakan adalah potong lintang dengan pengambilan data dalam satu waktu bersamaan.

3.2 LOKASI PENELITIAN

Penelitian dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan dengan alasan tempat tersebut merupakan rumah sakit umum pusat rujukan untuk penyakit karsinoma nasofaring dan banyaknya kunjungan pasien dengan penderita penyakit tersebut.

3.3 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN

Populasi penelitian ini adalah pasien karsinoma nasofaring di RSUP H. Adam Malik Medan, Sumatera Utara. Sampel penelitian ini diambil dengan metode total sampling, dengan sampel penelitian berupa pasien dengan diagnosa karsinoma nasofaring di RSUP H. Adam Malik Medan dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

Adapun kriteria inklusi dan eklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

- Kriteria Inklusi

Seluruh pasien terdiagnosa karsinoma nasofaring yang sudah menjalani kemoterapi 3 siklus di RSUP. H. Adam Malik Medan pada tahun 2015-2016.

- Kriteria Eksklusi

Seluruh pasien terdiagnosa karsinoma nasofaring yang sudah menjalani kemoterapi 3 siklus dan terdiagnosa penyakit lain di RSUP. H. Adam Malik Medan pada tahun 2015-2016.

(30)

18

Besar sampel diambil dengan metode total sampling yaitu metode penentuan sampel dimana seluruh sampel yang didapat serta memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan ke dalam penelitian hingga jumlah sampel terpenuhi.

3.4 METODE PENGUMPULAN DATA

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang didapat dari rekam medik pasien karsinoma nasofaring di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2015-2016.

3.6 METODE ANALISIS DATA

Pengolahan data dilakukan dalam beberapa tahapan meliputi:

1. Editing

Editing dilakukan untuk pengecekan dan perbaikan data-data yang telah dikumpulkan.

2. Coding

Coding dilakukan untuk mengubah data berbentuk huruf dan kalimat menjadi angka atau bilangan.

3. Entry

Entry dilakukan untuk memasukkan data ke dalam program atau software computer.

4. Cleaning

Cleaning dilakukan pengecekan kembali dan melihat adanya kemungkinan kesalahan kode serta ketidaklengkapan data yang selanjutnya dilakukan koreksi.

Data yang didapatkan diolah dengan menggunakan program komputer. Data tersebut akan ditabulasi dan dianalisis secara statistik. Data dari hasil penelitian akan disajikan dalam bentuk tabel Chi Square.

(31)

19

3.5 DEFINISI OPERASIONAL

1. Variabel : Karsinoma nasofaring

Definisi Operasional : Tumor yang berasal dari epithelium nasofaring dan sudah ditegakkan diagnosanya secara patologi anatomi Cara Ukur : Analisis data sekunder rekam medik

Alat Ukur : Rekam medis

Hasil Ukur : Positif karsinoma nasofaring : Negatif karsinoma nasofaring

Skala Ukur : Nominal

2. Variabel : Usia

Definisi Operasional : Jumlah tahun hidup pasien karsinoma nasofaring dengan rekam medis 2015-2016 Cara Ukur : Analisis data sekunder rekam medik

Alat Ukur : Rekam medis

Hasil Ukur : < 20 tahun 20-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun 51-60 tahun 61-70 tahun > 70 tahun

Skala Ukur : Interval

3. Variabel : Jenis kelamin

Definisi Operasional : Jenis kelamin pasien karsinoma nasofaring sesuai dengan rekam medis tahun 2015-2016

Cara Ukur : Analisis data sekunder rekam medis

Alat Ukur : Rekam medis

Hasil Ukur : Pria

(32)

20

Wanita

Skala Ukur : Nominal

4. Variabel : Tipe Histopatologi

Definisi Operasional : Tipe-tipe histopatologi karsinoma nasofaring sesuai dengan rekam medis 2015-2016

Cara Ukur : Analisis data sekunder rekam medis

Alat Ukur : Rekam medis

Hasil Ukur : Squamous cell carcinoma Non keratinizing carcinoma Undifferentiated carcinoma

Skala Ukur : Nominal

5. Variabel : Stadium

Definisi Operasional : Tingkat beratnya karsinoma nasofaring sesuai dengan rekam medis 2015-2016 Cara Ukur : Analisis data sekunder rekam medis

Alat Ukur : Rekam medis

Hasil Ukur : Stadium I

Stadium II Stadium III Stadium IV

Skala Ukur : Ordinal

6. Variabel : Kemoterapi

Definisi Operasional : Pilihan terapi karsinoma nasofaring dengan menggunakan bahan - bahan kimia

Cara Ukur : Analisis data sekunder rekam medis

Alat Ukur : Rekam medis

Hasil Ukur : Menjalani kemoterapi Tidak menjalani kemoterapi

Skala Ukur : Nominal

(33)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Proses pengambilan data untuk penelitian ini dilakukan setelah melalui proses administrasi di RSUP H. Adam Malik Medan pada pasien yang terdiagnosa karsinoma nasofaring, dengan sampel yang diambil adalah tahun 2015 - 2016. Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan, maka hasil penelitian disajikan dalam pemaparan di bawah ini.

RSUP H. Adam Malik Medan merupakan sebuah rumah sakit pemerintah yang dikelola pemerintah pusat dengan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, RSUP H. Adam Malik mulai berfungsi sejak tanggal 17 Juni 1991 dengan pelayanan rawat jalan, sedangkan untuk pelayanan rawat inap baru dimulai tanggal 2 Mei 1992. Pada tahun 1990 RSUP H. Adam Malik berdiri sebagai rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No.

335/Menkes/SK/VII/1990. Kemudian di tahun 1991 ditetapkan sebagai Rumah Sakit Pendidikan sesuai dengan SK Menkes No. 502/Menkes/SK/IX/1991 RSUP H. Adam Malik juga sebagai Pusat Rujukan wilayah Pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat dan Riau. Rumah sakit ini terletak di Jl. Bunga Lau No. 17.

Data yang dikumpulkan dari rekam medis adalah sebanyak 52 subjek pasien dengan karsinoma nasofaring yang sudah menjalani kemoterapi sebanyak 3 siklus. Kemudian dikeluarkan 15 subjek sesuai dengan kriteria inklusi. Jadi, jumlah sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 37 subjek.

(34)

22

Tabel 4.1 Karakteristik Pasien Berdasarkan Usia

Usia Frekuensi Presentase (%)

< 20 tahun 0 0,0 20 – 30 tahun 2 5,4

31 – 40 tahun 10 27,0

41 – 50 tahun 14 37,8

51 - 60 tahun 8 21,6

61 - 70 tahun 3 8,1 > 70 tahun 0 0,0

Total 37 100,0

Sampel dalam penelitian ini seperti yang terlihat pada tabel 4.1 adalah pasien yang berada pada segala usia dengan distribusi terbanyak pada pasien usia 41-50 tahun sebesar 37,8%, kemudian pada pasien usia 31-40 tahun sebesar 27,0%, kemudian pada pasien usia 31-40 tahun sebesar 27,0%, kemudian pada pasien usia 51-60 tahun sebesar 21,6%, kemudian pada pasien usia 61-70 tahun sebesar 8,1% Rata-rata usia sampel adalah 46,3 dengan sampel termuda berusia 26 tahun dan sampel tertua berusia 67 tahun. Hal ini dipengaruhi oleh salah satu etiologi karsinoma nasofaring yaiu Virus Epstein-Barr (VEB). Pada infeksi laten, DNA dari VEB akan tetap berada di dalam sel yang diinfeksinya sebagai episom dalam waktu yang lama yaitu sekitar 20-25 tahun tanpa menimbulkan gejala yang di kemudian hari dapat memicu proliferasi sel dan menyebabkan keganasan (Jawets, 1996). Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa pada proses terjadinya karsinoma nasofaring akan muncul setelah infeksi laten yang memerlukan waktu lama, sehingga menyebabkan jumlah penderita akan meningkatkan pada usia dewasa. Hal serupa juga ditemukan pada karakteristik sampel penelitian yang mendapatkan frekuensi usia tersering adalah berada pada usia diatas 40 tahun, yaitu sebesar 32,9% pada kelompok kasus dan 30,5% pada kelompok kontrol (Ren, 2010).

(35)

23

Tabel 4.2 Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Presentase (%)

Laki – Laki 27 73,0

Perempuan 10 27,0

Total 37 100,0

Berdasarkan karakteristik jenis kelamin, sebanyak 73,0% adalah jenis kelamin laki-laki, sedangkan 27,0% adalah jenis kelamin perempuan, seperti yang terlihat pada tabel 4.2. Nilai rasio perbandingan jenis kelamin laki-laki dengan perempuan adalah 2,7 : 1. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan dari American Cancer Society, bahwa laki-laki dua kali lebih beresiko daripada wanita untuk terkena KNF (ACS, 2015). Faktor-faktor yang kemungkinan berhubungan dengan pernyataan tersebut adalah adanya faktor gaya hidup, pekerjaan dan sebagainya (Roezin, 2010). Hal serupa juga ditemukan pada penelitian oleh Farhat yang menunjukkan bahwa pasien laki-laki yang terkena KNF lebih banyak daripada jumlah pasien perempuan (Farhat, 2015).

Tabel 4.3 Karakteristik Pasien Berdasarkan Tipe Histopatologi

Tipe Histopatologi Frekuensi Presentase (%) Squamous Cell Carcinoma 2 5,4

Non Keratinizing Carcinoma 23 62,2

Undifferentiated Carcinoma 12 32,4

Total 37 100,0

Populasi tipe Histopatologi paling banyak berdasarkan tabel 4.3 adalah Non Keratinizing Carcinoma sebesar 62,2%. Diikuti dengan Undifferentiated Carcinoma sebesar 32,4% dan Squamous Cell Carcinoma sebesar 5,4% dengan populasi yang paling sedikit di RSUP H. Adam Malik Medan. Hal serupa juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Yenita dan Aswiyanti Asri menyatakan bahwa subtipe KNF Non Keratinizing Carcinoma dan Undifferentiated Carcinoma merupakan subtipe KNF terbanyak di Sumatera Barat (Yenita, 2010). Di negara endemik seperti Cina dan Asia Tenggara mayoritas

(36)

24

subtipe KNF adalah Non Keratinizing Carcinoma dan Undifferentiated Carcinoma. Sebaliknya, di daerah non endemik seperti Amerika, Squamous Cell Carcinoma merupakan subtipe terbanyak. Subtipe KNF Non Keratinizing Carcinoma dan Undifferentiated Carcinoma berkaitam erat dengan infeksi Epstein-Barr Virus (Shofi, 2016). Tumor rongga mulut, tumor rongga hidung, dan tumor laring yang diyakini berhubungan dengan konsumsi rokok dan alkohol, lebih dari 75% merupakan Squamous Cell Carcinoma yang dapat juga dihubungkan dengan Epstein-Barr Virus di daerah endemik dan banyak juga terdapat di daerah non endemik seperti Amerika (Nicholls, 2013).

Tabel 4.4 Karakteristik Pasien Berdasarkan Stadium

Stadium Frekuensi Presentase (%)

I 4 10,8

II 3 8,1

III 7 18,9

IV 23 62,2

Total 37 100,0

Stadium karsinoma nasofaring yang paling sering, seperti yang terlihat pada tabel 4.4 adalah stadium IV yang dinilai menggunakan sistem stadium TNM berdasarkan American Joint Committee on Cancer (AJCC), yaitu sebanyak 62,2%. Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena etiologi yang hingga saat ini masih belum pasti, gejala dini yang tidak khas serta letak dari nasofaring yang tersembunyi sehingga diagnosis KNF sering terlambat. Hal serupa juga ditemukan pada penelitian oleh Melani dan Sofyan yang menyatakan bahwa stadium KNF tersering adalah stadium IV (Melani, 2013).

Hasil Hubungan Tipe Histopatologi Dengan Respon Kemoterapi dapat dilihat pada tabel 4.5 dengan menggunakan uji Chi Square tabel 2x3.

(37)

25

Tabel 4.5 Hubungan Tipe Histopatologi Dengan Respon Kemoterapi

Tipe Histopatologi

Respon Tidak Berespon

Jumlah P value

SCC 0 (0,0%) 2 (15,4%) 2 (5,4%) - Non Keratinizing 15(40,5%) 8 (21,6%) 23 (62,2%) - Undifferentiated 9(24,3%) 3 (8,1%) 12 (32,4%) -

Total 24(64,8%) 13 (35,1%) 37(100,0%) 0,168

Pada tabel 4.5, didapatkan bahwa terdapat tiga sel yang memiliki nilai expected kurang dari 5, sehingga uji dilakukan dengan menggunakan uji Fisher’s exact. Dari hasil analisis data yang menggunakan uji Fisher’s Exact diperoleh nilai p = 0,168 ( p > 0,05 ) yang berarti tidak terdapat hubungan bermakna antara tipe histopatologi dengan respon kemoterapi. Temuan tersebut serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Peng mengenai respon KNF terhadap kemoterapi induksi, dimana salah satu tinjauan yang dilakukan adalah hubungan tipe histopatologi menurut WHO dan kemoterapi, didapatkan nilai p = 1,000 (p >

0,05) yang berarti tidak ada hubungan di antara keduanya (Peng, 2016). Hasil serupa juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Liu mengenai pengaruh prognostik kemoterapi adjuvan, dimana salah satu tinjauan yang dilakukan adalah hubungan tipe histopatologi menurut WHO dan kemoterapi, didapatkan nilai p = 0,0841 yang menyatakan tidak ada hubungan diantara keduanya (Liu, 2016). Penelitian yang sudah pernah dilakukan oleh Faisal menunjukkan bahwa penderita karsinoma nasofaring dengan tipe Squamous Cell Carcinoma memiliki prognosis yang lebih buruk daripada Non Keratinizing Carcinoma dan Undifferentiated Carcinoma (Faisal, 2016). Temuan pasien KNF dengan tipe histopatologi Squamous Cell Carcinoma sejumlah 2 orang, serupa dengan temuan pada penelitian ini. Tipe tersebut merupakan karakteristik dari area endemik KNF, sehingga hasil penelitian tersebut tidak dapat diaplikasikan untuk wilayah non-endemik. Meskipun mayoritas KNF berespon baik terhadap kemoterapi, rekurensi metastasis menjadi penyebab utama kegagalan pengobatan serta memiliki prognosis yang buruk. Studi prospektif berikutnya dengan jumlah

(38)

26

sampel yang lebih banyak, sangat diperlukan untuk mengkonfirmasi adanya hubungan antara respon KNF terhadap kemoterapi (Peng, 2016).

Ada beberapa keterbatasan pada penelitian ini. Pertama, data mengenai perbedaan yang signifikan dari prognosis KNF berdasarkan tipe histopatologi sulit untuk diperoleh. Kedua, penelitian ini terbatas pada studi retrospektif dengan populasi sampel yang kecil, sehingga diperlukan pasien KNF dalam jumlah kohort yang lebih banyak agar didapatkan hubungan yang berarti.

(39)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang ditunjukkan, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Jumlah total pasien penderita karsinoma nasofaring di RSUP H. Adam Malik tahun 2015 – 2016 yang memenuhi kriteria peneliti adalah 37 orang.

2. Distribusi frekuensi pasien penderita karsinoma nasofaring di RSUP H. Adam Malik berdasarkan usia paling banyak dijumpai pada kelompok usia 41 – 50 tahun sebanyak 14 orang (37,8%).

3. Distribusi frekuensi pasien penderita karsinoma nasofaring di RSUP H. Adam Malik berdasarkan jenis kelamin paling banyak dijumpai pada jenis kelamin laki - laki sebanyak 27 orang (73,0%).

4. Distribusi frekuensi pasien penderita karsinoma nasofaring di RSUP H. Adam Malik berdasarkan tipe histopatologi paling banyak dijumpai pada tipe Non Keratinizing Carcinoma sebanyak 23 orang (62,2%).

5. Distribusi frekuensi pasien penderita karsinoma nasofaring di RSUP H. Adam Malik Medan berdasarkan stadium paling banyak dijumpai pada stadium IV sebanyak 23 orang (62,2%).

6. Tidak terdapat hubungan bermakna dengan uji Fisher’s Exact diperoleh nilai p

= 0,168 ( p > 0,05 ) antara tipe histopatologi dengan respon kemoterapi pada penderita karsinoma nasofaring di RSUP H. Adam Malik.

(40)

28

5.2. Saran

Dari semua proses penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, maka diungkapkan beberapa saran yang dapat berguna bagi semua pihak yang terlibat dalam penelitian ini. Berikut beberapa saran dari penulis:

1. Rekam medis adalah catatan dokter berupa anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan lanjutan, dan tatalaksana untuk pasien. Jadi, berkas rekam medis yang sempurna sangat diperlukan untuk status pasien.

2. Sistem struktural rumah sakit harus lebih komprehensif untuk menghindari kelalaian hilangnya data – data pasien.

3. Rumah sakit dan pelayanan kesehatan yang terkait perlu memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang karsinoma nasofaring agar gejala klinis dapat dikenali, ditatalaksana segera, dan dapat dicegah pemicunya.

4. Bagi peneliti yang mendapatkan pengalaman berharga pada penelitian ini agar mampu memperbaiki kesalahan – kesalahan yang telah berlalu untuk penelitian – penelitian lainnya.

5. Bagi peneliti lain agar menjadikan penelitian ini sebagai pedoman untuk melakukan penelitian – penelitian baru yang berkaitan dengan karsinoma nasofaring.

(41)

DAFTAR PUSTAKA

American Cancer Society (ACS). 2015, Global Cancer Facts & Figures. 3rd Edn.

Am Cancer Soc [online]. Available at:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22019360

Asroel, H. A. 2002, Penatalaksaan Radioterapi pada Karsinoma Nasofaring.

Artikel Penelitian, Bagian THT Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. pp1-5.

Barnes, L., Eveson, J.W., Reichart, P,. et al. 2005, World Health Organization Classification of Tumours: Pathology and Genetics of Head and Neck Tumours. IARC Press, Lyon.

Belpomme, D., Irigaray, P., Sasco, A. J., Newby, J. A., Howard, V., Clapp, R., et al. 2007 ‘The growing incidence of cancer: Role of Lifestyle and screening detection (Review)’, Int J Oncol, vol. 30, no. 5, pp. 1037-1049.

Boies 2012, Buku Ajar Penyakit THT, 6th edn, Penerbit Kedokteran EGC, Jakarta.

Chan, J. K. C., Pilch, B. Z., Kuo, T. T. et al. 2005, Tumours of The Nasopharynx:

Introductions. IARC Press, Lyon.

Chan, A. T. C., Felip E. 2009, Nasopharyngeal cancer: ESMO Clinical Recommendations for diagnosis, treatment, and follow up. Annals of Oncology.

Chijioke, O., Azzi, T., Nadal, D., Münz, C. 2013, ‘Innate immune responses against Epstein Barr virus infection’, J Leukoc Biol, vol. 94, no. 6, pp.

1185-1190.

Dasari, S. Tchounwou, P. B. 2014, Cisplatin in Cancer Therapy: Molecular Mechanism of Action. [Online] Accessed 3 June 2017. Available at:

(42)

30

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4146684/

Deviana, P. R., Iriana, M. 2016, Hubungan Respons Terapi dengan Kualitas Hidup Penderita Karsinoma Nasofaring WHO Tipe III Setelah Terapi di Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL FKUB/RS. Dr. Saiful Anwar, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang.

Faisal, H. H. 2016, Gambaran Karakteristik Karsinoma Nasofaring dan Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Prognosis. Artikel Penelitian, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Faiza, S., Rahman, S., Asri, A. 2016, Karakteristik Klinis dan Patologis Karsinoma Nasofaring di Bagian THT-KL RSUP Dr. M. Djamil, Padang.

Artikel Penelitian, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Padang.

Farhat, 2015. Efek Penghambat COX-2 Selektif atau Non Selektif pada Kemoradioterapi Konkuren terhadap Respon Klinis dan Ekspresi Imunohistokimia pada Karsinoma Nasofaring. Disertasi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. pp64-65.

Fibrian, K. C. 2010, Hubungan Antara Klasifikasi Histopatologis dengan Respon Kemoradiasi Berdasarkan Gambaran CT Scan pada Penderita Karsinoma Nasofaring. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang.

Flint, P. W. et al. 2010, Cummings Otolaryngology: Head and Neck Surgery. 5th ed, Mosby Inc., Philadelphia, PA.

Harahap, M. P. 2009, Ekspresi Vaskular Endothelial Growth Factor pada Karsinoma Nasofaring. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan.

Ho-Sheng, L. 2016, Malignant Nasopharyngeal Tumors, Medscape.

Janti, S., Irma, H. 2013, ‘DNA Epstein-Barr virus (EBV) sebagai biomarker diagnosis karsinoma nasofaring’. Dental Journal, vol. 46, no. 3.

(43)

31

Jawetz, E., Melnick, J. L., et al. 1996, Virologi dalam Mikrobiologi Kedokteran.

20th Edn. EGC, Jakarta. pp351-376.

Jeyakumar, A., Brickman, T. M., Doerr, T. 2006, Review of Nasopharyngeal Carcinoma. ENT-Ear Nose and Throat Journal.

Katzung, B. G. et al. 2014, Farmakologi Dasar & Klinik, Ed. 12 Vol. 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Komite Penanggulangan Kanker Nasional (KPKN). 2015, Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Kanker Nasofaring, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Lalwani A. K. 2008, ‘Benign and Malignant Lesions of the Nasopharynx’ in Current Diagnosis & Treatment Otolaryngology-Head and Neck Surgery. 2nd Edn. McGraw-Hill. pp362-366.

Liu, Y. C., Wang, W. Y., Twu, C. W., et al. 2016, Prognostic Impact of Adjuvant Chemotherapy in High-Risk Nasopharyngeal Carcinoma Patients. Oral

Oncology 64, Elsevier. pp15-21.

Lo, S., Lu, J. 2010, ‘Natural History, Presenting Symptomps, and Diagnosis of Nasopharyngeal Carcinoma’ in Nasopharyngeal Cancer:

Multidisciplinary Management, Springer, Philadelphia, pp.41-44.

Marlinda, A., Murti, A., Irwan,. et al. 2009, Diagnosis dan penatalaksanaan karsinoma nasofaring pada anak.

Melani, W., Sofyan, F. 2013, Karakteristik Penderita Kanker Nasofaring di Rumah Sakit H. Adam Malik, Medan Tahun 2011. E-Journal Vol 1:1, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. pp1-5.

Mescher, A. L. 2014, Histologi Dasar Junquiera: Teks & Atlas, Ed. 12, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Munir, D. 2009, Karsinoma Nasofaring (Kanker Tenggorok), USU Press, Medan.

(44)

32

National Cancer Institute (NCI). 2008, Understanding Chemotherapy. National Cancer Institute.

National Comprehensive Cancer Network (NCCN). 2015, Clinical Practice Guidelines in Oncology Head and Neck Cancer. National Comprehensive Cancer Network.

Nicholls, J., Niedobitek, G. 2013, ‘Histopathological Diagnosis of Nasopharyngeal Carcinoma: Looking Beyond the Blue Book.’ In Nasopharyngeal Carcinoma Keys for Translational Medicine and Biology.

Springer.

Paulino, A. C. 2016, Nasopharyngeal Carcinoma, Medscape.

Peng, H., Chen, L., Zhang, Y. 2016, The Tumour Response to Induction Chemotherapy has Prognostic Value for Long-Term Survival Outcomes after Intensity-Modulated Radiation Therapy in Nasopharyngeal Carcinoma. Scientific Reports 6:24835.

Perhimpunan Onkologi Indonesia (POI). 2010, Pedoman Tatalaksana Kanker, Badan Penerbit FK UI, Jakarta.

Putri, E. B. 2011, Karakteristik Penderita Karsinoma Nasofaring di Departemen Ilmu Kesehatan THT-KL FKUP/RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung Periode Tahun 2006-2010. Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung.

Ren, Z-F., Liu, W-S., Qin, H-D, et al. 2010, ‘Effect of Family History of Cancers and Environmental Factors on Risk of Nasopharyngeal Carcinoma in Guangdong, China.’ in Cancer Epidemiology: 34. pp419-424.

Roezin, A., Marlinda, A., Soepardi, et al. 2010, ‘Karsinoma Nasofaring’ dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga-Hidung-Tenggorok Kepala Leher. 6th Edn, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. pp182-187

(45)

33

Rogers, S. N., Ahad, S. A., Murphy, A. P. 2007, A structured review and theme analysis of papers published on ‘quality of life’ in head and neck cancer.

Oral Oncology.

Supriatno, Subagyo, G. 2011, Perawatan Kandidiasis Pseudomembran Akut dan Mukositis Oral pada Penderita Kanker Nasofaring yang Menerima Khemoterapi dan Radioterapi. Majalah Kedokteran, Yogyakarta.

Thompson, L. D. R. 2007, Update on Nasopharyngeal Carcinoma [Online],

accessed September 2007, Available at:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2807508/

Yenita, Asri, A. 2010, Studi Retrospektif Karsinoma Nasofaring di Sumatera Barat: Reevaluasi Subtipe Histopatologi berdasarkan Klasifikasi WHO (Penelitian Pendahuluan). Artikel Penelitian, Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, Padang.

(46)

LAMPIRAN A

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Haznur Ikhwan

NIM : 140100009

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 24 April 1996

Agama : Islam

Nama Ayah : dr. H. Evandoni, MM.Kes

Nama Ibu : dr. Hj. Hervina, Sp.KK, FINSDV

Alamat : Jalan Dermawan No. 10 Medan

Riwayat Pendidikan : 1. TK Bhakti 1, Pekanbaru (2000-2001)

2. TK Ulumul Quran Teladan, Medan (2001-2002) 3. SD Swasta Harapan 1, Medan (2002-2008) 4. SMP Swasta Harapan 1, Medan (2008-2011) 5. SMA Swasta Harapan 1, Medan (2011-2014) 6. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara (2014-sekarang)

Riwayat Pelatihan : 1. Peserta Seminar dan Workshop Sirkumsisi SCOPH FK USU 2014

2. Peserta Simposium dan Workshop Kusta dan Tantangan Kedepan Kelompok Studi Morbus Hansen Indonesia 2015

3. Peserta Seminar Ilmiah Anti Aging Update 2015

(47)

4. Peserta Seminar Gangguan Orientasi Seksual dan Identitas Gender 2016

5. Peserta Seminar dan Workshop Kesehatan Peranan Tenaga Profesi Kesehatan dalam Menurunkan Angka Kematian Ibu dan Bayi serta Membangun Generasi Emas dalam Persaingan Global 2017

Riwayat Organisasi : 1. Anggota Divisi Logistik Standing Committee on Public Health (SCOPH) FK USU 2016- 2017

(48)

LAMPIRAN B

(49)

LAMPIRAN C

(50)

LAMPIRAN D

(51)

LAMPIRAN E DATA INDUK No Nomor Rekam

Medis Usia Jenis Kelamin Tipe

Histopatologi Stadium Respon Kemoterapi

1 564611 50 Laki - Laki 3 III Respon

2 642723 48 Perempuan 2 II Tidak

3 605319 54 Laki - Laki 2 IV Respon

4 634420 61 Laki - Laki 3 IV Respon

5 655322 36 Laki - Laki 2 IV Respon

6 315326 46 Laki - Laki 3 I Respon

7 631415 26 Laki - Laki 2 III Respon

8 650118 59 Laki - Laki 2 III Respon

9 607602 55 Laki - Laki 1 III Tidak

10 621809 40 Laki - Laki 3 IV Tidak

11 644403 56 Laki - Laki 3 IV Respon

12 639482 31 Laki - Laki 2 IV Respon

13 637983 46 Laki - Laki 2 III Respon

14 641475 39 Laki - Laki 2 IV Respon

15 639973 47 Laki - Laki 2 IV Tidak

16 611475 44 Laki - Laki 2 IV Respon

17 602172 40 Perempuan 2 IV Respon

18 632072 32 Laki - Laki 2 IV Tidak

19 622460 32 Perempuan 3 II Respon

20 652434 33 Perempuan 2 II Respon

21 649734 49 Laki - Laki 2 IV Tidak

22 655135 61 Laki - Laki 1 III Tidak

23 627042 44 Laki - Laki 2 IV Tidak

24 650738 55 Perempuan 3 IV Respon

25 652949 44 Perempuan 2 IV Tidak

26 583349 37 Perempuan 2 I Respon

27 643065 37 Laki - Laki 3 IV Tidak

28 650465 46 Laki - Laki 2 III Respon

29 626263 57 Laki - Laki 2 IV Tidak

30 561886 45 Perempuan 3 I Respon

31 618394 59 Laki - Laki 2 IV Respon

32 643595 47 Laki - Laki 2 IV Tidak

33 636296 60 Laki - Laki 3 IV Respon

34 544693 29 Laki - Laki 2 I Respon

35 651796 67 Perempuan 2 IV Respon

36 636493 47 Perempuan 3 IV Tidak

37 653188 48 Laki - Laki 3 IV Respon

Gambar

Gambar 2.1 Keratinizing Carcinoma
Gambar 2.3 Kerangka Teori
Gambar 2.4 Kerangka konsep

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran CT scan nasofaring potong axial pada penderita karsinoma nasofaring di RSUP H.. Penelitian ini

tipe I memiliki hubungan dengan merokok, sedangkan risiko karsinoma nasofaring. Universitas

Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang berasal dari sel

Kentjono, WA 2003, Perkembangan terkini penatalaksanaan karsinoma nasofaring. 4th edition, New

untuk menjadi salah satu responden dalam penelitian yang berjudul “ Hubungan Merokok dengan Kejadian Karsinoma Nasofaring di Departemen / SMF Ilmu.. Kesehatan

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan studi cross sectional untuk menilai apakah terdapat hubungan tipe penderita dengan tingkat depresi

Untuk mengetahui hubungan ekspresi imunohistokimia VEGF dan Tumor- infiltrating lymphocytes ( TILs ) dengan tipe histopatologi dan stadium klinis karsinoma

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat gambaran karakteristik penderita karsinoma nasofaring tipe tak berdiferensiasi di RSUP H.. Penelitian ini merupakan penelitian