• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI MATA KULIAH BUDAYA SUNDA SEBAGAI MUATAN LOKAL DALAM PEMBINAAN AKHLAK : Studi Kasus Pada Mahasiswa FKIP UNPASUPAYA PENDIDIKAN NILAI MORAL DALAM MEMBINA DISIPLIN SISWA Dl SEKOLAH : Studi tentang Upaya Guru Membina Disiplin Siswa pada SMU Negeri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IMPLEMENTASI MATA KULIAH BUDAYA SUNDA SEBAGAI MUATAN LOKAL DALAM PEMBINAAN AKHLAK : Studi Kasus Pada Mahasiswa FKIP UNPASUPAYA PENDIDIKAN NILAI MORAL DALAM MEMBINA DISIPLIN SISWA Dl SEKOLAH : Studi tentang Upaya Guru Membina Disiplin Siswa pada SMU Negeri"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA PENDIDIKAN NILAI MORAL

DALAM MEMBINA DISIPLIN SISWA Dl SEKOLAH

(Studi tentang Upaya Guru Membina Disiplin Siswa

pada SMU Negeri 2 Bandung)

T E S I S

Diajukan kepada Panitia Ujian Tesis

pada Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan

dalam Program Studi Pendidikan Umum

Aie

3^E^F

Oleh: A. Acq Aqus

9 5 9 6 1 0 0

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa karya tulis dengan judul : "Upaya Pendidikan Nilai Moral dalam Membina Disiplin Siswa* di Sekolah (Studi tentang Upaya Guru Membina Disiplin Siswa pada SMU Negeri 2 Bandung)" ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sangsi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran atas etika keilmuan dalam karya saya ini, atau klaim terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, 2 Maret 2000 Yang Membuat Pernyataan

(3)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH

Pembimbing I

(Prof. Drs. H. A. Kosasih Diahiri)

Nip. 130143 898

Pembimbing II

(Prof. DR. H. Diamari)

(4)

Demi Masa, Sesungguhnya manusia itu

benar-benar dalam kerugian. Kecuali

orang-orang yang beriman dan mengerjakan

amal shaleh dan

nasehat-menasehati supaya mentaati

kebenaran dan

nasehat-menasehati supaya

menetapi kesabaran"

(Q.S. Al-Ashr : 1 - 3).

"Sesungguhnya sesudah kesulitan itu

ada kemudahan. Maka apabila kamu

telah selesai (dari sesuatu urusan),

kerjakanlah dengan sungguh-sungguh

(urusan) yang lain. Dan hanya kepada

tuhanmu kamu berharap"

(QS. Alam Nasyrah : 6 - 8)

Tesis ini kupersembahkan :

Kepada orangtuaku, para pendidik

dan orang-orang yang dengan ikhlas

(5)
(6)

ABSTRAK

Penelitian kualitatif. Upaya pendidikan nilai moral dalam membina

disiplin siswa di sekolah, bertujuan mengidentifikasi: Upaya guru

membina disiplin siswa terhadap peraturan tata tertib sekolah, nilai-nilai

yang ditanamkan oleh guru melalui Pendidikan Nilai Moral membina

disiplin siswa, hambatan-hambatan yang dihadapi guru membina disiplin

siswa. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan dapat disimpulkan

bahwa:

Pertama, upaya guru dan Kepala Sekolah dalam membina disiplin siswa di sekolah diterapkan tiga pendekatan yaitu: (1) keteladanan dari Kepala Sekolah dan para guru serta karyawan sekolah, (2) penegakan hukum secara preventif-persuasif dengan sosialisasi tata tertib sedini dan melibatkan siswa dalam kegiatan sekolah, dan (3) penegakan hukum secara represif dengan memberi sangsi pada siswa yang melanggar.

Kedua, nilai-nilai yang ditanamkan guru dalam membina disiplin

siswa terhadap tata tertib sekolah yang digali dari keteladanan dan penataan kegiatan sekolah, adalah nilai religius, tanggung jawab, kebersihan, kesehatan, kesopanan, kerjasama, pengetahuan, ukhuwah, kepercayaan, keikhlasan, kebersamaan dan rekreasi. Seperangkat nilai tersebut belum memiliki makna, jika belum diupayakan pembinaannya kepada siswa, sehingga menjadi kebiasaan hidup sehari-hari.

Ketiga, hambatan-hambatan yang dihadapi guru dalam membina disiplin siswa seperti : (1) ketidaktegasan dalam menjatuhkan sangsi; (2) sangsi yang tidak seragam; (3) lemahnya pengawasan, dan (4) faktor subyektif siswa. Hambatan-hambatan tersebut dapat ditanggulangi melalui : (1) Meningkatkan kekompakan dan kedisiplinan Kepala Sekolah dan para guru serta karyawan sekolah, baik dalam pemberian sangsi

maupun menjalankan tugas yang telah digariskan; (2) Lebih mengacu

kepada peraturan tata tertib sekolah yang telah disepakati; (3)

Mengintensifkan program pertemuan tripartit antara sekolah, orang tua/wali siswa dan masyarakat serta menyatukan sekolah dengan masyarakat melalui kegiatan sosial; (4) Sosialisasi peraturan tata tertib sekolah kepada siswa sedini mungkin dan meningkatkan pemahaman siswa terhadap nilai agama melalui kegiatan keagamaan.

Penelitian ini direkomendasikan kepada Kepala Sekolah:

mengefektifkan program supervisi, pengawasan yang dilanjutkan dengan melakukan pembinaan terhadap guru-guru dalam mendisiplinkan siswa.

Bagi Guru: hendaknya memberi sanksi yang tegas kepada siswa yang

melanggar tata tertib sekolah, lebih konsisten dalam menerapkan disiplin siswa dengan menampilkan sikap dan perilaku yang dapat diteladani oleh siswa. Sedangkan bagi siswa: memiliki kesadaran untuk melaksanakan

(7)
(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK i

KATA PENGANTAR ii

PENGHARGAAN DAN UCAPAN TERIMA KASIH iv

DAFTAR ISI viii

BABI. PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Perumusan Masalah 8

C. Tujuan Penelitian 9

D. Manfaat Penelitian 9

E. Definisi Operasional 10

BAB II. PENDIDIKAN NILAI MORAL MEMBINA KEDISIPLINAN

SISWA DALAM PENDIDIKAN UMUM 12

A. Konsep Dasar Pendidikan Nilai Moral 12

1. Pendidikan Nilai 12

2. Pendidikan Moral 20

B. Pendidikan Umum dalam Kaitannya dengan Pendidikan

Nilai Moral 25

C. Penanaman Disiplin Siswa dalam Pendidikan Umum .... 29

1. Pengertian Disiplin 29

2. Penanaman Disiplin yang Dilakukan Guru dalam

Pendidikan Umum 38

(9)

3. Disiplin dalam Belajar 51

4. Penanaman Disiplin dalam Perkembangan Diri Siswa ... 54

5. Disiplin Kerja Guru 57

6. Teori dan Pendekatan Pembinaan Disiplin Siswa 58

<

BAB III. PROSEDUR PENELITIAN : 64

A. Metodedan Pendekatan Penelitian 64 \

B. Subjek Penelitian 67

C. Teknik Pengumpulan Data 69

1. Teknik Observasi 69

2. Teknik Wawancara 70

3. Teknik Dokumentasi 71

D. Instrumen Penelitian 72

E. Pengumpulan Data Penelitian 72

F. Analisis Data Penelitian 74

BAB IV. HASIL PENELITIAN 76

A. Deskripsi Hasil Penelitian 76

1. Deskripsi tentang Upaya Guru Membina Disiplin Siswa

terhadap Peraturan Tata Tertib Sekolah 76

2. Deskripsi tentang Nilai-Nilai yang Ditanamkan oleh Guru

melalui Pendidikan Nilai Moral Membina Disiplin Siswa... 93 a. Deskripsi Nilai-Nilai yang Bersumber dari Keteladanan 93 b. Deskripsi Nilai-Nilai yang Bersumber dari Penataan

Kegiatan Sekolah 95

(10)

3. Deskripsi tentang Hambatan-Hambatan yang Dihadapi

Guru Membina Nilai Moral Disiplin Siswa 99

B. Interpretasi Hasil Penelitian 102

1. Interpretasi tentang Upaya Guru Membina Disiplin

Siswa terhadap Peraturan Tata Tertib Sekolah 102

2. Interpretasi tentang Nilai-Nilai yang Ditanamkan oleh

Guru melalui Pendidikan Nilai Moral Membina Disiplin

Siswa 106

a. Interpretasi Nilai-Nilai yang Bersumber dari

Keteladanan 106

b. Interpretasi Nilai-Nilai yang Bersumber dari

Penataan Kegiatan Sekolah 108

3. Interpretasi tentang Hambatan-Hambatan yang

Dihadapi Guru Membina Nilai Moral Disiplin Siswa 113

C. Analisis Hasil Penelitian 115

1. Analisis tentang Upaya Guru Membina Disiplin Siswa

terhadap Peraturan Tata Tertib Sekolah 115

2. Analisis tentang Nilai-nilai yang Ditanamkan oleh Guru

melalui Pendidikan Nilai Moral Membina Disiplin Siswa 131 3. Analisis tentang Hambatan-Hambatan yang Dihadapi

Guru Membina Nilai Moral Disiplin Siswa 145

(11)

D. Temuan-Temuan Penelitian 155

1. Temuan Makna 155

2. Temuan Masalah 156

BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 158

A. Kesimpulan 158

B. Implikasi Penelitian 163

1. Implikasi Teoritis 163

2. Implikasi Praktis 164

3. Implikasi bagi Penelitian Selanjutnya 167

C. Rekomendasi 169

1. Bagi Kepala Sekolah 169

2. Bagi guru 171

3. Bagi siswa 172

4. Untuk sekolah 173

DAFTAR PUSTAKA 175

LAMPIRAN - LAMPIRAN 182

1. Surat Izin Penelitian 182

2. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian 185

3. Peraturan Tata Tertib Sekolah SMU Negeri 2 Bandung 186

4. Denah Sekolah 193

5. Dokumen Photo 194

(12)
(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tantangan utama yang dihadapi bangsa Indonesia sekarang ini

dan untuk masa yang akan datang adalah mempersiapkan sumber daya manusia berkualitas yang memiliki kemampuan produktif, inovatif, kreatif, berdisiplin dan berkepribadian, sehingga menjadi modal dasar pembangunan nasional. Sumber daya manusia yang berkualitas adalah

manusia yang tidak hanya mampu dan bertahan hidup dalam masa

perubahan, berorientasi nilai budaya ilmu pengetahuan dan teknologi

(IPTEK), tetapi juga hams beradab, sopan santun, berdisiplin, memiliki

rasa tanggung jawab, tenggang rasa dan beriman. (Koentjaraningrat,

Kompas 23 Oktober 1998).

Pendidikan manusia seutuhnya bertujuan agar individu dapat mengekspresikan dan mengaktualisasikan diri dengan mengembangkan secara optimal dimensi-dimensi kepribadian, yaitu emosional, intelektual, sosial, moral dan religius (Sofyan S. Willis, 1985 : 1).

Berbagai upaya dalam pendidikan diarahkan untuk membina perkembangan kepribadian manusia secara menyeluruh baik dalam

aspek kognitif, sikap dan nilai-nilai serta keterampilan yang diperiukan oleh setiap orang, sebagaimana yang dirumuskan dalam tujuan pendidikan nasional menurut GBHN/TAP MPR No.ll/MPR/1998, sebagai

berikut:

(14)

Pendidikan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung jawab dan produktif serta sehat jasmani dan rohani. Pendidikan Nasional juga harus menumbuhkan jiwa patriot dan mempertebal rasa cinta tanah air, meningkatkan

semangat kebangsaan dan kesetiakawanan sosial serta

kesadaran pada sejarah bangsa dan sikap menghargai jasa para pahlawan serta berorientasi pada masa depan, iklim belajar dan mengajar yang dapat menumbuhkan rasa percaya diri. Budaya belajar di kalangan masyarakat terus dikembangkan agar tumbuh sikap dan perilaku yang kreatif, inovatif dan keinginan untuk maju (GBHN, 1998 : 54).

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang bertujuan untuk membina kepribadian anak didik. Hal ini sejalan dengan pendapat A. Kosasih

Djahiri (1985 : 4) bahwa :

Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan tempat belajar anak didik dalam berusaha membina, mengembangkan dan menyempurnakan potensi dirinya, serta dunia kehidupan dan masa depannya, sekolah merupakan salah satu tempat mempersiapkan generasi muda menjadi manusia dewasa dan berbudaya.

(15)

Uraian di atas dapat diartikan bahwa sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang berupaya membina, mengembangkan dan menyempumakan segenap potensi yang ada pada diri anak didik menuju proses kedewasaannya. Dalam upaya

mencapai tingkat kedewasaan yang optimal bagi anak didik, maka

sekolah berusaha mewujudkannya dengan jalan melaksanakan

program-program pengajaran.

Melalui pengajaran pendidikan nilai moral diharapkan dalam diri anak didik tertanam sikap yang baik yang berlandaskan pada jiwa dan nilai Pancasila. Sikap baik tersebut di antaranya adalah disiplin, yaitu mematuhi semua ketentuan, menjaga diri dari perbuatan yang buruk

dan menyimpang. Sikap tersebut harus dimunculkan anak didik dalam perilakunya di sekolah, keluarga dan masyarakat.

Pendidikan nilai merupakan salah satu upaya yang ditempuh

dalam menanamkan nilai, moral dan norma, sehingga seseorang dapat

berbuat, bersikap dan berperilaku, baik sebagai pribadi maupun sosial

(Abdul Manan 1995 : 2). Sedangkan S. Nasution (1989 : 131)

mengemukakan bahwa "Pendidikan nilai dimaksud sebagai upaya membantu siswa mengalami, memilih merefleksi dan

menginternalisasikan nilai-nilai, khususnya nilai-nilai moral sehingga terintegrasi dalam diri dan perilaku siswa". Menurut

(16)

.... It is the process of helping students to develop and internalize

socially acceptable, morally mature values and attitudes".

Dengan demikian pendidikan nilai bukan hanya penjejakan pengetahuan tanpa dirinya mampu mengembangkan nilai dan sikap. Nilai dan sikap diharapkan dapat ditanamkan melalui proses belajar

siswa berkadar tinggi, sehingga mampu melibatkan seluruh potensi

afektual siswa dengan hasil belajar dalam bentuk perubahan tingkah

laku, berupa penghayatan dan pengamalan nilai-moral Pancasila.

Dengan kata lain, hasil belajar siswa akan meningkat manakala nilai-nilai itu terinternalisasi dalam dirinya (A. Kosasih Djahiri,

1992).--Apabila kita melihat fenomena yang terjadi dalam kehidupan sekarang bahwa para pendidik dihadapkan pada suatu tantangan yang

kompleks dalam mendidik nilai moral siswa, terutama pada era

globalisasi yang ditandai dengan derasnya informasi yang telah

membawa pengaruh yang cukup signifikan terhadap perilaku disiplin

anak didik, misalnya terbukti dengan kembali maraknya tawuran atau

perkelahian massal antar pelajar, pemerasan, meninggalkan kelas sebelum waktunya tanpa izin, ingin menentang guru, dan Iain-Iain. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Sarlito Wirawan Sarwono

(Republika Edisi 23 Agustus 1997) bahwa "... dalam tawuran pelajar

(17)

jarang mencederai orang lain. Semua ini termasuk tindakan

kriminal".

Di sisi lain menurut Kepala Direktorat Pembinaan Masyarakat Polda Jakarta Kol. Beny Setiawan (Harian Pikiran Rakyat Edisi 22 April 1996) bahwa: "Rendahnya disiplin yang diterapkan oleh kepala sekolah dan guru terhadap siswanya menjadi salah satu pemicu

perkelahian pelajar". Sedangkan Majalah Pendidikan (Suara Guru No. 8 - 9 Tahun 1996). Dalam upaya menegakkan tata tertib siswa di

sekolah, ternyata masih terdapat beberapa kendala yang mengganjal

yang disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :

1) Masih ada guru dan staf tata usaha (TU) sekolah yang tidak

memberikan teladan yang baik terhadap siswanya.

2) Dalam memberikan sanksi dan hukuman bagi siswa yang

melanggar, masih ada pihak guru yang tidak memberikan sanksi dan

hukuman yang mendidik.

3) Masih ada siswa yang mengabaikan tata tertib di sekolah.

4) Masih ada pihak orang tua/wali murid, baik sengaja atau tidak, yang

tidak mendukung penegakan tata tertib siswa di sekolah.

Oleh karena itu penyimpangan-penyimpangan perilaku yang

dilakukan para siswa sudah seharusnya mendapat perhatian yang

(18)

peristiwanya terjadi di luar sekolah, seringkali masyarakat

mengaitkannya dengan krebilitas pihak sekolah/guru di dalam

menanamkan perilaku disiplin siswa-siswanya.

Dalam suatu hasil penelitian Komisi Disiplin Phi Delta Kappa di Amerika Serikat (Wayson, 1992 : 9) membuktikan bahwa betapa

pentingnya peranan sekolah dalam membentuk disiplin siswa. Dalam

penelitian tersebut ditemukan bahwa sekolah yang baik adalah sekolah

yang bercinkan : "Membangun disiplin dengan cara menciptakan sekolah yang kondusif dalam menanamkan disiplin, terhindar dari

praktek terisolasi yang berkenaan dengan masalah disiplin".

Penelitian tersebut menunjukkan bahwa pembentukan kepribadian tidak dapat dilakukan secara parsial atau fragmental yang bersifat kasuistik,

melainkan hams dalam kondisi dan situasi yang utuh, berkelanjutan dan

berkesinambungan.

Konsep disiplin diangkat ke permukaan dari nilai dasar (ND) ke

tataran nilai intrumental operasional (NIO), tidak terjebak dalam tataran

konseptual semata. Disiplin ditegakkan melalui pendekatan nilai yang

lebih persuasif (A. Kosasih Djahiri, 1995 : 32).

Hasil penelitian yang lain dikemukakan oleh Reyes (1995 : 34)

berkenaan dengan keterkaitan antara pemilikan nilai, moral dan norma

para siswa dengan pertumbuhan prestasi siswa. Dari hasil penelitiannya

ditemukan bahwa "Further, student achievement growth in high

(19)

norms, values and beliefs, as indicated by teachers commitment; and focus on student learning, as indicated by teacher",

Dari hasil penelitian tersebut ternyata bahwa betapa besarnya

peran seorang guru dalam mengembangkan potensi siswanya. Norma,

nilai dan kenyakinan termasuk faktor yang sangat berperan dalam

mendukung keberhasilan belajar siswanya, sehingga gurunya sendiri

dituntut memiliki komitmen yang kuat melaksanakan norma, nilai dan

keyakinan dalam kehidupan sehari-hari.

Ungkapan tersebut di atas memberikan makna bahwa proyeksi

pendidikan nilai kedisiplinan di sekolah mempunyai peran yang

menentukan, yaitu :

Guru dan kepala sekolah, serta pihak-pihak terkait lainnya akan sangat membantu dalam menumbuhkembangkan kesadaran (conciousness) dan pengalaman (experience) berdisiplin para siswa, apabila lingkungan sekitar mereka menggiring pada situasi dan kondisi yang kondusif bagi pembentukan manusia yang beriman dan bertaqwa (Daradjat, 1980 :30).

Namun dalam kenyataannya, tidak dapat dipungkiri bahwa masih

banyak guru yang kurang memiliki komitmen dalam upaya menciptakan iklim sekolah yang disiplin. Garapan membentuk pribadi yang berdisiplin seolah-olah hanya merupakan tanggung jawab guru Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dan guru Pendidikan

Agama saja, seperti yang disinyalir Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan, bahwa upaya peningkatan kualitas disiplin siswa secara

(20)

terpadu. Kenyataan tersebut perlu mendapat perhatian dari berbagai

pihak terutama pendidik yang mempunyai tanggung jawab dalam

membina moral disiplin siswa di sekolah. Hal ini menggugah peneliti

untuk melakukan penelitian dengan harapan akan menyumbang

landasan teoritik dalam rangka peningkatan profesionalisme ilmu pendidikan terutama yang berkaitan dengan masalah pendidikan nilai

moral membina disiplin siswa, dalam sebuah judul penelitian : "Upaya Pendidikan Nilai Moral Membina Disiplin Siswa di Sekolah" (Studi

tentang Upaya Guru Membina Disiplin Siswa pada SMU Negeri 2

Bandung).

B. Perumusan Masalah

Bertolak dari latar belakang masalah tersebut di atas, maka

penulis mengajukan rumusan masalah penelitian ini, yaitu

"Bagaimanakah upaya pendidikan nilai moral membina disiplin

siswa di sekolah".

Agar penelitian ini lebih terarah dan terfokus pada pokok

permasalahan, maka dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah upaya guru membina disiplin siswa terhadap

peraturan tata tertib sekolah?

2. Nilai-nilai apakah yang ditanamkan oleh guru melalui pendidikan nilai

moral membina disiplin siswa?

3. Hambatan-hambatan apakah yang dihadapi guru membina disiplin

(21)

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan di atas, maka penelitian ini

bertujuan untuk:

1. Mengidentifikasi upaya-upaya guru membina disiplin siswa terhadap peraturan tata tertib sekolah

2. Mengidentifikasi nilai-nilai yang ditanamkan oleh guru melalui

pendidikan nilai moral membina disiplin siswa

3. Mengidentifikasi hambatan-hambatan yang dihadapi guru membina

nilai moral disiplin siswa?

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat mengungkap informasi yang

bermanfaat melalui pengkajian konseptual maupun dari temuan-temuan

otentik di lapangan, sehingga dapat mengembangkan bahan-bahan

pemikiran yang bermanfaat baik untuk keperluan teoritis (ilmiah),

maupun untuk keperluan praktis guna lebih memahami

persoalan-persoalan nilai moral dalam membina kedisiplinan siswa di sekolah.

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan

manfaat sebagai berikut:

1. Memberi masukan kepada guru dalam membina kedisiplinan siswa

yang dilakukan di sekolah, mencakup tata tertib sekolah, proses

belajar mengajar dan seluruh aktivitas sekolah yang menjadi

(22)

10

2. Memberi masukan pada sekolah dalam merumuskan dan

meningkatkan mutu pembinaan disiplin yang hendak dicapai, baik

melalui kebijakan formal struktural maupun dari komunitas sekolah.

3. Memberi masukan kepada sekolah tentang pentingnya pendidikan

nilai moral dalam upaya pembinaan kedisiplinan siswa, yang

bermuara pada perilaku "self dicipline" sehingga memotivasi

lahirnya pemikiran yang berguna bagi kebijakan maupun program

pendidikan umum di sekolah dalam membina perilaku disiplin siswa di

sekolah.

E. Definisi Operasional

Untuk memperjelas maksud penelitian ini, sehingga terarah

kepada fokus penelitian, perlu dikemukakan definisi operasional dalam

judul penelitian ini, yaitu :

1. Upaya Guru yaitu segala tindakan, ucapan, pikiran, dorongan,

perilaku yang ditampilkan guru dalam konteks mengatasi

permasalahan disiplin siswa, baik yang bersifat preventif maupun

kuratif dalam membina kedisiplinan siswa.

2. Membina adalah upaya (tindakan, ucapan, pikiran, sikap, dorongan,

perilaku) yang dilakukan guru dan kepala sekolah dalam menata

situasi sekolah dan perilaku siswa untuk menegakkan tata tertib sekolah, baik aktivitas yang berkaitan dengan kegiatan intrakurikuler

maupun ekstrakurikuler, agar siswa menyadari dan melaksanakan

(23)

11

3. Pendidikan nilai moral adalah upaya pembinaan dan pembentukan

sikap, tingkah laku dan budi pekerti luhur yang akan diwujudkan

dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai pribadi, sebagai anggota

.#> masyarakat, maupun sebagai warga negara agar menjadi manusia

yang mampu berpikir, bersikap dan bertindak secara manusiawi.

4. Kedisiplinan adalah kemampuan mengendalikan diri berdasar atas

ketaatan, kepatuhan, kesetiaan, keteraturan dan ketertiban yang

timbul dari kesadaran diri siswa untuk mematuhi nilai, norma dan

peraturan yang berlaku di sekolah.

5. Peraturan sekolah adalah tatanan atau sesuatu yang dibuat untuk tata tertib sekolah, baik ketentuan-ketentuan tertulis (tata tertib sekolah) yang mengatur tugas dan kewajiban siswa di lingkungan sekolah maupun ketentuan-ketentuan yang tidak tertulis (tata krama)

yang mengatur cara-cara bergaul di lingkungan sekolah.

6. Siswa adalah peserta didik yang terdaftar di sekolah yang menjadi

sumber dan lapangan penelitian.

Berdasarkan uraian definisi operasional di atas, dapat

disimpulkan bahwa "Upaya Pendidikan Nilai Moral Membina Disiplin Siswa di Sekolah" dalam penelitian ini mengungkapkan berbagai hal yang berkenaan dengan proses pembinaan disiplin siswa yang

dilakukan oleh kepala sekolah, guru dan aparatur sekolah lainnya di

(24)
(25)

BAB III

PROSEDUR PENELITIAN

A. Metode dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan

pendekatan fenomenologis. Metode dan pendekatan tersebut dipilih

dengan pertimbangan bahwa masalah yang dikaji berkaitan dengan

masalah yang sedang berkembang dalam kehidupan, khususnya di

SMU Negeri 2 Bandung. Melalui pendekatan fenomenologi, diharapkan

deskripsi atas fenomena yang ditemukan di lapangan dapat

diinterpretasi makna dan isi esensinya secara lebih mendalam.

Pendekatan fenomenologi merupakan salah satu rumpun yang

berada dalam rumpun penelitian kualitatif. Fenomenologi adalah suatu

ilmu tentang fenomena atau yang dapat diamati untuk menggali esensi

makna yang terkandung di dalamnya. Menurut M. I. Soelaeman (1985 :

126), pendekatan fenomenologis mengarah kepada dwi fokus dari

pengamatan, yaitu : (1) Apa yang tampil dalam pengalaman, yang

berarti bahwa seluruh proses merupakan objek studi

(noesis).

Hal ini

berarti bahwa yang menjadi obyek studi dari penelitian ini adalah

seluruh kegiatan yang dilakukan oleh SMU Negeri 2 Bandung, baik

kegiatan di dalam kelas maupun di luar kelas; (2) Apa yang langsung

diberikan

(given)

dalam pengalaman itu, secara langsung hadir

(present) bagi yang mengalaminya (noema). Dalam hal ini peneliti turut

64

(26)

65

terlibat secara langsung dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh

SMU Negeri 2 Bandung.

Sedangkan langkah pendekatan fenomenologis menurut M.I.

Soelaeman (1985 : 135) terdiri dari dua langkah, yaitu :

pertama,

epoche

ialah menangguhkan atau menahan diri dari segala keputusan

positif. Menahan diri dalam pengertian menangguhkan pengambilan

keputusan. Hal ini penting artinya agar apa yang ditemukan dapat

diungkapkan makna esensialnya. Menurut M. I. Soelaeman selanjutnya

bahwa proses reduksi harus dilakukan dengan menaruh dalam dua

tanda

"kurung",

artinya reduksi yang dilakukan adalah sesuai dengan

apa yang nampak dari pengamatan kebetulan atau aksidental tampil

dalam pengamatan peneliti sebagai pengamat. Itulah sebabnya

ketajaman dan kecermatan dalam mengamati sasaran menjadi

tanggung jawab secara fenomenologis.

Kedua, ideation yakni menemukan esensi dari realitasnya yang menjadi sasaran pengamatan reduksi objek individualnya, item dari

objek pengamatan itu. Oleh karena itu M. I. Soelaeman (1985 : 137)

menyatakan bahwa esensi dari langkah ini meliputi :"(1) karakteristik umum yang dimiliki semua benda atau hal-hal yang sejenis; (2)

universal, yaitu mencakup sejumlah benda atau hal-hal yang

sejenis; (3) kondisi yang harus dimiliki benda-benda atau hal-hal tertentu untuk dapat digolongkan dalam jenis yang sama".

(27)

66

indisipliner yang dilakukan oleh siswa maupun guru SMU Negeri 2

Bandung, peneliti tidak secara langsung menyimpulkan

(epoche),

melainkan mencoba mencari makna sejatinya di balik tindakan-tindakan

tersebut(ideation).

Dalam

pendekatan

rumpun

kualitatif,

langkah-langkah

fenomenologis tidak teriepas dari ciri umum yang ditampilkan dalam

penelitian kualitatif. Sebagaimana dikemukakan oleh Bogdan dan Taylor

(1975 : 5)bahwa :

"Penelitian kualitatif, merupakan penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan

dari

orang-orang

dan

perilaku

yang diamati.

Data yang

dikumpulkan melalui penelitian kualitatif, lebih berupa kata-kata dari pada angka-angka" (Hadisubroto, 1988 : 2). Oleh sebab itu,

penelitian ini akan lebih memusatkan perhatian pada ucapan dan

tindakan subjek penelitian, serta situasi yang dialami dan dihayatinya,

dengan berpegang pada kekuatan data hasil wawancara mendalam.

Melalui metode penelitian tersebut,| penelitian ini diarahkan untuk

memahami latar alamiah secara utuh, yang tidak teriepas dari

konteksnya, sebab hanya dengan keutuhan itu dapat dipahami

permasalahan yang ingin diteliti. Prosedur penelitian dilakukan dengan

tiga tahap, yaitu "orientasi, eksplorasi, dan member check" (Nasution, 1988:33).

Tahap orientasi merupakan tahap awal penelitian yang dilakukan

(28)

67

dengan subjek penelitian. Tahap eksplorasi adalah tahap untuk

memperoleh informasi secara mendalam mengenai elemen-elemen

yang ditentukan untuk dicari keabsahannya. Tahap member check

adalah tahap untuk mengkonfirmasikan bahwa laporan yang diperoleh

dari subjek penelitian sesuai dengan data yang ditampilkan subjek,

dengan cara mengoreksi, merubah dan memperiuas data tersebut

sehingga menampilkan kasus terpercaya.

B. Subjek Penelitian

Yang menjadi subjek dalam penelitian ini yaitu semua kegiatan

yang berkaitan dengan upaya pendidikan nilai moral membina disiplin

siswa SMU Negeri 2 Bandung, serta beberapa orang guru yang

ditentukan melalui observasi awal untuk diwawancara. Komponen

sekolah yang melibatkan seluruh warga sekolah dimaksudkan untuk

mengamati kehidupan sekolah secara umum melalui observasi.

Untuk memperoleh data, melalui wawancara, ditentukan subjek

penelitian yaitu :

1. Guru-guru SMU Negeri 2 Bandung yang aktif membina disiplin siswa.

2. Kepala sekolah dalam kapasitasnya sebagai penanggung jawab

akademik maupun administratif di lingkungan sekolah. Dalam

menjalankan tugasnya, kepala sekolah dibantu oleh empat orang

wakil kepala sekolah yang menangani bidang kesiswaan, kurikulum, sarana dan humas. Kelompok ini selanjutnya disebut staf pimpinan

(29)

68

3. Siswa yang aktif dalam kegiatan intra maupun ekstrakurikuler dan

siswa yang relatif tidak disiplin.

Data kualitatif yang diperoleh melalui wawancara dan observasi

dibagi menjadi empat alur data, yaitu: (1) Data dari kepala sekolah

terhadap siswa atau sebaliknya, (2) Data dari guru terhadap siswa atau

sebaliknya, (3) Data dari kepala sekolah terhadap guru atau sebaliknya,

(4) Profil siswa hasil pembinaan kepala sekolah dan guru pembina di

SMUN 2 Bandung.

Kepala Sekolah H

t

Ak ' "'

•<r +

Pembinaan

Kedisiplinan

Perilaku Siswa SMU N 2 Bandung

3

Siswa ->

2

r

Ak J l

Guru-Guru

-IL

Bagan Hubungan Data Penelitian

Dari bagan di atas, dapat dijelaskan bahwa garis lurus ( ) menunjukkan alur pembinaan disiplin siswa yang melibatkan kepala sekolah, wakil kepala sekolah, dan guru. Adapun garis putus-putus (—)

adalah interelasi data kualitatif yang diperoleh dari hasil wawancara dan

observasi di lapangan.

Penelitian ini memilih Sekolah Menengah Umum Negeri 2

(30)

69

1. Menurut Kepala Dikmenum Depdikbud Kodya Bandung bahwa SMU

Negeri 2 Bandung termasuk salah satu sekolah yang cukup

berdisiplin. Tetapi hasil pengamatan dan informasi dari beberapa

guru bahwa sekolah ini tidak teriepas dari permasalahan yang

berkenaan dengan kedisiplinan siswa.

2. Penanaman nilai moral dan norma yang merupakan masalah afektif,

akan lebih baik dengan melalui pelakonan (experiencing) (A. Kosasih

Djahiri, 1988 : 47). Oleh karena itu peraturan tata tertib sekolah yang

berisi ketentuan-ketentuan harus dilakoni dan ditanamkan nilai moral

dan norma pada siswa.

3. Siswa pada usia Sekolah Menengah Umum, sedang mengalami

masa remaja akhir (late adolesence) yakni ia dituntut untuk

menentukan pilihan-pilihan (nilai, moral, norma) yang tepat untuk

kehidupan masa depannya (Sullivan, 1975, Kenny & Kenny, 1991,

Windmiller, 1980, Daradjat, 1980).

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui

tiga cara, yaitu: teknik observasi, teknik wawancara dan teknik

dokumentasi.

1. Teknik Observasi

Observasi merupakan alat yang sangat ampuh yang

dibutuhkan dalam penelitian kualitatif. Keuntungan yang diperoleh

(31)

70

mendalam dimana peneliti berhubungan secara langsung dengan

subjek penelitian. Menurut lexy j. Moleong (1996 :127) pemeran serta

sebagai pengamat yang dimaksud adalah peneliti sebagai pengamat

tidak sepenuhnya sebagai pemeran serta, tetapi masih melakukan

fungsi pengamat. Peneliti menjadi anggota pura-pura, dalam

pengertian tidak melebur dalam arti yang sesungguhnya.

Sedangkan jenis observasi yang digunakan adalah observasi

non sistematis, yaitu tidak menggunakan pedoman baku yang berisi

sebuah daftar yang dimungkinkan dilakukan oleh subjek penelitian,

akan tetapi pengamatan dilakukan secara spontan, dengan cara

mengamati apa adanya pada saat guru, kepala sekolah melakukan

pembinaan disiplin terhadap siswanya, serta mengamati

kegiatan-kegiatan siswa dalam mentaati peraturan tata tertib sekolah dalam

membina disiplin siswa.

2. Teknik Wawancara

Dengan menggunakan teknik wawancara, data utama yang

berupa ucapan, pikiran, gagasan, perasaan dan tindakan dari guru,

kepala sekolah diharapkan dapat terungkap oleh penelitian secara

lebih teliti dan cermat. Dexter (Lincoln dan Guba, 1985 : 268)

mengartikan

"wawancara

adalah

suatu percakapan

yang

bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang perorangan,

kejadian, kegiatan, perasaan, motivasi, kepeduiian, disamping

(32)

71

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara dengan

alat bantu tape recorder dan berupa catatan. Penggunaan kedua

alat bantu ini mengingat data yang dikumpulkan bersifat verbal dan

non verbal.

Setelah dilakukan wawancara, informasi yang diperoleh diolah

dan dikonfirmasikan melalui tahap triangulasi dan member check.

Hal ini dilakukan untuk memperoleh masukan mengenai kesesuaian

data tersebut.

3. Teknik Dokumentasi

Dokumentasi dan catatan merupakan sumber informasi yang

sangat berguna, seperti dikemukakan Lincoln dan Guba (1981 :

232-234) bahwa sumber informasi yang berupa dokumen dan rekaman

cukup bermanfaat, karena antara lain : (1) Merupakan sumber data

yang stabil dan kaya, (2) Berguna sebagai bukti pengujian, (3) Bersifat alamiah, (4) Relatif murah dan mudah diperoleh, (5) Tidak

reaktif.

Data yang bersifat dokumenter itu berupa : (1) Arsip-arsip

sekolah, (2) Buku catatan harian guru piket, (3) Tata tertib sekolah,

(4) Buku kasus, (5) Buku jurnal pelaksanaan program bimbingan dan

konseling, (6) Surat keterangan terlambat, (7) Pernyataan siswa baru

untuk mentaati dan mematuhi semua peraturan dan tata tertib

sekolah, (8) Surat pemberitahuan dan pemanggilan terhadap orang

(33)

72

pelanggaran untuk membicarakan jalan pemecahannya, (9) Foto-foto,

(10) Piagam dan lain sebagainya.

D. Instrumen Penelitian

_ Dalam penelitian kualitatif naturalistik, maka peneliti adalah

instrumen penelitian. Peneliti merupakan

"key instrument",

artinya alat

penelitian utama (S. Nasution, 1992 : 9). Sedangkan Lincol dan Guba

(1985 : 39) menyatakan tentang kelebihan peneliti sebagai instrumen

bahwa : "...

that all instruments interact with respondents and

objects butthat only the human instruments is capable in grasping

and evaluating the meaning of that differential interaction"

Oleh karena itu, Lexy J. Moleong (1994 : 129) mengemukakan

"mengenal diri sendiri pada dasarnya merupakan bagian penting

dari persiapan peneliti agar benar-benar siap di lapangan,

terutama karena akan bertindak sebagai instrumen".

E. Pengumpulan Data Penelitian

Dalam pengumpulan data penelitian didasarkan atas petunjuk

dalam penelitian kualitatif, khususnya format studi kasus.

Langkah-langkah teknik tersebut adalah :

1. Tahap Orentasi,

Dalam tahap ini peneliti mempersiapkan persyaratan

administratif sebagai langkah awal memasuki lapangan. Surat izin

(34)

73

yang diperlukan dipersiapkan sebelum pelaksanaan pengumpulan

data. Beberapa surat izin penelitian yang diperlukan diperoleh dari:

a. Rektor IKIP Bandung dengan surat No. 1985/K04/PL.06.05/1997

b. Kantor Sosial Politik Pemerintah Daerah Tk. II Bandung dengan

surat No. 070.1/5021

c. Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kodya Bandung

dengan surat No. 2421/102.1/PL/1997

d. Kepala SMU Negeri 2 Bandung yang dijadikan obyek penelitian

dengan surat No. 671/102.11 /SMU.02/C/1997

Untuk mengenal latar belakang lokasi penelitian secara

mendalam, dilakukan survai pendahuluan ke SMU Negeri 2 Bandung.

Dari hasil survey diperoleh data lengkap tentang kondisi responden

dan kondisi lainnya yang dapat digunakan untuk menyusun format

penelitian yang dibutuhkan sesuai permasalahan penelitian.

Hal lain yang penting dalam tahap ini adalah mengembangkan

komunikasi yang lebih akrab dengan calon responden, sehingga

informasi yang diberikan benar-benar jujur, murni dan bebas dari

persepsi dan kepentingan responden.

2. Tahap Eksplorasi,

Untuk mendapatkan informasi yang relevan dengan

permasalahan, maka dalam wawancara dan observasi dilakukan

hal-hal yang ada hubungannya dengan fokus masalah. Wawancara dan

(35)

74

yang ada kaitannya dengan ruang lingkup penelitian, tidak bersifat

umum, berstruktur dan dapat memberikan kejelasan tentang seluruh

aspek yang menjadi fokus penelitian. Tetapi pelaksanaannya sedapat

mungkin diadakan dengan tidak mengganggu kegiatan rutin sekolah.

Untuk membantu kelancaran pelaksanaan pengumpulan data,

peneliti menggunakan tape recorder guna merekam seluruh

pembicaraan. Sedangkan dokumen-dokumen yang ditelaah adalah

yang ada kaitannya dengan fokus penelitian dan dapat memberi

sumbangan untuk menjelaskan permasalahan, seperti Peraturan Tata

Tertib Sekolah bagi Siswa SMU Negeri 2 Bandung.

3. Tahap Member check

Untuk memperoleh keabsahan dan keyakinan data yang telah

dihimpun dilakukan member check. Tahap ini dilakukan setiap selesai

mengadakan wawancara dan observasi, dengan mengkonfirmasikan

kembali catatan lapangan tersebut. Selain itu, dilakukan koreksi dari

nara sumber yang bersangkutan. Untuk lebih memantapkan lagi data

yang diperoleh dilakukan pula triangulasi kepada responden dan nara

sumber lain yang kompeten. Dengan demikian waktu pelaksanaan

membercheck dilakukan seiring dengan tahap eksplorasi.

F. Analisis Data Penelitian

Analisis data dilakukan bersamaan dengan proses pengumpulan

(36)

75

induktif sebagaimana dikemukakan oleh Poespoprojo (1987 : 17) yaitu

"merupakan suatu penarikan kesimpulan yang umum (berlaku

untuk semua/banyak)

atas

dasar pengetahuan tentang hal-hal yang

khusus (beberapa/sedikit)".

Sementara menurut Lexy J. Moleong

(1994 : 5) analisis ini digunakan atas dasar pertimbangan bahwa proses

induktif lebih dapat menemukan kenyataan-kenyataan ganda yang

terdapat dalam data, dapat membuat hubungan peneliti responden

menjadi eksplisit, dikenal dan accountable, analisis tersebut lebih dapat

menguraikan latar secara penuh dan membuat keputusan-keputusan

tentang dapat tidaknya pengalihan kepada latar lain, analisis induktif

lebih dapat menemukan pengaruh bersama menghitung nilai-nilai

secara eksplisit sebagai bagian stuktur analisis. Melalui analisis induktif diharapkan mampu menangkap makna data yang bersifat ganda,

menginterprestasi dan menyimpulkan hasil-hasil temuan.

, »-i l >•'. A,

m bmm

V ''•••••''* ^/

(37)

^DIDZ/q

(38)

BAB V

^

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI ^

/} 4**

Dalam bab terakhir ini akan disajikan kesimpulan, implikasi dan

rekomendasi penelitian. Pada bagian kesimpulan akan memaparkan tentang

intisari hasil penelitian secara keseluruhan dari deskripsi, interpretasi dan

analisis. Implikasi dimaksudkan untuk menemukan benang merah antara hasil

penelitian dengan teori dan praktek serta penelitian lebih lanjut. Sedangkan

rekomendasi dimaksudkan untuk mengutarakan beberapa saran yang bersifat

membangun untuk perbaikan kepada berbagai pihak terkait setelah

memperoleh kejelasan dari hasil penelitian.

A. Kesimpulan

Menyimak dari hasil penelitian mengenai upaya guru dan Kepala

Sekolah membina kedisiplinan siswa di sekolah, dapat disimpulkan sebagai

berikut:

Pertama, dalam membina disiplin siswa terhadap peraturan tata tertib sekolah diterapkan tiga pendekatan, yaitu (1) Pendekatan keteladanan, dimana Kepala Sekolah dan guru serta karyawan sekolah menjadi sosok yang dicontoh perilakunya, (2) Pendekatan penegakan hukum secara preventif-persuasif yang dilakukan dengan sosialfeasi

peraturan tata tertib sekolah sedini mungkin kepada siswa dan melibatkan

(39)

159

siswa dalam kegiatan sekolah, dan (3) Pendekatan penegakan hukum

secara represif yang dilakukan dengan memberikan hukuman terhadap

siswa yang melanggar peraturan tata tertib sekolah. Penjatuhan hukuman

dilakukan secara berjenjang dengan prosedur yang telah disepakati, yaitu

dari teguran, peringatan, skorsing sampai dikeluarkan dari sekolah,

tergantung berat ringannya pelanggaran.

Upaya guru dan Kepala Sekolah dalam membina disiplin siswa

terhadap peraturan tata tertib sekolah di SMU Negeri 2 Bandung belum

berhasil dengan baik. Hal ini terbukti dengan masih ada siswa datang

teriambat, membolos, tidak menggunakan atribut sekolah secara lengkap,

tidak mengikuti upacara bendera, dan Iain-Iain.

Kedua, nilai-nilai yang ditanamkan guru dalam membina kedisiplinan

siswa terhadap peraturan tata tertib sekolah bersumber dari perilaku

keteladanan

maupun

penataan kegiatan sekolah.

Nilai-nilai yang

bersumber dari keteladanan, seperti:

a) Nilai kebersihan, yang ditunjukan dengan perilaku Kepala Sekolah dan

guru yang tidak membuang sampah di sembarang tempat,

b) Nilai kesehatan, yang ditunjukan dengan perilaku Kepala Sekolah dan

sebagian guru tidak merokok di hadapan siswa, siswa dilarang

(40)

160

c) Nilai tanggung jawab, yang ditunjukan dengan perilaku Kepala Sekolah

datang paling awal sebelum jam pelajaran pertama, agar siswa

bertanggung jawab pada dirinya untuk selalu datang tepat waktu.

d) Nilai religius, yang ditunjukan dengan perilaku Kepala Sekolah dan guru

dalam melakukan shalat dhuhur dan shalat Jum'at berperan sebagai

khatib, duduk di barisan terdepan, dan datang lebih awal dari siswa,

Kepala Sekolah dan guru selalu mengucapkan salam pada waktu

memasuki atau meninggalkan ruangan atau kelas.

e) Nilai kesopanan, yang ditunjukan dengan perilaku Kepala Sekolah dan

guru yang selalu berbicara dengan menggunakan bahasa Indonesia

yang baik dan benar.

Sedangkan nilai-nilai yang bersumber dari penataan kegiatan

sekolah, seperti:

a) Nilai tanggung jawab, yang ditunjukan dalam kegiatan ekstrakulikuler

dimana siswa diberi kepercayan mengelola kegiatan dari perencanaan

sampai akhir pelaksanaan, agar siswa memiliki tanggung jawab

terhadap kegiatan sendiri.

b) Nilai kerjasama, yang ditunjukan dalam kegiatan mentoring dan

bimbingan baca tulis Al-Qur'an, setiap kegiatan ekstrakurikuler

mensyaratkan kerjasama yang kompak di antara para peserta agar

(41)

161

c) Nilai pengetahuan, yang ditunjukan dalam kegiatan Kelompok llmiah

Remaja dan mentoring dan bimbingan baca tulis Al-Qur'an dimana

siswa sebagai pembimbing harus berpengetahuan agama yang cukup

dan lancar membaca dan menulis Al-Qur'an.

d) Nilai ukhuwah, yang ditunjukan dalam kegiatan mentoring dan

bimbingan baca tulis Al-Qur'an dimana siswa saling membimbing dalam

ikatan persaudaraan yang kuat.

e) Nilai kepercayaan, yang ditunjukan dalam pelaksanaan Idul Adha (Idul

Qurban) yang kepanitiaan serta pengelolaan kegiatannya dipegang oleh

siswa.

f) Nilai keikhlasan, yang ditunjukan dalam pemberian sumbangan infak

oleh siswa untuk berqurban

g) Nilai kebersamaan, yang ditunjukan dalam kegiatan siswa yang selalu

menekankan kebersamaan siswa sebagai satu kesatuan yang harus

menjaga kekompakan

h) Nilai rekreasi, yang ditunjukan dalam kegiatan kemping bersama diisi

dengan renungan malam dan diskusi keagamaan

i) Nilai religius, yang ditunjukan dalam kebiasaan beberapa guru yang

senantiasa mengkaitkan materi pelajaran dengan nilai-nilai Islam.

(42)

162

keluarga, masyarakat maupun sekolah. Secara konseptual, Pendidikan

Nilai Moral memiliki kajian teoritik tentang pendekatan pembinaan nilai

dalam kegiatan belajar mengajar. Para guru diberi kebebasan yang luas

untuk memilih alternatif pendekatan tersebut, yang disesuaikan dengan

domain dan taksonomi dunia afektif (baik secara prosedural maupun

programatis) dan dunia tersembunyi (the hidden) peserta didik.

Ketiga, kendala yang dihadapi oleh guru dalam membina disiplin siswa pada peraturan tata tertib sekolah dapat dikelompokan ke dalam

empat kategori hambatan, yaitu : (1) ketidaktegasan guru dan sekolah

dalam menjatuhkan sangsi; (2) pola sangsi yang tidak seragam; (3)

lemahnya pengawasan dari pihak sekolah, orang tua/wali siswa dan

masyarakat yang disebabkan oleh kurangnya waktu dan tenaga guru yang

bersedia untuk membina siswa, kurangnya komunikasi dan kerjasama

antara sekolah, orang tua/wali siswa dan masyarakat dalam menyelesaikan

masalah siswa, orang tua/wali siswa kurang memperhatikan

perkembangan anaknya yang disebabkan karena kurangnya pengetahuan

orang tua untuk mendidik anak, kesibukan orang tua; dan (4) faktor subyektif/personal siswa, seperti keadaan jiwa siswa yang masih labil karena sifat remaja dalam masa puber, kurangnya pemahaman siswa

(43)

163

Hambatan-hambatan yang dihadapi guru dalam membina

kedisiplinan siswa ditanggulangi dengan : (1) Meningkatkan kekompakan

dan kedisiplinan Kepala Sekolah dan para guru serta karyawan sekolah,

baik dalam penjatuhan sangsi maupun dalam menjalankan tugas yang

telah digariskan, (2) Mengacu pada peraturan tata tertib sekolah yang telah

disepakati bersama, (3) Mengintensifkan program pertemuan tripartit antara

pihak sekolah, orang tua/wali siswa dan masyarakat, seperti mengundang

orang tua/wali siswa ke sekolah, menyatukan sekolah dengan masyarakat

melalui kegiatan sosial, (4) Sosialisasi nilai-nilai peraturan tata tertib

sekolah kepada siswa dan meningkatkan pemahaman siswa terhadap

nilai-nilai agama melalui kegiatan keagamaan.

B. Implikasi Penelitian

Pada bagian ini akan dipaparkan beberapa implikasi dari hasil

penelitian di lapangan, yang meliputi implikasi teoritis, implikasi praktis dan

iplikasi bagi penelitian lebih lanjut.

1. Implikasi Teoritis

Menyimak hasil penelitian yang terangkum dalam uraian di atas bahwa sekolah sebagai lembaga pendidikan formal memiliki makna

penting bagi pemupukan kesadaran dan pembiasaan hidup berdisiplin.

Sekarang ini orang sering beranggapan bahwa siswa sekolah menengah

(44)

164

konsekuensi dari masa remaja, di mana siswa melanggar norma-norma

yang berlaku, seperti maraknya tawuran pelajar, tindakan kriminal, serta

penyalahgunaan obat-obatan dan narkotika. Apabila lembaga pendidikan

tingkat menengah ditata sedemikian rupa, terutama dalam pembinaan

disiplin siswa di sekolah akan membawa dampak psikologis yang kuat

dalam membangkitkan semangat disiplin di sekolah.

Implikasi teoritis dalam penelitian ini ditemukannya

konsep-konsep teoritis tentang upaya pembinaan kedisiplinan dikalangan

remaja, sehingga bisa dijadikan pedoman bagi guru dan Kepala Sekolah

dalam memberikan keteladanan yang baik untuk merealisasikan

terbinanya disiplin siswa di sekolah. Pembinaan kedisiplinan tersebut

dilakukan dalam setiap situasi pendidikan. Oleh karena itu, istilah

pendidikan sendiri mengandung maksud dan tujuan,' paling tidak,

bermakna mengajar.

2. Implikasi Praktis

Untuk tataran praktis, penelitian ini memiliki implikasi yag cukup

luas dalam kehidupan sehari-hari bagi masalah pendidikan. Hasil

penelitian ini membuktikan bahwa sekolah merupakan suatu lembaga

yang isinya dapat dibentuk sesuai dengan keinginan pelakunya. Hal ini

(45)

165

yang menjadi Kepala Sekolahnya, siapa yang menjadi gurunya dan siapa

yang menjadi siswanya.

Dari hasil penelitian di lapangan, terungkap bahwa peranan

Kepala Sekolah sebenarnya tidak hanya terbatas pada pemenuhan

aturan-aturan yang bersifat formal, melainkan seorang Kepala Sekolah

dapat tampil multi fungsi. Kepala Sekolah dapat berlaku sebagai seorang

yang bertanggung jawab sebagai pemimpin dalam semua kegiatan yang

berlangsung di mana saja, terutama dalam masalah pendidikan. lapun

dapat bertanggung jawab mengenai ucapan, tindakan dan pikirannya

terhadap profesinya. Selain itu, ia dapat pula bertindak sebagai bapak

dari semua siswanya atau partner' bagi rekan kerjanya yang terdiri dari

Wakil Kepala Sekolah, guru bidang studi, wali kelas, guru bimbingan

dan penyuluhan, guru piket dan karyawan tata usaha sekolah, apabila ia

mampu mengembangkan hubungan interpersonal yang harmonis.

Mengingat posisi dia yang memiliki kelebihan dibandingkan dengan

posisi guru dan siswa, maka inisiatif untuk menjalin hubungan tersebut

harus dimulai dari dirinya.

Bagi sosok yang berdisiplin, cara membangun hubungan yang

harmonis antar anggota masyarakat sekolah tidaklah menjadi persoalan,

karena sebagai orang yang berdisiplin, keinginan untuk menjalin

(46)

166

merupakan perwujudan dirinya dalam merealisasikan norma-norma

disiplin. Oleh karena itu, apabila suatu sekolah dipimpin oleh seorang

Kepala Sekolah atau dibina oleh guru-guru yang memiliki komitmen

disiplin yang tinggi, walaupun ada beberapa siswa dan guru yang

mungkin terkesan suka melanggar peraturan tata tertib sekolah, mereka

akan dapat mempengaruhi penciptaan situasi sekolah yang berdisiplin

secara optimal.

Upaya pembinaan kedisiplinan siswa di sekolah, sebagai tujuan

dan nilai yang hendak dicapai, dapat dikembangkan di sekolah melalui penataan situasi-situasi untuk menanamkan nilai disiplin. Guru atau

Kepala Sekolah harus melakukan pendekatan-pendekatan yang tepat

dalam konteks ruang dan waktu. Pendekatan yang dapat mereka

lakukan mengimplementasikan tata tertib dan pengenalan lingkungan

sekolah kepada siswa, adanya pengawasan dari pihak yang

berkompeten dan memberikan contoh atau teladan yang baik kepada

siswa. Selain itu juga dipandang perlu dalam penataan disiplin siswa di

sekolah, guru dan Kepala Sekolah memiliki inisiatif untuk

mengembangkan suasana iklim sekolah yang kondusif bagi pemupukan semangat berdisiplin siswa.

Metode lain secara formal yang dapat ditempuh dalam rangka

mewujudkan siswa yang berdisiplin di sekolah dapat dilakukan melalui penataan berbagai kegiatan intra maupun ekstrakurikuler^sac

// >* \ ..'SB 4

(47)

167

menyisipkan nilai kedisiplinan dalam setiap bidang studi, misalnya dalam

materi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang dapat

digunakan untuk pembinaan dan peningkatan kesadaran akan nilai-nilai

moral pada peserta didik di SMU dapat bertolak dari nilai-nilai luhur yang

terkandung dalam Pancasila.

3. Implikasi bagi Penelitian Selanjutnya

Dengan diperolehnya hasil-hasil penelitian tersebut timbul

implikasi-implikasi lebih lanjut yaitu :

Pertama, penelitian mengenai upaya pembinaan disiplin siswa di

sekolah merupakan topik yang menarik dan bermakna strategis untuk

dikembangkan. Oleh karena itu, penelitian ini seyogyanya diperdalam

secara optimal. Sumber-sumber yang dianggap berkompeten untuk

memberikan input dalam penelitian ini perlu dilibatkan, seperti guru,

Kepala Sekolah, siswa, pegawai tata usaha, penjaga sekolah, orang tua

siswa, para alumni sekolah, masyarakat sekitar sekolah, pengawas dari

Kanwil Depdiknas. Kemudian dalam memilih masalah pembinaan disiplifi

siswa di sekolah dapat dilengkapi dengan tinjauan dari berbagai segi,

seperti mengenai latar belakang kondisi sosial ekonomi keluarga dan

pedidikan yang dialami siswa, guru dan Kepala Sekolah.

Kedua, penelitian serupa dapat dikembangkan dengan dua atau

(48)

168

ditempuh oleh masing-masing sekolah dalam pembinaan kedisiplinan

siswa di sekolah dapat diungkap lebih mendalam. Dan hasil penemuan

tersebut dapat dijadikan suatu model untuk diterapkan pada jenjang

sekolah menengah umum (SMU).

Ketiga,

perlu dikembangkan suatu studi mengenai bagaimana

guru menerapkan cara, metode atau pendekatan dalam mengaitkan

muatan nilai kedisiplinan siswa dalam berbagai bidang studi dapat

diangkat secara khusus dalam suatu penelitian. Penelitian ini sangat

penting bagi penemuan cara, metode atau pendekatan yang baik dan

tepat untuk menerepkan nilai-nilai kedisiplinan siswa dalam kehidupan

sehari-hari, baik di lingkungan sekolah maupun di masyarakat.

Keempat,

berdasarkan realita guru dan Kepala Sekolah sangat

memegang peranan penting dalam membina kepribadian siswa yang

berdisiplin. Tetapi, di dalam peran mereka ada potensi tersembunyi yang

mungkin secara utuh belum terungkap secara jelas dalam penelitian ini.

Oleh karena itu, perhatian yang serius dalam mengungkap persoalan

tersebut dapat ditindaklanjuti secara serius, mendalam dan cermat,

sehingga hasilnya akan lebih akurat.

Kelima, implikasi tersebut di atas berada dalam konteks kajian

(49)

169

mengkaji berbagai permasalahan mengenai pendidikan nilai, termasuk di dalamnya menanamkan nilai moral kedisiplinan.

C. Rekomendasi

Menyimak hasil penelitian ini, akan diungkapkan beberapa

rekomendasi, untuk penyempumaan lebih lanjut, yaitu sebagai berikut:

1. Bagi Kepala Sekolah

a. Mengefektifkan program supervisi, pengawasan yang dilanjutkan

dengan melakukan pembinaan terhadap guru-guru dalam

mendisiplinkan siswa. Pembinaan tehadap guru-guru bisa dilakukan melalui kelompok-kelompok MGMP, masing-masing guru atau semacam kelompok kerja yang dibentuk berdasarkan kesepakatan

antara guru dan Kepala Sekolah. Pembinaan ini akan lebih efektif

apabila Kepala Sekolah sudah melakukan identifikasi terhadap

kekurangan dan kelebihan yang dimiliki para guru dalam hal

mendisiplinkan siswa di sekolah.

b. Secara kongrit ada beberapa upaya yang bisa ditempuh oleh Kepala

Sekolah untuk meningkatkan kualitas perilaku disiplin siswa di

sekolah, di antaranya : (1) Dengan melihat kondisi nyata eft lapangan,

Kepala Sekolah menyampaikan permasalahan mengenai akibat yang

ditimbulkan dari salahnya menerapkan penanaman disiplin dan

(50)

170

yang dilaksanakan pada setiap bulan secara berkesinambungan

dengan diikuti oleh semua guru, atau memberikan pengarahan secara

khusus pada waktu-waktu tertentu, (2) Memberikan kesempatan

kepada guru-guru untuk lebih memperkaya wawasan pengetahuan

yang berhubungan dengan aspek psikologis siswa. Dalam hal ini

penting bagi guru untuk memahami karateristik dan kebutuhan siswa,

sehingga perilaku yang ditunjukkan guru benar-benar menyentuh

kebutuhan dan harapan semua pihak yang pada akhirnya dapat

dirasakan dan dimanfaatkan oleh Kepala Sekolah untuk

meningkatkan mutu pendidikan, (3) Memberikan kesempatan dan

kebijakan kepada guru untuk mengikuti kegiatan-kegiatan yang

berhubungan dengan upaya meningkatkan perilaku disiplin siswa di

sekolah.

c. Kepala Sekolah hendaknya selalu memberikan contoh teladan kepada

siswa, yaitu bersikap dan berperilaku yang mencerminkan kedisiplinan

terhadap peraturan- peraturan tata tertib sekolah.

d. Kepala Sekolah hendaknya semakin responsif dan proaktif dalam

menanggapi apa yang terjadi di luar sekolah serta menyiapkan

cara-cara penanganan yang sesuai dengan akar permasalahannya.

e. Kepala Sekolah hendaknya memiliki visi ke depan mengenai

(51)

171

kepada semua warga sekolah, baik guru, siswa maupun tata usaha

serta masyarakat, terutama orang tua siswa.

f. Kepala Sekolah hendaknya melakukan pendekatan kolaboratif

pembinaan disiplin siswa di sekolah dengan memaksimalkan

keterlibatan semua aparatur sekolah dalam pengambilan keputusan

penting di sekolah. Dengan demikian akan mampu membangkitkan

rasa kebersamaan dan kekompakkan dalam menangani kasus-kasus

pelanggaran siswa, rasa memiliki, rasa dihargai, berwibawa dan

tegas.

2. Bagi guru

a. Guru hendaknya memberi sangsi yang tegas kepada siswa yang

melanggar peraturan tata tertib sekolah, sehingga siswa merasa jera

dan menjadi contoh bagi siswa yang lain untuk tidak berbuat

pelanggaran.

b. Guru bersedia menjadi mitra dialog bagi siswa yang bermasalah dan

sering melanggar peraturan tata tertib sekolah.

c. Guru hendaknya lebih konsisten dalam menerapkart disiplin kepada

siswa dengan menampilkan perilaku yang dapat diteladani oleh siswa.

d. Dalam mengambil tindakan untuk menegakkan ketlispnan siswa,

(52)

172

teoritis dan religius, sehingga tindakan yang dilakukan guru tidak

hanya bersifat kasuistik, namun naluriah juga perlu'dijaga supaya

terarah dan terpadu serta dapat dipertanggungjawabkan, demi

meningkatkan profesionalisme guru sebagai pembina kepribadian

siswa di sekolah.

e. Guru hendaknya mengacu pada prinsip kasih sayang dalam membina

disiplin siswa di sekolah, dimana siswa dipandang oleh guru sebagai

titipan orang tua/ wali dan amanah dari Allah yang harus dijaga dan

dibina, sehingga harus diperiakukan secara baik dan adil.

3. Bagi siswa

a. Diharapkan siswa selalu berdisiplin dengan menta&ti

peraturan-peraturan dalam peraturan-peraturan tata tertib sekolah, karena kebiasaan hidup

berdisiplin yang dimulai dengan kedisiplinan di sekolah besar sekali

peranan dan manfaatnya bagi setiap aktivitas yang diikuti.

b. Diharapkan siswa memiliki kesadaran untuk melaksanakan peraturan

tata tertib yang berlaku di sekolah. Kesadaran tersebut sekaligus menunjukkan besarnya tanggung jawab siswa sebagai warga sekolah. c. Melalui metode-metode yang dipergunakan untuk peraturan tata tertib oleh pihak sekolah, maka diharapkan siswa tertantang untuk lebih respek dan dapat membedakan mana hal yang baik dan mana yang

(53)

173

d. Kedisiplinan siswa tidak hanya diterapkan di rumah atau sekolah saja,

tapi juga dalam kehidupan masyarakat yang lebih luas, sehingga

dapat menjadi warga yang patut diteladani oleh warga masyarakat

lainnya.

4. Untuk sekolah

a. Sebaiknya pihak sekolah mempertegas sangsi terhadap materi

peraturan peraturan tata tertib sekolah yang dilanggar oleh siswa.

b. Pelanggaran-pelanggaran yang pernah dilakukan siswa hendaknya

dapat dijadikan sebagai contoh bagi pembinaan kedisiplinan yang

diterapkan oleh pihak sekolah, sehingga siswa lain tidak akan

menirunya. Hal ini merupakan bentuk realisasi metode percontohan sebagai metode pembinaan yang efektif dan menjurus ke arah pemahaman siswa.

c. Pengawasan dari pihak sekolah terus ditingkatkan, karena untuk

menciptakan kondisi disiplin siswa di sekolah membutuhkan peran

yang betul-betul baik dan tegas dari semua pihak sekolah, terutama

mengenai perilaku siswa ketika kegiatan belajar berlangsung di kelas

pada khususnya dan seluruh kegiatan sekolah pada umumnya. Pengawasan sebaiknya sejalan dengan fungsi pendidikan, sehingga

dapat membantu siswa melatih kesadarannya pada norma di sekolah

(54)

174

d. Pihak sekolah perlu mengawasi dan memberikan dukungan dalam

setiap aktivitas yang dapat mendisiplinkan siswa di sekolah.

e. Periunya peningkatan hubungan kerja sama antara pihak sekolah

(guru dan Kepala Sekolah) yang sifatnya informatif menjadi hubungan

yang bersifat konsultatif, sehingga hambatan yang dirasakan oleh kedua belah pihak yang berhubungan dengan penyesuaian diri anak

di sekolah maupun di rumah dapat diatasi dengan baik. Hubungan

konsultatif ini dapat dilakukan dengan cara melakukan temu pendapat

antara orang tua/wali siswa dengan guru-guru di sekolah, khususnya guru yang bertugas sebagai wali kelas dan guru-guru yang bertugas

sebagai guru bimbingan dan penyuluhan (BP) serta guru-ggru bidang

(55)
(56)

Kependidikan. Bandung : IKIP Bandung, (idem).

Ahmad Mushthafa Al-Maraghi. 1987. Terjemah Tafsir Al-Maraghi Juz 7.

Semarang : C.V. Toha Putra.

An-Nahlawi. A,. 1995. Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, Terjemahan Shihabuddin. Jakarta : Gema Insani Press.

Anshar Sunyoto Munandar. 1988. Disiplin Kerja sebagai Salah Satu Komponen Penting dalam Manajemen Sistem Pendidikan

Indonesia. IKIP Bandung.

Bogdan C.R, Biklen, K.S. 1992. Qualitative Research For Education :

An introduction to Theory and Method. Boston : Allyn and

Bacon.

Butts, R. Freeman. 1980.The Revival of Civic Learning A Rationale for Citizenship Education Fundation.

Departemen Agama Republik Indonesia. 1992. Al Qur'an dan Terjemahannya. Semarang: PT. Tanjung Mas Inti.

Kosasih Djahiri, A. 1985. Strategi Belajar Mengajar Afeksi - Model Belajar Mengajar VCT. Bandung : PT. Granesia.

1988. Teknik Membina Sikap dan Ilmu Pengetahuan Sosial dan PMP. Bandung : LP3.

. 1989. Esesnsi Klarifikasi Nilai - Moral - Norma

,'Vv* *Wv&

DAFTAR PUSTAKA

V^^g^ 1 "

Achmad Sanusi. 1990.

Beberapa Dimensi Mutu Pendidikan.

Bandung"

FPIPS IKIP Bandung, (mimeograph tidak diterbitkan).

1991.Studi Pengembangan Model Pendidikan Tenaga

Pancasila untuk Peningkatan Proses dan Hasil Pengajaran Pendidikan Pancasila. Pidato Pengukuhan Guru Besar IKIP

Bandung.

. 1992. Menelusuri Dunia Afektif - Nilai Moral dan

Pendidikan Nilai Moral Norma. Bandung : Lab. PPKN IKIP

Bandung.

(57)

176

1995. Dasar-Dasar Umum Metodologi dan Pengajaran Nilai-Nilai PVCT. Bandung : Lab. PMP FPIPS IKIP

Bandung.

1995. Landasan Operasionalisasi Kurikulum Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Persekolahan.

Bandung : Laboratorium Pengajaran IKIP Bandung.

1996. Teknik Pengembangan Program Pengajaran Pendidikan Nilai-Moral. Bandung : Lab. Pengajaran PMP IKIP

Bandung.

Crow, L. D. dan Crow A. 1980. Introduction to Education Fundamental Principles and Modern Practic. New York : American Book

Company.

Dahlan, M. D. 1982. Ciri-Ciri Kepribadian Siswa SPG Negeri di Jawa Barat Diaitkan dengan Sikapnya terhadap Jabatan Guru.

Disertai Doktor Sekolah Pasca Sarjana IKIP Bandung.

Daradjat, Z. 1980. Membina Nilai-Nilai Moral di Indonesia. Jakarta : PT. Bulan Bintang.

Darji Darmodiharjo. 1981. Peranan IKIP dalam Pengembangan dan Pembinaan Sekolah sebagai Pusat Kebudayaan. Jurnal Analisis

Pedidikan Tahun II (3) 75 - 83.

1982. Juklak Tentang Pengembangan Sekolah sebagai Pusat Kebudayaan dan Peningkatan Ketahanan Sekolah. Jakarta : Depdikbud.

Departemen Penerangan Republik Indonesia. 1988. Garis-Garis Besar Haluan Negara Ketetapan MPR ll/MPR/1988. Surabaya : Indah.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1993. Informasi Tentang Wawasan Wiyatamandala. Jakarta : Depdikbud.

DEPDIKBUD. 1992. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 0489/V/1992 tentang Sekolah Menengah Umum. Jakarta : Depdikbud Republik Indonesia.

1992. Undang-Undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan

(58)

177

. 1995. Pedoman Peningkatan Keimanan dan Ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Jakarta : Depdikbud Republik

Indanesia.

. 1998. Pedoman Gerakan Disiplin Nasional Siswa.

Bandung : Kanwil Depdikbud Propinsi Jawa Barat.

Djamari. 1985. Pendidikan Geografi yang Berwawasan Keimanan dan Ketaqwaan. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Geografi pada FPIPS IKIP Bandung.

1985. Nilai-Nilai Agama dan Budaya yang Melandasi Interaksi

Sosial di Pondok Pesantren Cikadueun Banten. Disertasi Doktor

FPS IKIP Bandung.

. 1988. Agama dalam Perspektif Sosiologi. Jakarta Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

. 1997. Partisipasi Masyarakat dalam Olah Raga Ditinjau dari Sudut Pandang Nilai-Nilai Agama. Mimbar Pendidikan Nomor 3 Tahun XVI (3) 48 - 52, Pendidikan Jasmani dan Olah Raga

Mengantisipasi Abad - 21.

Downey, Meriel and Kelly A.V. 1978. Moral Education : Theory and

Practice. London : Harper and Row Publishers.

Dreikurs, R. dan Pearl, C. 1986. Disiplin Tanpa Hukuman. Terjemahan Lothar Raush dan Norbert Ruckrien. Bandung : PT. Remaja Karya.

Edward, W., et.al. 1961. The Educator's Encyclopaedia. New Jersey :

Englewoods Cliffs. Prentice Hall Inc.

Endang Sumantri. 1987. Citizenship Education : A Foundation for

Nation Development, School of Education. Massachussetle :

University of Massachussetts.

. 1993. Harmoni Budaya Hidup Berpancasila dalam

Masyarakat yang Religius : Suatu Analisis Fenomenologis.

Pidato Pengukuhan Guru Besar FPIPS IKIP Bandung.

Fraenkel, Jack R. 1977. How To Teach About Values : An Analytic

(59)

178

Frans Von Magnis Soesono. 1985. Etika Dasar : Masalah-Masalah

Pokok Filsafat Moral. Jakarta : Kanisius.

Gnagney, W.J. 1981. Motivation Classroom. London : McMillan

Publishers.

u

Guba, G.E., Lincoln S. 1984.

Naturalistic Inquiry.

London : Sage

Publications. Bavery Hills.

VHadisubroto, S. 1988.

Pokok-Pokok Pengumpulan Data, Analisis Data,

Penafsiran Data dan Rekomendasi Data Penelitian Kualitatif.

Bandung : PPS IKIP Bandung.

Henry, N.B. 1952.

The Fifty - First Yearbook of The National Society

for The Study of Education, Part One : General Education.

Chicago : The University of Chicago Press.

Hopid Tamarudin. 1986. Perkembangan Daerah Wisata Dalam Hubungannya Dengan Kenakalan Remaja. Makalah. Bandung :

Tidak diterbitkan.

Huriock. Elizabeth B. 1956. Child Development. New York : Mc Grow

-Hill Book Company.

Kay, William. 1975. Moral Education : A Sociological Study of The Influence of Society, Home and School. London : George Allen &

Unwin.

Ki Hajar Dewantara. 1961.

Buku I Pendidikan, Yogyakarta : Majeli

Luhur Taman Siswa.

Koentjaraningrat. 1985. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT. Gramedia.

Kourilsky, M., Quranta, L. 1987. Effective Teaching : Pinciples and Practice. London : Scot Foresman and Company.

' Lexy J. Moleong. 1994.

Metodologi Penelitian Kualitatif.

Bandung : PT.

Remaja Rosdakarya.

Lindgren H.C. 1976. Educational Psychology in The Classroom. New

York : John Wiley and Sons. Inc.

Monks, F.J., et.al. 1988. Psikologi Perkembangan. Surabaya: Gajah

(60)

179

Muhammad Numan Somantri. 1988.

Pendidikan Bidang Studi sebagai

Ciri Khas Fakultas FIPS dalam Mewujudkan Tujuan Pendidikan Nasional. Pidato Pengukuhan Guru Besar IKIP Bandung.

_. 1992. Masalah Pengembangan Pendidikan Disiplin Ilmu sebagai Primary Structure untuk Meningkatkan Mutu Kemampuan Khusus Lulusan LPTK.

Bandung : HisPisPi.

1993. Masalah Subsistem Pendidikan

Umum dalam Kerangka Sistem Pendidikan Terpadu. Bandung :

Yayasan Pendidikan Terpadu Krida Nusantara.

Nasution, S. 1988.

Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif.

Bandung :

Tarsito.

• 1988. Moral Education.Bandung : FPS IKIP Bandung. • 1988. Moral Reasoning. Bandung

Referensi

Dokumen terkait

mengenai penelitian tentang Pelaksanaan Pendidikan Pasien dan Keluarga (PPK) yang Dilakukan oleh Perawat di Rumah Sakit Putri Hijau Medan, dengan ini menyatakan

cair yang dihasilkan dari permukiman dapat mencapai volume yang sangat besar... Peta

YANG KREATIF SANGAT BERPOTENSI DI BIDANG KARYA-KARYA SENI TERMASUK SENI ANIMASI / SEHINGGA DIHARAPKAN YOGYA SEBAGAI PUSAT FILM KARTUN DAN ANIMASI DAN GO.

SEGMEN BERITA REPORTER A jogjakarta sebagai pusat film

Dalam proses mengoptimalkan sistem kerja pada proses pembuatan asbak, penulis membuat solusi perbaikan berdasarkan pada output sistem dalam ProModel , solusi yang

Prosedur audit untuk pengujian pengendalian dan pengujian substantif atas transaksi penerimaan kas dikembangkan dengan kerangka kerja yang sama seperti

Rumusan masalah dari penelitian ini adalah apakah penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation dengan media video dapat meningkatkan pembelajaran IPS

Batik Saud Effendy merupakan salah satu IKM batik di Kampoeng Batik Laweyan, Surakarta. Jenis batik yang diproduksi adalah batik cap dan batik tulis dengan sebagian besar jenis