• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEDIA PASCA PENAMBANGAN BATUBARA YANG DIPERKAYA FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA, LIMBAH BATUBARA DAN PUPUK NPK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MEDIA PASCA PENAMBANGAN BATUBARA YANG DIPERKAYA FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA, LIMBAH BATUBARA DAN PUPUK NPK"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

PERTUMBUHAN SEMAI JABON (Anthocephalus cadamba

Roxb Miq.) PADA MEDIA PASCA PENAMBANGAN

BATUBARA YANG DIPERKAYA FUNGI MIKORIZA

ARBUSKULA, LIMBAH BATUBARA DAN PUPUK NPK

RIKE PUSPITASARI TAMIN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pertumbuhan Semai Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb Miq.) Pada Media Pasca Penambangan Batubara Yang Diperkaya Fungi Mikoriza Arbuskula, Limbah Batubara dan Pupuk NPK adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2010

Rike Puspitasari Tamin

(3)
(4)

ABSTRACT

RIKE PUSPITASARI TAMIN. Growth of Jabon (Anthocephalus cadamba) seedling in media of post coal mining which was enriched with Arbuscular Mycorrhizal Fungi, coal waste and NPK fertilizer. Under the direction of SRI WILARSO BUDI R. and BASUKI WASIS.

One of the problems created by coal mining activities is the progressive increase of critical land area size and environmental damage, which are among other things in the form of worsening physical, chemical and biological properties of soils which lead to decrease of soil fertility and disturbed plant growth. Growth and nutrient absorption by Jabon seedlings have been studied in terms of their respond toward application of Arbuscular Mycorrhizal Fungi (AMF), coal waste, and soil media being used after coal mining operation. The experiment was designed as factorial completely randomized design, comprising 3 treatment factors, namely, species of AMF inoculants (control, Glomus sp., and Gigaspora

sp.), growth media (control, mixture of 15% south Kalimantan coal, and mixture

of 15 % Jambi coal) and concentration of NPK fertilizer (control, 2 gram/polybag, and 4 gram/polybag) with 10 replications, so that in total, there were 270 experimental units. Results showed that interaction between AMF, growth media and fertilizer had significant effects on parameters of diameter increment, shoot biomass, root biomass, total dry weight, index of planting stock quality, and percent of AMF colonization. Parameter of height increment and number of Jabon seedling leaves were affected by interaction between AMF and fertilizer. Treatment combination of AMF inoculants, coal powder, and NPK fertilizer was able to increase the concentration and absorption of nutrients N, P and K. The three treatments combination showed positive correlation between increase in concentration of nutrients N, P and K; and shoot biomass of Jabon seedlings.

Keywords: Arbuscular Mycorrhizal Fungi, coal, NPK fertilizer, planting stock quality

(5)
(6)

RINGKASAN

RIKE PUSPITASARI TAMIN. Pertumbuhan Semai Jabon (Anthocephalus

cadamba Roxb Miq) Pada Media Pasca Penambangan Batubara Yang Diperkaya

Fungi Mikoriza Arbuskula, Limbah Batubara dan Pupuk NPK. Dibimbing oleh Sri Wilarso Budi R. dan Basuki Wasis.

Kegiatan penambangan batubara selain sebagai penopang ekonomi terbesar bagi Indonesia, juga menimbulkan dampak merugikan dari kegiatan eksploitasi penambangan batubara tersebut yaitu semakin meluasnya lahan kritis dan kerusakan terhadap lingkungan sehingga berakibat menurunkan sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Hal ini terbukti dari hasil analisis tanah pasca penambangan batubara terhadap sifat kimia tanahnya yang dilakukan di penambangan batubara PT. Kiansing Inti Makmur (PT. KIM) Kabupaten Bungo Provinsi Jambi mengalami penurunan signifikan dari tanah yang belum dilakukan kegiatan penambangan dan sifat kimia tanah tersebut dibawah ambang nutrisi tanah yang dibutuhkan oleh tanaman. Untuk kandungan C-organik, N-total, P, dan K pada tanah pasca penambangan batubara masing-masing 2,40%; 0,16%; 6,2 ppm dan 47 ppm. Sedangkan menurut Pusat Penelitian Tanah (1983) kebutuhan nutrisi tanah yang diperlukan tanaman masing masing dalam keadaan sedang berkisar C-organik 3-5%, N-total 0,51-0,75%. Sifat fisik tanahnya lebih didominasi tekstur pasir 56%, debu 19% dan liat 25%, bulkdensity 1,16 g/cm, porositas 56,10% serta permeabilitas 0,47 cm/jam. Untuk sifat biologi tidak dtemukannya mikroorganisme tanah seperti FMA. Hal ini menjadi faktor pembatas di dalam pertumbuhan tanaman.

Maka itu diperlukan salah satu upaya revegetasi lahan pasca penambangan batubara dengan menggunakan bibit yang berkualitas dan adaptability pada lahan marjinal. Hal ini dapat dilakukan dengan cara pemberian inokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA), serbuk limbah serbuk batubara pada madia tanam dan pupuk NPK dengan menggunakan salah satu jenis pioner alternatif yaitu Jabon (Anthocephalus cadamaba).

Tujuan dari penelitian ini untuk menguji pengaruh inokulasi FMA, serbuk limbah batubara dan pupuk NPK terhadap pertumbuhan bibit Jabon pada media pasca penambangan batubara serta menganalisis konsentrasi dan serapan hara N, P dan K pada jaringan semai Jabon.

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium dan Rumah Kaca Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor selama 6 bulan. Metode penelitian menggunakan rancangan acak lengkap faktorial. Faktor pertama adalah jenis FMA (kontrol, Glomus sp. dan Gigaspora sp.); faktor kedua adalah jenis serbuk limbah batubara (kontrol, serbuk batubara Kalsel 15 % dan serbuk batubara Jambi 15%); dan faktor ketiga adalah konsentrasi pupuk NPK (kontrol, 2 gram/polybag dan 4 gram/polybag) sehingga terdapat 3 faktor perlakuan dengan 10 ulangan. Media tanam yang digunakan adalah tanah pasca penambangan batubara yang telah disterilisasi. Untuk menentukan perbedaan dilakukan analisa lanjutan dengan uji Duncan pada taraf 95%, data dianalisis menggunakan

(7)

software aplikasi SAS 9.1. Parameter yang diukur meliputi : pertambahan tinggi, pertambahan diameter, pertambahan jumlah daun, biomassa pucuk, biomassa akar, berat kering total, rasio pucuk akar, indeks mutu bibit, persen kolonisasi FMA pada akar, nilai ketergantungan mikoriza relatif dan konsentrasi serta serapan hara N, P dan K.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara FMA dan pupuk NPK dapat meningkatkan pertambahan tinggi semai Jabon sebesar 583,02% (M0P1) dan pertambahan jumlah daun semai Jabon sebesar 200% (M0P1, M0P2, M1P2 dan M2P2). Interaksi antara FMA, serbuk limbah batubara dan pupuk NPK dapat meningkatkan pertambahan diameter semai jabon sebesar 433,33% (M1B2P2), biomassa pucuk sebesar 3038,41% (M2B2P1), biomassa akar sebesar 1523,73% (M0B0P1) dan berat kering total semai Jabon sebesar 25995,55% (M2B2P1). Indeks mutu bibit semai Jabon terbaik ditunjukkan pada semai dengan perlakuan M2B2P0 dan M2B2P1. Persen kolonisasi FMA terhadap akar semai Jabon tertinggi ditunjukkan pada perlakuan M2B2P0 sebesar 47,33%. Adanya pemberian pupuk NPK dengan konsentrasi sebesar 2 gram/polybag dan 4 gram/polybag mengakibatkan terjadinya penurunan persen kolonisasi FMA terhadap akar semai Jabon.

Interaksi antara FMA, serbuk limbah batubara pada media tanam dan pupuk NPK dapat meningkatkan serapan hara N sebesar 197,00 mg/tanaman (M1B2P2), hara P sebesar 14,00 mg/tanaman (M0B2P2) dan hara K sebesar 197,5% (M1B2P2) pada semai Jabon. Pemberian inokulan FMA, serbuk batubara dan pupuk NPK ternyata terdapat korelasi positif antara peningkatan konsentrasi hara N, P dan K dengan biomassa semai jabon walaupun dengan korelasi yang cukup kuat untuk unsur hara N (R2 = 0,349, p<0,05), P (R2 = 0,423, p<0,05) dan K (R2 = 0,302, p<0,05).

(8)

Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB

(9)

PERTUMBUHAN SEMAI JABON (Anthocephalus cadamba

Roxb Miq.) PADA MEDIA PASCA PENAMBANGAN

BATUBARA YANG DIPERKAYA FUNGI MIKORIZA

ARBUSKULA, LIMBAH BATUBARA DAN PUPUK NPK

RIKE PUSPITASARI TAMIN

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Silvikultur Tropika

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

(10)

Judul Tesis : Pertumbuhan Semai Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb. Miq.) Pada Media Pasca Penambangan Batubara Yang Diperkaya Fungi Mikoriza Arbuskula, Limbah Batubara dan Pupuk NPK

Nama : Rike Puspitasari Tamin

NRP : E451080031

Program Studi : Silvikultur Tropika

Disetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sri Wilarso Budi R., MS. Dr. Ir. Basuki Wasis, MS.

Ketua Anggota

Diketahui

Koordinator Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana Silvikultur Tropika Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Sri Wilarso Budi R., MS. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.

(11)

PRAKARTA

Alhamdulillahirrobil „alamiin, segala puji penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala ridho dan karuniaNya hingga pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis berjudul Pertumbuhan Semai Jabon (Anthocephalus cadamba

Roxb Miq.) Pada Media Pasca Penambangan Batubara Yang Diperkaya Fungi Mikoriza Arbuskula, Limbah Batubara dan Pupuk NPK ini dapat

terselesaikan.

Dengan ketulusan hati penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung memberikan kontribusi hingga terselesaikannya penyusunan tesis ini. Secara khusus penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir.Sri Wilarso Budi R., MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Ir. Basuki Wasis, M. selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberi bimbingan, masukan dan saran.

2. Dr. Ir Prijanto Pamoengkas, M.Sc. selaku penguji luar komisi yang telah memberikan kritikan, masukan dan saran.

3. Suami tercinta Briptu Raden Andi Wahyudi dan anakku tersayang M. Hanif Nurandri atas doa, kasih sayang, pengertian, kesabarannya selama penulis kuliah dan menyelesaikan tesis ini.

4. Orangtua ku Drs. H. Amin Saib, MM dan Dra. Hj. Tita, kakak Rika dan adek Dedi, keponakanku Caca serta keluarga R.Ilyas atas kasih sayang, dukungan moril dan materiil selama penulis menyelesaikan studi.

5. Rektor Universitas Jambi, Dekan Fakultas Pertanian UNJA atas izin, dorongan dan semangat kepada penulis.

6. Kementerian Pendidikan Nasional RI yang memberikan Beasiswa Program Pasca Sarjana (BPPS).

7. Bapak Kepala Dinas Sumberdaya Energi dan Mineral Kabupaten Bungo Provinsi Jambi atas izin dan kerjasamanya.

8. Bapak Krisman Zembua dan seluruh staff PT. Kiansing Inti Makmur (PT. KIM) atas bantuan kerjasamanya.

9. Teman-teman SVK 2008 atas hari-hari indah selama kuliah dan atas bantuan serta semangatnya.

10. Pak Julius, Pak Abi, Nunang, Evelin atas bantuan, kerjasama dan diskusinya. 11. Berbagai pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, untuk semua

dorongan dan bantuan yang diberikan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan terutama bidang Kehutanan.

Bogor, Agustus 2010

(12)
(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jambi pada tanggal 21 Oktober 1982 sebagai anak kedua dari pasangan Bapak Drs. H. Amin Saib MM. dan Ibu Dra. Hj. Tita. Jenjang pendidikan formal mulai SD hingga SMU diselesaikan di Jambi. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Budidaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan seleksi Masuk IPB (USMI), lulus pada tahun 2005. Kesempatan untuk melanjutkan ke program Magister pada mayor Silvikultur Tropika, Sekolah Pascasarjana IPB tahun 2008. Beasiswa pendidikan diperoleh dari Kementerian Pendidikan Nasional Subdit Ketenagaan Ditjen Dikti melalui beasiswa pendidikan pascasarjana (BPPS). Penulis bekerja sebagai staf pengajar Fakultas Pertanian, Universitas Jambi sejak tahun 2006.

Penulis menyusun tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains dengan judul „Pertumbuhan Semai Jabon (Anthocephalus

cadamba Roxb Miq.) Pada Media Pasca Penambangan Batubara Yang Diperkaya

Fungi Mikoriza Arbuskula, Limbah Batubara dan Pupuk NPK‟ Dibimbing oleh Dr. Ir. Sri Wilarso Budi R., MS sebagai ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Ir. Basuki Wasis, MS sebagai anggota komisi Pembimbing.

(14)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ...

i

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 4

1.3. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 5

1.4. Tujuan Penelitian ... 6

1.5. Manfaat Penelitian ... 6

1.6. Hipotesis Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jabon (Anthocephalus cadamba) ... 9

2.2. Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) ... 10

2.3. Batubara ... 14

2.4. Pupuk NPK ... 18

III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 23

3.2. Bahan dan Alat ... 23

3.3. Rancangan Penelitian ... 23

3.4. Prosedur Kerja ... 25

3.5. Analisis Data ... 30

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil ... 31

4.1.1. Pertumbuhan Semai Jabon (Anthocephalus cadamba) ... 31

4.1.2. Kolonisasi FMA pada Akar Semai Jabon (Anthocephalus cadamba) ... 49

4.1.3. Nilai Ketergantungan Mikoriza Relatif (RMD) ... 53

4.1.4. Indeks Mutu Bibit ... 54

4.1.6. Konsentrasi dan Serapan Hara Nitrogen, Posfor dan Kalium .. 55

4.2. Pembahasan ... 62

4.2.1. Pengaruh Fungi Mikoriza Arbuskula, Serbuk Batubara dan Pupuk NPK Terhadap Pertumbuhan Semai Jabon Pada Media Pasca Penambangan Batubara ... 62

4.2.2. Fungi Mikoriza Arbuskula ... 69

(15)

ii V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan ... 76

5.2. Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 77

(16)

iii

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Sidik ragam pengaruh inokulasi FMA, media tanam dan pemberian pupuk NPK terhadap kolonisasi FMA pada akar

semai Jabon umur 16 mst ... 31

2. Pengaruh interaksi perlakuan inokulasi FMA dan pemberian pupuk NPK terhadap pertambahan tinggi semai Jabon umur 16

mst ... 32

3. Pengaruh interaksi inokulasi FMA, media tanam dan pemberian pupuk NPK terhadap pertambahan diameter semai Jabon umur

16 mst ... 41

4. Pengaruh interaksi inokulasi FMA dan pemberian pupuk NPK

terhadap pertambahan jumlah daun semai Jabon umur 16 mst .. 43

5. Sidik ragam pengaruh inokulasi FMA, media tanam dan pemberian pupuk NPK terhadap biomassa pucuk, biomassa akar, berat kering total dan rasio pucuk akar semai Jabon umur

16 mst ... 45

6. Pengaruh interaksi inokulasi FMA, media tanam dan pemberian

pupuk NPK terhadap biomassa pucuk semai Jabon umur 16 mst 45

7. Pengaruh interaksi inokulasi FMA, media tanam dan pemberian

pupuk NPK terhadap biomassa akar semai Jabon umur 16 mst . 46

8. Pengaruh interaksi inokulasi FMA, media tanam dan pemberian pupuk NPK terhadap berat kering total semai Jabon umur 16

mst ... 47

9. Pengaruh inokulasi FMA terhadap rasio pucuk akar semai Jabon

umur 16 mst ... 49

10. Pengaruh pemberian pupuk NPK terhadap rasio pucuk akar

semai Jabon umur 16 mst ... 49

11. Sidik ragam pengaruh inokulasi FMA, media tanam dan pemberian pupuk NPK terhadap persen kolonisasi FMA pada

(17)

iv

12. Pengaruh interaksi perlakuan jenis FMA, media tanam dan pupuk NPK terhadap persen kolonisasi FMA pada akar semai

Jabon umur 16 mst ... 51

13. Rerata nilai ketergantungan mikoriza relatif (RMD) terhadap

semai Jabon ... 53

14. Sidik ragam pengaruh inokulasi FMA, media tanam dan pemberian pupuk NPK terhadap indeks mutu bibit semai Jabon

umur 16 mst ... 54

15. Pengaruh interaksi inokulasi FMA, media tanam dan pemberian pupuk NPK terhadap indeks mutu bibit semai Jabon umur 16

mst ... 55

16. Konsentrasi unsur N (%) dalam jaringan semai Jabon umur 16 mst oleh pengaruh interaksi inokulasi FMA, media tanam dan

pemberian pupuk NPK ... 56

17. Konsentrasi unsur P (%) dalam jaringan semai Jabon umur 16 mst oleh pengaruh interaksi inokulasi FMA, media tanam dan

pemberian pupuk NPK ... 58

18. Konsentrasi unsur K (%) dalam jaringan semai Jabon umur 16 mst oleh pengaruh interaksi inokulasi FMA, media tanam dan

(18)

v

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka Pemikiran penelitian ... 7

2. Grafik kurva pertumbuhan tinggi semai Jabon hingga umur 16

mst dengan inokulan FMA, media tanam dan pupuk NPK ... 33

3. Perbandingan pertumbuhan semai Jabon tanpa pemberian pupuk NPK, pemberian pupuk NPK 2 gram dan pemberian pupuk NPK

4 gram ... 34

4. Perbandingan pertumbuhan semai Jabon tanpa inokulasi FMA, yang diinokulasi FMA Glomus sp. dan yang diinokulasi FMA

Gigaspora sp ... 35 5. Perbandingan pertumbuhan semai Jabon tanpa perlakuan, yang

diinokulasi FMA Glomus sp. + pupuk NPK 2 gram dan semai

yang diinokulasi FMA Gigaspora sp. + pupuk NPK 2 gram ... 36

6. Grafik kurva pertumbuhan tinggi semai Jabon umur 16 mst (a) antar jenis FMA; (b) antar jenis serbuk batubara; (c) antar

konsentrasi pupuk NPK ... 37

7. Grafik kurva pertumbuhan tinggi semai Jabon umur 16 mst dengan berbagai kombinasi perlakuan (a) FMA dengan pupuk;

(b) FMA dengan batubara; (c) Batubara dan pupuk ... 39

8. Grafik kurva pertumbuhan tinggi semai Jabon hingga umur 16

mst dengan inokulan FMA, media tanam dan pupuk NPK ... 40

9. Grafik kurva pertumbuhan diameter semai Jabon hingga umur

16 mst dengan inokulan FMA, media tanam, dan pupuk NPK .. 42

10. Grafik kurva pertambahan jumlah daun semai Jabon hingga umur 16 mst dengan inokulan FMA, media tanam dan pupuk

NPK ... 44

11. Ornamen pada jaringan kortek akar semai Jabon umur 16 mst yang menunjukkan ada tidaknya kolonisasi FMA berupa spora,

vesikel dan hifa ... 50

12. Grafik serapan N semai Jabon umur 16 mst oleh pengaruh

(19)

vi

13. Grafik serapan P semai Jabon umur 16 mst oleh pengaruh

interaksi faktor media, pupuk NPK dan inokulan FMA ... 59

14. Grafik serapan K semai Jabon umur 16 mst oleh pengaruh

(20)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Hasil Analisa Sifat Fisik Tanah Pasca Penambangan Batubara di

PT. Kiansing Inti Makmur ... 83

2. Hasil Analisa Kimia Rutin Media Tanam ... 84

3. Hasil Analisa Kimia Rutin Serbuk Batubara ... 85

4. Kriteria Penilaian Hasil Analisa Tanah ... 86

5. Hasil Analisa Kandungan Unsur N, P dan K Pada Jaringan Semai Jabon Umur 16 mst ... 87

6. Rekapitulasi hasil anova pengaruh FMA, media tanam dan pupuk NPK terhadap parameter pertumbuhan semai Jabon ... 88

(21)
(22)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya energi dan mineral, baik berupa minyak dan gas bumi, tembaga, nikel dan batubara (coal) dimana batubara merupakan salah satu jenis bahan tambang andalan diluar minyak dan gas. Selain Indonesia, negara penghasil batubara terbesar lainnya yaitu Cina, Amerika, India, Australia dan Afrika Selatan. Di Indonesia sendiri sumberdaya batubara diperkirakan sebesar 36 milyar ton, tersebar di Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Papua (Soejoko dan Abdurrochman 1993 dalam Sukandarrumidi 2006). Saat ini, sektor pertambangan batubara merupakan salah satu penopang ekonomi nasional terbesar bagi Indonesia. Maka dari itu diperkirakan kegiatan penambangan batubara akan terus berkembang dengan pesat sejalan dengan kebutuhan dunia yang makin besar sebagai alternatif pengganti bahan bakar minyak untuk industri-industri besar.

Selain dari keuntungan dari kegiatan penambangan batubara tersebut dampak lain dari kegiatan penambangan batubara juga menimbulkan dampak merugikan dari kegiatan eksploitasi penambangan batubara tersebut yaitu semakin meluasnya lahan kritis dan menimbulkan masalah terhadap kerusakan lingkungan karena pada kenyataannya semua proses kegiatan penambangan sebagian besar tidak memperhatikan kaidah konservasi lingkungan. Berdasarkan UU No.4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Pasal 99 ayat 1 dan 2 dimana perusahaan tambang batubara wajib menyerahkan rencana reklamasi dan rencana pasca tambang dimana dalam pelaksanaannya sesuai dengan peruntukan lahan pasca tambang. Hal ini dilakukan agar tidak semakin luasnya lahan kritis akibat proses penambangan dan sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap kelestarian lingkungan pada areal yang dilakukan penambangan.

Kegiatan penambangan khususnya penambangan batubara, umumnya sebagian besar dilakukan dengan sistem terbuka (opened peat mining), dimana sistem penambangan terbuka dimulai dengan kegiatan pembukaan lahan, pengikisan lapisan atas tanah, penggerukan dan penimbunan. Akibat dari sistem penambangan terbuka ini akan menyingkirkan semua lapisan tanah di atas deposit

(23)

2

batubara sehingga menghasilkan kubangan yang besar. Hal inilah yang akan mengakibatkan penurunan sifat-sifat tanah antara lain sifat fisik tanah, sifat kimia tanah dan sifat biologi dari tanah tersebut. Perubahan dari sifat fisik tanah akibat proses penambangan batubara akan mengakibatkan rusaknya topografi lahan, erosi dan tanah longsor, hilangnya lapisan topsoil dan pemadatan tanah. Untuk sifat kimia tanah akibat proses penambangan batubara ini akan terjadi penurunan kualitas atau kesuburan tanah, tanah dan air menjadi tercemar akibat kandungan logam-logam berat. Sedangkan perubahan sifat biologi tanah yang ditimbulkan akibat proses penambangan adalah penurunan jumlah mikroorganisme tanah dimana mikororganisme tanah ini memiliki peran yang penting dalam proses dekomposisi dan mengakibatkan hilangnya vegetasi alami.

Hal ini terbukti dari hasil analisis tanah pasca penambangan batubara terhadap sifat kimia tanahnya yang dilakukan di penambangan batubara PT. Kiansing Inti Makmur (PT. KIM) Kabupaten Bungo Provinsi Jambi mengalami penurunan signifikan dari tanah yang belum dilakukan kegiatan penambangan dan sifat kimia tanah tersebut dibawah ambang nutrisi tanah yang dibutuhkan oleh tanaman. Untuk kandungan C-organik, N-total, P, dan K pada tanah pasca penambangan batubara masing-masing 2,40%; 0,16%; 6,2 ppm g dan 47 ppm. Sedangkan menurut Pusat Penelitian Tanah (1983) kebutuhan nutrisi tanah yang diperlukan tanaman masing masing dalam keadaan sedang berkisar C-organik 3-5%, N-total 0,51-0,75%. Sifat fisik tanahnya lebih didominasi tekstur pasir 56%, debu 19% dan liat 25%, bulkdensity 1,16 g/cm, porositas 56,10% serta permeabilitas 0,47 cm/jam. Untuk sifat biologi tidak dtemukannya mikroorganisme tanah seperti FMA.

Untuk itu perlu dilakukan usaha pemulihan agar lahan pasca tambang dapat dimanfatkan kembali secara produktif dengan cara kegiatan reklamasi dan revegetasi lahan bekas tambang, sehingga luas lahan kritis menjadi lebih berkurang. Reklamasi menurut Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 2009 adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya. Untuk menunjang keberhasilan kegiatan reklamasi ini diperlukan kegiatan revegetasi. Revegetasi berdasarkan Keputusan

(24)

3

Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 146 Tahun 1999 yaitu usaha atau kegiatan penanaman kembali lahan bekas tambang. Sedangkan menurut Setiadi (2009), revegetasi merupakan salah satu teknik vegetatif yang dapat diterapkan dalam upaya merehabilitasi lahan terdegradasi, dimana revegetasi ini bertujuan untuk memperbaiki lahan-lahan yang labil dan mengurangi erosi permukaan dan dalam jangka panjang dapat memperbaiki kondisi iklim mikro, estetika dan meningkatkan kondisi lahan ke arah yang lebih protektif dan produktif.

Untuk menunjang kegiatan revegetasi tersebut, diperlukan bibit yang berkualitas sehingga dapat tumbuh dan mampu beradaptasi pada lahan yang marjinal tersebut. Untuk itu diperlukan pemilihan jenis tanaman yang tepat dan pemberian perlakuan yang tepat yang dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia pada lahan pasca tambang tersebut. Penyediaan bibit yang berkualitas baik serta dalam jumlah yang cukup merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam kegiatan revegetasi lahan pasca tambang batubara yang lahannya marjinal sehingga dapat meningkatkan kualitas dari hasil reklamasi dan revegetasi dilihat dari aspek ekologi, ekonomi dan sosial (Mansur, 2008).

Usaha yang dapat dilakukan dalam menyediakan bibit yang berkualitas yaitu dengan pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA), limbah serbuk batubara dan pemberian pupuk NPK itu sendiri pada media tumbuh pada tanaman tersebut, dan yang tidak kalah pentingnya adalah pemilihan jenis tanaman yang tepat sehingga kegiatan revegetasi dapat berhasil di lapangan. Pemberian mikoriza khususnya fungi mikoriza arbuskula dapat menyerap pupuk P lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang tidak bermikoriza dan dapat meningkatkan kemampuan tanaman di dalam menyerap unsur hara, melindungi tanaman dari penyakit akar serta keracunan logam berat. Pemberian limbah batubara sendiri pada media tumbuh tanaman diharapkan dapat membangun kesuburan tanah, perbaikan terhadap sifat fisik tanah dan berfungsi sebagai media untuk mengikat karbon tanah dan membantu pertumbuhan dari FMA karena di dalam limbah batubara terdapat kandungan Carbon (C) yang cukup besar yang dapat membantu pertumbuhan tanaman tersebut. Sedangkan pemberian pupuk NPK diharapkan dapat memperbaiki struktur tanah yang telah rusak dan menyediakan unsur N, P,

(25)

4

dan K yang diperlukan oleh tanaman dikarenakan kandungan N, P, K pada tanah pasca penambangan batubara yang relatif cukup rendah.

Pemilihan jenis pioner sendiri digunakan sebagai strategi awal di dalam kegiatan revegetasi sebelum dilakukan kegiatan pengayaan jenis-jenis tanaman lokal. Tanaman Jabon (Anthocephalus cadamba) dapat digunakan sebagai salah salah jenis pioner alternatif selain jenis lainnya yang telah sering digunakan seperti Acacia sp., Eucalyptus sp. dan Paraserianthes falcataria karena jenis-jenis tersebut adalah spesies-spesies tumbuhan eksotik yang bersifat invasif yang telah diidentifikasi di dunia (Weber 2003 dalam Rostiwati et al. 2006) dan termasuk spesies yang bersifat alien species. Menurut Asnawi (2009), tanaman Jabon dapat tumbuh pada lahan kritis atau yang terbuka mengingat jenis ini mudah tumbuh pada lahan terbuka. Penggunaan jenis pioner ini mampu hidup dan toleran terhadap kondisi lingkungan yang kritis, dengan demikian diharapkan dapat menjadi tonggak awal keberhasilan kegiatan revegetasi dan reklamasi lahan pasca penambangan batubara.

1.2. Rumusan Masalah

Permasalahan yang ditimbulkan akibat kegiatan penambangan batubara, antara lain :

1. Penurunan kesuburan tanah karena menurunnya bahan organik tanah, menurunnya unsur hara secara dratis dan pH tanah yang rendah.

2. Terjadi pemadatan tanah, dan berubahnya sifat fisik, kimia serta biologi tanah. 3. Hilangnya vegetasi alami, baik vegetasi bawah dan vegetasi atas (pohon)

sehingga menurunkan biodiversity dan merubah ekosistem lingkungan terutama hutan sehingga hilangnya fungsi hutan serta merubah lahan yang sebelumnya produktif menjadi lahan kritis.

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan di atas adalah penggunaan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA), pemberian limbah batubara dan pemberian pupuk NPK pada media tumbuh serta pemilihan jenis tanaman yang tepat, sehingga diharapkan dengan pemberian perlakuan tersebut dapat menjawab permasalahan di atas, yaitu :

(26)

5

1. Apakah dengan pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dapat meningkatkan pertumbuhan bibit Jabon pada media pasca penambangan batubara ?

2. Apakah dengan pemberian serbuk limbah batubara pada media tanam dapat meningkatkan pertumbuhan bibit Jabon pada media pasca penambangan batubara ?

3. Apakah dengan pemberian pupuk NPK dapat meningkatkan pertumbuhan bibit Jabon pada media pasca penambangan batubara ?

4. Apakah terdapat interaksi antara pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA), serbuk limbah batubara pada media tanam dan pupuk NPK dalam meningkatkan pertumbuhan bibit Jabon pada media pasca penambangan batubara ?

1.3. Kerangka Pemikiran Penelitian

Dasar pemikiran di dalam penelitian ini yaitu dimana terdapat lahan yang mengandung sumberdaya alam berupa batubara dilakukan kegiatan penambangan yang umumnya dilakukan dengan sistem terbuka dimana sistem ini menyingkirkan semua lapisan tanah di atas deposit batubara tersebut dan menghasilkan kubangan yang besar sehingga mengakibatkan penurunan sifat-sifat fisik tanah, kimia tanah, biologi tanah, dan perubahan topografi lahan sehingga mengakibatkan timbulnya lahan kritis dan penurunan kualitas dari lahan tersebut.

Akibat dari penurunan kualitas lahan tersebut dapat menganggu pertumbuhan tanaman yang ditanam di lahan tersebut hal ini disebabkan oleh berubahnya struktur tanah tersebut menjadi dominan pasir, lahan menjadi miskin hara, pH tanah menjadi rendah, dan tidak ada mikroorganisme yang berperan sebagai pengurai.

Untuk itu diperlukan bibit yang berkualitas baik yang dapat tumbuh dilahan tambang yang kondisinya marjinal dengan cara pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA), serbuk limbah batubara pada media tanam dan pupuk NPK yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas pertumbuhan semai di lapangan sehingga dapat mempercepat kegiatan revegetasi dan dapat menunjang keberhasilan kegiatan reklamasi lahan pasca penambangan batubara. Selain itu

(27)

6

pemilihan jenis yang tepat dengan menggunakan jenis pioner alternatif yang cepat tumbuh dan relatif lebih mudah untuk beradaptasi diharapkan dapat membantu kegiatan revegetasi lahan pasca tambang tersebut, dimana salah satu jenis pioner yang dapat digunakan yaitu tanaman Jabon. Kerangka berfikir dari penelitian yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 1.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk :

1. Menguji pengaruh pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA), pemberian serbuk limbah batubara pada media tanam dan pemberian pupuk NPK terhadap pertumbuhan bibit Jabon pada media pasca penambangan batubara.

2. Menguji pengaruh interaksi pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA), pemberian serbuk limbah batubara pada media tanam dan pemberian pupuk NPK terhadap pertumbuhan bibit Jabon pada media pasca penambangan batubara.

3. Menganalisis konsentrasi dan serapan hara N, P dan K pada semai Jabon.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi perusahaan tambang batubara dalam melakukan kegiatan revegetasi untuk menunjang keberhasilan kegiatan reklamasi lahan pasca penambangan batubara dengan menggunakan bibit yang berkualitas yang telah diberi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA), serbuk limbah batubara pada media tanam dan pupuk NPK dengan menggunakan salah satu jenis alternatif tanaman pioner yaitu tanaman Jabon.

(28)

7

1.6.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Lahan Mengandung Sumberdaya Alam berupa batubara

Kegiatan Penambangan Batubara

Lahan Menjadi Marginal

Penurunan kualitas lahan

Sifat Kimia Tanah

Sifat Fisik Tanah Sifat Biologi Tanah

Revegetasi Lahan Pasca Tambang

Peningkatan kualitas bibit sehingga adaptability di lapangan

Percepatan Kegiatan Revegetasi Lahan Pasca Penambangan Batubara FMA

Perbaikan Kondisi Tanah Pemilihan Jenis

Keberhasilan Reklamasi

Batubara Pupuk NPK Jabon(Anthocephalus cadamba) NPK

(29)

8 1.6. Hipotesis Penelitian

Hipotesis di dalam melakukan penelitian ini adalah :

1. Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA), serbuk limbah batubara pada media tanam dan pupuk NPK dapat meningkatkan pertumbuhan bibit Jabon pada media pasca penambangan batubara.

2. Terdapat interaksi antara Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA), serbuk limbah batubara pada media tanam dan pupuk NPK dalam meningkatkan pertumbuhan bibit Jabon pada media pasca penambangan batubara.

(30)
(31)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jabon (Anthocephalus cadamba) (Roxb.) Miq.

Taksonomi dari Jabon (Anthocephalus cadamba) yaitu : Kingdom : Plantae

Sub Kingdom : Tracheobionta Super Devisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub Kelas : Asteridae Ordo : Rubiales Famili : Rubiaceae Genus : Anthocephalus

Spesies : Anthocephalus cadamba

Nama Daerah : Jabon, jabun, kelampeyan, kelampaian, gelupai, johan, taloh, empayang, worotua, masarambi. Daerah penyebaran Jabon mulai dari India sampai ke kepulauan Malaynesia. Terdapat di Nepal, Bengal, Assam, Ceylon, Vietnam, Burma, Semenanjung Malaya, Serawak, Sabah, Indonesia, Filipina, Papua New Guinea, dan Australia. Di Indonesia terdapat di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sumba, Sumbawa, dan Irian Jaya (Martawidjaya et al. 1989).

Pohon Jabon dapat tumbuh dihampir berbagai kondisi tanah mulai dari tanah kering sampai tanah-tanah yang kadang-kadang tergenang. Pohon Jabon tumbuh baik pada ketinggian 0-1000 m dpl, pada jenis tanah lempung, podsolik cokelat dan aluvial lembab yang umumnya terdapat di sepanjang sungai yang beraerasi baik (Khaerudin 1999). Menurut Asnawi (2009), pohon Jabon dapat tumbuh pada lahan kritis atau yang terbuka mengingat jenis ini mudah tumbuh pada lahan terbuka.

Tinggi pohon Jabon dapat mencapai 45 m dengan panjang batang bebas cabang 30 m, diameter pohon dapat mencapai 160 cm. Pohon Jabon berbentuk lurus dan silindris, bertajuk tinggi dengan cabang mendatar, berbanir sampai ketinggian 1.50 m, kulit luar berwarna keabuan, kecoklatan sampai coklat dan

(32)

11

sedikit beralur dangkal (Martawijaya et al.,1989). Bentuk tajuk pohon Jabon seperti payung dengan sistem percabangan melingkar, daun Jabon tidak lebat. Pada umur 3 tahun, tinggi pohon Jabon dapat mencapai 9 m dengan diameter 11 cm serta daur panen untuk kepentingan non pulp sekitar 15 tahun dimana Jabon termasuk jenis pohon cahaya (light demander) yang cepat tumbuh (Khaerudin 1999).

Untuk buah Jabon sendiri berbentuk bulat dan bersayap panjang (Martawijaya et al. 1989). Buah Jabon yang telah masak adalah yang berwarna hijau kekuningan. Pohon Jabon berbuah setahun sekali, dimana musim berbunganya pada bulan Januari sampai Juni dan buah masak pada bulan Juli sampai Agustus dengan jumlah buah majemuk per kilogramnya 33 buah, sedangkan jumlah biji kering per kilogram sekitar 26.182.000 biji (Khaerudin 1999).

Benih Jabon diduga termasuk jenis ortodok (Nurhasybi et al. 2003). Penyebaran benih dibantu oleh angin dan air. Permudaan Jabon dapat dilakukan secara generatif melalui biji dan secara vegetatif melalui stek pucuk. Pertumbuhan kecambah Jabon sampai kecambah membentuk daun dengan ukuran sebesar kuku (tinggi 2 cm) membutuhkan waktu yang sangat lama, tetapi setelah daun terbentuk, bibit akan tumbuh sangat cepat (Mansur 2009).

Kayu Jabon termasuk kayu ringan dengan berat jenis berkisar antara 0.29-0.56, termasuk ke dalam kelas kuat III-IV dan kelas awet V. Kayu dengan karaktersitik tersebut mudah dikeringkan dengan sedikit cacat berupa pecah dan retak ujung serta sedikit melengkung. Kayu Jabon tersebut dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti untuk pembuatan korek api, peti pembungkus, papan cor, mainan anak-anak, pulp, kayu lapis, dan kontruksi ringan lainnya (Martawijaya et al. 1989).

2.2. Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA)

Mikoriza merupakan suatu struktur hubungan simbiosis mutualistis antara fungi (mykes) dan perakaran (rhiza) tumbuhan tingkat tinggi (Setiadi 2007). Asosiasi antara fungi mikoriza ini sebenarnya merupakan bentuk parasitisme dimana fungi menyerang sistem perakaran tetapi tidak sebagai parasit (patogen)

(33)

12

yang berbahaya bagi tanaman. Pada umumnya mikoriza dibedakan menjadi tiga yang berdasarkan pada terbentuk atau tidak terbentuknya selubung hifa pada mikoriza yaitu ektomikoriza, endomikoriza dan ektendomikoriza.

Endomikoriza disebut juga dengan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA). Menurut Brundrett (2004) bahwa FMA tergolong kedalam ordo Glomales dan memiliki 6 genus yaitu Acoulospora, Entrophospora, Gigaspora, Glomus,

Sclerocystis, dan Scutellospora. Namun dalam perkembangannya FMA tidak lagi

hanya diidentifikasi berdasarkan bentuk morfologi sporanya dan dinding sporanya, akan tetapi sekarang telah menggunakan struktur dari DNA sporanya. Berdasarkan hal tersebut, saat ini FMA diklasifikasikan menjadi 13 genus dimana

Sclerocystis dihapus, ditambah dengan Archaeospora, Paraglomus, Geosiphon, Intraspora, Kuklospora, Appendicispora, Diversispora, dan Pacispora (Mansur

2007). Berikut adalah sistem klasifikasinya : Kingdom : Fungi

Divisi : Zygomycetes Ordo : Glomales

Famili : Acoulosporaceae, Glomaceae, Gigasporaceae

Genus : Acoulospora, Entrophospora, Gigaspora, Glomus,

Scutellospora, Archaeospora, Paraglomus, Geosiphon, Intraspora, Kuklospora, Appendicispora, Diversispora, dan Pacispora

FMA adalah salah satu tipe fungi mikoriza yang termasuk dalam Gloleromycota, Ordo Glomales dan mempunyai sub ordo Gigasporineae dan Glomineae (INVAM 2006). Menurut Scannewrini Fosolo (1984) dalam Delvian (2005) arbuskula merupakan struktur yang paling berarti dalam kompleks FMA yang berfungsi untuk pertukaran metabolit antara fungi dan tanaman. Vesikula mempunyai bentuk globose yang berasal dari menggelembungnya hifa internal dari FMA. FMA memiliki karakteristik antara lain : perakaran yang terinfeksi tidak membesar, hifa masuk ke dalam individu sel jaringan korteks, dan adanya struktur khusus berbentuk oval yang disebut vesicles dan sistem percabangan hifa yang disebut arbuskula (Kuswanto 1990).

(34)

13

FMA dibentuk oleh kelompok kecil fungi yang termasuk di dalam kelas Zygomycetes. Fungi mikoriza ini akan menginfeksi atau menyerang bagian korteks akar sedangkan bagian endodermis batang dan meristem akar atau bagian titik-titik tumbuh tidak dapat diserang oleh fungi mikoriza ini. Ciri utama infeksi mikoriza ini adalah adanya vesikula atau organ jamur yang berbentuk bulat atau oval dan arbuskula atau organ fungi yang bentuknya seperti serabut yang bercabang-cabang.

Arbuskula adalah struktur yang paling utama yang terlihat dalam transfer hara dua arah antara simbion cendawan dan tanaman inang (Gunawan 1993), sedangkan vesikula berfungsi sebagai organ penyimpan cadangan makanan dan juga organ reproduktif propagul bagi cendawan. Vesikula menurut Abbot dan Robson (1982), berbentuk globose dan berasal dari menggelembungnya hifa internal dari FMA. Vesikula ditemukan baik di dalam maupun di luar lapisan kortek parenkim dan tidak semua FMA membentuk vesikula dalam akar inangnya, seperti Gigaspora dan Scutellospora yang vesikulanya berupa ekstra radikal dan tidak teratur, sedangkan Glomus, Entrophospora, Acaulospora dan

Sclerocystis memiliki vesikula. Arbuskula dan vesikula sangat penting untuk

mengidentifikasi telah terjadinya infeksi pada akar tanaman.

Beberapa karakteristik kolonisasi endomikoriza di dalam akar tumbuhan menurut Harley dan Smith (1983) sebagai berikut :

1. Cendawan membentuk struktur lapisan hifa tipis pada permukaan akar, tetapi tidak setebal mantel pada ektomikoriza.

2. Hifa mendorong masuk dinding sel jaringan korteks sehingga terbentuk struktur yang disebut vesikular (berbentuk oval) dan sistem percabangan hifa di dalam sel korteks yang disebut arbuskular.

Manfaat biologis dari fungi mikoriza arbuskula (FMA) dapat dikelompokkan sebagai berikut :

1. Perbaikan nutrisi serta peningkatan pertumbuhan tanaman

FMA yang menginfeksi sistem perakaran tanaman inang akan memproduksi jalinan hifa secara intensif sehingga tanaman bermikoriza akan mampu meningkatkan kapasitasnya dalam menyerap unsur hara dan air. Fospat merupakan unsur hara utama yang dapat diserap oleh tanaman bermikoriza.

(35)

14

Menurut Van Aarle et al. (2005) tanaman bermikoriza mampu membantu menyerap fospat tak tersedia menjadi tersedia bagi tanaman karena pada tanaman tersebut terdapat jaringan hifa yang menyebar dan adanya aktifitas fosfatase pada hifa tanaman tersebut.

Alasan FMA dapat meningkatkan penyerapan hara dalam tanah yaitu : (1) FMA mampu mengurangi jarak bagi hara untuk memasuki akar tanaman; (2) FMA mampu meningkatkan rata-rata penyerapan hara dan konsentrasi hara pada permukaan penyerapan dan (3) FMA mampu merubah secara kimia sifat-sifat hara sehingga memudahkan penyerapannya ke dalam akar tanaman (Abbott dan Robson 1992).

2. Pelindung hayati (bio-protection)

FMA mampu meningkatkan daya tahan tanaman terhadap serangan patogen tular tanah dan FMA dapat membantu pertumbuhan tanaman pada tanah-tanah yang tercemar logam berat. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa FMA dapat digunakan sebagai bio-protection dan sebagai bio-remedator bagi tanah-tanah yang tercemar logam berat seperti pada lahan pasca tambang.

3. Meningkatkan resistensi tanaman terhadap kekeringan

Hifa FMA mampu menyerap air pada pori-pori tanah pada saat akar tanaman sudah kesulitan memanfaatkannya, hal ini dikarenakan penyebaran hifa FMA dalam tanah sangat luas sehingga dapat mengambil air relatif lebih banyak . 4. Mempertahankan Keanekaragaman tumbuhan

FMA mempunyai kemampuan untuk berasosiasi dengan hampir 90% jenis-jenis tanaman sehingga FMA mampu mempertahankan stabilitas keanekaragaman tumbuhan dengan cara transfer nutrisi dari satu akar tanaman ke akar tanaman lainnya yang saling berdekatan melalui struktur yang disebut

bridge hypha (Allen dan Allen 1999 dalam Setiadi 2000).

5. Terlibat dalam siklus biogeokimia

Di alam, keberadaan FMA dapat mempercepat terjadinya suksesi alami pada habitat-habitat yang mendapat gangguan ekstrim (Allen dan Allen, 1999 dalam Setiadi 2000) dan keberadaannya mutlak diperlukan karena berperan penting dalam mengefektifkan daur ulang unsur hara sehingga dapat dianggap sebagai

(36)

15

alat yang efektif dalam mempertahankan stabilitas ekosistem hutan dan keanekaragaman hayati.

6. Sinergis dengan mikroorganisme lain

FMA dapat berfungsi untuk meningkatkan biodiversitas mikroba potensial di sekitar perakaran tanaman (rhizosphere) (Setiadi 2000).

Berikut merupakan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dari mikoriza : 1. Air

Air dapat memperlancar pencernaan serta pertumbuhan dari miselia. 2. Suhu

Suhu optimum yang diperlukan fungi pembentuk mikoriza beragam tergantung jenis dan strainnya. Pada umumnya suhu yang optimum adalah 19-450C. 3. pH tanah

Mikoriza ditemukan pada pH 2.7-9.2 dimana setiap isolat memiliki toleransi terhadap pH yang berbeda satu dengan yang lainnya.

Cendawan endomikoriza memerlukan sumber energi untuk menjalankan berbagai proses metabolismenya dimana salah satu energi yang dibutuhkannya berupa unsur hara karbon. Pada umumnya karbon yang dibutuhkan tersebut berasal dari alokasi fotosintat tanaman inangnya dan juga dari luar sistem tanaman.

Keberadaan mikroorganisme tanah seperti FMA sangat menentukan tingkat adaptabilitas dan daya hidup bagi pertumbuhan tanaman dalam jangka panjang serta kemantapannya dalam ekosistem secara alamiah (Marpaung et al. 1994

dalam Darwo 2003). Menurut Sukano (1998), pengaruh pemupukkan terhadap

perkembangan FMA sangat bervariasi tergantung pada bermacam-macam faktor diantaranya kandungan bahan organik tanah, tingkat kesuburan awal tanah, ketergantungan tanaman inang terhadap simbiosis FMA serta jenis FMA yang digunakan.

2.3. Batubara

Menurut Darajat (2009), batubara merupakan batuan sediment (padatan) yang dapat terbakar berasal dari tumbuhan, yang pada kondisi tertentu tidak mengalami proses pembusukan dan penghancuran yang sempurna karena aktivitas

(37)

16

bakteri anaerob, berwarna coklat sampai hitam yang sejak pengendapannya terkena proses fisika dan kimia, yang mana mengakibatkan pengayaan kandungan karbon. Menurut Sukandarrumidi (2006), batubara terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan yang sudah mati, dengan komposisi utama terdiri dari sellulosa. Proses pembentukan batubara dikenal sebagai proses pembatubaraan atau coalification. Faktor fisika dan kimia yang ada di alam akan mengubah sellulosa menjadi lingnit, subbitumina, bitumina atau antrasit. Reaksi pembentukan batubara sebagai berikut :

5(C6H10O5) → C20H22O4 + 3CH4 + 8H2O + 6CO2 + CO Cellulosa Lignit Gas metan

Menurut Sukandarrumidi (2006), komposisi kimia batubara hampir sama dengan komposisi kimia jaringan tumbuhan, dimana keduanya mengandung unsur utama yang terdiri dari unsur C, H, O, N, S, P. Hal ini dikarenakan batubara terbentuk dari jaringan tumbuhan yang telah mengalami proses pembatubaraan (coalification). Di dalam mempelajari cara terbentuknya batubara dikenal 2 teori, yaitu teori insitu dan teori drift (Krevelen, 1993 dalam Sukandarrumidi 2006). Teori insitu menjelaskan tempat dimana batubara terbentuk sama dengan tempat terjadinya proses coalification dan sama pula dengan tempat dimana tumbuhan tersebut berkembang. Sedangkan teori drift menjelaskan bahwa endapan batubara yang terdapat pada cekungan sedimen berasal dari tempat lain, dengan kata lain tempat terbentuknya batubara berbeda dengan tempat tumbuhan semula berkembang kemudian mati.

Cara terbentuknya batubara melalui proses yang sangat panjang dan lama, disamping faktor alamiah yang tidak mengenal batas waktu terutama ditinjau dari segi fisika, kimia dan biologis. Faktor-faktor yang berpengaruh dan menentukan terbentuknya batubara antara lain : posisi geoteknik, keadaan topografi daerah, iklim daerah, proses penurunan cekungan sedimentasi, umur geologi, jenis tumbuh-tumbuhan, proses dekomposisi, sejarah setelah pengendapan, struktur geologi cekungan dan metamorfosa organik (Sukandarrumidi 2006).

(38)

17

Secara umum batubara digolongkan menjadi 5 tingkatan, antara lain : (Sukandarrumidi 2006)

1. Anthracite

Warna hitam, sangat mengkilap, kompak, kandungan karbon sangat tinggi, nilai kalor sangat tinggi, kandungan air sangat sedikit, kandungan abu sangat sedikit, kandungan sulfur sangat sedikit.

2. Bituminous coal

Warna hitam mengkilat, kurang kompak, kandungan karbon relatif tinggi, nilai kalor tinggi, kandungan air sedikit, kandungan abu sedikit, kandungan sulfur sedikit.

3. Sub bituminous coal

Warna hitam mengkilat, kurang kompak, kandungan karbon relatif tinggi, nilai kalor tinggi, kandungan air sedikit, kandungan abu sedikit, kandungan sulfur sedikit.

4. Lignite (Brwon coal)

Warna hitam, sangat rapuh, kandungan karbon sedikit, nilai kalor rendah, kandungan air tinggi, kandungan abu banyak, kandungan sulfur banyak.

5. Peat (Gambut)

Sedangkan klafikasi batubara berdasarkan atas nilai kalor, dibagi menjadi : 1. Batubara tingkat tinggi (high rank), meliputi meta anthracite, anthracite, semi

anthracite.

2. Batubara tingkat menengah (moderate rank), meliputi low volatile bituminous

coal, high volatile coal.

3. Batubara tingkat rendah (low rank), meliputi sub bituminous coal, lignite. Dalam menentukan kualitas batubara perlu diperhatikan beberapa hal, antara lain : (Darajat 2009)

1. Heating Value (HV) (Calorific value/Nilai Kalori)

Banyaknya jumlah kalori yang dihasilkan oleh batubara tiap satuan berat dinyatakan dalam kkal/kg.

(39)

18

2. Moisture Content (Kandungan Lengas)

Lengas batubara ditentukan oleh jumlah kandungan air yang terdapat dalam batubara. Kandungan air dalam batubara dapat terbentuk air internal (senyawa/unsur), yaitu air yang terikat secara kimiawi.

3. Ash Content (Kandungan Abu)

Komposisi batubara bersifat heterogen, terdiri dari unsur organik dan senyawa anorganik yang merupakan hasil rombakan batuan yang ada di sekitarnya bercampur selama proses transportasi, sedimentasi dan proses pembatubaraan. Abu hasil dari pembakaran batubara disebut ash content dimana abu ini merupakan kumpulan dari bahan-bahan pembentuk batuabara yang tidak dapat terbakar atau yang dioksidasi oleh oksigen. Bahan sisa dalam bentuk padatan ini antara lain senyawa SiO2, Al2O3, TiO3, Mn3O4, CaO, Fe2O3, MgO, K2O, Na2O, P2O, SO3, dan oksida unsur lain.

4. Sulfur Content (Kandungan Sulfur)

Adanya kandungan sulfur baik dalam bentuk organik maupun anorganik di atmosfer dipicu oleh keberadaan air hujan mengakibatkan terbentuknya air asam.

Menurut Sukandarrumidi (2006), batubara dipergunakan sebagai sumber energi pada pembangkit listrik dan digunakan sebagai sumber energi pada berbagai industri kecil maupun industri besar. Selain itu, limbah batubara dapat digunakan dalam pembuatan briket batubara, media semai tanaman dan pupuk organik. Pengaruh bagan organik terhadap sifat fisik tanah dan akibat terhadap pertumbuhan tanaman adalah sebagai granulator yaitu memperbaiki struktur tanah; sumber hara N, P, belerang, unsur mikro, dan lain-lain; menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur-unsur hara (KTK menjadi tinggi); sumber energi bagi mikroorganisme (Hardjowigeno 1995). Fitzpatrick (1986) menyatakan bahwa bahan organik sangat penting dan bernilai terutama dalam pengolahan tanah. Menggunakan bahan organik berarti memberikan pupuk alami pada tanah. Keuntungan bahan organik terhadap tanah yaitu memperbaiki stabilitas tekstur dan struktur, meningkatkan daya tahan terhadap air dan menurunkan daya racun Al.

(40)

19 2.4. Pupuk NPK

Pupuk diberikan pada tanaman dengan tujuan menambah unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Unsur hara yang dibutuhkan tanaman terdiri dari unsur hara makro dan mikro. Unsur hara makro (N, P, K, S, Ca, dan Mg) dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak sedangkan unsur hara mikro (Cl, Mn, Fe, Cu, Zn, B, dan Mo) dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang sedikit. Unsur makro merupakan unsur esensial dengan konsentrasi 0.1% (1000 ppm) atau lebih, sedangkan unsur dengan konsentrasi kurang dari 0.1% digolongkan sebagai unsur mikro ( Lakitan 2008).

Unsur hara N, P dan K di dalam tanah tidak cukup tersedia dan terus berkurang karena diambil untuk pertumbuhan tanaman dan terangkut pada saat panen, tercuci, menguap, erosi, dan kegiatan lainnya seperti pertambangan. Untuk mencukupi kekurangan unsur hara N, P dan K perlu dilakukan pemupukkan. Jumlah pupuk yang diberikan berhubungan dengan kebutuhan tanaman akan unsur hara, kandungan unsur hara yang ada dalam tanah dan kadar unsur hara yang terdapat dalam pupuk (Hardjowigeno 1995). Menurut Leiwakabessy dan Sutandi (1998) menyatakan bahwa penambahan unsur hara akan meningkatkan pertumbuhan tanaman yang berarti pengangkutan unsur hara oleh tanaman akan terus meningkat. Pemberian pupuk harus dilakukan dengan memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut : Sutedjo (2008)

1. Keadaan iklim

Pemupukkan biasanya dilakukan pada permulaan musim hujan agar unsur-unsur yang terkandung dalam pupuk dapat larut ke dalam tanah sehingga tersedia bagi tanaman.

2. Keadaan dan umur tanaman

Makin bertambah umur tanaman maka makin diperlukan pemberian pupuk bagi proses pertumbuhannya. Demikian juga pada tanaman yang tumbuhnya dalam keadaan merana perlu mendapat pemupukkan yang sesuai dengan defisiensi unsur hara bagi pertumbuhannya. Sedangkan untuk tanaman yang berumur pendek, perlu juga diperhatikan pemberian pupuknya karena kelambatan dalam hal ini hasil yang diharapkan akan berkurang baik kualitas maupun kuantitas.

(41)

20

3. Macam pupuk yang diperlukan

Macam pupuk yang diperlukan tanaman berbeda-beda tergantung pada jenis tanamannya dan ketersediaannya di dalam tanah.

Pupuk NPK merupakan pupuk majemuk yang diperlukan tanaman untuk pertumbuhannya. Unsur hara N, P dan K merupakan unsur hara essensial yang diperlukan oleh tanaman dalam jumlah besar untuk memenuhi proses fisiologi dan metabolisme tanaman. Apabila unsur hara N, P dan K tersedia dalam jumlah yang terbatas dalam tanah maka akan menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan dan produksi tanaman. Menurut Marschner (1986), penyerapan hara oleh tanaman sifatnya selektif dan spesifik, dimana tanaman hanya menyerap hara yang dibutuhkan dan sesuai dengan fungsi berdasarkan umur pertumbuhan tanaman.

Menurut Vogel (1987) dalam rehabilitasi tanah bekas tambang dan revegetasi pemberian pupuk merupakan salah satu kriteria keberhasilan revegetasi. Pemupukkan dengan sumber unsur N, P dan K akan merangsang pertumbuhan tanaman di bekas lahan penambangan. Selain itu juga, komponen komponen biologi tanah adalah unsur penting bagi keberhasilan revegetasi dalam jangka panjang.

Unsur Nitrogen (N) dan Peranannya Bagi Tanaman

Nitrogen merupakan salah satu unsur pokok penyusun bahan kehidupan. Di dalam jaringan tanaman, N dikenal sebagai unsur utama penyusun zat hijau daun yang disebut dengan klorofil. Sumber utama N untuk tanaman berasal dari N2 di atmosfir, yang menempati 78% dari volume udara. Kekurangan N pada jaringan tanaman pada mulanya akan mengakibatkan terjadi klorosis pada daun dan pada tingkat selanjutnya mengakibatkan daun tanaman mudah gugur, pertumbuhan vegetatif terhambat serta pada akhirnya produksi tanaman menurun dengan drastis (Ma‟shum et al. 2003). N apabila keberadaannya berlebihan akan memperpanjang masa pertumbuhan, menghambat kematangan dan menurunkan daya tahan terhadap penyakit. Tanaman yang kelebihan N akan berwarna hijau gelap dengan daun sukulen sehingga mudah terinfeksi penyakit, tanaman mudah terkena cekaman karena kekeringan dan produksi menurun (Jones 1989).

(42)

21

Unsur N diserap tanaman dalam bentuk ion nitrat (NO3-) dan ion ammonium (NH4+). Sebagian besar N diserap dalam bentuk ion nitrat karena ion tersebut bermuatan negatif sehingga selalu berada di dalam larutan tanah dan mudah terserap oleh akar. Sebaliknya ion ammonium bermuatan positif sehingga terikat oleh koloid tanah. N tidak tersedia dalam bentuk mineral alami seperti unsur hara lainnya. N merupakan komponen utama dari berbagai substansi yang penting dalam tanaman (Mengel dan Kirby 1982).

Dalam jaringan tumbuhan N merupakan komponen penyusun dari banyak senyawa esensial bagi tumbuhan, misalnya asam-asam amino karena setiap molekul protein tersusun dari asam-asam amino dan setiap enzim adalah protein, maka nitrogen juga merupakan unsur penyusun protein dan enzim. Selain itu, N juga terkandung dalam klorofil, horomon sitokinin, dan auksin (Lakitan 2008).

Ma‟shum et al. (2003) manyatakan bahwa terdapat faktor-faktor lingkungan tanah yang ikut mempengaruhi keseimbangan mineralisasi dan immobilisasi N yaitu temperatur, tersedianya senyawa N, areasi, dan reaksi tanah.

Unsur Fosfor dan Peranannya Bagi Tanaman

Fosfor (P) merupakan unsur yang sangat kritis dan esensial bagi pertumbuhan tanaman. P yang tersedia dalam tanaman umumnya rendah. Tanaman umumnya mengandung 0.5% P dalam jaringan (Ma‟shum et al. 2003). Masalah Keefisienan P tidak sama dengan N, perbedaannya terlihat pada sifat inmobil P dalam Tanah (Soepardi 1983). Unsur P diserap tanaman dalam bentuk H2PO4-, HPO42- dan PO42- atau tergantung dari pH tanah. Pada tanah dengan pH rendah (asam) P akan bereaksi dengan ion besi dan alumunium. Reaksi ini akan membentuk besi fosfat atau alumunium. Reaksi ini akan membentuk besi fosfat atau alumunium fosfat yang sukar larut dalam air sehingga sukar diserap tanaman. Keberadaan P-organik di dalam tanah tidak selalu memberikan kontribusi terhadap ketersediaan P bagi tanaman. Hal ini disebabkan mineralisasi dan immobilisasi berlangsung secara bersamaan di dalam tanah. Bahan organik akan memberikan kontribusi pada ketersediaan P jika mineralisasi P-organik tidak diikuti dengan immobilisasi. Kecepatan mineralisasi P dipengaruhi oleh kandungan C dan N dalam bahan organik tanahyang dicirikan dengan nisbah C/P

(43)

22

dan N/P. Berikut beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi kelangsungan mineralisasi P-organik : temperatur tanah, kelembaban dan aerasi, kemasaman tanah, masukan P-anorganik ke dalam tanah, pengolahan tanah, dan masukan mikoriza. Terjadinya asosiasi mikoriza dengan tanaman inang diduga kuat dapat meningkatkan mineralisasi P. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya serapan P oleh tanaman yang berasosiasi dengan mikoriza. Peningkatan serapan P terjadi sebagai akibat dari meningkatnya kegiatan fosfatase dan meningkatnya luas permukaan akar yang berarti meningkatnya volume jelajah akar untuk mengabsorbsi fosfat (Ma‟shum et al. 2003).

Menurut Tan (1993), P diperlukan dalam perkembangan akar, mempertahankan vigor tanaman, pembentukan benih, dan pengontrolan kematangan tanaman. P juga merupakan bagian yang esensial dari berbagai gula fosfat yang berperan dalam reaksi-reaksi pada fase gelap fotosintesis, respirasi, dan berbagai proses metabolisme lainnya. P juga merupakan bagian dari nukleotida (dalam RNA dan DNA) dan fosfolipida penyusun membran (Lakitan 2008).

Tanaman yang kelebihan P akan menampakkan gejala seperti defisiensi unsur mikro Fe dan Zn. Unsur P yang berlebihan akan menganggu metabolisme tanaman. Jika kadar P dalam daun lebih dari 100% akan menjadi racun (Jones 1989). Menurut Marschner (1986), kekurangan (kahat) P akan menyebabkan abnormalitas pada kloroplas dimana efeknya akan berbeda tergantung jenis tanamannya. Menurut Hakim et al. (1986), kekurangan P akan menampakkan gejala pertumbuhan yang terhambat karena terjadi gangguan pada pembelahan sel, tanaman kerdil serta perakaran miskin dan produksi merosot. Defisiensi P akan mengakibatkan daun berwarna hijau gelap atau hijau kebiru-biruan, tanaman kerdil dan panjang akar berkurang (Gardner et al. 1991). Sedangkan menurut Ma‟shum et al. (2003), gejala defisiensi P pada tanaman dikenali dengan terjadinya warna kekuning-kuningan pada daun tua, yang diikuti dengan gugurnya daun. Sementara pada daun yang nisbi muda memiliki warna hijau gelap yang disertai bayang-bayang merah keungu-unguan karena adanya akumulasi pigmen antosianin.

(44)

23 Unsur Kalium dan Peranannya Bagi Tanaman

Unsur Kalium tidak disintesis menjadi senyawa organik oleh tumbuhan, sehingga unsur ini tetap sebagai ion di dalam tumbuhan. K berperan sebagai aktivator dari berbagai enzim yang esensial dalam reaksi-reaksi fotosintesis dan respirasi serta untuk enzim yang terlibat dalam sintesis protein dan pati. K juga merupakan ion yang berperan dalam mengatur potensi osmotik sel, sehingga berperan dalam mengatur tekanan turgor sel. Dalam kaitannya dengan pengaturan turgor sel, maka peran pentingnya adalah dalam proses membuka dan menutupnya stomata (Lakitan 2008).

K adalah unsur yang mobil sehingga akan terjadi translokasi dari bagian tanaman yang tua ke bagian tanaman yang lebih muda, bila terjadi kekurangan K pada tanaman. Oleh karena itu, gejala kekurangan K mulai tampak pada bagian tanaman yang lebih tua terlebih dahulu, lalu diikuti pada bagian tanaman yang lebih muda. Tanaman yang kekurangan K akan menunjukkan gejala klorosis, tepi daun mengering, produksi daun berkurang, dan malformasi daun. Selain itu, permukaan luas daun akan berkurang pada saat defisiensi K (Prawiranata et al. 1991). Defisiensi K dapat dicegah dengan menambahkan jumlah K yang cukup ke dalam tanah.

(45)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca dan Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dari bulan November 2009 – Mei 2010.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan antara lain : inokulum Gigaspora sp. dan

Glomus sp. ; benih Jabon (Anthocephalus cadamba); tanah pasca tambang

batubara PT. Kiansing Inti Makmur (PT. KIM); limbah batubara yang berasal dari Kalsel dan Jambi; pupuk NPK dengan perbandingan 15%: 15% : 15%; aquades; KOH 2,5%, HCL 2%; larutan laktogliserin (destaining) : 700 ml gliserin + 300 ml aquades; larutan trypan blue : 1 liter laktogliserin + 0.2 gram trypan

blue (0.02%).

Alat-alat yang digunakan antara lain : bak kecambah; polybag ukuran 15 x 20 cm; saringan spora 500 µm, 125 µm 63 µm; mikroskop streo; mikroskop dissecting; timbangan analitik; macro pipet; tabung film; pinset spora; cawan petri; elemeyer; kaca preparat dan cover glass; label; oven; penggaris; kaliper; kamera; dan alat tulis.

3.3. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah RAL faktorial. Penelitian ini terdiri dari 3 faktor perlakuan. Faktor pertama adalah jenis inokulan FMA, terdiri dari 3 taraf perlakuan yaitu :

M0 = Kontrol M1 = Glomus sp. M2 = Gigaspora sp.

Untuk faktor kedua adalah pemberian serbuk batubara dari dua lokasi yang berbeda dengan komposisi kimia yang berbeda, yang dicampurkan dengan media tanam pasca penambangan batubara yang terdiri dari 3 taraf perlakuan, yaitu :

(46)

25

B0 = Media tanam 100% (tanpa batubara/kontrol)

B1 = Media tanam + batubara asal Kalimantan 15% (v/v) B2 = Media tanam + batubara asal Sumatera 15% (v/v)

Sedangkan faktor ketiga adalah pemberian pupuk NPK dengan kosentrasi yang berbeda, terdiri dari 3 taraf perlakuan, yaitu :

P0 = Tanpa pupuk/kontrol

P1 = Pupuk NPK dosis 2 gram/polybag P2 = Pupuk NPK dosis 4 gram/polybag

Dari ketiga faktor perlakuan tersebut didapat 27 kombinasi perlakuan dengan jumlah ulangan 10 kali sehingga didapat 270 unit percobaan, masing-masing unit percobaan terdiri 1 tanaman.

Berdasarkan rancangan penelitian yang ada maka rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut : (Mattjik, 2002)

Yijkl = µ +Mi + Bj + Pk + (MB)ij + (MP)ik +(BP)jk + (MBP)ijk + εijkl Dimana :

i = 1,2,3 j = 1,2,3 k =1,2,3 l = 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10

Yijkl = Respon pengamatan yang memperoleh jenis inokulum ke-i, pemberian batubara ke-j, pupuk pada konsentrasi ke-k, dan ulangan ke-l.

µ = Nilai tengah umum

Mi = Pengaruh pemberian jenis inokulum ke-i Bj = Pengaruh pemberian batubara ke-j

Pk = Pengaruh pemberian pupuk pada konsentrasi ke-k

(MB)ij = Pengaruh interaksi pemberian jenis inokulum ke-i dan batubara ke-k

(MP)ik = Pengaruh interaksi pemberian jenis inokulum ke-i dan pemberian pupuk pada konsentrasi ke-k

(BP)jk = Pengaruh interaksi pemberian batubara ke-j dan pemberian pupuk pada konsentrasi ke-k

(MBP)ijk = Pengaruh interaksi pemberian jenis inokulum ke-i, pemberian batubara ke-j dan pemberian pupuk pada konsentrasi ke-k Εijk = Galat/error

(47)

26

Selanjutnya untuk uji hipotesis pembandingan nilai tengah dilakukan sebagai berikut :

1. Pengaruh pemberian jenis inokulum (Faktor M) : H0 = M0 = ... = M2 = 0

H1 = Paling sedikit ada satu i dimana Mi ≠ 0. 2. Pengaruh pemberian jenis batubara (B) :

H0 = B0 = ... = B2 = 0

H1 = Paling sedikit ada satu j dimana Bj ≠ 0. 3. Pengaruh pemberian pupuk (P)

H0 = P0 = ... = P2 = 0

H1 = Paling sedikit ada satu k dimana Pk ≠ 0. 4. Pengaruh interaksi faktor M dengan faktor B :

H0 = (MB)1 = (MB)2 = ... = (MB)ij = 0; i=1,2,3; j=1,2,3 H1 = Paling sedikit ada sepasang (i,j) di mana (MB)ij ≠ 0. 5. Pengaruh interaksi faktor M dengan faktor P :

H0 = (MP)1 = (MP)2 = ... = (M)ik = 0; i=1,2,3; j=1,2,3 H1 = Paling sedikit ada sepasang (i,k) di mana (MP)ik ≠ 0. 6. Pengaruh interaksi faktor B dengan faktor P :

H0 = (BP)1 = (BP)2 = ... = (BP)jk = 0; j=1,2,3; k=1,2,3 H1 = Paling sedikit ada sepasang (j,k) di mana (BP)jk ≠ 0. 7. Pengaruh interaksi faktor M dengan faktor B dengan faktor P :

H0 = (MBP)1 = (MBP)2 = ... = (MBP)ijk = 0; i=1,2,3; j= 1,2,3; k=1,2,3 H1 = Paling sedikit ada sepasang (i,j,k) dimana (MBP)ijk ≠ 0.

3.4. Prosedur Kerja Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan yang dilakukan yaitu pengambilan sampel tanah di lokasi tambang batubara PT. Kiansing Inti Makmur (PT. KIM). Pengambilan sampel tanah dilakukan di lokasi yang telah selesai dilakukan kegiatan penambangan dengan luasan 1 ha dimana sampel tanah diambil secara komposit untuk dilakukan pengujian sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Pengambilan media tanam juga dilakukan di areal yang sama dengan areal pengambilan sampel tanah.

(48)

27

Hasil analisis tanah tersebut dijadikan sebagai acuan untuk menentukan perlakuan pada penelitian ini.

Persiapan Inokulan

Inokulum Gigaspora sp. dan Glomus sp. diperoleh dari Laboraotorium Mikrobiologi Pusat Penelitian Hutan Alam Litbang Kehutanan Gunung Batu, Bogor. Inokulan yang telah ada dipersiapkan sesuai kebutuhan dimana disiapkan 50 spora dimasukkan ke setiap tabung film dan disimpan di kulkas sampai saatnya digunakan. Spora-spora yang sebelumnya terdapat di media zeolit disaring dengan saringan spora dimana spora yang diambil berasal dari saringan yang berukuran 125 µm dan 63 µm, kemudian spora tersebut dimasukkan ke cawan petri dan dilihat dimikroskop dissecting dan diambil menggunakan makro pipet, kemudian dimasukkan ke tabung film.

Inokulan FMA yang digunakan menggunakan yang telah ada karena dari hasil isolasi spora dari sampel tanah yang diambil di lapangan spora yang ditemukan sangatlah sedikit dimana dari 50 gram sampel tanah hanya ditemukan 1 spora bahkan ada juga yang tidak ditemukan adanya spora di dalam sampel tanah sehingga sangat sulit untuk dikulturkan maka itu menggunakan yang telah ada dengan harapan jenis inokulum yang ada tersebut dapat berasosiasi dengan baik dengan jenis tanaman yang dipilih/digunakan.

Pengolahan Limbah batubara

Batubara yang ada sebelum dicampurkan dengan media tanam terlebih dahulu ditumbuk sampai halus, kemudian setelah halus baru dicampurkan bersamaan media tumbuh dengan komposisi yang telah ditentukan. Batubara yang telah ditumbuk halus diuji kandungan kalorinya, kandungan karbon terikat kadar airnya di Laboratorium Kimia Kayu Puslit Hasil Hutan Badan Litbang Kehutanan Gunung Batu dan komposisi kimia rutinnya di Laboratorium Penelitian dan Uji Tanah, Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Bogor.

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian  Lahan Mengandung Sumberdaya Alam berupa batubara
Tabel 1.  Sidik  ragam  pengaruh  inokulasi  FMA,  media  tanam  dan  pemberian  pupuk NPK terhadap pertumbuhan semai Jabon umur 16 mst
Gambar 2 . Grafik  kurva  pertumbuhan  tinggi  semai  Jabon  hingga  umur  16  mst  dengan  inokulan  FMA  (M0  :  tanpa  FMA;  M1  :  Glomus  sp.;  M2  :  Gigaspora  sp.),  dan  pupuk  NPK  (P0  :  tanpa  pupuk;  P1  :  pupuk  2  gram; P2 : pupuk 4 gram)
Gambar 3. Perbandingan pertumbuhan semai Jabon tanpa pemberian pupuk NPK  (M0B0P0), pemberian pupuk NPK 2 gram (M0B0P1) dan pemberian  pupuk NPK 4 gram (M0B0P2)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bagian tengah atau isi berita ini dibedah menggunakan naskah transkip yang berisi segment, rangkuman berita per segment, dan unsur 5W + 1 H untuk menentukan jenis

Dari Gambar 12 dapat disimpulkan bahwa pengaktivasi yang baik digunakan pada arang aktif untuk mengadsorbsi logam Timbal (Pb) adalah pengaktivasi dengan menggunakan larutan asam

Kegiatan dilakukan adalah pembuatan seminar dan workshop dengan tema Program Pencegahan dan Pengendalian penularan HIV dari ibu ke bayi (PMTCT) di Unit Kebidanan

Kelompok Kerja (Pokja) 3 Unit Layanan Pengadaan (ULP) Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Tahun Anggaran 2016 akan melaksanakan Pemilihan Langsung dengan

Berdasarkan Berita 55/ULPD/WII.5/BC.NUNUKAN/ oleh Kelompok Kerja (Pokja) tanggal 14 Juni 2016 melalui. Pelelangan Umum Pascakualifikasi Pembangunan Rumah

Keuntungan dari penggunaan metode ikat silang ini adalah dapat menghasilkan pati dengan swelling power yang kecil dimana hal ini akan memperkuat granula pati

PENGARUH PERMAINAN SOCCER LIKE GAMES TERHAD AP KERJASAMA SISWA D ALAM PEMBELAJARAN PERMAINAN SEPAKBOLA KELAS XI SMAN I BALEEND AH.. Universitas Pendidikan Indonesia

A: Pasar bersehati, B: Pakuure, C: Lamaya, D: Matialemba, E: Peonea, F: Kolono Berdasarkan pada lokasi penangkapan, jenis kelelawar yang paling banyak ditemukan (6 jenis dengan