PROSPEK USAHA TAMBAK
DI KECAMATAN SEDATI KABUPATEN SIDOARJO
JAWA TIMUR
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-2
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS
Oleh : Hamdani NPM : 056420001
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
TESIS
PROSPEK USAHA TAMBAK
DI KECAMATAN SEDATI KABUPATEN SIDOARJO JAWA TIMUR
Yang dipersiapkan dan disusun oleh : HAMDANI
NPM : 056 420 001
Telah dipertahankan didepan Dosen Penguji Pada tanggal : 20 Jini 2007
SUSUNAN DEWAN PENGUJI
Pembimbing Utama Anggota Penguji Lain
Dr. Ir. Zainal Abidin, MS Ir. A. Rachman Waliulu, MS
Pembimbing Pendamping Ir. H. Syarief Imam Hidayat, MM
Drs. Ec. Prasetyo Hadi, MM Ir. Effi Damaijati, MS
Surabaya, 20 Juni 2007 UPN “Veteran” Jawaq Timur
Direktur
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Alloh SWT, karena berkat Rahmat dan
HidayahNya, penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul Prospek Usaha Tambak
di Kecamatan Sedati, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Tesis ini untuk memenuhi
sebagian persyaratan tugas akhir guna mencapai derajat Sarjana S-2, pada program
Pascasarjana Universitas Pembangunan Nasional “veteran” Jawa Timur, Surabaya.
Sehubungan dengan hal tersebut, penulis mengucapkan terima kasih kepada
:
Bapak. Dr. Ir. Zainal Abidin, MS. selaku Pembimbing Utama, dan Drs. Ec. Prasetyo
Hadi, MM. sebagai Pembimbing Pendamping yang telah memberikan petunjuk yang
sangat bermanfaat dalam penyelesaian Tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Rektor dan Direktur Pascasarjana beserta seluruh Dosen, Staf yang telah
memberikan kesempatan mengikuti kuliah di Program Pascasarjana UPN
“Veteran” Surabaya.
2. Bapak Drs. Moro Setyoyono, MM. selaku Camat Sedati yang telah memberikan
izin dan membantu dalam memperoleh data yang diperlukan.
3. Bapak Lurah Desa di Desa Kalanganyar, yang telah memberikan izin dan
membantu dalam memperoleh data.
4. Bapak Lurah Desa di Desa Tambak Cemandi, yang telah memberikan izin dan
membantu dalam memperoleh data.
5. Bapak Lurah Desa di Desa Segoro Tambak, yang telah memberikan izin dan
6. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tesis
Surabaya, Juni 2007
DAFTAR ISI
Nomor Halaman
KATA PENGANTAR ……… iii
DAFTAR ISI ………. iv
DAFTAR TABEL ……… vii
DAFTAR GAMBAR ……… xi
DAFTAR LAMPIRAN ……… x
ABSTRAK ……… ix
1. PENDAHULUAN ……… 1
Latar Belakang ……… 1
Rumusan Masalah ……… 6
Tujuan Penelitian ………. 6
Kegunaan Penelitian………..7
Ruang Lingkup Penelitian……… 7
2. TINJAUAN PUSTAKA ……… ……… 8
Penelitian Terdahulu……… ……… 8
2.2 Aspek Ekonomi ……… 10
2.2.1 Biaya Produksi……..……… 10
2.2.2 Analisis Biaya Produksi ……… 11
2.2.3 Pendapatan dalam Usaha Tambak……… 16
2.3 Harga dan Permintaan ………18
2.5 Aspek Teknis Budidaya dan Lingkungan Hidup………. 20
2.6 Konsep Agribisnis ...………. 23
2.7 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis ………27
2.7.1 Kerangka Pemikiran ……… 27
2.7.2 Hipotesis ……….. 31
3. METODA PENELITIAN ………32
3.1 Lokasi dan Tempat Penelitian ……..……… 32
3.2 Penentuan Populasi dan Sampel ………. 32
3.3 Jenis Data yang Diperlukan ……… 32
3.4 Metoda Pengumpulan Data ……….33
3.5 Definisi dan Pengukuran Variabel ……… 33
3.6 Analisis Data ……….. ……… 34
3.6.1 Analisis Trend ………. 34
3.6.2 Analisis Ekonomi ……….35
3.6.3 Analisis Diskriptif ……… 36
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ……….……….. 37
4.1 Identitas Responden ……… 37
4.1.1 Pendidkan Responden ……….. 37
4.1.2 Usia Responden ……… ……… 39
4.1.3 Pengalaman Rumah Tangga Petani Tambak ……… 40
4.2 Konversi Areal Tambak ……….. 41
4.5 Perkembangan Areal Tambak Budidaya Bandeng dan Udang……… 45
4.6 Perkembangan Produksi Tambak ………. . 47
4.7 Keuntungan Budidaya Bandeng dan Udang Windu ……….…… 52
4.8 Efisiensi Budidaya bandeng dan udang ……… 53
4.9 Prospek Usaha Tambak ………. 53
5. KESIMPULAN DAN SARAN ………. 54
Kesimpulan ……… 54
Saran ………
DAFTAR PUSTAKA ……….………
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Tingkat Pendidikan Formal Rumah Tangga Petani Tambak Bandeng,
/Udang Windu………. 39
2. Tingkat Usia Rumah Tangga Petani Tambak Bandeng/Udang Windu……. 40
3. Tingkat Pengalaman Rumah Tangga Petani Tambak Bandeng, /Udang Windu ……… 41
4. Konversi Lahan Tambak……… 42
5. Jumlah Tenaga Kerja pada Budidaya bandeng/Udang Windu……… 43
6. Perkembangan Jumlah Rumah Tangga Petani Tambak……… 44
7. Perkembangan Areal Tambak……… 46
8. Perkembangan Produksi Tambak………... 49
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka Pemikiran Penelitian ………. 30
3. Trend Perkembangan Rumah Tangga Petani Tambak……… 45
4. Trend Perkembangan Areal Tambak……….. 47
5. Trend Produksi Bandeng……… 49
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Kuesioner untuk Aspek Teknis, Ekonomi, dan Sosial, Usaha Tambak di Kecamatan Sedati ………..
2. Jumlah Rumah Tangga Petani Tambak, Luas Tambak, dan Produksi Tambak………
3. Biaya-biaya Produksi Budidaya Bandeng / Udang Windu………
HAMDANI, NPM : 0561 220 001, PROSPEK USAHA TAMBAK DI KECAMATAN SEDATI, DENGAN PEMBIMBINGAN UTAMA Dr. Ir. H. ZAINAL ABIDIN, MS
DAN PEMBIMBING PENDAMPING Drs. Ec. PRASETYO HADI, MM.
RINGKASAN
Usaha tambak utama yang dilakukan di Kecamatan Sedati sampai saat ini adalah budidaya bandeng dan udang windu, dengan sistem usaha Monokultur maupun Polikultur. Pola usaha yang ditetapkan adalah Semi Intensif yang masih dekat dengan Pola Tradisional, sehingga produktivitasnya relatip masih rendah. Perkembangan jumlah rumah tangga petani tambak selama 6 tahun terakhir mengalami peningkatan jumlah rumah tangga yang dimilikinya rata-rata berkurang. Produksi bandeng cenderung meningkat, produksi udang windu cenderung menurun. Jumlah tenaga kerja rata-rata 2 orang tenaga kerja tetap, dan 5-10 orang tenaga kerja tetap/5hektar tambak.
Tujuan Penelitian adalah : (1) Menganalisis perkembangan rumah tangga petani tambak, perkembangan luas tambak, perkembangan produksi tambak. (2) Menganalisis sebarapa besar tingkat penyerapan tenaga kerja pada budidaya bandeng dan udang windu di tambak. (3) Menganalisis seberapa besar tingkat konversi lahan tambak yang digunakan untuk kepentingan lain. (4) Menghitung keuntungan dan efisiensi usaha budidaya bandeng/udang windu.
Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (Purposive sampling), dengan alasan bahwa ke tiga desa tersebut merupakan sentra budidaya bandeng/udang windu di Kecamatan Sedati. Data yang diambil dalam penelitian adalah data primer yang dikumpulkan dengan cara wawancara dan pengisian kuesioner terhadap 33 responden ditentukan cara metoda purposive sampling (sengaja), dengan pertimbangan responden tersebut memiliki tambak, mengelola tambak budidaya bandeng/udang windu, dan berpengalaman. Sedangkan untuk data skunder diperoleh dari data informasi di Kecamatan Sedati, Kelurahan Kalanganyar, Kelurahan Tambak Cemandi, Kelurahan Segoro Tambak. Dinas Perikanan Sidoarjo.
I. PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Potensi untuk pengembangan tambak di tanah air cukup besar, hampir semua
pantai di Indonesia potensial untuk pengembangan budidaya ikan bandeng /udang
windu. Sampai kini ikan bandeng dan udang windu masih menjadi komoditi utama
dari hasil budidaya di tambak, ikan bandeng dan udang windu banyak digemari
orang untuk dimakan oleh karena rasanya yang lezat dan kandungan proteinnya
tinggi. Seperti halnya dengan wilayah Kecamatan Sedati, Kabupaten Sidoarjo
sumber daya alam utama yang dimiliki terutama adalah perikanan yang dihasilkan
dari budidaya ditambak adalah ikan bandeng dan udang windu.
Selama sepuluh tahun terakhir permintaan bandeng meningkat dengan 6,33 %
rata-rata pertahun, tetapi produksi hanya meningkat dengan 3,82 % rata-rata per
tahun. Dari data produksi tambak di Kabupaten Sidoarjo menunjukan bahwa
bandeng merupakan komoditi yang paling banyak diproduksi (lebih dari 60 %).
Pada tahun 2001 produksi bandeng dan ikan lain meningkat cukup tinggi, sebab
pada tahun itu terjadi kegagalan budidaya udang yang disebabkan serangan
penyakit bercak putih dan penyakit vibrio, hingga saat ini penyakit itu masih
mengancam sejumlah daerah produksi udang. Kegagalan udang membuat sebagian
besar petambak beralih ke budidaya bandeng yang relatip tahan terhadap penyakit,
hal ini terlihat sampai saat ini (2006) makin tingginya proporsi produksi bandeng,
dan menurunnya produksi udang windu yang dihasilkan dari hasil budidaya di
Wilayah Kecamatan Sedati yang berpotensi dalam pengembangan usaha
tambak adalah di desa Kalanganyar, Tambak Cemandi, Gisik Cemandi, Banjar
Kemuning, dan Segoro Tambak, dengan komoditi utama adalah ikan bandeng dan
udang windu. Usaha tambak ikan bandeng dan udang windu di Wilayah
Kecamatan Sedati, merupakan usaha yang telah lama dilakukan oleh sebagian
masyarakat secara turun-temurun baik yang sistem monokultur maupun polikultur.
Sampai saat ini pola pengelolaan tambak umumnya baru pada taraf semi intensif
yang masih dekat dengan pola tradisional, sehingga produktivitasnya masih relatip
rendah. Hal ini disebabkan untuk mencapai pola yang lebih intensif diperlukan
biaya yang besar. Bagi petambak baru yang membeli tambak atau membuat tambak
baru memerlukan investasi besar, pada hal sumber pembiayaan semacam Bank
pada umumnya tidak bersedia mendanai usaha pertanian termasuk tambak, karena
resiko yang dianggap masih sangat tinggi. Status kepemilikan tambak yang
dimiliki para petani tambak luasnya bervariasi, yakni antara 0,5 - 21 hektar dan
rata-rata kepemilikan tambak per – rumah tangga petani tambak luasnya 4 hektar.
Jumlah rumah tangga petani tambak terlihat bahwa selama 6 tahun terakhir ini
mengalami peningkatan, tetapi luas tambak yang dimiliki oleh para petani tambak
luasnya semakin berkurang.
Aspek teknis wilayah pertambakan di Kecamatan Sedati cocok untuk
digunakan budidaya ikan bandeng dan udang windu, yakni : posisi arealnya
strategis dekat dengan kota dan dekat dengan pantai, beda pasang surut sekitar 2
meter, tanahnya subur dan tidak porius, lingkungannya terdapat sumber air tawar
bakau yang manfaatnya sangat besar dalam hal kelangsungan hidup ekosistem
biota dan juga berfungsi untuk menetralisir bahan-bahan pencemar atau limbah,
dan keadaan infrastruktur menunjang. Pada umumnya para rumah tangga petani
tambak dalam mengelola tambaknya mengetrapkan pola budidaya semi intensif,
jenis kegiatan yang dilakukan adalah yakni : pengeringan, pengolahan tanah dan
perbaikan konstruksi tambak, perbaikan caren, pemupukan, pengapuran,
pemberantasan hama, pengairan, penebaran benih, pemberian pakan panen dan
penanganan pasca panen.
Aspek sosial dalam kegiatan usaha tambak, mayoritas penduduknya bekerja
mengelola tambak baik tambak milik sendiri maupun tambak sewa, lingungannya
banyak tersedia tenaga kerja yang dapat dimanfaatkan sebagai tenaga kerja di
tambak. Dalam hal penyerapan tenaga kerja di tambak yang luasnya 5 hektar hanya
membutuhkan 2 orang tenaga kerja tetap yang bertugas sebagai pengelola/teknik
usaha tambak dan sebagai penjaga keamanan tambak, 5-10 tenaga tidak tetap
sebagai pekerja dalam hal persiapan lahan dan sebagai tenaga panen, namun
demikian tambak setidaknya menjadi sumber penghidupan bagi ribuan keluarga
tambak. Tetapi generasi muda (anak-anak) petambak yang secara turun-temurun
mengusahakan tambak, mulai tidak tertarik mengelola tambak. Anak-anak
petambak yang berhasil menempuh pendidikan tinggi dengan bidang studi yang
umumnya jauh dari masalah tambak, enggan meneruskan usaha tambak. Faktor
keamanan tambak juga sering mengancam, untuk mengatasi harus dilakukan
penjagaan setiap hari siang dan malam. Tingkat pendidikan yang dimiliki para
Aspek ekonomi : budidaya ikan bandeng dan udang windu lebih
menguntungkan dibanding dengan budidaya ikan jenis lainnya, seperti ikan mujair,
ikan nila, dan ikan keting. Potensi pasar ikan bandeng/udang windu cukup besar,
permitaan produk cukup tinggi baik di kota maupun di desa. Tetapi sayangnya ikan
yang dipanen umumnya langsung djual kepada tengkulak karena dipandang lebih
cepat dan lebih mudah. tetapi harganya relatip lebih murah jika dibanding dijual ke
pasar. Faktor lain yang dikeluhkan oleh petambak adalah biaya produksi yang
tinggi terutama biaya pakan, obat-obatan, dan pupuk, semua masalah itu dapat
berpengaruh terhadap besar kecilnya keuntungan. Jumlah produksi, pendapatan,
dan keuntungan hasil usaha tambak pada masing-masing petani tambak berbeda -
beda, ada yang besar ada yang kecil, dalam hal ini yang mempengaruhi antara lain
adalah : faktor pengetahuan dan ketrampilan petani tambak, modal usaha, dan
pengalaman usaha tambak. Pada umumnya kemampuan Petani Tambak untuk
menganalisis usaha budidaya di tambak dan menganalisis efisiensi usaha budidaya
bandeng dan Udang masih belum baik.
Potensi pengembangan tambak di Kecamatan Sedati juga terancam adanya
perkembangan kota, hal ini telah membuat beberapa tempat mengalami reklamasi
dan dijadikan areal pabrik, pembangunan jalan, dan pemukiman (konversi). Hal ini
menimbulkan dampak penciutan lahan tambak, juga berdampak adanya
pencemaran dari limbah pabrik atau dari pemukiman. Pencemaran pada lahan
tambak juga juga terjadi karena disebabkan adanya kegiatan pada pola sistem
pertanian intensif yang terus menerus menggunakan pupuk dan obat-obatan
akibat residu pupuk dan obat pembasmi hama akan meresap kedalam tanah atau
terbawa air, hal ini menyebabkan pencemaran pada lahan tambak yang bisa
menimbulkan kematian ikan/udang, sebab kedua kegiatan ini berdampingan dan
memggunakan sumber air yang sama. Ancaman ini jelas-jelas bisa menyebabkan
berpengaruh terhadap penurunan produktivitas dan penurunan keuntungan usaha.
Solusi penanggulangan pencemaran antara lain adalah dengan cara mentreatmen air
yang tercemar, menyaring dan mengendapkan, tetapi biayanya besar.
Disisi lain penyebab rendahnya produktivitas bandeng/udang windu antara
lain adalah : kurangnya modal untuk sarana produksi, padat tebar rendah, kurang
pupuk, kurang pakan, kurang obat-obatan, dan sikap petani yang enggan merespon
dan menerapkan teknologi baru yang lebih menguntungkan. Usaha-usaha untuk
meningkatkan produksi tambak bandeng/udang antara lain adalah : diperlukan
pemahaman ilmu pengetahuan, dan ketrampilan teknik budidaya sepeti :
tatalaksana usaha, perbaikan konstruksi tambak, perbaikan saluran dan pengairan,
pengolahan tanah, pemupukan yang baik, pemberantasan hama, penyediaan benih
yang cukup dan sehat, pemberian pakan yang baik. Keberhasilan usaha tambak
juga dipengaruhi oleh faktor penunjang lainnya seperti media mair kualitasnya
harus baik (layak), tanah tambak subur, dan tidak porous, terhindar dari gangguan
hama dan penyakit, terhindar dari bahaya banjir, dan keamanan tambak terjamin.
Berdasarkan uraian tersebut diatas penulis bermaksud untuk melakukan
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka masalah utama yang diangkat
pada penelitian ini adalah :
1. Bagaimana perkembangan rumah tangga petani tambak, luas areal tambak,
dan besarnya produksi tambak, selama 6 tahun terakhir di Kecamatan
Sedati. ?
2. Sebarapa besar tingkat penyerapan tenaga kerja pada usaha tambak ?
3. Sebarapa besar tingkat konversi lahan tambak, yang digunakan untuk
kepentingan lain ?
4. Benarkah usaha tani tambak menguntungkan, dan apakah usaha tani tambak efisien ?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Menganalisis perkembangan rumah tangga petani tambak, luas areal
tambak, dan besarnya produksi tambak.
2. Menganalisis seberapa besar tingkat penyerapan tenaga kerja pada usaha
tambak.
3 Menganalisis seberapa besar tingkat konversi lahan tambak, yang
digunakan untuk kepentingan lain.
1.4 Kegunaan Penelitian
1. Sebagai bahan informasi perkembangan rumah tangga rumah tangga petani
tambak, sehingga menjadi bahan masukan bagi pembuat kebijakan dalam
menetapkan program dan pembangunan pertambakan di Kecamatan Sedati.
2. Sebagai bahan informasi untuk pengembangan kepada petambak.
3. Sebagai bahan masukan dan pembanding bagi penelitian selanjutnya.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian.
1. Wilayah penelitian dilaksanakan di daerah pertambakan pada tiga desa
yakni : Kalanganyar, Tambak Cemandi, dan Segoro Tambak, Kecamatan
Sedati.
2. Periode data yang diamati tahun 2001 s/d 2006
3. Fokus permasalahan :
a. Perkembangan rumah tangga petani tambak , luas tambak, dan besarnya
produksi bandeng dan udang windu, selama 6 ahun terakhir di Kecamatan
Sedati.
b. Menganalisis seberapa besar tingkat penyerapan tenaga kerja pada usaha
tambak.
c. Menganalisis seberapa besar tingkat konversi lahan tambak yang digunakan
untuk kepentingan lain.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Menurut Murtidjo (2002), dalam penelitian yang berjudul “Budidaya Ikan
Bandeng di tambak” mengemukakan bahwa faktor-faktor pendukung usaha tambak
bandeng bisa berkembang dengan baik di Wilayah Sidoarjo, ditinjau dari faktor
teknis, lingkungannya cocok digunakan untuk usaha tambak dari pada digunakan
untuk lahan pertanian.
Teknik budidaya ikan bandeng relatif lebih mudah dibanding dengan
budidaya udang windu, biaya produksi lebih rendah dibanding dengan budidaya
udang windu, dan tahan terhadap serangan penyakit. Potensi pasar cukup besar,
harga bandeng terjangkau untuk semua lapisan masyarakat sehingga banyak
konsumen.
Menurut Misdi (2002), dalam penelitiannya yang berjudul “Pola Pengusahaan
tambak di Kabupaten Sampang, mengemukakan bahwa faktor biaya produksi
perikanan akan mempengaruhi keputusan usaha perikanan. Sedangkan untuk
meningkatkan pendapatan para petani tambak harus menerapkan pola usaha
diversifikasi pengelolaan tambak.
Menurut BBAP Jepara (1982), dalam penelitiannya yang berjudul “Budidaya
Ikan Bandeng di Tambak” mengatakan bahwa untuk meningkatkan produksi
pengeringan total, perbaikan pematang dan keduk teplok, pemberantasan
hama/penyakit, pemupukan, pengairan dan perawatan.
Faktor-faktor yang menentukan besarnya produksi pada tingkat petani adalah
: faktor dalam tambak (internal) seperti : bibit, pupuk, obat-obatan, pakan dan
tenaga kerja. Faktor lingkungan luar tambak (eksternal) seperti : sumber air, cuaca,
limbah industri (Nessa, 1984).
Menurut Frotir (1999), usaha meningkatkan produksi tambak, meningkatkan
pendapatan petani tambak, perlu adanya perbaikan pola budidaya. Pemerintah telah
menggariskan kebijaksanaan tentang program Intensifikasi Tambak (INTAM)
bandeng dengan teknologi budidaya yang dikenal dengan Sapta Usaha
Pertambakan yang terdiri dari :
(a). Perbaikan konstruksi tambak.
(b). Pengelolaan suplai air yang baik.
(c). Persiapan dasar tambak.
(d). Pemberian makanan dan kualitas benur yang baik.
Hasil penelitian Lembaga Penelitian ITS dan BAPPEKAB (2001),
mengemukakan bahwa pelaksanaan pemasaran bandeng di Wilayah Sidoarjo relatif
pendek. Bandeng sebagian besar (84 %) dibawa oleh petambak ketempat
pelelangan ikan (TPI) yang letaknya dekat dengan tambak.
Menurut Rachmatun Suyanto, dan A. Mujiman (2002), mengatakan bahwa,
kriteria sistem budidaya semi intensif antara lain : bentuk petakan tambak teratur,
luas 1 – 3 hektar per petak, mempunyai pintu pemasukan dan pintu pengeluaran,
pengembangan pakan alami dilakukan pemupukan dengan menggunakan pupuk
urea , TSP, dan pupuk kandang. Dilakukan pemeberantasan hama, pengaturan
pasok air dan monitoring kualitas air. Penebaran benih (nener), dilakukan setelah
persiapan tambak selesai dengan kepadatan paling sedikit 10.000 ekor/hektar.
Panen dilakukan setelah ukuran bandeng 4 – 5 ekor/kg, dengan harga jual yang
berbeda sesuai dengan besar kecilnya bandeng, saat ini harga bandeng Rp.8.000 s/d
Rp. 12.000 /kg, (4 – 6 ekor).
Menurut Setyo Wibowo (1983), mengatakan bahwa pemberian pakan yang
merata ikan/udang akan memperoleh makanan yang merata dan akan
mempengaruhi pertumbuhan yang merata, serta cepat besar.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Budidaya Ikan atu Udang Metoda Polikultur dan Monokultur
Budidaya ikan atau metoda polikultur di tambak contoh adalah: budidaya
bandeng yang dicampur dengan udang windu yang dipelihara dalam satu petak
tambak mulai benih sampai ukuran konsimsi. Sedangkan budidaya ikan/ udang
metoda monokultur adalah ikan/ udang yang dipelihara dalam satu petak tambak
hanya satu jenis ikan atau udang. Sedangkan teknik persiapan tambak dan
2.2.2 Budidaya Bandeng dan Udang Windu Metoda Polikultur Pola Semi Intensif.
a. Persiapan Lahan
Sebelum tambak ditebar benih bandeng dan udang windu, tambak
dilakukan persiapan yakni : pengeringan dasar tanah tambak, penanggulangan
hama, pengolahan tanah, pemupukan, pengapuran dan pengairan.
1. Pengertian Tanah dasar
Tujuan pengeringan tanah dasar adalah : untuk memperbaiki kondisi
tanah, meneralisasi bahan-bahan organik dan menetralisir zat-zat beracun,
mematikan siklus hidup predator, kompetitor dan jamur. Lama pengeringan
tanah 7 – 15 hari sampai retak-retak (Soesono, 1987).
2. Penangulangan Hama
Tujuan penanggulangan hama untuk mencegah atau membasmi hama
tambak, karena hama merupakan penyaing atau pemangsa bandeng/udang
windu yang dipelihara. Caranya dilakukan pada waktu tambak dikeringkan
tetapi masih ada airnya 5 – 10 cm, disemprot merata dengan lautan tiodan
dengan dosi 0,5 liter/ha. Setelah 7 hari air dalam tambak dibuang hingga
kering.
3. Pengolahan Tanah
Tujuan pengolahan tanah adalah memperbaiki struktur dan tekstur tanah
menjadi gambur dan subur, mengunjungi atau menghilangkan gas beracun,
mematikan siklus hidup pada predator (Mujiman, 1982). Pelaksanaan
dicangkul sedalam 30 cm, dibalik dan diratakan, dikerjakan pula pendalaman
caren dan perbaikan tanggul.
4. Pemupukan
Pemupukan yang dilakukan pada tambak pembesaran bandeng dan
udang windu adalah pemupukan dasar dan pemupukan susulan. Pemupukan
dasar ditujukan untuk menambah unsur hara kedalam tanah sehingga tanah
menjadi subur dilakukan setelah pengolahan tanah. Jenis pupuk yang
digunakan adalah pupuk kandang sebanyak 1 ton/ha ditaburkan diatas tanah
dasar. Setelah 1 – 2 minggu, dipupuk lagi dengan Urea sebanyak 40 kg/ha, dan
TSP 30 – 40 kg/ha, kemudian tambak diairi sampai setinggi 10 cm dan
dibiarkan selama 7 hari. Sedangkan pemupukan susulan dilakukan setelah 1
bulan dari pemupukan dasar, dengan frekuensi pemupukan 4 kali dilakukan
setiap 1 bulan sekali dan dihentikan satu bulan menjelang bandeng dan udang
windu dipanen. Doses ynag digunakan untuk Urea sebanyak 28 kg/ha, dan TSP
sebanyak 16 kg/ha.
5. Pengapuran Tanah
Tujuan pengapuran tanah untuk menaikkan pH atau penyangga, dan
mendukung kegiatan bakteri pengurai bahan organik. Pelaksanaannya pada
waktu pengolahan tanah. Jenis kapur yang digunakan adalah CoCo3, disi yang
digunakan 800 kg/ha, caranya kapur ditebar merata dipermukaan tanah dan
6. Pengisian Air
Pengisian air pertama dilakukan setelah pemupukan awal (dasar),
dengan tinggi air 5 – 10 cm, lalu didiamkan selama 7 hari agar tumbuh klekap,
lalu air dinaikkan lagi secara bertahap menjadi 50 cm, dan benih siap ditabur.
b. Penebaran Benih Bandeng (Nener) dan Benih Udang Windu (Benur)
Setelah pengisian air selesai, kemudian benih-benih siap ditebar selama
benih dilepas di dalam tambak dilakukan aklimatisasi suhu atau salinitas selama 15
menit, setelah itu baru benih ditebar ke tambak.
c. Pemberian Pakan Tambahan
Pakan Tambahan yang diberikan untuk bandeng dan udang windu adlah
sejenis pelet, bentuk dan ukuran butiran pelet disesuaikan dengan lebar bukaan
mulut ikan/udang. Jenis pakan antara udang dan pakan bandeng berbeda, pada
pakan bandeng bersifat terapung sedangkan untuk pakan Udang windu bersifat
tenggalam dan kadar protein pada pakan udang windu lebih tinggi atau berkisar
antara 30 – 40 %. Pakan diberikan setelah benih umur 1 bulan, dengan cara
masing-masing jenis pakan tersebut dicampur rata dengan dosis 3 – 5 % per bobot
biomas ditebar merata dipermukaan air tambak, frekuensi pemberian pakan 2 atau
3 kali sehari.
d. Pengelolaan Air Media
Tujuan pengelolaan air media adalah agar air media yang digunakan selama
pemeliharaan bandeng dan udang windu terjamin (layak) baik kuantitas, maupun
kualitasnya. Parameter air yang perlu dimonitor dan dipertahankan stabilitasnya
secukupnya. Bila kadar salinitas lebih rendah dari standar tersebut, maka bisa
dilakukan penambahan air dari laut, dan bila salinitasnya lebih tinggi maka air
media bisa ditambah air tawar. DO rendah bisa dilakukan sirkulasi air atau
dipasang kincir air. Suhu air agar stabil kedalam air harus dijaga sesuai dengan
ketentuan yang dianjurkan. Nila air media tingkat kecerahan terlalu pekat maka air
media perlu ditambah air baru, yakni dengan cara sepertiga air media dibuang dan
dimasukkan air baru sesuai dengan volume air yang dibuang.
e. Pemanenan
Setelah bandeng dan udang windu berumur 5 atau 6 bulan dilakukan
pemanenan total dengan cara air media dibuang keluar atau disisakan sedikit untuk
memudahkan.
2.2.3 Biaya Produksi
Biaya produksi ialah pengeluaran yang dilakuakan untuk mengorganisir dan
melaksanakan produksi. Besarnya biaya produksi yang dikeluarkan produsen
ditentukan oleh kondisi fisik produksi, harga faktor produksi, dan efisiensi
pengusaha dalam mengelola perusahaan (Ferguson, 1902).
Jadi biaya produksi merupakan semua pengeluaran yang harus dikeluarkan
oleh produsen untuk memperoleh faktor-faktor produksi yang akan digunakan
dalam proses produksi, sehingga diperoleh output (produk) yang direncanakan.
Mubiyanto (1982), biaya produksi terdiri dari biaya variabel (variable cost)
dan biaya tetap (fixed cost). Biaya variabel adalah biaya produksi yang
berubah-ubah sesuai dengan tingkat produksi yang dihasilkan, dan biaya tetap adalah biaya
2.2.4 Analisis Biaya Produksi
Ferguson (1972), Analisis biaya produksi jangka pendek didasarkan pada dua hal
yaitu :
a. Kondisi fisik dari produksi menentukan besarnya biaya produksi
pada masing-masing tingkat output yang dapat dihasilkan.
b. Biaya produksi total (TC) yang dapat dibagi ke dalam dua
komponen, yaitu biaya produksi tetap total (TFC), dan biaya
produksi variabel total (TVC).
Biaya produksi tetap total adalah : seluruh biaya-biaya yang tetap dibayar
produsen berapapun tingkat produksinya, jumlahnya adalah tetap untuk setiap
tingkat output. Sedangkan biaya variabel adalah jumlah biaya-biaya yang berubah
menurut tinggi rendahnya output yang diproduksi. Biaya produksi total (TC)
merupakan penjumlahan dari biaya tetap total dengan biaya variabel total atau TC
= TVC + TFC (Boediono, 1980).
Dalam usaha tani yang komersiil terutama yang berorientasi pada agribisnis,
maka sebelum memulai usaha terlebih dahulu harus menganalisis usaha tani
tersebut, sekaligus melihat prospek pasar dari komoditas yang diusahakan.
Semakin menguntungkan usaha komoditas tersebut tentunya semakin
diminati untuk diusahakan. Namun hasil analisis usaha dan prospek pasar saja
masih belum cukup sebagai bahan pertimbangan untuk mengusahakan komoditas
tersebut. Sebab tidak semua jenis komoditas cocok dan menguntungkan untuk
2.2.5 Analisis Ekonomi
Analisa ekonomi diperlukan untuk mengetahui gambaran perhitungan biaya
diperlukan dalam memulai sesuatu usaha. Selain itu dapat pula memperhitungkan
gambaran keuntungan yang akan diperoleh, berapa lama modal kembali serta
keuntungan yang akan diraih dalam waktu terentu. Dalam perhitungan usaha tani
perlu dibedakan antara biaya tetap dan biaya tidak tetap. Kedua jenis biaya tersebut
tergolong biaya produksi. Semua modal harus digunakan dalam budidaya ikan
bandeng/udang, sehingga budidaya ikan bandeng/udang windu tersebut
menghasilkan, dan biaya pasca panen dimasukkan dalam biaya produksi yang
tertera dibawah ini.
Biaya yang diperhitungkan sebagai biaya tidak tetap meliputi biaya bahan
baku dan bahan penolong, tenaga kerja, sera pemasaran. Besarnya biaya tidak tetap
secara matematik dihitung sebagai berikut.
n TVC = VC
i=1
Keterangan :
TVC : Total biaya yang tidak tetap
VC : Biaya variabel dari setiap input
n : Banyaknya input
VC = PXi. Xi
Keterangan :
PXi : Harga input ke i
Begitu juga pada besarnya biaya tetap yang dihitung dengan cara sebagai berikut :
n
TVC = FC i = 1
Keterangan :
TVC : Total biaya tetap.
FC : Biaya tetap untuk input-input.
n : Banyaknya input.
Biaya tetap antara lain : pajak dan alat-alat budidaya.
Biaya tidak tetap : antara lain biaya untuk pembelian benih, pakan,
obat-obatan, dan upah tenaga kerja. Kemudian biaya tetap dan biaya tidak tetap
dimasukkan kedalam rumus biaya total, yaitu sebagai berikut :
TC = TVC + TFC
Keterangan :
TC : Total biaya.
TVC : Biaya tidak tetap.
TFC : Biaya tetap.
Dengan adanya perhitungan penerimaan agribisnis budidaya
bandeng/udang windu adalah sebagai berikut :
TR = Y . Py
Keterangan :
TR : Total penerimaan.
Y : Jumlah produksi.
Analisa keuntungan ditujukan melalui pengurangan antar penerimaan
dengan total biaya untuk sekali produksi, dengan rumus :
= TR – TC
TR : p.q
TC : TFC + TVC
Keterangan :
: Keuntungan (Rp)
TR : Total penerimaan (Rp)
TC : Total biaya (Rp)
p : Harga produksi (Rp/Kg)
q : Jumlah produksi budidaya bandeng.
TFC : Total biaya tetap (Rp)
TVC : Total biaya variabel (Rp)
Efisiensi mengandung pengertian pencapaian biaya produksi yang minimal
untuk memperoleh nilai tambah yang maksimal melalui pembanfaatan teknologi,
pengelolaan skala produksi dan kombinasi faktor produksi tersebut. Jadi ada
hubungan fisik antara input (biaya) yang digunakan dengan produk yang
dihasilkan. Menurut Teken (1965), menyatakan bahwa hubungan fisik (teknis)
tersebut merupakan syarat keharusan bagi penentu efisiensi dan tingkat produksi
optimal. Jika dilihat dari sudut teknis, maka syarat keharusan itu saja telah
mencukupi untuk menentukan efisiensi dan tingkat produksi yang optimal yang
mencapai maksimum atau APP = MPP. Debetin (1986), menyatakan pada saat
APP = MPP adalah tahap produksi yang relevan, karena paling efisien.
Selanjutnya Mubyarto (1982), menyatakan bahwa unuk mencapai efisiensi
ekonomi maka perlu diketahui harga-harga baik harga hasil produksi maupun harga
faktor produksi.
Teken (1965), lebih lanjut mengatakan bahwa untuk menentukan produksi
optimum, konsep efisiensi tekis yang merupakan syarat keharusan belum cukup,
masih ada satu syarat lagi yang harus dipenuhi yaitu syarat kecukupan, yaitu suatu
indikator pilihan. Hubungan antara input dengan produk yang banyak dipakai
sebagai indikator pilihan adalah rasio harga-harga dari input dan produk.
Heady (1952), mengemukakan bahwa efisiensi ekonomis merupakan syarat
kecukupan unruk menentukan produksi optimum, yaitu adanya indikator pilihan
yang merupakan perbandingan harga-harga input dan output. Dengan diketahui
penerimaan, biaya produksi serta besarnya pendapatan, maka seorang pengusaha
dapat melakukan analisis efisiensi usahanya dengan menggunakan analisa R/C
Ratio, yang dirumuskan dengan :
R/C Ratio = TR TC
Keterangan :
TR : Total penerimaan
Analisis ini menunjukkan tingkat efisien ekonomi dan daya saing dari
produksi yang dihasilkan, dari hasil perbandingan akan didapat :
1. R/C > 1. usaha efisien.
2. R/C = 1. usaha tidak efisien.
3. R/C < 1. usaha tidak efisien.
2.2.6 Pendapatan dalam Usaha Tambak.
Setiap kegiatan usaha yang dilakukan pada dasarnya bertujuan untuk
mendapatkan hasil atau keuntungan. Demikian pula halnya dengan dal;am usaha
tambak bandeng/udang windu, tujuan mengusahakannya adalah untuk memperoleh
hasil atau keuntungan. Oleh karena itu untuk mendapatkan keuntungan tesebut
petani harus mengorbankan sesuatu, baik biaya, waktu, tenaga untuk membeli
sarana produksi. Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk membiayai produksinya
disebut dinamakan biaya produksi. Biaya produksi dapat digolongkan dalam biaya
tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tetap dan tidak
tergantung pada besar kecilnya volume produksi dalam usaha tambak. Jenis biaya
tetap yang dikeluarkan berupa perbaikan tambak, pembelian mesin, pompa air,
pajak dan penyusuan alat. Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang
berubah-ubah mengikutu besar kecilnya volume produksi seperti pembelian nener, pakan
pupuk, obat-obatan, dan upah tenaga kerja. Usaha tambak bandeng/udang bagi
petani, mengeluarkan biaya untuk mendapatkan hasil, dengan menghitung selisih
dari pengeluaran biaya dengan nilai produksi yang diperoleh disebut dengan
Menurut Soekartawi (1951), pendapatan petani adalah selisih antara
penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan selama melakukan kegiatan sahanya.
Untuk lebih jelasnya berikut ini diuraikan beberapa pengertian yang perlu
diperhatikan dalam menganalisis pendapatan yaitu :
a. Biaya produksi
Yaitu semua pengeluaran yang dinyatakan dengan uang yang diperlukan
untuk menghasilkan produksi. Jenis-jenis biaya yang diperhitungkan dalam usaha
tambak, meliputi biaya untuk pembelian bibit, pupuk, pakan, obat-obatan, bahan
bakar, pajak, penyusutan alat, enaga kerja, dan pengolahan tanah.
b. Penerimaan kotor
Yaitu jumlah yang dihasilkan dalam suatu kegiatan usaha tani tambak
dikalikan dengan harga jual yang berlaku.
c. Pendapatan bersih
Yaitu penerimaan kotor dikurangi dengan total biaya produksi yang
dikeluarkan petani (biaya variabel, dan biaya tetap).
2.3 Harga dan Permintaan
Harga merupakan suatu hal yang penting dan menarik bagi penjual dan
pembeli di pasar. Harga suatu barang adalah nilai pasar atau nilai tukar dari barang
dinyatakan dalam jumlah uang, (Hanafiah dan Saefuddin, 1986 ). Harga terbentuk
dari hasil kerja sama banyak faktor. Para ahli ekonomi biasanya menggolongkan
faktor-faktor pembentuk harga ini kedalam kekuatan-kekuatan penawaran dan
maupun dalam jangka panjang. Faktor lain yang sangat menentukan tingkat harga
suatu barang dipasaran adalah tingkat harga umum. Bila tingkat harga umum
rendah, maka harga produk cenderung rendah, dan bila tingkat harga umum tinggi
maka produk tersebut cenderung tinggi pula. Penawaran dan permintaan terhadap
suatu produk menentukan berapa harga dari produk tersebut, apakah berada diatas
atau dibawah tingkat harga umum. Jika penawaran dan permintaan terhadap
keseluruhan produk, maka dari produk individual akan mendekati tingkat yang
sama dari semua harga. Tetapi jika penawaran dari suatu produk tertentu relatip
lebih besar dari permintaan, maka harga barang tersebut relatip akan berada
dibawah tingkat harga umum, begitu pula sebaliknya. Dalam rangka usaha mencari
harga terbaik, maka produsen dapat membandingkan produknya dengan produk
yang serupa, yang dijual oleh pihak pesaing. Pada sektor perikanan, salah satu sifat
penting dari hasil perikanan adalah mudah rusak, karena setelah di panen produk
perikanan tidak dapat disimpan lebih lama dan harus segera dijual. Sifat ini
mengakibatkan harga-harga dari hasil perikanan sering merosot pada musim panen.
Ciri lain dari produk tersebut yang dapat berpengaruh pada harga adalah mutu,
ukuran, dan warna produk tersebut. Permintaan adalah jumlah suatu barang yang
akan dibeli oleh konsumen pada kondisi waktu tertentu dan harga tertentu, karena
pembeli pada suatu jangka waktu tertentu berubah menurut harga. Jika harga lebih
rendah, akan lebih banyak konsumen yang membeli produk tersebut dengan jumlah
yang lebih besar. Berdasarkan definisi permintaan tersebut diatas, menunjukkan
bahwa berapa banyak suatu barang yang dibeli oleh individu pada berbagai harga,
dengan harga. Hal ini berarti jika harga lebih tinggi, maka jumlah barang yang
dibeli lebih kecil. Permintaan terhadap suatu produk yang akan dibeli oleh
konsumen pada harga tertentu, berubah-rubah dari waktu kewaktu. Perubahan
permintaan ini dapat berubah nilai penjualan dari total pendapatan bersih produsen.
Oleh karena itu seorang produsen perlu memperhatikan perubahan permintaan
(Hanafiah dan Saefuddin, 1986).
2.4. Aspek Sosial
Usaha tambak yang dilakukan oleh para petani tambak akan banyak
berpengaruh baik terhadap lingkungannya yang saling menguntungkan, yakni
antara lain pada kegiatan itu bisa menyerap tenaga kerja atau menciptakan
lapangan kerja, hasil produknya bisa dinikmati oleh masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan gizi, produknya bisa dimanfaatkan oleh orang lain untuk bahan olahan
makanan lebih lanjut misalnya ikan bandeng mentah segar sebagai bahan baku
untuk pembuatan bandeng asap, (industri kecil atau besar). Jadi keuntungannya
tidak hanya dinikmati sendiri oleh pembudidaya tambak, tetapi juga dinikmati
untuk orang lain.
2.5 Aspek Teknis Budidaya dan Lingkungan Hidup a. Pola Budidaya.
Pola Budidaya yang dilakukan oleh para petani sampai saat ini, umumnya
sudah mengarah pada teknik semi intensif, atau meninggalkan teknik tradisional
- Persiapan lahan : pengeringan, pengolahan tanah, pemupukan dengan urea, TSP,
atau pupuk kandang dan pengapuran, pemberantasan hama, pengairan.
- Pemeliharaan ikan/udang : Setelah benih ditebar (2.000 – 4.000 ekor/ha),
kemudian diberi pakan (pelet) tepat jenis, tepat dosis(3% -5%/berat biomas), dan
tepat waktu (2-3 kali/hari, pagi, siang, sore), diberikan sampai menjelang panen.
Lama pemeliharaan sampai ukuran konsumsi 6 – 7 bulan/musim tanam, berat
untuk ikan bandeng 5-6 ekor/kg, untuk udang windu berat 30-40 ekor/kg. dengan
harga jual untuk ikan bandeng Rp 10.000 – 12.000/kg. Untuk udang windu
sekitar Rp 50.000- Rp 60.000/kg.
b. Lingkungan Hidup
Dalam usaha tambak, lingkungan hidup yang perlu diperhatian adalah :
sumber air laut dan air tawar kantitas mencukupi dan kualitasnya baik atau jangan
menggunakan air yang tercemar, atau yang mengandung penyakit, kondisi saluran
air harus baik, tanah tambak sebaiknya yang subur dan tidak porius, media tambak
dijaga kualitasnya (layak pakai). Bila lingkungan tambak rentan terhadap
pencemaran atau dekat dengan perindustrian, maka harus siap-siap mencegah agar
sumber air (asin, tawar) yang terkena limbah industri jangan digunakan untuk
mengairi tambak, sebaiknya dengan mengambil air dari sumur bor, atau air yang
terkena limbah diolah/ditreatmen dulu baru digunakan untuk mengairi tambak.
Pencemaran akan merusak habitat lingkungan baik bagi manusia maupun bagi
makhluk lainnya seperti ikan, bahkan bisa menimbulkan penyakit yang mematikan.
Pencemaran juga bisa berasal dari dalam tambak sendiri, contohnya penggunaan
pakan ikan/udang yang berlebihan, sehingga banyak pakan yang tersisa tidak
dengan dosis dan volume yang tepat agar tidak tersisa. Penggunaan obat yang
berlebihan atau teknik pengobatan yang salah, memilih jenis obat yang salah, akan
berakibat merusak atau mematikan biota lingkungan, ikan yang dipelihara bisa
mati. atau bisa membahayakan manusia dari limbah yang dikeluarkan dari tambak
kesungai, karena obat yang digunakan umumnya beracun yang bisa menimbulkan
penyakit atau mematikan. Penggunaan pupuk yang berlebihan juga bisa mencemari
lingkungan yang membahayakan. Proses terjadinya pencemaran ke lingkungan luar
tambak, biasanya penggunaan bahan-bahan tersebut diatas yang digunakan untuk
budidaya ikan/udang, sisa pakan, sisa pupuk, obat-obatan akan dikeluarkan pada
waktu pergantian air atau pada waktu pengurasan tambak (panen), maka terjadilah
pencemaran lingkungan luar tambak, dan bisa mengalir ke pemukioman manusia
lewat saluran air. Penyakit/hama ikan sangat membahayakan bagi ikan yang
dipelihara, maka hal itu perlu dicegah atau di berantas dengan obat yang sesuai
dengan jenis penyakitnya, agar tidak menyerang atau mengganggu ikan bandeng
Usaha budidaya ikan bandeng ditambak perlu, dalam rencana atau persiapan
perlu memperhatikan situasi dan kondisi lingkungan yang baik, yakni lingkungan
luar tambak maupun dalam tambak (habitat). Lingkungan luar tambak yang
dikehendaki antara lain adalah : sumber air harus tersedia sepanjang tahun yang
kualitas dan kuantitasnya memadahi, bebas banjir, bebas pencemaran, aman.
Lingkungan dalam tambak yang baik antara lain adalah : tanahnya subur, tanah
tidak porius, tidak ada hama dan penyakit, kaya pakan alami, airnya tidak beracun
Menurut Soetarno (1992), dalam memilih lokasi/lingkungan untuk
pengembangan pemeliharaan ikan bandeng/udang di tambak yang baik adalah :
perbedaan pasang surut harus cukup tinggi, jarak lokasi dari pantai maksimal 1
km, bebas gangguan ombak, tekstur tanah dasar terdiri dari tanah liat dan debu, dan
kadar garam didalam tambak harus tidak kurang dari 18 per mil , yang optimal
adalah 24 – 30 per mil.
Menurut Slamet Soeseno (1983), ada beberapa yang harus dinilai sebelum
memilih lokasi tambak, yakni : elevasi (ketinggian tempat) tidak boleh lebih tinggi
dari pasang tertinggi, kualitas pengisi air tambak salinitasnya antara 15 – 30 per
mil, tanah tidak porius, lokasi tambak sebaiknya dekat dengan pemasaran dan
infrastruktur menunjang.
2.6Konsep Agribisnis
Downey dan Erickson (1992), mengemukakan bahwa agribisnis meliputi
seluruh sektor masukan (input) usaha tani, produksi yang memasok bahan masukan
usaha tani, terlibat dalam proses produksi sampai processing, tiga faktor yang
saling tergantung secara ekonomis, yaitu sektor masukan (input), sektor produksi
(farm) dan sektor keluaran (output).
Sektor masukan menyediakan perbekalan kepada para pengusaha tani untuk
dapat memproduksi, termasuk dalam masukan ini adalah bibit, pupuk, obat-obatan,
pakan, mesin pompa, bahan bakar dan perbekalan lainnya.
Soekartawi (1971), mengemukakan bahwa yang dimaksud agribisnis adalah
produksi, pengolahan hasil dan pemasran yang ada hubungannya dengan pertanian.
Pertanian dalam arti luas adalah kegiatan usaha yang menunjang kegiatan
pertanian, sedangkan usaha yang ditunjang oleh kegiatan pertanian seperti industri
pengolahan, dan usaha dagang hasil pertanian.
Berdasarkan pengertian agribisnis yang telah dikemukakan diatas
menunjukkan bahwa, usaha tani merupakan salah satu subsistem agribisnis
meliputi :
1. Sub sistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi, teknologi serta
pengembangan sumberdaya pertanian (sub sistem agribisnis input).
2. Sub sistem produksi pertanian/usaha tani (sub sistem industri hulu)
3. Sub sistem pengolahan hasil pertanian (sub sisem agroindustri).
4. Sub sistem pemasaran hasil pertanian (subsistem industri hilir).
5. Sub sistem jasa dan penunjang.
Saleh (1999), mengatakan bahwa agribisnis meliputi suatu rangkaian yang
terintegrasi, sebagai rangkaian sistem yang terdiri dari :
(1). organisasi/kelembagaan, (2) produksi/teknologi, (3) pembiayaan,
(4) pengolahan agroindustri, (5) pemasaran, (6) Sumberdaya manusia.
Dalam hal ini pelaksanaan harus dilakukan secara berkesinambungan antara
satu dengan yang lain, dengan tidak mengabaikan atau meninggalkan salah satu
subsistem yang ada, melainkan dilakukan secara terintegrasi.
Sub sistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi mencakup kegiatan
perencanaan, pengelolaan sarana produksi, pengadaan dan penyaluran, teknologi
input secara tepat waktu, tepat jumlah, tepat jenis, tepat mutu, dan terjangkau oleh
daya beli produsen, merupakan ciri utama dari pada kebijaksanaan subsistem
pengadaan dan penyaluran sarana produksi, teknologi, dan sumber daya pertanian.
Sub sistem proses produksi, mencakup kegiatan pembinaan dan
pengembangan usaha tani dalam rangka meningkatkan produksi primer pertanian,
termasuk disini adalah pemilihan lokasi, komoditi, teknologi, dan pola usaha tani.
Sub sistem pengolahan dan pasca panen (sub sistem agroindustri), tidak
hanya aktivitas pengolahan sederhana ditingkat petani, tetapi juga mencakup
kegiatan mulai dari penanganan pasca panen produk pertanian, sampai dengan
tingkat pengolahan lanjutan.
Sub sistem pemasaran, mencakup proses pengalihan hasil-hasil usaha tani
dan agroindustri, baik untuk pasar domestik maupun ekspor termasuk didalamnya
proses pemantauan serta pengembangan informasi pasar.
Sub sistem penunjang, mencakup transportasi, perbankan, litbang,
pendidikan, konsultan dan keamanan. Pembangunan pertanian saat ini masih
dihadapkan pada beberapa masalah, seperti masih kurangnya daya efektivitas, dan
efisiensi penggunaan dan pembinaan sumber daya manusia, masih terjadi
ketimpangan sumber daya ekonomi antara pedesaan dan perkotaan. Keadaan ini
menyebabkan lahirnya sumberdaya manusia yang bermutu dari desa ke kota.
Cara mengatasi perlu adanya dukungan pembinaan investasi, pemasaran dan
kelembagaan yang lebih terarah. Perokonomian sekarang masih dalam kondisi
krisis ekonomi moneter. Pemerintah bertekat untuk memantapkan pengembangan
dalam rangka pemberdayaan ekonomi kerakyatan. Tekat tersebut sesuai dengan
kemampuan sumber daya yang ada, untuk menciptakan iklim yang kondosif agar
kendala-kendala sektor agribisnis dapat teratasi.
Kendala-kendala dalam agribisnis antara lain kekurangan modal usaha, skala
usaha relatif kecil, pola pikir/pola usaha petani sebagian besar masih tradisional.
Sehingga usaha taninya belum mampu melaksanakan pengembangan skala usaha
yang optimal, tidak bisa memanfaatkan peluang usaha dan peluang pasar.
Zainal Abidin (2006), analisis lingkungan bisnis adalah sebagi salah satu
proses dalam mengidentifikasi dan memformulasikan kebijakan bisnis, maka
analisis lingkungan atau penelusuran terhadap faktor-faktor di dalam (internal)
maupun diluar perusahaan (eksternal) sangat penting bagi pengembilan keputusan
demi berhasilnya misi perusaan. Lingkungan internal mencakup analisis tentang
profil perusahaan seperti sumber daya (jenis, ciri, sifat, jumlah, sumber daya
manusia dan jumlah), kompetensi dan kapabilitas perusaan maupun aktifitas
perusaan dalam penetapan tujuan organisasi, peluang dan tantangan organisasi, dan
strategi pengambilan keputusan. Lingkungan eksternal meliputi lingkungan umum
maupun lingkungan industri sepeti pemerintah, perekonomian, teknologi dan
sosial.
2.7Kerangka Pemikiran dan Hipotesis 2.7.1 Kerangka Pemikiran
Sudah sejak lama dan turun-temurun masyarakat di Kecamatan Sedati
utama bagi para pembudidaya ikan/udang, juga merupakan komoditi utama unuk
dikonsumsi yang digemari oleh masyarakat kota maupun di desa.
Produksi bandeng, di Kecamatan Sedati mengalami pasang surut, tercatat
pada tahun 2001 produksi bandeng meningkat cukup tinggi, sebab pada tahun itu
hingga kini terjadi kegagalan pada budidaya udang windu akibat dampak
pencemaran dan serangan penyakit.
Masalah penyebab kegagalan usaha tambak sangat dipengaruhi oleh
faktor-faktor internal seperti : luas lahan, modal, teknologi, alat-alat, kondisi lahan yang
tidak layak, SDM, dan sistem manajemen yang tidak baik. Sedangkan faktor
eksternal mempengaruhi antara lain adalah oleh permintaan konsumen, harga
ikan/udang, pencemaran, penyempitan lahan, infrakstruktur, iklim, sumber air,
sistim informasi, peraturan pemerintah dan budaya.
Usaha tambak yang menjadi kekuatan adalah : modal terpenuhi, teknologi
mudah dilakukan, sumber daya manusia baik kualitas dan kuantitas dapat
terpenuhi, letak setrategis. Faktor kelemahan pada usaha tambak adalah :
produknya musiman, mudah rusak, adanya penyakit, kontinyutas produk tidak
stabil, upah tenaga kerja tinggi, sarana produksi mahal, analisis usaha kurang baik.
Faktor peluang : produk yang berkualitas, sebagai bahan baku untuk suatu
jenis produk makanan, untuk produk ekspor. Faktor yang mengancam (masalah)
pada aspek sosial adalah : tentang faktor keamanan tambak perlu penjagaan ketat.
Adanya pencemaran lingkungan perairan yang berasal dari pabrik, yang masuk ke
areal pertambakan, hal ini yang menjadi peneyebab memburuknya kualitas air
berkurang akhirnya stes dan kematin, dan hal ini bahkan jenis – jenis makanan
alami pun sebagai makanan ikan bandeng turut mati.Masalah ini para petani secara
tuntas belum bisa mengatasi. Pada aspek ekonomi masalahnya yang dikeluhkan
oleh para petani adalah adalah : biaya produksi tinggi, harga tidak stabil, produksi
rendah, keuntungan rendah, adanya monopoli tengkulak dalam hal penentuan harga
ikan yang di jual sehabis dipanen oleh petani, karena petani ingin cepat
mendapatkan uang dan mudah. Adanya penyempitan lahan tambak yang digunakan
untuk pembangunan jalan, dan pemukiman, adanya hambatan dalam mensuplai air
dari laut atau sungai ketambak akibat penutupan saluran air utama, atau rusak. Pada
aspek sosial terutama dalam hal penyerapan tenaga kerja peluangnya hanya sedikit,
karena tambak yang luasnya 4 -5 hektar hanya dibutuhkan tenaga kerja 1 - 2 orang
saja. Dalam hal pendapatan keuntungan, hanya para rumah tangga petani tambak
yang memiliki tambak luas ( < 3 hektar ) akan mendapatkan pendapatan dan
keuntungan yang besar, sepanjang tambaknya tak ada masalah yang berarti. Bagi
para rumah tangga petani tambak yang memiliki tambak yang luasnya sempit (0,5
– 1 hektar ) maka pendapatan dan keuntungannya kecil. Pola usaha yang tidak
tepat/tidak sesuai, teknik usaha yang tidak baik, menyebabkan kegagalan dalam
budidaya ikan bandeng
Solusi untuk pemecahan masalah tersebut diatas kiranya perlu dilakukan
Berdasarkan dari permasalahan tersebut diatas, dapat digambarkan kerangka
pemikiran sebagai berikut :
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian :
-Penebaran benih, pemberian pakan/perawatan
-Panen dan pasca panen
ASPEK SOSIAL
2.7.2 Hipotesis
Berdasarkan keterangan kerangka fikir tersebut di atas, maka dapat diduga :
1. Diduga pembudidaya tambak ditinjau dari presepsi petambak. dan buruh
tambak, pada 6 tahun terakhir jumlah pembudidaya tambak bertambah
tetapi luasan lahannya berkurang, biaya budidaya tinggi produksi rendah,
harga hasil tambak tidak stabil, penerimaan , dan keuntungan budidaya
tambak menurun.
2. Diduga tingkat konversi lahan tambak (alih fungsi lahan) meningkat
3. Diduga keuntungan hasil budidaya tambak kecil
III. METODA PENELITIAN
Lokasi dan Tempat Penelitian
Usaha tambak di Kecamatan Sedati menyebar di 5 desa yang berpotensi,
yakni : Kalanganyar, Tambak Cemandi, Gisik Gemandi, Banjar Kemuning, dari 5
desa tersebut dipilih 3 desa penelitian yakni : desa Kalanganyar, Tambak Cemandi,
dan Segoro Tambak.
Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive sampling), dengan
pertimbangan bahwa ke 3 desa tersebut merupakan centra produksi bandeng/udang
windu.
Penentuan Populasi dan Sampel
Penentuan populasi dalam penelitian ini adalah semua rumah tangga petani
tambak yang mengelola usaha budidaya dan udang windu, yang jumlah
keseluruhannya sebanyak 1264 orang rumah tangga petani tambak.
Penentuan sampel dilakukan secara acak sederhana (Porposive Sampling),
dengan pertimbangan bahwa sampel tersebut adalah orang-orang (rumah tangga
petani tambak), yang memiliki pengalaman dalam usaha budidaya bandeng dan
udang windu, berpendidikan formal, berusia produktif (15 – 55 tahun), memiliki
tambak dan mengelilanya, bersifat terbuka dalam penyampaian informasi usaha
tambak. Atas dasar ketentuan tersebut maka ditetapkan sampel sebanyak 33
Jenis Data yang diperlukan
Data Primer, yakni data yang diperoleh secara langsung dari rumah tangga
petani tambak tentang seputar prospek usaha tambak. Data Sekunder, yakni data
penunjang yang diperoleh dari Kecamatan, Balai Desa, tentang perkembangan
areal tambak, konversi lahan, selama 6 tahun terakhir, kebijakan pembangunan
tambak, budaya dan hal-hal lain yang terkait.
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara wawancara dan mengisi
daftar pertanyaan pada lember kuisioner kepada rumah tangga petani tambak.
Pengumpulan data sekunder diperoleh di Kecamatan dengan cara
mencatat/mengkopi dari dokumen perencanaan pembangunan desa dan
pertambakan.
Definisi dan Pengukuran Variabel
1. Rumah tangga petani tambak, yakni petani yang statusnya sebagai kepala
rumah tangga yang memiliki tambak dan melakukan pengelolaan tambak.
2. Luas lahan adalah luas tambak yang digunakan untuk budidaya ikan
bandeng/udang windu dengan satuan luas hektar
3. Produksi adalah jenis ikan/udang yang dihasilkan dari budidaya
dinyatakan dalam satuan kilo gram/musim tanam.
4. Sarana produksi adalah lahan, peralatan, obat-obatan, pakan, sumber air,
benih yang digunakan untuk kegiatan budidaya bandeng/udang windu,
5. Biaya, adalah semua biaya tetap dan biaya variabel yang digunakan untuk
operasional budidaya ikan/udang. yang besarnya dinyatakan dalam
rupiah, per musim tanam.
6. Volume penjualan adalah jumlah produksi ikan/udang yang dijual dalam
satu kali musim tanam dinyatakan dalam satuan kilo gram atau ton.
7. Harga produksi adalah harga yang diterima oleh petani tambak yang
dinyatakan dalam rupiah per kilo gram.
8. Penerimaan adalah nilai yang diterima dari jumlah produksi dikalikan
dengan harga produksi saat itu, dinyatakan dalam rupiah.
9. Pendapatan bersih adalah selisih antara total penerimaan penjualan
ikan/udang dan total biaya yang dikeluarkan oleh petani tambak.
10.Pendidikan adalah pendidikan formal terakhir yang pernah dialami oleh
petani tambak.
11.Pengetahuan dan ketrampilan petani tambak yang dimiliki pada usaha
budidaya ikan/udang.
12.Pendekatan agribisnis adalah pendekatan yang digunakan dalam analisis
yang meliputi, aspek-aspek teknologi, pembiayaan, produksi, dan
pemasaran (input, proses, dan output).
13.Prospek usaha tambak : yang terkait dengan sumber daya manusia (SDM)
adalah : jumlah orang-orang (rumah tangga petani tambak) sebagai
pengelola atau pekerja tambak yang berpengalaman dan memiliki tambak
yang luasnya layak untuk digunakan usaha tambak. Tenaga kerja (tingkat
luas tambak/ha/tahun, perkembangan produksi bandeng dan udang
windu/ha/tahun. Keuntungan usaha tambak/ha/tahun kelayakan usaha
tambak/ha/tahun.
Analisis Data 3.6.1 Analisis Trend
Analisis trend dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui
perkembangan luas lahan tambak produksi, rumah tangga petani ambak, selama 6
tahun terakhir mengalamai kenaikan atau penurunan. Untuk mengetahui
perkembangan itu digunakan rumus seperti tersebut dibawah ini :
Analisis trend dengan cara matematik diformulasikan persamaan sebagai
berikut :
Y = a + bx
Dimana :
Y = Tahun.
x = Luas areal, produksi, rumah tangga petani tambak.
a = Konstanta.
b = Koefisien luas areal, produksi, rumah tangga petani tambak.
3.6.2Analisis Ekonomi a. Biaya Produksi
Biaya produksi ialah semua pengeluaran yang harus dikeluarkan oleh
proses produksi, sehingga diperoleh output (produk) yang direncanakan. Biaya
produksi terdiri dari biaya variabel (variabel cost), dan biaya tetap (fixed cost).
Untuk menghitung pendapatan usaha tambak (budidaya bandeng/udang),
dapat menghitung selisih antara pendapatan kotor dengan pengeluaran (total biaya),
atau perbedaan antara total revenue dengan total cost (Soekartawi, 1993 ), dengan
rumus sebagai berikut :
π = TR - TC
Dimana,
π = Pendapatan usaha.
TR = Total penerimaan (total revenue).
TC = Total biaya.
b. Efisiensi Biaya
Untuk mengetahui tingkat efisiensi biaya budidaya bandeng/udang, dengan
membandingkan antara selisih besarnya nilai produksi dan besarnya nilai biaya
total (Soekartawi, 1993) dengan rumus :
R/C Ratio = TR TC
1. R/C Ratio > 1 berarti usaha tambak efisien
2. R/C Ratio < 1 berarti usaha tambak tidak efisien
3.6.3 Analisis Diskriptif
Nasir (1983), analisis diskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status
kelompok manusia, suatu obyek, suatu set kondisi atau sistem pemikiran aaupun
suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan peneliian diskriptif untuk
membuat deskrepsi, gambaran atau lukisan secara sistimatis, faktual, akurat
mengenahi faktor-faktor, sifat-sifat,serta antar fenomena yang diselidiki. Dalam
penelitian ini penggunaan analisis diskripif untuk menganalisis pada aspek teknik,
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Identitas Responden
Jumlah responden yang diambil dalam penelitian ini adalah 33 orang rumah
tangga petani tambak yang mengelola tambak ikan bandeng/udang windu.
Responden ini tersebar di tiga desa yang merupakan sentra utama, yakni desa
Kalanganyar, Tambak Cemandi, dan Segoro Tambak. Nama-nama responden, luas
tambak dapat dilihat pada Lampiran 5.
4.1.2. Pendidikan Responden
Tingkat pendidikan Responden merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi seseorang dalam mengelola usaha tambak, dan mempunyai
pengaruh dalam pengambilan keputusan suatu usaha. Bagi petani tambak
(responden) yang memiliki pendidikan cukup, maka akan lebih mudah dalam
menerima dan menerapkan inovasi usaha tambak, dibandingkan dengan petani
tambak yang kurang memiliki pendidikan atau tidak memiliki pandidikan.
Tingkat pendidikan responden tingkatannya berfariasi yakni mulai dari
Sekolah Dasar sampai dengan tingkat Sarjana (S1), tetapi yang mendominasi
adalah Sekolah Tingkat Atas. Kondisi pendidikan ini tentunya sangat menunjang
atau bisa mempengaruhi keberhasilan suatu pengembangan usaha tambak,
khususnya pada budidaya ikan maupun udang, karena orang yang pendidikannya
mencoba melakukan usaha tambak (inivasi baru) yang bisa lebih menguntungkan.).
Lebih jelasnya tingkat pendidikan responden dapat dilhat pada tabel 1.
Tabel 1. Tingkat pendidikan formal Responden Rumah Tangga Petani Tambak Bandeng/Udang windu di Kecamatan Sedati Tahun 2006.
No. Tingkat Pendidikan Jumlah
(orang)
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
Sarjana (S1)
Sumber : Data Primer diolah, tahun 2006.
Pada Tabel 1. terlihat bahwa tingkat pendidikan yang dimiliki oleh
responden yang terbanyak adalah Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), 14
orang Sekolah Tingkat Pertama (SLTP) yaitu 14 orang (42,43 %), disusul Sekolah
Tingkat Pertama (SLTP) yaitu 9 orang (36,27 %), Sekolah Dasar sebanyak 6 orang
(18, 28 %), dan Sarjana (S1) sebanyak 4 orang (12,12 %).
Kondisi pendidikan yang dimiliki Rumah Tangga Petani Tambak
(responden) yang ada dikecamatan Sedati, umumnya memiliki pendidikan yang
cukup, yang pertama adalah Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) sebanyak
42,43 %, dan yang ke dua Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). Kondisil ini
bisa menjadi salah satu indikasi kekuatan sumber daya manusia dalam
pengembangan usaha tambak ikan bandeng/udang windu. Tentunya hal ini juga
baik kuantitas maupun kualitas, dan juga ada kesadaran, minat, kreatifitas dan
berani mencoba dalam suatu usaha.
4.1.3. Usia Responden
Usia responden berpengaruh terhadap kemampuan berfikir dan bekerja.
Umumnya responden yang berumur muda dan sehat, mempunyai kemampuan fisk
yang lebih kuat, seta relatif lebih mudah untuk menerima inovasi baru
dibandingkan dengan orang yang berumur tua. Perbedaan usia yang dimiliki
seseorang bisa dijadikan sebagai salah satu indikator dalam menilai tingkat
kemampuan kerja. Petani yang berumur tua mempunyai kemampuan fisik yang
sudah berkurang, tetapi relatif mempunyai pengalaman kerja yang lebih banyak
dan hati-hati dalam menerima dan menerapkan inovasi baru.
Menurut teori kependudukan mengatakan bahwa usia produktif adalah usia
15 sampai dengan 55 tahun, pada usia tersebut kemampuan berfikir dan bekerja
relatip lebih produktif. Rincian tingkat usia responden lebih jelasnya dapat dilihat
Tabel 2. Tingkat Usia Responden (Rumah Tangga Petani Tambak Bandeng/Udang Windu) di Kecamatan Sedati. Tahun 2006.
No. Usia Responden Jumlah Petani
(orang)
Pada Tabel 2, menunjukkan bahwa responden di Kecamatan Sedati, pada
umumnya telah lama berpengalaman dalam mengelola usaha tambak
bandeng/udang windu, sehingga dari pengalaman itu mereka mampu dan trampil
dalam melakukan usaha tambak.
4.1.4. Pengalaman Rumah Tangga Petani Tambak
Pengalaman rumah tangga petani tambak dalam mengelola budidaya
bandeng/udang windu akan mempengaruhi keberhasilan usahanya. Semakin lama
pengalaman petani tambak dalam mengelola usaha tambak maka semakin mampu
dan trampil dalam menerapkan pola usaha tambak. Tingkat pengalaman petani
tambak di Kecamatan Sedati (desa Kalanganyar, Tambak Cemandi, dan Segoro
Tabel 3. Tingkat Pengalaman Rumah Tangga Petani Tambak Bandeng/Udang Windu, di Kecamatan Sedati.
No. Pengalaman Petani
Tambak
Sumber : Data Primer (diolah), Tahun 2006
Pada Tabel 3, menunjukkan bahwa pengalamanan petani tambak di
Kecamatan Sedati umumnya telah lama berpengalaman dalam mengelola
tambaknya, sehingga dari pengalaman itu mereka mampu dan terampil dalam
melakukan budidaya bandeng/udang ditambak. Keadaan ini akan berpengaruh
terhadap keberhasilan usahanya.
4.2 Konversi Lahan Tambak (Alih guna)
Luas lahan tambak yang terkena untuk bangunan jalan, dan perumahan di
Kecamatan Sedati terdapat di Segoro Tambak seluas 14 hektar atau mengalami
penyusutan tambak 0,42 %. Lahan yang digunakan untuk pembangunan jalan
seluas 10 hektar, dan lahan tambak yang digunakan untuk perumahan seluas 4
hektar. Keadaan ini tentunya akan berpengaruh terhadap total produksivitas
bandeng/udang, dan jumlah tenaga kerja pada masa mendatang. Data selengkapnya
Tabel 4. Konversi Lahan Tambak (Alih guna)
Jumlah 3335 14 3321
Sumber : Data Sekunder, Tahun 2006
Pada Tabel 4, terlihat bahwa luas tambak sebelum terkena bangunan adalah
3321 hektar, dan setelah terkena bangunan jalan dan perumahan luasnya menjadi
3321. Keadaan ini bagi presepsi petani tambak merasa dirugikan akibat tambaknya
menjadi lebih sempit (kepemilikan tambak), juga ada bagian tempat yang saluran
sumber air teruruk (putus), akan menyulitkan dalam mengairi tambak. apalagi
kalau diahun-tahun mendatang juga ada lahan tambak yang digunakan untuk suatu
bangunan tanpa ada kebijakan penataan yang baik, dan masukan teknologi baru
dalam hal usaha tambak yang bisa lebih meningkatkan produksi dan
menguntungkan, maka kondisinya akan bisa lebih parah, yang ditandai adanya
penurunan produk tambak dan pendapatan usaha tambak yang kecil.
4.3 Tenaga Kerja
Keberadaan tenaga kerja yang cukup sangat perlukan untuk kegiatan usaha tambak budidaya bandeng/udang windu, baik bekerja sebagai manajer (pengelola),
tenaga teknis maupun sebagai tenaga pelaksana di lapangan, dan pemasaran.
pada masing-masing rumah tangga petani tambak, yang memiliki tambak
jumlahnya berbeda-beda sesuai dengan luas kepemilikan tambak, dan tingkat
kemampuan permodalan. Tambak yang luasnya 5 hektar dibutuhkan tenaga kerja
tetap sebanyak 2 orang, dan tenaga tidak tetap rata-rata 5 orang. Jumlah tenaga
kerja terbanyak berada di desa Kalanganyar sebanyak 1042 orang tenaga kerja
tetap, dan 2606 orang tenaga kerja tidak tetap. Jumlah tenaga kerja di Segoro
Tambak sebanyak 361 orang tenaga kerja tetap, dan 902 tenaga kerja tidak tetap.
Jumlah tenaga kerja terkecil berada di Tambak Cemandi sebanyak 257 orang
tenaga kerja tetap, dan 642 orang tenaga kerja tidak tetap. Lebih jelasnya jumlah
tenaga kerja yang diperlukan untuk budidaya ikan bandeng dan udang windu di
Kecamatan Sedati dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Jumlah Tenaga Kerja pada Budidaya Bandeng / Udang Windu di Desa Kalanganyar, Tambak Cemandi, dan Segoro Tambak di Kecamatan Sedati, tahun 2006.
No. Desa
Sumber : Data Primer dan Sekunder (diolah), Tahun 2006.
Pada Tabel 5, menunjukkan bahwa tenaga kerja yang diperlukan untuk
melakukan kegiatan budidaya ikan bandeng dan udang windu cukup besar, yakni
budidaya ikan dan udang tersebut sebanyak 1660 orang tenaga kerja tetap, dan
sebanyak 4150 orang tenaga kerja tidak tetap untuk total luas tambak 3321 hektar.
4.4. Perkembangan Jumlah Rumah Tangga Petani Tambak di Desa Kalanganyar, Tambak Cemandi, dan Segoro Tambak di Kecamatan Sedati.
Perkembangan jumlah rumah tangga petani tambak pada usaha budidaya
ikan bandeng dan udang windu di desa Kalanganyar, Tambak Cemandi, dan
Segoro Tambak, Kecamatan Sedati pada tahun 2006 sebanyak 1330 orang. Jumlah
rumah tangga petani tambak terbanyak berada di Desa Kalanganyar sebanyak 940
orang (70,6 %) dari jumlah total keseluruhan. Jumlah terkecil berada di desa
Segoro Tambak yakni 187 orang (14,1 %) dari jumlah keseluruhan. (lampiran 1).
Lebih jelasnya perkembangan jumlah rumah tangga petani tambak di
Kecamatan Sedati seperti terlihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Perkembangan Jumlah Rumah Tangga Petani Tambak di Desa Kalanganyar, Tambak Cemandi, dan Segoro Tambak, Kecamatan Sedati, tahun 2001 s/d 2006.
No. Tahun Rumah Tangga Petani Tambak