• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kemampuan Penalaran Matematika Siswa Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Bangun Datar di MTs PSM Jeli, Karangrejo, Tulungagung - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kemampuan Penalaran Matematika Siswa Kelas VIII Pada Pokok Bahasan Bangun Datar di MTs PSM Jeli, Karangrejo, Tulungagung - Institutional Repository of IAIN Tulungagung"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Hakekat Matematika dan Belajar Matematika

1. Definisi Matematika

Seperti kata Abraham S Lunchins dan Edith N Lunchins “Apakah

matematika itu ? “, dapat dijawab secara berbeda-beda tergantung pada

bila mana pertanyaan itu dijawab, dimana dijawab, siapa yang menjawab,

dan apa sajakah yang termasuk dipandang dalam matematika.1

Istilah mathematics (Inggris), mathematik (Jerman), mathematique

(Perancis), matematico (Itali), matematiceski (Rusia), atau mathematick/wiskunde (belanda), berasal dari perkataan lain

mathematica, yang mulanya dari perkataan yunani, mathematike, yang berarti “relating to learning“. Perkataan itu mempunyai akar kata

mathema yang artinya pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Perkataan mathematike berhubungan sangat erat dengan sebuah kata lainnya yang serupa, yaitu mathanein yang mengandung arti belajar.2

Jadi berdasarkan etimologis. Perkataan matematika berarti “Ilmu

pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar“. Hal ini dimaksudkan

bukan berarti ilmu lain diperoleh tidak melalui penalaran, akan tetapi

1 Erman Suherman, Tatang Herman dkk, “Strategi Pembelajaran Matamatika Kontemporer“,

(Bandung, Universitas Pendidikan Indonesia, 2003) hal 15

(2)

dalam matematika lebih menekankan aktivitas dalam dunia rasio

(penalaran), sedangkan dalam ilmu lain lebih menekankan hasil observasi

atau eksperimen disamping penalaran.3

Akan tetapi pengertian matematika secara istilah belumlah dapat disepakati

secara pasti. Banyak pengertian yang dikemukakan oleh para ahli dan para

matematikawan yang semua itu sesuai dengan sudut pandangnya masing-masing.

Sehingga pemaknaannya sangat luas dan fleksibel.

Misalnya James dan James mengatakan bahwa matematika adalah ilmu

tentang logika mengenai bentuk susunan, besaran, dan konsep-konsep yang saling

berhubungan antara satu dengan yang lainya.4

Tokoh lain yaitu W.W. Sawyer mengatakan "Mathematic is the clasification and study of all possible pattern” (Matematika adalah penggolongan dan penelaahan tentang semua pola yang mungkin).5

O.G. Sutton mengemukakan matematika adalah suatu penelaahan tentang

pola-pola dari ide-ide, yang dilakukan dengan suatu tekhnik khusus yang telah

dikembangkan secara tinggi, yang dipercayai akan kebenarannya. 6

Herman Hudoyo mengatakan bahwa hakekat matematika adalah berkenaan

dengan ide ide, struktur, dan hubungannya yang di atur menurut urutan yang logis.7

3 ibid, hal 16

4 Russeffendi, “Pengajaran Matematika Modern dan Masa Kini untuk PGSD Seri ke-2 “,

(Bandung, Tarsito, 1990) , hal 1

5 The Liang Gie, “Filsafat Matematika Bagian Kedua “, (Yogyakarta, Yayasan Studi Ilmu dan

Tekhnologi, 1993) hal 5

6 ibid, hal 30

7 Herman Hudoyo, “Pengembangan Kurikukulum Matematika dan Pelaksanaanya didepan

(3)

Reys dkk mengemukakan bahwa matematika adalah telaahan tentang pola

dan hubungan suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu

alat.8

Johnson dan Rising dalam bukunya mengatakan bahwa matematika

adalah pola pikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logis,

matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang

didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat, representasinya dengan

simbol dan padat, lebih berupa bahasa symbol mengenai ide.9

Sedangkan Kline mengatakan bahwa matematika bukanlah pengetahuan

menyendiri yng dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya

matematika itu untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai

permasalahan sosial, ekonomi dan alam.10

Pengertian matematika sebagai ilmu adalah salah satu cabang ilmu yang

tersusun secara sistematis dan eksak. Pengertian eksak tersebut tidak berarti eksak

secara mutlak, akan tetapi matematika sebagai ilmu lebih eksak daripada ilmu-ilmu

sosial dan lebih eksak dari pada ilmu-ilmu fisik, oleh karena sifatnya yang

eksak ini maka matematika sering disebut sebagai ilmu pasti.11

Di Indonesia pernah digunakan ilmu pasti untuk matematika. Dalam

kurikulum sekolah digunakan berbagai istilah cabang matematika, seperti : Ilmu

8 Russeffendi, “ Pengajaran Matematika Modern dan Masa Kini untuk PGSD Seri ke-2 “,

(Bandung, Tarsito, 1990), hal 2

9 Erman Suherman, Tatang Herman dkk, “Strategi Pembelajaran Matamatika Kontemprer“,

(Bandung, Universitas Pendidikan Indonesia) hal 62

10 Ismail, “Kapita Selekta Pendidikan Matematika “, (Jakarta : Universitas Terbuka, 1998), hal 14

(4)

ukur, Aljabar, Geometri, Trigonometri, dll. Hal ini berakibat antara lain matematika

seolah-olah terkotak-kotak yang saling tidak berhubungan. Penggunaan kata ilmu

pasti menimbulkan kesan bahwa pelajaran matematika merupakan pelajaran

tentang perhitungan-perhitungan yang memberikan hasil yang pasti dan tunggal.

Hal tersebut dapat menimbulkan suatu miskonsepsi yang pada waktunya harus

dapat ditiadakan. Justru kemungkinan ketidak tunggalan hasil tersebut dapat

dimanfaatkan dalam pembelajaran matematika yang menekankan kepada

mengaktifkan siswa atau “ student active learning “.12

Seperti di katakan diawal, bahwa pendefinisian matematika berfokus

pada tinjauan dan sudut pandang pembuat definisi, sehingga tidak ada kata

sepakat mengenai apa itu arti matematika secara terminologi, akan tetapi

walaupun demikian dapat terlihat ciri khusus atau karakteristik pengertian

matematika secara umum, sebagaimana di katakan R. Soejadi:

a. Memiliki objek kajian abstrak

b. Bertumpu pada kesepakatan

c. Berpola pikir deduktif

d. Mempunyai simbol yang kosong dari arti

e. Memperhatikan semesta pembicaraan

f. Konsisten dalam sistemnya 13

Berikut ini uraian dari masing-masing karakteristik tersebut diatas.

12 Lapis,”Matematika – 1“, (Surabaya, Lapis, 2008) hal 1

13 R.Soejadi, “Kiat Pendidikan Matematika Di Indonesia Konstatasi Keadaan Masa Kini Menuju

(5)

a. Memiliki objek kajian abstrak.

Dalam matematika objek dasar yang dipelajari adalah abstrak, sering

juga disebut objek mental. Objek-ojek itu merupakan objek pikiran. Objek

dasar itu meliputi : fakta, konsep, operasi maupun relasi, dan prinsip. Fakta

(abstrak) berupa konvensi-konvensi yang diungkap dengan symbol tertentu.

Konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan

sekumpulan objek. Operasi (abstrak) adalah pengerjaan hitung, pengerjaan

aljabar dan pengerjaan matematika yang lain. Prinsip (abstrak) adalah objek

matematika yang kompleks. Prinsip dapat berupa dari beberapa fakta,

beberapa konsep, yang dikaitkan oleh suatu relasi ataupun operasi. Secara

sederhana dapat dikatakan prinsip adalah hubungan antara berbagai objek

dasar matematika.Prinsip dapat berupa aksioma, teorema, sifat, dan

sebagainya.

b. Bertumpu pada kesepakatan.

Dalam matematika kesepakatan merupakan tumpuan yang amat penting.

Kesepakatan yang amat mendasar adalah aksioma dan konsep primitif.

Aksioma diperlukan untuk menghindarkan berputar-putar dalam

pembuktian. Sedangkan konsep primitif diperlukan untuk menghindarkan

berputar-putar pada pendefinisian.

c. Berpola pikir deduktif.

Dalam matematika sebagai "ilmu" hanya diterima pola pikir deduktif.

(6)

berpangkal dari hal yang bersifat umum diterapkan atau diarahkan kepada hal

yang bersifat khusus.

d. Mempunyai simbol yang kosong dari arti.

Dalam matematika banyak sekali simbol-simbol yang digunakan, baik

berupa huruf ataupun bukan huruf. Huruf-huru yang digunakan dalam

model persamaan x + y = z belum tentu bermakna atau berarti bilangan , demikian juga tanda “ + “ belum tentu berarti operasi tambah untuk dua

bilangan. Makna dari huruf dan tanda itu tergantung dari permasalahan yang

mengakibatkan terbentuknya model tersebut. Jadi semacam huruf dan tanda

dalam model x + y = z masih kosong dari arti, terserah kepada yang akan

memanfaatkan model tersebut.

e. Memperhatikan semesta pembicaraan.

Terkait dengan penjelasan tentang kosongnya arti dari simbol-simbol dan

tanda-tanda dalam matematika diatas menunjukkan dengan jelas bahwa

menggunakan matematika diperlukan kejelasan dalam lingkup apa model itu

dipakai. Bila lingkup pembicaraannya bilangan, maka simbol-simbol

diartikan bilangan. Namun bila lingkup pembicaraannya transformasi,

maka simbol-simbol itu diartikan transformasi. Lingkup pembicaraan inilah

yang disebut dengan semesta pembicaraan.

f. Konsisten dalam sistemnya.

Dalam matematika terdapat banyak sistem yang berkaitan satu sama

lain, tetapi ada pula sistem yang dapat dipandang terlepas satu sama lain.

(7)

strukturnya sendiri. Misalnya dikenal system –sistem aljabar, system

Geometri. Sisteem aljabar dan system geometri tersebut dipandang lepas

satu sama lain. Dalam masing-masing dan strukturnya itu berlaku ketaat

azasan. Ini juga dikatakan bahwa dalam setiap system dan strukturnya

tersebut tidak boleh terdapat kontradiksi. Suatu teorema ataupun suatu

definisi harus menggunakan istilah atau konsep yang telah ditetapkan

terlebih dahulu. Konsistensi itu baik dalam makna maupun dalam hal nilai

kebenarannya. Kalau telah ditetapkan bahwa a + b = x dan x + y = p, maka

a + b + y haruslah p.

Kebenaran merupakan hal yang amat penting dalam ilmu pengetahuan

maupun luar ilmu pengetahuan. Dalam kehidupan sehari – hari juga dikenal

kebenaran dan tidak kebenaran. Tindakan seseorang sering digolongkan pada ‘

benar ‘ dan ‘ tidak benar ‘, meskipun perkembangan terakhir ini dimungkinkan

penggolongan itu tidak hanya dikotomoi seperti itu. Sesuatu nyang dinilai benar

ataupun salah umumnya dapat dinyatakan dalam bentuk pernyataan atau

statement.14

Dalam keilmuan dikenal dengan tiga jenis kebenaran yaitu,

a. Kebenaran konsistensi, adalah kebenaran suatu pernyataan yang didasarkan

kepada kebenaran – kebenaran yang telah diterima terlebih dahulu

sebelumnya. Contoh pada dasarnya kebenaran yang ada dalam matematika

adalah kebenaran konsistensi. Kebenaran suatu teorema dalam matematika

dibuktikan dengan menggunakan kebenaran – kebenaran pernyataan –

(8)

pernyataan terdahulu yang telah diterima sebagai benar

b. Kebenaran Korelasional, adalah kebenaran suatu pernyataan yang

didasarkan kepada ‘ kecocokannya ‘ dengan realitas atau kenyataan yang

ada. Contoh : Ada pernyataan : “ Logam kalao dipanaskan memuai “.

Kebenaran pernyataan ini diyakini melalui kecocokannya dengan realitas

suatu logam jika benar- benar di panaskan.

c. Kebenaran Pragmatik, adalah kebenaran suatu pernyataan yang didasarkan

atas manfaat atau kegunaan dari intensi pernyataan itu. Contoh : tentang

logam yang dipanaskan diatas, dapat juga dilihat sebagai kebenaran

pragmatik, karena pernyataan itu dapat dimanfaatkan, misalnya dalam

pemasangan rel kereta api.15

2. Matematika Sekolah

Beberapa uraian diatas tersebut adalah tentang matematika sebagai

ilmu, sedang matematika yang diajarkan di sekolah mulai pra sekolah sampai SMU

sering disebut dengan matematika sekolah. Berikut ini penulis akan membahas

tentang matematika sekolah (school mathematic). Definisi matematika sekolah adalah unsur-unsur atau bagian-bagian dari matematika yang dipilih

berdasarkan kepada kepentingan kependidikan dan perkembangan

IPTEK.16 Hal ini menunjukkan bahwa matematika sekolah tidak sepenuhnya

sama dengan matematika sebagai ilmu. Adapun perbedannya terletak pada :

a. Cara penyajiannya. Penyajian dalam buku matematika di sekolah tidak

15 Lapis,”Matematika – 1“, (Surabaya, Lapis, 2008) hal 5

16 R.Soejadi, “Kiat Pendidikan Matematika Di Indonesia Konstatasi Keadaan Masa Kini Menuju

(9)

selalu di awali dengan teorema ataupun definisi. Disesuaikan dengan

perkembangan intelektual peserta didik.

b. Pola pikirnya. Dalam matematika sekolah meski tetap diharapkan mampu

berfikir deduktif, namun pada proses pembelajarannya dapat

menggunakan pola pikir induktif.

c. Keterbatasan semestanya. Dalam matematika di SD terlihat secara

bertahap di perkenalkan bilangan bulat positif, kemudian lebih atas lagi

diperkenalkan pecahan dan bilangan negatif. Jadi semestanya sempit

kemudian meluas.

d. Tingkat keabstrakannya. Diawal pendidikan tingkat abstraksi rendah, semakin

tinggi pendidikan semakin tinggi pula tingkat abstraksinya.17

Terkait dengan fungsi dan tujuan matematika diajarkan di sekolah dalam

hal ini MTs, matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan

berhitung, mengukur, menurunkan, dan menggunakan rumus matematika yang

diperlukan dalam kehidupan sehari-hari melalui materi pengukuran dan geometri,

aljabar dan trigonometri. Selain itu matematika sekolah berfungsi untuk

mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan bahasa

melalui model matematika yang dapat berupa kalimat dan persamaan matematika,

diagram, grafik atau tabel.18

Sedangkan tujuan matematika diajarkan disekolah menengah termasuk

di dalamnya adalah MTs yaitu :

17 ibid, hal 37 - 42

18 Depdiknas, “Kurikukulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika SMP dan MTs

(10)

a. Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya

melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan

kesamaan, perbedaan, konsisten dan inkonsisten.

b. Mengembangkan aktifitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan

penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa

ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan serta mencoba-coba.

c. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah.

d. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau

mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan,

grafik, peta, dan diagram dalam menjelaskan gagasan- gagasan.19

3. Proses Belajar Mengajar Matematika

Dalam dunia pendidikan kita mengenal dua istilah kata kerja yang sangat

mendasar yaitu "belajar" dan "mengajar". Definisi tentang belajar sebenarnya

banyak orang yang telah mendefinisikannya. Akan tetapi pemaknaan dari

belajar itu sendiri tiap orang tidaklah sama, karena masing-masing orang

memaknai belajar dari perspektif yang berbeda.

Berikut ini beberapa kutipan tentang pengertian belajar menurut sebagian

ahli :

a. Menurut Dr. Mustofa Fahmi memberikan pengertian bahwa

sesungguhnya belajar adalah (ungkapan yang menunjuk) aktifitas (yang

menghasilkan) perubahan-perubahan atau tingkah laku.20

19 ibid, hal 6

(11)

b. Menurut Cronbach "learning is shown by achange in behavior as aresult of experience"} Jadi menurutnya belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami dan dalam mengalami manusia menggunakan panca

indranya.21

c. Menurut Drs. Syaiful Bahri Djamaroh belajar adalah proses perubahan

prilaku berkat pengalaman dan latihan.22

d. W.S. Winkel mengemukakan belajar adalah sebagai proses pembentukan

tingkah laku secara terorganisir.23

e. Menurut Herman Hudoyo, belajar adalah kegiatan bagi setiaporang yang

mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku, karena terbentuknya

pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, kegemaran, dan sikap seseorang

terbentuk.24

Dari beberapa gambaran definisi di atas penulis menyimpulkan bahwa

belajar merupakan proses perubahan tingkah laku baik aspek jasmani maupun

rohani yang itu didahului atau disertai usaha oleh yang bersangkutan. Selain itu

ada beberapa hal unsur penting sebagai ciri khas pengertian tentang belajar

yaitu:

a. Adanya usaha atau aktifitas yang di sengaja sehingga menghasilkan suatu

perubahan perilaku, dimana perubahan tersebut ada dua kemungkinan yaitu

mengarah pada hal positif dan pada hal negatif.

21 Sumardi Surya brata, “Psikologi Pendidikan “, (Jakarta, Raja wali Pers, 1986 ) hal 247

22 Syaiful Bahri Djamaroh, “Strategi belajar Mengajar “, (Jakarta, Rineka Cipta, Cetakan ke-2,

2002) hal 11

23 W.S Winkel, ‘ Psikologi Pengajaran “, (Jakarta, Gramedia, 1996) hal 53

(12)

b. Perubahan prilaku yang terjadi menyangkut berbagai aspek.

c. Perubahan tersebut terjadi melalui pengalaman atau latihan. Dalam hal ini

Ngalim Purwanto mengatakan perubahan yang di sebabkan pertumbuhan

atau kematangan tidak di anggap sebagai hasil belajar.

d. Perubahan relatif bersifat konstan.25

Adapun pengertian mengajar juga banyak ahli yang memberi

pemaknaan, di antaranya adalah sebagai berikut :

a. Pror. Dr. S. Nasution, M.A mengartikan mengajar adalah menanamkan

pengetahuan pada anak.26

b. Nana Sudjana berpendapat mengajar adalah mengatur dan

mengorganisasikan lingkungan yang ada di sekitar siswa sehingga dapat

mendorong dan menumbuhkan siswa melakukan kegiatan belajar.27

c. Herman Hudoyo berpendapat mengajar adalah suatu kegiatan dimana

pengajar menyampaikan pengetahuan atau pengalamanya yang dimiliki

kepada peserta didik dengan tujuan agar pengetahuan yang disampaikan

dapat dipahami peserta didik.28

Dari tiga pengertian mengajar tersebut, dapat diketahui gambaran

tentang maksud mengajar, yaitu adanya pemahaman bahwa dalam mengajar

guru sebagai pemberi informasi sehingga peserta didik hanyalah sebagai

25 Ngalim Purwanto, “Psikologi Pendidikan “, ( Bandung, Rosda Karya, 1990 ) hal 85

26 Mustaqim, “Psikologi Pendidikan “, ( Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2001) hal 91

27 Nana Sudjana, “CBSA Dalam Proses Belajar Mengaja “, (Bandung, Sinar Baru, 1989) hal 7

28 Herman hudoyo, “Mengajar Belajar Matematika “, (Jakarta, Departemen Pendidikan Dan

(13)

objek. Ada juga pemahaman bahwa dalam mengajar guru hanya sebagai

fasilitator, peracik lingkungan belajar sehingga siswa lebih aktif sebagai subyek

belajar.

Setelah mengetahui maksud belajar dan mengajar, selanjutnya penulis akan

menguraikan tentang apa yang dimaksud dengan proses belajar mengajar

matematika. Sebagaimana pembahasan sebelumnya matematika berkenaan

dengan ide-ide terstruktur yang sangat hirarkis, sehingga untuk mempelajari suatu

konsep tertentu haruslah menguasai konsep-konsep sebelumnya.29 Misalnya saja

untuk mempelajari konsep "B" haruslah paham dan menguasai konsep

sebelumnya yaitu konsep "A", tidak mungkin seorang siswa mampu memahami

konsep "B" sebelum mampu memahami konsep "A". Jadi kalau misalnya

untuk memahami konsep perkalian, haruslah terlebih dahulu memahami konsep

penjumlahan. Karena konsep perkalian di dasarkan pada konsep penjumlahan.

Misal lain untuk memahami tentang bilangan pecahan harus dipahami terlebih

dahulu tentang bilangan asli, karena bilangan pecahan didasarkan pada bilangan

asli.

Seperti yang telah di kemukakan, bahwa belajar berkenaan dengan

proses perubahan tingkah laku dan dalam mengajar guru sebagai fasilitator maka

dalam proses belajar mengajar matematika guru merupakan mediator, peracik

lingkungan bagaimana agar siswa mampu menerima, Mengatur dan

mengolah informasisecara sistematis dalam mata pelajaran matematika sesuai

kehierarkisan matematika.

(14)

Dalam proses mengajar yang sering disebut juga prosedur mengajar, disitu

guru diharuskan melakukan kegiatan atau perbuatan-perbuatan yang berbentuk

membawa anak didik kearah tujuan yang akan dicapai. Dengan pengertian lain

kegiatan guru dan kegiatan murid dapat sejalan atau searah. Apa yang dilakukan

oleh guru akan mendapat respon dari murid, dan sebaliknya apa yang dilakukan

murid akan mendapat sambutan dari guru, atau dengan kata lain bahwa antara

kegiatan guru dan kegiatan murid terjadi hubungan iteraksi yang disebut

"komunikasi Interaksi".30

Dalam proses belajar mengajar selalu ditekankan pada pengertian interaksi

yaitu hubungan aktif dua arah, antara guru dan murid, hubungan antara guru dan

murid harus diikat oleh tujuan pendidikan. Guru berusaha untuk membantu

murid dalam mencapai tujuan pendidikan. Guru harus memilih bahan atau

materi pendidikan yang sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.31 Disamping

memilih bahan yang sesuai, guru selanjutnya memilih metode yang paling tepat

dan sesuai dalam penyampaian bahan pertimbangan faktor situasional serta yang

diperkirakan dapat memperlacar jalanya proses belajar mengajar. Setelah proses

belajar mengajar dilakukan, maka langkah selanjutnya yang harus disertakan oleh

guru adalah evaluasi.

Oleh sebab itu seorang guru hendaknya mempunyai rumusan tentang

tujuan atau obyektif pembelajaran yang jelas, sehingga tidak ada Penafsiran

yang berbeda. Obyektif hendaknya dinyatakan sebagai bentuk klasifikasi

30 ibid, hal 8

31 Herman Hudoyo, “Pengembangan Kurikukulum Matematika dan Pelaksanaanya didepan

(15)

tingkah laku siswa yang melukiskan tentang hasil proses pembelajaran yang

telah dilaksanakan, atau dalam dunia pendidikan sering digunakan istilah

"Taksonomi Pendidikan".32

B. Taksonomi Pendidikan

Agar interaksi antara guru dan murid dapat lebih jelas, maka kita sering

gunakan istilah "Taksonomi Pendidikan". Menurut Herman Hudoyo yang dimaksud dengan taksonomi pendidikan adalah suatu bentuk klasifikasi tingkah laku

siswa yang melukiskan hasil yang dikehendaki dari pada proses pandidikan.33

Dari pengertian tentang Taksonomi Pendidikan, maka seorang guru perlu

menguasai taksonomi tujuan pendidikan, karena hal ini sangat membantu

proses belajar mengajar. Dengan taksonomi kita mengenal perumusan tujuan

pembelajaran dan memilih metode mengajar, sehingga tingkah laku siswa yang

nyata sebagai hasil belajar dapat dilihat serta diukur dengan istrumen evaluasi yang

tepat.34

Menurut Benyamin Bloom dalam bukunya Herman Hudoyo, pembagian

Obyektif pendidikan dalam taksonomi ada tiga hal bidang tingkah laku, yaitu :

1. Bidang Kognitif

2. Bidang Affektif

3. Bidang Psikomotorik. 35

32 ibid, hal 7 33 ibid, hal 7

34 Erman Suherman, Tatang Herman dkk, “Strategi Pembelajaran Matamatika Kontemporer“,

(Bandung, Universitas Pendidikan Indonesia, 2003) hal 223

35 Herman Hudoyo, “Pengembangan Kurikukulum Matematika dan Pelaksanaanya didepan

(16)

Keterangan lebih lanjut adalah sebagai berikut :

1. Bidang Kognitif

Bidang ini berhubungan dengan kemampuan individu mengenai dunia

sekitarnya yang meliputi perkembangan intelektual atau mental. Perubahan yang

terjadi pada bidang ini tergantung pada tingkat kedalaman belajar yang

dialami, dengan pengertian bahwa dengan perubahan yang terjadi dalam

bidang ini seseorang siswa diharapkan akan mampu melaksanakan pemecahan

terhadap masalah-masalah yang dihadapinya sesuai dengan disiplin ilmu

atau bidang ilmu yang dipelajarinya.

Dalam bidang kognitif ini terdiri dari beberapa klasifikasi lagi, yaitu :

Pengetahuan (Knowledge), Pemahaman (comprehension), penerapan atau Aplikasi (aplication), Analisis (analysis), Sintesis (synthesis), Evaluasi

(evaluation).36 Dari beberapa klasifikasi tersebut sebagian hanya cocok untuk

diterapkan di Sekolah Dasar (yaitu pada tataran mengetahui, pemahaman, dan

aplikasi). Sedangkan untuk tataran analisis, sintesis dan evaluasi baru dapat

diterapkan pada tingkatan SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi secara bertahap.

2. Bidang Afektif

Bidang ini meliputi sikap, emosi, nilai tingkah laku dari siswa, yang

direfleksikan dengan perasaan tertarik atau senang. Perubahan yang terjadi pada

bidang ini seorang siswa diharapkan akan lebih peka terhadap nilai atau etika

yang berlaku dalam bidang ilmunya. Jika perubahan yang terjadi cukup

mendasar, maka siswa tidak hanya menerima saja melainkan juga akan mampu

(17)

menanggapi dan mampu berperan sesuai dengan bidang ilmunya. Misalnya : “

Siswa akan tertarik pada logika dengan menunjukkan tingkah laku bahwa pada saat

saat tenggangnya ia memilih buku- buku mengenai logika untuk dipelajari”.

Obyektif yang dirumuskanini melukiskan sikap siswa yang tertarik kepada topik

logika. 37

3. Bidang Psikomotorik

Dalam bidang ini akan memperoleh ketrampilan yang bermacam-macam

berdasarkan kepentingannya. Dalam bidang ini banyak terjadi proses peniruan

tingkah laku gurunya, kemudian secara bertahap mampu mengunakan tingkah

laku itu secara tepat dan bertujuan. Misalnya : Siswa mampu mengetik 300

huruf dalam tempo 5 menit.

Dengan adanya taksonomi pendidikan, dapat membantu mempermudah

perumusan obyektif secara lebih jelas. Namun demikian obyektif pendidikan

dalam bidang studi matematika lebih cenderung kepada bidang kognitif,

sedangkan afektif dan psikomotorik hanya untuk memberikan dukungan saja.38

C. Penalaran Matematika

1. Penalaran

Menurut R.G Soekadijo penalaran diartikan sebagai proses berfikir dengan

37 Herman Hudoyo, “Pengembangan Kurikukulum Matematika dan Pelaksanaanya didepan

Kelas“, (Surabaya, Usaha Nasional, 1979) hal 39

(18)

bertolak dari pengamatan indera atau observasi empirik berdasarkan sejumlah

proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang lalu menyimpulkan

sebuah proposi baru yang sebelumnya tidak diketahui.39

Suriasumantri mengemukakan bahwa penalaran adalah suatu proses

berfikir dalam menarik sesuatu kesimpulan yang berupa pengetahuan.

Penalaran ini menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan dengan kegiatan

berfikir yang mempunyai karakteristik tertentu dalam menemukan

kebenaran. 40

Sebagaimana yang ditulis Suriasumanrtri bahwa sebagai suatu

kegiatan berfikir maka penalaran mempunyai ciri-ciri tertentu, yaitu adanya

pola berfikir yang biasa disebut logika, dan bersifat analitik dari proses

berfikirnya.41

a. Adanya suatu pola berfikir yang secara luas dapat disebut logika. Dalam

hal ini maka dapat dikatakan bahwa tiap bentuk penalaran mempunyai

bentuk logikanya sendiri. Atau dapat disimpulkan bahwa kegiatan

penalaran merupakan proses berfikir logis, dimana berfikir logis disini harus

diartikan sebagai kegiatan berfikir menurut suatu pola tertentu.

b. Sifat analitik dari proses berfikirnya. Penalaran merupakan kegiatan

berfikir yang menyadarkan diri kepada suatu analisis, dan kerangka

berfikir yang dipergunakan untuk analisis tersebut adalah logika penalaran

yang bersangkutan. Artinya penalaran ilmiah merupakan suatu kegiatan analisis

39 R.G. Soekadijo, “ Logika Dasar”, ( Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1994) hal 6

40 Jujun S. Suria Sumantri, “Filsafat Ilmu Sebuah Penganta “, ( Jakarta, Pustaka Sinar Harapan,

2002) hal 42

(19)

yang mempergunakan logika ilmiah, dan demikian juga penalaran lainnya

yang mempergunakan logika tersendiri pula

Kegiatan penalaran haruslah diisi dengan materi pengetahuan yang

berasal dari suatu sumber kebenaran. Adapun pengetahuan yang

dipergunakan dalam penalaran pada dasamya bersumber pada rasio dan fakta.

Dengan demikian sesuai dengan beberapa pengertian yang telah

dikemukakan diatas, yang kami maksud penalaran dalam penelitian ini adalah

proses berfikir logis dan analitis untuk menemukan pernyataan baru dengan

diketahuinya pernyataan pangkal yang nilai kebenarannya telah disepakati.

2. Penalaran Matematika

Penalaran dalam matematika yang dimaksud dalam penulisan ini, secara

terinci didaftar pada interm handbook Test of Reasoning In Mathematich yang selanjutnya disingkat dengan TRIM. 42

Secara garis besar ketrampilan yang diperlukan untuk menyelesaikan

pertanyaan-pertanyaan yang ada pada TRIM adalah sebagai berikut:

1. Kemampuan untuk memahami dan menafsirkan materi matematika.

2. Kemampuan untuk mentranslasikan antara bentuk soal (kalimat) dengan

bentuk verbal, simbol, tabel, dan diagram.

3. Kemampuan untuk menerapkan keterampilan matematika yang lalu untuk

menyelesaikan maslah yang disajikan dalam situasi yang baru.

4. Kemampuan untuk menganalisa masalah matematika dan menentukan

42 Tri Dyah Prastiti, “Pengaruh Tingkat Kemampuan Penalaran dan Pembelajaran yang Melalui

(20)

hubungan antara suatu bagian dengan bagian yang lain.43

D. Materi Bangun Datar di MTs Kelas VIII

Dalam materi bangun datar yang dipelajari di tingkat MTs kelas VIII

dikenal dengan metode global dan metode keunsuran. Metode global ini bersifat

induktif yang dimulai dengan pengamatan atas benda secara utuh kemudian

diikuti oleh pengamatan dan pengenalan atas bagian-bagiannya. Kemudian untuk

metode keunsuran lebih cenderung bersifat deduktif, berawal dari unsur-unsur ke

benda secara utuh.

Dalam Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) bidang studi

matematika untuk MTs terdapat materi pokok bahasan bangun datar yang

meliputi : jajargenjang, belah ketupat, layang-Iayang, dan trapesium.

1. Jajargenjang

A D

B C

a. Pengertian Jajargenjang

Jajargenjang adalah segi empat dengan sisi-sisi yang berhadapan sejajar

dan sama panjang serta sudut-sudut yang berhadapan sama besar.44

b. Sifat-sifat jajargenjang

43 ibid, hal 27

44 Cholik, Sugijono, Subroto, “Matematika Untuk SLTP Kelas II “, (Jakarta, Erlangga, 2000) hal 70

O

(21)

> Sisi-sisi yang berhadapan sama panjang dan sejajar.

AB = CD dan AB // CD

AD = BC dan AB // CD

> Sudut-sudut yang berhadapan sama sama besar.

< ABC = < CDA

< BAD = < DCB

> Jumlah besar sudut-sudut yang berdekatan adalah 180°

Karena AB // CD dan < A dengan < D maupun < B dengan < C

merupakan sudut dalam sepihak, maka :

< A + < D = 180°

< B + < C = 180°

Karena AD // BC dan < A dengan < B maupun < C dengan < D

merupakan sudut dalam sepihak, maka :

< A + < B = 180°

< C + < D = 180°

> Kedua diagonalnya saling membagi dua sama panjang

OA = OC dan OB = OD

c. Luas jajargenjang

Rumus luas jajargenjang dengan alas a, tinggi t, dan luas L, maka selalu berlaku :

(22)

2. Belahketupat

A

B D

C

a. Pengertian Belahketupat

Belahketupat adalah segiempat dengan sisi yang berhadapan sejajar,

keempat sisinya sama panjang dan sudut-sudut yang berhadapan sama

besar.45

b. Sifat-sifat belahketupat

> Semua sisi pada setiap belahketupat sama panjang.

ABC kongruen dengan ADC, maka :

AB = AD ……….. 1

BC = CD ……… 2

ABC sama kaki, maka :

AB = BC ……… 3

ADC sama kaki, maka :

CD = AD ……… 4

Dari persamaan – persamaan diatas disimpulkan hal berikut ini :

AB = BC ……… 3

45 ibid, hal 76

(23)

BC = CD ……… 2

CD = AD ……… 4

Jadi dapat disimpulkan : AB = BC = CD = AD

> Kedua diagonalnya mempakan sumbu simetri

Segitiga ABC sama kaki engan AB = BC, maka BO merupakan sumbu

simetri. Segitiga ADC sama kaki dengan AD = DC , maka OD

merupakan sumbu simetri.

Karena < BOC dan < COD saling berpelurus, maka BD adalah garis lurus

yang merupakan sumbu simetri belah ketupat.

Sgitiga sama kaki ABC kongruen dengan segitiga sama kaki ADC, maka

AC merupakan sumbu simetri belah ketupat.

> Sudut-sudut yang berhadapan sama besar dan dibagi dua sama besar

oleh diagonal-diagonalnya.

Belah ketupat ABCD dibalik menurut sumbu simetri BD, maka < A = < C,

dan jika dibalik menurut sumbu simetri AC maka < B = < D

> Kedua diagonalnya saling membagi dua sama panjang dan saling

berpotongan tegak lurus.

Belah ketupat ABCD diputar setengah putaran pada O,

< AOB = < AOD = ½ x 180° = 90˚

c. Luas belah ketupat

Luas belah ketupat ABCD = Luas ABCD + BDC

(24)

= ½ x BD x ( AO + AC )

= ½ x BD x AC

3. layang-layang

A

B O D

C

a. Pengertian Layang-layang

Layang-layang adalah segiempat yang masing-masing pasang sisinya

sama panjang dan sepasang sudut yang berhadapan sama besar.46

b. Sifat-sifat layang-layang

> Masing-masing sepasang sisinya sama panjang.

ABD sama kaki, maka AB = AD ; BCD sama kaki, maka BC = CD

> Sepasang sudut yang berhadapan sama besar

ABD sama kaki, maka < ABD = < ADB

BCD sama kaki, maka < CBD = < CDB

< ABD + < CBD = < ADB + < CDB

jadi < ABC = < ADC

> Salah satu diagonalnya merupakan sumbu simetri

46 ibid, hal 88

(25)

Segitiga ABD sama kaki dengan AB = AD, maka

AO merupakan sumbu simetri. Segitiga BCD sama

kaki dengan BC = CD, maka OC merupakan sumbu

simetri. Karena < AOD dan < DOC saling

berpelurus, maka AC adalah garis lurus yang

merupakan sumbu simetri layang – layang.

> Salah satu diagonalnya membagi dua sama panjang diagonal lain dan

tegak lurus dengan diagonal itu.

Layang – laying ABCD dibalik menurut sumbu simetri AC, OB = OD

< AOB = < AOD = 90

c. Luas layang – layang

Luas layang – layang ABCD = Luas ABD + BDC

= ½ x BD x AO + ½ BD x OC

= ½ x BD x ( AO + OC )

= ½ x BD X AC

4. Trapesium

D b C

(26)

A a B

a. Pengertian Trapesium

Trapesium adalah segiempat dengan tepat sepasang sisi yang berhadapan

sejajar.47

b. Sifat-sifat Trapesium

Jumlah sudut yang berdekatan diantara dua sisi sejajar adalah 180°.

Pada trapesium ABCD, AB sejajar dengan CD, maka < A dengan < d adalah

sudut dalam sepihak, sehingga < A + < D = 180°. < B dengan < C juga sudut

dalam sepihak, sehingga < B + < C = 180°.

c. Luas Trapesium

Luas Trapesium ABCD = Luas ABD + Luas BCD

= ½ x a x t + ½ x b x t

= ( ½ x a + ½ x b ) x t

= ½ ( a + b ) x t

Ket : a dan b merupakan sisi sejajar dan t adalah tinggi.

E. Asumsi Penelitian.

a. Seandainya soal test sudah memenuhi prasyarat validitas dan realibilitas serta

mengacu pada GBPP kelas VIII dan mengambil pokok bahasan yang telah

(27)

guru ajarkan.

b. Seandainya siswa mempunyai kesiapan yang sama dalam hal materi yang

diajukan, karena mengikuti pelajaran matematika yang diajarkan oleh guru

yang sama.

c. Seandainya siswa mempunyai kesiapan fisik dan psikis yang sama.

d. Jawaban yang diberikan siswa merupakan kemampuan yang

sesungguhnya karena pada saat test dilaksanakan diawasi oleh peneliti dan

Referensi

Dokumen terkait

Systems Analysis and Design in a Changing World, Fourth Edition.3. Systems Analysis and Design in a Changing World, 4th

70 Tahun 2012 beserta petunjuk teknisnya, serta Surat Penetapan Hasil Evaluasi Dokumen Kualifikasi Nomor : 602.1/07/SS-PPGK/POKJA-INDAGKOP/ULP-STG/VI/2014, Tanggal 11 Juni 2014,

Berdasarkan Berita Acara Hasil Penunjukan Langsung (BAHPL) Pengadaan Obat Generik Dinas Kesehatan Tahun Anggaran 2012 Nomor : 447/01/BHPL/PL/OG/DINKES/2012 tanggal 25 Juni

terkendali sehingga dapat mengganggu usaha peningkatan produksi pangan. Berhubung dengan itu, dipandang perlu mengeluarkan instruksi untuk pencegahan terjadinya hal

SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN TANAH LAUT. TAHUN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menggambarkan tentang peran modal sosial pada buruh gendong dengan pedagang dan pembeli di sub terminal agribisnis Jetis, Bandungan

Proyek ini berada pada SO1 KOICA yaitu mengenai Quality Primary Education di mana program Green School ini terdapat pada proyek utama KOICA pada SO1 yaitu

Saudara dianjurkan untuk membawa Berkas Dokumen Asli yang berkenaan dengan data isian sebagaimana yang telah saudara sampaikan pada Dokumen Penawaran Admnistrasi, Teknis dan