BAB II
LANDASAN TEORI
A. Hakekat Matematika dan Belajar Matematika
1. Definisi Matematika
Seperti kata Abraham S Lunchins dan Edith N Lunchins “Apakah
matematika itu ? “, dapat dijawab secara berbeda-beda tergantung pada
bila mana pertanyaan itu dijawab, dimana dijawab, siapa yang menjawab,
dan apa sajakah yang termasuk dipandang dalam matematika.1
Istilah mathematics (Inggris), mathematik (Jerman), mathematique
(Perancis), matematico (Itali), matematiceski (Rusia), atau mathematick/wiskunde (belanda), berasal dari perkataan lain
mathematica, yang mulanya dari perkataan yunani, mathematike, yang berarti “relating to learning“. Perkataan itu mempunyai akar kata
mathema yang artinya pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Perkataan mathematike berhubungan sangat erat dengan sebuah kata lainnya yang serupa, yaitu mathanein yang mengandung arti belajar.2
Jadi berdasarkan etimologis. Perkataan matematika berarti “Ilmu
pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar“. Hal ini dimaksudkan
bukan berarti ilmu lain diperoleh tidak melalui penalaran, akan tetapi
1 Erman Suherman, Tatang Herman dkk, “Strategi Pembelajaran Matamatika Kontemporer“,
(Bandung, Universitas Pendidikan Indonesia, 2003) hal 15
dalam matematika lebih menekankan aktivitas dalam dunia rasio
(penalaran), sedangkan dalam ilmu lain lebih menekankan hasil observasi
atau eksperimen disamping penalaran.3
Akan tetapi pengertian matematika secara istilah belumlah dapat disepakati
secara pasti. Banyak pengertian yang dikemukakan oleh para ahli dan para
matematikawan yang semua itu sesuai dengan sudut pandangnya masing-masing.
Sehingga pemaknaannya sangat luas dan fleksibel.
Misalnya James dan James mengatakan bahwa matematika adalah ilmu
tentang logika mengenai bentuk susunan, besaran, dan konsep-konsep yang saling
berhubungan antara satu dengan yang lainya.4
Tokoh lain yaitu W.W. Sawyer mengatakan "Mathematic is the clasification and study of all possible pattern” (Matematika adalah penggolongan dan penelaahan tentang semua pola yang mungkin).5
O.G. Sutton mengemukakan matematika adalah suatu penelaahan tentang
pola-pola dari ide-ide, yang dilakukan dengan suatu tekhnik khusus yang telah
dikembangkan secara tinggi, yang dipercayai akan kebenarannya. 6
Herman Hudoyo mengatakan bahwa hakekat matematika adalah berkenaan
dengan ide ide, struktur, dan hubungannya yang di atur menurut urutan yang logis.7
3 ibid, hal 16
4 Russeffendi, “Pengajaran Matematika Modern dan Masa Kini untuk PGSD Seri ke-2 “,
(Bandung, Tarsito, 1990) , hal 1
5 The Liang Gie, “Filsafat Matematika Bagian Kedua “, (Yogyakarta, Yayasan Studi Ilmu dan
Tekhnologi, 1993) hal 5
6 ibid, hal 30
7 Herman Hudoyo, “Pengembangan Kurikukulum Matematika dan Pelaksanaanya didepan
Reys dkk mengemukakan bahwa matematika adalah telaahan tentang pola
dan hubungan suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu
alat.8
Johnson dan Rising dalam bukunya mengatakan bahwa matematika
adalah pola pikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logis,
matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang
didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat, representasinya dengan
simbol dan padat, lebih berupa bahasa symbol mengenai ide.9
Sedangkan Kline mengatakan bahwa matematika bukanlah pengetahuan
menyendiri yng dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya
matematika itu untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai
permasalahan sosial, ekonomi dan alam.10
Pengertian matematika sebagai ilmu adalah salah satu cabang ilmu yang
tersusun secara sistematis dan eksak. Pengertian eksak tersebut tidak berarti eksak
secara mutlak, akan tetapi matematika sebagai ilmu lebih eksak daripada ilmu-ilmu
sosial dan lebih eksak dari pada ilmu-ilmu fisik, oleh karena sifatnya yang
eksak ini maka matematika sering disebut sebagai ilmu pasti.11
Di Indonesia pernah digunakan ilmu pasti untuk matematika. Dalam
kurikulum sekolah digunakan berbagai istilah cabang matematika, seperti : Ilmu
8 Russeffendi, “ Pengajaran Matematika Modern dan Masa Kini untuk PGSD Seri ke-2 “,
(Bandung, Tarsito, 1990), hal 2
9 Erman Suherman, Tatang Herman dkk, “Strategi Pembelajaran Matamatika Kontemprer“,
(Bandung, Universitas Pendidikan Indonesia) hal 62
10 Ismail, “Kapita Selekta Pendidikan Matematika “, (Jakarta : Universitas Terbuka, 1998), hal 14
ukur, Aljabar, Geometri, Trigonometri, dll. Hal ini berakibat antara lain matematika
seolah-olah terkotak-kotak yang saling tidak berhubungan. Penggunaan kata ilmu
pasti menimbulkan kesan bahwa pelajaran matematika merupakan pelajaran
tentang perhitungan-perhitungan yang memberikan hasil yang pasti dan tunggal.
Hal tersebut dapat menimbulkan suatu miskonsepsi yang pada waktunya harus
dapat ditiadakan. Justru kemungkinan ketidak tunggalan hasil tersebut dapat
dimanfaatkan dalam pembelajaran matematika yang menekankan kepada
mengaktifkan siswa atau “ student active learning “.12
Seperti di katakan diawal, bahwa pendefinisian matematika berfokus
pada tinjauan dan sudut pandang pembuat definisi, sehingga tidak ada kata
sepakat mengenai apa itu arti matematika secara terminologi, akan tetapi
walaupun demikian dapat terlihat ciri khusus atau karakteristik pengertian
matematika secara umum, sebagaimana di katakan R. Soejadi:
a. Memiliki objek kajian abstrak
b. Bertumpu pada kesepakatan
c. Berpola pikir deduktif
d. Mempunyai simbol yang kosong dari arti
e. Memperhatikan semesta pembicaraan
f. Konsisten dalam sistemnya 13
Berikut ini uraian dari masing-masing karakteristik tersebut diatas.
12 Lapis,”Matematika – 1“, (Surabaya, Lapis, 2008) hal 1
13 R.Soejadi, “Kiat Pendidikan Matematika Di Indonesia Konstatasi Keadaan Masa Kini Menuju
a. Memiliki objek kajian abstrak.
Dalam matematika objek dasar yang dipelajari adalah abstrak, sering
juga disebut objek mental. Objek-ojek itu merupakan objek pikiran. Objek
dasar itu meliputi : fakta, konsep, operasi maupun relasi, dan prinsip. Fakta
(abstrak) berupa konvensi-konvensi yang diungkap dengan symbol tertentu.
Konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan
sekumpulan objek. Operasi (abstrak) adalah pengerjaan hitung, pengerjaan
aljabar dan pengerjaan matematika yang lain. Prinsip (abstrak) adalah objek
matematika yang kompleks. Prinsip dapat berupa dari beberapa fakta,
beberapa konsep, yang dikaitkan oleh suatu relasi ataupun operasi. Secara
sederhana dapat dikatakan prinsip adalah hubungan antara berbagai objek
dasar matematika.Prinsip dapat berupa aksioma, teorema, sifat, dan
sebagainya.
b. Bertumpu pada kesepakatan.
Dalam matematika kesepakatan merupakan tumpuan yang amat penting.
Kesepakatan yang amat mendasar adalah aksioma dan konsep primitif.
Aksioma diperlukan untuk menghindarkan berputar-putar dalam
pembuktian. Sedangkan konsep primitif diperlukan untuk menghindarkan
berputar-putar pada pendefinisian.
c. Berpola pikir deduktif.
Dalam matematika sebagai "ilmu" hanya diterima pola pikir deduktif.
berpangkal dari hal yang bersifat umum diterapkan atau diarahkan kepada hal
yang bersifat khusus.
d. Mempunyai simbol yang kosong dari arti.
Dalam matematika banyak sekali simbol-simbol yang digunakan, baik
berupa huruf ataupun bukan huruf. Huruf-huru yang digunakan dalam
model persamaan x + y = z belum tentu bermakna atau berarti bilangan , demikian juga tanda “ + “ belum tentu berarti operasi tambah untuk dua
bilangan. Makna dari huruf dan tanda itu tergantung dari permasalahan yang
mengakibatkan terbentuknya model tersebut. Jadi semacam huruf dan tanda
dalam model x + y = z masih kosong dari arti, terserah kepada yang akan
memanfaatkan model tersebut.
e. Memperhatikan semesta pembicaraan.
Terkait dengan penjelasan tentang kosongnya arti dari simbol-simbol dan
tanda-tanda dalam matematika diatas menunjukkan dengan jelas bahwa
menggunakan matematika diperlukan kejelasan dalam lingkup apa model itu
dipakai. Bila lingkup pembicaraannya bilangan, maka simbol-simbol
diartikan bilangan. Namun bila lingkup pembicaraannya transformasi,
maka simbol-simbol itu diartikan transformasi. Lingkup pembicaraan inilah
yang disebut dengan semesta pembicaraan.
f. Konsisten dalam sistemnya.
Dalam matematika terdapat banyak sistem yang berkaitan satu sama
lain, tetapi ada pula sistem yang dapat dipandang terlepas satu sama lain.
strukturnya sendiri. Misalnya dikenal system –sistem aljabar, system
Geometri. Sisteem aljabar dan system geometri tersebut dipandang lepas
satu sama lain. Dalam masing-masing dan strukturnya itu berlaku ketaat
azasan. Ini juga dikatakan bahwa dalam setiap system dan strukturnya
tersebut tidak boleh terdapat kontradiksi. Suatu teorema ataupun suatu
definisi harus menggunakan istilah atau konsep yang telah ditetapkan
terlebih dahulu. Konsistensi itu baik dalam makna maupun dalam hal nilai
kebenarannya. Kalau telah ditetapkan bahwa a + b = x dan x + y = p, maka
a + b + y haruslah p.
Kebenaran merupakan hal yang amat penting dalam ilmu pengetahuan
maupun luar ilmu pengetahuan. Dalam kehidupan sehari – hari juga dikenal
kebenaran dan tidak kebenaran. Tindakan seseorang sering digolongkan pada ‘
benar ‘ dan ‘ tidak benar ‘, meskipun perkembangan terakhir ini dimungkinkan
penggolongan itu tidak hanya dikotomoi seperti itu. Sesuatu nyang dinilai benar
ataupun salah umumnya dapat dinyatakan dalam bentuk pernyataan atau
statement.14
Dalam keilmuan dikenal dengan tiga jenis kebenaran yaitu,
a. Kebenaran konsistensi, adalah kebenaran suatu pernyataan yang didasarkan
kepada kebenaran – kebenaran yang telah diterima terlebih dahulu
sebelumnya. Contoh pada dasarnya kebenaran yang ada dalam matematika
adalah kebenaran konsistensi. Kebenaran suatu teorema dalam matematika
dibuktikan dengan menggunakan kebenaran – kebenaran pernyataan –
pernyataan terdahulu yang telah diterima sebagai benar
b. Kebenaran Korelasional, adalah kebenaran suatu pernyataan yang
didasarkan kepada ‘ kecocokannya ‘ dengan realitas atau kenyataan yang
ada. Contoh : Ada pernyataan : “ Logam kalao dipanaskan memuai “.
Kebenaran pernyataan ini diyakini melalui kecocokannya dengan realitas
suatu logam jika benar- benar di panaskan.
c. Kebenaran Pragmatik, adalah kebenaran suatu pernyataan yang didasarkan
atas manfaat atau kegunaan dari intensi pernyataan itu. Contoh : tentang
logam yang dipanaskan diatas, dapat juga dilihat sebagai kebenaran
pragmatik, karena pernyataan itu dapat dimanfaatkan, misalnya dalam
pemasangan rel kereta api.15
2. Matematika Sekolah
Beberapa uraian diatas tersebut adalah tentang matematika sebagai
ilmu, sedang matematika yang diajarkan di sekolah mulai pra sekolah sampai SMU
sering disebut dengan matematika sekolah. Berikut ini penulis akan membahas
tentang matematika sekolah (school mathematic). Definisi matematika sekolah adalah unsur-unsur atau bagian-bagian dari matematika yang dipilih
berdasarkan kepada kepentingan kependidikan dan perkembangan
IPTEK.16 Hal ini menunjukkan bahwa matematika sekolah tidak sepenuhnya
sama dengan matematika sebagai ilmu. Adapun perbedannya terletak pada :
a. Cara penyajiannya. Penyajian dalam buku matematika di sekolah tidak
15 Lapis,”Matematika – 1“, (Surabaya, Lapis, 2008) hal 5
16 R.Soejadi, “Kiat Pendidikan Matematika Di Indonesia Konstatasi Keadaan Masa Kini Menuju
selalu di awali dengan teorema ataupun definisi. Disesuaikan dengan
perkembangan intelektual peserta didik.
b. Pola pikirnya. Dalam matematika sekolah meski tetap diharapkan mampu
berfikir deduktif, namun pada proses pembelajarannya dapat
menggunakan pola pikir induktif.
c. Keterbatasan semestanya. Dalam matematika di SD terlihat secara
bertahap di perkenalkan bilangan bulat positif, kemudian lebih atas lagi
diperkenalkan pecahan dan bilangan negatif. Jadi semestanya sempit
kemudian meluas.
d. Tingkat keabstrakannya. Diawal pendidikan tingkat abstraksi rendah, semakin
tinggi pendidikan semakin tinggi pula tingkat abstraksinya.17
Terkait dengan fungsi dan tujuan matematika diajarkan di sekolah dalam
hal ini MTs, matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan
berhitung, mengukur, menurunkan, dan menggunakan rumus matematika yang
diperlukan dalam kehidupan sehari-hari melalui materi pengukuran dan geometri,
aljabar dan trigonometri. Selain itu matematika sekolah berfungsi untuk
mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan bahasa
melalui model matematika yang dapat berupa kalimat dan persamaan matematika,
diagram, grafik atau tabel.18
Sedangkan tujuan matematika diajarkan disekolah menengah termasuk
di dalamnya adalah MTs yaitu :
17 ibid, hal 37 - 42
18 Depdiknas, “Kurikukulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika SMP dan MTs
a. Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya
melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan
kesamaan, perbedaan, konsisten dan inkonsisten.
b. Mengembangkan aktifitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan
penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa
ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan serta mencoba-coba.
c. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah.
d. Mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau
mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan,
grafik, peta, dan diagram dalam menjelaskan gagasan- gagasan.19
3. Proses Belajar Mengajar Matematika
Dalam dunia pendidikan kita mengenal dua istilah kata kerja yang sangat
mendasar yaitu "belajar" dan "mengajar". Definisi tentang belajar sebenarnya
banyak orang yang telah mendefinisikannya. Akan tetapi pemaknaan dari
belajar itu sendiri tiap orang tidaklah sama, karena masing-masing orang
memaknai belajar dari perspektif yang berbeda.
Berikut ini beberapa kutipan tentang pengertian belajar menurut sebagian
ahli :
a. Menurut Dr. Mustofa Fahmi memberikan pengertian bahwa
sesungguhnya belajar adalah (ungkapan yang menunjuk) aktifitas (yang
menghasilkan) perubahan-perubahan atau tingkah laku.20
19 ibid, hal 6
b. Menurut Cronbach "learning is shown by achange in behavior as aresult of experience"} Jadi menurutnya belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami dan dalam mengalami manusia menggunakan panca
indranya.21
c. Menurut Drs. Syaiful Bahri Djamaroh belajar adalah proses perubahan
prilaku berkat pengalaman dan latihan.22
d. W.S. Winkel mengemukakan belajar adalah sebagai proses pembentukan
tingkah laku secara terorganisir.23
e. Menurut Herman Hudoyo, belajar adalah kegiatan bagi setiaporang yang
mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku, karena terbentuknya
pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, kegemaran, dan sikap seseorang
terbentuk.24
Dari beberapa gambaran definisi di atas penulis menyimpulkan bahwa
belajar merupakan proses perubahan tingkah laku baik aspek jasmani maupun
rohani yang itu didahului atau disertai usaha oleh yang bersangkutan. Selain itu
ada beberapa hal unsur penting sebagai ciri khas pengertian tentang belajar
yaitu:
a. Adanya usaha atau aktifitas yang di sengaja sehingga menghasilkan suatu
perubahan perilaku, dimana perubahan tersebut ada dua kemungkinan yaitu
mengarah pada hal positif dan pada hal negatif.
21 Sumardi Surya brata, “Psikologi Pendidikan “, (Jakarta, Raja wali Pers, 1986 ) hal 247
22 Syaiful Bahri Djamaroh, “Strategi belajar Mengajar “, (Jakarta, Rineka Cipta, Cetakan ke-2,
2002) hal 11
23 W.S Winkel, ‘ Psikologi Pengajaran “, (Jakarta, Gramedia, 1996) hal 53
b. Perubahan prilaku yang terjadi menyangkut berbagai aspek.
c. Perubahan tersebut terjadi melalui pengalaman atau latihan. Dalam hal ini
Ngalim Purwanto mengatakan perubahan yang di sebabkan pertumbuhan
atau kematangan tidak di anggap sebagai hasil belajar.
d. Perubahan relatif bersifat konstan.25
Adapun pengertian mengajar juga banyak ahli yang memberi
pemaknaan, di antaranya adalah sebagai berikut :
a. Pror. Dr. S. Nasution, M.A mengartikan mengajar adalah menanamkan
pengetahuan pada anak.26
b. Nana Sudjana berpendapat mengajar adalah mengatur dan
mengorganisasikan lingkungan yang ada di sekitar siswa sehingga dapat
mendorong dan menumbuhkan siswa melakukan kegiatan belajar.27
c. Herman Hudoyo berpendapat mengajar adalah suatu kegiatan dimana
pengajar menyampaikan pengetahuan atau pengalamanya yang dimiliki
kepada peserta didik dengan tujuan agar pengetahuan yang disampaikan
dapat dipahami peserta didik.28
Dari tiga pengertian mengajar tersebut, dapat diketahui gambaran
tentang maksud mengajar, yaitu adanya pemahaman bahwa dalam mengajar
guru sebagai pemberi informasi sehingga peserta didik hanyalah sebagai
25 Ngalim Purwanto, “Psikologi Pendidikan “, ( Bandung, Rosda Karya, 1990 ) hal 85
26 Mustaqim, “Psikologi Pendidikan “, ( Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2001) hal 91
27 Nana Sudjana, “CBSA Dalam Proses Belajar Mengaja “, (Bandung, Sinar Baru, 1989) hal 7
28 Herman hudoyo, “Mengajar Belajar Matematika “, (Jakarta, Departemen Pendidikan Dan
objek. Ada juga pemahaman bahwa dalam mengajar guru hanya sebagai
fasilitator, peracik lingkungan belajar sehingga siswa lebih aktif sebagai subyek
belajar.
Setelah mengetahui maksud belajar dan mengajar, selanjutnya penulis akan
menguraikan tentang apa yang dimaksud dengan proses belajar mengajar
matematika. Sebagaimana pembahasan sebelumnya matematika berkenaan
dengan ide-ide terstruktur yang sangat hirarkis, sehingga untuk mempelajari suatu
konsep tertentu haruslah menguasai konsep-konsep sebelumnya.29 Misalnya saja
untuk mempelajari konsep "B" haruslah paham dan menguasai konsep
sebelumnya yaitu konsep "A", tidak mungkin seorang siswa mampu memahami
konsep "B" sebelum mampu memahami konsep "A". Jadi kalau misalnya
untuk memahami konsep perkalian, haruslah terlebih dahulu memahami konsep
penjumlahan. Karena konsep perkalian di dasarkan pada konsep penjumlahan.
Misal lain untuk memahami tentang bilangan pecahan harus dipahami terlebih
dahulu tentang bilangan asli, karena bilangan pecahan didasarkan pada bilangan
asli.
Seperti yang telah di kemukakan, bahwa belajar berkenaan dengan
proses perubahan tingkah laku dan dalam mengajar guru sebagai fasilitator maka
dalam proses belajar mengajar matematika guru merupakan mediator, peracik
lingkungan bagaimana agar siswa mampu menerima, Mengatur dan
mengolah informasisecara sistematis dalam mata pelajaran matematika sesuai
kehierarkisan matematika.
Dalam proses mengajar yang sering disebut juga prosedur mengajar, disitu
guru diharuskan melakukan kegiatan atau perbuatan-perbuatan yang berbentuk
membawa anak didik kearah tujuan yang akan dicapai. Dengan pengertian lain
kegiatan guru dan kegiatan murid dapat sejalan atau searah. Apa yang dilakukan
oleh guru akan mendapat respon dari murid, dan sebaliknya apa yang dilakukan
murid akan mendapat sambutan dari guru, atau dengan kata lain bahwa antara
kegiatan guru dan kegiatan murid terjadi hubungan iteraksi yang disebut
"komunikasi Interaksi".30
Dalam proses belajar mengajar selalu ditekankan pada pengertian interaksi
yaitu hubungan aktif dua arah, antara guru dan murid, hubungan antara guru dan
murid harus diikat oleh tujuan pendidikan. Guru berusaha untuk membantu
murid dalam mencapai tujuan pendidikan. Guru harus memilih bahan atau
materi pendidikan yang sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.31 Disamping
memilih bahan yang sesuai, guru selanjutnya memilih metode yang paling tepat
dan sesuai dalam penyampaian bahan pertimbangan faktor situasional serta yang
diperkirakan dapat memperlacar jalanya proses belajar mengajar. Setelah proses
belajar mengajar dilakukan, maka langkah selanjutnya yang harus disertakan oleh
guru adalah evaluasi.
Oleh sebab itu seorang guru hendaknya mempunyai rumusan tentang
tujuan atau obyektif pembelajaran yang jelas, sehingga tidak ada Penafsiran
yang berbeda. Obyektif hendaknya dinyatakan sebagai bentuk klasifikasi
30 ibid, hal 8
31 Herman Hudoyo, “Pengembangan Kurikukulum Matematika dan Pelaksanaanya didepan
tingkah laku siswa yang melukiskan tentang hasil proses pembelajaran yang
telah dilaksanakan, atau dalam dunia pendidikan sering digunakan istilah
"Taksonomi Pendidikan".32
B. Taksonomi Pendidikan
Agar interaksi antara guru dan murid dapat lebih jelas, maka kita sering
gunakan istilah "Taksonomi Pendidikan". Menurut Herman Hudoyo yang dimaksud dengan taksonomi pendidikan adalah suatu bentuk klasifikasi tingkah laku
siswa yang melukiskan hasil yang dikehendaki dari pada proses pandidikan.33
Dari pengertian tentang Taksonomi Pendidikan, maka seorang guru perlu
menguasai taksonomi tujuan pendidikan, karena hal ini sangat membantu
proses belajar mengajar. Dengan taksonomi kita mengenal perumusan tujuan
pembelajaran dan memilih metode mengajar, sehingga tingkah laku siswa yang
nyata sebagai hasil belajar dapat dilihat serta diukur dengan istrumen evaluasi yang
tepat.34
Menurut Benyamin Bloom dalam bukunya Herman Hudoyo, pembagian
Obyektif pendidikan dalam taksonomi ada tiga hal bidang tingkah laku, yaitu :
1. Bidang Kognitif
2. Bidang Affektif
3. Bidang Psikomotorik. 35
32 ibid, hal 7 33 ibid, hal 7
34 Erman Suherman, Tatang Herman dkk, “Strategi Pembelajaran Matamatika Kontemporer“,
(Bandung, Universitas Pendidikan Indonesia, 2003) hal 223
35 Herman Hudoyo, “Pengembangan Kurikukulum Matematika dan Pelaksanaanya didepan
Keterangan lebih lanjut adalah sebagai berikut :
1. Bidang Kognitif
Bidang ini berhubungan dengan kemampuan individu mengenai dunia
sekitarnya yang meliputi perkembangan intelektual atau mental. Perubahan yang
terjadi pada bidang ini tergantung pada tingkat kedalaman belajar yang
dialami, dengan pengertian bahwa dengan perubahan yang terjadi dalam
bidang ini seseorang siswa diharapkan akan mampu melaksanakan pemecahan
terhadap masalah-masalah yang dihadapinya sesuai dengan disiplin ilmu
atau bidang ilmu yang dipelajarinya.
Dalam bidang kognitif ini terdiri dari beberapa klasifikasi lagi, yaitu :
Pengetahuan (Knowledge), Pemahaman (comprehension), penerapan atau Aplikasi (aplication), Analisis (analysis), Sintesis (synthesis), Evaluasi
(evaluation).36 Dari beberapa klasifikasi tersebut sebagian hanya cocok untuk
diterapkan di Sekolah Dasar (yaitu pada tataran mengetahui, pemahaman, dan
aplikasi). Sedangkan untuk tataran analisis, sintesis dan evaluasi baru dapat
diterapkan pada tingkatan SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi secara bertahap.
2. Bidang Afektif
Bidang ini meliputi sikap, emosi, nilai tingkah laku dari siswa, yang
direfleksikan dengan perasaan tertarik atau senang. Perubahan yang terjadi pada
bidang ini seorang siswa diharapkan akan lebih peka terhadap nilai atau etika
yang berlaku dalam bidang ilmunya. Jika perubahan yang terjadi cukup
mendasar, maka siswa tidak hanya menerima saja melainkan juga akan mampu
menanggapi dan mampu berperan sesuai dengan bidang ilmunya. Misalnya : “
Siswa akan tertarik pada logika dengan menunjukkan tingkah laku bahwa pada saat
saat tenggangnya ia memilih buku- buku mengenai logika untuk dipelajari”.
Obyektif yang dirumuskanini melukiskan sikap siswa yang tertarik kepada topik
logika. 37
3. Bidang Psikomotorik
Dalam bidang ini akan memperoleh ketrampilan yang bermacam-macam
berdasarkan kepentingannya. Dalam bidang ini banyak terjadi proses peniruan
tingkah laku gurunya, kemudian secara bertahap mampu mengunakan tingkah
laku itu secara tepat dan bertujuan. Misalnya : Siswa mampu mengetik 300
huruf dalam tempo 5 menit.
Dengan adanya taksonomi pendidikan, dapat membantu mempermudah
perumusan obyektif secara lebih jelas. Namun demikian obyektif pendidikan
dalam bidang studi matematika lebih cenderung kepada bidang kognitif,
sedangkan afektif dan psikomotorik hanya untuk memberikan dukungan saja.38
C. Penalaran Matematika
1. Penalaran
Menurut R.G Soekadijo penalaran diartikan sebagai proses berfikir dengan
37 Herman Hudoyo, “Pengembangan Kurikukulum Matematika dan Pelaksanaanya didepan
Kelas“, (Surabaya, Usaha Nasional, 1979) hal 39
bertolak dari pengamatan indera atau observasi empirik berdasarkan sejumlah
proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang lalu menyimpulkan
sebuah proposi baru yang sebelumnya tidak diketahui.39
Suriasumantri mengemukakan bahwa penalaran adalah suatu proses
berfikir dalam menarik sesuatu kesimpulan yang berupa pengetahuan.
Penalaran ini menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan dengan kegiatan
berfikir yang mempunyai karakteristik tertentu dalam menemukan
kebenaran. 40
Sebagaimana yang ditulis Suriasumanrtri bahwa sebagai suatu
kegiatan berfikir maka penalaran mempunyai ciri-ciri tertentu, yaitu adanya
pola berfikir yang biasa disebut logika, dan bersifat analitik dari proses
berfikirnya.41
a. Adanya suatu pola berfikir yang secara luas dapat disebut logika. Dalam
hal ini maka dapat dikatakan bahwa tiap bentuk penalaran mempunyai
bentuk logikanya sendiri. Atau dapat disimpulkan bahwa kegiatan
penalaran merupakan proses berfikir logis, dimana berfikir logis disini harus
diartikan sebagai kegiatan berfikir menurut suatu pola tertentu.
b. Sifat analitik dari proses berfikirnya. Penalaran merupakan kegiatan
berfikir yang menyadarkan diri kepada suatu analisis, dan kerangka
berfikir yang dipergunakan untuk analisis tersebut adalah logika penalaran
yang bersangkutan. Artinya penalaran ilmiah merupakan suatu kegiatan analisis
39 R.G. Soekadijo, “ Logika Dasar”, ( Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1994) hal 6
40 Jujun S. Suria Sumantri, “Filsafat Ilmu Sebuah Penganta “, ( Jakarta, Pustaka Sinar Harapan,
2002) hal 42
yang mempergunakan logika ilmiah, dan demikian juga penalaran lainnya
yang mempergunakan logika tersendiri pula
Kegiatan penalaran haruslah diisi dengan materi pengetahuan yang
berasal dari suatu sumber kebenaran. Adapun pengetahuan yang
dipergunakan dalam penalaran pada dasamya bersumber pada rasio dan fakta.
Dengan demikian sesuai dengan beberapa pengertian yang telah
dikemukakan diatas, yang kami maksud penalaran dalam penelitian ini adalah
proses berfikir logis dan analitis untuk menemukan pernyataan baru dengan
diketahuinya pernyataan pangkal yang nilai kebenarannya telah disepakati.
2. Penalaran Matematika
Penalaran dalam matematika yang dimaksud dalam penulisan ini, secara
terinci didaftar pada interm handbook Test of Reasoning In Mathematich yang selanjutnya disingkat dengan TRIM. 42
Secara garis besar ketrampilan yang diperlukan untuk menyelesaikan
pertanyaan-pertanyaan yang ada pada TRIM adalah sebagai berikut:
1. Kemampuan untuk memahami dan menafsirkan materi matematika.
2. Kemampuan untuk mentranslasikan antara bentuk soal (kalimat) dengan
bentuk verbal, simbol, tabel, dan diagram.
3. Kemampuan untuk menerapkan keterampilan matematika yang lalu untuk
menyelesaikan maslah yang disajikan dalam situasi yang baru.
4. Kemampuan untuk menganalisa masalah matematika dan menentukan
42 Tri Dyah Prastiti, “Pengaruh Tingkat Kemampuan Penalaran dan Pembelajaran yang Melalui
hubungan antara suatu bagian dengan bagian yang lain.43
D. Materi Bangun Datar di MTs Kelas VIII
Dalam materi bangun datar yang dipelajari di tingkat MTs kelas VIII
dikenal dengan metode global dan metode keunsuran. Metode global ini bersifat
induktif yang dimulai dengan pengamatan atas benda secara utuh kemudian
diikuti oleh pengamatan dan pengenalan atas bagian-bagiannya. Kemudian untuk
metode keunsuran lebih cenderung bersifat deduktif, berawal dari unsur-unsur ke
benda secara utuh.
Dalam Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) bidang studi
matematika untuk MTs terdapat materi pokok bahasan bangun datar yang
meliputi : jajargenjang, belah ketupat, layang-Iayang, dan trapesium.
1. Jajargenjang
A D
B C
a. Pengertian Jajargenjang
Jajargenjang adalah segi empat dengan sisi-sisi yang berhadapan sejajar
dan sama panjang serta sudut-sudut yang berhadapan sama besar.44
b. Sifat-sifat jajargenjang
43 ibid, hal 27
44 Cholik, Sugijono, Subroto, “Matematika Untuk SLTP Kelas II “, (Jakarta, Erlangga, 2000) hal 70
O
> Sisi-sisi yang berhadapan sama panjang dan sejajar.
AB = CD dan AB // CD
AD = BC dan AB // CD
> Sudut-sudut yang berhadapan sama sama besar.
< ABC = < CDA
< BAD = < DCB
> Jumlah besar sudut-sudut yang berdekatan adalah 180°
Karena AB // CD dan < A dengan < D maupun < B dengan < C
merupakan sudut dalam sepihak, maka :
< A + < D = 180°
< B + < C = 180°
Karena AD // BC dan < A dengan < B maupun < C dengan < D
merupakan sudut dalam sepihak, maka :
< A + < B = 180°
< C + < D = 180°
> Kedua diagonalnya saling membagi dua sama panjang
OA = OC dan OB = OD
c. Luas jajargenjang
Rumus luas jajargenjang dengan alas a, tinggi t, dan luas L, maka selalu berlaku :
2. Belahketupat
A
B D
C
a. Pengertian Belahketupat
Belahketupat adalah segiempat dengan sisi yang berhadapan sejajar,
keempat sisinya sama panjang dan sudut-sudut yang berhadapan sama
besar.45
b. Sifat-sifat belahketupat
> Semua sisi pada setiap belahketupat sama panjang.
ABC kongruen dengan ADC, maka :
AB = AD ……….. 1
BC = CD ……… 2
ABC sama kaki, maka :
AB = BC ……… 3
ADC sama kaki, maka :
CD = AD ……… 4
Dari persamaan – persamaan diatas disimpulkan hal berikut ini :
AB = BC ……… 3
45 ibid, hal 76
BC = CD ……… 2
CD = AD ……… 4
Jadi dapat disimpulkan : AB = BC = CD = AD
> Kedua diagonalnya mempakan sumbu simetri
Segitiga ABC sama kaki engan AB = BC, maka BO merupakan sumbu
simetri. Segitiga ADC sama kaki dengan AD = DC , maka OD
merupakan sumbu simetri.
Karena < BOC dan < COD saling berpelurus, maka BD adalah garis lurus
yang merupakan sumbu simetri belah ketupat.
Sgitiga sama kaki ABC kongruen dengan segitiga sama kaki ADC, maka
AC merupakan sumbu simetri belah ketupat.
> Sudut-sudut yang berhadapan sama besar dan dibagi dua sama besar
oleh diagonal-diagonalnya.
Belah ketupat ABCD dibalik menurut sumbu simetri BD, maka < A = < C,
dan jika dibalik menurut sumbu simetri AC maka < B = < D
> Kedua diagonalnya saling membagi dua sama panjang dan saling
berpotongan tegak lurus.
Belah ketupat ABCD diputar setengah putaran pada O,
< AOB = < AOD = ½ x 180° = 90˚
c. Luas belah ketupat
Luas belah ketupat ABCD = Luas ABCD + BDC
= ½ x BD x ( AO + AC )
= ½ x BD x AC
3. layang-layang
A
B O D
C
a. Pengertian Layang-layang
Layang-layang adalah segiempat yang masing-masing pasang sisinya
sama panjang dan sepasang sudut yang berhadapan sama besar.46
b. Sifat-sifat layang-layang
> Masing-masing sepasang sisinya sama panjang.
ABD sama kaki, maka AB = AD ; BCD sama kaki, maka BC = CD
> Sepasang sudut yang berhadapan sama besar
ABD sama kaki, maka < ABD = < ADB
BCD sama kaki, maka < CBD = < CDB
< ABD + < CBD = < ADB + < CDB
jadi < ABC = < ADC
> Salah satu diagonalnya merupakan sumbu simetri
46 ibid, hal 88
Segitiga ABD sama kaki dengan AB = AD, maka
AO merupakan sumbu simetri. Segitiga BCD sama
kaki dengan BC = CD, maka OC merupakan sumbu
simetri. Karena < AOD dan < DOC saling
berpelurus, maka AC adalah garis lurus yang
merupakan sumbu simetri layang – layang.
> Salah satu diagonalnya membagi dua sama panjang diagonal lain dan
tegak lurus dengan diagonal itu.
Layang – laying ABCD dibalik menurut sumbu simetri AC, OB = OD
< AOB = < AOD = 90
c. Luas layang – layang
Luas layang – layang ABCD = Luas ABD + BDC
= ½ x BD x AO + ½ BD x OC
= ½ x BD x ( AO + OC )
= ½ x BD X AC
4. Trapesium
D b C
A a B
a. Pengertian Trapesium
Trapesium adalah segiempat dengan tepat sepasang sisi yang berhadapan
sejajar.47
b. Sifat-sifat Trapesium
Jumlah sudut yang berdekatan diantara dua sisi sejajar adalah 180°.
Pada trapesium ABCD, AB sejajar dengan CD, maka < A dengan < d adalah
sudut dalam sepihak, sehingga < A + < D = 180°. < B dengan < C juga sudut
dalam sepihak, sehingga < B + < C = 180°.
c. Luas Trapesium
Luas Trapesium ABCD = Luas ABD + Luas BCD
= ½ x a x t + ½ x b x t
= ( ½ x a + ½ x b ) x t
= ½ ( a + b ) x t
Ket : a dan b merupakan sisi sejajar dan t adalah tinggi.
E. Asumsi Penelitian.
a. Seandainya soal test sudah memenuhi prasyarat validitas dan realibilitas serta
mengacu pada GBPP kelas VIII dan mengambil pokok bahasan yang telah
guru ajarkan.
b. Seandainya siswa mempunyai kesiapan yang sama dalam hal materi yang
diajukan, karena mengikuti pelajaran matematika yang diajarkan oleh guru
yang sama.
c. Seandainya siswa mempunyai kesiapan fisik dan psikis yang sama.
d. Jawaban yang diberikan siswa merupakan kemampuan yang
sesungguhnya karena pada saat test dilaksanakan diawasi oleh peneliti dan