commit to user
FUNGSI SOSIAL KELUARGA TERHADAP TINGKAT
PENDIDIKAN AGAMA ANAK
( Deskriptif Tentang Pendidikan Agama Anak Berdasarkan Fungsi Sosial
Orang Tua Studi di Kelurahan Sumber, Kecamatan Bamjarsari, Kota
Surakarta )
SKRIPSI
Disusun Guna Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jurusan Sosiologi
Oleh :
INDIRA PRAMITA
D0304045
▸ Baca selengkapnya: pidato tentang sholat adalah tiang agama untuk anak sd
(2)commit to user
SURAKARTA
2011
MOTTO
Nasehat itu seperti salju, semakin lembut ia jatuh, semakin lama ia bertahan, dan semakin dalam merasuk kedalam pikiran.
(Kahlil Gibran)
Pengalaman membuat aku mampu untuk mengenal sebuah kesalahan bilamana aku melakukannya lagi dan lagi.
(Indira Pramita)
Jangan takut akan hidup, percayalah bahwa hidup amatlah berharga, dan kepercayaanmu akan membantu menciptakan kenyataan.
(Jalaludin Rumi)
Cinta membuat jalan keras menjadi lunak dan membalikkan kegelapan menjadi cahaya, serta kehormatan yang berada di hadapan jiwa mengalahkannya dari
gairah dan keinginannya.
commit to user
PERSEMBAHAN
Skripsi ini ku persembahkan untuk:
Mama dan Papiku yang tidak henti-hentinya memberikan dos dan motivasi agar cepat terselesainya skripsi ini
Tito Iswara, SE dan Dwi Nuryanti, SE, kakak dan kakak iparku yang selalu memberi dorongan agar aku menjadi orang yang bisa menjadi banggaan
orang tua
Galih Handoko, A.md “Si Tonggoz” makasih buat doa dan supportnya, akhirnya aku jadi sarjana nie, jangan ngejek lagi yaaa….
Wibi “Ndutz” Putra Pratama makasih sudah mau menjadi tempat untuk berbagi keluh kesah, saran dan kritik mu yang selalu menjadi pembelajaran
buat aku…
commit to user
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil ‘alamiin. Atas ijin Allah SWT sehigga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini tahap demi tahap. Tidak ada kata yang pantas
selain memanjatkan syukur kehadirat-Nya. Tidak lupa pula shalawat kepada
Rasulullah Muhammad SAW yang senantiasa kita tunggu syafaatnya hingga akhir
zaman. Sungguh semua ini semata-mata untuk mendapatkan mardhatillah.
Karya sederhana ini berjudul:
“FUNGSI SOSIAL KELUARGA TERHADAP TINGKAT PENDIDIKAN AGAMA ANAK”
(Deskriptif tentang Religiusitas Anak Berdasarkan Fungsi Sosial Orang Tua Studi di Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta)
Skripsi ini merupakan sebagian kecil yang dapat digali oleh penulis
untuk memaparkan mengenai fungsi sosial keluarga terutama orang tua dalam
meningkatkan pemahaman keagamaan dalam realitas kehidupan sehari-hari
kepada anak di wilayah Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota
Surakarta. Semoga dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya yang
mengambil tema yang sama.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah
banyak membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Ucapan terima kasih
kami haturkan kepada:
1. Prof. Drs. Pawito, Ph. D selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sebelas Maret (FISIP UNS) Surakarta.
2. Dr. Bagus Haryono, M. Si selaku Ketua Jurusan Sosiologi FISIP UNS
Surakarta.
3. Drs. Jefta Leibo, SU selaku Pembimbing Akademik selama penulis
berada di bangku kuliah.
4. Prof. Dr. RB. Soemanto, MA selaku Pembimbing Skripsi. Terima
kasih untuk kesabaran Bapak dalam membimbing dan mengarahkan
commit to user
5. Seluruh staf pengajar Jurusan Sosiologi FISIP UNS atas ilmu yang
telah penulis dapatkan dari Bapak/Ibu sekalian.
6. Seluruh staf Kelurahan Sumber yang telah memberikan ijin penelitian
untuk skripsi penulis.
7. Para pengajar TPA dan Pengurus Masjid Rohmah di Kelurahan
Sumber yang telah memberikan informasi dalam penyelesaian skripsi
ini.
8. Bambang Warsono beserta Mis Irianti, orang tua yang tidak pernah
lelah, dengan kesabaran dan ketulusan hati memanjatkan doa dan
memberikan seluruh fasilitas demi terciptanya karya sederhana ini.
9. Tito Iswara, SE dan Dwi Nuryanti, SE untuk support dan doanya.
10. Galih Handoko, Amd yang telah membantu dalam penyelesaian
skripsi penulis baik dalam bentuk moril maupun materiil.
11. Wibi Putra Pratama, anak sekolahan yang mau mendengarkan segala
keluh kesah dan memberikan semangat penulis disaat sedang tidak
bergairah dalam membuat karya ini.
12. Kawan-kawan Sosiologi angkatan 2004, semoga kita dipertemukan
lagi di forum yang lain.
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih
buat semuanya.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Kritik
dan saran yang membangun sangat kami harapkan guna perbaikan di masa depan,
demi terciptanya masyarakat adil-makmur yang diridhoi Allah SWT. Semoga
dapat menjadi sumbangan referensi bagi ilmu pengetahuan.
Surakarta, Januari 2011
commit to user
ABSTRAK
Indira Pramita, D0304045, FUNGSI SOSIAL KELUARGA TERHADAP
PENDIDIKAN AGAMA ANAK (Deskriptif tentang Religiusitas Anak Berdasarkan Fungsi Sosial Orang Tua Studi di Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta), Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Agama mengandung manfaat yang sangat besar dalam kehidupan manusia yang menganutnya, walaupun masih banyak didapati orang-orang yang tidak mepedulikan kehidupannya. Mereka cenderung melakukan hal-hal yang menyenangkan dirinya tanpa memikirkan orang lain walau perbuatannya itu merugikan orang lain. Keluarga sebagai institusi sosial terkecil merupakan fondasi untuk membangun kehidupan sosial/bermasyarakat secara luas menjadi lebih baik. Keluarga juga merupakan tempat pertama dan utama bagi anak untuk mengenal nilai-nilai yang berlaku dalam lingkungannya. Peran penting keluarga dalam memberikan pemahaman keagamaan tentu sangatlah besar bagi sang anak.
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan fungsi sosial keluarga terutama orang tua dalam meningkatkan pemahaman keagamaan dalam realitas kehidupan sehari-hari kepada anak di wilayah Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta.
commit to user
dokumentasi. Proses validitas data dengan membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, dan membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa pada dasarnya keluarga mempunyai peran yang sangat penting dalam peningkatan religiusitas anak. Keluarga (orang tua) juga sangat efektif didalam memberikan contoh perilaku tentang pemahamaan keagamaan seperti dengan mengajarkan sholat atau mengikutsertakan anak dalam kegiatan Taman Pendidikan Al-Quran (TPA) misalnya. Selain itu, ada faktor eksternal maupun internal yang menjadikan kendala orang tua dalam memberikan pemahaman keagamaan.
ABSTRACT
Indira Pramita, D0304045, FUNGSI SOSIAL KELUARGA TERHADAP
PENDIDIKAN AGAMA ANAK (Deskriptif tentang Religiusitas Anak Berdasarkan Fungsi Sosial Orang Tua Studi di Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta), Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
commit to user
This study aims to explain the social function of families especially parents in improving religious understanding in the reality of everyday life to children in the area of Village Resources, District Banjarsari, Surakarta.
This study uses qualitative research methods with interactive analysis model. Retrieval techniques informants using purposive sampling. From each of these techniques sequentially obtained goals of this study, children aged 7-15 years in the Village of sources, parents of these children, and other parties associated with increased religiosity of children. Data collection techniques using in-depth interviews, observation, and documentation. Data validation process by comparing the observed data with data from interviews, and comparing the results of interviews with the contents of a document related.
commit to user
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
ABSTRAK ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR BAGAN... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 8
E. Tinjauan Pustaka ... 8
F. Landasan Teori ... 12
G. Kerangka Pemikiran ... 23
H. Metodologi Penelitian ... 26
1. Lokasi Penelitian ... 26
commit to user
BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN A. Keadaaan Geografis ... 34
2. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Umur .... 36
3. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ... 38
4. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian... 39
5. Komposisi Penduduk Menurut Agama ... 41
6. Penduduk WNI Keturunan dan WNA ... 42
7. Sarana dan Prasarana ... 43
C. Kondisi Kelurahan Sumber dan Kegiatan Keagamaannya ... 45
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sosialisasi Nilai Agama dari Orang Tua Kepada Anak ... 51
B. Pengaruh Religiusitas dari Orang Tua Kepada Anak ... 76
commit to user
DAFTAR PUSTAKA ... 125
LAMPIRAN DAFTAR TABEL Tabel I. Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin ... 37
Tabel II. Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ... 38
Tabel III. Penduduk Menurut Mata Pencaharian ... 40
Tabel IV. Penduduk Menurut Agama ... 41
Tabel V. Penduduk WNA dan WNI Keturunan ... 42
Tabel VI. Daftar Kategori Informan ... 51
Tabel VII. Matrik Sosialisasi Pemberian Teladan dari Sudut Pandang Orang Tua ... 60
Tabel VIII. Matrik Sosialisasi Pemberian Teladan dari Sudut Pandang Tokoh Masyarakat ... 65
Tabel IX. Matrik Sosialisasi Pemberian Teladan dari Sudut Pandang Anak ... 71
Tabel X. Matrik Fungsi Religi dari Sudut Pandang Orang Tua ... 82
Tabel XI. Matrik Fungsi Religi dalam Sudut Pandang Tokoh Masyarakat ... 89
commit to user
Tabel XIII. Matrik Kendala Pemberian Teladan dari Sudut Pandang Orang Tua .. 106
Tabel XIV. Matrik Kendala-Kendala yang dihadapi Tokoh Masyarakat
dalam Memberi Teladan Bagi Anak ... 109
Tabel XV. Matrik Fungsi Sosial Keluarga terhadap Tingkat Religiusitas Anak ... 116
DAFTAR BAGAN
commit to user
BAB I
commit to user
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Agama mengandung manfaat yang begitu besar dalam kehidupan
manusia yang menganutnya, tetapi masih banyak didapati orang-orang
yang tidak mempedulikan kehidupannya. Mereka cenderung untuk
melakukan hal-hal yang membuat dirinya senang tanpa memikrkan orang
lain sekalipun ia sudah menggangu kepentingan orang lain tersebut. Ini
dapat dilihat dari masih banyaknya tindakan-tindakan kriminal yang ada
dalam masyarakat yang tidak sedikit melibatkan orang-orang yang
beragama.
Lembaga agama merupakan sistem keyakinan dan praktek
keagamaan penting dari masyarakat yang telah dibakukan dan dirumuskan
serta yang dianut secara luas dan dipandang sebagai perlu dan benar.
Asosiasi agama merupakan kelompok orang yang terorganisasi yang
secara bersama-sama menganut keyakinan dan menjalankan praktek suatu
agama. Agama atau religi dapat didefinisikan sebuah sistem keyakinan dan
praktek sebagai sarana bagi sekelompok orang untuk menafsirkan dan
menaggapi apa yang mereka rasakan sebagai pengada adikodrati
(supranatural) dan kudus. (Johnstone, 1975, hal.20)
Dalam sebuah haditsnya, Rasulullah SAW bersabda, yang artinya:
” Ada empat indikator kebahagiaan keluarga seseorang, yaitu ketika ia
commit to user
yang shaleh, dan rizki yang ada dekat dengan keluarganya” (HR.
Ad-Daelami dari Ali bin Abi Thalib ra). Hadits tersebut dapat dimaknai bahwa
sebuah keluarga dapat bahagia penuh kasih sayang manakala anggota
keluarganya bapak/ibu, anak, sahabat dan yang terkait dengannya saleh
penuh keberkahan. Keluarga yang seperti inilah yang akan mampu
melahirkan karakter bangsa yang mandiri.
Keluarga sebagai institusi sosial terkecil, merupakan fondasi dan
investasi awal untuk membangun kehidupan sosial dan kehidupan
bermasyarakat secara luas menjadi lebih baik. Sebab, di dalam keluarga
internalisasi nilai-nilai dan norma-norma sosial jauh lebih efektif
dilakukan ketimbang melalui institusi lainnya di luar keluarga. Lembaga
yang paling ampuh dalam proses internalisasi prinsip-prinsip tersebut
adalah keluarga. Melalui keteladanan dan pembiasaan dalam keluarga,
segala prinsip itu dapat ditanamkan. Keteladanan dan pembiasaan ini
merupakan metode utama dalam pembentukan karakter anak, terutama
dalam keluarga.
Di keluargalah kali pertama anak-anak mendapat pengalaman
langsung yang akan digunakan sebagai bekal hidupnya dikemudian hari
melalui latihan fisik, sosial, mental, emosional dan spritual. Karena anak
ketika baru lahir tidak memiliki tata cara dan kebiasaan (kebudayaan) yang
begitu saja terjadi sendiri secara turun temurun dari satu generasi ke
generasi yang lain, oleh karena itu harus dikondisikan suatu hubungan
commit to user
keluarga lain) dan lingkungan yang mendukungnya baik dalam keluarga
atau lingkungan yang lebih luas.
Keluarga merupakan unsur sentral dalam ajaran Islam. Sebab unit
keluarga memang merupakan sendi utama masyarakat. Atas landasan
unit-unit keluarga yang sehat akan berdiri tegak bangunan masyarakat yang
sehat.
Keluarga adalah sebuah institusi yang minimal memiliki
fungsi-fungsi sebagai berikut. 1) Fungsi religius, yaitu keluarga memberikan
pengalaman keagamaan kepada anggota-anggotanya; 2) Fungsi afektif,
yakni keluarga memberikan kasih sayang dan melahirkan keturunan; 3)
Fungsi sosial, keluarga memberikan prestise dan status kepada semua
anggotanya; 4) Fungsi edukatif, keluarga memberikan pendidikan kepada
anak-anaknya; 5) Fungsi protektif, keluarga melindungi
anggota-anggotanya dari ancaman fisik, ekonomis, dan psiko-sosial; dan 6) Fungsi
rekreatif, yaitu bahwa keluarga merupakan wadah rekreasi bagi
anggotanya.
Melihat beragamnya fungsi keluarga tersebut dapat disimpulkan
bahwa keluarga adalah institusi sentral penerus nilai-nilai budaya dan
agama (value transmitter). Artinya, keluarga merupakan tempat pertama
dan utama bagi seorang anak mulai belajar mengenal nilai-nilai yang
berlaku di lingkungannya, dari hal-hal yang sangat sepele, seperti
menerima sesuatu dengan tangan kanan sampai pada hal-hal yang sifatnya
commit to user
tentang berbagai interaksi manusia. Suatu keluarga akan menjadi kokoh,
bilamana keenam fungsi yang disebutkan tadi berjalan harmonis.
Sebaliknya, bila pelaksanaan fungsi-fungsi di atas mengalami hambatan
akan terjadi krisis keluarga. Keluarga juga akan mengalami konflik, bila
fungsi-fungsi itu tidak berjalan secara memadai. Misalnya, jika fungsi
edukatif tidak berjalan efektif maka kemungkinan hubungan anak dan
orangtua akan mengalami ketidakteraturan (disorder).
Pendidikan sangat penting bagi perkembangan psikologi dan
tingkah laku anak. Orang tua yang tidak memberikan pendidikan yang
benar kepada anaknya, dan tidak mendidiknya dengan sopan santun serta
akhlak yang mulia, tidak akan memetik hasil, kecuali seorang anak yang
berperilaku berani dan bermusuhan dengan orang tuanya. Perkembangan
manusia secara psikis terjadi perubahan-perubahan dalam diri seseorang
untuk tercapainya kepribadian yang sempurna.
Sebagai penerus utama nilai-nilai, dalam lingkungan keluarga juga
berlangsung mekanisme pemilihan tokoh identifikasi. Anak meniru pola
perilaku orang dewasa di dalam keluarga. Yang ditiru dapat berupa
perilaku, gaya bicara atau sifat-sifat khasnya. Ditinjau dari perspektif
gender, keluarga merupakan laboratorium dimana sejak anak dilahirkan ia
belajar dan mengenal perilaku yang terkait pada gender seseorang (gender
related behavior). Karena keluarga merupakan lembaga pendidikan
pertama dan utama bagi seorang individu, maka nilai-nilai agama dan
commit to user
keadilan, kejujuran, kebenaran, keberanian mengatakan yang benar,
penghargaan dan penghormatan kepada sesama manusia, nilai-nilai
persamaan, persaudaraan dan kebebasan hendaknya ditanamkan sejak usia
dini. Dalam konteks ini orang tua, ayah dan ibu memiliki peran yang amat
penting untuk mengajarkan anak-anaknya rasa saling mengasihi,
kepedulian, keindahan, kebersihan, ketertiban, dan kedisiplinan.
Maksud dan tujuan orang tua adalah mereka ingin membekali
anak-anaknya dengan kepandaian secara rohani atau spiritual sehingga
diharapkan tingkah laku anak-anak mereka akan menjadi baik dan sesuai
dengan norma-norma dalam masyarakat serta mempunyai tingkat
moralitas yang tinggi.
Menurut Moeslim Abdurrahman (1997), kita mungkin berasumsi
bahwa penanaman dasar-dasar pendidikan agama sebagai kerangka
pembentukan watak dan sikap kepribadian, telah dilaksanakan dengan
intensif pada tingkat dasar yang mungkin diteruskan pada tingkat
menengah dan perguruan tinggi. Namun di tingkat mana pun, sebaiknya
pendidikan agama harus lebih berorientasi untuk menumbuhkan wawasan
keagamaan dalam kaitan dengan membangun intelektualitas keagamaan
(religius intelectual building).
Peran lembaga pendidikan. Dalam paradigma baru, pendidikan
agama-agama lebih ditekankan kepada moral improvement. Bila dalam
commit to user
emosional dan sering kurang jujur melihat agama-agama lain, maka dalam
paradigma baru yang perlu dikembangkan adalah metode kebijaksanaan
(hikmah, wisdom), keteladanan (mauizhah hasanah), dan dialog (jadal bil
ahsan). Karena itu, pemaksaan, indoktrinasi, dan debat tidak mendapat
tempat dalam paradigma baru ini.
Agama merupakan elemen dasar perkembangan anak. Harus
dipahami pula bahwa untuk mengajarkan agama pada tingkat dini
dibutuhkan banyak metode. Orang tua harus sedapat mungkin aktif
menggali informasi serta menerapkan metode pengajaran agama yang
sudah teruji. Dalam mengajarkan sesuatu kepada anak, kita harus
menyertakan hati, telinga dan mata. Orang tua harus memberikan contoh
yang nyata, bukan sekadar nasihat atau perintah. anak-anak memerlukan
keteladanan agar nilai yang hendak disampaikan menjadi lebih bermakna.
Menjadi orang tua yang baik dan bijak bukanlah suatu hal yang
mudah. Dibutuhkan kesabaran dan toleransi yang tinggi agar kita dapat
mengembangkan potensi putra-putri kita dengan lebih baik. Terlebih saat
ini banyak orang tua yang sibuk mencari nafkah bagi keluarga, sehingga
menyebabkan anak-anak sering kurang mendapatkan perhatian dan
penasuhan serius dari orang tuanya. Bagi keluarga muslim, mendidik anak
bukanlah semata-mata dorongan alami dan kodrati melainkan suatu
kewajiban orang tua terhadap anak dan merupakan sarana untuk
mewujudkan generasi yang tangguh dan kuat. Selain itu, dalam Islam anak
commit to user
pertanggungan jawab oleh Allah SWT di akhirat kelak. Membiasakan
anak sejak usia dini untuk mengetahui dan melaksanakan berbagai
aktivitas keagamaan tidak dapat dilakukan tanpa memperhatikan
kenyamanan emosi, fisik dan spiritual anak, jika orang tua dapat
memfasilitasi ketiganya, maka proses pembelajaran agama akan berjalan
dengan baik.
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka peneliti membuat
rumusan masalah sebagai berikut:
“ Bagaimana fungsi sosial keluarga terutama orang tua dalam
meningkatkan pemahaman keagamaan didalam realitas kehidupan
sehari-hari kepada anak di wilayah Kelurahan Sumber ? “
C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini mempunyai tujuan antara lain:
Menjelaskan fungsi sosial keluarga terutama orang tua dalam
meningkatkan pemahaman keagaman dalam realitas kehidupan sehari-hari
kepada anak di Kelurahan Sumber.
D. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan terhadap :
commit to user
teladan bagi anak khususnya dalam memberikan pemahaman religiusitas
secara mendalam agar terbentuk perilaku yang baik sesuai dengan ajaran
agama.
· Bagi Pembaca,
Dapat memberikan pengetahuan dan wacana yang baru mengenai
pemahaman religiusitas pada anak, sehingga dapat menjadi bahan
pertimbangan dalam menyikapi dan mengatasinya.
· Bagi Penulis,
Karya ini semakin melatih kepekaan penulis dalam menemukan
permasalahan sosial dalam masyarakat khususnya dalam suatu keluarga
terutama fungsi sosial orang tua dalam meningkatkan religiusitas anak
agar tercermin baik dalam realitas kehidupan sehari-hari baik di
lingkungan formal maupun informal.
E. TINJAUAN PUSTAKA
Lembaga dalam arti sosiologi adalah suatu sistem norma untuk
mencapai suatu tujuan atau kegiatan yang oleh masyarakat dipandang
penting, atau secara formal dapat disebut sebagai sekumpulan kebiasaan
dan tata kelakuan pada suatu kegiatan pokok manusia. (Horton & Hunt,
1999:244)
Lembaga tidak mempunyai anggota tetapi mempunyai pengikut,
dimana pengikut ini bergabung menjadi satu yang disebut asosiasi.
commit to user
beberapa tujuan bersama. (Horton & Hurt, 1999:263)
Setiap lembaga mempunyai asosiasinya dan melalui asosiasi itulah
norma-norma lembaga dilaksanakan. Dalam kaitannya dengan Fungsi
Sosial keluarga terhadap Tingkat Religiusitas Anak, keluarga sebagai
lembaganya dan Orang Tua serta Anak sebagai asosiasinya yang
terorganisir dan menjalankan tugasnya masing-masing.
Dalam Jurnal Internasional, penelitian mengenai tingkat
pendidikan agama anak yang pernah dilakukan oleh Allison James,
Thomas Nigel dan Woodhead Martin (2005). Dengan judul Method of Teaching Religion in Children (Metode Pengajaran Agama untuk Anak). Penelitian ini membahas mengenai metode mengajarkan agama pada anak.
Penelitian tersebut dilakukan oleh tiga komunitas di Negara Inggris yang
menganalisis penelitian Pendidikan agama sebenarnya telah dimulai sejak
anak lahir bahkan sejak anak dalam kandungan. Anak usia balita atau 0-5
tahun belum termasuk usia sekolah. Dengan demikian ia lebih banyak
bersama dan berinteraksi di lingkungan keluarga terutama orang tuanya.
Maka orang tua adalah segala-galanya bagi anak. Oleh karena itu, setiap
orang tua hendaknya menyadari bahwa pendidikan agama bukanlah
sekedar mengajarkan pengetahuan agama dan melatih ketrampilan anak
dalam melaksanakan ibadah. pendidikan agama menyangkut manusia
seutuhnya. Agar agama itu dalam tumbuh dalam jiwa anak dan dapat
dipahami nantinya, maka harus ditanamkan semenjak kelahiran bayi.
commit to user
dalam mengajarkan agama pada anak. Adapun metode yang dimaksud
adalah semua cara yang dilakukan dalam upaya mendidik. Mengajar
adalah termasuk upaya mendidik metode mengajarkan agama pada anak
(balita). Selanjutnya adalah metode percakapan dalam hal ini perlu
dipahami bahwa objeknya adalah anak balita. Anak pada umumnya mulai
pandai berbicara pada umur dua tahun. Meskipun pada dasarnya bayi yang
berumur satu tahun pun sudah dapat diajak berinteraksi dengan bahasa
isyarat. Oleh karena itu, dianjurkan ketika anak mulai pandai bercakap,
diajarkan kata-kata yang baik dan benar. (Allison James, Thomas Nigel
dan Woodhead Martin Volume 20, Issue 2, April 2005)
Keluarga adalah lembaga sosial dasar dari mana semua lembaga
lainnya berkembang karena kebudayaan yang makin kompleks menjadikan
lembaga-lembaga itu penting. Keluarga mempunyai suatu sistem norma
dan tata cara yang diterima untuk menyelesaikan sejumlah tugas penting.
Selain itu Keluarga juga merupakan salah satu tempat untuk proses
sosialisasi atau menyebarkan fungsi-fungsi sosial bagi anggotanya.
Sosialisasi merupakan suatu proses yang dianggap penting dalam
perkembangan kepribadian seseorang. Melalui sosialisai seseorang akan
dapat memahami pola kehidupan kelompoknya. Dan dengan sosialisasi
seseorang dapat diterima dalam kelompoknya.
Keluarga merupakan kelompok primer (primary group) yang
pertama dari seseorang anak dan dari situlah perkembangan kepribadian
commit to user
primer lain di luar keluarga, pondasi dasar kepribadiannya sudah
ditanamkan secara kuat. Jenis kepribadiannya sudah diarahkan dan
terbentuk. Dengan demikian hal tersebut telah menegaskan bahwa
keluarga adalah faktor penentu utama bagi sosialisasi anak.
Definisi agama dalam sosiologi adalah definisi yang empiris yaitu
definisi menurut pengalaman yang kongkret sekitar agama yang
dikumpulkan dari masa lampau maupun kejadian sekarang.
Religi atau agama merupakan sebuah sistem keyakinan dan praktek
sebagai sarana bagi sekelompok orang untuk menafsirkan dan menanggapi
apa yang mereka rasakan sebagai pengada adikodrati (supranatural) dan
kudus (Johnstone 1975:20)
Lain halnya dengan Joachim Wach yang melihat agama dari tiga
unsure pengertian, yaitu : pertama unsur teoritis-nya, bahwa agama adalah
suatu sistem kepercayaan, kedua unsur praktis-nya, yang berupa sistem
kaidah yang mengikat penganutnya, ketiga unsur sosiologis-nya, bahwa
agama mempuyai sistem perhubungan dan interaksi sosial. Apabila salah
satu unsur tidak terdapat maka orang tidak dapat bicara tentang agama,
tetapi hanya kecenderungan religius. (Hendropuspito, 2000:34-35)
Kehadiran anak di dunia ini merupakan amanah ilahi.
Kehadirannya bisa menjadi penoreh bahagia bagi keluarga, pun sebaliknya
anak bisa menjadi bebean keluarganya di dunia maupun di akherat.
Memenuhi hak-haknya merupakan perintah Allah SWT. Agar bisa
commit to user memperdalam ilmu agama bagi orang tua.
Untuk bisa memenuhi hak-hak anak secara optimal, hal itu
dibutuhkan kesadaran tinggi meluruskan niat dan menyempurnakan
ikhtiar. Tanpa kesadaran tinggi, orang tua bisa tergelincir melanggar
hak-hak anak. Selain itu, dibutuhkan akhlak mulia dalam mengiringi kewajiban
pemenuhan hak-hak anak seperti sikap sabar, penyayang, bijaksana,
pantang menyerah, optimis, selalu berdoa kepada Allah SWT dn lainnya.
Pasalanya, banyak ujian dan godaan selama pemenuhan hak-hak anak
tersebut. Selama anak masih belum bisa mandiri, selama itu pula masih
ada tanggung jawab orang tua untuk memenuhi hak anaknya khususnya
hak atas kebutuhan hidup.
Disamping itu, ilmu agama tidak hanya didalami para orang tua,
namun juga anak-anak mereka. Anak perlu dididik soal hak dan
kewajibannya sebagai anak sehingga ada keseimbangan di pemenuhannya.
F. LANDASAN TEORI
Pendekatan Weber
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dimana
dalam penelitian kualitatif teori dibatasi pada pengertian suatu pernyataan
sistematis yang berkaitan dengan seperangkat proposisi yang berasal dari
data dan diuji secara empiris. Dapat dikatakan bahwa teori dalam metode
ini berfungsi untuk membantu menghubungkan antara peneliti dan data
commit to user
Tujuan penelitian ini adalah ingin menggambarkan keteladanan
orang tua dalam mensosialisasikan dan memberikan pemahaman nilai-nilai
agama yang ditujukan untuk anaknya dengan menggunakan salah satu
paradigma dari buku karangan George Ritzer, yaitu paradigma definisi
sosial yang diambil dari karya Weber.
Paradigma definisi soial dipiliih dalam penelitian ini didasarkan
pada pemahaman peneliti bahwasanya tindakan untuk menentukan atau
memilih dan menerapkan proses sosialisasi nilai-nilai agama adalah
sebuah tindakan sosial yang dilakukan oleh sekelompok orang tua kepada
anak-anaknya.
Tindakan sosial yang dimaksudkan disini adalah tindakan individu
sepanjang tindakannya itu mempunyai makna dan arti subyektif bagi
dirinya dan diarahkan kepada tindakan orang lain. (Ritzer, 1985 : 48)
Tindakan tersebut mempunyai makna atau arti subyektif yaitu
menentukan dan memilih strategi yang tepat untuk mensosialisasikan
nilai-nilai agama pada anak di wilayah Kelurahan Sumber. Dalam strategi
ini juga melibatkan orang lain yaitu : pekerja di Kelurahan, pengajar TPA
masjid Rohmah yang terletak di Sumber.
Penelitian ini mengacu pada disiplin ilmu sosiologi. Sosiologi
menurut Pitirin Sorokin didefinisikan sebagi suatu ilmu yang mempelajari:
1. Hubungan dan pengaruh timbal balik antara macam gejala-gejala sosial
(misalnya antara gejala ekonomi dengan agama, keluarga dengan moral
commit to user sebagainya).
2. Hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan
gejala-gejala non sosial (misalnya gejala-gejala geografis, biologis dan sebagainya).
3. Ciri-ciri semua jenis gejala sosial (Soekanto,1990:21).
Secara umum obyek kajian sosiologi adalah masyarakat yang
dilihat dari sudut hubungan antar manusia, dan proses yang timbul dari
hubungan antar manusia dalam masyarakat. Mac Iver dan Page menjelaskan
bahwa masyarakat adalah suatu sistem dari kebiasaan dan tata cara, dari
wewenang dan kerjasama antara berbagai kelompok dan penggolongannya,
dari pengawasan dan tingkah laku serta kebebasan-kebebasan manusia.
Masyarakat merupakan jalinan hubungan sosial dan masyarakat selalu
berubah (Soekanto, 1990:26).
Secara definitif Max weber merumuskan sosiologi sebagai ilmu
yang berusaha menafsirkan dan memahami (interpretative understanding)
tindakan sosial serta antar hubungan sosial untuk sampai kepada penjelasan
kausal. Dalam definisi ini terkandung dua konsep dasarnya, pertama, konsep
tindakn sosial, kedua, konsep tentang penafsiran dan pemahaman.
Studi mengenai antar hubungan sosial memerlukan pemakaian
teknik penemuan yang bersifat subyektif seperti metode verstehen, imajinasi
atau simpatik reconstruction atau seakan-akan mengalami sendiri (Ritzer,
2002:53-54).
Melalui rasionalitas sebagai konsep dasar Max weber melakukan
commit to user 1. Rasionalitas instrumental (Zwerk Rasionalitas)
Tingkat rasionalitas yang tinggi ini meliputi pertimbangan dan pilihan
yang sadar yang berhubungan dengan tujuan tindakan itu dan alat yang
dipergunakan untuk mencapainya. Sesudah tindakan itu dilaksanakan
orang dapat menentukan secara obyektif sesuatu yang berhubungan
dengan tujuan yang akan dicapai.
2. Rasionalitas yang berorientasi nilai (werkrasionalitas)
Dibandingkan dengan rasionalitas instrumental, sifat rasionalitas yang
berorientasi nilai yang penting adalah bahwa alat-alat hanya merupakan
obyek pertimbangan dan perhitungan yang sadar, tujuan sudah ada dalam
hubungannya dengan nilai-nilai individu yang bersifat absolut atau
merupakan nilai akhir baginya.
3. Tindakan tradisional
Tindakn tradisional merupakan tipe tindakn sosial yang bersifat non
rasional. Weber melihat bahwa tipe tindakan ini sedang hilang karena
meningkatnya rasionalitas instrumental.
4. Tindakan afektif
Tipe tindakan ini ditandai oleh dominasi perasaan atau emosi tanpa
refleksi intelektual atau perencanaan yang sadar (Johnson. 1986 :
219-222).
Selain konsep tindakan sosial, Weber juga mengemukakan konsep
tentang antar hubungan sosial (social relationship). Ia mendefinisikannya
commit to user
itu mengandung makna dan dihubungkan serta diarahkan kepada orang
lain.
Bertolak dari konsep dasar tentang tindakan soial itu Weber
mengemukakan lima ciri pokok yang menjadi sasaran penelitian sosiologi,
yaitu :
1. Tindakan manusia yang menurut si aktor mengandung makna yang
subyektif, meliputi tindakan nyata.
2. Tindakan nyata dan yang bersifat membatin sepenuhnya dan bersifat
subyektif.
3. Tindakan yang meliputi pengaruh positif dari suatu situasi, tindakan
yang sengaja diulang serta tindakan dalam bentuk persetujuan secara
diam-diam.
4. Tindakan itu diarahkan kepada seseorang atau kepada beberapa
individu.
5. Tindakan itu memperhatikan tindakan orang lain dan terarah kepada
orang lain. (Ritzer, 1985:45)
Ada tiga teori yang termasuk ke dalam paradigma definisi sosial ini
yaitu teori aksi, teori interaksi simbolik dan fenomenologi. Di dalam
penelitian ini, peneliti mengambil teori aksi. Dalam teori aksi terdapat
beberapa asumsi fundamental yang dikemukakan oleh Hinkle dengan
merujuk karya Mac Iver, Znaniecki dan Parsons, sebagai berikut :
1. Tindakan manusia mucul dari kesadarannya sendiri sebagi subyek dan
commit to user
2. Sebagai subyek manusia bertindak atau berperilaku untuk mencapai
tujuan-tujuan tertentu, jadi tindakan manusia bukan merupakan tujuan.
3. Dalam bertindak manusia menggunakan cara, teknik prosedur, metode
serta perangkat yang diperkirakan cocok untuk mencapai tujuan
tersebut.
4. Kelangsungan tindakan manusia hanya dibatasi oleh kondisi yang
tidak dapat diubah dengan sendirinya.
5. Manusia memilih untuk menilai dan mengevaluasi terhadap tindakan
yang akan, sedang, dan yang telah dilakukan.
6. Ukuran-ukuran, aturan-aturan atau prinsip-prinsip moral diharapkan
timbul pada saat pengambilan keputusan.
7. Studi mengenai antar hubungan sosial memerlukan pemakaian teknik
penemuan yang bersifat subyektif seperti metode verstehen, imajinasi,
sympathetic reconstruction atau seakan-akan mengalami sendiri.
(Ritzer, 1985:53)
Parsons menyusun skema unit-unit dasar tindakan sosial dengan
karakteristik sebagai berikut :
1. Adanya individu selaku aktor.
2. Aktor dipandang sebagaipemburu tujuan-tujuan tertentu.
3. Aktor mempunyai alternatif cara, alat, serta teknik untuk mencapai
tujuannya.
4. Aktor berhadapan dengan sejumlah kondisi situasional yang dapat
commit to user
berupa situasi dan kondisi, sebagian ada yang tidak dapat dikendalikan
oleh individu. Misalnya tradisi.
5. Aktor berada dibawah kendala dari nilai-nilai, norma-norma dan
berbagai ide abstrak yang mempengaruhinya dalam memilih dan
menentukan tujuan serta tindakan alternatif untuk mencapai tujuan.
(Ritzer, 1985:56-57)
Aktor mengejar tujuan dalam situasi dimana norma
mengarahkannya dalam memilih alternatif cara dan alat untuk mencapai
tujuan. Norma-norma itu tidak menetapkan pilihannya terhadap cara atau
alat tetapi ditentukan oleh kemampuan aktor untuk memilih. Kemampuan
ini oleh Parsons disebut sebagai voluntarisme Singkatnya voluntarisme
adalah :
Kemampuan individu melakukan tindakan dalam arti menetapkan
cara atau alat dari sejumlah alternatif yang tersedia dalam rangka
mencapai tujuannya. (Ritzer, 1985:87).
Konsep voluntarisme Parsons inilah yang menempatkan Teori Aksi
kedalam paradigma definisi sosial. Aktor menurut konsep voluntarisme ini
adalah pelaku akif dan kreatif serta mempunyai kemampuan menilai dan
memilih dari alternatif tindakan. Walaupun aktor tidak mempunyai
kebebasan total, namun ia mempunyai kemauan bebas dalam memilih
berbagai alternatif tindakan. Berbagai tujuan yang hendak dicapai, kondisi
dan norma serta situasi penting lainnya kesemuanya kebebasan aktor.
commit to user
Kesimpulan utama yang dapat diambil adalah bahwa :
Tindakan sosial merupakan suatu proses dimana aktor terlibat dalam
pengambilan keputusan subyektif tentang sarana dan cara untuk mencapai
tujuan tertentu yang telah dipilih, yang kesemuanya itu dibatasi
kemungkinan-kemungkinannya oleh sistem kebudayaan dalam bentuk
norma-norma, ide-ide dan nilai sosial. (Ritzer, 1985:58)
Didalam menghadapi situasi yang bersifat kendala baginya itu,
aktor mempunyai sesuatu didalam dirinya berupa kemauan bebas.
Jika kita terapkan teori aksi dalam penelitian dapat dilihat bahwa
tindakan sosial tercermin dalam proses sosialisasi pemahaman nilai-nilai
agama pada anak yang diberikan oleh orang tua, dimana mereka harus
dapat memilih startegi atau cara yang tepat dan sesuai yang digunakan
untuk mencapai tujuan ini.
TEORI SOSIALISASI KELUARGA
Lembaga keluarga merupakan tempat pertama untuk anak
menerima pendidikan dan pembinaan. Meskipun diakui bahwa sekolah
mengkhususkan diri untuk kegiatan pendidikan, namun sekolah tidak
mulai dari “ruang hampa”(Hery Noer Aly, 2000). Sekolah menerima anak
setelah melalui berbagai pengalaman dan sikap serta memperoleh banyak
pola tingkah laku dan keterampilan yang diperolehnya dari lembaga
keluarga. Keluarga menjadi tempat berlangsungnya sosialisasi yang
berfungsi dalam pembentukan kepribadian sebagai makhluk individu,
commit to user
mengalami atau selalu menyaksikan praktek keagamaan yang baik, teratur
dan disiplin dalam rumah tangganya, maka anak akan senang meniru dan
menjadikan hal itu sebagai adat kebiasan dalam hidupnya, sehingga akan
dapat membentuknya sebagai makhluk yang taat beragama. Dengan
demikian, agama tidak hanya dipelajari dan diketahui saja, tetapi juga
dihayati dan diamalkan dengan konsisten (Imam Barnadib, 1983).
Keluarga memegang peranan penting dalam meletakkan
pengetahuan dasar keagaman kepada anak–anaknya. Untuk melaksanakan
hal itu, terdapat cara–cara praktis yang harus digunakan untuk menemukan
semangat keagamaan pada diri anak, yaitu : (a) memberikan teladan yang
baik kepada mereka tentang kekuatan iman kepada Allah dan berpegang
teguh kepada ajaran-ajaran agama dalam bentuknya yang sempurna dalam
waktu tertentu, (b) membiasakan mereka melaksanakan syiar-syiar agama
semenjak kecil sehingga pelaksanaan itu menjadi kebiasaaan yang
mendarah daging, dan mereka melakukannya dengan kemauan sendiri dan
merasa tentram sebab mereka melaksanakannya, (c) menyiapkan suasana
agama dan spritual yang sesuai di rumah di mana mereka berada, (d)
membimbing mereka membaca bacaan-bacaan agama yang berguna dan
memikirkan ciptaan-ciptaan Allah dan makhluk-makhlukNya untuk
menjadi bukti kehalusan sistem ciptaan itu dan atas wujud dan
keagungan-nya, (e) menggaklakkan mereka turut serta dalam aktivitas-aktivitas agama
dan kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya dalam berbagai macam bentuk
commit to user
Fungsi Sosial keluarga sangat penting dalam memberikan
pemahaman agama kepada anak dengan cara orang tua wajib mendidik
anak-anaknya mengenal dan mengamalkan akhlak-akhlak terpuji kepada
yang berhak, baik akhlak kepada Allah SWT, nabi, dan rasul Allah SWT,
orang tua, hingga tumbuhan, dan binatang.
Dalam kaitannya dengan pendidikan anak dalam keluarga, dapat
memberikan implikasi-implikasi sebagai berikut : Anak memiliki
pengetahuan dasar-dasar keagamaan. Kenyataan membuktikan bahwa
anak-anak yang semasa kecilnya terbiasa dengan kehidupan keagamaan
dalam keluarga, akan memberikan pengaruh positif terhadap
perkembangan kepribadian anak pada fase-fase selanjutnya. Oleh karena
itu, sejak dini anak seharusnya dibiasakan dalam praktek-praktek ibadah
dalam rumah tangga seperti ikut shalat jamaah bersama dengan orang tua
atau ikut serta ke mesjid untuk menjalankan ibadah, mendengarkan
khutbah atau ceramah-ceramah keagamaan dan kegiatan religius lainnya.
Hal ini sangat penting, sebab anak yang tidak terbiasa dalam keluarganya
dengan pengetahuan dan praktek-praktek keagamaan maka setelah dewasa
mereka tidak memiliki perhatian terhadap kehidupan keagamaan
(Hasbullah, 1999). Pentingnya keluarga dalam proses sosialisasi menjadi
jelas jika dampaknya dibandingkan dengan dampak dari pengaruh yang
lain. Oleh karena itu pernyataan tesebut telah menegaskan bahwa keluarga
adalah faktor penentu utama bagi sosialisasi anak.
commit to user
Definisi agama dalam sosiologi adalah definisi yang empiris yaitu
definisi menurut pengalaman kongkret sekitar agama yang dikumpulkan
dari masa lampau maupun kejadian sekarang
Hendropuspito mendefinisikan agama sebagai suatu jenis sistem
sosial yang dibuat oleh penganut-penganutnya yang berporos pada
kekuatan-kekuatan nonempiris yang dipercayainya dan didayagunakannya
untuk mencapai keselamatan bagi diri mereka dan masyarakat luas
umumnya.
Pendidikan agama merupakan pendidikan dasar yang harus
diberikan kepada anak sejak dini ketika masih muda. Hal tersebut
mengingat bahwa Pribadi anak pada usia kanak-kanak masih muda untuk
dibentuk dan anak didik masih banyak berada dibawah pengaruh
lingkungan rumah tangga. Mengingat arti startegis lembaga keluarga
tersebut, maka pendidikan agama yang merupakan pendidikan dasar itu
harus dimulai dari suatu keluarga oleh orang tua.
Pendidikan agama dan spiritual termasuk termasuk bidang-bidang
pendidikan yang harus mendapat perhatian penuh oleh keluarga terhadap
anak-anaknya. Pendidikan agama dan spiritual ini berarti membangkitkan
kekuatan dan kesediaan spiritual yang bersifat naluri yang ada pada
anak-anak. Demikian pula, memberikan kepada anak bekal pengetahuan agama
dan nilai-nilai budaya agama yang sesuai dengan umurnya sehingga dapat
menolongnya kepada pengembangan sikap agama yang benar.
commit to user
kedalam jiwa anak , untuk pelaksanaan hal itu secara maksimal hanya
dapat dilaksanakan dalam rumah tangga. Harun Nasution menyebutkan
bahwa pendidikan agama, dalam arti pendidikan dasar dan konsep agama
adalah pendidikan moral. Pendidikan budi pekerti luhur yang berdasarkan
agama inilah yang harus dimulai oleh orang tua di lingkungan keluarga.
Disinilah harus dimulai pembinaan kebiasaan-kebiasaan yang baik dalam
diri anak. Lingkungan keluargalah yang dapat membina pendidikan ini,
karena anak usia dini lebih banyak berada di lingkungan keluarga daripada
di luar, karena perilaku beragama seorang anak bergantung pada
penerimaan nilai-nilai agama melalui sosialisasi yang ada pada lingkungan
keluarga terutama fungsi sosial orang tua. (Harun Nasution, 1995:70)
G. KERANGKA PEMIKIRAN
Pendidikan agama merupakan pendidikan dasar yang harus
diberikan kepada anak sejak dini ketika masih muda. Hal tersebut
mengingat bahwa pribadi anak pada usia kanak-kanak masih muda untuk
dibentuk dan anak didik masih banyak berada di bawah pengaruh
lingkungan rumah tangga. Mengingat arti strategis lembaga keluarga
tersebut, maka pendidikan agama yang merupakan pendidikan dasar itu
harus dimulai dari rumah tangga oleh orang tua.
Sosialisasi ini meninjau peranan keluarga dalam membentuk
kepribadian anak. Melalui interaksi sosial dalam keluarga itu anak
nilai-commit to user
nilai dalam masyarakat dalam rangka perkembangan pribadinya.
Perubahan masyarakat telah mempengaruhi perubahan fungsi-fungsi sosial
keluarga. Fungsi-fungsi sosial yang mengalami perubahan itu antara lain
ialah: Fungsi Pendidikan, Fungsi Keagamaan, Fungsi rekreasi, Fungsi
Perlindungan.
Pada hakikatnya orang tua dalam keluarga memiliki banyak peran,
namun yang terpenting adalah mengetahui maksud mengaplikasikannya,
bukan hanya mengetahuinya saja. Guna mengetahui pengetahuan orang
tua terkait dengan fungsi keluarga, maka peneliti melakukan kroscek
dengan informan lain yang berasal dari kategori yang sama, yakni dari
kategori orang tua, maka informan tersebut menambahkan bahwa keluarga
juga memiliki peranan yakni memberikan perlindungan kepada anak dari
setiap bahaya. Selain itu keluarga juga berkewajiban memberikan kasih
sayang dan menumbuhkan rasa saling asih, asah dan asuh.
Fungsi-fungsi tersebut harus terwujud agar keluarga yang
terbentuk bisa menjadi sebuah keluarga yang harmonis. Artinya keluarga
yang tahan banting terhadap setiap permasalahan yang dihadapi oleh
keluarga. Ini ditentukan oleh kesigapan keluarga dalam menghadapi
masalah. Keluargalah yang menjadi kontrol bagi anggota keluarganya
sehingga peran orang tua sangat penting, dan ajaran agama menjadi salah
satu pedoman dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi.
Sebuah kendala merupakan hal yang mampu menyeimbangkan
commit to user
nyawa pada sebuah proses perbaikan. Bayangkan saja kalau hidup ini tidak
pernah ada hal yang sulit, pastinya kehidupan akan terasa hambar. Selain
itu manusia tidak akan memikirkan suatu hal dalam memecahkan masalah
tersebut. Kendala juga menjadikan manusia berkreasi dalam memilih jalan
keluar mana yang paling dilpilih dalamm mengatasi sebuah permasalahan.
Begitu juga dengan permasalahan orang tua dalam memberikan teladan
kepada anaknya. Pastinya ada beberapa hambatan yang menghadang
dalam memberikan pembelajaran agama kepada anak. Alurnya sebagai
berikut :
H. METODOLOGI PENELITIAN
1. Lokasi penelitian
Penelitian dilakukan di Kelurahan Sumber, Surakarta dengan Pendidikan
Agama Anak
Sosialisasi Nilai
Agama Orang Tua
Kepada Anak
Pengaruh
Religiusitas
Kendala-kendala yang
commit to user
alamat Jl. Kahuripan Utama No. 8, dengan alasan di lokasi ini sangat
strategis untuk memudahkan peneliti mendapatkan data yang diinginkan.
2. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif yang
mempunyai tujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu
individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu atau untuk menentukan
frekuensi atau penyebaran suatu gejala atau frekuensi adanya hubungan
tertentu antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Sesuai
dengan tujuan penelitian ini yaitu menggambarkan keteladanan orang tua
dalam memberikan pemahaman agama kepada anak.
Penelitian ini tidak mempersoalkan jalinan hubungan antar
variabel yang ada, tidak dimksudkan untuk menarik generalisasi yang
menjelskan variabel anteseden yang menyebabkan suatu gejala atau
kenyataan sosial, tidak menggunakan dan tidak melakukan pengujian
pada hipotesis, tidak dimaksudkan untuk membangun dan
mengembangkan perbendaharaan teori.
3. Sumber Data
Sumber data yang dimanfaatkan dalam penelitian ini yaitu :
a. Data Primer
Data Primer, yaitu data yang didapat dari sumber pertama baik dari
individu maupun perseorangan seperti hasil wawancara atau hasil
pengisian kuesioner yang biasa dilakukan oleh peneliti. Data primer
commit to user
adalah orang yang dianggap mengetahui permasalahan yang akan
dihadapi dan bersedia memberikan informasi yang dibutuhkan.
b. Data Sekunder
Data Sekunder, adalah merupakan data primer yang telah diolah
lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer
atau oleh pihak lain, misal dalam bentuk tabel atau diagram .
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara (interview)
Peneliti menggunakan teknik wawancara dalam pengumpulan data.
Dalam penelitian ini teknik wawancara yang digunakan adalah teknik
wawancara mendalam (indepth interview). Dengan demikian
wawancara dilakukan dengan pertanyaan yang bersifat “open ended”
dan mengarah pada kedalaman informasi. Hal ini dilakukan guna
menggali pandangan subjek yang diteliti tentang banyak hal yang
sangat bermanfaat untuk menjadi dasar pada penggalian informasi
secara lebih jauh dan mendalam. Dalam hal ini subjek yang diteliti
posisinya lebih berperan sebagai informan daripada sebagai responden.
(HB. Sutopo, 2002 : 59). Wawancara ini dilakukan dalam waktu dan
kondisi yang paling tepat guna mendapatkan kejelasan tentang
fungsi-fungsi sosial keluarga terutama orang tua dalam meningkatkan
religiusitas kepada anak.
b. Pengamatan (Observasi)
commit to user
langsung di lapangan (di Kelurahan Sumber) untuk mengumpulkan
bahan keterangan tentang fungsi sosial keluarga terutama orang tua
dalam memberikan pemahaman keagamaan kepada anak.
c. Dokumentasi
Teknik pengumpulan data untuk memperoleh data sekunder dengan
cara melihat kembali berbagai literatur, foto, dokumentasi yang relevan
dengan penelitian ini.
5. Teknik Pengambilan Sampel
Sampel adalah sebagian anggota populasi yang diambil dengan
menggunakan teknik tertentu. Sampel yang akan diambil menyesuaikan
dengan kebutuhan peneliti selama di lapangan guna memperoleh data
yang selengkapnya.
Dalam penelitian kualitatif sampel bukan mewakili populasi
sebagaimana dalam penelitian kuantitaif, tetapi sampel berfungsi untuk
menggali berbagai informasi penting.
Dalam memilih sampel yang lebih utama adalah menentukan sampel
yang sevariatif mungkin dan berikutnya dapat dipilih lagi memperluas
dan menambah informasi yang telah diperoleh terlebih dahulu sehingga
dapat sering mengisi.
Teknik Pengambilan Sampel Menurut Lexy J. Moleong (2005 : 224)
dalam penelitian kualitatif sangat erat kaitannya dengan faktor-faktor
kontekstual. Jadi, maksud sampling dalam hal ini ialah untuk menjaring
commit to user
bangunannya (construction). Tujuannya adalah untuk merinci
kekhususan yang ada dalam ramuan konteks unik. Maksud kedua dari
sampling ialah menggali informasi yang akan menjadi dasar dari
rancangan dan teori yang muncul.
Oleh karena penelitian ini adalah penelitian kualitatif, maka
pengambilan sampel dilakukan secara selektif dengan menggunakan
pertimbangan tertentu yang sesuai dengan kebutuhan serta tujuan
penelitian (Lindayani 2005 : 46). Oleh sebab itu, pada penelitian
kualitatif tidak ada sample acak, tetapi sample yang bertujuan (purposive
sampling) (Lexy J. Moleong 2005 : 224). Dalam purposive sampling ini
peneliti cenderung memilih informan yang dianggap mengetahui
permasalahan secara lengkap dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber
data.
Beberapa pedoman yang perlu dipertimbangkan dalam
mempergunakan cara ini adalah :
1. Pengambilan sampel disesuaikan dengan tujuan penelitian.
2. Jumlah dan ukuran sampel tidak dipersoalkan.
3. Unit sampel yang dihubungi disesuaikan dengan kriteria tertentu
yang ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian. (Sukandarrumidi,
2002 : 65)
Pada penelitian ini akan menggunakan informan untuk
pengambilan data yang diperlukan dengan kriterianya adalah :
commit to user Kelurahan Sumber.
2. Orang tua dari anak tersebut yang bertempat tinggal di wilayah
Kelurahan Sumber.
3. Pihak Luar yang juga berperan dalam memberikan pemahaman
keagamaan.
6. Validitas Data
Dimaksudkan sebagai pembuktian bahwa data yang diperoleh
peneliti benar-benar terjadi di lapangan. Untuk menguji validitas data
peneliti menggunakan metode trianggulasi dimana untuk mendapatkan
data tidak hanya diambil dari satu sumber data saja melainkan beberapa
sumber. Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memenfatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan
atau sebagai pembanding terhadap data tersebut. Teknik validitas data
yang paling banyak digunakan adalah pemeriksaan melalui sumber lain.
Trianggulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek
balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu
dan alat yang berbeda dengan metode kualitatif. Hal tersebut akan
dicapai dengan jalan :
a. Membandingkan data hasil wawancara
b. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum
dengan apa yang dikatakan secara pribadi.
c. Membandingkan apa yang dikatakan orang tentang situasi
commit to user
d. Membandingkan keadaan perspektif seseorang dengan berbagai
pendapat dan pandangan orang.
e. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen
yang berkaitan. (Moleong, 1995 : 178)
7. Teknik Analisa Data
Analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif artinya data yang
dihimpun dan disusun secara sistematis kemudian diinterpretasikan,
dianalisa sehingga dapat menjelaskan pengertian dan pemahaman
tentang gejala yang diteliti. Menurut Miles & Huberman, ada tiga
komponen pokok dalam tahap analisis data, yaitu :
a. Reduksi Data
Komponen pertama dalam analisis yang merupakan proses seleksi,
pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi data dari fieldnote.
Reduksi data berlangsung sejak peneliti mengambil keputusan tentang
kerangka kerja konseptual, melakukan pemilihan kasus, penyusunan
pertanyan penelitian, dan juga waktu menentukan cara pengumpulan
data yang akan digunakan. Dengan kata lain reduksi data adalah bagian
dari proses analisis yang mempertegas, memeperpendek, membuat
fokus, membuang hal-hal yang tidak penting, dan mengatur data
sedemikian rupa sehingga simpulan penelitian dapat dilakukan.
b. Sajian Data
Sajian data merupakan suatu rakitan organisasi informasi, deskripsi
commit to user dapat dilakukan.
Sajian data merupakan komponen analisis kedua yang penting
sehingga kegiatan perencanaan kolom dalam bentuk matriks bagi data
kualitatif dalam bentuknya yang khusus sudah membawa peneliti
memasuki daerah analisis penelitian. Kedalaman dan kemantapan hasil
analisis sangat ditentukan oleh kelengkapan sajian datanya.
c. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi
Penarikan simpulan dilakukan setelah proses pengumpulan data
benar-benar selesai. Dan hasil kesimpulan tersebut perlu diverifikasi
agar cukup mantap dan benar-benar dapat dipertanggung jawabkan.
Verifikasi dapat dilakukan dengan cara melakukan
pengulangan-pengulangan dengan cepat dengan tujuan untuk pemantapan,
penelusuran data kembali. Dapat juga dilakukan dengan diskusi atau
memeriksa antar teman, bila dilakukan secara kelompok untuk
mengembangkan ketelitian. Pada dasarnya makna data harus diuji
validitasnya supaya simpulan penelitian menjadi lebih kokoh dan lebih
bisa dipercaya.
Berikut akan digambarkan diagram model analisis data yang
commit to user
(HB. Sutopo, 2002 : 96)
BAB II
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Pengumpulan Data
Reduksi Data
Penarikan Kesimpulan/ Verivikasi
commit to user
Keluarga merupakan lingkungan sosial yang pertama dikenalkan kepada
anak, atau dapat dikatakan bahwa seorang anak itu mengenal hubungan sosial
pertama-tama dalam lingkungan keluarga. Adanya interaksi anggota keluarga
yang satu dengan keluarga yang lain menyebabkan seorang anak menyadari akan
dirinya bahwa ia berfungsi sebagai individu dan juga sebagai makhluk sosial.
Dengan lokasi penelitian di Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota
Surakarta. Pemilihan lokasi ini atas pertimbangan bahwa didalam wilayah
penelitian ini terdapat penerapan pendidikan keluarga, khususnya dalam
pendidikan, akhlak yang harus dibina dari kecil dengan pembiasaan-pembiasaan
dan contoh teladan dari keluarga terutama kedua orang tua. Dalam bab ini akan
diberikan gambaran umum Kelurahan Sumber sebagai lokasi penelitian.
A. Keadaan Geografis
1. Letak Daerah
Kelurahan Sumber salah satu kelurahan yang ada di Kecamatan
Banjarsari. Letaknya sanagt strategis karena berdekatan dengan pusat
pemerintahan dan perdagangan di Kota Surakarta. Kelurahan Sumber
berada di sebelah timur pusat pemerintahan Kota Surakarta dan di sebelah
selatan pusat pemerintahan Kecamatan Banjarsari.
2. Batas Wilayah
Secara administratif, wilayah Kelurahan Sumber berbatasan
dengan:
a. Sebelah Utara : Kelurahan Banyuanyar
commit to user b. Sebelah Selatan : Kelurahan Kerten
c. Sebelah Barat : Desa Baturan, Colomadu
d. Sebelah Timur : Kelurahan Nusukan
3. Luas Wilayah
Luas wilayah Kelurahan Sumber adalah 13.330 Ha, yang terdiri
atas 75 Rukun Warga (RW) dan Rukun Tetangga (RT). Sedangkan dalam
waktu wilayah ini terdapat beberapa kampung yang meliputi:
a. Kampung Jetis
b. Kampung Trakilan
c. Kampung Krajan
d. Kampung Bregan
e. Kampung Jambalan
f. Kampung Sumber Baru
g. Kampung Pajajaran
h. Kampung Kahuripan
i. Kampung Kutai
B. Keadaan Penduduk
commit to user
Jumlah keseluruhan penduduk di Kelurahan Sumber adalah 16.538
jiwa, meliputi 8.180 jiwa laki-laki dan 8.358 jiwa perempuan dari jumlah
keseluruhan penduduk yang meliputi 4.300 kepala keluarga (KK).
2. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Umur
Dengan melihat komposisi penduduk dalam bagian ini, maka dapat
diketahui dalam golongan manakah sebagaian besar masyarakat Kelurahan
Sumber. Secara garis besar, komposisi penduduk menurut umur
dikelompokkan dalam 3 kategori:
a. Usia muda/ angkatan belum produktif, yaitu usia 0-14 tahun
b. Usia dewasa/ angkatan kerja produktif, yaitu usia 15-59 tahun
c. Usia tua/ angkatan tidak produktif, yaitu 60 tahun keatas
Secara lebih jelasnya komposisi penduduk menurut umur
dijelaskan dalam tabel di bawah ini:
Tabel. I
commit to user
Sumber : Laporan Monografi Dinamis, Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, kota Surakarta, Triwulan ke-3, bulan September 2008
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa kategori penduduk usia
belum produktif adalah 3.329 jiwa dan kategori usia tidak produktif
sebesar adalah penduduk usia produktif sebesar 11.747 jiwa. Jadi dapat
dinyatakan bahwa sebagaian besar penduduk Kelurahan Sumber termasuk
dalam angkatan kerja produktif kondisi ini akan sangat berpenagruh dalam
perkembangan wilayah itu sendiri.
commit to user
Pendidikan merupakan suatu prosess dimana seorang individu
dapat memahami dan memberikan makna dalam kehidupan social serta
dinamika sosial yang ada dalam masyarakat. Untuk mengetahui tingkat
pendidikan pendidikan penduduk di Kelurahan Sumber, dapat kita lihat
dalam tabel dibawah ini:
Sumber : Laporan Monografi Dinamis, Kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, kota Surakarta, Triwulan ke-3, bulan September 2008
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa sebagaian besar
penduduk Kelurahan Sumber masih dalam tingkat pendidikan yang
rendah. Tingkat pendidikan rendah ini dihitung dari jumlah keseluruhan
penduduk yang tamat SD sampai dengan tidak sekolah sebanyak 5.624
jiwa atau 35,76%. Sedangkan jumlah penduduk yang termasuk dalam
tingkat pendidikan menengah yaitu tamat SLTP sampai dengan tamat
commit to user
penduduk Keseluruhan Sumber yang termasuk dalam pendidikan tinggi
atau tamat Akademi / PT adalah rendah, yaitu 2.629 jiwa atau 16,72%.
4. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Dengan lokasinya yang berada di pusat Kota Surakarta, maka dapat
dipastikan bahwa penduduk Kelurahan Sumber tidak ada yang mempunyai
pekerjaan sebagai nelayan. Mata pencaharian penduduk Kelurahan
Sumber terbagi dalam berbagai pekerjaan seperti pengusaha, petani, buruh,
pedagang, pengangkutan, pegawai negeri, maupun pensiunan. Tetapi
sebagian besar penduduk Kelurahan Sumber tercatat sebagai golongan
lain-lain. Untuk memperjelasnya, dapat dilihat dalam tabel penggolongan
commit to user
Tabel III
Penduduk Menurut Mata Pencaharian
(Dihitung berdasarkan penduduk berumur 10 tahun keatas)
No Mata Pencaharian Jumlah %
Sumber: Laporan Monografi Dinamis, Keluran Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta, Triwulan ke-3, bulan September 2008
Dari data di atas dapat diketahui bahwa penduduk yang tercatat
golongan lain-lain yaitu sebesar 10.521 atau 72,80%. Golongan lain-lain
ini adalah mereka yang mempunyai pekerjaan tidak tetap dan mereka yang
mempunyai pekerjaan di luar seperti apa yang disebutkan dalam tabel di
atas. Sedangkan penduduk dengan mata pencaharian di luar golongan
lain-lain terbagi secara merata dan jumlah masing-masing pekerjaannya sangat
kecil. Hal ini dapat dilihat dalam jumlah penduduk dengan mata
commit to user
moral dan tingkah laku dalam kehidupan manusia. Perbedaan agama yang
menimbulkan keserasian dslam masyarakat adalah selalu diharapkan setiap
anggota-anggotanya. Dikelurahan Sumber, jumlah dari masing –masing
pemeluk agama dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:
Tabel. IV
Sumber: Laporan Monografi Dinamis, kelurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta, Triwulan ke-3, blan September 2008
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa mayoritas agama penduduk
commit to user
dari jumlah keseluruhan penduduk. Penganut agama Kristen katholik
berjumlah 1.136 jiwa atau 6,87%, sedang jumlah penganut agama yang
terkecil adalah penagnut agama Budha yaitu 5 jiwa atau hanya 0, 30%.
Sedangkan sampai saat ini penganut agama Konghucu, masih dimasukkan
dalam Kategori agama budha.
6. Penduduk WNI Keturunan dan WNA
Pengakuan adanya warga keturunan sebagai WNI, dalam
masyarakat Indonesia masih sangat sulit dan membingungkan. Terkadang
seorang warga keturunan masih dianggap orang asing (WNA) dan bukan
merupakan bagian dari warga negara Indonesia. WNA adalah mereka yang
berwarga negara asing dan belum mengalami naturalisasi, meninggalkan
status kewarganegaraannya dan menjadi WNI. Secara terperinci, penduduk
WNA dan WNI keturunan di Kelurahan Sumber dapat kita lihat dalam
tabel dibawah ini:
Tabel. V
Penduduk WNA dan WNI Keturunan
No Kewarganegaraan Laki-laki Perempuan Jumlah
1. WNI Keturunan 8.180 8.358 16.538
2. WNA - - -
commit to user
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa warga Kelurahan Sumber
tidak ada yang berketurunan Warga Negara Asing (WNA). Seluruh
penduduk Kelurahan Sumber tergolong dalam Warga Negara Indonesia
dan beretnik jawa yang berjumlah 16.538 jiwa atau 4.300KK.
7. Sarana dan Prasarana
Sarana dan Prasarana merupakan salah satu bagian yang vital
dalam membantu pertumbuhan masyarakat di suatu wilayah tertentu.
Dalam bagian ini akan dikemukakan adanya sarana dan prasarana
kampung yang meliputi sarana pendidikan dan peribadatan serta prasarana
organisasi sosial.
Terdapat empat buah sarana pendidikan di dalam wilayah
Kelurahan Sumber yaitu Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah
Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas, dengan perincian:
a. Enam buah Taman Kanak-kanak
b. Tujuh buah Sekolah Dasar
c. Empat buah Sekolah Menengah Pertama
d. Lima buah Sekolah Menengah Atas
Sedangkan sarana peribadatan dibagi dalam:
a. Dua puluh buah masjid
b. Satu buah musholla
commit to user
Sedangkan sarana olah raga/ kesenian kebudayaan dan social dibagi
dalam:
a. Sembilan buah jembatan
Sedangkan sarana komunikasi dibagi dalam:
a. Tiga jenis sarana komunikasi
b. Seribu tujuh ratus buah sarana komunikasi
Sedangkan sarana kesehatan dibagi dalam:
a. Enam buah klinik KB
b. Tujuh belas buah posyandu
c. Satu buah puskesmas
d. Sembilan orang dokter praktek
Dari sarana yang tersebut diatas juga didukung oleh adanya prasarana
organisasi sosial sebagai wadah penyuluhan aspirasi masyarakat.
Prasarana organisasi sosial dibagi atas:
a. Karang Taruna