• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Praktikum Tepung Pati dan Gula A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Laporan Praktikum Tepung Pati dan Gula A"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI TEPUNG, PATI DAN GULA

ACARA II GELATINISASI PATI

Kelompook 1 Rombongan 1 Penanggungjawab :

Fika Puspita A1M012001

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO

(2)

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pati merupakan zat gizi penting dalam diet sehari-hari. Menurut Greenwood dan Munro (1979), sekitar 80% kebutuhan energi manusia di dunia dipenuhi oleh karbohidrat. Karbohidrat ini dapat dipenuhi dari sumber seperti biji-bijian (jagung, padi, gandum), umbi-umbian (ubi kayu, ubi jalar, kentang) dan batang (sagu) sebagai tempat penyimpanan pati yang merupakan cadangan makanan bagi tanaman. Pati memegang peranan penting dalam industri pengolahan pangan secara luas juga dipergunakan dalam industri seperti kertas, lem, tekstil, lumpur pemboran, permen, glukosa, dekstrosa, sirop fruktosa, dan lain-lain. Dalam perdagangan dikenal dua macam pati yaitu pati yang belum dimodifikasi dan pati yang telah dimodifikasi. Pati yang belum dimodifikasi atau pati biasa adalah semua jenis pati yang dihasilkan dari pabrik pengolahan dasar misalnya tepung tapioka.

Dilain pihak, industri pengguna pati menginginkan pati yang mempunyai kekentalan yang stabil baik pada suhu tinggi maupun rendah, mempunyai ketahanan yang baik terhadap perlakuan mekanis, dan daya pengentalannya tahan pada kondisi asam dan suhu tinggi. Sifat-sifat penting yang diinginkan dari pati termodifikasi (yang tidak dimiliki oleh pati alam) diantaranya adalah: kecerahannya lebih tinggi (pati lebih putih), retrogradasi yang rendah, kekentalannya lebih rendah, gel yang terbentuk lebih jernih, tekstur gel yang dibentuk lebih lembek, kekuatan regang yang rendah, granula pati lebih mudah pecah, waktu dan suhu gelatinisasi yang lebih tinggi, serta waktu dan suhu granula pati untuk pecah lebih rendah.

(3)

B. Tujuan

(4)

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pati

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik, yang banyak terdapat pada tumbuhan terutama pada biji-bijian, umbi-umbian. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai atom karbonnya, serta lurus atau bercabang. Dalam bentuk aslinya secara alami pati merupakan butiran-butiran kecil yang sering disebut granula. Bentuk dan ukuran granula merupakan karakteristik setiap jenis pati, karena itu digunakan untuk identifikasi (Hill dan Kelley, 1942).

Selain ukuran granula karakteristik lain adalah bentuk, keseragaman granula, lokasi hilum, serta permukaan granulanya (Hodge dan Osman, 1976). Pati tersusun paling sedikit oleh tiga komponen utama yaitu amilosa, amilopektin dan material antara seperti, protein dan lemak (Bank dan Greenwood, 1975). Umumnya pati mengandung 15 – 30% amilosa, 70 – 85% amilopektin dan 5 – 10% material antara. Struktur dan jenis material antara tiap sumber pati berbeda tergantung sifat-sifat botani sumber pati tersebut. Secara umum dapat dikatakan bahwa pati biji-bijian mengandung bahan antara yang lebih besar dibandingkan pati batang dan pati umbi (Greenwood, 1975). Sumber pati utama di Indonesia adalah beras disamping itu dijumpai beberapa sumber pati lainnya yaitu; jagung, kentang, tapioka, sagu, gandum, dan lain-lain. Sifat birafringence dari granula pati adalah sifat merefleksikan cahaya terpolarisasi sehingga di bawah mikroskop terlihat hitam-putih.

(5)

bentuk tak beraturan demikian juga ukurannya, mulai kurang dari 1 mikron sampai 150 mikron ini tergantung sumber patinya (Tabel 1).

Tabel 1. Karakteristik Granula Pati

Sumber : Fennema, 1985.

B. Gelatinisasi Pati

Menurut Shamekh (2002), gelatinisasi adalah proses transisi fisik bersifatendotermis yang merusak keteraturan molekuler granula dan melibatkan proses pembengkakan granula, pelelehan Kristal, hilangnya birefringence dan pelarutan pati.Secara sensori, proses gelatinisasi bisa diamati karena akan menyebabkanmeningkatnya viskositas pati terdispersi. Hal ini terjadi karena absorbsi air olehgranula pati. Mekanisme gelatinisasi pati secara ringkas dan skematis diuraikan oleh Harper (1981) sebagai berikut:

Tahap pertama. Granula pati masih dalam keadaaan normal, belum berinteraksidengan apapun. Ketika granula mulai berinteraksi dengan molekul disertaidengan peningkatan suhu suspensi terjadilah pemutusan sebagian besar ikatanintermolekular pada kristal amilosa, akibatnya granula akan mengembang.

Tahap kedua. Molekul-molekul amilosa mulai berdifusi keluar granula akibatmeningkatnya aplikasi panas dan air yang berlebihan yang menyebabkangranula mengembang lebih lanjut.

(6)

akansegera pecah sehingga akhirnya terbentuk matriks 3 dimensi yang tersusun olehmolekul-molekul amilosa dan amilopektin.

Fenomena gelatinisasi pati diamati dengan menggunakan perubahan pola difraksi sinar x, menggunakan mikroskop polarisasi cahaya dan dengan metode differential scanning calorimetry. Selama proses gelatinisasi, Kristal patiakan mengalami pelelehan yang ditandai dengan menurunnya intensitas difraksisinar-x, hilangnya sifat birefringent melalui pengukuran dengan mikroskop polarisasi cahaya dan menurunnya refleksi sinar melalui pengukuran dengan differential scanning calorimetry. Berikut merupakan tabel gelatinisasi beberapa jenis pati (Syamsir, 2011).

Tabel 2. Gelatinisasi beberapa jenis pati

Sumber : Beynum dan Roels, 1985.

C. Tapioka

(7)

Perbedaan karakteristik fisiko- kimia seperti bentuk granula, rasio amilosa/ amilopektin, karakteristik molekuler pati dan keberadaan komponen lain merupakan penyebab perbedaan sifat fungsionalitas (Copelan et al., 2009; Nwokocha et al., 2009).

Hasil penelitian Syamsir (2011) menunjukkan bahwa tapioka dari lima varietas ubi kayu (Thailand, Kasetsar, Pucuk Biru, Faroka dan Adira-4) memiliki pola kristalinitas yang sama (tipe A) tetapi dengan kristalinitas yang berbeda. Perbedaan varietas juga menyebabkan perbedaan karakteristik fisikokimia tapioka dan berpengaruh pada sifat fungsionalnya. Beberapa parameter pasting dan tekstur gel tapioka dipengaruhi oleH perbedaan kristalinitas, kadar amilosa, lemak dan abu serta perbedaan kapasitas pembengkakan. Tapioka dari lima varietas ubi kayu ini juga menunjukkan perbedaan daya cerna pati tergelatinisasinya. Hasil ini dapat dijadikan dasar untuk menyatakan bahwa perbedaan varietas ubi kayu akan menghasilkan tapioka dengan karakteristik fisiko-kimia, fungsional dan daya cerna yang berbeda. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui bagaimana pengaruhnya terhadap proses dan produk akhir sehingga dihasilkan suatu rekomendasi untuk pemanfaatan tapioka secara tepat.

Dalam penelitian Aristawati W. dkk (2013), Tepung tapioka berfungsi untuk memperbaiki atau menstabilkan emulsi, meningkatkan daya, mengikat air, memperkecil penyusutan, menambah berat produk dan karena harganya relatif murah maka dapat menekan biaya produksi. Semakin banyak penambahan tepung terigu, tekstur yang dihasilkan semakin tidak disukai, karena memberikan tekstur yang kenyal. Tekstur yang dihasilkan oleh takoyaki berbahan dasar tepung terigu dan tepung tapioka memang lebih kenyal dibanding dengan takoyaki yang biasa dijual di pasaran.

D. Maizena

(8)

pengolahan untuk memproduksi pati jagung belum banyak dilakukan di dalam negri, hal ini terkendala pada tingginya investasi untuk menyediakan mesin pengolahannya, serta perlu perlakuan khusus dalam pengolahan jagung. Di dalam biji jagung terdapat lembaga yang mengandung minyak, sehingga apabila lembaga tersebut tidak dipisahkan terlebih dahulu, maka produk olahan jagung (tepung, pati) akan cepat rusak (tengik) karena adanya proses oksidasi maupun karena pengaruh air.

Maizena adalah suatu tepung yg berfungsi sebagai pengental atau berperan sebagai pelekat pada pengolahan suatu makanan Menurut Wellyalina (2012), Penambahan tepung maizena berpengaruh terhadap mutu nugget pada tetelan merah tuna. Penambahan tepung maizena dapat meningkatkan nilai tekstur nugget tetelan merah tuna karena tepung maizena berfungsi sebagai bahan pengikat. Menurut Widrial (2005), tepung maizena merupakan salah satu bahan pengikat yang berfungsi untuk memperbaiki tekstur, memperbaiki citarasa, meningkatkan daya ikat air, dan memperbaiki elastisitas pada produk akhir. Selain) itu, tekstur juga merupakan salah satu penilaian kualitas suatu produk selain daripada nilai makanan dan 90 % responden mengemukakan mutu berhubungan dengan tekstur.

(9)

E. Hunkwe

Tepung Hunkwe adalah tepung kacang hijau yang berbentuk bubuk halus. Tepung ini sering digunakan untuk membuat kue tradisional pudding, cendol atau dawet. Tepung hunkwe mempunyai sifat tidak berbintil jika dituangi air dingin. Kalau dituangi air hangat sedikit bergumpal dan jika dituangi air mendidih akan masak serta mengental. Fungsi tepung hunkwe: memberikan rasa kenyal pada masakan. Tepung ini akan digunakan untuk campuran tepung beras dalam pembuatan Klaudan Bali.

Pada penelitian Ladamay dan Yuwono (2014), Hasil pengamatan terhadap kadar pati makanan padat (foodbars) akibat pengunaan rasio tepung tapioka : tepung kacang hijau dan proporsi CMC dengan berbagai perlakuan berkisar antara 35.76-41.41%. Kadar pati makanan padat cenderung meningkat dengan meningkatnya rasio tepung tapioka : tepung kacang hijau dan proporsi CMC. Perlakuan rasio tepung tapioka : tepung kacang hijau 40:10 dengan proporsi penambahan CMC 1% memiliki kadar pati tertinggi, sedangkan perlakuan rasio tepung tapioka : tepung kacang hijau 20:30 dengan proporsi CMC 0.50% memiliki kadar pati terendah. Hasil analisa ragam menunjukan bahwa faktor rasio tepung tapioka : tepung kacang hijau memberikan pengaruh nyata (α= 0.05) terhadap kadar pati makanan padat sedangkan faktor proporsi CMC tidak memberikan pengaruh nyata (α= 0.05) terhadap kadar pati makanan padat. Antara kedua faktor tidak terjadi interaksi.

(10)
(11)

III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan Alat

- Beker glass - Termometer - Pengaduk - Dan sebagainya Bahan

- Tepung Hungkue - Tapioka

- Maizena

(12)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil

Kejernihan

(13)

Ketegaran

(14)

Viskositas

(15)

Kelengketan

(16)

B. Pembahasan

Menurut Winarno (1984), gelatinisasi adalah peristiwa perkembangan granula pati sehingga granula pati tersebut tidak dapat kembali pada kondisi semula. Pada pati terdapat fraksi terlarut yang disebut amilosa dan ada pula fraksi yang tidak terlarut disebut dengan amilopektin. Perbandingan amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat kelarutan dan derajat gelatinisasi pati. Semakin kecil kandungan amilosa atau semakin tinggi kandungan amilopektinnya, maka pati cenderung menyerap lebih banyak air (Tjokroadikusoemo, 1986). Pati dengan kandungan amilopektin yang tinggi akan membentuk gel yang tidak kaku, sedangkan pati dengan kandungan amilopektin rendah akan membentuk gel yang kaku (Matz, 1984)

Pada praktikum gelatinisasi pati ini, tepung yang digunakan adalah tepung pati jagung (Maizena), tepung tapioka dan Hunkwe. Masing - masing tepung yang digunakan sebanyak 5 gram. Dengan perlakuan yaitu tanpa penambahan gula, dengan penambahan gula 5% dan penambahan asam sitrat 2% pada tepung yang mengandung granula pati bertujuan untuk mengetahui besarnya pembengkakan granula pati dan juga untuk mengetahui suhu gelatinisasi dari masing - masing pati. Kemudian pati dipanaskan, panas akan menyebabkan granula pati mengalami peningkatan volume menjadi lebih besar. Penambahan air pada pati akan membentuk suatu sistem dispersi patidengan air, karena pati mengandung amilosa dan amilopektin yang mempunyai gugus hidroksil yang reduktif. Gugus hidroksil akan bereaksi dengan hidrogendari air.

(17)

Kejernihan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan di Rombongan 1, didapatkan hasil pada parameter Kejernihan yaitu Tapioka tanpa gula 4,2 (jernih) – tapioka dengan gula 3,67 (jernih) – tapioka dengan asam sitrat 2,53 (agak jernih) – Hunkwe tanpa gula 1,86 (keruh) – hunkwe dengan gula (2,26) keruh – hunkwe dengan asam sitrat 2,53 (agak keruh) – maizena tanpa gula 2,73 (agak keruh) – maizena dengan gula 1,46 (keruh) – maizena dengan asam sitrat 2 (keruh). kemudian dibandingan dengan praktikum Rombongan 2 (terlampir), didapatkan hasil Tapioka tanpa gula 3,47 (agak keruh) – tapioka dengan gula 3,4 (agak keruh) – tapioka dengan asam sitrat 4,53 (sangat jernih) – Hunkwe tanpa gula 1,86 (keruh) – hunkwe dengan gula 1,73 (keruh) – hunkwe dengan asam sitrat 2,93 (agak keruh) – maizena tanpa gula 3,86 (jernih) – maizena dengan gula 3,8 (jernih) – maizena dengan asam sitrat 3,8 (jernih).

Dari perbandingan hasil pengamatan praktikum Rombongan 1 dengan Rombongan 2 tentang parameter Kejernihan ialah pada perlakuan gelatinisasi dengan Pati Tapioka menghasilkan data yang berbeda masing masing perlakuan, hal ini mungkin disebabkan karena perbedaan suhu yang telah dilakukan saat terjadinya pengentalan maupun kejernihan. Untuk pati Hunkwe didapatkan angka yang berbeda pada masing masing rombongan, namun masih memiliki parameter yang sama di semua perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa saat praktikum dengan pati hunkwe memang ada kestabilan yang pasti, kemudian suhu yang digunakan juga tidak berbeda jauh antarrombongan. Sedangkan gelatinisasi pada pati maizena antarrombongan didapatkan perbedaan yang signifikan karena semua perlakuan didapat parameter yang berbeda, hal ini dipengaruhi karena perbedaan suhu yang terjadi saat pengentalan maupun saat pati mulai jernih di setiap rombongan.

Ketegaran

(18)

Hunkwe tanpa gula 3,73 (tegar) – hunkwe dengan gula 4 (tegar) – hunkwe dengan asam sitrat 3,06 (agak tegar) – maizena tanpa gula 3,33 (agak tegar) – maizena dengan gula 3,6 (tegar) – maizena dengan asam sitrat 3,2 (agak tegar). kemudian dibandingan dengan praktikum Rombongan 2 (terlampir), didapatkan hasil Tapioka tanpa gula 3,5 (tegar) – tapioka dengan gula 3,8 (tegar) – tapioka dengan asam sitrat 3,4 (agak tegar) – Hunkwe tanpa gula 3,47 (agak tegar) – hunkwe dengan gula 3,67 (tegar) – hunkwe dengan asam sitrat 3,4 (tegar) – maizena tanpa gula 3,87 (tegar) – maizena dengan gula 3,87 (tegar) – maizena dengan asam sitrat 3,67 (tegar).

Dari perbandingan hasil pengamatan praktikum Rombongan 1 dengan Rombongan 2 tentang parameter Ketegaran ialah pada perlakuan gelatinisasi dengan Pati Tapioka menghasilkan data yang berbeda masing masing perlakuan, hal ini mungkin disebabkan karena perbedaan suhu yang telah dilakukan saat terjadinya pengentalan maupun kejernihan. Untuk pati Hunkwe didapatkan angka yang berbeda pada masing masing rombongan, namun masih memiliki parameter yang sama di semua perlakuan dengan penambahan asam sitrat, dan dengan penambahan gula, sedangkan hunkwe kontrol (tanpa penambahan gula) justru didapatkan hasil yang berbeda antar rombongan. Hal ini menunjukkan bahwa saat praktikum dengan pati hunkwe belum ada kestabilan yang pasti, terlebih lagi kontrol antarrombongan pun berbeda, padahal suhu yang digunakan juga tidak berbeda jauh antarrombongan. Sedangkan gelatinisasi pada pati maizena antarrombongan didapatkan bahwa maizena tanpa penambhan gula berbeda antarrombongan, begitu pula pada maizena dengan penambhan asam sitrat, hal ini mungkin dipengaruhi karena perbedaan suhu yang terjadi saat pengentalan maupun saat pati mulai jernih di setiap rombongan. Namun untuk maizena dengan penambahan gula didapatkan hasil yang sama oleh panelis yaitu tegar.

Viskositas

(19)

Hunkwe tanpa gula 3,13 (agak kental) – hunkwe dengan gula 3 (agak kental) – hunkwe dengan asam sitrat 1,87 (tidak kental) – maizena tanpa gula 2,93 (kental) – maizena dengan gula 3 (agak kental) – maizena dengan asam sitrat 2,4 (tidak kental). kemudian dibandingan dengan praktikum Rombongan 2 (terlampir), didapatkan hasil Tapioka tanpa gula 3,99 (kental) – tapioka dengan gula 4 (kental) – tapioka dengan asam sitrat 4,27 (kental) – Hunkwe tanpa gula 3,13 (agak kental) – hunkwe dengan gula 2,73 (agak kental) – hunkwe dengan asam sitrat 3 (agak kental) – maizena tanpa gula 2,8 (agak kental) – maizena dengan gula 3,33 (agak kental) – maizena dengan asam sitrat 2,8 (agak kental).

Dari perbandingan hasil pengamatan praktikum Rombongan 1 dengan Rombongan 2 tentang parameter Viskositas ialah pada perlakuan gelatinisasi dengan Pati Tapioka menghasilkan data yang sama pada perlakuan kontrol (tapioka tanpa gula) dan tapioka dengan penambahan gula. Namun berbeda hasil pada tapioka dengan penambahan asam yakni pada rombongan 1 didapat hasil agak kental, sedangkan di rombongan 2 kental, hal ini mungkin disebabkan karena perbedaan suhu yang telah dilakukan saat terjadinya pengentalan maupun kejernihan. Untuk pati Hunkwe masih menghasilkan data yang sama pada perlakuan kontrol (hunkwe tanpa gula) dan hunkwe dengan penambahan gula. Namun berbeda hasil pada hunkwe dengan penambahan asam yakni pada rombongan 1 tidak kental, sedangkan pada rombongan 2 agak kental, hal ini mungkin disebabkan karena perbedaan suhu yang telah dilakukan saat terjadinya pengentalan maupun kejernihan. Pada pati maizena menghasilkan data yang sama pada perlakuan kontrol (maizena tanpa gula) dan maizena dengan penambahan gula. Namun berbeda hasil pada maizena dengan penambahan asam yakni pada rombongan 1 didapat hasil tidak kental, sedangkan di rombongan 2 agak kental, hal ini mungkin disebabkan karena perbedaan suhu yang telah dilakukan saat terjadinya pengentalan maupun kejernihan.

Kelengketan

(20)

tapioka dengan gula 1,4 (sangat lengket) – tapioka dengan asam sitrat 3,67 (tidak lengket) – Hunkwe tanpa gula 3,53 (tidak lengket) – hunkwe dengan gula 3,27 (agak lengket) – hunkwe dengan asam sitrat 3,73 (tidak lengket) – maizena tanpa gula 3,8 (tidak lengket) – maizena dengan gula 3,87 (tidak lengket) – maizena dengan asam sitrat 3,73 (tidak lengket). kemudian dibandingan dengan praktikum Rombongan 2 (terlampir), didapatkan hasil Tapioka tanpa gula 2,13 (lengket) – tapioka dengan gula 2,07 (lengket) – tapioka dengan asam sitrat 1,4 (sangat lengket) – Hunkwe tanpa gula 3,87 (tidak lengket) – hunkwe dengan gula 3,73 (tidak lengket) – hunkwe dengan asam sitrat 2,07 (lengket) – maizena tanpa gula 3,6 (tidak lengket) – maizena dengan gula 3,47 (agak lengket) – maizena dengan asam sitrat 3,53 (tidak lengket).

(21)

V. PENUTUP A. Kesimpulan

1. Jenis pati Maizena, Tapioka dan Hunkwe memiliki waktu dan suhu gelatinisasi yang yang berbeda beda.

2. Jenis pati Maizena, Tapioka dan Hunkwe dengan penambahan gula adalah, semakin banyak gula yang ditambahkan akan semakin lama waktu gelatinisasi, dan akan meningkatkan suhu gelatinisasi, sehingga menyebabkan viskositas menurun. Namun berbeda pada hasil di rombongan 1 dan rombongan 2.

3. Jenis pati Maizena, Tapioka dan Hunkwe dengan penambahan asam akan memecah molekul pati, sehingga pasta yang dihasilkan lebih tipis dan membuat semakin jernih, viskositas menurun. Namun pada rombongan 1 rata rata didapat agak jernih, dan pada rombongan 2 didapatkan jernih.

B. Saran

1. Pelaksanaan praktikum sebaiknya dilakukan di awal semester agar pembuatan laporan tidak bersama dengan waktu ujian utama.

(22)

DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, Dyah Ayu., Simon Bambang Widjanarko , Dian Widya Ningtyas. 2014. Proporsi Tepung Porang (Amorphophallus Muelleri Blume): Tepung Maizena Terhadap Karakteristik Sosis Ayam. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 2 No 3 p.214-223. Universitas Brawijaya. Malang. Aristawati W, Ria., Windi Atmaka., dan Dimas Rahadian Aji Muhammad. 2013.

Subtitusi Tepung Tapioka (Manihot Esculenta) Dalam Pembuatan Takoyaki. Jurnal Teknosains Pangan Vol 2 No 1 Januari 2013. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Banks, W dan C.T. Greenwood. 1975. Starch Its Components. Halsted Press, John Wiley and Sons, N.Y

Beynum, G.M.A. dan J.A. Roels. 1985. Starch Convertion Technology. Applied Science Publ., London.

Copeland L, Blazek J, Salman H, Tang MC. 2009. Form and functionality of starch. Food Hydrocolloids 23:1527-1534

Greenwood, C.T. dan D.N. Munro. 1979. Carbohydrates. Di dalam R.J. Priestley, ed. Effects of Heat on Foodstufs. Applied Science Publ. Ltd., London. Harmon, R.E., S.K.

Harper, J.M. 1981. Extrusion of Food Vol II. Florida: CRC Press Inc. Boca Raton.

Hill dan Kelley. 1942. Organic Chemistry. The Blakistan Co., Philadelphia, Toronto.

Hodge, J.E. dan E.M. Osman. 1976. Carbohydrates. Di dalam Food Chemistry. D.R. Fennema, ed. Macel Dekker, Inc. New York dan Basel.

Koswari, Sutrisno. 2009. Teknologi Modifikasi Pati. Ebook pangan.

Ladamay, Nidha Arfa., Yuwono, Sudarminto Setyo. 2014. Pemanfaatan Bahan Lokal Dalam Pembuatan Foodbars (Kajian Rasio Tapioka : Tepung Kacang Hijau Dan Proporsi Cmc. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol.2 No.1 p.67-78, Januari 2014. Universitas Brawijaya. Malang.

Matz, S.A. 1984. Food Texture. New York: The AVI Publ. Co.

(23)

Shamekh, SS. 2002. Effects of Lipids, Heating and Enyzmatic Treatment on Starches. Finland: Technical Research Center of Finland.

Syamsir, Elvira., Purwiyatno Hariyadi,, Dedi Fardiat, Nuri Andarwulan dan Feri Kusnandar. 2011. Karakterisasi Tapioka Dari Lima Varietas Ubikayu (Manihot Utilisima Crantz) Asal Lampung. J Agrotek 01/2011; 5(1):93-105. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB. Southeast Asia Food and Agricultural Science and Techonolgy (SEAFAST) Center IPB.

Tjokroadikoesoemo, P. S. 1986. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. Jakarta: PT.Gramedia

Tonukari NJ. 2004. Cassava and the future of starch. Electronic Journal of Biotechnology. Vol. 7 No. 1. Issue of April 15. 2004

Widrial, R. 2005. Pengaruh Penambahan Konsentrasi Tepung Maizena Terhadap Mutu Nugget Ikan Patin (Pangasius) hypophthalmus. Skripsi. Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Bung Hatta.Padang.

Winarno, F.G. 1984. Kimia Pangan. Jakarta: PT. Gramedia

Wellyalina, F. Azima., Aisman. 2012. Pengaruh Perbandingan tetelan merah tuna dan tepung maizena terhadap mutu nugget. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. Vol 2. No. 1

Terimakasih kunjungannya, semoga

bermanfaat

Tidak semua tulisan ini benar, saya

juga masih belajar.

kunjungi fkaausaita.blogsaot.com /

Referensi

Dokumen terkait

Persentase Daya Terima Panelis Terhadap Aroma Pada Donat Dengan Perbandingan Tepung Pati Garut ...………

Penelitian ini data yang dideskripsikan adalah data mengenai daya kembang pada donat yang dibuat 4 perlakuan yaitu pembuatan donat dengan perbandingan tepung terigu dan tepung

Hasil sidik ragam dari perlakuan tepung terigu dan pati sagu yang berbeda pada pembuatan roti manis berpengaruh tidak nyata terhadap pengamatan kadar air..

Na- mun hasil sidik ragam pada kedua perlakuan penya- jian menunjukkan bahwa perbedaan perbandingan antara pati garut dan tepung singkong tidak mem- berikan pengaruh yang

Tingkat kesukaan terhadap aroma, rasa dan warna pempek ikan gabus dengan perbandingan tepung pati ganyong dan tapioka pada skala 1-5 mendapat skor tertinggi yang terdapat pada perlakuan

2 1.2 Tujuan Praktikum Adapun tujuan dari praktikum pemindahan tanaman hutan dengan metode cabut dan putar ialah memahami tentang cara pemindahan tanaman hutan dan mengetahui apakah

Praktikum Analisis Kadar Gula Reduksi, Kadar Gula Total, dan Kadar Pati dalam Bahan

Laporan praktikum isolasi pati dari umbi-umbian menggunakan metode pemarutan, penyaringan, dan pengendapan untuk menentukan yield dan efisiensi