2.1.1 Hasil Belajar
2.1.1.1Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan tujuan akhir dilaksanaknnya kegiatan
pembelajaran disekolah. Hasil belajar dapat ditingkatkan melalui usaha sadar
yang dilakukan secara sistematis mengarah kepada perubahan positif kemudian
mengarah kepada perubahan positif.
Sudjana (2010:22) mendefinisikan hasil belajar sebagai suatu kemampuan
siswa setelah menerima pengalaman belajar. Senada dengan pendapat Sudjana,
Warsito (dalam Depdiknas, 2006:125) mengemukakan bahwa hasil dari kegiatan
mengajar ditandai dengan adanya perubahan perilaku kearah positif yang relatif
permanen pada diri orang yang belajar.
Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”. Pengertian hasil menunjuk pada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional sedangkan belajar dilakukan untuk mengusahakan adanya perubahan perilaku pada individu yang belajar. Perubahan perilaku disebabkan karena siswa mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses belajar mengajar. Pencapaian itu didasarkan atas tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Hasil itu dapat berupa perubahan dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik (Purwanto, 2011:44-47).
Mendasarkan pada kutipan tersebut, Purwanto (2011) mendefinisikan
bahwa hasil belajar merupakan perubahan perilaku akibat proses pembelajaran
yang didasarkan pada tujuan pengajaran.
Untuk mengetahui hasil belajar seseorang dapat dilakukan dengan
melakukan tes dan pengukuran. Tes dan pengukuran memerlukan alat sebagai
pengumpulan data yang disebut dengan instrumen penilaian hasil belajar. Menurut
Wahidmurni dkk (2010:28) instrumen dibagi menjadi dua bagian besar, yakni tes
tes dan non tes. Selanjutnya menurut Hamalik (2006:155) memberikan gambaran
siswa setelah belajar dengan sungguh-sungguh. Hasil belajar tampak terjadinya
perubahan tingkah laku pada diri siswa yang dapat diamati dan diukur melaui
perubahan sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya
peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan sebelumnya
Jadi dapat disimpulkan bahwasanya hasil belajar adalah adanya perubahan
tingkah laku yang meliputi pengetahuan, sikap dan keterampilan yang merupakan
hasil dari aktivitas belajar. Hasil belajar siswa dapat diketahui melalui penilaian
kelas. Penilaian kelas merupakan proses pengumpulan dan penggunaan informasi
untuk pemberian keputusan terhadap hasil belajar siswa, berdasarkan tahapan
kemajuan belajarnya sehingga didapat potret atau profil kemampuan siswa sesuai
dengan kompetensi yang ditetapkan dalam kurikulum.
Dalam penelitian ini, hasil belajar yang dimaksud adalah hasil belajar
kognitif yang dapat diketahui hasilnya dengan tes tertulis setelah proses
pembelajaran selesai.
2.1.1.2.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil belajar
Gagne mengungkapkan ada lima kategori hasil belajar, yaitu: informasi
verbal, kecakapan intelektual, strategi kognitif, sikap dan keterampilan. Sementara
Bloom mengungkapkan tiga tujuan pengajaran yang merupakan kemampuan
seseorang yang harus dicapai dan merupakan hasil belajar yaitu kognitif, afektif
dan psikomotorik.
Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu:
1. Faktor dari dalam diri siswa meliputi kemampuan yang dimilikinya,
motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar,
ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis.
2. Faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan terutama
kualitas pengajaran.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya, tetapi
digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor intern dan faktor ekstern
(Slameto, 2010:54-72), sebagai berikut:
2. Faktor eksternal, yaitu keluarga (cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan), sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah), masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat).
Jadi dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi hasil belajar ada
dua yaitu faktor intern (dari dalam diri siswa) dan faktor ekstern (dari keluarga,
lingkungan dan masyarakat).
2.1.2 Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD 2.1.2.1 Hakikat Bahasa Indonesia
Belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar komunikasi. Oleh karena
itu, pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan dalam
berkomunikasi baik lisan maupun tertulis (Depdikbud,1995). Hal ini relevan
dengan pembelajaran Bahasa Indonesia berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) yang tertuju pada pengembangan aspek fungsional bahasa
yaitu peningkatan kompetensi berbahasa Indonesia. Dalam kurikulum 2004
(Depdiknas, 2004:3) dinyatakan bahwa standar kompetensi Bahasa dan Sastra
Indonesia berorientasi pada hakikat pembelajaran Bahasa, yaitu berbahasa adalah
belajar berkomunikasi dan belajar sastra adalah belajar menghargai manusia dan
nilai-nilai kemanusiaan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Bahasa Indonesia adalah
salahsatu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah dasar untuk meningkatkan
kemampuan siswa dalam berkomunikasi secara lisan maupun tertulis.
Menurut Aminudin (1994) siswa akan belajar bahasa dengan baik bila: (1)
diperlakukan sebagai individu yang memiliki kebutuhan dan minat, (2) diberi
kesempatan berpartisipasi dalam penggunaan bahasa secara komunikatif dalam
berbagai macam aktivitas, (3) bila secara sengaja memfokuskan pembelajarannya
kepada bentk keterampilan dan strategi untuk mendukung proses pemerolehan
dengan budaya menjadi bagian dari bahasa sasaran, (5) jika menyadari akan peran
dan hakikat bahasa dan budaya, (6) jika diberi umpan balik yang tepat
menyangkut kemajuan mereka, (7) jika diberi kesempatan untuk mengatur
pembelajaran mereka sendiri
2.1.2.2 Tujuan dan Ruang Lingkup Pembelajaran Bahasa Indonesia
Secara umum tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia dinyatakan dalam
kurikulum 2004 (Depdiknas, 2004: 6) adalah sebagai berikut:
a. Siswa menghargai dan membanggakan bahasa dan sastra Indonesia sebagai bahasa persatuan (nasional) dan bahasa negara. b. Siswa memahami bahasa dan sastra Indonesia dari segi bentuk,
makna dan fungsi serta menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk macam-macam tujuan, keperluan dan keadaan.
c. Siswa memiliki kemampuan menggunakan bahasa dan sastra Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, kematangan emosional dan kematangan sosial.
d. Siswa memiliki disiplin dalam berfikir dan berbahasa (berbicara dan menulis).
e. Siswa dapat menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa. f. Siswa menghargai dan mengembanggakan sastra Indonesia
sebagai khasanah budaya dan intelektual Indonesia
Dari pernyataan diatas menekankan bahwa tujuan pembelajaran Bahasa
Indonesia adalah untuk memahami dan menggunakan Bahasa Indonesia yang baik
dan benar serta menghargai Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan yang
digunakan untuk berkomunikasi.
Ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia mencakup komponen
kemampuan berbahasa dan bersastra yang meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
1. Keterampilan Menyimak
Menurut Tarigan (1994: 28) menyimak adalah suatu proses kegiatan
mendengarkan lambang lisan dengan penuh perhatian, pemahaman,
apresiasi serta interpretasi untuk memperoleh informasi, menangkap isi
atau pesan serta memahami makna komunikasi yang telah disampaikan
oleh sang pembicara melalui ujaran atau bahasa lisan
Menurut Guntur Tarigan dalam Isah C. & Hodijah (2008), Keterampilan
berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau
kata-kata untuk mengekspresikan, mengatakan serta menyampaikan
pikiran, gagasan, dan perasaan.
3. Keterampilan Membaca
Menurut Tarigan dalam Resmini dan Juanda (2008:74) membaca adalah
kegiatan berinteraksi dengan bahasa yang dikodekan dalam bentuk
cetakan-cetakan (huruf-huruf).
4. Keterampilan Menulis
Menulis itu berhubungan dengan membaca, berbicara dan menyimak. Baik
menulis maupun membaca, berbicara dan menyimak memiliki fungsi
untuk manusia dalam mengkomunikasikan pesan melalui bahasa.
2.1.3 Model Pembelajaran Talking Stick
2.1.3.1 PengertianModel Pembelajaran Talking Stick
Talking Stick (tongkat berbicara) adalah model yang pada mulanya
digunakan oleh penduduk asli Amerika untuk mengajak semua orang berbicara
atau menyampaikan pendapat dalam suatu forum (pertemuan antar suku),
sebagaimana dikemukakan oleh Dr. Locust dalam Kimberly (1998:2) berikut ini.
The talking stick has been used for centuries by many Indian tribes as a means of just and impartial hearing. The talking stick was commonly used in council circles to decide who had the right to speak. When matters of great concern would come before the council, the leading elder would hold the talking stick, and begin the discussion. When he would finish what he had to say, he would hold out the talking stick, and whoever would speak after him would take it. In this manner, the stick would be passed from one individual to another until all who wanted to speak had done so. The stick was then passed back to the elder for safe keeping.
Dari Kutipan tersebut mengandung arti tongkat berbicara telah digunakan
selama berabad-abad oleh suku– suku Indian sebagai alat menyimak secara adil
dan tidak memihak. Tongkat berbicara sering digunakan kalangan dewan untuk
memutuskan siapa yang mempunyai hak berbicara. Pada saat pimpinan rapat
Tongkat akan pindah ke orang lain apabila ia ingin berbicara atau menanggapinya.
Dengan cara ini tongkat berbicara akan berpindah dari satu orang ke orang lain
jika orang tersebut ingin mengemukakan pendapatnya. Apabila semua
mendapatkan giliran berbicara, tongkat itu lalu dikembalikan lagi ke
ketua/pimpinan rapat.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa talking stick dipakai
sebagai tanda seseorang mempunyai hak suara (berbicara) yang diberikan secara
bergiliran/bergantian. Talking Stick termasuk salah satu metode pembelajaran
kooperatif. Menurut Kauchack dan Eggen dalam Azizah(1998), pembelajaran
kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang melibatkan murid untuk bekerja
secara kolaboratif dalam mencapai tujuan. Kolaboratif sendiri diartikan sebagai
falsafah mengenai tanggung jawab pribadi dan sikap menghormati sesama.
Peserta didik betanggungjawab atas belajar mereka sendiri dan berusaha
menemukan informasi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dihadapkan
pada mereka dan guru hanya bertindak sebagai fasilitator.
Dahlan (2000:120) mendefinisikan bahwa model pembelajaran talking
stick menggunakan sebuah tongkat sebagai alat penunjuk giliran siswa yang
mendapat tongkat akan diberi pertanyaan dan harus dijawab. Kemudian secara
estafet tongkat tersebut berpindah ke tangan siswa lain secara bergiliran, demikian
seterusnya sampai seluruh siswa mendapat tongkat dan pertanyaan.
Sedangkan Sudjana (2001:10) mendefinisikan bahwa model pembelajaran
talking stick merupakan model pembelajaran yang menggunakan alat berupa
tongkat sebagai alat bantu bagi guru untuk mengajukan pertanyaan kepada siswa
dengan menimbulkan suasana yang menyenangkan. Tongkat tersebut digilirkan
pada siswa dan bagi siswa yang mendapatkan tongkat sesuai dengan aba-aba dari
guru, maka siswa diberi pertanyaan dari guru dan harus dijawab.
Jadi dapat disimpulkan model pembelajaran talking stick adalah model
pembelajaran yang dilakukan dengan bantuan tongkat yang digunakan sebagai
sarana bagi siapa yang memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan yang
diberikan guru setelah siswa mempelajari materi pokoknya. Dengan model
tidak mau setiap siswa harus berpastisipasi aktif, siswa tidak bisa menghindar dari
proses pembelajaran, karena setiap saat mereka akan dilibatkan dalam proses
tanya jawab. Kemungkinan akan terjadi suasana tegang, namun demikian bisa
dibiasakan untuk mengurangi kondisi tersebut, guru hendaknya menciptakan
suasana nyaman dengan mengajak bernyanyi untuk estafet tongkat. Saat memberi
serangkaian pertanyaan disertai dengan wajah ramah, suara menyejukkan, dan
nada yang lembut. Ada canda, senyum dan tertawa sehingga menjadi nyaman dan
ceria. Jawaban siswa yang salah harus dihargai karena siswa sedang belajar dan
telah berpartisipasi. Sangsi dapat diberlakukan dengan hukuman yang sifatnya
positif dan menumbuhkan motivasi belajar siswa misalnya siswa diminta
menyanyi, berpuisi, berpantun. Dengan demikian pembelajaran dengan model
talking stick murni berorientasi pada aktivitas individu siswa yang dilakukan
dalam bentuk permainan.
2.1.3.2 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Talking Stick
Model pembelajaran talking stick memiliki kekurangan dan kelebihan.
Menurut Jamaludin (2011:2) model pembelajaran talking stick mempunyai
kelebihan sebagai berikut.
1.) Menguji kesiapan peserta didik dalam proses pembelajaran 2.) Melatih membaca dan memahami dengan cepat
3.) Agar lebih aktif dalam pembelajaran
4.) Membuat suasana pembelajaran sangat menyenangkan dan kooperatf
Sedangkan kekurangan dari model pembelajaran talking stick menurut
Deden (2010) adalah membuat siswa senam jantung, karena pembelajaran talking
stick menguji kesiapan siswa dalam menjawab pertanyaan.
2.1.3.3 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Talking Stick
Langkah-langkah model pembelajaran talking stick menurut Fatimah, Siti,
dkk (2008:27) adalah sebagai berikut:
1.) Guru menyiapkan sebuah tongkat
2.) Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberi kesempatan kepada siswa untuk membaca dan mempelajari materi pada buku pegangan atau buku paket.
4.) Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada siswa, setelah itu guru memberikan pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya. Demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab pertanyaan dari guru.
5.) Guru memberikan kesimpulan 6.) Evaluasi
7.) Kesimpulan
Dari uraian diatas dijelaskan bahwa model pembelajaran talking stick
adalah pembelajaran yang dilakukan dengan bantuan tongkat. Bagi siswa yang
memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah mempelajari
materi pokoknya.
Adapun sintak pembelajaran talking stick adalah sebagai berikut
Tabel 1
Sintak pembelajaran kooperatif tipe Talking Stick
Fase Keterangan Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
Positif kinerja siswa dan yaitu berisi perntah bernyanyi dan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, pertama-tama yang dilakukan
guru adalah menyiapkan tongkat dan menyampikan materi pokok. Dilanjutkan
dengan siswa memahami kembali materi yang disampaikan guru dengan seksama
kemudian menutup bukunya. Setelah itu guru akan memberikan tongkat kepada
salah satu siswa dan bagi siswa yang mendapat tongkat akan mendapat pertanyaan
dari guru. Bagi siswa yang dapat menjaab pertanyaan dengan benar akan
mendapat penghargaan dri guru berupa kartu hadiah. Bagi siswa yang belum
mampu menjawab pertanyaan akan mendapat kartu sangsi dari guru. Kartu sangsi
berupa perintah untuk bernyanyi atau berpuisi. Setelah semua siswa mendapat
pertanyaan maka siswa bersama guru menyimpulkan materi atau hasil yang
didapat dari materi yang telah dipelajari.
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan dilakukan Nova Enggelina Toreh dengan judul
Bahasa Indonesia Pada Wacana Gotong Royong Kelas II SD GMIM I Tinoor
menemukan bahwa adanya peningkatan. Hasil penelitian menunjukan bahwa hasil
belajar siswa pada siklus I adalah 58%, sehingga peneliti melanjutkan penelitian
sampai siklus II. Pada pelaksanaan hasil belajar siklus II mengalami peningkatan
yakni 79%. Dari hasil pembelajaran talking stick dapat meningkatkan hasil belajar
Bahasa Indonesia pada wacana gotong royong siswa kelas II SD GMIM I Tinoor.
Isti Aprilia Wardhani, 2013 dalam PTK yang berjudul Peningkatan
Kualitas pembelajaran IPS melalui Model Pembelajran Talking Stick dengan
Media Visual pada siswa kelas IV SDN Purwoyoso 1 Kota Semarang menunjukan
keterampilan guru pada siklus 1 memperoleh skor 16 dengan kriteria cukup, siklus
2 memperoleh skor 27 dengan kriteria sangat baik. Aktivitas siswa pada siklus 1
memperoleh skor 11,7 dengan kriteria cukup. Siklus 2 memperoleh skor 15,1
dengan kriteria baik dan siklus 3 memperoleh skor 16,8 dengan kriteria baik.
Natalia Tunas, dalam PTK yang berjudul Penerapan Model Pembelajaran
Talking Stick dalam Meningkatkan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Siswa kelas V
SD N 2 Tataran menemukan bahwa adanya peningkatan. Hasil penelitian
menunjukan bahwa hasil yang dicapai pada siklus pertama yaitu65,41%
sedangkan siklus kedua meningkat menjadi 97,70%
Sulistyani Dewa Ayu dalam PTK yang berjudul Implementasi Model
Pembelajaran Talking Stick untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas
IV SD N 3 Tinga-Tinga menemukan bahwa terdapat peningkatan hasil belajar
IPA siswa sebesar 18, 67% pada siklus 1 sebesar 66,80% dengan kategori sedang
menjadi 85,47% pada siklus 2 pada kategori tiggi. Ketuntasan belajar pada siklus
1 yaitu 73.33% menjadi 100%.
Desi Mirajati, 2010 dalam PTK yang berjudul Penerapan Model
Pembelajaran Talking Stick dengan Teknik Story Telling dalam Meningkatkan
Kemampuan Menceritakan Pengalaman Orang Lain Siswa Kelas III SD N 1
Karangrejo Selomerto Wonosobo hasil penelitianmenunjukan nilai rata-rata
prasiklus 48,64 dengan persentase keberhasilan 0%. Nilai rata-rata siklus 1
mencapai 63, 03 dengan persentasekeberhasilan 61,90%. Nilai rata-rata siklus 2
Dari beberapa hasil penelitian tersebut dapat dianalisis persamaan dan
perbedaannya yang meliputi variabel tindakan dan variabel hasil penelitian yang
telah dilaksanakan. Semua hasil penelitian tersebut menunjukan adanya
peningkatan antara prasiklus, siklus 1 dan siklus 2. Persamaan dan perbedaan
tersebut dapat dijelaskan melalui tabel berikut:
Tabel 2
Analisis Hasil Penelitian yang Relevan
No Nama
Talking Stick Visual Kualitas
Pembelaja
Talking Stick - Kemampu
an
Berdasarkan tabel 2 dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran talking
stick dapat meningkatkan kualias pembelajaran dan hasil belajar Bahasa
2.3 Kerangka Pikir
Talking stick adalah salah satu model pembelajaran yang diyakini dapat
meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia. Bahasa mempunyai peranan
penting dalam proses pembelajaran. Pembelajaran Bahasa Indonesia diarahkan
untuk meningkatkan kemampuan siswa berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia
dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulisan. Oleh karena itu,
pembelajaran Bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran yang sangat penting
karena menjadi faktor penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua mata
pelajaran.
Talking Stick dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia berorientasi
pada penciptaan kondisi dan suasana belajar aktif dari siswa karena adanya unsur
permainan dalam proses pembelajaran. Siswa yang memegang tongkat terlebih
dahulu wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah mempelajari materi
pokoknya. Selanjutnya kegiatan tersebut dilakukan terus menerus sampai semua
siswa mendapat giliran untuk menjawab pertanyaan dari guru.
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang telah diuraikan diatas
maka dapat ditarik hipotesis bahwa melalui penerapan model pembelajaran
talking stick dalam pembelajaran Bahasa Indonesia diduga dapat meningkatkan
hasil belajar siswa kelas 3 SD Mangunsari 5 Salatiga semester 2 tahun pelajaran