MAKALAH
EDY KURNIADY, S.STP NIM
MAGISTER ADMINISTRASI PUBLIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pelaksanaan UU. No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah menyebabkan daerah mendapat kewenangan untuk melaksanakan otonomi daerah yang telah membawa perubahan yang signifikan bagi daerah di Indonesia. Dalam UU No. 32 tahun 2004 Pasal 11 ayat 1 dikatakan bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan susunan pemerintahan, serta dalam ayat 3 menyatakan bahwa urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah yang diselenggarakan berdasarkan kriteria sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan.
Pasal 7 ayat 3 PP No. 38 Tahun 2007 menjelaskan bahwa Urusan Pemerintahan Kabupaten/Kota yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Hal itu berarti bahwa posisi pengembangan daya saing berbasis potensi daerah sesungguhnya terletak pada urusan pilihan. Urusan pilihan yang dimaksud terdiri dari delapan urusan pilihan yang meliputi 1) kelautan dan perikanan; 2) pertanian; 3) kehutanan; 4) energi dan sumber daya mineral; 5) pariwisata; 6) industri; 7) perdagangan; 8) transmigrasi.
Urusan pilihan di atas, merupakan urusan yang dapat dipilih untuk dilaksanakan kegiatannya berdasarkan potensi khas yang secara nyata dimiliki oleh daerah-daerah otonom di Indonesia sehingga dapat menjadi sektor yang dapat membantu dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Dengan kata lain, apabila suatu daerah mempunyai salah satu sektor yang disebutkan di atas yang menjadi potensi khas daerah tersebut maka daerah dapat memanfaatkannya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pembangunan Kepariwisataan Nasional (RIPARNAS 2010-2025). Kemenparekraf juga menjalin kerjasama dengan organisasi internasional yaitu UNWTO dan ILO dalam menata kelola destinasi agar selalu mengedepankan prinsip-prinsip pembangunan pariwisata berkelanjutan, misalkan saja efisiensi energi, pelestarian keanekaragaman hayati, dan pekerjaan yang layak yang memperhatikan aspek lingkungan (green jobs).
Sektor pariwisata ini dapat dikembangkan semaksimal mungkin oleh pemerintah daerah dengan artian bahwa dapat menggunakan semua sumber daya seoptimal mungkin untuk mendukung pengembangan sektor pariwisata yang akan dikembangkan baik dengan mengikutsertakan masyarakat dalam wujud partisipasi ataupun pihak swasta dalam mempercepat pengembangan sektor pariwisata yang semua hal tersebut menjadi kewenangan pemerintah daerah masing-masing.
Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 16 Tahun 2005 tentang Kebijakan Pembangunan Kebudayaan dan Pariwisata bahwa dalam rangka keterpaduan pembangunan kebudayaan dan pariwisata, maka perlu diinstruksikan kepada Para Menteri, Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Gubernur serta Bupati dan Walikota. Oleh karena itu maka kepala daerah khususnya Walikota Palembang dapat melakukan pembangunan diantaranya dengan menyusun Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah, mengadakan pengawasan dan pengendalian kerusakan lingkungan sebagai bentuk tindakan terhadap keberlanjutan lingkungan hidup.
Sisi baik pengembangan pariwisata di Kota Palembang ialah dapat memberikan pengaruh positif terhadap sektor-sektor yang lain seperti perdagangan, hotel, restoran; angkutan/komunikasi serta jasa. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kota Palembang, sektor-sektor tersebut memberikan kontribusi terhadap PDRB Kota Palembang dengan persentase sektor perdagangan, hotel, restoran (16,77%); angkutan/komunikasi (11,05%); jasa (12,81%). Dengan adanya pengembangan pariwisata maka diharapkan akan membantu menumbuhkembangkan sektor-sektor tersebut di atas sehingga dapat membantu meningkatkan pendapatan daerah dari sektor yang berkembang tersebut.
objek pembinaan jasa usaha kepariwisataan dan usaha-usaha yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata dan kemudian tetap dijadikan sebagai dasar pelaksanaan pengembangan pariwisata di Kota Palembang untuk periode berikutnya.
Sektor pariwisata merupakan sektor yang mendapatkan prioritas di Kota Palembang karena sektor ini memiliki posisi strategis dalam hal pengembangan dan pelestarian budaya lokal yang merupakan akar dari kebudayaan nasional sebagai karakter dan identitas suatu bangsa, selain itu juga dapat menjadi dimanfaatkan untuk meningkatkan perekonomian sehingga kualitas taraf hidup dapat diperbaiki. Oleh karena itu sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Palembang tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kota Palembang Tahun 2008-2013, pariwisata dimasukkan ke dalam program pembangunan Kota Palembang dan Indikasi Rencana Program Prioritas.
Kota Palembang mempunyai banyak potensi yang memiliki daya tarik bagi kegiatan wisata. Oleh karena itu potensi tersebut dapat dijadikan peluang dalam upaya peningkatan perekonomian daerah sekaligus peningkatan taraf hidup masyarakat melalui pengembangan potensi tersebut, akan tetapi belum dikelola secara optimal tetapi mempunyai prospek pasar nasional dan internasional.
Salah satu pengembangan objek pariwisata di Kota Palembang ialah pengembanagan objek wisata Bukit Siguntang. Bukit Siguntang adalah sebuah tempat wisata di kota Palembang yang berbentuk perbukitan makam raja Kerajaan Sriwijaya. Di dalamnya terdapat tujuh makam tokoh-tokoh pada masa kerajaan Sriwijaya yang dianggap keramat, seperti: makam Raja Si Gentar Alam, makam Panglima Bagus Kuning, makam Panglima Bagus Karang, makam Putri Rambut Selako, makam Putri Kembang Dadar, makam Panglima Batu Api, dan makam Tuan Junjungan. Oleh karena itu Bukit Siguntang merupakan objek wisata budaya yang patut untuk dikembangkan.
Namun, fenomena dari pariwisata merupakan sosok bisnis besar yang bukan tanpa risiko seperti yang diungkapkan oleh Daniel yang dikutip oleh Wahyudin (Kompas, 7 Januari 1995): “Tourism emits no smokes, but pollution comes in many forms”. Kekhawatiran terbesar adalah dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan pariwisata bagi lingkungan. Suatu wilayah dipacu untuk meningkatkan devisa negara dari sektor pariwisata, tetapi di sisi lain ada kekhawatiran akan timbul dampak negatif. Peningkatan pariwisata dikhawatirkan menimbulkan kekhawatiran penurunan kualitas lingkungan dan tercampakkannya ciri-ciri budaya setempat (Naisbitt, 1994). Kecemasan terhadap penurunan sumberdaya alam sebagai modal dasar pariwisata pada umumnya akibat dari terjadinya booming wisata yang saat ini tidak hanya terkonsenrasi pada kawasan tertentu, melainkan sudah merambah ke berbagai kawasan dalam skala yang lebih luas.
Kecenderungan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap keberlanjutan lingkungan hidup seperti yang tertuang dalam komitmen politik Agenda-21 mengenai pembangunan berkelanjutan (sustainable development), berdampak pula pada perubahan pola pariwisata. Bentuk pariwisata massal yang selama ini dilakukan dengan berbagai dampak yang ditimbulkan nampaknya akan bergeser pada pariwisata yang berwawasan lingkungan. Kecenderungan pemikiran tersebut, di masa yang akan datang akan menyisihkan kegiatan pariwisata massal (Naisbitt, 1994). Pada kegiatan ini wisatawan tidak sekedar dapat berekreasi ke kawasan pariwisata semata, melainkan juga dapat menjaga dan menikmati keberadaan alam tersebut dengan segala manifestasi di dalamnya. Wisatawan dalam hal ini dapat belajar dan berapresiasi terhadap alam, budaya, bahkan kehidupan ritual masyarakat setempat. Kesadaran yang didasarkan oleh pemahaman terhadap kondisi lingkungan yang berorientasi pada konservasi dan kepedulian terhadap budaya serta peradaban penduduk setempat merupakan hal yang menonjol dalam pelaksanaan pariwisata berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.
1.2. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat diperoleh beberapa permasalahan yaitu:
2. Bagaimanakah Upaya Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan Pada Objek Wisata Bukit Siguntang?
BAB II
KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep Upaya
upaya”. Poewardarminta (1986:1345) menjelaskan bahwa upaya adalah usaha, ikhtiar untuk mencapai suatu maksud tertentu”.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa upaya merupakan suatu usaha yang dilakukan dengan tujuan untuk mencapai suatu maksud tertentu, memecahkan persoalan, mencari jalan keluar mengenai suatu hal sesuai dengan tujuan dan fungsi serta manfaat ketika hal tersebut dilaksanakan.
Perihal ini yang dimaksud dengan upaya dalam penelitian ini adalah usaha yang dilakukan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Palembang dalam rangka mencapai maksud dan tujuan yang telah direncanakan agar terjadi peningkatan kualitas pelayanan dalam hal kepariwisataan serta terciptanya peningkatan kesejahteraan masyarakat.
2.2 Konsep Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan
Pembangunan pariwisata berkelanjutan diartikan oleh Eadington dan Smith (1992) sebagai proses pembangunan pariwisata yang berorientasi kepada kelestarian sumber daya yang dibutuhkan untuk pembangunan pada masa mendatang, pengertian pembangunan pariwisata berkelanjutan ini pula diartikan “Form of tourism that are consistent with natural, social, and community values and which allow both host and guest to enjoy positive and worthwhile interaction and shared experience.”
Konsep pariwisata berkelanjutan oleh Chucky (1999) yang dimuat dalam Internasional Tourism : A global Prespective, bertumpu terfokus pada tiga hal, yaitu : “ 1). Quality, sustainable tourism provides quality experience for visitor, while improving the quality of life of the host community and protecting the of quality of the environment; 2). Continuity, sustainable tourism ensures the continuity of the natural resources upon which it is based, and the continuity of the culture of the host community with satisfying experience for visitor; 3). Balance, sustainable tourism balance the needs for tourism industry, supporters of the environment and the local community. Sustainable tourism emphasize the mutual goals and cooperation among visitor, host community and destination in contras to more traditional approaches to tourism which emphasize their diverses and conflicting needs”.
secara etika dan sosial terhadap masyarakat lokal (Indrawati, 2010). Selanjutnya, untuk mencapai tujuan sustainable tourism development, maka dibutuhkan dua pendekatan dalam keterkaitannya dalam pariwisata. Fagence dalam Abdillah (2001) , menunjukkan dua model keterkaitan itu, antara lain : Pertama, keterkaitan Horisontal (horizontal lingkage), pendekatan ini mengandung pengertian bahwa kepariwisataan merupakan fasilitator terhadap berbagai program dan kebijakan yang akan dilaksanakan. Agar proses yang terjadi menjadi efisien, diperlukan berbagai komponen kebijakan yang saling mendukung untuk dapat memahami persoalan secara jernih, mendefinisikan visi dan misi pembangunan, pemahaman terhadap hirarki tujuan dan sasaran program, serta pengorganisasian proses secara baik. Pada pendekatan ini kepariwisataan merupakan komponen dari proses yang berjalan sejajar dengan bidang lain sehingga diperlukan kolektivitas. Kedua, Keterkaitan Vertikal (vertical lingkage). Tujuan dari hubungan pendekatan ini adalah untuk mencari keseimbangan penggabungan komponen-komponen penting dari aktivitas kepariwisataan dan pembangunan serta “melindungi” berbagai terobosan cemerlang dalam pengambilan keputusan. Karakteristik hubungan vertikal adalah sebagai berikut : Pertama, pada pendekatan ini, kepariwisataan merupakan bagian dari pembangunan yang berfungsi sebagai bagian dari strategis dalam penyusunan kebijakan, sehingga berada di atas dan berpengaruh terhadap sektor lain; Kedua, elemen strategis dari perencanaan kebijakan harus mencakup penyediaan sarana dan prasaranaa kepariwisataan; Ketiga, pengembangan kepariwisataan khusus, mencakup akomodasi, dalam berbagai tipe, hotel, motel, dsb; Kelima, prakiraan dampak (mencakup kajian carrying capacity) pembangunan kepariwisataan ditinjau dari sisi ekonomi, lingkungan, sosial ekonomi masyarakat lokal, budaya dan warisan; Keenam, pembiayaan, pemasaran, promosi, dan sistem informasi; Ketujuh, kampanye Sadar Wisata bagi masyarakat.
BAB III PEMBAHASAN 3.1 Potensi Objek Wisata Bukit Siguntang
Bukit Siguntang pertama kali dikenal saat penemuan sebuah patung (arca) Budha bergaya seni Amarawati yang raut wajah Srilangka berasal dari abad XI Masehi. Dari arca yang ditemukan tersebut, kemudian ditemukan tulisan yang mengatakan bahwa Bukit Siguntang maerupakan wilayah dari Kerajaan Sriwijaya pada saat itu. Bukit Siguntang dipastikan sebagai wilayah Kerajaan Sriwijaya karena diperkuat lagi dengan ditemukannya beberapa makam raja dan makam panglima perang dari Kerajaan Sriwijaya diantaranya:
1) Raja Si Gentar Alam 2) Putri Kembang Dadar 3) Putri Rambut Selako 4) Panglima Bagus Kuning 5) Panglima Bagus Karang 6) Panglima Tuan Junjungan 7) Panglima Raja Batu Api 8) Panglima jago Lawang
Bukti Siguntang yang dikenal sebagai wilayah dari Kerajaan Sriwijaya dan mempunyai beberapa peninggalan dari kerajaan tersebut menjadikan wilayah perbukitan yang ada di Kota Palembang ini menyimpan banyak nilai sejarah. Dari nilai sejarah yang ada kemudian pemerintah daerah berkewajiban untuk melestarikan nilai tersebut. Tindakan yang dapat dilakukan ialah dengan menjadikannya sebagai objek wisata yang kemudian dikenal dengan objek wisata Bukit Siguntang.
Dalam pengembangan objek wisata Bukit Siguntang, nilai sejarah yang dimiliki objek wisata tersebut tetap harus diperhatikan dan diperhatikan. Hal itu berarti bahwa faktor yang menjadi prioritas utama ialah bukan pada keuntungan yang diperoleh, akan tetapi pada pengembangan nilai sejarah tentang kejayaan nenek moyang di masa lampau. Dengan mengembangkan nilai sejarah yang dimiliki, maka pertambahan jumlah wisatawan lokal maupun mancanegara dapat bertambah terutama dari bangsa Melayu dikarenakan Kerajaan Sriwijaya adalah bangsa Melayu yang sangat berjaya dan telah mengukir sejarah di dunia.
Industri pariwisata berkelanjutan dapat dilihat dari pengaruh ekonomi, sosial dan lingkungan bagi masyarakat. Jika pariwisata yang ada tidak berdampak secara berkelanjutan terhadap masyarakat maka industri pariwisata itu sendiri tidak berkelanjutan. Industri pariwisata berkelanjutan merupakan industri pariwisata yang mampu memajukan perekonomian secara seimbang antara sektor pasar dan non-pasar dalam hal ini pemilik, pekerja, dan pendidikan; mendorong mencari alternatif bentuk jenis pekerjaan yang mandiri, personal dan kontrol lokal, kemampuan umum, tujuan intrnsik, bersifat informal, dan keseimbangan antara pekerja wanita dan laki-laki; memajukan pembangunan yang berdasarkan sumber asli seperti sistem pengetahuan lokal dan tradisional, bentuk organisasi lokal; memajukan perdagangan antar daerah dan menjamin terpenuhinya kebutuhan sendiri; menjaga keanekaragaman budaya atau masyarakat; dan menjaga jarak sosial di luar masyarakat industri modern yang tidak termasuk ke dalam kategori ekonomis.
Pengembangan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Palembang melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Palembang terhadap objek wisata Bukit Siguntang adalah dengan memperhatikan faktor pendukung dan faktor penghambat yang ada. Berdasarkan faktor pendukung yang dimiliki, maka pengembangan objek wisata tersebut diprioritaskan dengan menggali nilai-nilai sejarah yang ada pada objek wisata tersebut.Pengembangan seperti itu dilakukan dikarenakan agar pengembangan objek wisata Bukit Siguntang tidak menghilangkan nilai-nilai sejarah dari masa Kerajaan Sriwijaya. Oleh sebab itu pengembangan obek wisata Bukit Siguntang bukan dimaknai sebagai pengembangan objek wisata semata, tetapi terlebih untuk mempertahankan serta menyalurkan nilai-nilai sejarah tentang kejayaan nenek moyang dulu.
kategori wisatawan yang bermaksud untuk beribadah saja tetapi juga bertujuan untuk menggapai maksud dari berwisata itu sendiri. Hal ini dapat dimengerti karena negara mana pun yang berminat mengembangkan kepariwisataannya harus merasionalisasikan strategi dan harus merncanakan secara ilmiah komponen-komponen yang ditawarkan sesuai dengan permintaan.
3.2.1 Pengembangan Kelembagaan dan Pengelolaan Objek dan Daya Tarik Wisata
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Palembang merupakan pihak yang berperan dalam mengembangkan objek dan daya tarik wisata, baik secara langsung maupun tidak langsung. Objek wisata Bukit Siguntang merupakan objek wisata yang telah lama dikenal dan sampai saat ini masih tetap dikeramatkan karena di sini terdapat beberapa makam-makam para raja serta panglima perang dari Kerajaan Sriwijaya serta objek wisata ini dapat memungkinkan wisatawan untuk melihat panorama Kota Palembang dari ketinggian Bukit Siguntang dengan ketinggian 27 meter dari permukaan laut atau tanah tertinggi yang ada di Kota Palembang.
Kegiatan pariwisata akan diarahkan untuk peningkatan kualitas destinasi pariwisata yang berkelanjutan, berdaya saing, berbasis karakterristik lokal dalam kerangka terwujudnya daya tarik wisata, dukungan aksesbilitas, usaha yang berdaya saing serta peningkatan kemampuan pariwisata dan peran serta masyarakat di kawasan pariwisata. Strategi yang ditempuh dalam rangka meningkatkan keunikan daerah dan persaingan di tingkat regional adalah melalui variasi produk baru yang berbasis sumber daya alam, dengan tetap mengedepankan prinsip-prinsip pelestarian lingkungan dan partisipasi masyarakat.
Pengembangan kelembagaan bertujuan agar objek wisata Bukit Siguntang dapat dikembangkan sesuai dengan kebijakan pengembangan pariwisata daerah, yaitu memberikan kelestarian dalam hal budaya dan sejarah sebagai prioritas utama, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar objek wisata Bukit Siguntang.
Berdasarkan wawancara hasil wawancara penulis dengan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Palembang menjelaskan bahwa:
Kota Palembang yang mempunyai jarak cukup jauh dari lokasi objek wisata tersebut.
UPT (Unit Pelaksana Teknis) tersebut dalam pengelolaan objek wisata Bukit Siguntang dibagi menjadi 2 (dua) unit kerja, yaitu: unit pemeliharaan sarana wisata, unit pengawasan objek wisata, serta unit penginformasian. Struktur kelembagaan pengelolaan objek wisata Bukit Siguntang dapat dilihat dalam gambar 3.1 di bawah ini:
Gambar 3.1
Struktur Lembaga Pengelolaan Objek Wisata Bukit Siguntang
Dalam pengelolaan objek wisata Bukit Siguntang tidak melibatkan pihak swasta/investor karena apabila hal tersebut dilakukan maka prinsip money oriented yang dilakukan oleh pihak swasta dengan membangun fasilitas yang tidak termasuk dalam maksud pengembangan sesuai dengan maksud pengembangan yang diinginkan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Palembang, maka akan menghilangkan nilai-nilai sejarah dari Kerajaan Sriwijaya.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Palembang pada hari Rabu tanggal 27 November 2015 pukul 10.00 WIB di Kantor Dinas kebudayaan dan Pariwisata Kota Palembang yakni:
Pengelolaan objek wisata Bukit Siguntang tidak melibatkan pihak swasta dikarenakan kekhawatiran pemerintah akan tindakan swasta yang bermaksud memperoleh keuntungan sehingga membangun fasilitas yang tidak sesuai dengan nilai-nilai sejarah dari Kerajaan Sriwijaya. Di lain sisi, pemerintah daerah bermaksud tetap ingin mempertahankan nilai-nilai tersebut.
3.2.2 Pembangunan Sarana
Kunjungan ke objek wisata Bukit Siguntang perlu didukung oleh pembangunan dan pengembangan sarana guna memperlancar perjalanan wisatawan yang datang mengunjungi objek wisata.Dalam hal ini menyediakan sarana penunjang kepariwisataan seperti bangunan khas bercorak Kerajaan Sriwijaya, fasilitas meja serta
Unit Pelaksana Teknis Bukit Siguntang
Unit Pemeliharaan Sarana Wisata
Unit Penginformasian Unit Pengawasan Objek
tempat duduk wisatawan yang juga bercorak Kerajaan Sriwijaya sehingga mampu menciptakan suasana nyata seperti benar-benar berada di zaman Kerajaan Sriwijaya. Menurut Iwan Nugroho (2011:143) mengemukakan faktor budaya adalah:
Desain fisik bangunan yang berorientasi kultural menjadi komponen penting layanan jasa ekowisata.Nilai-nilai warisan budaya, mencakup cagar alam, lanskap, bangunan prasejarah, arsitektur, seremoni, bahasa dan seni tradisional harus mampu dipelihara dalam kerangka aspek legal. Deskripsi tentang kultur dan nilai-nilai yang diwariskan akan menjadi informasi penting sekaligus menjadi panduan bagi pengelolaan tujuan ekowisata.
Dalam kenyataannya bahwa sarana tersebut perlu dan sangat diinginkan untuk dibangun serta dikembangkan dikarenakan untuk menyesuaikan dengan maksud yang dituju oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Palembang. Akan tetapi pembangunan serta pengembangan sarana tersebut tetap harus disepakati dalam musyawarah pembangunan. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, upaya yang dilakukan guna mengembangkan sarana objek wiata Bukit Siguntang meliputi:
a. Pengembangan Sarana Wisata
Pengembangan sarana yang telah dan dapat dilakukan adalah ppengembangan fasilitas umum seperti toilet umum. Sarana tersebut dapat dibangun, akan tetapi untuk membangun atau mengembangkan fasilitas tersebut yang berasitektur seperti bangunan Kerajaan Sriwijaya tidak dapat dilakukan padahal maksud yang ingin diperoleh adalah meningkatkan kunjungan wisatawan karena suasana kerajaan yang sangat terasa, meningkatkan kenyamanan para wisatawan. Begitu juga dengan pembangunan fasilitas seperti bangunan utama berasitektur Kerajaan Sriwijaya. Akan tetapi tetap pada kenyataannya yang dapat dilakukan pengembangan fasilitas ialah pada pengembangan fasilitas umum yang dibutuhkan saja serta melakukan perbaikan atau renovasi bangunan-bangunan termasuk bangunan bersejarah yang ada di objek wisata Bukit Siguntang seperti pada table 5.1 berikut ini:
Tabel 5.1
Program dan Kegiatan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Palembang
PROGRAM KEGIATAN INDIKATOR KINERJA
KELOMPO
K
SASARAN
PENDANAAN
1 2 3 4 5
Output : - Sarana dan Prasarana Kepariwisataan.
Penyediaan fasilitas peristirahatan perlu dilakukan mengingat objek wisata Bukit Siguntang yang memiliki wilayah berbukit sehingga akan sangat memungkinkan tenaga wisatawan dapat terkuras. Oleh karena itu kemudian tindakan yang dapat dilakukan oleh dinas kebudayaan dan Pariwisata Kota Palembang dalam penyediaan tempat perisitirahatan ialah dengan membuat settle yang dapat dimanfaatkan oleh wisatawan untuk beristirahat. Terlebih kondisi objek wisata Bukit Siguntang yang cukup luas sehingga diperlukan sarana perhotelan. Perhotelan dimungkinkan untuk dibangun agar para wisatawan dapat melanjutkan perjalanan wisata mereka pada hari-hari berikutnya untuk menikmati pesona wisata lain yang ada di Kota Palembang. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Kepala Bidang Pengembangan Sarana dan Prasarana Pariwisata mengatakan:
“Untuk memperlancar kunjungan wisatawan di tempat-tempat wisata disediakan sarana perhotelan yang berada di kawasan wisata. Sehingga memudahkan wisatawan untuk menuju objek wisata karena letaknya yang tidak berjauhan”.
Jumlah akomodasi penginapan di sekitar objek wisata Bukit Siguntang dapat dilihat
disinggahi oleh para wisatawan yang datang berkunjung. Adapun data rumah makan yang terdapat di sepanjang jalan menuju objek wisata Bukit Siguntang dapat dilihat pada table 5.3 di bawah ini:
Tabel 5.3
25 26
Warung Pak Didi Warung Bu Eni
Bukit Siguntang Bukit Siguntang
Kerja sama dengan pihak ketiga dalam pengelolaan objek wisata Bukit Siguntang ialah dengan menjadikan pihak ketiga sebagai penyedia kebutuhan akomodasi makanan dan minuman. Pihak ketiga dalam kegiatannya dapat menempati café shop yang ada di lokasi objek wisata Bukit Siguntang. Café shop tersebut dibangun oleh pihak Pemerintah Daerah untuk menambah daya tarik wisatawan. Pihak pemerintah daerah tidak melibatkan investor dalam pembangunan fasilitas tersebut karena selain kekhawatiran terhadap pihak investor yang dapat mempunyai hak untuk ikut mengelola dari saham yang ditanam, fasilitas tersebut dapat menjadi objek untuk disewakan sehingga dapat membantu meningkatkan pendapatan daerah.
3) Penyediaan Lahan Parkir
Kebutuhan ruang parkir dalam bentuk pelayanan yang memberikan rasa aman terhadap para pengunjung guna menghindari terjadinya tindak kejahatan/pencurian kendaraan di sekitar objek wisata.Di tempat parkir tersebut tidak hanya dijaga oleh masyarakat sekitar yang turut berperan tetapi juga diawasi oleh petugas keamanan. Menurut hasil wawancara dengan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Palembang menyebutkan bahwa:
Penyediaan lahan parkir sangat dibutuhkan di objek wisata Bukit Siguntang.Hal tersebut dimungkinkan karena untuk mendaki perbukitan di objek wisata tersebut tidak dapat dilakukan dengan menggunakan kendaraan.Penyediaan lahan parkir berbeda-beda untuk jenis-jenis fasilitas wisata.Satuan ruang parkir (srp) adalah tempat parkir untuk satu kendaraan. Menurut standar yang ditetapkan oleh Ditjend Perhubungan Darat yang diperlukan oleh 1 mobil (1 srp) adalah 4,8 x 2,3 meter. Besarnya area parkir yang diperlukan tergantung pada jumlah kendaraan dan jarak antar kendaraan yang ditentukan, desain untuk akses dan sirkulai kendaraan.
3.2.3 Perawatan Sarana Wisata
Perawatan sarana di objek wisata Bukti Siguntang telah secara rutin dilakukan.Perawatan tersebut telah direncanakan setiap tahunnya dalam Rencana Kerja Anggaran (RKA).Dari penjabaran RKA tersebut kemudian tindakan perawatan yang secara rutin dilakukan ialah pemeliharaan kondisi fisik sarana wisata serta pemeliharaan kebersihan baik sarana maupun lingkungan objek wisata itu sendiri.berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan Kepala Bidang Pengembangan Sarana dan Prasarana Pariwisata bahwa kegiatan perawatan sarana maupun objek wisata Bukit Siguntang sendiri secara rutin direncanakan dan direalisasikan seperti permeliharaan kondisi fisik sarana wisata serta pemelihraan kebersihan.
3.2.4 Peningkatan Pengawasan dan Keamanan di Sekitar Objek Wisata Bukit Siguntang
Ketertiban dan keamanan merupakan faktor yang termasuk dalam program Sapta Pesona yang disampaikan oleh Inu Kencana Syafiie (2008:128) potensi pariwisata dikenal juga dengan adanya program Sapta Pesona, yaitu:
1. Keamanan
2. Ketertiban
3. Kebersihan
4. Kesejukkan
5. Keindahan
6. Keramahtamahan
7. Kenangan
Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Bukti Siguntang mengatakan bahwa:
Ketertiban dan keamanan di objek wisata Bukit Siguntang memang harus terus dijaga.Objek wisata Bukit Siguntang merupakan situs bersejarah yang harus benar-benar dijaga. Banyaknya pengunjung akan dapat menguntungkan bagi orang-orang yang melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan peraturan. Sehingga pengawasan sangatlah penting untuk menjaga keteraturan.
Objek wisata Bukit Siguntang memiliki barang-barang peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang sangat bernilai.Apabila objek ini tidak didukung dengan pengawasan keamanan, maka pencurian dapat terjadi. Terlebih dengan banyaknya pengunjung akan dapat mengurangi pengawasan perorangan. Begitu juga dengan ketertiban terhadap penggunaan sarana yang ada. Pengunjung yang nakal dapat membuat coretan di sarana-sarana yang ada sehingga pastinya akan merusak ketertiban.
Berdasarkan wawancara penulis dengan Kepala Bidang Pengembangan Sarana dan Prasarana Pariwisata mengatakan:
“Untuk menjamin keamanan serta ketertiban maka Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Palembang telah membuat papan-papan peraturan berikut sanksi yang dipasang di sekitaran lokasi objek wisata Bukit Siguntang.Lebih dari itu, untuk menjamin semuanya berjalan serta peningkatan jaminan keamanan dan ketertiban, maka telah disiapkan satpam di lokasi objek wisata tersebut”.
Peningkatan kualitas keamanan yang telah dilakukan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Palembang merupakan tindakan yang sangat sesuai dengan konsep pengembangan menurut teori Inu Kencana Syafii sehingga merupakan tindakan yang tepat untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke objek wisata Bukit Siguntang.
3.2.5 Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
sehingga menjadi tugas bagi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata untuk memberikan bimbingan teknis tentang kepariwisataan agar kualitas pelaku pariwisata menjadi lebih profesional.
a. Aparatur pariwisata
Menurut Luankali (2007 : 220) mengatakan bahwa: “Faktor penyebab risiko kegagalan: bad execution (pelaksanaannya jelek), bad policy (kebijakannya memang jelek) dan bad luck (kebijakasanaannya bernasib jelek)”.
Berdasarkan pernyataan di atas, penulis dapat menarik suatu kesimpulan bahwa untuk meraih suatu keberhasilan dalam suatu usaha maka diperlukan kerangka pemikiran yang tertuang dalam kebijakan- kebijakan yang tepat dan cermat. Bila kebijakan yang diambil asal-asalan maka hasil yang akan dicapai juga kurang memuaskan, bahkan berisiko mengalami kegagalan. Semua itu tidak terlepas dari kemampuan yang dimiliki oleh manusianya yang dalam hal ini pegawai Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Palembang.
Kualitas aparatur pariwisata merupakan faktor yang cukup penting dalam peningkatan dan pengembangan sektor pariwisata. Peningkatan kualitas aparatur pariwisata ini lebih diarahkan kepada peningkatan kemampuan di dalam menjalankan tugas-tugas dibidang teknis atau pelatihan-pelatihan teknis dibidang pariwisata, yaitu melalui peningkatan keterampilan berupa pendidikan dan pelatihan.
Berdasarkan wawancara dengan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Palembang, Beliau mengatakan bahwa telah dilakukan berbagai upaya untuk meningkatkan sumber daya manusia, yaitu antara lain :
1) Meningkatkan sadar wisata di kalangan masyarakat melalui penyuluhan sadar wisata;
2) Menyelenggarakan kursus-kursus, penataran dan pelatihan kepariwisataan dalam rangka meningkatkan kemampuan profesionalisme tenaga kerja di bidang kepariwisataan;
3) Mengikuti seminar-seminar kepariwisataan;
4) Studi banding ke daerah lain.
yang telah dilakukan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dalam meningkatkan kualitas pegawainya, melalui pendidikan dan pelatihan kepariwisataan sehingga hasil yang akan dicapai akan lebih baik lagi.
b. Masyarakat
Pembangunan kepariwisataan daerah merupakan rangkaian usaha dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Palembang dalam rangka meningkatkan kunjungan wisatawan. Di mana pembangunan ini merupakan suatu upaya yang sistematis dan berkesinambungan meliputi berbagai macam kegiatan dengan tujuan memajukan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan kepariwisataan dilakukan dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah dengan menggunakan keterpaduan gerak berbagai aspek kehidupan lainnya yang merupakan sinergi dan melibatkan masyarakat secara keseluruhan.
Masyarakat merupakan ujung tombak keberhasilan pengembangan dan pembangunan pariwisata sehingga perlu tetap diberdayakan.Tujuan dari pemberdayaan masyarakat di dalam kepariwisataan adalah untuk meningkatkan peran masyarakat sebagai pelaku pariwisata tidak hanya sebagai penonton, sehingga mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat itu sendiri.Peningkatan kualitas sumber daya manusia dilakukan dengan mengadakan penyuluhan wisata.
Menurut Kepala Dinas Kebudayaan dan PariwisataKota Palembang yang menjelaskan bahwa:
Salah satu tujuan dari Dinas Kebudayaan dan PariwisataKota Palembang ikut memberdayakan masyarakat terutama yang berada disekitar objek wisata adalah memberikan kesempatan bagi masyarakat disekitar untuk mengembangkan keterampilan dengan melakukan pembinaan secara langsung dasar-dasar teknik pengembangan kerajinan dari pemilihan bahan baku sampai dengan pengemasan produk dan pemasaran.
Menurut hasil wawancara dengan Kepala Bidang Pemasaran Produk Kebudayaan dan Pariwisata menjelaskan bahwa:
Pada kesempatan pelatihan diberikan penyuluhan tentang Sapta Pesona Wisata sehingga wisatawan yang akan datang dapat menikmati kunjungan, hal ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan peran serta masyarakat, menggalang sikap perilaku untuk menjadi tuan rumah yang baik serta meningkatkan citra, mutu produk dan pelayanan pariwisata yang dilandasi atas meningkatnya penerapan Sapta Pesona dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun penyuluhan-penyuluhan yang diberikan pada Sapta Pesona Wisata terhadap masyarakat adalah sebagai berikut :
1. Aman
Aman merupakan suatu keadaan yang memberikan suasana tenang dan tenteram bagi wisatawan, terbebas dari rasa takut dan khawatir akan keselamatan jiwa, raga dan harta.
2. Tertib
Tertib merupakan kondisi yang mencerminkan suasana tertib dan teratur serta disiplin dalam semua segi kehidupan masyarakat dan tertib menghadapi wisatawan.
3. Bersih
Bersih merupakan suatu kondisi lingkungan yang menampilkan suasana bebas dari kotoran, sampah, limbah, penyakit, dan pencemaran.Keadaan bersih harus tercermin pada lingkungan dan sarana pariwisata.
4. Sejuk
Lingkungan yang serba hijau, segar, rapi, memberi suasana dan keadaan sejuk, nyaman, tentram. Kesejukan yang dikehendaki tidak saja harus berada diluar ruangan, akan tetapi juga berada didalam ruangan, misalnya ruang kerja/belajar, ruang makan, ruang tidur dan lain-lain.
5. Indah
bentuk atau gaya dan gerak yang serasi dan selaras sehingga memberi kesan yang enak dan cantik untuk dilihat.
6. Ramah
Ramah merupakan suatu sikap dan perilaku yang menunjukan kesopanan, akrab, hormat, sopan dalam berkomunikasi, suka tersenyum dan menarik hati serta memberikan pelayanan yang baik.Ramah tidak berarti harus kehilangan kepribadian atau sikap tegas dalam menentukan suatu keputusan. Ramah merupakan watak budaya bangsa Indonesia pada umumnya, selalu menghormati tamu dan dapat menjadi tuan rumah yang baik. Sikap ini merupakan salah satu daya tarik bagi wisatawan.
7. Kenangan
Kenangan adalah kesan yang melekat dengan kuat pada ingatan dan perasaan seseorang yang disebabkan oleh pengalaman yang diperolehnya.
Setelah memperhatikan penjelasan dari Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dan Kepala Bidang Pemasaran Produk dan Kebudayaan Pariwisata, maka dapat disimpulkan bahwa dengan memperhatikan keadaan pelaku wisata seperti di atas maka masih perlu dilakukan upaya-upaya peningkatkan kualitas dari sumber daya manusia dengan memberikan pendidikan dan pelatihan tentang kepariwisataan kepada para pegawai Dinas Kebudayaan dan Pariwisata sehingga menjadi lebih professional lagi dalam menjalankan tugas yang telah diberikan kepada masing-masing pegawai. Sedangkan untuk masyarakat itu sendiri maka penyuluhan “Sadar Wisata” harus lebih digalakan lagi sehingga para pengunjung tidak akan merasa kecewa dengan kunjungan yang telah dilakukannya.
3.2.5.1 Pengembangan Pemasaran dan Promosi Pariwisata
objek dan atraksi wisata agar wisatawan memperoleh kepuasan optimal. Sedangkan promosi adalah variabel kunci dalam rencana strategi pemasaran dan dapat dipandang sebagai suatu unsur untuk menciptakan kesempatan-kesempatan pemasaran pariwisata.
Fungsi promosi adalah untuk memberitahukan produk yang hendak ditawarkan kepada calon wisatawan yang hendak dijadikan target pasar. Kegiatan promosi idealnya dilakukan secara berkesinambungan melalui beberapa media yang dianggap efektif dapat menjangkau target pasar, apakah media cetak (Koran, majalah atau pamflet), media elektronik (radio, tv, atau internet), namun pemilihannya tergantung dengan target pasar yang hendak dituju. Dengan demikian promosi sangat diperlukan untuk menjaga agar hubungan antara produsen dan konsumen tidak terputus dan tetap terjalin secara sistematis.
Berkaitan dengan pengertian di atas, maka promosi pariwisata ini memperkenalkan produk-produk wisata yang ada dengan segala keunikannya sehingga mempengaruhi seseorang untuk melihat, mengenal secara dekat apa yang dikenalkan itu. Kegiatan pemasaran dan promosi dilakukan melalui suatu proses perencanaan dan analisa untuk mencapai tingkat maksimal sehingga dapat meraup dan menjaring keinginan wisatawan. Untuk meningkatkan kepariwisataan, harus dilakukan berbagai terobosan dalam melakukan promos.Hal ini disadari mengingat persaingan di dalam dunia pariwisata yang semakin ketat.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Bidang Pemasaran Produk dan Kebudayaan Pariwisata mengatakan bahwa:
Kegiatan pemasaran dan promosi untuk kegiatan objek wisata alam Loksado dilakukan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata melalui liflet/brosur pariwisata di hotel-hotel, promosi dalam rangka pameran pembangunan daerah dan sebagainya sampai lingkup wilayah Sumatera Selatan maupun tingkat nasional.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan penulis dengan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata yang mengatakan:
Implementasi pemasaran dan promosi wisata yang dilakukan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata juga dilakukan melalui :
1) Media Elektronika, Promosi dilakukan melalui kerjasama dengan Radio Republik Indonesia Kota Palembang dan Radio Elita FM Palembang.
3) Kegiatan-kegiatan Wisata, Selain melalui media cetak dan media elektronika promosi juga dilakukan melalui penyelenggaraan “Fam Tour”, pergelaran kebudayaan seperti pagelaran tarian Sansapurba, pameran pariwisata seperti gelar museum di Jakarta, event kesenian Peran Basi Bangsa Melayu, tempat festival-festival baik yang bersifat nasional maupun internasional.
4) Pemasangan papan-papan reklame di pusat-pusat keramaian dan di pinggir-pinggir jalan yang sifatnya strategis.
Menurut pendapat saya bahwa promosi yang telah dilakukan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Palembang di atas cukup baik dikarenakan usaha dalam mempromosikan objek wisata tersebut telah mampu mencakup wilayah yang lebih luas yakni nasional hingga internasional dengan adanya event-event nasional ataupun internasional yang diselenggarakan di Kota Palembang. Akan tetapi masih terdapat kekurangan dalam memperluas pemasaran yakni situs internet yang masih belum dimiliki untuk memasarkan objek wisata tersebut. Pemasaran melalui internet akan mempermudah kegiatan pemasaran baik untuk para calon wisatawan ataupun bagi pihak pemerintah sendiri secara efektif dan efisien karena melalui internet dapat mempermudah masyarakat untuk mengakses informasi.
Pemerintah telah menyusun sejumlah kebijakan di tingkat nasional yang mendukung pelaksanaan pembangunan pariwisata berkelanjutan, seperti UU Pariwisata No 10 tahun 2009 dan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional (RIPARNAS 2010-2025). Pembangunan tersebut mengedepankan efisiensi energi, pelestarian keanekaragaman hayati, dan pekerjaan yang layak yang memperhatikan aspek lingkungan (green jobs). Pembangunan pariwisata berkelanjutan mengutamakan wisatawan dapat belajar dan berapresiasi terhadap alam, budaya, bahkan kehidupan ritual masyarakat setempat. Kesadaran yang didasarkan oleh pemahaman terhadap kondisi lingkungan yang berorientasi pada konservasi dan kepedulian terhadap budaya serta peradaban penduduk setempat merupakan hal yang menonjol dalam pelaksanaan pariwisata berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.
Palembang mempunyai objek wisata budaya yaitu Bukit Siguntang. Bukti Siguntang dikenal sebagai wilayah dari Kerajaan Sriwijaya dan mempunyai beberapa peninggalan dari kerajaan tersebut menjadikan wilayah perbukitan yang ada di Kota Palembang ini menyimpan banyak nilai sejarah. Pembangunan pariwisata di Kota Palembang dapat memberikan pengaruh positif terhadap sektor-sektor yang lain seperti perdagangan, hotel, restoran; angkutan/komunikasi serta jasa. Oleh karena itu, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Palembang mengembangkan objek wisata Bukit Siguntang sebagai pembangunan pariwisata berkelanjutan melalui pengembangan kelembagaan dan pengelolaan objek dan daya tarik wisata; pembangunan sarana seperti pengembangan sarana wisata, penyediaan sarana akomodasi; perawatan sarana wisata; peningkatan pengawasan dan keamanan; peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk aparatur pariwisata, masyarakat; pengembangan pemasaran dan promosi pariwisata.
Abdilah Fitra dan Leksmono, S Maharani. 2001. “Pengembangan Kepariwisataan berkelanjutan”. Jurnal Ilmu Pariwisata Vol.6. No. 1 Juli 2001. hal :87.
Chucky. 1999. Internasional Tourism : A Global Prespective. Madrid: Word Tourism Organization (WTO).
Eadington, W.R. and Smith,V. 1992. The Emergence of Alternative Form of Tourism dalam Smith,V. and Eadington, W.R. (ed). Tourism Alternative : Potencial and Problem in the Tourism Development dalam Suwena, I Ketut, 2010. Format Pariwisata Masa Depan, dalam Pariwisata Berkelanjutan Dalam Pusaran Krisis Globa”. Denpasar : Udayana University Press.
Indrawati, Yayu. 2010. Pelestarian Warisan Budaya Bali Dalam Mewujudkan Pariwisata Berkelanjutan di Kota Denpasar dalam Pariwisata Berkelanjutan Dalam Pusaran Krisis Global. Denpasar : Udayana University Press.
Poerwadarminta, W.J.S. 1986. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Luankali. 2007. Pariwisata Indonesia: Siasat Ekonomi dan Rekayasa Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius.
Naisbitt, John. 1994. Global Paradoks. Jakarta: Gramedia.
Nugroho, Iwan. 2011. Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.