• Tidak ada hasil yang ditemukan

Minyak Kelapa Sawit Sebagai Salah Satu P

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Minyak Kelapa Sawit Sebagai Salah Satu P"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

MINYAK KELAPA SAWIT (

CRUDE PALM OIL

)

SEBAGAI SALAH SATU SUMBER PENERIMAAN NEGARA

BAGI PEMBANGUNAN PERTAHANAN NEGARA:

PELUANG DAN TANTANGAN

PENYUSUN

MAHASISWA PASCASARJANA

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTAHANAN COHORT-5

FAKULTAS MANAJEMEN PERTAHANAN

(3)

MINYAK KELAPA SAWIT (CRUDE PALM OIL) SEBAGAI SALAH SATU SUMBER PENERIMAAN NEGARA BAGI PEMBANGUNAN PERTAHANAN NEGARA: PELUANG DAN TANTANGAN

Penanggung Jawab

Dekan Fakultas Manajemen Pertahanan Dr. Ir. Arsegianto, M.Sc.

Pengarah dan Penyunting Teknis Utama Kepala Program Studi Ekonomi Pertahanan Kolonel Lek Dr. Arwin D.W. Sumari, S.T., M.T. [F.S.I., F.S.M.E., V.D.B.M., S.A., S.R.Eng.]

Penyusun : 1. Semmy Tyar Armandha, S.IP. 2 Zubair Ali Mustaka, S.E. 3. Arijo Hadi, S.E, M.Si. 4. Dicky Hadi Wijaya, S.E. 5. Afif Qudratulah, S.IKom.

6. Hafsari Diah Pratiwi Ariani, S.M. 7. Avezia Gabby Ariane, S.IP. 8. Yanwar Abidin Rakinda, S.S. 9. Idham Wahyudi, A.Md., S.ST. 10. Rinus Pulmasari, S.E.

11. Ana Caharana, S.P. 12. Siti Lutfiyanah, S.Pd. 13. Sigit Widhi, S.E. 14. Ezaldi Muftandi, S.E. 15. Milawati, S.Pd. 16. Ratna Mulia,S.ST. 17. Indra Meira, S.E. 18. Topan Sani, S.H., M.H. 19. Dedi Iskandar, S.E.

20. Tubumauly Forta Suhanto Pakpahan, S.E. Desain Sampul: Yanwar Abidin Rakinda, S.S.

ISBN : 978-602-17915-8-5 HALAMAN : 79 (tujuh puluh sembilan) Diterbitkan Oleh :

Universitas Pertahanan

Kawasan Indonesia Peace and Security Center (IPSC) Sentul Bogor - Jawa Barat

(4)

KATA PENGANTAR

Assalamu ‘alaikum warohmatullohi wabarokatuh, salam sejahtera untuk kita semua.

Dengan mengucap puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, buku laporan Kuliah Kerja Dalam Negeri (KKDN) yang berjudul Minyak Kelapa Sawit (Crude Palm Oil) Sebagai Salah Satu Sumber Penerimaan Negara

Bagi Pembangunan Pertahanan Negara: Peluang dan Tantangan telah

dapat diselesaikan.

Buku ini merupakan hasil dari salah satu pengamalan Tridharma Perguruan Tinggi yaitu penelitian, untuk meningkatkan keinginan terhadap pengembangan ilmu pengetahuan. Perwujudan dari dharma penelitian diaplikasikan dalam kegiatan KKDN di Sumatera Utara.

Dari kunjungan tersebut diharapkan dapat menghasilkan sebuah pemikiran mengenai bagaimana Indonesia sebagai salah satu produsen terbesar dalam industri Crude Palm Oil (CPO) di dunia dapat memanfaatkan keunggulan tersebut bagi sektor pembangunan pertahanan negara. Di dalam buku ini akan diuraikan mengenai CPO sebagai salah satu sumber penerimaan negara melalui kebijakan pengenaan bea keluar atas ekspornya, keunggulan komparatif dan kompetitif produk CPO Indonesia, serta analisis mengenai peluang dan tantangan industri dan perdagangan CPO Indonesia di pasar perekonomian global.

Melalui kesempatan ini, kami selaku Ketua Kegiatan KKDN Program Studi Ekonomi Pertahanan Cohort-5 Tahun Ajaran 2014/2015, Fakultas Manajemen Pertahanan, Universitas Pertahanan, menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada :

1. Laksamana Madya TNI Dr. Desi Albert Mamahit, M.Sc., Rektor Universitas Pertahanan.

2. Dr. Ir. Arsegianto, M.Sc., Dekan Fakultas Manajemen Pertahanan.

3. Laksamana Pertama TNI Dr. Dadang S. Wirasuta, S.E., S.P.I., S.H., M.M., M.B.A. Sekretaris Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM).

4. Kolonel Lek Dr. Arwin D.W. Sumari, S.T., M.T., Kepala Program Studi Ekonomi Pertahanan.

5. Kolonel Sus Prayitno, M.T.I., Kepala Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi.

6. Mayor Sus Coky R. Bonavena, S. Kom., M.Si.(Han), Perwira Pendamping.

(5)

Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan dan keterbatasan dalam penyusunan laporan KKDN ini. Oleh karena itu, kami mengharap kritik dan saran untuk kesempurnaan buku ini. Semoga buku ini dapat memberikan kontribusi dan wawasan dalam pengembangan studi mengenai ekonomi pertahanan.

Wassalamu ‘alaikum warohmatullohi wabarokatuh.

Bogor, Juni 2015

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Berkat rahmat dan hidayah Tuhan Yang Maha Esa, seluruh civitas akademika Program Studi Ekonomi Pertahanan Cohort 5, dengan bangga dan penuh syukur mempersembahkan buku yang berjudul Minyak Kelapa Sawit (Crude Palm Oil) Sebagai Salah Satu Sumber Penerimaan Negara Bagi

Pembangunan Pertahanan Negara: Peluang dan Tantangan. Buku ini

adalah hasil dari studi Kuliah Kerja Dalam Negeri (KKDN) di Kota Medan dan Belawan, Sumatera Utara yang dilaksanakan pada 30 November 2014 sampai dengan 9 Desember 2015.

(7)

Kami sadar bahwa masih terdapat kekurangan dalam penyusunan karya ilmiah ini. Potensi yang ada dalam produk CPO dan turunannya masih banyak yang harus dieksplorasi baik kondisi struktural di sekitarnya baik dalam aspek politik, sosial, budaya, maupun keamanan. Akhir kata, semoga karya ini bermanfaat bagi khasanah ilmu pengetahuan pada umumnya, dan keilmuan ekonomi pertahanan pada khususnya.

Bogor, Juni 2015

(8)

KATA SAMBUTAN

DEKAN FAKULTAS MANAJEMEN PERTAHANAN

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Dengan mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, saya menyambut baik penerbitan laporan hasil penelitian Kuliah Kerja Dalam Negeri (KKDN) yang berjudul “MINYAK KELAPA SAWIT (CRUDE PALM OIL) SEBAGAI SALAH SATU SUMBER PENERIMAAN NEGARA BAGI PEMBANGUNAN PERTAHANAN NEGARA: PELUANG DAN TANTANGAN” oleh mahasiswa Program Studi Ekonomi Pertahanan, Universitas Pertahanan Indonesia Cohort 5 tahun ajaran 2014-2015. Laporan hasil penelitian hasil penelitian lapangan ini merupakan sebuah langkah untuk mengetahui potensi

Crude Palm Oil (CPO) yang sebenarnya dimiliki oleh Indonesia serta hal apa saja yang menjadi kendala dalam pengembangan potensi CPO tersebut.

CPO merupakan salah satu komoditas ekspor utama Indonesia yang penyebaran ekspornya hingga ke benua Eropa, Afrika, hingga Amerika. Indonesia sendiri menjadi salah satu penghasil CPO terbesar di dunia. Dengan kata lain, hasil dari ekspor CPO seharusnya dapat menjadi salah satu sumber penerimaan negara yang dapat digunakan untuk pembangunan. Namun aktivitas ekspor CPO di Indonesia tidak berarti tanpa tantangan atau kendala. Berbagai macam kendala dihadapi oleh pengekspor CPO Indonesia. Salah satu contohnya adalah adanya black campaign atau kampanye gelap oleh beberapa pihak yang menyatakan bahwa kebun kelapa sawit di Indonesia merusak lingkungan. Hal tersebut mengakibatkan boikot massal dari negara-negara pengimpor CPO dari Indonesia. Hal ini tentu saja merugikan para pengekspor CPO dan Indonesia sendiri.

(9)

Akhir kata, saya berharap laporan ini sebagai laporan hasil penelitian lapangan yang dilaksanakan oleh mahasiswa prodi Ekonomi Pertahanan dapat bermanfaat sebagai sumber inspirasi dan masukan bagi para pihak terkait. Saya memberikan apresiasi yang besar bagi para mahasiswa Program Studi Ekonomi Pertahanan, Universitas Pertahanan Indonesia Cohort 5 tahun ajaran 2014-2015 serta seluruh pihak terkait yang telah mencurahkan tenaga dan pikirannya untuk mendukung penyusunan dan penerbitan laporan ini.

Wassalamualaikum Warrahmatulahi Wabarakatuh

Bogor, Juni 2015

Dekan Fakultas Manajemen Pertahanan

(10)

KATA SAMBUTAN

KEPALA PROGRAM STUDI EKONOMI PERTAHANAN

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas izin dan ridho-Nya kegiatan Kuliah Kerja Dalam Negeri (KKDN) ke Medan dan Belawan, Sumatera Utara yang dilaksanakan oleh civitas akademika Program Studi Ekonomi Pertahanan Cohort 5 Tahun Ajaran 2014-2015 dari 30 November 2014 hingga 9 Desember 2014 telah dilaksanakan dengan baik, lancar, dan sesuai dengan apa yang telah direncanakan dan diharapkan. Kegiatan KKDN merupakan salah satu mata kuliah wajib baga para mahasiswa Universitas Pertahanan, dan salah satu media bagi civitas akademika Universitas Pertahanan dalam melaksanakan Tridharma Perguruan Tinggi, yakni pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Dengan adanya KKDN, para dosen dan mahasiswa dapat mengaplikasikan ilmu-ilmu yang telah didapatkan di dalam kelas kepada fenomena-fenomena empiris yang terjadi di masyarakat, sehingga mahasiswa tidak hanya pandai dalam berteori melainkan juga pandai dalam menyosialisasikan ilmu-ilmunya tersebut.

KKDN yang telah dilaksanakan megambil tema “CPO sebagai salah satu Penerimaan Negara”. Tujuan dari pemilihan tema dan locus penelitian adalah untuk mengetahui pengolahan produk Minyak Kelapa Sawit (CPO) serta kontribusinya sebagai salah satu penerimaan negara yang terbesar non pajak, dan Sumatera Utara adalah salah satu propinsi terbesar produsen CPO. Penelitian lapangan ini juga bertujuan untuk mengetahui permasalahan-permasalahan yang mendera CPO yang merupakan salah satu komoditi ekspor andalan Indonesia dihadapkan pada dinamika nasional dan internasional. Berbagai permasalahan berhasil diidentifikasi seperti adanya ancaman black campaign, menjamurnya kepemilikan asing, ketiadaan produk hilirisasi yang dapat menambah nilai jual, belum mampunya Indonesia menentukan patokan harga CPO, dan ketidaksinergian antar aparatur pemerintah yang berwenang. Temuan-temuan tersebut telah dianalisis dan menghasilkan strategi-strategi sebagai rekomendasi bagi kebijakan pemerintah dalam menangani CPO. Jika tidak diantisipasi, maka ancaman peperangan ekonomi dapat mengganggu stabilitas pertahanan nirmiliter, akan menjadi persoalan serius dan berpotensi mengganggu stabilitas pertahanan dan keamanan nasional yang pada gilirannya akan berdampak signifikan kepada komponen pertahanan militer.

(11)

pengambilan keputusan. Karya ilmiah ini juga diharapkan mampu memberikan kesadaran bahwa pertahanan militer dan nirmiliter tidak dapat dipisahkan apalagi dalam paradigma peperangan modern saat ini.

Saya memberikan apresiasi yang tinggi kepada para mahasiswa/i Program Studi Ekonomi Pertahanan Cohort 5 atas kerja sama dan semangat di tiap kegiatan dari awal hingga tersusunnya karya ilmiah ini. Semoga Karya Ilmiah ini menjadi bagian dari prestasi-prestasi kalian lainnya di Universitas Pertahanan, dan dapat menjadi tauladan bagi adik-adik kalian pada cohort

berikutnya.

Wassallammu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Bogor, Juni 2015

Kepala Program Studi Ekonomi Pertahanan

Dr. Arwin D.W. Sumari, S.T, M.T. [F.S.I., F.S.M.E., V.D.B.M., S.A., S.R.Eng.]

(12)

DAFTAR ISI

1.2. Sekilas Mengenai Kelapa Sawit di Indonesia ... 3

1.3. Problematika Pengelolaan Kelapa Sawit di Indonesia ... 4

1.4. Sistematika Pembahasan ... 7

BAB II KERANGKA TEORI ... 7

2.1. Teori Perdagangan Internasional ... 7

2.2. Teori Keunggulan Komparatif (Comparative Advantages) ... 7

2.2.1. Indeks RCA Bela Balassa ... 8

2.2.2. Analisis RCA ... 9

2.3. Teori Peperangan Ekonomi (Economic Warfare) ... 9

BAB III GAMBARAN DINAMIKA CPO INDONESIA ... 13

3.1 Organisasi Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) ... 14

3.2 Kondisi CPO Indonesia ... 15

3.3 Dinamika Naik-turunnya Produksi dan Harga CPO Indonesia ... 19

3.4 CPO dan Produk Turunannya Sebagai Salah Satu Sumber Penerimaan Negara Melalui Kebijakan Pengenaan Bea Keluar Ekspor ... 21

3.4.1. Kebijakan Pengenaan Bea Keluar CPO dan Produk Turunannya ... 21

3.4.2. Target dan Realisasi Capaian Penerimaan Negara dari Bea Keluar Kelapa Sawit ... 24

3.5 Kondisi Ekspor CPO dan Turunannya Pasca Kebijakan Hilirisasi Produk ... 27

3.6. Peningkatan Ekspor Produk Hilir ... 28

3.7. Multinational Company vs Domestic Company ... 30

3.8 Posisi Indonesia di ASEAN ... 33

3.9 Program National Branding Minyak Goreng Kemasan ... 34

BAB IV ANALISIS PELUANG DAN KENDALA PRODUK CPO INDONESIA ... 42

4.1. Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Produk CPO Indonesia ... 42

4.1.1. Daya Saing CPO Indonesia (Analisis RCA: Keunggulan Komparatif dan Kompetitif) ... 48

(13)

4.2. Analisis Peluang dan Kendala Produk CPO Indonesia ... 51

4.2.1. Mengenai Analisis TOWS ... 52

4.2.2. Analisis Variabel dan Dimensi Faktor Eksternal dan Internal (TOWS) ... 56

4.2.3. Pendekatan Kualitatif Matriks TOWS ... 57

4.3. Analisis ... 59

BAB V ... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 91

GLOSARIUM ... 95

DAFTAR INDEKS ... 97

LAMPIRAN... 100

DELEGASI ... 101

RINCIAN KEGIATAN ... 102

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Volume Ekspor Negara Tujuan Ekspor CPO Indonesia 33 Tabel 3.2. Kinerja Ekspor CPO Indonesia ... 34 Tabel 3.3. Besaran Tarif Bea Keluar Atas Ekspor Kelapa Sawit,

CPO dan Produk Turunannya ... 40 Tabel 3.4. Besaran Harga Referensi Untuk Penetapan Tarif Bea

Keluar Kelapa Sawit, CPO dan Produk Turunannya ... 41 Tabel 3.5. Kontribusi CPO Terhadap Penerimaan Negara

(2010-2014) ... 43 Tabel 3.6. Perbandingan Kapasitas Terpasang 2011 dan

Proyeksi 2014 ... 46 Tabel 3.7. Peningkatan Nilai Tambah Kelapa Sawit ... 47 Tabel 3.8. Limabelas Pemohon Paten Terbanyak Bidang Kelapa

Sawit di Dunia ... 51 Tabel 3.9. Jumlah Aplikasi Paten Kelapa Sawit Negara ASEAN .. 52 Tabel 3.10. Komposisi Penggunaan CPO di Indonesia ... 53 Tabel 3.11. Perkembangan Jumlah Merek Minyak Goreng

Kemasan Pasca Restrukturisasi Tarif Bea Keluar (PMK 128/2011)

55

Tabel 4.1. Volume Ekspor CPO Indonesia tahun 2010 – 2013 berdasarkan Negara Tujuan dan Peringkat Negara

Tujuan Berdasarkan Volume Ekspor ... 60 Tabel 4.2. Indeks RCA Indonesia di ASEAN ... 62 Tabel 4.3. Strategi dari Analisis TOWS ... 67 Tabel 4.4. Analisis TOWS CPO sebagai Sumber Penerimaan

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Realisasi pendapatan negara dalam 5 (lima) tahun

terakhir ... 41 Gambar 3.2. Komposisi Penerimaan perpajakan dalam APBN-P

2015 ... 42 Gambar 3.3. Negara Penghasil Inovasi Berbasis Paten Agroindustri

Kelapa Sawit ... 45 Gambar 4.1. Negara-Negara Pengekspor CPO Dunia Tahun

2010-2014 ... 63 Gambar 4.2. Nilai Ekspor CPO Indonesia Berdasarkan 10 Negara

(16)

DAFTAR SINGKATAN

3D : Defense Diplomacy Development

APBN-P : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara-Perubahan ASEAN : Association of Southeast Asian Nation

ASP : Average Selling Price

BBN 20 : Bahan Bakar Nabati 20 persen

BPPT : Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi BUMD : Badan Usaha Milik Daerah

DIME : Diplomacy, Information, Military, Economy

GAPKI : Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Indonesian Palm Oil Association)

GDP : Gross Domestic Product

GIMNI : Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia GPFG : Government Pension Fund Global

HAM : Hak Asasi Manusia

HPE : Harga Patokan Ekspor

HS : Harmonized System

ICN : Indonesian Commercial Newsletter

INTRACEN : International Trade Center

ISPO : Indonesian Sustainable Palm Oil

KADIN : Kamar Dagang Indonesia Kemenkumham : Kementerian Hukum dan HAM KKDN : Kuliah Kerja Dalam Negeri

Lantamal : Pangkalan Utama Angkatan Laut Lanud : Landasan Udara

migas : minyak dan gas

MNC : Multinational Company

NGO : Non-Governmental Organization

PBSN : Perusahaan Besar Swasta Nasional

PE : Pajak Ekspor

PMK : Peraturan Menteri Keuangan

PKS : Pabrik Kelapa Sawit

PLA : People’s Liberation Army (Tentara Pembebasan

Rakyat)

PNBP : Penerimaan Negara Bukan Pajak POME : Palm Oil Mill Effluent

(17)

PPN : Pajak Pertambahan Nilai

PPP : Purchasing Power Parity

PTA : Preferential Trade Agreement

PTPN : PT. Perkebunan Nusantara

RCA : Revealed Comparative Advantage

R&D : Research and Development

RSPO : Rountable Sustainable Palm Oil

RPO : Red Palm Oil

RUU : Rancangan Undang-Undang

SWOT : Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats

TBK : Tandan Buah Kosong/Empty Fruit Bunch

TBS : Tandan Buah Segar

TOWS : Threats, Opportunities, Weaknesses, Strengths

UU : Undang-Undang

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Studi Ekonomi Pertahanan menunjukkan adanya perubahan yang semakin kompleks seiring semakin pesatnya perputaran manajemen rantai pasokan (supply chain management) global pasca berakhirnya Perang Dingin. Hal ini dikarenakan beralihnya sistem internasional dari bipolar (bertumpu pada dua kutub: Barat (Amerika Serikat) dan Timur (Uni Soviet)) menuju uni-multipolar yang secara politis didominasi Amerika Serikat dan ekonomi didominasi oleh Eropa dan Asia.1 Perubahan tersebut membuat dinamika keamanan

internasional tidak lagi diwarnai dengan pertahanan yang bertumpu pada model threat based planning yang mengedepankan pertimbangan akuisisi pertahanan pada perimbangan kekuatan (balance of power), melainkan pada kapabilitas. Ancaman semakin beragam tidak hanya oleh negara, melainkan non-negara dan dengan cara-cara konvensional maupun non-konvensional. Hal ini berarti, bahwa ancaman dapat berasal darimana saja, kapan saja, dan yang terpenting: apa saja dan siapa saja.

Oleh karenanya, melihat fenomena-fenomena seputar pertahanan masa kini, tidak lagi dapat dilihat hanya dari konteks ancaman yang berasal dari negara ke negara, dan dari ancaman yang sifatnya berupa alat-alat berat (seperti pesawat perang, kapal perang, tank, artileri, dsb.). Ancaman peperangan asimetris semakin marak dan menunjukkan efektifitasnya dalam melemahkan pertahanan negara lain demi tujuan-tujuan tertentu yang sifatnya politis dari negara tertentu. Dalam hal ini, ekonomi

1 Samuel P. Huntington. (1996) The Clash of Civilization and the Remaking

(19)

merupakan aspek paling krusial dan kritis yang bisa dilumpuhkan dari dan oleh suatu negara guna tercapainya tujuan-tujuan tersebut.2 Dengan melemahkan ekonomi suatu

bangsa, maka tanpa berperang pun suatu negara dimungkinkan meraup keuntungan, misalkan saja nilai pertumbuhan ekonomi yang signifikan dan pembangunan yang pesat. Aspek ekonomi menjadi titik terlemah karena segala urusan negara membutuhkan modal termasuk urusan pertahanan. Ketika industri pertahanan tidak mendapatkan aliran modal yang pasti, maka dapat dipastikan pertahanan semakin lemah, di saat negara berfokus pada produk yang dapat dikonsumsi langsung ketimbang pertahanan (dinamika guns vs. butter).

Salah satu aspek yang krusial dalam ekonomi tersebut, menurut Arquila dan Ronfeldt, adalah sumber daya alam yang menjadi sumber perebutan antar-negara.3 Sumber daya alam

sangat penting karena menjadi energi guna menggerakan perekonomian. Indonesia merupakan negara berkembang yang produksi pertaniannya sangat kaya. Kelapa sawit menjadi barang ekspor terbesar keempat menurut Kementerian Perdagangan. 4 Kekayaan sumber daya alam yang dimiliki

Indonesia, begitu melimpah dan beragam, namun menyisakan ruang kosong pemanfaatannya yang belum secara optimal diekslporasi oleh pemerintah demi kesejahteraan rakyatnya. Hal inilah yang terlihat dalam pengelolan Indonesia dalam produknya

Crude Palm Oil (CPO) atau Minyak Kelapa Sawit. CPO merupakan salah satu komoditi ekspor Indonesia terbesar kedua setelah minyak dan gas (migas), dan Indonesia merupakan negara paling besar ekspor CPO-nya di dunia diikuti oleh Malaysia; sehingga pemanfaatannya dapat berpengaruh dan sangat krusial pula terhadap ketahanan ekonomi Indonesia.

2 http://www.britannica.com/EBchecked/topic/178545/economic-warfare,

diakses pada 30 Mei 2015

3 Arquila dan D.F. Ronfeldt. (1993). Cyberwar is Coming! Journal of

Comparative Strategy Vol. 12, No. 2, April-Juni 1993

(20)

CPO dapat dikatakan produk yang strategis, karena minyak nabati yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar alutsista dengan mengolahnya terlebih dahulu menjadi bahan bakar biodiesel. Oleh karenanya CPO menjadi komoditi yang penting, yang jika ancaman terhadap produksi dan ekspornya terhambat, maka akan menjadi ancaman nirmiliter yang akan berpengaruh terhadap kapabilitas Indonesia dalam membangun infrastruktur pertahanan.

1.2. Sekilas Mengenai Kelapa Sawit di Indonesia

Kelapa sawit adalah tumbuhan pohon yang tingginya dapat mencapai 24 meter dan memiliki bunga serta buah yang berupa tanda dan bercabang banyak. Nantinya bunga tersebut akan berubah enjadi buah yang apabila sudah masak akan berwarna merah kehitaman. Sampai saat ini belum ada kesepakatan mengenai dari mana asal kelapa sawit. Beberapa ahli mengatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Afrika dengan alasan yang sangat kuat, yaitu berdasarkan catatan-catatan sejarah penjelajahan orang-orang Eropa ke Afrika. Di sisi berbeda, ahli lainnya mengatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika Selatan karena kelapa sawit tumbuh secara alami di pantai Brazil dan marga palma lain kebanyakan berasal dari Amerika Selatan, selain itu juga karena di Amerika terdapat lebih dari satu jenis kelapa sawit tidak seperti di daerah Afrika. Kelapa Sawit di Indonesia ada sejak 102 tahun yang lalu dan pertama kali ditanam di Pulau Raja Asahan, yang dibawa dari Afrika Barat dan sebelumnya ditanam di Kebun Raya Bogor sebagai tanaman hias.5

Beberapa manfaat dari kelapa sawit, dapat dilihat berbagai produk turunannya. Di antaranya, kelapa sawit mengandung berbagai nutrisi yang berguna dalam tubuh, seperti

a-karoten, b-karoten, vitamin E, likopen, lutein, sterol, asam lemak tidak jenuh, ubiquinone-10. Kelapa sawit dapat menjadi

5 Liseu (2014) Analisis Strategi Daya Saing Kelapa Sawit Indonesia di Pasar

(21)

suplementasi dari Red Palm Oil (RPO) untuk ibu hamil dan menyusui, potensi untuk mengatasi defisiensi vitamin A, dan merupakan bahan baku produk turunan seperti minyak makan dan margarin. CPO merupakan sumber alami vitamin E yang merupakan antioksidan yang berfungsi sebagai penangkal radikal bebas sehingga mencegah penuaan dini dan kanker. Minyak sawit tidak mengandung kolesterol namun memiliki kandungan karetonoid (pro-vitamin A) yang sangat tinggi. Minyak sawit dapat mengurangi risiko jantung koroner, dan minyak sawit mengandung asm lemak yang jenuh yang baik untuk kesehatan. Oleh karenanya CPO memiliki manfaat yang sangat tinggi bagi penggunanya.6

1.3. Problematika Pengelolaan Kelapa Sawit di Indonesia Permasalahan yang ditemukan dalam produksi dan ekspor CPO di Indonesia serta dinamika pengelolaannya, adalah bahwa Indonesia belum mampu menetapkan patokan harga CPO dunia, padahal Indonesia merupakan penghasil dan pengekspor CPO nomor satu di dunia. Bahkan Indonesia masih belum dapat menentukan patokan harganya sendiri dan masih mengacu pada bursa Malaysia dan Rotterdam sebagai data primer, dengan bursa nasional sebagai data sekunder. Hal ini ditambah lagi dengan semakin sporadisnya perusahaan CPO asing di Indonesia. Tercatat dua juta hektar perkebunan kelapa sawit dikelola oleh pengusaha asal Malaysia dengan akuisisi sekitar 230 perkebunan kelapa sawit. Di Sumatera Utara sendiri, menurut Kamar Dagang Indonesia (KADIN) Sumatera Utara, terdapat 43% tanaman rakyat, sisanya swasta nasional dari 1,1 juta ha. ± 42% tanaman rakyat sisanya Perusahaan Besar Swasta Nasional (PBSN) + Badan usaha Milik Daerah (BUMD) + Swasta Nasional + Swasta Asing. Padahal Kelapa Sawit di Sumatera Utara telah ada sejak 102 tahun yang lalu dan pertama kali ditanam di Pulau Raja Asahan, yang dibawa dari Afrika Barat

6 Dewan Minyak Sawit Indonesia, 2010. Dalam Liseu (2014) Analisis

(22)

dan sebelumnya ditanam di Kebun Raya Bogor sebagai tanaman hias. Sumatera Utara sendiri merupakan penghasil CPO terbesar kedua setelah Riau. Hal ini yang membuat kondisi produksi CPO menemui problematika dua sisi mata uang: di satu sisi ia menguntungkan dan sedang berada di atas angin karena menjadi komoditi unggulan di pasar internasional, namun di sisi lain ia rawan terhadap infiltrasi pihak asing dan kesalah-pengelolaan akibat ketidak-sinergian aparatur pemerintah yang menyebabkan Indonesia tidak mampu menentukan arahnya sendiri dalam kebijakan terkait CPO.

Timbas Passad Ginting – Wakil Ketua Umum Bidang Perkebunan, Kehutanan, dan Lingkungan Hidup KADIN Sumut – sebagai pembicara, menerangkan dengan lugas permasalahan-permasalahan yang mendera pengelolaan industri kelapa sawit di Indonesia. Mulai dari adanya praktik black campaign

(kampanye hitam) yang dilakukan perusahaan-perusahaan CPO di Eropa Barat dengan mekanisme Rountable Sustainable Palm Oil (RSPO) yang memberatkan pengusaha di Indonesia sehingga Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menundurkan diri; hingga adanya ketidak-sinergian antara kementerian di pemerintahan RI dalam menangani pengelolaan CPO di Indonesia.

Selain itu, harus dilihat pula pengaruh asing dalam pengelolaan CPO Indonesia, yang mana dapat dilhat dari penerapan mekanisme RSPO tersebut, dan banyak lagi praktik

(23)

Indonesia bukan negara Annex I (kelompok negara yang paling bertanggung jawab atas perubahan iklim dengan emisi gas buang yang tinggi), yang wajib menurunkan emisi gas buangnya dengan mengurangi industrialisasi (deindustrialisasi). Dengan praktik ini, Indonesia semakin dicitrakan sebagai negara yang tidak ramah lingkungan sehingga ekspor CPO Indonesia akan semakin dihambat terutama oleh negara-negara dengan standar lingkungan hidup yang tinggi.

Belum berhenti pada hambatan-hambatan berbau black campaign, permasalahan pengelolaan di Indonesia yang mensyaratkan sinergi antar kementerian di pemerintahan, apalagi dengan swasta nasional maupun domestik-pun, masih menjadi kendala besar. Bahkan menurut Timbas, permasalahan domestik lebih besar pengaruhnya ketimbang ancaman kampanye hitam (black campaign). Hal ini dikarenakan lemahnya sinergisitas, akan menambah buruk dampak tekanan-tekanan asing terhadap produk CPO Indonesia. Permasalahan izin-izin yang lama prosesnya, adanya kesalahan pemetaan ruang yang dilakukan Kementerian Perhutanan, serta adanya pemekaran wilayah yang menambah rumit perizinan adalah sederet masalah yang berkaitan dengan sinergisitas.

Kemandirian energi menjadi faktor krusial yang dibutuhkan kala menghadapi tekanan-tekanan tersebut. Tunduknya pemerintah dalam mekanisme carbon trading

(24)

Produk industri hilir hasil olahan CPO yang pengembangannya masih minim seperti surfactant, farmasi, kosmetik, dan produk kimia dasar organik. Padahal dengan mengembangkan industri hilir, maka nilai mata rantai dan nilai tambah produk CPO akan semakin tinggi. Apalagi, produk turunan CPO mempunyai hubungan dengan sektor usaha dan kebutuhan masyarakat di bidang pangan. Misalnya, pupuk, pestisida, bahan aditif makanan, pengawet makanan, penyedap makanan, kemasan plastik.

1.4. Sistematika Pembahasan

Dalam hasil studi ini, akan dibahas dinamika produk CPO, baik produksinya untuk dalam negeri maupun untuk dijual ke luar negeri sebagai salah satu sumber penerimaan negara dalam konteks pertahanan nirmiliter. Ancaman terhadap produksi CPO, dapat merupakan ancaman terhadap ketahanan ekonomi Sumatera Utara, yang mana akan berdampak pada meningkatnya kemiskinan, dan akhirnya akan mengakibatkan potensi konflik semakin besar. Hal inilah yang kami lihat sebagai bentuk ancaman nirmiliter apabila potensi yang ada pada produk CPO ini tidak dimaksmilkan bagi kemaslahatan rakyat Indonesia.

(25)
(26)

BAB II

KERANGKA TEORI

2.1. Teori Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antar perorangan (individu dengan individu), antar individu dengan pemerintah suatu negara atau antar pemerintah. Menurut Sukirno (2000), manfaat perdangan internasional antara lain; memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri, memperoleh keuntungan dan spesialisasi atau keahlian tertentu, memperluas pasar dan menambah keuntungan, dan transfer teknologi modern.

Banyak faktor yang mendorong suatu negara melakukan perdagangan internasional, di antaranya adalah memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri, keinginan memperoleh keuntungan dan meningkatkan pendapatan negara, adanya perbedaan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mengolah sumber daya ekonomi, kelebihan produk dalam negeri sehingga perlu pasar baru untuk menjual produk tersebut, perbedaan keadaan seperti sumber daya alam, iklim, tenaga kerja, budaya dan jumlah penduduk yang menyebabkan adanya perbedaan hasil produksi dan adanya keterbatasan produksi, serta adanya keinginan membuka kerja sama dan hubungan politik dengan negara lain.

2.2. Teori Keunggulan Komparatif (Comparative Advantages)

Teori keunggulan komparatif telah mengalami evolusi yang panjang sejak pertama kali dicetuskan teori keunggulan absolut oleh Adam Smith dalam bukunya The Wealth of Nations diterbitkan tahun 1776. Kemudian terjadi koreksi dari David Ricardo yang memperkenalkan konsep keunggulan komparatif yang dimiliki oleh suatu negara. David Ricardo memperkenalkan konsep tersebut dalam bukunya On the Principle of Political Economy and Taxation yang diterbitkan tahun 1817.

(27)

keunggulan komparatif suatu negara yang ditawarkan oleh Bela Balassa. Metode ini lantas dikenal dengan Indeks Revealed Comparative Advantage

(RCA). Meskipun metode ini belum bisa menggambarkan kondisi nyata keunggulan yang dimiliki oleh suatu negara. Akan tetapi teori ini masih banyak digunakan untuk melihat potensi dan peluang suatu komoditi suatu negara terhadap negara lainnya. Metode ini terus mengalami perkembangan dan penyempurnaannya.

2.2.1. Indeks RCA Bela Balassa

Proporsi penting yang paling berpengaruh dalam teori perdagangan klasik yaitu pola perdagangan internasional yang ditentukan oleh keunggulan komparatif. Berdasarkan teori dari Adam Smith dan David Ricardo, keunggulan komparatif hanya diperoleh dari keunggulan buruh di negara dalam memproduksi suatu komoditas. Hal ini kemudian dikoreksi oleh Heckser-Ohlin yang menyatakan bahwa keunggulan komparatif tidak hanya diperoleh oleh keunggulan buruh, tetapi diperoleh dari berbagai faktor dalam perekonomian.

Salah satu pendekatan untuk mengukur keunggulan komparatif ditawarkan oleh Bela Balassa tahun 1965 (Sanidas & Shin, 2010).7 Metode ini

diperkenalkan oleh Bela Ballasa dikenal dengan indeks RCA atau indeks Balassa. Indeks ini digunakan untuk mengukur keunggulan komparatif yang tercermin (revealed) dalam aktifitas ekspor atas komoditas pada suatu negara. Indeks RCA ini paling umum digunakan untuk menganalisa keunggulan komparatif.

Metode ini memiliki keterbatasan dalam menganalisa, karena metode ini menganalisa dari kondisi cerminan keunggulan komparatif yang dimiliki suatu negara. Kondisi ekonomi suatu negara diniliai sangat menentukan keunggulan komparatif suatu negara. Keunggulan komparatif ini akan menentukan pola produksi, perdagangan dan konsumsi suatu negara. Dengan kata lain, perdagangan, pola produksi dan konsumsi suatu negara merupakan suatu cerminan keunggulan komparatif yang dimiliki suatu negara.

Indeks RCA telah mendapatkan banyak kritikan, karena indeks RCA hanya berorientasi pada besaran ukuran ekspor suatu negara dan merefleksikannya terhadap total pasar ekspor dunia. Di sisi lain, tingginya ekspor suatu negara dapat merupakan hasil dari distorsi kebijakan pemerintah (misalnya perdagangan bebas, subsidi ekspor atau pengaturan nilai tukar) sehingga lebih bergantung kepada suatu sumber daya relative (Siggel, 2007).8

7 Sanidas, E., dan Shin, Y. (2010). Comparison of Revealed Comparative Advantage Indices

with Application to Trade Tendencies of East Asian Countries. Department of Economics, Seoul National University .

8 Siggel, E. (2007). International Competitiveness and Comparative Advantage: A Survey and

(28)

Oleh karena itu, akan lebih tepat bila menyebutkan bahwa yang digambarkan oleh RCA adalah competitiveness dan tidak secara langsung menggambarkan keunggulan komparatif. Terlepas dari berbagai kritik, metode indeks RCA ini tetap menjadi metode pengukuran yang populer. Hal ini disebabkan karena faktor kesederhanaan dan kekuatan intuitif yang dimilikinya (Goldar et.al, 2011). 2.2.2. Analisis RCA

RCA yang ditawarkan oleh Balassa mengukur proporsi ekspor komoditas j negara i terhadap total ekspor negara i dibandingkan dengan proporsi ekspor dunia (atau suatu grup negara) atas komoditas j terhadap total ekspor dunia (atau suatu grup negara). Secara matematis hal tersebut dapat dituliskan pada Persamaan 2.1.

2.1

Keterangan:

= Nilai ekspor komoditi j dari negara i

= Nilai ekspor total semua komoditi dari negara i

= Nilai ekspor komoditi negara j di dunia atau wilayah yang lebih luas dari negara i (misalnya satu kawasan dimana negara i menjadi anggota kawasan tersebut)

= Nilai total dari semua komoditi di dunia atau wilayah yang lebih luas dari negara i (misalnya satu kawasan dimana negara i menjadi anggota kawasan tersebut).

2.3. Teori Peperangan Ekonomi (Economic Warfare)

Peperangan ekonomi berbeda dari peperngan pada umumnya. Arquila dan Ronfeldt (1993) mendefinisikan peperangan ekonomi sebagai konflik yang menargetkan performa ekonomi melalui aksi untuk mempengaruhi faktor-faktor ekonomi (perdagangan, teknologi, saham) oleh suatu negara.9 Berbeda dari

definisi awal, Pape (1997) menyatakan bahwa peperangan ekonomi adalah bagian dari tekanan ekonomi internasional yang mengacu pada perang dagang

9 Arquila dan D.F. Ronfeldt. (1993). Cyberwar is Coming! Journal of Comparative Strategy

(29)

dan sanksi ekonomi yang mana bertujuan untuk melemahkan potensi ekonomi dari negara musuh dalam rangka melemahkan kapabilitas militernya.10

Definisi peperangan ekonomi ala masa Perang Dingin berfokus utamanya pada boikot, blokade, dan restriksi yang digunakan oleh international waterways.11 Cara lama ini berevolusi yang dapat ditemukan di Chili ketika pemerintahan Nixon, dia Amerika Serikat dan perusahaan multinasional yang teraliansi mengadakan kombinasi pemotongan dana, blokade kredit, dan pembekuan aset-aset dengan intrik politik untuk membekukan pemerintahan Allende, sementara secara aktif memberikan bantuan kepada musuh Chili.12

Terlepas dari pro dan kontra dalam dua definisi peperangan ekonomi tersebut, studi lain yang menekankan bahwa peperangan ekonomi dapat dilihat langsung dari aksi militer, atau tidak langsung dari aksi militer.13

Dari perspektif linguistik, konsep perang dapat digunakan secara metaforik sebagai “peperangan ekonomi” yang mana memiliki pengertian metaforik dan non-literal. Semantika perang dapat juga dilihat sebagai peningkatan bertahap dalam presisi semantik dalam konteks kekerasan antar-kelompok.14 Melalui kombinasi dari penjelasan Clausewitz dalam perang dan

argumen filosofis hubungan internasional, dapat disimpulkan bahwa perang adalah proses kolektif dari konsentrasi kekuasaan, yang mana melalui konteks ekonomi, ke dalam peperangan ekonomi yang terorganisir di antara blok-blok ekonomi politik.15

Tentara Pembebasan Rakyat (People’s Liberation Army, PLA) di Tiongkok, mempublikasikan buku berjudul Unrestricted Warfare (peperangan yang tak-terbatasi) yang ditulis oleh Chaoxian Zhan. 16 Buku ini menggambarkan bahwa peperangan ekonomi merupakan metode untuk melakukan penyerangan terhadap musuh dengan cara-cara yang non-konvensional. Buku ini membuktikan bahwa Tiongkok sangat baik dalam memahami penggunaan pengacauan di segala level, termasuk peperangan ekonomi, dalam kampanye peperangan yang dilakukan dengan jangka panjang dengan upaya yang ganda, dan metode-metode yang simultan dari

10 Robert A. Pape. (1997). Why Economic Sanctions Do not Work. International Security Vol

22, No. 2, 1997.

11 US Congressional Record, Proceedings and Debates of the 87th Congress on Bill H.R. 8400

(Mutual Security Act), 15 Agustus 1961.

12 Fransworth. (1973). Facing the Blockade. NACLA’s Latin America Report, January 1973 . 13 Sarah E. Zabel. (2007). The Military Strategy of Global Jihad. Strategic Studies Insitute (SSI)

(30)

konflik yang tidak dideklarasikan yang dapat saja tejadi dengan cara dan hubungan yang ramah.17 Menurut buku tersebut:

“There is nothing in the world today that cannot become a weapon...The new concept of weapons will cause ordinary people and military men alike to be greatly astonished at the fact that commonplace things that are close to them can also become weapons with which to engage in war.”

Senjata ekonomi semakin berkembang dan meningkat penggunaannya. Secara historis hal ini berkaitan dengan doktrin “memenangkan hati dan pikiran” (winning hearts and minds, HAM), yang dikembangkan Inggris dalam operasi konter insurgensi di Malaysia pada 1948-1960.18 Doktrin tersebut bertujuan untuk memenangkan semangat rakyat, dan dengan penggunaan kekuatan untuk mencegah larinya peperangan dari tujuan awal.19

Strategi yang dilahirkan dari doktrin HAM pertama kali muncul pada pendekatan keamanan Defense, Diplomacy, dan Development (3D). Strategi ini telah dipormosikan oleh negara-negara seperti Kanada dan Inggris selama bertahun-tahun.20 Strategi ini mampu mengurangi konflik internal antara korps

pertahanan, pembangunan, dan diplomasi.21 Pengembangan terakhir dari

strategi ini adalah Diplomacy, Information, Military, Economy (DIME).22 Hal ini mengacu pada integrasi holistik dari semua instrumen kekuatan nasional yang mana dikategorikan ke dalam elemen-elemen DIME.

Bentuk dari peperangan ekonomi: 1. Sanksi dan Boikot

Praktik ini dilakukan dengan menghentikan suplai makanan, ataupun bahan-bahan material lain yang berkaitan dengan kebutuhan hidup.23

2. Pemogokkan, Pengabaian Sipil, dan Vandalisme

Praktik ini dilakukan dengan memobilisasi masa, terutama oleh masa buruh dan pekerja.24

3. Pengembangan Teknologi Nuklir

17 Qiao Liang dan Wang Xianghui. (1999). Unrestricted Warfare. Trans. Washington D.C.:

Department of State, American Embassy Beijing Translators.

18 Brian P. Farell. (2007). Mind and Matter: The Practice of Military History with Reference to

Britain and Southeast Asia. The Journal of American History, Maret 2007.

19 Bart Schuurman. (2009). The Problems Facing the Modern Democratic State at War: a

Trinitarian Analysis of Government, armed forces and people. Tesis Master: International Relations in Historical Perspective. Ultrecht: University of Ultrecht.

20 Aaron Kishbaugh dan Lisa Scirch. (2006). Leveraging “3D” Security: From Rethoric to

Reality, Foreign Policy In Focus, Washington, DC, 14 November 2006.

21 Ibid.

22 The Royal Netherlands Embassy Washington DC. (2009). The Netherlands in Afghanistan:

A 3-D Approach. Washington DC: Desember 2009.

23 Paul W. Schroeder. (1997). The New World Order: A Historical Perspective. The Washington

Quarterly, Volume 2 Number 1, McLean, VA: 2008.

(31)

Strategi ini dilakukan hanya untuk menciptakan efek penggetar (deterrence), juga sebagai efek pengganda (multiplier effect) bagi industri dan perekonomian.25

4. Sumber Daya Alam

Praktik ini adalah instrumen paling umum digunakan dalam peperangan ekonomi, dan yang akan menjadi fokus dalam karya ilmiah ini. CPO Indonesia menjadi titik Center of Gravity (CoG) dari peperangan ekonomi yang dilakukan oleh negara lain yang melakukan black campaign. Dalam hal ini, negara dapat memainkan keseimbangan permintaan dan penawaran agar terjadinya peningkatan harga sehingga terjadi kekacauan.26

5. Peredaran Mata uang (Currency)

Praktik ini dilakukan dengan memainkan nilai mata uang, sehingga mata uang di negara tertentu dapat runtuh seiring dengan ditariknya saham dan modal secara besar-besaran.

25 Ibid.

26 Geostrategic Prospectives for the Next Thirty Years diunduh dari www.defense.gov.fr,

(32)

BAB III

GAMBARAN DINAMIKA CPO INDONESIA

Bab ini merupakan penjabaran mengenai gambaran kondisi dan dinamika produk CPO di Indonesia. Produk CPO di Indonesia sangat berfluktuasi dari tahun ke tahun mengikuti dinamika domestik dan internasional. Dalam bab ini akan dijabarkan mengenai perkembangan CPO, dilihat dari perkembangan upaya hilirisasi; kondisi keunggulan komparatif dan kompetitif; serta pandangan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) selaku organisasi yang menangani usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Dalam mendukung perekonomian kelapa sawit, GAPKI tentu memiliki posisi penting, sehingga akan dijabarkan sekilas mengenai organisasi tersebut dalam bab ini. Pembahasan kondisi CPO ini dengan demikian sangat penting, karena dapat membuka wawasan sebelum melakukan analisis peluang dan kendala. Pada Bab IV, analisis tersebut akan dilakukan untuk merumuskan kebijakan apa yang dapat diambil untuk mengoptimalkan produksi dan perdagangan CPO di Indonesia.

(33)

regulasi pemerintah agar seluruh limbah dari CPO dimanfaatkan untuk listrik. Hal ini dapat mendukung program listrik masuk desa, dan pemanfaatan lain yang dapat meningkatkan daya guna CPO.

Selain regulasi yang rumit, black campaign dari negara lain, dan hilirisasi yang terhambat; ekspor CPO juga mengalami tantangan dari terhambatnya ekspor-impor yang terkait dengan CPO. Pada saat mahasiswa kunjungan dilakukan ke Kantor Kesyahbandaran Belawan pada Senin, 1 Desember 2014, yakni kantor yang menangani koordinasi pemerintah di pelabuhan tempat masuknya produk-produk ekspor yang melintasi jalur laut; ditemukan sejumlah persoalan yang berujung pada belum optimalnya pembangunan dermaga di pelabuhan Belawan tersebut. Dermaga di Belawan dan dermaga-dermaga di Indonesia pada umumnya masih kurang memadai panjangnya. Menurut pihak Kesyabandaran akibatnya, kongesti (biaya denda yang harus dibayarkan ketika kapal terlambat masuk pelabuhan) yang harus dibayar sangatlah besar dan berpengaruh terhadap harga komoditi yang masuk. Dalam hal ini, barang-barang kebutuhan akan otomatis naik harganya dan mengurangi margin keuntungan. Selain itu, terhambatnya ekspor-impor CPO juga disebabkan oleh permasalahan pajak bea masuk dan keluar. Sebagai contoh pajak ekspor di Malaysia lebih murah ketimbang Indonesia, yakni 5,5% berbanding 13,5%. Hal ini dikemukakan dalam pemaparan Direktorat Jendral Bea Cukai Sumatera Utara pada kunjungan di hari yang sama. Dipaparkan bahwa produk CPO merupakan produk dengan bea penerimaan terbesar yakni 94,70%. Hal ini di satu sisi menguntungkan namun di sisi lain membuat bea masuk sangat bergantung pada komoditi ini. Hambatan dari proteksi pajak juga dialami seperti dari Tiongkok yang memberlakukan tarif impor CPO sebesar 2,5 % dan tarif turunan CPO sebesar 7,5%.

PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) III yang merupakan penggabungan dari PT. Perkebunan III, IV dan V, dapat dikatakan merupakan perusahaan kelapa sawit terbesar di Sumatera Utara. Setidaknya PTPN memiliki 34 kebun dengan luas 143.633,26 Ha; 12 pabrik kelapa sawit dengan produksi 585 ton tbs/jam; 8 pabrik pengolahan karet dengan hasil 200 ton KK/Hari, dan memiliki rumah sakit sebanyak 5 unit.

(34)

merumuskan program kerja, mentabulasi permasalah yang dihadapi industri sawit dan memberikan masukan-masukan untuk perkembangan industri sawit, yang diketuai oleh Mohd. Yahya Rowter, MA.

Pada mulanya, GAPKI hanya mempunyai 23 perusahaan perkebunan sebagai anggotanya yang terdiri perkebunan milik pemerintah (BUMN), perusahaan perkebunan milik swasta nasional dan asing, serta petani sawit yang tergabung dalam koperasi. Saat ini, keanggotaan GAPKI sudah menjadi 644 perkebunan, dengan 21 anggota Pusat, 79 anggota Cabang Sumatera Utara, 19 anggota Cabang Sumatera Barat, 29 anggota Cabang Jambi, 76 anggota Cabang Riau, 60 anggota Cabang Sumatera Selatan, 48 anggota Cabang Kalimantan Barat, 89 anggota Cabang Kalimantan Tengah, 47 anggota Cabang Kalimantan Selatan, 123 anggota Cabang Kalimantan Timur, 11 anggota Cabang Sulawesi, 6 anggota Cabang Bengkulu dan 36 anggota Cabang Aceh.

Dewasa ini, pentingnya minyak sawit bagi perekonomian negara mendesak GAPKI untuk mengelola organisasinya secara profesional dan efektif untuk menambah sumbangannya kepada pembangunan ekonomi daerah dan nasional. GAPKI telah melakukan berbagai upaya untuk memajukan industri kelapa sawit Indonesia. GAPKI selaku mitra Pemerintah telah memberikan masukan-masukan sebagai bahan pemerintah dalam menyusun berbagai kebijakan terkait dengan industri kelapa sawit. Dengan kemitraan ini GAPKI bersama-sama pemerintah akan terus berupaya meningkatkan daya saing usaha kelapa sawit Indonesia di pasar Internasional.27

3.2 Kondisi CPO Indonesia

Tahun 2014 harga CPO berada pada level terendah dalam 5 (lima) tahun terakhir. Hal ini sangat berbeda dengan apa yang diramalkan para pesohor pasar CPO tentang bagusnya harga CPO karena adanya anomali cuaca El-Nino sehingga kemarau menjadi lebih panjang dari biasanya. Selama tahun 2014, harga CPO sulit terkerek karena harga minyak nabati seperti kedelai, rapeseed, dan biji matahari juga mengalami penurunan karena melimpahnya stok. Selain itu, jatuhnya harga minyak dunia juga turut mempengaruhi harga CPO. Turunnya harga CPO ini menyebabkan pemerintah menetapkan Bea Keluar CPO sebesar nol persen, hal ini dikarenakan pada tiga bulan terakhir tahun 2014 harga rata-rata CPO berada dibawah US$ 750 per metrik yang merupakan batas pengenaan Bea Keluar. Hal serupa juga terjadi di Malaysia dimana pemerintah Malaysia menurunkan tarif Bea Keluar nol persen pada kuartal keempat tahun 2014 walaupun Malaysia mengeluarkan regulasi

(35)

pajak ekspor CPO pada tahun 2013 dengan range 4,5%-8,5% dengan batas bawah harga CPO RM 2.250 per metrik ton.28

Sepanjang tahun 2014 harga rata-rata CPO hanya mampu bertengger di US$ 818,2 per metrik ton. Harga rata-rata ini turun 2,8% dibandingkan dengan harga rata-rata CPO tahun 2013 yaitu US$ 841,71 per metrik ton. Sementara itu berdasarkan data yang diolah GAPKI, total ekspor CPO dan turunannya asal Indonesia pada tahun 2014 hanya mencapai 21,76 juta ton atau naik 2,5% dibandingkan dengan total ekspor 2013, 21,22 juta ton. Adapun produksi CPO dan turunannya 2014 diprediksi mencapai 31,5 juta ton (termasuk biodiesel dan

oleochemical). Angka produksi ini naik 5% dibandingkan total produksi tahun 2013 yang hanya mencapai 30 juta ton. Sepanjang tahun 2014 negara tujuan ekspor terbesar Indonesia masih diduduki India, negara Uni Eropa dan China. Ekspor ke India tahun 2014 mencapai 5,1 juta ton, atau turun 17% dibandingkan dengan tahun lalu dimana volume ekspor mencapai 6,1 juta ton. Turunnya ekspor ke India disebabkan berbagai faktor seperti melambatnya pertumbuhan ekonomi India akibat inflasi di dalam negeri yang tinggi, lemahnya nilai tukar rupee terhadap dollar AS pada pertengahan hingga akhir tahun, India menaikkan pajak impor minyak nabati mentah/crude dari 2,5% menjadi 7,5%, sementara untuk refined oil dari 7,5% menjadi 15%. Penurunan ekspor juga terjadi ke China, dari 2,67 juta ton menjadi 2,43 juta ton atau turun sebesar 9%. Ekspor CPO dan turunannya meningkat ke negara Uni Eropa sebesar 3% dari 4 juta ton (2013) menjadi 4,13 juta ton (2014) walaupun ada kampanye hitam tentang minyak sawit dan turunannya berikut pemberlakuan anti-dumping duty. Peningkatan ekspor minyak sawit juga terjadi ke Pakistan dari 903 ribu ton di tahun 2013 menjadi 1,66 juta ton di tahun 2014. Peningkatan volume ekspor minyak sawit ke Amerika Serikat juga cukup memuaskan di tahun 2014 dari 381,4 ribu ton di 2013 menjadi 477,2 ribu ton di 2014 atau meingkat 25%. Menurut data yang diolah GAPKI volume ekspor minyak sawit Indonesia ke negara Timur Tengah pada tahun 2014 meningkat 16% dari dibandingkan tahun 2013 atau dari 1,98 juta ton di tahun 2013 menjadi 2,29 juta ton di tahun 2014.

Harga minyak sawit sepanjang tahun yang murah tetap saja tidak mampu mendongkrak permintaan dari pasar. Hal ini dikarenakan banyak negara yang mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi dan Uni Eropa masih dalam pemulihan dari krisis moneter. Nilai ekspor CPO dan turunannya per November 2014 sebesar 19,35 miliar dollar AS dan sampai pada Desember 2014 diperkirakan total nilai ekspor mencapai 20,8 miliar dollar AS. Artinya nilai ekspor CPO dan turunannya pada tahun 2014 meningkat 8% dibandingkan

(36)

dengan total nilai ekspor tahun 2013 yaitu 19,23 milliar dollar AS. Dinamika ekspor CPO asal Indonesia ke negara-negara tujuan ekspor terjadi menjelang bulan Ramadhan. Indonesia mengalami peningkatan ekspor CPO dan turunannya pada bulan Mei 2014 sebesar 23% atau sebesar 320.000 ton, yaitu dari 1,38 juta ton di bulan April menjadi 1,7 juta ton di bulan Mei. Hal ini disebabkan adanya kenaikan permintaan dari negara-negara tujuan ekspor, seperti Bangladesh dan Pakistan, selain India dan China sebagai negara tujuan ekspor Indonesia. Dan penurunan permintaan dari negara-negara tujuan ekspor, seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa.29

Tabel 3.1. Volume Ekspor Negara Tujuan Ekspor CPO Indonesia

Peningkatan signifikan volume ekspor ke Bangladesh dan Pakistan dikarenakan adanya peningkatan kebutuhan untuk menambah stok di dalam negeri selama masa Ramadhan. Peningkatan volume ekspor ke India meskipun tidak signifikan disebabkan karena inflasi di dalam negeri masih tinggi dan nilai tukar Rupee terhadap dollar masih lemah. Peningkatan impor minyak sawit asal Indonesia ke China disebabkan datangnya bulan Ramadhan dan kenaikan harga kedelai menjadi pemicu meningkatnya. Hal sebaliknya terjadi pada negara tujuan ekspor ke Amerika Serikat dan Uni Eropa. Terjadinya penurunan permintaan ekspor ke Amerika Serikat dan Uni Eropa.

Dari sisi harga, harga rata-rata CPO di Rotterdam pada Mei 2014 bergerak di kisaran US$ 875-US$ 905 per metrik dengan harga rata-rata US$ 895 per metrik ton. Terjadi penurunan harga rata-rata sekitar 1,7% atau sekitar US$ 16 jika dibandingkan dengan harga rata-rata bulan April US$ 911 per metrik ton. Penurunan harga rata-rata CPO dipengaruhi oleh harga minyak dunia, kedelai, rapeseed dan bunga matahari. Meskipun pada 2 pekan pertama Juni 2014, harga CPO dunia menurun drastis di kisaran US$ 825-865 per metrik ton, Kementerian Perdagangan menentukan Harga Patokan Ekspor Juni

29 Press Release GAPKI 16 Juni dan 21 Oktober 2014, diunduh dari http://www.gapki.or.id/Page/PressRelease, pada 1 April 2015

Negara April 2014 Mei 2014 Keterangan Bangladesh 26,6 ribu ton 116 ribu ton 336% / 89,4 ribu ton

Pakistan 123 ribu ton 145 ribu ton 17% / 22 ribu ton India 353 ribu ton 385 ribu ton 17% / 32 ribu ton China 137 ribu ton 173 ribu ton 26% / 36 ribu ton Amerika Serikat

(37)

2014 sebesar US$ 844 dan Bea Keluar 12% dengan referensi harga rata-rata tertimbang (CPO Rotterdam, Kuala Lumpur dan Jakarta) sebesar US$ 915.26.

Harga minyak nabati dunia yang terus melemah termasuk crude palm oil (CPO) tidak mampu menstimulasi ekpsor CPO Indonesia. Adanya penurunan ekspor CPO dan produk turunannya pada September 2014 sebesar 1,6% atau 25 ribu ton, yaitu 1,72 juta ton di bulan Agustus 2014 menjadi 1,695 juta ton di bulan September 2014. Penurunan kinerja ekspor CPO Indonesia juga terlihat secara year on year, tercatat Januari-September 2014 turun 1,75% atau sebesar 300 ribu ton, yaitu dari 15,3 juta ton per September 2013 menjadi hanya 15 juta ton per September 2014. Akibat lambatnya pertumbuhan ekonomi di negara tujuan utama ekspor dan rendahnya harga minyak nabati lainnya, menyebabkan daya beli negara tujuan ekspor menurun, sehingga kinerja ekspor CPO asal Indonesia sulit mengalami peningkatan.

Tabel 3.2. Kinerja Ekspor CPO Indonesia.

Seperti yang terjadi di India, lemahnya nilai tukar mata uang Rupee terhadap Dollar AS dan inflasi India yang tinggi sejak Mei 2014 serta naiknya tarif bea masuk impor minyak sawit, menyebabkan laju pertumbuhan ekonomi di India mengalami kesulitan peningkatan. Hal yang serupa terjadi dengan China, kesulitan pinjaman bank dan regulasi baru standar residu pestisida termasuk untuk minyak makan, menyebabkan daya beli China menurun. Berbanding dengan negara-negara tersebut, terjadi peningkatan volume ekspor ke Amerika Serikat.

Dari sisi harga, harga rata-rata CPO di Rotterdam pada September 2014 bergerak di kisaran US$ 680-US$ 730 per metrik dengan harga rata-rata US$

Negara Agustus 2014 September 2014 Keterangan Y to Y (Jan-Sept)

(38)

712 per metrik ton. Harga rata-rata ini turun sekitar 5,4% dibandingkan dengan harga rata-rata bulan Agustus US$ 753 per metrik ton. Harga harian CPO di pasar global (Cif Rotterdam) tercatat terus tergerus mulai pekan pertama hingga pekan ketiga Oktober ini, harga hanya bergerak di kisaran US$ 695-US$ 730 per metrik ton. Harga Patokan Ekspor Oktober 2014 ditentukan oleh Kementerian Perdagangan sebesar US$ 640 dan Bea Keluar 0% dengan referensi harga rata-rata tertimbang (CPO Rotterdam, Kuala Lumpur dan Jakarta) sebesar US$ 710 per metrik ton.

3.3 Dinamika Naik-turunnya Produksi dan Harga CPO Indonesia

GAPKI mencatat terjadinya tren penurunan volume ekspor dari tahun 2014 ke tahun 2015, baik secara kumulatif maupun secara year on year. Hal menarik adalah tren penurunan harga CPO internasional ternyata tidak berdampak/ berpengaruh secara signifikan terhadap adanya dorongan peningkatan permintaan Internasional atas CPO, padahal pada umumnya, dengan semakin murahnya harga suatu komoditi, akan mendorong meningkatkan permintaan pasar atas komoditi tersebut. Adapun beberapa negara utama tujuan ekspor CPO bagi Indonesia adalah China, India, Uni Eropa, AS, Pakistan dan negara-negara Timur Tengah. Sebagai gambaran, Harga kisaran rata-rata CPO internasional pada 2013 berada di kisaran US$ 841,71 per metrik ton, pada 2014 berada di posisi harga US$ 818,2 dan pada februari 2015 berada di posisi harga US$ 678,5 per metrik ton.30

Secara umum, GAPKI telah melakukan identifikasi beberapa faktor yang diduga menyebabkan terjadinya penurunan permintaan CPO di pasar internasional, yakni:

1. kondisi lesunya perekonomian negara tujuan ekspor;

2. adanya peraturan bea masuk di negara tujuan ekspor dan juga peraturan lainnya yang memabatasi prosuk CPO masuk ke negara tersebut;

3. kampanye negatif atas produk CPO, khsusunya bagi negara tujuan ekspor Uni Eropa;

4. faktor dari dalam negeri Indonesia, dimana Pemerintah tidak segera melaksanakan kebijakan BBN (Bahan Bakar Nabati) 20 yang berbasis CPO, dimana kebijakan ini di satu sisi, akan meningkatkan demand dalam negeri, sehingga pasokan CPO untuk pasar luar negeri akan berkurang dari pihak Indonesia. Di sisi lain, hal tersebut diharapkan dapat mendorong peningkatan harga CPO yang baik maupun anomali permintaan luar negeri yang meningkat karena spekulasi kekhawatiran pasokan CPO yang terbatas di pasar internasional. Mengingat Indonesia adalah salah satu negara produsen dan pemasok CPO terbesar di dunia;

(39)

5. adanya komoditi lain sebagai produk substitusi CPO di negara tujuan ekspor, khususnya China. Produk substitusi CPO adalah minyak kedelai, dimana stok kedelai di dalam negeri China masih tinggi dan harga kedelai lebih merah daripada kelapa sawit sehingga sangat diminati oleh pasar dalam negeri China. Hal ini berdampak pada berkurangnya ketergantungan China akan CPO dan permintaan pasar China secara umum atas komoditi CPO.

Penurunan Ekspor CPO dan produk turunannya karena:31

1. Stok minyak nabati di berbagai negara produsen melimpah, termasuk di Indonesia dan Malaysia karena meningkatnya produksi. Berakhirnya kekeringan di Brazil dan Paraguay telah meningkatkan panen kedelai di kedua negara tersebut. Stock rapeseed di Canada juga melimpah karena ekspor yang melambat dan stock biji bunga matahari di region Laut Hitam yang juga melimpah. Melimpahnya stok menimbulkan sentimen negatif yang menyebabkan harga minyak nabati dunia melemah dan tertekan; 2. India yang merupakan pengimport terbesar CPO dan produk turunannya

menurunkan pembeliannya karena peningkatan inflasi dan melemahnya nilai tukar Rupee. Selain itu, untuk menjaga industri minyak nabati di dalam negerinya, India telah menotifikasi WTO untuk menyelidiki impor saturated fatty alcohol yang diklaim telah membuat industri

refinery India cedera berat;

3. China mengurangi pembelian CPO dan produk turunannya karena adanya pertumbuhan ekonomi yang melambat, kesulitan para traders untuk mendapat pinjaman dari bank, dan melemahnya nilai tukar Yuan terhadap dollar Amerika Serikat;

4. Pakistan yang penduduknya mayoritas muslim menurunkan permintaannya karena adanya kebijakan larangan impor minyak goreng dan fatty acid dalam kemasan drum dan pembatasan impor dalam skala besar oleh industri pengguna (seperti industri sabun dan oleochemical) sebagai akibat adanya indikasi impor CPO ilegal;

5. diharapkan menjelang Ramadhan harga dan permintaan CPO dan produk turunannya dapat naik karena biasanya pada bulan Ramadhan konsumsi di negara bermayoritas penduduk muslim akan meningkat.

Untuk itu, GAPKI telah merumuskan beberapa hal yang dapat dilakukan guna meningkatkan permintaan CPO baik oleh pasar dalam negeri maupuan pasar luar negeri dan mendorong kemungkinan terjadinya peningkatan harga CPO di tingkat internasional di level yang menguntungkan bagi produsen. Usaha-usaha yang dapat dilakukan diantaranya:

(40)

1. penyelesaian tata ruang. Kepastian hukum tentang tata ruang mutlak dibutuhkan agar rencana usaha dapat dilakukan dengan baik dan berkelanjutan;

2. percepatan sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) sehingga perusahaan-perusahaan perkebunan di Indonesia dapat segera mendapatkan sertifikat ISPO sesuai dengan perpanjangan waktu yang telah ditentukan;

3. mendorong percepatan pelaksanaan BBN 20 dengan basis CPO. Efek ganda yang diperoleh, pertama adalah permintaan (demand) dalam negeri akan naik, sehingga supply/pasokan untuk pasar luar negeri akan turun/berkurang; kedua, dengan terbatasnya/ berkurangnya jumlah pasokan CPO untuk pasar internasional, harga CPO internasional akan terdorong naik, mengingat Indonesia adalah salah satu negara produsen dan pemasok CPO terbesar di dunia. GAPKI mendorong pemerintah dapat membuat regulasi dan menetapkan harga patokan yang menguntungkan pemerintah maupun produsen biodiesel;

4. mendorong pemerintah untuk meningkatkan hubungan dagang dan mengadakan kerjasama dengan negara tujuan utama ekspor seperti mengadakan PTA, sehingga hambatan dagang ke negara tujuan ekspor dapat diminimalisir;

5. GAPKI mengusulkan kepada pemerintah untuk merevisi PP No. 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dan Revisi UU 18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Revisi perlu dilaksanakan supaya peraturan tidak menghambat perkembangan industri sawit di dalam negeri;

6. mengawal beberapa regulasi yang kemungkinan akan berdampak kontraproduktif terhadap investasi seperti usulan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan.32

3.4 CPO dan Produk Turunannya Sebagai Salah Satu Sumber Penerimaan Negara Melalui Kebijakan Penganaan Bea Keluar Ekspor 3.4.1. Kebijakan Pengenaan Bea Keluar CPO dan Produk Turunannya

Bea Keluar (pajak ekspor) merupakan pungutan negara berdasarkan Undang-Undang (UU) yang dikenakan terhadap barang ekspor tertentu. Saat ini terdapat 4 (empat) komoditi barang yang terhadap ekspornya dikenakan bea keluar yaitu: (1) Kelapa sawit, CPO dan produk turunannya, (2) bijih mineral, (3) biji kakao, dan (4) kulit dan kayu. Landasan kebijakan pemerintah mengendalikan ekspor minyak sawit dengan mengenakan pajak ekspor/bea keluar adalah untuk menjaga stabilitas harga minyak sawit di pasaran domestik.

(41)

Selain tingginya harga minyak sawit berdampak pada inflasi, pemerintah bermaksud menyediakan barang kebutuhan pokok masyarakat dengan harga yang terjangkau. Dalam perkembangannya jenis minyak sawit yang dikenakan pajak ekspor makin bertambah karena inovasi produk dari pelaku usaha dan meluasnya jenis permintaan dari konsumen. Tujuan tidak lagi berhenti pada penciptaan stabilisasi harga minyak goreng tapi meluas pada pengembangan industri pengolahan minyak sawit. Kebijakan tarif Bea Keluar untuk hilirisasi industri sawit bersifat eskalatif yang artinya tarif produk hulu dari minyak sawit dikenakan Bea Keluar lebih tinggi dibandingkan produk hilirnya. Hal ini bertujuan memberikan insentif bagi pelaku usaha dalam mengembangkan industri hilir di dalam negeri yang pada gilirannya nilai tambah (value added) pengolahan minyak sawit diharapkan dapat dinikmati ekonomi domestik.

Kebijakan pengenaan bea keluar untuk kelapa sawit, CPO, dan produk turunannya untuk hilirisasi industri sawit pertama kali dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 128/PMK.011/2011 tentang Perubahan atas PMK Nomor 67/PMK.011/2010 tentang Penetapan Barang Ekspor Yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar. Peraturan tersebut diundangkan pada tanggal 15 Agustus 2011 dan mulai berlaku 30 hari sejak tanggal diundangkan (14 September 2011). PMK ini telah mengalami dua kali perubahan yakni dengan PMK Nomor 75/PMK.011/2013 tanggal 16 Mei 2012 dan PMK Nomor 128/PMK.011/2013. PMK mengenai tarif Bea Keluar ini tidak hanya berisi komoditi Minyak Sawit dan Produk Turunannya, namun meliputi barang ekspor lain yang dikenakan Bea Keluar yakni Kulit Sapi dan Kambing; Biji Kakao, Produk Kayu; dan Bijih Mineral. Meski PMK 128/PMK.011/2011 telah diubah dua kali, namun tidak ada perubahan tarif Bea Keluar minyak sawit karena yang diubah dalam dua kali perubahan PMK tersebut adalah tarif Bea Keluar produk mineral. Tujuan analisis adalah mengetahui dampak kebijakan Bea Keluar CPO dan produk turunannya terhadap industri hilir kelapa sawit dan mengukur sejauh mana stakeholder domestik mampu mendapatkan nilai tambah dari proses pengolahan produk sawit di dalam negeri. Perhitungan Bea Keluar (BK) diperlihatkan dalam Persamaan 3.1.

3.1 Keterangan:

Harga Ekspor: sesuai dengan HPE yang ditetapkan oleh Kementerian Perdagangan untuk 1 (satu) periode tertentu (30 hari)

Penjelasan:

(42)

2. Harga Patokan Ekspor (HPE) adalah harga patokan yang ditetapkan secara periodik oleh Menteri Perdagangan dan Menteri Keuangan.

3. Harga Referensi adalah harga rata internasional dan/atau harga rata-rata bursa komoditi tertentu di dalam negeri untuk penetapan tarif bea keluar yang ditetapkan secara periodik oleh Menteri Perdagangan dan Menteri Keuangan

(43)

Tabel 3.4. Besaran Harga Referensi Untuk Penetapan Tarif Bea Keluar Kelapa Sawit, CPO, dan Produk Turunannya

(Berdasarkan PMK Nomor 75/PMK.011/2012)

Kolom Harga Referensi (USD/MT) Kolom Harga Referensi (USD/MT)

1 0 – 750 7 >1000 - 1050

2 >750 – 800 8 >1050 - 1100

3 >800 - 850 9 >1100 - 1150

4 >850 - 900 10 >1150 - 1200

5 >900 - 950 11 >1200 - 1250

6 >950 - 1000 12 >1250

3.4.2. Target dan Realisasi Capaian Penerimaan Negara dari Bea Keluar Kelapa Sawit

(44)

Keterangan:

Sumber: Kementerian Keuangan.

Gambar 3.1. Realisasi pendapatan negara dalam 5 (lima) tahun terakhir. 3.4.2.2. Komposisi Penerimaan Perpajakan Dalam APBN-P 2015

Sumber: Kementerian Keuangan

(45)

Direktorat Jenderal Pajak dan pajak perdagangan internasional yang dihimpun oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, (2) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari migas, non migas maupun bagian laba dari BUMN yang dihimpun oleh Kementerian/Lembaga dan BUMN, dan (3) penerimaan hibah. Realisasi penerimaan negara dari tahun ke tahun selalu mengalami kenaikan seiring dengan target pendapatan yang ditetapkan oleh pemerintah dalam APBN untuk membiayai berbagai macam belanja negara, seperti: Belanja Kementerian/Lembaga, Subsidi, Transfer ke Daerah (Dana Perimbangan dan Dana Otonomi Khusus), Pembayaran Bunga Utang, dll.

3.4.2.3. Kontribusi CPO Terhadap Penerimaan Negara (2010-2014)

Tabel 3.5. Kontribusi CPO Terhadap Penerimaan Negara (2010-2014) Jenis

Penerimaan APBN-P Target Realisasi Capaian % Perolehan BK CPO

% Perolehan

BK CPO Tahun 2010

Bea Masuk 15,106,813 19,956,186 132%

Bea Keluar 5,454,560 8,897,780 163% 4,157,807 47%

Cukai 59,265,922 66,165,295 112%

Total 79,827,295 95,019,260 119%

Tahun 2011

Bea Masuk 21,500,792 25,238,844 117%

Bea Keluar 25,439,076 28,855,580 113% 13,177,041 46%

Cukai 68,075,339 77,009,461 113%

Total 115,015,207 131,103,885 114%

Tahun 2012

Bea Masuk 24,737,900 28,280,485 114%

Bea Keluar 23,206,200 21,237,008 92% 16,969,751 80%

Cukai 83,266,625 95,019,271 114%

Total 131,210,725 144,536,764 110%

Tahun 2013

Bea Masuk 30,811,680 31,563,050 102%

(46)

17,609,416 15,808,032

Cukai 104,729,690 108,452,685 104%

Total 153,150,786 155,823,767 102%

Tahun 2014

Bea Masuk 35,676,020 32,232,908 90.3%

Bea Keluar 20,604,360 11,329,060 55.0% 9,653,732 85%

Cukai 117,450,218 118,085,339 100.5%

Total 173,730,598 161,647,308 93.0%

Tahun 2015

Bea Masuk 37,203,870 0.0%

Bea Keluar 12,053,586 0.0%

Cukai 145,739,948 0.0%

Total 194,997,404 0.0%

(dalam juta rupiah)

Sumber: Kementerian Keuangan

3.5 Kondisi Ekspor CPO dan Turunannya Pasca Kebijakan Hilirisasi Produk

Salah satu cara paling konkret untuk mengukur dampak beban Bea Keluar terhadap industri pengolahan sawit adalah membandingkan kondisi sebelum dan sesudah kebijakan. Kebijakan tarif Bea Keluar versi hilirisasi mulai berlaku 14 September 2011 (PMK 128/PMK.011/2011). Kebijakan ini sudah ditunggu pelaku usaha seiring pernyataan pemerintah tentang hilirisasi industri sawit sehingga saat aturan ini berlaku respon pengusaha dan eksportir minyak sawit sangat cepat. Bulan pertama pasca kebijakan (Oktober 2011) aksi perusahaan sudah mulai berjalan. Untuk itu kondisi sebelum kebijakan dibatasi sebelum tahun 2012 jika data merupakan data tahunan, dan bulan September 2011 (data bulanan).

Gambar

Tabel 3.1. Volume Ekspor Negara Tujuan Ekspor CPO Indonesia
Tabel 3.3. Besaran Tarif Bea Keluar Atas Ekspor Kelapa Sawit, CPO, dan
Tabel 3.4. Besaran Harga Referensi Untuk Penetapan Tarif Bea Keluar Kelapa Sawit, CPO, dan Produk Turunannya (Berdasarkan PMK Nomor 75/PMK.011/2012)
Gambar 3.1. Realisasi pendapatan negara dalam 5 (lima) tahun terakhir.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya pada tahun ke 2 (2007) hasil yang diperoleh adalah dapat mengolah plastik P(3HB\ yang telah diperoleh pada percobaan tahun 1, menjadi model

Paihydnx@ka-bs.[r]

PRODUKSI SENYAWA BIOPLASTIK P(3HB) DARI MINYAK KELAPA SAWIT DALAM BIOREAKTOR KAPASITAS 100 LITER DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI KEMASAN RAMAH

MEMPENGARUHI PEMBENTUKAN BUDAYA MANUSIA DAN AKAN TERUS BERKEMBANG, BAHKAN CENDERUNG SANGAT PESAT SETELAH MANUSIA MENGENAL LISTRIK , DAN TEKNOLOGI , SEBAGAI BAGIAN MASYARAKAT

Dengan demikian, pada penelitian ini akan dilakukan adsorpsi β-karoten dari CPO menggunakan karbon aktif yang berasal dari ampas teh pada berbagai variasi waktu, dan

Dengan demikian, pada penelitian ini akan dilakukan adsorpsi β-karoten dari CPO menggunakan karbon aktif yang berasal dari ampas teh pada berbagai variasi waktu, dan

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Suswardany (2006) yang menyatakan bahwa penambahan aktivator EM-4 akan menyebabkan kompos memiliki mikroorganisme pengurai unsur

Untuk mengetahui factor apa saja yang diperlukan untuk mengantisipasi RoA atau RoI pada saat pemilihan umum yang akan datang agar tetap stabil atau bahkan meningkat sehingga dapat