• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYAKIT MENULAR DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENYAKIT MENULAR DI INDONESIA"

Copied!
167
0
0

Teks penuh

(1)

PENYAKIT MENULAR DI

INDONESIA

(2)

PENYAKIT MENULAR YANG SERING DI

TEMUKAN DI INDONESIA

1. Muntaber : Muntah berak 2. Pneumonia : Radang Paru

3. Meningitis/Encephalitis : Radang Otak 4. Leptospirosis : Radang Kuning

5. PES

6. Campak : Gabak 7. Rubella

(3)

1. Hepatitis A,B,C 2. Polio Meylitis

3. Varicella : Cacar Air

4. Dengue Virus : Demam Berdarah 5. Demam Chikungunya

(4)

CARA PENULARAN PENYAKIT

 Kontak langsung : Cacar Air, HIV, AIDS

 Lewat polusi air & Makanan : Diare, Demam typus,

Hepatitis A

 Airborn/ Droplet infektion : Mumps,Dipteri, Campak

(5)

Melalui Vektor :

Nyamuk

Tikus

Pes

Leptospira

(6)

6

Diare

Kecoak

(7)

PENYEBAB PENYAKIT

 Bakteri  Virus

(8)
(9)

 Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan

oleh protozoa parasit yang merupakan golongan plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia

Potofisiologi

(10)
(11)

PENATALAKSANAAN

a. Medikamentosa

 Choroquine sulfat oral, 25 mg/kg BB

 Quinine dihydrochloride intravena 1mg gr/kg

BB/dosis

b. Plasmodium falciparum

 Quinine sulphate oral 10 mg/kg BB/dosis] c. Regimen alternatif

 Quinine sulphate oral

 Quinine dihydrochloride intravena dtambah

(12)
(13)

INFEKSI VIRUS DENGUE SELALU DIJUMPAI DI

BEBERAPA KOTA BESAR INDONESIA.

PERUBAHAN MUSIM HUJAN-PANAS SECARA

GLOBAL PERLU DICERMATI.

KEJADIAN PENYAKIT INFEKSI VIRUS DENGUE

MEMINTA BANYAK KORBAN.

TERGANTUNG PADA POLA PERILAKU HIDUP

BERSIH DAN DIPENGARUHI DINAMIKA

(14)

PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE

PENYAKIT VIRUS DENGUE YANG

DITAKUTI MASYARAKAT INDONESIA,

PENDERITA DAPAT TERANCAM

KEJADIAN RENJATAN, PERDARAHAN

HEBAT POLA KLINIS INFENSI DENGUE

SUKAR DIPREDIKSI.

(15)
(16)
(17)

EPIDEMIOLOGI INFEKSI VIRUS DENGUE

(18)
(19)
(20)
(21)

RANGKUMAN

Pola Penyakit Virus Dengue Bervariasi

Kasus demam berdarah dengue yg menunjukkan manifestasi

yang berat dapat dijelaskan akibat ADE.

Keganasan virus dengue berpotensi terjadinya Apoptosis. Virus

dengue yang ganas berpotensi besar menyerang sel

Retikuloendotelial sistem, termasuk organ hati dan sel endotel, akibatnya hati meradang membengkak dan faal hati terganggu dan berlanjut dengan kejadian perdarahan yang hebat disertai kesadaran menurun dan menunjukkan manifestasi Ensefalopati.

Mengatasi masalah ini perlu dipikirkan pemanfaatan cairan Ringer

Asetat dan Koloid untuk mengatasi syok yg disertai gangguan fungsi hati

Diagnosa klinik infeksi virus dengue berdasarkan WHO 1997,

(22)

DEMAM TYFOID

(23)

Demam typoid adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh kuman gram negatif salmonella typi. Selama terjadi infeksi kuman tersebut

bermultiplikasi dalam sel fagosit mononuclear dan secara berkelanjutan dilepaskan ke aliran darah

(24)

1. Panas lebih dari 7 hari, biasanya mulai

dengan summer yang makin hari makin

meninggi, sehingga pada minggu ke 2 panas tinggi terus menerus terutama pada malam hari

2. Gejala gastrointestinal dapat berupa obstipasi,

diare, mual, muntah dan kembung,

hepatomegali, splenomegali, dan lidah kotor tepi hiperemi

3. Gejala syaraf sentral berupa delirium, apatis,

somnolen, spoor bahkan sampai koma

(25)

Pengobatan penderita demam typoid dirumah sakit terdiri dari pengobatan suportuf,

medikamentosa, terapi penyulit (Tergantung penyulit yang terjadi)

(26)

 Clorapenicol

Dosis 50 mg/kg BB/hari

 Ampicilin

Dosis 200 mg/kg BB/hari

 Amoxyciline

Dosis 100 mg/kg BB/hari

 Contrimoxazole

Dosis 8 mg/kg BB/hari

(27)

 Pencegahan dilakukan secara umum dan

khusus/Imunisasi

 Dengan melakukan peningkatan sanitasi hygine

untuk menurunkan insidensi demam typoid.

(28)
(29)

1. Echersia Coli

 E.Coli merupakan organisme basilus gram

negatif yang motil dan membentuk rantai,

species ini mempunyai mekanisme perlekatan pada epitel usus

 Gejala penyakit ini Mual, muntah, kejang perut

(30)

 Penggunaan antimikroba

1. Polymixim E Sulfat (Colisin Tab) merupakan

antibiotika yang dapat diberikan dengan penderita E.Coli

2. Golongan aminoglikosid (Kanamisin) pernah

dianjurkan untuk diberikan pada bayo kurang dari 3 bulan

3. Streptomisin pernah digunakan secara luas

(31)

2. shigella

 Shigella merupakan kuman batang gram negatif,

tidak bergerak

 Gejala diare dengan darah dan lendir dalam

feses dan adanya tenesmus, penularannya secara fecal-oral dan orang ke orang atau kontak

(32)

 Penggunaan antimikroba

1. Pada umumnya Kotrimoksasol (Sanprima )

merupakan antibiotik yang dianjurkan untuk Shigella

2. Asam Nalidiksat dan Ampisilin serta

Tetraciklin biasanya untuk anak umur diatas 8 tahun

3. Ampicilin merupakan penicilin semisintetk

yang mempunyai daya kerj mengganggu

(33)

3. SALMONELLA

 Salmonella banyak ditemukan pada daging yang

terinfeksi, unggas, susu mentah, telur, dan hasil olahan telur, juga bisa ditemukan pada binatang melata yang dipelihara

 Gejala yang ditimbulkan awalnya mual, dan nyeri

(34)

4. VIBRIO CHOLERA

 Vibrionaceace merupakan kuman gram negatif,

biasanya motil, berbentuk batang yang dibedakan dari entrobakteri pd reaksinya yang positif oksidase

 Daya tahan tubuh seperti keasaman lambung,

(35)

BEBERAPA BAKTERI PENYEBAB DIARE LAINNYA

(36)

PENCEGAHAN DIARE

1. Memperbaiki sanitasi perorang dan lingkungan

 Penggunaan air bersih

 Mencuci tangan sesudah BAB dan sebelum

menyiapkan makanan

 Membuang tinja dengan benar, penggunaan jamban

untuk BAB

 Mencuci bahan-bahan yang akan dimasak dengan

benar dan memasak makanan dengan benar

 Membuang sampah pada tempatnya

2. Memperhatikan status gizi (asupan makanan dan

(37)
(38)

PES atau yang dikenal dengan plague atau black death merupakan penyakit infeksi yang

(39)
(40)
(41)

MANIFESTASI KLINIS

 Tipe Bubonik

(42)

 Tipe Pnemonik

Sesak nafas hebat, batuk, demam, menggigil dan fase lanjut bisa terjadi gagal nafa

 Demam tinggi (hiperpireksia > 40°C) bisa terjadi

malaise, perdarahan karena Disseminated

Intravascular Coagulation, sepsis, shock kejang dan bila terjadi perdarahan yang menyeluruh ditambah sianosis karena pneumonia yang

sudah mengalami nekrosis akan menghasilkan kulit gelap pada ekstermitas yang dikenal

(43)

PENCEGAHAN

 Pengawasan ketat akan kasus-kasus baik infeksi

pada manusia maupun hewan pengerat

 Penggunaan insektisida untuk mengontrol

(44)

LEPTOSPIROSIS

01

/0

9/2

01

9

(45)

DIFINISI

 Leptospirosis adalah suatu penyakit zoonosis yang

disebabkan oleh mikroorganisme Leptospira interogans tanpa memandanga bentuk spesifik serotipenya.

01/09/2019

(46)

ETIOLOGI

Leptospirosis disebabkan oleh genus leptospira, famili treponemataceae, suatu mikroorganisme spirochaeta.

01/09/2019

(47)

EPIDEMIOLOGI

a. Penyakit occupational (penyakit yang diperoleh

akibat pekerjaan)

b. Penyakit kuning yang berat disertai demam,

perdarahan dan gangguan ginjal.

c. Penyakit ini dapat menyerang semua usia, tapi

sebagian besar berusia antara 10-39 tahun.

d. Dinegara tropis sebagian besar kasus terjadi saat

musim hujan, di negara barat terjadi saat akhir panas atau awal gugur karena tanah lembab.

01/09/2019

(48)

e. Angka kematian akibat leptospirosis tergolong tinggi, mencapai 5-40%

f. Penderita di atas usia 50 tahun resiko kematian lebih besar bisa mencapai 56 persen.

g. Paparan terhadap pekerja diperkirakan terjadi pada 30-50% kasus.

01/09/2019

(49)

PENULARAN

01/09/2019

(50)

PATOGENESIS

01/09/2019

(51)

GAMBARAN KLINIS

01/09/2019

(52)

DIAGNOSIS

Pada umumnya diagnosis awal leptospirosis sulit karena pasien biasanya datang meningitis,

hepatitis, nefritis, pneumonia, influenza, sindroma syok toksik, demam yang tidak diketahui asalnya dan deatitis hemoragik, bahkan beberapa kasus datang dengan

pankreatitis. Riwayat pekerjaan, sakit kepala, nyeri otot, mata merah/fotofobia, mual atau muntah.

01/09/2019

(53)

 Pemeriksaan laboratorium darah rutin bisa dijumpai

leukositosis, normal. Pada urin dijumpai proteinuria, leukosituria dan cast, BUN, Ureum dan kreatinin. Trombositopenia terdapat pada 50% kasus

01/09/2019

(54)

PENCEGAHAN

Pencegahan leptospirosis khususnya didaerah

tropis sangat sulit. Perlindungan berupa pakaian khusus, pemberian doksisiklin 200 mg

perminggu untuk mengurangi serangan

leptospirosis, leptospirosis dari 4-2% menjadi 0,2% san efikasi pencegahan 95%. Vaksinasi tersangka reservoir sudah lama

direkomendasikan, belum berhasil dilakuakan.

01/09/2019

(55)
(56)

PENGERTIAN RABIES

Rabies (penyakit anjing gila) adalah penyakit hewan yang disebabkan oleh virus, bersifat akut serta menyerang susunan saraf pusat.

Rabies bersifat zoonosis artinya penyakit tersebut dapat menular dari hewan ke manusia dan menyebabkan kematian pada manusia. Virus rabies dikeluarkan bersama air liur hewan yang terinfeksi dan

(57)

TANDA DAN GEJALA

1. Stadium Prodromal

 Gejala awal yang terjadi sewaktu virus menyerang

susunan saraf pusat adalah perasaan gelisah,

demam, malaise, mual, sakit kepala, gatal, merasa seperti terbakar, kedinginan, kondisi tubuh lemah dan rasa nyeri di tenggorokan selama beberapa hari

2. Stadium Sensoris

 Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai

(58)

3. Stadium Eksitasi

 Tonus otot-otot akan aktivitas simpatik menjadi

meninggi dengan gejala berupa eksitasi atau ketakutan berlebihan, rasa haus, ketakutan

terhadap rangsangan cahaya, tiupan angin atau suara keras. Umumnya selalu merintih sebelum kesadaran hilang. Penderita menjadi bingung, gelisah, rasa tidak nyaman dan ketidak

(59)

4. Stadium Paralis

 Sebagian besar penderita rabies meninggal

dalam stadium eksitasi. Kadang-kadang ditemukan juga kasus tanpa gejala-Gejala eksitasi, melainkan Paresis otot-otot yang bersifat progresif. Hal ini karena gangguan

(60)
(61)

PENGENDALIAN

 Untuk mencegah terjadinya penularan rabies,

maka anjing, kucing, atau kera dapat diberi vaksin inaktif atau yang dilemahkan

(62)
(63)

PENDAHULUAN

 Avian Influenza adalah penyakit infeksi pada

(64)

 Menurut Depkes RI (2007) mengungkapkan bahwa

penularan penyakit ini kepada manusia dapat melalui:

a) Binatang : kontak langsung dengan unggas yang

sakit atau produk unggas/dari unggas yang sakit

b) Lingkungan : udara atau peralatan yang tercemar

virus tersebut baik yang berasal dari tinja atau sekret ungas yang terserang virus flu burung (AI)

c) Manusia : sangat terbatas dan tidak efisien

(ditemukannya beberapa kasus dalam kelompok/cluster)

d) Konsumsi produk unggas yang tidak dimasak dengan

(65)
(66)

 Gejala-gejala awal Avian Influenza atau yang

sering disebut dengan flu burung seringkali sama dengan influenza musiman manusia

(67)

 Langkah-langkah pencegahan perlu dilakukan untuk

menghindari terinfeksi Flu Burung :

a) Mencuci tangan pakai sabun sebelum dan sesudah makan.

Cuci pula dengan sabun, peralatan memasak sebelum dan sesudah memasak serta saat menyajikan makanan. Masak unggas dan telur unggas hingga matang,

b) Tidak menyentuh unggas yang sakit atau mati. Jika

terlanjur, segera bersihkan tubuh dengan sabun.

c) Mengandangkan dan memisahkan unggas dari pemukiman

manusia. Memisahkan unggas baru dari unggas lama selama 2 minggu

d) Memeriksakan diri ke Puskesmas atau rumah sakit

(68)
(69)

PENDAHULUAN

 Penyakit Japanese B Encephalitis (JE)

disebabkan virus yang menimbulkan infeksi JE pada otak. Virus JE dibawa nyamuk Culex yang hidup di daerah Asia (dari India Timur ke Korea, Jepang, dan Indonesia). Sumber alami

(70)

PENULARAN

 Penyebaran penyakit JE tidak dapat ditularkan

melalui kontak Iangsung, tetapi harus melalui vektor, yaitu melalui gigitan nyamuk yang telah mengandung virus JE

 Masa inkubasi pada nyamuk penular antara 9-12

(71)
(72)

MANIFESTASI KLINIS

 Pada manusia gangguan syaraf sangat dominan,

terutama pada anak-anak di bawah umur 14 tahun

 Gejala tersebut antara lain demam (lebih dari

(73)

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN YANG PERLU DILAKUKAN

 Pemberian larvasida misalnya abate pada air

yang menggenang, seperti bak air, disertai dengan penyemprotan insektisida ataupun fogging untuk membunuh larva dan nyamuk dewasa secara berkala, perlu dilakukan di rumah ataupun di sekitar kandang ternak

 Penggunaan vaksin JE terbukti dapat

(74)
(75)

PENDAHULUAN

 Paragonimus westermani merupakan cacing

(76)
(77)

PATOLOGI DAN GEJALA KLINIS

Gejala pertama di mulai dengan adanya batuk kering yang lama kelamaan menjadi batuk

darah, cacing dewasa dapat pula bermigrasi ke alat–alat lain dan menimbulkan abses pada alat tersebut misalnya pada hati dan empedu. Saat larva masuk dalam saluran empedu dan menjadi dewasa, parasit ini dapat menyebabkan iritasi pada saluran empedu, penebalan dinding

saluran, peradangan sel hati dan dalam stadium lanjut akan menyebabkan sirosis hati yang

(78)

PENCENGAHAN

Tidak memakan ikan / kepiting mentah. Apabila menkonsumsi harus sudah dimasak secara

(79)

Oleh : Prof Soegeng Soegijanto

(80)

GEJALA KLINIS

Panas meningkat dan mencapai puncak pada hari ke 4-5 pada

saat ruam keluar

Coryza yang terjadi sukar dibedakan dengan common cold yang

berat. Membaik dengan cepat pada saat panas menurun.

Conjunctivitis ditandai dengan mata merah pada conjunctiva

disertai edngan keradangan dengan keluhan fotofobia.

Cough merupakan akibat keradangan pada epitel saluran nafas,

mencapai puncak pada saat erupsi dan menghilang setelah beberapa minggu.

Muncul koplik’s spot pada sekitar 2 hari sebelum muncul ruam

(81)

 Ruam makulopapuler semula berwarna

kemerahan. Ruam ini muncul pertama pada daerah batas rambut dan dahi, serta belakang telinga, menyebar kearah perifer sampai pada kaki. Ruam umumnya saling rengkuh sehingga pada muka dan dada menjadi confluent. Ruam ini membedakan dengan rubella yang ruamnya discrete dan tidak mengakami desquamasi.

(82)

LANGKAH DIAGNOSTIK

 Anamnesis

Demam tinggi terus menerus 38.5°C atau lebih disertai batuk, pilek, nyeri menelan, mata merah dan silau bila kena cahaya (fotofobia), seringkali diikuti diare. Pada hari ke 4-5 demam, timbul ruam kulit, didahului oleh suhu yang meningkat lebih tinggi dari semula. Pada saat ini anak

(83)

PEMERIKSAAN FISIK

Gejala klinis terjadi setelah masa tunas 10-12 hari, terdiri dari tiga stadium :

 Stadium prodromal, berlangsung 2-4 hari, ditandai dengan demam

yang diikuti batuk, pilek, farings merah, nyeri menelan, stomatitis, dan konjungtivitis. Tanda patognomonik timbul enantema mukosa pipi di depan molar tiga disebut bercak koplik.

 Stadium erupsi, ditandai dengan timbul ruam makulo-papuler yang

bertahan selama 5-6 hari. Timbul ruam dimulai dari batas rambut di belakang telinga, kemudian menyebar ke wajah, leher dan

akhirnya ke ekstrimitas.

 Stadium penyembuhan (konvalesens), setelah 3 hari ruam

berangsur-angsur menghilang sesuai urutan timbulnya. Ruam kulit menjadi kehitaman dan mengelupas yang menghilang setelah 1-2 minggu.

 Saat penting untuk menentukan status gizi penderita, untuk

(84)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

 Darah tepi : jumlah leukosit normal atau

meningkat apabila ada komplikasi infeksi bakteri

 Pemeriksaan antibodi IgM anti campak  Pemeriksaan untuk komplikasi :

1. Ensefalopati/ensefalitis : dilakukan

pemeriksaan caiaran serebrospinalis, kadar elektrolit darah dan analisis gas darah.

2. Enteritis : feses lengkap

(85)

 DIAGNOSIS

Ditegakkan berdasarkan :

 Anamnesis, tanda klinis dan tanda yang

patognomonik

(86)

DIAGNOSIS BANDING

Ruam kulit eksantema akut yang lain seperti :

 Rubella

 Roseola infantum (eksantema subitum)  Infeksi mononukleosus

(87)

KOMPLIKASI

Campak menjadi berat pada pasien dengan gizi buruk dan anak

yang lebih kecil

Diare dapat diikuti dehidrasi Otitis media

Laringotrakeobronkitis (croup) Broncopneumonia

Ensefalitis akut

Reaktivasi tuberculosis

Malnutrisi pasca serangan campak

Subacute sclerosing panencephalitis (SSPE), suatu proses

degeneratif susunan saraf pusat dengan gejala karakteristik

terjadi deteriorisasi tingkah laku dan intelektual, diikuti kejang. Salah satu komplikasi campak onset lambat disebabkan oleh

(88)

TATALAKSANAN MEDIK

1. Pengobatan bersifat suprtif, terdiri dari :

 Pemberian cukup caiaran

 Kalori dam jenis makanan yang disesuaikan dengan

tingkat kesadaran dan komplikasi

 Suplemen nutrisi

 Antibiotic diberikan apabila terjadi infeksi sekunder  Anti konvulsi apabila terjadi kejang

 Pemberian vitamin A

2. Indikasi rawat inap : hiperpireksia (suhu > 39.0°C), dehidrasi, kejang, asupan oral sulit, atau ada

(89)

3. Campak tanpa komplikasi :

 Hindari penularan

 Tirah baring ditempat tidur

 Vitamin A 100.000 IU, apabila disertai

malnutrisi dilanjutkan 1500 IU tiap hari

 Diet makanan cukup cairan, kalori yang

(90)

4. Campak dengan komplikasi : a. Ensefalopati/ensefalitis

 Antibiotic bila diperlukan, antivirus dan lainya

sesuai dengan Pedoman Diagnosis Terapi (PDT) ensefalitis

 Kartikosteroid bila diperlukan sesuai dengan

PDT ensefalitis

 Kebutuhan jumlah cairan disesuaikan dengan

(91)

b. Bronkopneumonia :

 Antibiotic sesuai dengan PDT pnwumonia  Oksigen nasal atau dengan masker

 Koreksi gangguan keseimbangan asam-basa, gas

darah dan elektrolit

c. Enteritis : koreksi dehidrasi sesuai derajat (lihat bab enteritis dehidrasi)

d. Pada kasus campak dengan komplikasi

bronchopneumonia dan gizi kurang. Perlu dipanrtau terhadap infeksi TB laten. Pantau gejala klinis serta lakukan uji tuberculin setelah 1-3 bulan

penyembuhan.

(92)

TATALAKSANA EPIDEMOLOGI

1. Imunisasi campak termasuk dalam program imunisasi sejak tahun 1982, angka cakupan imunisasi munurun <80% dalam 3 tahun terakhir sehingga masih dijumpai daerah kantong risikko tinggi transmisi virus campak. 2. Srategi reduksi campak terdiri dari :

 Pemberian vitamin A pasien campak

 Imunisasi campak

 PPI : Pemberian pada umur 9 bulan

 Imunisasi campak dapat diberikan bersama vaksin MMR

pada umur 12-15 bulan

 Mass campaign, bersama dengan Pekan Imunisasi

nasional

 Cath-up immunisasi, diberikan pada anak sekolah dasar

(93)

INFEKSI RUBELLA

(94)

PENDAHULUAN

Rubella (German measles) adalah penyakit

ringan yang menyerang anak-anak namun

merupakan ancaman yang serius untuk janin,

jika ibu mendapatkan infeksi pada masa

(95)

EPIDEMOLOGI

Sebelum dilakukan vaksinasi terhadap rubella tahun 1969, pendemic rubella terjadi setiap 6-9 tahun, yang puncaknya terjadi pada musim semi. Sejak tahun 1969, ketika vaksin untuk rubella dilakukan , anak-anak secara rutin divaksinasi , membantu mencegah penyebaran

(96)

PATOGENESIS

 Patogenesis infeksi rubella tidak dimengerti secara baik.

Virus dapat ditemukan diarea kulit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Hal ini menunjukkan bahwa proses imun berperan penting.

 Resiko terjadinya kelainan dan penyakit congenital

(97)

MANIFESTASI KLINIS

 Virus Rubella memiliki masa inkubasi 14-21 hari. Pada

fase prodromal terjadi inflamasi ringan mukosa mulut atau hidung sehingga menyebabkan meningkatnya aliran mucus disana, dan ini bisa sangat ringan sehingga tidak terdeteksi.

 Tanda yang paling khas adalah limfadenopati

(98)

PEDOMAN LAB DIAGNOSTIK

INFEKSI RUBELLA

 Saring diagnostik klinis dengan adanya satu atau lebih

gejala klinis khusus sindrome Rubella

 Isolasi virus

 Pemeriksaan serologis

(99)

TATA LAKSANA

Pengobatan hanya bersifat supportif. Antipiretik

(100)

PENCEGAHAN

(101)

PAROTITIS EPIDEMIKA

(MUMPS)

Soegeng Soegijanto

101

Guru Besar Emeritus FK UNAIR Surabaya Ketua Tim Penelitian DBD ITD UNAIR

(102)

Pendahuluan

102

Parotitis epidemika atau dikenal sebagai penyakit

gondong, merupakan penyakit yang disebabkan

paramyxo virus akut.

Sering menyerang anak-anak yang berumur lebih

dari 5 tahun dan lebih muda dari 9 tahun.

Anak-anak dibawah 1 tahun jarang diserang

(103)

103

Penyakit ini sering ditemukan disaat perubahan

musim, terutama di musim dingin.

Prognosanya baik, dapat sembuh sempurna.

Walaupun demikian dapat menunjukkan penyulit

pada beberapa kasus.

(104)

104

Virus berada dalam kelenjar ludah selama 6 hari

sebelum hari kesembilan munculnya gejala gondong.

Periode inkubasi sekitar 14-25 hari. Rata-rata 18

hari. Umumnya penderita-penderita itu akan

(105)

105

Pencegahan

Pencegahan diberikan pada umur 15

bulan. Vaksinnya tercampur dengan

virus-virus lain. Yaitu virus-virus campak dan cacar

Jerman. Disebut MMR.

(106)

106

Gejala

Klinis

30% kasus tidak menunjukkan gejala, diawali

dengan gejala perut mual, sekitar 24 jam

berwujud gejala nyeri otot, tidak suka makan,

lemah, nyeri kepala, dan demam ringan.

Gejala parotitis epidemika ini akan diikuti

dengan gejala nyeri telinga disaat makan dan

selanjutnya terjadi pembesaran kelenjar ludah

yang letaknya berada di bawah telinga.

Suhu tubuh dapat meningkat dari 38,3

0

sampai

40

0

C

(107)

107

Pemeriksaan serologi antibodi dapat

dikerjakan bila gejala pembesaran kelenjar

ludah dibawah telinga tidak ditemukan

dengan membandingkan kadar antibodi

saat fase akut dan fase penyembuhan.

(3 minggu setelah fase akut).

(108)

108

Pengobatan

Secara simptomatik dengan memperhatikan

gejala-gejala yang muncul. Diberikan cairan

secara intravena apabila penderita

menunjukkan gejala kekurangan cairan.

(109)
(110)

PENDAHULUAN

(111)

EPIDEMOLOGI

HAV ada diseluruh dunia sangat menular, Cara

penularan yang dominan adalah melalui Fecal-Oral

(112)

PATOGENESIS

HAV membelah in vitro dalam sel hepatoma manusia dan fibroblas diploid tanpa

menghasilkan perubahan sitopati, keadaan ini tampak juga pada keadaan hepatosit in viro. Sesudah inoklusi melalui mulut, pembelahan virus terjadi dalam hati disertai masa viremia singkat, bersamanya virus dieksresikan ke

dalam tinja. Pada infeksi manusia dan

(113)

MANIFESTASI KLINIK

 Stadium pra-ikterik : stadium ini berlangsung

selama 4-7 hari

Pasien mengeluh sakit kepala, lemah, anoreksia, mual, muntah demam (<39ºC)

 Stadium Ikteri : Stadium ini berlangsung 3-6

minggu

Urine yang berwarna kuning tua, seperti teh atau gelap.Gejala anoreksia dan muntah

tambah berat

 Stadium pasca ikterik :

(114)
(115)

PENATALAKSANAAN

 Imunisasi aktif

Anak Imunisasi Havrix 1 flakon (0,5) berisis 720 EIU

Avaxim setiap 0,5 ml mengandung 160 unit antigen virus hepatitis A yang dimatikan

 Imunisasi pasif

(116)

TETANUS

(117)

PENDAHULUAN

(118)

GEJALA KLINIS

 Gejala yang dominan adalah kekakuan otot

bergaris yang disusul dengan kejang tonik dan klonik

 Gejala awal trismus : pada neonatus sulit

menetek,mulut mecucu. Pada anak yang sudah besar berupa trismus, akibat kekakuan otot

(119)

PENATALAKSANAAN

 Terapi dasar tetanus

 Antibiotik diberikan selama 10 hari,2 minggu bila ada

kompilkasi

 Penicilline procaine 5000 IU/kg BB/kali im, tiap 12 jam  Metronidazole loading dose 15 mg/kgBB/jam,

selanjutnya 7,5 mg/kgBB/tiap 6 jam

 Imunisasi aktif-pasif

 Anti tetanus serum (ATS) 5000-10.000 IU diberikan

im. Untuk neonatus bisa diberikan iv

 Dilakukan imunisasi DT/TT/DPT pada sisi yang lain

(120)

 Anti konvulsi

 Bila datang dengan kejang beri diadepam

- Neonatus bolus 5 mg iv

Anak bolus 10 mg iv

 Dosis rumatan maksimal

- Anak 240 mg/hari

Neonatus 120 mg/hari

 Terapi Supportif

 Bebaskan jalan nafas  Hindari aspirasi

 Pemberian O2

 Perawatan dengan stimulasi maksimal  Pemberian cairan yang adekuat

(121)

PENCEGAHAN

 Imunisasi Aktif

 Imunisasi dasar Dipheri Pertusis Tetanus (DPT)

diberikan 3X sejak usia 2 bulan dengan interval 4-6 minggu, ulangan pada umur 18 bulan 5

tahun

 Eliminasi tetanus neonatorum dilakukan

imunisasi TT pada ibu hamil, wanita usia subur, minimal 5x suntikan toksoid

 Pencegahan pada luka

 Luka dibersihkan, jaringan necrotik dan benda

(122)

DIFTERI

Prof. Soegeng Soegiatno Sp.A (K) FK UWKS

(123)

DEFINISI

 Penyakit yang disebabkan kuman difteri yang

ditularkan lewat droplet infection lewat saluran pernafasan. (mulut, hidung dll)

 Awalnya menyerang kulit disebut difteri kulit.

Pada luka di kaki dengan adanya selaput putih pada luka

(124)

MANIFESTASI KLINIK

Toxin difteri menyebabkan timbulnya:

 Demam (sumer / subfebris)  Disfagia

 Miokarditis dapat terjadi akibat toxin yang

(125)

 Pada mulut dapat ditemukan adanya pseudomembran

atau besslag berupa selaput putih yang berdarah ketika di sentuh. Di dekat uvula, tonsil, faring dan laring.

 Pseudomembran terbentuk akibat reaksi radang dan

penumpukan sel radang yang terjadi sehingga terbentuk suatu selaput.

 Mulut  stomatitis diphteria  Hidung  rhinitis diphteria

 Laring  Laryingitis diphteria yang ditandai dengan

tidak berbicara karena sakit tenggorok

(126)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

(127)

PENYULIT

(128)

PENATALAKSANAAN

 JIKA SESAK TRAKEOSTOMI

 ADS (Anti Difteri Serum) sesuai kondisi  Penicilin procain

(129)

PENATALAKSANAAN

 Pada Miokarditis maka dilarang berolahraga dan

(130)

PROGNOSIS

 Dapat terjadi Miokarditis dengan gejala Plegmon  prognosis Buruk

 Gagal nafas jika membran yang menutupi

(131)

PENCEGAHAN

 Vaksinasi DPT 15 bulan, lalu diulang tiap 3

(132)

PERTUSSIS

Prof. Soegeng Soegijanto

(133)

PERTUSSIS (BATUK REJAN)

Pertusis adalah suatu penyakit infeksi akut pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh bakteri Bordetella Pertussis. Penyakit ini dapat menyerang siapa saja yang susceptable, biasanya menyerang anak-anak dan apabila mengenai golongan umur sangat muda dapat berakibat serius.

(134)

a. Penyakit ini mulai dikenal pada abad ke – 16.

b. Pada abad ke – 19 penyakit ini merupakan

pembunuh yang utama pada bayi diseluruh dunia, tinnginya angka kematian bayi dari beberapa negara sedang berkembang hingga kini masih ada.

c. Upaya pembuatan vaksin baru dapat dilakukan

pada tahun 1930 – an.

(135)

ETIOLOGI

a.

Bordetella, Pertusssis, Bordetella

Parapertussis

b.

Adeno virus type 1, 2, 3 dan 5 dikatakan

dapat menimbilkan sindroma yang sama .

c.

Kuman gram negatif berbentuk batang, non

motil dan tidak membentuk spora.

Vaksin pertusis acelular, komponen tersebut

adalah asal di Filamentory Hemagglutinin

(FHA) dan Pertusis Toksin atau Limfositosis

Promoting Factor (LPF)

(136)

PATHOGENESIS

a. Masuknya kuman per inhalasi ke dalam

saluran pernafasan.

b. Melekat pada cilia dari trachea, bronchi dan

disusul dengan hilangnya fungsi serta diakhiri dengan rusaknya cilia tersebut.

(137)

 Gejala batuk dapat timbul disebabkan oleh

terganggunya mekanisme keluarnya lendir dari rongga bronchi penimbuhan lendir mucoid yang

menimbulkan yang bersifat tidak efektif, berulang,

paroksismal. Stadium lebih lanjut dapat menimbulkan obstruksi bronchus (atelektase), sekunder infeksi

(pneumonia)

 Pertussis encephalopathy belum jelas mekanismenya

karena anoxia, cerebral dan hemorhage.

(138)

EPIDEMIOLOGI

o pertussis adalah termasuk penyakit yang sangat

menular.

o Attack rate populase yang susceptable mencapai

kurang lebih 90%.

o Penularan melalui kontak langsung. Penyakit ini

sangat menular pada stadium catarrhal (minggu pertama sakit) dan penyakit ini tidak tergantung pada muasim.

(139)

MANIFESTASI KLINIS

o Periode inkubasi penyakit pertussis adalah 6–20 hari,

dengan rata – rata sekitar 7–10 hari. Penyakit ini dapat berlangsung sampai 6-8 minggu.

o Dikenal 3 stadium pada penyakit pertusis yaitu

catarrhal, paraxismal dan convalescent.

(140)

KOMPLIKASI

Ada 6 macam komplikasi yaitu :

o Pneumonia

o Atelektase

o Emfisema

o Bronchiektase

o Otitis media

o Aktivasi tuberculosa yang laten

(141)

PENGOBATAN

 Antibiotika dengan memakai Erythomycin 50 mg/kg

BB/hari atau Ampicilin 100 mg/kg BB/hari selama 3-4 hari.

(142)

PENCEGAHAN

 Vaksin dengan pemberiannya dilakukan

bersama-sama dengan difteri dan tetanus dalam bentuk vaksin DTP. Usia 2 bulan sebanyak 3 kali dengan interval 4-8 minggu. Suntikan ulangan pertama (buster 1)

dilakukan satu tahun kemudian. Sedangkan ulangan kedua (buster 2) 3 tahun sesudahnya.

(143)

POLIO

(144)

Poliomielitis atau penyakit polio adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus polio dan dapat

mengakibatkan terjadinya kelumpuhan yang permanen.

(145)

Virus ditularkan oleh infeksi droplet dari

orofaring (Saliva) atau tinja penderita yang

infeksius. Penularan langsung dari

manusia-manusia pada waktu 3 hari sebelum dan

sesudah masa prodromal

(146)

Secara umum infeksi virus polio pada seseorang akan memberikan gambaran sebagai berikut :

1. Inapparent Infection, tanpa gejala klinis, subklinis,

infeksi subklinis ini terjadi sebanyak 95%

2. Infeksi ringan (4-8%) tidak ada perubahan

laboratorium dan gejala infeksi SSP

3. Abortive poliomielitis 4. Aseptic meningitis

5. Flaccid paralytic poliomeilitis 6. Post polio syndrome

(147)
(148)

Tata laksana mencegah kecacatan sedini mungkin yang meliputi upaya-upaya :

1. Pemberian intake nutrisi yang adekuat 2. Istirahat ditempat tidur

3. Cegah aktivitas berlebihan pada fase akut

4. Pengaturan posisi yang benar dan nyaman, latihan

luas gerak sendi secara pasif

5. Berikan obat-obatan analgetik dan antispasme jika

nyeri ototot

(149)

 Imunisasi rutin

Imunisasi rutin bertujuan memberi kekebalan pada resipen masyarat luas

 Imunisasi suplemen

Imunisasi suplemen diberikan untuk memutus rantai penularan dan trnasmisi virus polio liar

 Eradikasi Global

Tujuannya pemberantasan virus polio liar di dunia, dan menghilangkan trasmisi dan membuat dunia bebas dari polio

 VAPP (Vaccine Associated Paralytic Poliomielitis)  VDPV (Vaccine Derived Polio Virus)

(150)

INFEKSI HAEMOPHILLUS

INFLUENZAE TIPE B

(HIB)

Prof. Soegeng Soegiatno Sp.A (K) FK UWKS

(151)

PENDAHULUAN

Dinegara yang sedang berkembang diasumsikan bahwa penyakit infeksi (Haemophillus

(152)

EPIDEMOLOGI

Penyakit infeksi kuman (Haemophillus

Influenzae) lebih dari 95% menyerang pada anak. Walaupun 5 tipe kuman HI yang

(153)

Insiden keseluruhan meningitis HIB meningkat 4x lipat dari tahun 1940 ke tahun 1960.

Alasannya belum diketahui, tatapi diasumsikan karena :

 Teknik pemeriksaan lab yang lebih baik  Meningkatnya kemampuan pengalaman

mendiagnosis penyakit HIB

 Distribusi umur penderita pada tahun 1970

(154)

PATOGENESIS

Infeksi HIB disaluran pernafasan bagian atas berhubungan erat dengan hasil isolasi strain

kuman yang berkapsul. Berdasarkan pernyataan ini Pfeiffer mengemukakan bahwa pandemi

(155)

MANIFESTASI KLINIS

1. Meningitis

2. Pneumonia

3. Epoglotis

4. Artristik Septik

(156)

PENGOBATAN

 Ampicilin 200-300 mg/ kgBB/hari dikombinasi

dengan Chlorapenicol 100 mg/kgBB/hari

 Apabila dijumpai resistensi kuman, dipilih obat

kombinasi dengan Lactam seperti moxalactam, β atau obat seperti Cephalospurin, Cefotoxine,

(157)

PENGOBATAN

 Upaya pencegahan penyakit HIB dapat

dilaksanakan pasif dan aktif imunisasi dengan vaksin HBOC dan BP Ig

 Adapun 3 terbaru dengan vaksin PRPD, HBOC,

(158)

Prof Soegeng Soegijanto, dr.SpA(K),DTM&H

(159)

INTRODUCTOIN

(160)

EPIDEMOLOGY

(161)
(162)
(163)

ROTAVIRUS

(164)

 EPIDEMOLOGY

Most human infections result from contact with

infected persons. Rotavirus (RV) infections occur in many animal species, but transmission from animals to humans has not been documented. However,

reassortment between human and animal rotaviruses have occurred and can generated new serotypes.

Rotavirus in infected patients is present in high titer in stool, which is the only body specimen consistently positive for the virus. It is present in stool before the onset of diarrhea, and can persist for as long as 10 days after the onset of symtoms in normal

hosts.Transmission is presumed to be by the fecal – oral route.

(165)

CLINICAL MANIFESTATION

 Infection can result in diarrhea, usually preceded or

accompanied by emesis and low grade fever. In severe cases, dehydration, electrolyte abnormalities, and

(166)

 DIAGNOSTIC TESTS

Enzyme immunoassay (EIA) and latex

agglutination assay for group A RV antigen detection in stool are commercially available.

(167)

 TREATMENT

Gambar

GAMBAR VIRUS DENGUE
GAMBAR NYAMUK AEDES AEGYPTI

Referensi

Dokumen terkait

Nabi Muhammad saw beliau adalah seorang rasul yang agung yang Allah Nabi Muhammad saw beliau adalah seorang rasul yang agung yang Allah utus untuk menyempurnakan

Mani$estasi klinis in$eksi *irus Dengue termasuk didalamnya Demam Berdarah Dengue sangat ber*ariasi, mulai dari asimt&#34;matik, demam ringan yang tidak s!esi$ik, Demam Dengue,

Sesuai Pasal 443 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, penjatuhan sanksi pidana kepada korporasi dapat dibebankan kepada pengurusnya yaitu pidana penjara dan

Hal tersebut dapat dilihat dari hasil penelitian ini dimana sebagian besar responden menilai Agen menyampaikan pesan mengenai program Agen 1000 Sunlight tidak dengan paksaan

agglomerans LAS-2b yang berasal dari Sumber Air Panas Lejja, Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan, dengan tahapan peremajaan bakteri, pembuatan medium inokulum dan medium

nilai R space charge compensator yang terdiri dari VR yang telah dikelompokan nilai R space charge compensator yang terdiri dari VR yang telah dikelompokan dengan

Keragaman genetika yang cukup tinggi dapat di- deteksi dari empat belas aksesi kentang yang diguna- kan dalam penelitian ini.. Sebanyak 60 alel terdeteksi berdasarkan 12

Tabel ini mempunyai relasi one to many artinya tabel tahun_ajaran mempunyai relasi lebih dari satu dan, dalam hal ini tabel tahun_ajaran mempunyai relasi dengan tabel