• Tidak ada hasil yang ditemukan

Paper Hukum Acara Perdata Current Issue

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Paper Hukum Acara Perdata Current Issue"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Paper Hukum Acara Perdata Current Issue

(2)

1. Class Action

Class actions merupakan sinonim dari class suit atau representative action (RA).1 Class actions berasal dari bahasa Inggris, yakni gabungan kata “class” dan

“action”. Pengertian dari frasa Class adalah sekumpulan orang, benda, kualitas, atau kegiatan yang mempunya kesamaan sifat atau ciri, sedangkan pengertian Action dalam istilah hukum berarti tuntutan yang dapat diajukan ke pengadilan.2 Sedangkan menurut

Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002 tentang Tata Cara Penerapan Gugatan perwakilan kelompok, class actions didefinisikan sebagai suatu tata cara atau prosedur pengajuan gugatan, dimana satu orang atau lebih yang mewakili kelompok mengajukan gugatan untuk dirinya sendiri dan sekaligus mewakili sekelompok orang yang jumlahnya sangat banyak, yang emiliki kesamaan fakta atau kesamaan dasar hukum dan kesamaan tuntutan antara wakil kelompok dan anggota kelompoknya.3

Tujuan dari pengajuan gugatan secara class actions adalah agar proses berperkara menjadi lebih ekonomis dan biaya jadi lebih efisien (Judicial Economy).4

Tidaklah ekonomis secara waktu dan tenaga bagi pengadilan jika harus melayani gugatan yang sejenis secara satu per satu. Manfaat ekonomis gugatan class actions ini tidak saja dirasakan secara langsung oleh penggugat, akan tetapi juga oleh tergugat, sebab dengan pengajuan gugatan secara class actions, tergugat hanya satu kali mengeluarkan biaya untuk melayani gugatan pihak-pihak yang merasa dirugikan. Biaya pengacara melalui mekanisme gugatan class actions-pun akan lebih murah daripada gugatan masing-masing individu secara satu persatu. Mekanisme pengajuan secara

class actions ini juga untuk mencegah putusan-putusan yang berbeda antara Majelis Hakim yang satu dengan Majelis Hakim yang lain.5.

Kasus 21/Pdt.G/2011/PN.Mbo yang diajukan oleh Kelompok Tani 16 dan Kelompok Tani 23 kepada Pengadilan Negeri Meulaboh karena merasa tanah miliknya diambil secara melawan hukum oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Barat dan Yayasan

1 Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2006), hlm. 139

2 E.Sundari, Pengajuan Gugatan Secara Class actions, (Yogyakarta : Universitas Atma Jaya, 2002), hlm. 8

3 Mahkamah Agung, Peraturan Mahkamah Agung tentang Tata Cara Penerapan Gugatan Perwakilan Kelompok, Perma No.1 Tahun 2002, Ps.1.

(3)

Pendidikan Universitas Teuku Umar. Mengacu pada gugatan yang diajukan oleh Kelompok Tani 16 dan 23 yang sangat tidak komprehensif, tampaknya kebutuhan akan informasi tentang gugatan class actions yang bersifat praktis adalah prioritas utama pengetahuan hukum masyarakat Indonesia.

Setelah 20 Tahun berlalu, akhirnya pada 2 Januari 2002 telah mulai berdiri bangunan-bangunan di atas tanah Kelompok Tani Serikat 16. Hingga tahun 2011 Ketua Kelompok Tani Serikat 16 meng-claim belum pernah ada musyawarah dengan masyarakat setempat untuk membahas mengenai ganti kerugian atas tanah yang dipakai. Bahkan pada tanggal 20 Januari 2009, Bupati Ramli memberitahukan kepada Rektor Universitas Teuku Umar bahwa tanah yang telah dibangun seluas 342 Hektar sudah sah dan tidak ada masalah lagi dengan pihak manapun.

Kelompok Tani 16 mencoba mencari keadilan melalui jalur hukum. Demi merealisasikan niatnya, akhirnya pada 1 November 2011 penggugat sepakat untuk memasukan perkara ini ke Pengadilan Negeri Meulaboh secara class actions. Dalam gugatannya, penggugat mendalikan bahwa tergugat telah menguasai tanah yang diperkarakan secara melawan hukum dan penggugat meminta ganti rugi sebesar 90 Milyar atas tanah yang telah di ambil (Rp.100.000 x 90 Hektar)

Dalam persidangan yang digelar sekitar Januari 2012 Majelis Hakim yang terdiri dari Mukhtar, S.H., sebagai Hakim Ketua Majelis, Ferry Hardiansyah, S.H., M.H, dan Muhamad Iman,S.H telah memberikan nasihat kepada penggugat untuk menggunakan jasa penasehat hukum, akan tetapi penggugat dengan tegas tidak membutuhkan bantuan pengacara dalam perkara ini.

Akibatnya gugatan yang diajukan oleh penggugat menjadi tidak jelas, dan sudah ditolak sebelum masuk ke pembahasan pokok perkara. Akhirnya Majelis Hakim menolak gugatan penggugat karena tidak memenuhi kualifikasi syarat sebagai gugatan perwakilan kelompok (Class actions) pada hari Kamis tanggal 2 Ferbuari 2012 dalam sidang yang terbuka untuk umum.

(4)

Dasar hukum beracara menggunakan gugatan perwakilan kelompok (class actions) terdapat dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.1 Tahun 2002. Selebihnya diatur secara mandiri di dalam ketentuan perundang-undangan, setidaknya ada 6 peraturan yang mengakomodir ketentuan mengenai class actions yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Peraturan Pemerintah No.57 Tahun 2001 tentang Badang Perlindungan Konsumen Nasional, Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen, dan Peraturan Pemerintah No. 59 Tahun 2001 tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya masyarakat.6 Secara substansial Peraturan

Mahkamah Agung Republik Indonesia No.1 Tahun 2002 lebih menitikberatkan mengenai ketentuan formil dari class actions yang terdiri dari acara memeriksa, mengadili, dan memutus gugatan yang diajukan, sedangkan 6 peraturan lainnya lebih fokus mengenai adanya peluang mekanisme gugatan secara berkelompok di bidang masing-masing sengketa.

Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Meulaboh Nomor : 21/Pdt.G/2011/PN.Mbo ada beberapa poin yang perlu ditinjau lebih komprehensif dengan menggunakan kajian teoritis yang ada, diantaranya yaitu :

1. Syarat Formil Class actions

Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2002 terdapat beberapa syarat formil yang merupakan conditio sine qua non untuk mengajukan gugatan secara Class actions, diantaranya adalah sebagai berikut :

A. Adanya Kelompok (Class)

(5)

Berdasarkan Pasal 2 huruf a dan c Peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun 2002 syarat pertama untuk mengajukan gugatan class actions adalah adanya kelompok atau class. Secara garis besar kelompok tersebut terdiri atas dua komponen utama, yaitu Perwakilan Kelompok (Class Representative) dan Anggota Kelompok (Class Members).

Perwakilan Kelompok adalah orang yang berinisiatif tampil untuk bertindak melakukan tindakan berupa mengajukan gugatan, yang mana gugatan tersebut untuk dan atas nama sendiri dan sekaligus atas nama anggota kelompok (one or more of the as representing all).7 Wakil kelompok memiliki kedudukan dan kapasitas sebagai kuasa menurut hukum (Legal Mandatory) atau

wettelijke vertegenwoordig yaitu peraturan perundang-undangan sendiri (dalam hal ini PERMA) yang memberikan hak dan kewenangan bagi wakil kelompok sebagai kuasa kelompok demi hukum.8 Dengan demikian, tanpa memerlukan surat kuasa khusus

dari anggota kelompok, dan tanpa memerlukan persetujuan dari anggota kelompok, demi hukum dapat bertindak mewakili kelompok.

B. Adanya Anggota Kelompok (Class Members)

Berdasarkan Pasal 2 huruf A Peraturan Mahkamah Agung dikatakan bahwa Jumlah anggota kelompok sedemikian banyaknya sehingga tidak efektif dan efisien apabila gugatan dilakukan secara sendiri-sendiri atau secara bersama-sama dalam gugatan.

Menurut Yahya Harahap dalam bukunya Hukum Acara Perdata, dikatakan bahwa makna sedemikian banyaknya adalah apabila ketika penyelesaian perkara melalui proses kumulasi objektif, kumulasi subjekif, proses intervensi dalam bentuk voeging menjadi tidak efektif

(6)

dan tidak efisien karena sedemikian rupa banyak konstituennya. Menurutnya, apabila anggota hanya terdiri dari 5 atau 10 orang, dianggap tidak memenuhi syarat berperkara melalui sistem class actions karena masih lebih efektif dan efisien melalui gugatan kumulasi. Ternyata apabila hal tersebut terjadi Majelis Hakim memiliki wewenang untuk menyatakan bahwa permohonan tidak memenuhi syarat, dan dinyatakan tidak dapat diterima yang kemudian harus diajukan melalui gugatan perdata biasa.

2. Kesamaan Fakta atau Dasar Hukum

3. Kesamaan Jenis Tuntutan

Syarat ini memiliki kaitan yang erat dengan syarat kesamaan fakta atau dasar hukum.9 Syarat kesamaan jenis tuntutan secara implisit

disebut dalam Pasal 1 huruf b yang menyatakan bahwa Wakil Kelompok adalah satu orang atau lebih yang menderita kerugian yang mengajukan gugatan dan sekaligus mewakili kelompok orang yang lebih banyak jumlahnya. Jika ditafsirkan dari ketentuan dalam Pasal tersebut dapat kita simpulkan dua hal yaitu yang pertama adalah timbul jenis kerugian yang sama yang dialami wakil kelompok dan anggota kelompok, dan yang kedua adalah pada dasarnya bentuk kerugian itu nyata (actual loss), atau kerugian material, tetapi bejuga bersifat kerugian imateriil.10 Kesimpulannya adalah kesamaan jenis

tuntutan atau Typicality artinya harus terdapat kesamaan tuntutan hukum maupun pembelaan dari seluruh anggota yang diwakili (class members)..

2. Syarat Formulasi Gugatan

(7)

Menurut ketentuan Pasal 3 dan pasal 10 Peraturan Mahkamah Agung, hal pertama yang perlu di garis bawahi mengenai syarat pengajuan gugatan dengan cara class actions adalah ketentuannya tetap tunduk pada hal-hal yang diatur dalam Hukum Acara Perdata, dalam hal ini adalah HIR dan RBG, namun harus juga memenuhi ketentuan yang diatur dalam Pasal 3 dan Pasal 10 Peraturan Mahkamah Agung.

Secara ringkas syarat-syarat mengajukan gugatan dengan cara

class actions adalah sebagai berikut :11

a. Mencantumkan dan mengalamatkan gugatan berdasarkan kompetensi absolut dan relatif sesuai dengan sistem dan patokan yang diatur dalam Pasal 118 HIR.

b. Mencantumkan tanggal pada gugatan

c. Gugatan ditandatangani oleh penggugat atau kuasanya

d. Menyebutkan identitas para pihak yang minimal terdiri atas nama lengkap dan alias, serta alamat atau tempat tinggal.

e. Mencantumkan fundamentum pretendi yang terdiri dari dasar hukum gugatan (rechtelijke gronds) dan dasar fakta gugatan (feitelijke gronds).

f. Memuat petitum gugatan.

3. Proses Pemeriksaan Awal (Verifikasi/Sertifikasi)

Dasar hukum dari proses pemeriksaan awal terdapat dalam ketentuan Pasal 5 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002. Proses ini lazim dinamakan sebagai preliminary certificate test, atau

(8)

preliminary hearing.12 Tujuan dari adanya proses ini adalah

memeriksa tentang sah atatu tidaknya persyaratan class actions yang diajukan sesuai dengan kriteria yang terdapat dalam Pasal 2 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002. Secara garis besar hal-hal yang wajib diperiksa dalam tahap ini adalah :

 Definisi dan deskripsi kelompok, apakah memenuhi syarat spesifik.

 Wakil kelompok apakah jujur dan benar-benar mengurus kepentingan

kelompok.

 Apakah jumlah kelompok memenuhi syarat numerousity sehingga

tidak efektif dan efisien penyelesaian perkara melalui gugatan biasa.

 Menilai dan mempertimbangkan apakah terdapat \kesamaan fakta atau kesamaan dasar hukum dan kesamaan tuntutan antara wakil kelompok dan anggota kelompoknya.13

4. Perdamaian

Proses selanjutnya adalah perdamaian. Dasar hukum proses perdamaian dalam sengketa class actions diatur berdasarkan Pasal 6 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002. Pasal ini berisi perintah kepada Hakim untuk wajib mendamaikan para pihak.14 Menurut Yahya Harahap Pasal ini merupakan hiasan formal belaka tanpa daya

karena dalam penerapannya seperti Pasal 130 HIR sangat jarang Hakim berdedikasi untuk menyelesaikan perkara melalui perdamaian.

5. Pemberitahuan Anggota Kelompok (Notifikasi)

Proses selanjutnya adalah pemberitahuan (notifikasi), dan proses ini bersifat imperatif atau wajib dilakukan. Berdasarkan Pasal 1 huruf e Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2002 Pemberitahuan dilakukan oleh Panitera atas perintah dari Hakim kepada anggota kelompok. Proses notifikasi dilakukan ketika keluarnya

(9)

penetapan bahwa gugatan perwakilan tersebut sah setelah diteliti dan memenuhi syarat. Cara pemberitahuan dilakukan dengan prinsip mudah dijangkau oleh anggota kelompok, seperti dengan media cetak dan/atau elektronik, pemberitahuan di kantor pemerintah dan lain lain. Tujuan dari adanya pemberitahuan adalah agar semua anggota kelas mengetahui akan adanya gugatan class actions dan untuk memberikan kesempatan bagi anggota kelas yang ingin menyatakan keluar (Opt out) .15

6. Pernyataan Keluar (Opt Out)

Setelah adanya pemberitahuan (notifikasi) maka proses selanjutnya adalah pernyataan keluar, dan proses ini bersifat fakultatif atau tidak wajib dilakukan (pilihan). Berdasarkan Pasal 1 huruf f dan Pasal 8 Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 2002 yang dimaksud dengan pernyataan keluar adalah suatu bentuk pernyataan tertulis yang ditandatangi dan diajukan kepada pengadilan dan/atau pihak penggugat, oleh anggota kelompok. Itu artinya, proses ini memberikan kesempatan dalam jangka waktu tertentu untuk menyatakan keluar dari kasus gugatan class actions apabila tidak ingin dilibatkan dalam gugatan class actions, sehingga putusan mengadilan tidak memihak dirinya.16

Akibat dari anggota kelompok yang mempergunakan hak keluar (option out right)

adalah tidak mengikat dan berkekuatan kepadanya. Artinya, anggota tersebut tidak melekat ne bis in idem, sehingga dia dapat mengajukan gugatan yang sama kepada tergugat.

2. Gugatan Actio Popularis

Setiap orang tidak bebas mengajukan gugatan dengan cara yang dikehendakinya. Hakimlah yang berkuasa dalam menerima, memeriksa dan memutus perkara dengan tunduk pada peraturan hukum acara yang ada dan tidak menuruti justiciabelen (pencari keadilan/penggugat) yang memilih sendiri caranya berperkara yang tidak/belum ada dasar hukumnya. Hukum acara perdata mengatur hak dan kewajiban beracara yang bersifat prosedural (hak untuk naik banding, kewajiban untuk mengajukan saksi) dan

15 Disriani Latifa Soroinda, Slide Mata Kuliah Class Action, (Depok : Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013), Slide.8

(10)

bukan bersifat substansial seperti pada hukum perdata matenil (hak milik, kewajiban untuk melunasi hutang).

Pasal 28 Undang-undang No 4 Tahun 2004 mengatakan bahwa hakim wajib menggali hukumnya di dalam masyarakat, maka yang dimaksudkan adalah hukum materiilnya (hukum yang mengatur hak dan kewajiban substansial), bukan hukum formil (hukum yang mengatur hak dan kewajiban formil). ltupun, dalam menggali hukumnya, dalam menemukan hukumnya, tidak asal mengadakan "terobosan", tetapi ada metode atau aturan permainannya. Asas dasar utama yang penting dalam hukum acara perdata kita adalah asas point d'interet point d'action17, yang berarti bahwa barangsiapa mempunyai

kepentingan dapat mengajukan tuntutan hak atau gugatan. Kepentingan di sini bukan asal setiap kepentingan, tetapi kepentingan hukum secara langsung, yaitu kepentingan yang dilandasi dengan adanya hubungan hukum antara penggugat dan tergugat dan hubungan hukum itu langsung dialami sendiri secara konkrit oleh penggugat.

Kepentingan hukum secara langsung, hubungan sebab akibat, harus dialaminya sendiri. Kalau dimungkinkan setiap orang boleh menggugat tanpa syarat adanya "kepentingan hukum yang langsung", maka dapat dipastikan pengadilan akan kebanjiran gugatan-gugatan. Asas penting lainnya dalam hukum acara perdata adalah asas actori incumbit probatio yang berarti barangsiapa mempunyai sesuatu hak atau mengemukakan suatu peristiwa harus membuktikan adanya hak atau peristiwa itu (Pasal 163 HIR). Penggugat harus membuktikan adanya hubungan antara dirinya dengan hak atau kepentingan.

Di dalam praktik dikenal suatu cara mengajukan gugatan perdata yang disebut gugatan perwakilan atau kelompok orang yang mempunyai kepentingan yang sama dalam satu perkara yang dilakukan oleh salah seorang anggota atau lebih dari kelompok tersebut tanpa menyebut anggota kelompok satu demi satu. Gugatan semacam ini dikenal dengan acara gugatan class action yang diadopsi dari sistem Anglosaks (Mertokusumo, 2006:71) dan diatur dalam UU No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

(11)

Dari sekian banyak perkara gugatan class action, sebagian besar tidak diterima (niet ontvankelijk verklaard) oleh pengadilan dan patut patut dipertanyakan. Diktum "tidak dapat diterima", termasuk hukum acara perdata yang berarti bahwa putusan itu belum menyentuh pokok perkara, baru menyentuh formalitas. Berarti bahwa syarat formal pengajuannya tidak dipenuhi.

Akhir-akhir ini mulai marak diajukan tuntutan perdata yang dikenal dengan actio popularis atau citizen lawsuit. Menurut Sjahdeini yang dimaksud dengan actio popularis adalah prosedur pengajuan gugatan yang melibatkan kepentingan umum secara perwakilan. Gugatan dapat ditempuh dengan acuan bahwa setiap warga negara tanpa kecuali mempunyai hak membela kepentingan umum. Dengan demikian setiap anggota warga negara atas nama kepentingan umum dapat menggugat negara atau pemerintah atau siapa saja yang yang melakukan perbuatan melawan hukum, yang nyata-nyata merugikan kepentingan umum dan kesejahteraan masyarakat luas. Dalam actio popularis, hak mengajukan gugatan bagi warga negara atas nama kepentingan umum adalah tanpa syarat, sehingga orang yang mengambil inisiatif mengajukan gugatan tidak harus orang yang mengalami sendiri kerugian secara langsung, dan juga tidak memerlukansurat kuasa khusus dari anggota masyarakat yang diwakilinya.

Suatu contoh gugatan actio popularis adalah kasus demam berdarah, putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No 251/Pdt/G/t998 PN. Jkt. Pst, hakim dalam putusannya berpendapat bahwa actio popularis harus diatur dalam undang-undang (Komisi Hukum Nasional, Menggagas bentuk gugatan actio polularis), sedangkan perkara divestasi PT Indosat baik dalam putusan tingkat pertama maupun dalam putusan banding dinyatakan tidak sah (Suara Pembaharuan, Nasib gugatan "actio popularis" privatisasi Indosat). Dapat diinformasikan bahwa action popularis di Negeri Belanda sejak I Juli 2005 telah dihapus (Stichting Greenpeace Nederland).

(12)

mengikat setiap orang secara umum; (iii) Lembaga hukum acara perdata asing sepanjang belum ada landasan undang-undangnya, demi kepastian hukum, tidak dapat diterapkan. Kebebasan hakim tidaklah mutlak, tetapi dibatasi oleh undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan; (iv) Penemuan hukum yang sering dikatakan sebagai 'penerobosan' tidak dapat asal saja dilakukan (menerobos), tetapi ada metode atau aturan permainannya. Kita harus tetap taat asas.

DAFTAR PUSTAKA

Buku dan Karya Ilmiah

Harahap, Yahya. Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, _______Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Jakarta : Sinar Grafika, _______2006.

Kamello, T. “Penerapan Gugatan Class actions.” Skripsi Sarjana Universitas _______Sumatra Utara. Medan, 2013.

Sime, Stuart. A Practical Approach to Civil Procedure. London : Blackstone, _______2001.

Sundari, E. Pengajuan Gugatan Secara Class actions. Yogyakarta : Universitas _______Atma Jaya, 2002..

Sutantio, Retnowulan dan Iskandar Oeripkartawinata. Hukum Acara Perdata _______dalam Teori dan Praktek. Bandung : Mandar Maju, 2005.

Mertokusumo, Sudikno-, 2006, Hukum Acara Perdata Indonesia, Penerbit Liberty

Regulasi

Kitab Undang-undang Hukum Perdata, diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, cetakan ke 23,1990, Jakarta : Pradnya Paramitha

Mahkamah Agung, Peraturan Mahkamah Agung tentang Tata Cara Penerapan Gugatan Perwakilan Kelompok. Perma No. 1 Tahun 2002.

Website

United States. “Consumer Product Warranties,”

_______

(13)

Referensi

Dokumen terkait

Kedelai impor memiliki masa inkubasi lebih lama dibandingkan dengan kultivar Anjasmoro, Grobogan dan Wilis, hal ini disebabkan kedelai impor telah mempunyai ketahanan secara

 Sistem akan aktif setelah dihubungkan ke sumber tegangan, langkah selanjunya letakan sensor TGS 2610 secara vertikal dari tabung gas LPG, dalam pengujian

Mengelola Transaksi Sistem Informasi Posyandu + POSYAND U POSYAND U POSYAND U POSYAND U POSYAND U 3 Merekapitulasi Laporan dan Monitoring 1 PASIEN 2 POSYANDU 3 PUSKESMAS 4

Keberadaan Undang-Undang tentang Keterbukaan Iinformasi Publik sangat penting sebagai landasan hukum yang berkaitan dengan (1) Hak setiap orang untuk memperoleh informasi;

KESAN PEMBERIAN DIET BUAH PITAYA MERAH DAN LOVASTATIN TERHADAP PROFIL LIPID, JUMLAH ANTIOKSIDAN KESELURUHAN DAN MALONDIALDEHID PADA TIKUS YANG DIARUH HIPERKOLESTEROLEMIK Pengenalan

Juka nantu Esat tsawan 15 Uwi 1988 amunam enentai jukma tama 203 umpuarma arantuktinian apujna unuimiatainiun nui nerentin ajasmiayi Tarimiat Aents Ekuatrnum jimiara Chicham

Dari berbagai macam pendasaran hukum tentang hak anak dalam masa-masa pertumbuhannya memang terjadi suatu kebingungan atau kekacauan ataupun ketidakpastian hukum

Lalu, dengan adanya RPP KEK akan memberikan kemudahan dalam hal pelayanan perizinan dan non perizinan antara lain: Perizinan berusaha dan perizinan lainnya dilaksanakan