• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Indeks Massa Tubuh dan Rasio

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Hubungan Indeks Massa Tubuh dan Rasio "

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Hubungan Indeks Massa Tubuh dan Rasio Lingkar Pinggang Pinggul dengan Tuber kulosis Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Berobat Di

Puskesmas Wilayah DKI Jakarta

Rudy Irianto Simamora, Indah Suci Widyahening

Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jalan Salemba Raya 6, Jakarta, 10340, Indonesia

Email: rudi.di@ui.ac.id

Abstrak

Penelitian ini mempelajari mengenai hubungan prevalensi TB dengan pada pasien DM pada puskesmas wilayah DKI Jakarta. Penelitian memakai desain cross sectional dan melibatkan subyek penelitian sebanyak 291 pasien DM. Pengukuran status gizi dilakukan melalui indeks massa tubuh (IMT) dan rasio lingkar pinggang pinggul (RLPP). Dari 291 pasien DM didapatkan sebesar 35,7% pasien mengalami TB positif. Hasil dari penelitian ini adalah tingkat kejadian TB paru pada pasien DM terbesar pada status gizi kurang yang diukur dengan IMT yaitu sebesar 82,8% kemudian kejadian terjadinya TB pada DM terkecil pada pasien dengan Obesitas grade II sebesar 16,7%. Pada status gizi berdasarkan RLPP didapatkan pasien dengan status normal yang lebih besar mengalami kejadian terkena TB yaitu sebesar 50.7% dibandingkan dengan pasien obesitas yang positif TB sebesar 25.2%. Kesimpulannya, status gizi kurang berhubungan dengan prevalensi tuberkulosis dengan nilai p <0,001.

Kata kunci: diabetes Melitus, tuberkulosis, indeks massa tubuh, rasio lingkar pinggang pinggul

The Association of Demographic Factors with the Prevalence of Tuberculosis in Patients with Diabetes Mellitus Who Took Treatment at the Primary

Health Centers in Jakarta Year 2014

Abstract

(2)

2 1. Pendahuluan

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang tidak hanya banyak di negara maju namun juga pada negara berkembang. Jumlah pasien diabetes di Indonesia tahun 2000 mencapai 8,43 juta jiwa dan diperkirakan mencapai 21,257 juta jiwa pada tahun 2030. Berdasarkan data dari Kementrian Kesehatan (KEMENKES) angka prevalensi pasien diabetes di Indonesia pada tahun 2008 mencapai 5,7% dari jumlah penduduk di Indonesia atau sekitar 12 juta jiwa.1

Diabetes merupakan penyakit yang sering ditemukan pada orang usia lanjut dan bisa diturunkan atau bersifat herediter. Diabetes melitus terbagi atas beberapa tipe di antaranya tipe 1 dan tipe 2. Menurut Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI), diperkirakan masih banyak penyandang diabetes yang belum terdiagnosis di Indonesia yang mencapai 60% dan jumlah penderita DM tipe 2 semakin meningkat pada kelompok umur > 30 tahun pada seluruh status ekonomi.1 Pasien diabetes melitus juga berisiko 3 kali terserang penyakit tuberculosis, hal ini menyebabkan meningkatnya pasien TB di masyarakat.2

Komorbiditas penyakit Diabetes melitus dan Tuberkulosis akan saling memperburuk keadaan satu sama lain. Faktor yang bisa menyebabkan diabetes salah satunya adalah obesitas. Obesitas merupakan salah satu masalah yang juga ada pada negara berkembang3. Pada pasien dengan obesitas terjadi penimbunan

lemak yang berlebihan yang mengakibatkan resistensi insulin yang berpengaruh

terhadap kadar gula darah pasien diabetes melitus.1

Umumnya orang dengan DM identik dengan status nutrisi yang lebih (obesitas), Akan tetapi jika orang dengan DM mengalami infeksi tuberkulosis maka orang tersebut akan mengalami penurunan status gizi. Ini disebabkan karena terjadi perubahan metabolisme tubuh akibat infeksi TB, dimana terjadi peningkatan resting energy expenditure(REE) yang mencapai 10-30% dari pasien normal.17 Penyebab peningkatan REE pada infeksi TB adalah terjadinya peningkatan produksi leptin, dan peningkatan proteolosis dan lipolisis sehingga bisa berdampak pada anoreksia. Infeksi TB dapat membuat pasien mengalami

(3)

enzim lipoprotein lipase (LPL) di jaringan lemak. Peningkatan dari produksi

IFN-

,

IL-6, dan TNF-α dikaitkan juga dengan terjadinya penekanan nafsu

makan seseorang karena peningkatan produksi leptin.6Malnutrisi yang terjadi akan mengakibatkan orang akan mengalami penurunan sistem imun. Akibatnya, pasien akan mengalami perburukan dari infeksi TB.7

Hubungan antara kedua penyakit ini juga sudah mulai diteliti pada permulaan abad ke 20, namun para peneliti masih sulit dalam menentukan apakah diabetes melitus (DM) yang mendahului tuberkulosis (TB) atau TB yang mendahului DM yang mengakibatkan manifestasi klinis.14 Faktor penyebab terjadinya TB pada pasien DM diakibatkan karena penurunan sistem imun yang diakibatkan oleh komplikasi DM, sehingga penyakit infeksi kronis seperti TB dapat mudah berkembang didalam tubuh.12 Berdasarkan penelitian sebelumnya, pasien dengan obesitas mempunyai risiko 5,14 kali untuk menderita DM tipe 2 dibandingkan dengan orang normal.11

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di China, ditemukan komplikasi TB pada pasien DM tipe 2 pada pasien dengan Obesitas sebesar 196 pasien dari

203 pasien.11Selain menyebabkan komplikasi TB, pasien DM akan mempunyai risiko multi-drug resistant TB 17,5% dibandingkan pasien yang hanya

didiagnosis TB tanpa ada DM sebesar 8,4%.8Pada penelitian yang dilakukan oleh Misnadiarly et al, status gizi (IMT) berpengaruh terhadap penyakit TB paru.13 Hiperglikemia pada pasien DM menyebabkan kerusakan berbagai organ dan dapat menurunkan aktifitas sistem imun sehingga pasien dengan DM memiliki peluang 5 kali lebih besar terkena TB dibadingkan tanpa DM.13

(4)

4 2. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional untuk mengetahui prevalensi TB pada pasien DM yang berobat di puskesmas wilayah DKI Jakrta. Populasi target penelitian adalah pasien diabetes melitus yang berobat di puskesmas/layanan primer, dengan populasi terjangkau adalah pasien diabetes melitus pada puskesmas/layanan primer di wilayah DKI Jakarta.

Penelitian ini dilaksanakan di 12 Puskesmas di DKI Jakarta. Adapun rincian Puskesmas terpilih adalah sebagai berikut:

Nama puskesmas

Puskesmas Kecamatan Tanjung Priok Puskesmas Kecamatan Tebet

Puskesmas Kecamatan Koja Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu

Puskesmas Kecamatan Pulo Gadung Puskesmas Kecamatan Tambora Puskesmas Kecamatan Duren Sawit Puskesmas Kecamatan Cengkareng Puskesmas Kecamatan Jatinegara Puskesmas Kecamatan Senen

KDK FKUI Kayu Putih Puskesmas Kecamatan Tanah Abang

Pengambilan dan pengumpulan data dilaksanakan pada dari bulan November 2013 - Januari 2014 dengan jumlah 291 sampel. Sampel dipilih berdasarkan purposive sampling.Sampel yang terpilih harus memenuhi kriteria inklusi yaitu pasien DM yang berobat di Puskesmas tempat penelitian berlangsung.

(5)

penelitian ini yaitu, pasien yang didiagnosis TB positif berdasarkan rekam medis Puskesmas, BTA mikroskopis langsung (+), kelainan foto toraks mendukung TB serta gejala sesuai TB, dan BTA mikroskopis langsung (-), tetapi kelainan foto toraks dan gejala sesuai TB

Pada penelitian ini, pasien dikatakan TB negatif jika tidak ditemukan BTA mikroskopis dan foto toraks memberikan gambaran yang tidak sugestif ke TB.13

Gambar 1 Alur Diagnosis

Keterangan :

*batuk > 2 minggu , batuk darah, nyeri dada atau gejala-gejala lain yang mengarah ke suspek TB

(6)

6 3. Hasil

Tabel 1 menggambarkan sebaran responden berdasarkan usia, jenis kelamin, suku, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, pendapatan per kapita, status pernikahan, bentuk keluarga, serta hasil diagnosis TB.

Tabel 1. Distribusi responden pasien DM yang berobat di puskesmas di wilayah Jakarta

Responden Frekuensi Persentasi (%)

Jenis Kelamin (n total = 291)

 Laki-laki 108 37.1

Status gizi (Berdasarkan IMT, n = 267)

 Gizi kurang (<18,5 kg/m2) 29 10,8

 Normal (18,5–22,9 kg/m2) 74 27,7

 Resiko obesitas (23,0-24,9 kg/m2)

 53 19.8

Obesitas grade I (25,0-29,9 kg/m2)

 81 30.4

* Obesitas grade II (>30 kg/m2) 30 11,3

Status Gizi (Berdasarkan RLPP, n = 230)

 Normal (L < 1, P < 0,8) 75 32,6

 Obesitas (L > 1, P > 0,8) 155 67,4 Prevalensi TB

 TB Positif 104 35.7

 TB Negatif 187 64.3

(7)

banyak pada obesitas grade I dengan presentasi sebesar 30,4%, kemudian untuk pengukuran status gizi berdasarkan RLPP didapatkan hasil yang paling banyak pada pasien dengan obesitas dengan presentasi sebesar 67,9%. Prevalensi TB pada pasien DM sebesar 35.7,%.

Tabel 2. Hubungan status gizi dengan kejadian tuberkulosis

Variabel Frekuensi TB

Positif Negatif Nilai p

Indeks Massa Tubuh (IMT), n total = 267

P <0,001 Gizi Kurang (< 18.5kg/m2) 24 (82,8%) 5 (17,2%)

Gizi Normal (18.5–22,9kg/m2) 30 (40,5%) 44 (59,5%)

Resiko Obesitas ( 23,0-24,9

kg/m2) 15 (28,3%) 38 (71,7%)

Obesitas grade I (25,0-29,9kg/m2) 23 (28,4%) 58 (71,6%)

Obesitas grade II (>30kg/m2) 5 (16,7%) 25 (83,3%)

Rasio Lingkar Pinggang dan Panggul (RLPP), n total= 230

P < 0,001 Laki–laki & Perempuan

Normal (L < 1, P < 0,8) 38 (50,7%) 37 (49,3%)

Obesitas (L > 1, P > 0,8) 39 (25,2%) 116 (74,8%)

Keterangan:

(8)

8 4. Diskusi

Dari hasil penelitian didapatkan pasien dengan DM sebanyak 291 pasien dengan prevalensi TB pada pasien DM sebanyak 104 pasien atau sebesar 35,7% pada status gizi berdasarkan IMT pasien yang paling banyak mengalami kasus DM yaitu pada pasien dengan obesitas dan obesitas grade 1. IMT dan RLPP berhubungan dengan prevalensi TB paru pada pasien DM. Berdasarkan kelompok IMT pasien DM, responden dengan proporsi pasien DM tertinggi untuk terkena TB yaitu pada gizi kurang, dengan proporsi sebesar 82,8% kemudian diikuti gizi normal sebesar 40,5%, obesitas grade I sebesar 28,4%, diikuti resiko obesitas dengan presentasi sebesar 28,3%, dan yang proporsi paling kecil terkena TB adalah pasien dengan

obesitas grade II yaitu 16,7%. dengan uji statistik chi square menunjukkan terdapat perbedaan proporsi terjadinya TB yang bermakna antara berbagai klasifikasi status

gizi pasien DM. Pengukuran status gizi dengan RLPP didapatkan hasil responden DM dengan gizi normal memiliki prevalensi lebih besar dalam terkena TB positif yaitu sebesar 50,7%, kemudian untuk obesitas mendapatkan hasil lebih keci dalam terjadinya prevalensi TB positif sebesar 25,2% Berdasarkan hasil uji chi square terdapat perbedaan proporsi TB positif yang bermakana antara kedua kelompok RLPP. Dari hasil penelitian ini didapatkan antara status gizi yang diukur berdasarkan IMT dan RLPP dengan kejadian TB pada responden memiliki hubungan yang bermakna.

(9)

tubuh.12Berdasarkan penelitian sebelumnya, pasien dengan obesitas mempunyai risiko 5,14 kali untuk menderita DM tipe 2 dibandingkan dengan orang normal.11

Hubungan antara DM dengan penyakit infeksi merupakan hal yang sering ditemukan. Infeksi yang paling banyak terjadi seperti ISK, pada saluran napas seperti TB paru, pnemonia, kemudian pada kulit seperti furunkel, dan abses, pada rongga mulut mengakibatkan infeksi gigi dan gusi, dan infeksi telinga otitis eksterna maligna.1 Pada pemeriksaan foto rontgen dada pasien DM yang mengalami TB paru, terlihat bahwa 70% pasien mengalami lesi paru–paru bawah dan terdapat kavitasi di paru.1Selain itu pada pasien TB yang memiliki DM sering ditemukan pasien mengalami resistensi obat–obatan tuberkulosis.1Pada penelitian yang dilakukan oleh Misnadiarly et al, status gizi (IMT) berpengaruh terhadap penyakit TB paru.13 Hal ini karena nutrisi yang diperlukan dalam pembentukan sistem imun mengalami penurunan sehingga pasien akan mudah terserang penyakit infeksi seperti tuberkulosis. Orang yang memiliki riwayat DM memiliki peluang 5 kali lebih besar mengalami TB paru dibandingkan pasien tanpa DM dan hasil ini sejalan dengan penelitian – penelitian terdahulu lainnya.15 Hal ini karena hiperglikemia pada pasien DM menyebabkan kerusakan berbagai organ dan dapat menurunkan aktifitas sistem imun.13

Hubungan status gizi dengan diabetes melitus bisa diakibatkan oleh beberapa faktor

salah satunya obesitas. Sedangkan obesitas sendiri disebabkan karena kurang aktivitas fisik, dan tingginya konsumsi karbohidrat dan lemak.11 Hal ini dapat

menyebabkan peningkatanfree fatty acid(FFA) dalam sel. Peningkatan FFA dapat menunrunkan translokasi transporter glukosa ke dalam membran plasma, yang menyebabkan resistensi insulin pada jaringan otot dan adipose.11

(10)

10

resistantTB 17,5% dibandingkan pasien yang hanya didiagnosis TB tanpa ada DM sebesar 8,4%.8

Hingga saat ini penulis belum menemukan publikasi penelitian TB pada pasien DM di puskesmas di 5 wilayah di Jakarta. Desain penelitian ini menggunakan desain cross sectional yang merupakan desain yang paling sesuai dengan prevalensi. Selain itu penelitian ini juga memiliki kekurangan seperti pada pengambilan data menggunakan kuesioner data yang kami dapatkan tidak semua bisa digunakan dan membuat kesulitan saat mengolah dan menganalisis data. Ini disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya petugas tidak mengecek kembali hasil dari kuesioner.

5. Kesimpulan Dan Saran

Prevalensi TB paru pada pasien dengan diabetes mellitus (DM) yang berobat di puskesmas di wilayah Jakarta sebesar 35,7%. Berdasarkan hubungan status gizi yang diukur dengan IMT dengan kejadian TB pada pasien DM didapatkan pada pasien dengan gizi kurang memiliki tingkat kejadian TB paru pada pasien dengan resiko obesitas sebesar 28,3%, pada pasien dengan obesitas grade I 28,4%, dan obesitas grade II sebesar 16,7%. Berdasarkan status gizi yang diukur dengan RLPP dengan kejadian TB pada pasien DM didapatkan pasien degan gizi normal memiliki tingkat kejadian TB paru pada pasien DM sebesar 50,7%, dan untuk pasien dengan obesitas memiliki kejadian TB paru sebesar 25,2% dimana hasil dari data statistik

menunjukan terdapat hubungan bermakna. (P < 0,001).

(11)

ini pencarian hubungan faktor risiko dengan efek dapat digambarkan dengan lebih baik.

6. Kepustakaan

1. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta. 2011.p 2-4, 18,19,56-57 [cited 5 Oktober 2015]

2. World Health Organization.International Union Against Tuberculosis and Lung Disease. Collaborative framework for care and control of tuberculosis

and diabetes. Switzerland: Provisional collaborative framwork. [cited 15 November 2015].

3. Farida Soetiarto, Roselinda, Suhardi. Hubungan diabetes melitus dengan obesitas berdasarkan Indeks Massa Tubuh dan lingkar pinggang data riskedas 2007. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis & Farmasi. [cited 17 November 2015]

4. Dyah Purnamasari. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 5th. Jakarta: Badan

penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2013. Bab 27 Diabetes Melitus.p 2321-2324

5. Depkes. Tahun 2030 prevalensi diabetes melitus di Indonesia mencapai 21,3 juta orang. [internet][cited 20 November 2015]. Available from http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=414

6. Mentri Kesehatan. Keputusan Mentri Kesehatan (KMK) tentang pedoman penanggulangan tuberkulosis (TB). Jakarta: 2009. [cited 10 November 2015].

7. Zulkifli A, Bahar Asril. Dyah Purnamasari. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 5th. Jakarta: Badan penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2013. Bab 357. Tuberkulosis Paru. p 2232–2233

(12)

12 nes%2027.5.2014.pdf

9. Sherwood L. Human physiology from cells to systems. 7th ed. Canada: Brooks/Cole Cengage Learning; 2010.p 646

10.Ratomo P. I, Burhan E, Tambunan V.Malnutrisi dan Tuberkulosis. Article.Jakarta: J. Indonesia Medical Association.2012. Vol 62. p 231–233

11. Alius Cahyadi, Venty. Tuberkulosis paru pada pasien diabetes melitus. Jurnal of the Indonesia Medical Association.April 2011. 61(4):174-78

12. Shara Kurnia Trisnawati, Soedijono Setyorogo. Faktor Kejadian Diabetes Melitus Tipe II Di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2012. Januari 2013; 5(1):9

13. Misnadiarly, Sunarmo. Tuberkulosis dan analisis faktor–faktor yang mempengaruhi tingginya angka kejadian di Indonesia tahun 2007. Buletin Penelitian Kesehatan. 2009.p 61 - 62

14. Jabbar A, Hussain SF, Khan AA. Clinical characteristics of pulmonary tuberculosis in adult Pakistani patients with co-existing diabetes mellitus. Eastern Mediterranean Health Journal. 2006; 12(5).

Gambar

Gambar 1 Alur Diagnosis
Tabel 1. Distribusi responden pasien DM yang berobat di puskesmas di wilayah
Tabel 2. Hubungan status gizi dengan kejadian tuberkulosis

Referensi

Dokumen terkait

Dari stasiun tersebut diperoleh data berupa kecepatan, lama hembus dan arah angin.Meskipun lama hembus dan arah angin merupakan data yang penting dalam

Sedangkan keberadaan kasa pada ventilasi tidak mempunyai hubungan terhadap kejadian DBD di Kelurahan 19 November Kecamatan Wundulako Kabupaten Kolaka Tahun 2016 dengan

Hal ini membuktikan perpaduan store atmosphere dengan konsep yang unik dan kualitas pelayanan yang baik serta dengan sistem yang unik dari coffee teller di Klinik Kopi dapat

(NVLVWHQVL WUDGLVL NHDJDPDDQ GL .DPSXQJ -DZD WHODK PHPEHULNDQ NRQWULEXVL VLJQLÀNDQ GDODP PHQFLSWDNDQ LQWHUQDO KDUPRQLVDVL DQWDU ZDUJD .DPSXQJ -DZD VHQGLUL MXJD PHPEDQJXQ

Bentuk atau design visualisasi dari company profile yang menggunakan warna -warna dasar orange dan dipadukan dengan design artwork yang terbuat dari perpaduan

Gambar 1. Model Pelayanan Publik yang Didukung Teknologi Informasi Egoverment, secara teknis implementatif juga merupakan suatu kesatuan sistem informasi, karena

Pada reaktor alir tangki berpengaduk karena volume reaktor relatif besar dibandingkan dengan reaktor alir pipa, maka waktu tinggal juga besar, berarti zat

persemaian dilakukan dengan menggunakan ember yang telah diisi air, atau menggunakan karung, perakaran maupun daunnya rusak karena tertekuk-tekuk dan tanah yang