“
Riverfront Architecture”
Riverfront Architecture atau arsitektur kawasan muka sungai merupakan salah
satu latar belakang permasalahan yang akan dibahas dalam sipnosis kali ini. Di sebagian
kota di Indonesia, banyak terdapat sungai yang kawasan sekitarnya sangat kumuh bahkan
sama sekali tidak menarik untuk dilihat. Banyaknya masyarakat yang membangun
bangunan dengan fungsi yang tidak legal bahkan menjadikan sungai sebagai tempat
pembuangan sampah atau limbah merupakan salah satu penyebab sungai menjadi daerah
terlantar dan kumuh. Padahal seharusnya sungai memiliki daerah sempadan yang bebas
struktur fisik serta terjaga kelestariannya. Sungai Deli di Kota Medan juga merupakan
salah satu sungai yang tercemar dan merupakan daerah kawasan yang kumuh, dasar
sungai ini juga sudah dipenuhi oleh sampah-sampah masyarakat yang menyebabkan dasar
sungai mengalami pedangkalan dan akan meluap apabila terjadi hujan deras. Padahal
sungai sangat berperan dalam kehidupan manusia. Gedung-gedung maupun bangunan di
Kota Medan yang dibangun ditepi sungai juga tidak banyak memanfaatkan sungai
tersebut. Lebih membiarkan sungai sebagai tempat pembuangan tanpa sedikitpun
memikirkan cara untuk melestarikannya.
Melestarikan sungai juga merupakan salah satu alternatif cara untuk dapat
mewujudkan interaksi sosial antar masyarakat. Apabila sungai dilestarikan akan tercipta
suatu lingkungan baru yang dapat mengundang masyarakat untuk berekreasi dan mau
lebih menjaga kebersihan dan kelestarian sungai tersebut. Karena interaksi sosial antar
Sosiologi perkotaan adalah ilmu yang mempelajari tentang interaksi dan
kehidupan sosial masyarakat di wilayah metropolitan, baik itu tentang struktur, proses,
perubahan, maupun masalah di sebuah wilayah urban dan memberikan masukan untuk
perencanaan dan pembuatan kebijakan dengan cara menggunakan analisis statistik,
pengamatan, teori sosial, wawancara, dan metode lain untuk mempelajari berbagai topik
termasuk migrasi dan tren demografi, ekonomi, kemiskinan, hubungan ras, tren ekonomi,
dan lainnya. Masyarakat yang hidup di kawasan perkotaan disebut masyarakat urban.
Karakter dasar masyarakat urban ini sendiri lebih indvidual, berdaya saing tinggi,
berpikiran terbuka, dapat mengurus dirinya sendiri, memiliki jalan pikiran rasional yang
menyebabkan interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan
daripada faktor pribadi. Jalan kehidupan yang cepat di kota mengakibatkan faktor waktu,
sehingga teliti dalam mengatur waktu sangat penting bagi masyarakat kota untuk dapat
mengejar kebutuhan-kebutuhan pribadi mereka.
Masyarakat perkotaan juga cenderung selalu ingin meningkatkan kualitas hidup
mereka, maka dari itu mereka ingin memiliki hunian dengan fasilitas yang bisa
mendukung gaya hidup mereka yang serba cepat dan jadwal-jadwal mereka yang padat.
Istilah “work hard, play hard” merupakan istilah yang sudah sangat melekat pada
masyarakat golongan ini, karena pada umumnya mereka memiliki jam kerja yang tinggi.
Semakin tinggi jam kerja mereka, maka akan semakin banyak pula penghasilan yang
akan mereka dapatkan. Dengan meningkatnya kualitas hidup mereka, maka mereka juga
menginginkan sesuatu dengan kualitas yang paling baik untuk mendukung gaya hidup
mewah mereka saat ini. Masyarakat inilah yang termasuk dalam golongan masyarakat
menengah atas dengan gaya hidup kelas atas (High-end Lifestyle). Karena gaya hidup
terutama fasilitas-fasilitas yang bisa mereka gunakan disaat waktu senggang mereka.
maka dari itu “Urban High-end Lifestyle” yang akan menjadi sub tema ini.
Urban High-end Lifestyle ini akan menganut dengan pengertian Urban sendiri
yaitu, “gaya hidup orang perkotaan yang serba cepat”, Maka diterapkan bangunan yang
simpel, modern, mewah dan fungsional. Disertai fasilitas-fasilitas untuk masyarakat
menengah atas yang lengkap sesuai dengan kebutuhan mereka, tanpa harus membuat
mereka meninggalkan apartemennya. Untuk fasilitas akan disediakan fasilitas-fasilitas
seperti jogging track, swimming pool & jacuzzi, floating restaurant, ampitheatre, garden
restaurant, salon & spa, lounge & bar, private lounge, coffee shop, indoor & outdoor
playground, dan tennis court yang sesuai dengan gaya kehidupan mereka.
Urban High-end yang juga berarti Urban Living, yang mempunyai arti
masyarakat menengah atas yang lebih memiliki karakter dan style, kemudian kehidupan
High-end yang juga berarti kehidupan modern. Kemodernan selalu identik dengan
keserba-adaan, maka dari itu gaya hidup masyarakat urban sangat dekat dengan
modernitas, dimana mereka sangat terbuka dalam menerima pengaruh luar, terutama
teknologi. Maka akan diterapkan teknologi dimana citra dari arsitektur modern adalah
bangunan yang berorientasi kepada perkembangan zaman di masa sekarang ini yang
ditunjukkan melalui eskpresi atau fasad bangunan. Maka dari itu fasad bangunan akan
didesain dengan menggunakan material yang tidak hanya menambah estetika bangunan
LANDASAN DAN TINJAUAN TEORI
1.1.
Landasan Teori Proyek
Tema dan Kasus Proyek bagi mahasiswa Perancangan Arsitektur 6 kelompok C
adalah Sosiologi Perkotaan, dengan Kasus Proyek yaitu Model Permukiman Menengah
Atas (apartemen & rumah bandar) dan berlokasi di Jl. Mangkubumi.
Gambar 1.1
Foto Satelit Site
Proyek tugas Perancangan Arsitektur 6 ini merupakan proyek dari Pihak Pemerintah
Kota ( Pemko) Medan yang memutuskan untuk bekerja sama dengan pihak swasta (PT
Twin Rivers Development) dalam proyek mengembangkan Revitalisasi Kawasan Muka
Sungai Deli. Kemudian menunjuk Departemen Arsitektur Fakultas Teknik USU untuk
revitalisasi kawasan ini juga telah didukung dan disetujui oleh pihak penghuni di kawasan
terpilih. Tujuan dari proyek ini adalah untuk mewujudkan satu model penataan,
pengembangan, dan revitalisasi kawasan Muka Sungai Deli (Riverfront) didalam satu
perencanaan terpadu yang diharapkan dapat menjadi referensi bagi upaya dan langkah
untuk pengembangan Kawasan Muka Sungai Deli di Kota Medan pada daerah Kelurahan
Aur dan Kelurahan Hamdan, merancang bangunan apartemen menengah atas dengan
rancangan arsitektural fisik bangunan dan tapak mencerminkan kekhasan tapak kawasan
muka sungai di Kota Medan, membangun sebuah model pemukiman dalam konteks
untuk efisiensi pembangunan kota, dan menyelaraskan sub-tema sesuai dengan tema
Sosiologi Perkotaan.
Pendataan awal yang didapat setelah melakukan survey lokasi proyek adalah luas
tanah sekitar ± 2,5 Ha dan memiliki kontur lahan menurun mulai dari jalan raya menuju
sungai. Pada bagian utara site merupakan pemukiman warga, bagian timur site
merupakan Jl. Mangkubumi dan pemukiman warga, bagian selatan site merupakan Jl.
Suprapro, dan bagian barat site merupakan Jl. Badur dan Pemukiman warga. Kondisi site
merupakan berupa pemukiman, lahan kosong, dan bersebelahan dengan sungai. Potensi
pada site memiliki sungai yang dapat dijadikan sebagai ruang terbuka hijau, terletak di
pusat kota Medan sehingga mudah untuk diakses dari berbagai arah, lokasi site
merupakan lokasi yang strategis sehingga memungkinkan banyak peminat. Permasalahan
yang terdapat pada site ini antara lain daerah sungai yang tidak tertata dengan rapi,
banyaknya sampah yang tertumpuk di sepanjang pinggiran sungai yang menyebabkan
sungai mengalami pedangkalan, banyaknya terdapat bangunan liar di sepanjang sisi
sungai Deli, dan lebar luas jalan pada Jl. Badur yang terlalu sempit untuk dilalui oleh 2
Hasil dari analisis lokasi tapak proyek yaitu, luas tapak 25.000 m2 dan luas bangunan
67.000 m2, kemudian memiliki KDB 60% dan KLB 16, GSB pada tapak ini sendiri yaitu
pada Jl. Mangkubumi seluas 3 meter, Jl. Badur 5 meter, dan pada Sungai Deli yaitu seluas
15 meter. Bangunan di sekitar lokasi site didominasi oleh bangunan rumah tinggal dan
ruko hingga 5 lantai. Site juga bersebelahan dengan tanah kosong yang ditumbuhi cukup
banyak vegetasi pepohonan rimbun. Trotoar untuk sirkulasi pejalan kaki tidak memadai,
tidak nyaman untuk dilalui, rusak, dan banyak dijadikan tempat untuk orang berjualan
kaki lima. Sirkulasi kendaraan menuju ke dalam site bisa dilalui dari Jl. Mangkubumi dan
Jl. Badur. Masyarakat warga sekitar daerah site pada umumnya merupakan masyarakat
menengah keatas, pekerjaan rata-rata mereka adalah sebagai PNS, pegawai swasta, dan
pengusaha. Area site merupakan area komersial yang berisi tentang kebutuhan dan
fasilitas kota.
Program ruang untuk kebutuhan pada bangunan apartemen yang akan dibangun pada
lokasi site ini antara lain, yaitu kebutuhan ruang unit apartemen, terdapat empat tipe unit
hunian, yaitu tipe studio, tipe suite, tipe deluxe, tipe family deluxe, dan tipe penthouse.
Kebutuhan ruang untuk fasilitas apartemen, yaitu, fitness centre, jogging track, swimming
pool & jacuzzi, mini theatre, family karaoke, floating restaurant, ampitheatre, garden
restaurant, salon & spa, private lounge, lounge & bar, coffee shop, indoor & outdoor
playground, dan tennis court. Kebutuhan ruang untuk fasilitas pendukung, yaitu
supermarket, laundry, ATM Centre, mushola, smoking room, children care, bakery &
cake shop. Kebutuhan ruang untuk servis, yaitu kantor pemasaran, kantor pengelola,
ruangan mekanikal dan elektrikal.
Mengembangkan tema sosiologi perkotaan dari kelompok kasus C, yaitu pembuatan
proposal pengembangan rancangan arsitektural model permukiman menengah atas
perkotaan yang serba cepat. Jalan kehidupan yang cepat di kota mengakibatkan faktor
waktu, sehingga teliti dalam mengatur waktu sangat penting bagi masyarakat kota untuk
dapat mengejar kebutuhan-kebutuhan pribadi mereka. Karena gaya hidup masyarakat
kota menengah atas yang selalu ingin segala halnya tersedia dengan kualitas yang paling
baik, terutama fasilitas-fasilitas yang bisa mereka gunakan disaat waktu senggang
mereka. Maka dari itu tema yang diambil untuk kasus proyek ini adalah“Urban High-end
Lifestyle” dengan mengambil konsep Arsitektur Metafora. Penerapan “Urban High-end
Lifestyle” pada kawasan ini diharapkan akan menjadi kawasan yang melambangkan pusat
hunian dengan gaya hidup glamour di kota Medan. Kawasan yang dilengkapi
fasilitas-fasilitas kelas satu yang mendukung gaya hidup masyarakat menengah atas. Melestarikan
Sungai Deli dan menjadikannya sebagai salah satu pendukung fasilitas, seperti sebagai
view restaurant yang berada di atas air (floating restaurant). Namun tidak mungkin
membiarkan konsumen menikmati hidangan restauran dengan pemandangan sungai yang
dipenuhi sampah, maka dari itu perlu dilakukan pelestarian dan pembersihan sungai
terlebih dahulu.
1.2.
Landasan Teori Sosial, Masyarakat, Ekonomi, dan Peraturan Tapak
Site kasus proyek C berlokasi di kecamatan Medan Maimun, dan mengambil dua
kelurahan yaitu Kelurahan Aur dan Kelurahan Hamdan. Lokasi Site juga berbatasan
langsung dengan beberapa jalan utama yaitu Jl. Legend Suprapto, yang pada jalan ini
terdapat bangunan-bangunan dan kantor seperti kantor PTPN IV dan kantor polisi militer
(PM). Kemudian berbatasan dengan Jl. Mangkubumi, yang pada sepanjang jalan ini lebih
didominasi oleh bangunan-bangunan rumah tinggal, seperti ruko kemudian bangunan
perkantoran, seperti swalayan, kantor Palang Merah Indonesia (PMI), dan kantor pajak.
Yang terakhir berbatasan dengan Jl. Badur, yang pada jalan ini didominasi oleh
Gambar 1.2 Gambar 1.3
Kantor PTPN IV Kantor Polisi Militer (PM)
Gambar 1.4
Perumahan Warga dan Ruko
Masyarakat yang tinggal di area sekitar tapak, dapat digolongkan sebagai Masyarakat
Menengah Atas (Upper-Middle Class), dikarenakan melihat pekerjaan masyarakat di area
sekitar tapak yang rata-rata sebagai PNS/pegawai swasta, pegawai pemerintah,
pengusaha, dan kaum professional, yang sesuai dengan klasifikasi kelas sosial masyarakat
menengah atas yang rata-rata memiliki pekerjaan tersebut. Disamping itu lokasi site yang
berada di tengah kota dan dipenuhi dengan sarana publik dan merupakan daerah
komersial, sangat mendukung bagi pembangunan apartemen untuk kelas menengah atas.
Berdasarkan hasil survey, masyarakat yang tinggal di sekitar area tapak mayoritas
beretnis Cina, terutama pada Kelurahan Aur Lingkungan IX, masyarakat yang bermukim
masyarakat yang beretnis Nias, Batak, dan Aceh. Kemudian pada Kelurahan Hamdan
Lingkungan X, masyarakat yang bermukim di Jl. Badur didominasi oleh masyarakat
beretnis Aceh yang menjadikan lingkungan ini juga didominasi oleh masyarakat penganut
agama Islam/muslim, pada daerah ini juga terdapat fasilitas ibadah yaitu Mesjid dan
Musholla.
Hasil survey dari jumlah penduduk di daerah sekitar tapak, Kelurahan Hamdan
Lingkungan X memiliki jumlah penduduk berkisar ±1769 jiwa, dengan terdapat ±467
kepala keluarga. Kemudian pada Kelurahan Aur Lingkungan IX memilki jumlah
penduduk berkisar ±758 jiwa, dengan ±170 kepala keluarga yang terdapat didalamnya.
Namun, jumlah penduduk yang bermukim di sepanjang pinggir sungai tidak diperoleh
data penduduknya dengan jelas, dikarenakan pemukiman ini merupakan pemukiman
illegal (pemukiman liar) yang tidak termasuk pada sensus penduduk data Kelurahan
Hamdan maupun Kelurahan Aur.
Gambar 1.5 Kondisi Sungai Deli
Pemukiman yang berada di sepanjang sungai ini sudah melanggar undang-undang
dan peraturan daerah, yaitu Peraturan Daerah (Perda) Nomor 10/ 2009 tentang Izin
Mendirikan Bangunan (IMB) yang dijabarkan bahwa untuk membangun atau mendirikan
bangunan di sekitar daerah aliran sungai, minimal memiliki jarak 25 meter dari pinggir
pemukiman disepanjang pinggir Sungai Deli ini merupakan illegal, dikarenakan daerah
sempadan sungai yang harusnya bebas dari struktur fisik.
Hasil yang diperoleh berdasarkan survey lebih lanjut ke pemukiman tepi Sungai Deli,
didapatkan bahwa pemukim yang berada di tepi sungai bagian Jl. Mangkubumi,
mayoritas masyarakatnya didominasi oleh etnis India. Sementara pemukim yang berada
di tepi sungai bagian Jl. Badur, lebih didominasi oleh etnis Jawa dan etnis Melayu.
Pekerjaan atau mata pencaharian masyarakat di sekitar tepi sungai adalah sebagai kuli
bangunan, dan membuka warung atau kaki lima.
Sosialisasi masyarakat pada area site sangat kurang, dikarenakan daerah ini
merupakan daerah perdagangan. Yang hanya bersifat melayani disaat keramaian yang
terjadi pada waktu pagi hingga sore saja dan menyebabkan kemacetan di Jl. Mangkubumi
dikarenakan banyaknya kendaraan yang parkir sembarangan di pinggir jalan. Dan
kemudian diwaktu malam hari daerah ini tergolong sepi dikarenakan sedikitnya kegiatan
yang terjadi pada malam hari pada daerah ini. Namun sosialisasi masyarakat pada daerah
tepi Sungai Deli tergolong tinggi, setiap sore para masyarakat daerah tepi sungai sering
berkumpul bersama dan bersosialisasi dengan tetangga dan banyaknya anak-anak kecil
yang bermain dan berenang di tepi sungai.
Gambar 1.6
Gambar 1.7
Interkasi Sosial Masyarakat Bermain di Sungai
Masyarakat daerah tepi sungai cukup berepengaruh terhadap Sungai Deli, bisa
dikatakan Sungai Deli merupakan salah satu sumber kehidupan mereka. Mereka
menjadikan Sungai Deli sebagai fasilitas seperti anak-anak bermain dan berenang di tepi
sungai, mandi dan buang air ditepi sungai, juga terdapat ibu-ibu yang mencuci baju dan
perlengkapan rumah tangga lainnya di tepi sungai. Sungguh disayangkan karena
masyarakat ini secara tidak langsung juga berpengaruh terhadap pelestarian Sungai Deli,
dikarenakan mereka membuang sampah limbah rumah tangga mereka kedalam sungai.
Disamping itu sumber listrik pemukiman masyarakat tepi sungai yang didominasi oleh
rumah panggung ini, kemungkinan besar mencuri listrik dari tiang PLN.
Gambar 1.8 Gambar 1.9
Gambar 1.10
GSB Jl. Badur
Site tempat lokasi apartemen akan dibangun memiliki luas 2,5 ha, yang kemudian
terdapat Sungai Deli melalui atau membelah site ini. Namun untuk pembangunan pada
site ini memiliki syarat dan ketentuan hukum dikarenakan site ini berlokasi di pinggir
sungai (Riverside). Syarat pembangunan bangunan tepi sungai yang ditetapkan oleh
peraturan pemerintah yang diperoleh melalui RTRW yang wajib dipatuhi untuk menjaga
keamanan bangunan yaitu, bangunan paling sedikit harus memiliki Garis Sempadan
Bangunan (GSB) selebar 15 m dari tepi kiri dan kanan bibir sungai, dan sepanjang alur
sungai untuk sungai yang bertanggul dan kecil, kemudian pada Jl. Mangkubumi memiliki
GSB selebar 3 m, dan pada Jl. Badur memiliki GSB selebar 5 m. Koefisien Dasar
Bangunan (KDB) yaitu 60%, dan Koefisien Luas Bangunan (KLB) yaitu 12. Didapatkan
luas site yang diizinkan untuk dibangun oleh bangunan permanen adalah seluas ± 1,5 ha.
Mengingat kembali peraturan daerah RTRW pasal 14 ayat 3 yang menetapkan bahwa
kecamatan Medan Maimun merupakan kawasan pusat pelayanan kota, yang merupakan
suatu wilayah yang memiliki kegiatan utama dengan susunan fungsi kawasan sebagai
tempat pemukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan,
Wikipedia). Sangat tepat untuk wilayah tapak/site yang merupakan daerah atau area
komersil, sangat sesuai untuk pembangunan apartemen kelas menengah atas dengan
fasilitas-fasilitas pendukung lainnya.
Mengingat aspek hirarkis1 yang menjelaskan bahwa kelas sosial penting bagi
pemasaran, bahwa kelas sosial seperti Masyarakat Menengah Atas, memiliki faktor gaya
hidup tertentu yaitu kepercayaan, sikap, kegiatan, dan perilaku. Sehingga rencana
pembangunan apartemen ini nantinya akan menganut “Apartemen Menengah Atas” yang
akan menjadikan kawasan ini kawasan komersil dengan fasilitas-fasilitas lengkap selain
memiliki fungsi sebagai apartemen serta kebutuhan hidup masyarakat menengah atas
lainnya. Bangunan apartemen ini akan dibangun memiliki 2 tower dengan tinggi 20
lantai, dan terdapat podium setinggi 4 lantai yang dapat dikategorikan sebagai mall kecil
untuk masyarakat publik, kemudian fasilitas-fasilitas ruang terbuka hijau dan taman
terbuka hijau untuk publik yang memanfaatkan sungai dengan menjadikannya sebagai
view dan melestarikannya.
1