• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) Populasi Manggis (Garcinia mangostana L.) Di Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Analisis RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) Populasi Manggis (Garcinia mangostana L.) Di Sumatera Utara"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Tanaman manggis dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Malpighiales

Famili : Clusiaceae

Genus : Garcinia

Spesies : G. mangostana L.

Manggis merupakan salah satu buah yang digemari oleh masyarakat

Indonesia. Tanaman manggis berasal dari hutan tropis yang teduh di kawasan

Asia Tenggara, yaitu hutan belantara Indonesia. Dari Asia Tenggara, tanaman ini

menyebar ke daerah Amerika Tengah dan daerah tropis lainnya seperti Filipina,

Papua New Guinea, Kamboja, Thailand, Srilanka, Madagaskar, Honduras, Brazil

dan Australia Utara. Manggis merupakan salah satu buah unggulan Indonesia

yang memiliki peluang ekspor cukup menjanjikan. Permintaan manggis

meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan kebutuhan konsumen terhadap

buah. (Prihatman, 2000)

Manggis dikenal dengan julukan ratu buah tropis yaity queen of fruits of tropical fruit, (Fairchild, 1915). Tampilan buahnya yang eksotis serta rasa yang khas belakangan dikenal sebagai salah satu buah yang bermanfaat bagi kesehatan

(2)

seiring dengan kebutuhan buah manggis dunia terutama Hongkong, Singapura,

dan Inggris (Prihatman, 2000).

Manggis mempunyai berbagai macam nama lokal khususnya di Indonesia

seperti manggu (Jawa Barat), manggus (Lampung), Manggusto (Sulawesi Utara),

manggista (Sumatera Barat). Pohon manggis dapat tumbuh di dataran rendah

sampai di ketinggian di bawah 1.000 m dpl. Pertumbuhan terbaik dicapai pada

daerah dengan ketinggian di bawah 500-600 m dpl. Buah manggis dapat disajikan

dalam bentuk segar, sebagai buah kaleng, dibuat sirop/sari buah. Secara

tradisional buah manggis digunakan sebagai obat sariawan, wasir dan luka. Kulit

buah dimanfaatkan sebagai pewarna termasuk untuk tekstil dan air rebusannya

dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Batang pohon dipakai sebagai bahan

bangunan, kayu bakar/ kerajinan. (Prihatman, 2000)

Kulit manggis yang dahulu hanya dibuang saja ternyata dapat

dikembangkan sebagai obat. Kulit buah manggis setelah diteliti ternyata

mengandung beberapa senyawa dengan aktivitas farmakologi misalnya

antiinflamasi, antihistamin, pengobatan penyakit jantung, antibakteri, antijamur.

Beberapa senyawa utama kandungan kulit buah manggis adalah golongan xanton.

Senyawa xanton yang telah teridentifikasi, diantaranya alfa mangostin dan

gamma-mangostin. Pemanfaatan kulit buah manggis sebenarnya sudah dilakukan

sejak lama. Kulit buah manggis secara tradisional digunakan pada berbagai

pengobatan di Negara India, Myanmar Sri Langka, dan Thailand. Secara luas,

masyarakat Thailand memanfaatkan kulit buah manggis untuk pengobatan

penyakit sariawan, disentri, cystitis, diare, gonorea, dan eksim. Kulit buah

(3)

juga digunakan sebagai ramuan untuk mengobati luka, demam, diare, sariawan

dan sembelit, selain itu juga bubuk atau serbuk dari kulit manggis yang

dikeringkan juga bermanfaat untuk mengobati disentri (Mardiana, 2011).

Ekstrak dan kandungan alami yang berasal dari G. mangostana yang

dikenal sebagai xanthones, dilaporkan memiliki berbagai manfaat yang cukup

besar di bidang farmakologi. Berbagai manfaat antara lain sebagai antioksidan,

anti jamur, anti bakteri, sitotoksik, anti inflamasi, anti histimin, anti HIV dan

fungsi lainnya. (Obolskiy, et al. 2009)

Pemuliaan Manggis

Manggis termasuk dalam famili Clusiaceae dan genus Garcinia. Genus ini

terbagi dalam 400 spesies (Campbell 1996; Richard 1990). Pohon manggis

mencapai tinggi 10-25 meter. Diameter batang 25-35 cm dan kulit batang

biasanya berwarna coklat gelap atau hampir hitam, kasar dan cenderung

mengelupas. Getah manggis berwarna kuning dan terdapat pada semua jaringan

utama tanaman (Shabella, 2011)

Daun manggis merupakan daun tunggal, lonjong, ujung runcing, pangkal

tumpul, tepi rata, pertulangan menyirip, panjang 20-25 cm, lebar 6-9 cm, tebal,

tngkai silindris, hijau (Hutapea, 1994).

Buah manggis berbentuk bulat atau agak pipih dengan diameter 3,5-8 cm.

Berat buah bervariasi sekitar 75-150 gram, tergantung pada umur pohon dan

daerah geografisnya. Tebal kulit buah berkisar antara 0,8-1 cm, berwarna

keunguan dan biasanya mengandung cairan kuning yang rasanya pahit. Buah

(4)

sama dan biasanya mengandung 1-2 biji. Biji-biji besar berbentuk pipih berwarna

ungu gelap atau cokelat dengan panjang 2-2,5 cm, lebar 1,5-2,0 cm dan tebalnya

antara 0,7-1,2 cm tertutup oleh serat lunak yang menyebar sampai ke dalam

daging buah. Berat biji bervariasi antara 0,1-2,2 gram (Shabella, 2011)

Bunga manggis bersifat dioecius (berumah dua), tetapi hanya bunga betina

yang dapat dijumpai sebab bunga jantan mengalami rudimenter (Steenis 1975;

Cox 1988). Sehingga reproduksinya bersifat parthenogenesis. Manggis memiliki

jumlah kromosom 2n = 4x = 90, diduga tetraploid dan kemungkinan allotetraploid

atau amplidiploid. Merupakan turunan dari Garcinia malacensis (2n = 2x = 42)

dan Garcinia hambroniana (2n = 2x = 48), manggis merupakan turunan yang memiliki morfologi intermediet antara 2 spesies diploid ini.

Biji manggis merupakan biji apomiksis yaitu biji yang terbentuk bukan

merupakan hasil perkawinan/seksual sehingga secara genetik turunan yang

dihasilkan akan sama dengan induk betina (Verheij dan Coronel,1992).

Tanda-tanda apomiksis pada manggis antara lain adalah terjadinya pengecambahan biji

tanpa adanya peran dari organ jantan, adanya proembryo adventitious

pertumbuhan secara vegetatif dari nucellar atau jaringan integumen, dan

menghasilkan beberapa kecambah dari satu biji (Richards 1990). Kihara (1951)

mengatakan bunga jantan tanaman manggis mengalami rudimenter sehingga hal

ini menjadi kendala untuk perbaikan varietas melalui persilangan. Pertumbuhan

lambat dan system perakaran manggis kurang berkembang (Cox, 1970).

Lambatnya pertumbuhan bibit manggis disebabkan akar lateral yang tidak

(5)

Perbanyakan manggis secara umum dilakukan melalui biji dan cara

perbanyakan lainnya, seperti penyusuan, sambung pucuk atau kultur jaringan.

Tanaman manggis bersifat apomiksis sehingga tanaman yang berasal dari biji

secara genetis akan sama dengan induknya (Horn 1940 ; Ochse et al . 1961; Cox

1976). Metode pemuliaan manggis yang telah diterapkan diantaranya adalah

dengan irradiasi sinar gamma dengan dosis tertentu, hibridisasi, transformasi gen,

irradiasi nodular kallus, dan irradiasi benih.

Keragaman Genetik

Keragaman genetik dalam populasi memiliki arti yang sangat penting

untuk pengembangan sumber genetik yang dibutuhkan bagi kegiatan pemuliaan

(Karsinah dkk. 2002). Keragaman genetik memainkan peranan penting dalam

adaptabilitas suatu spesies. Spesies yang memiliki derajat keragaman genetik yang

tinggi akan memiliki lebih banyak variasi alel yang dapat diseleksi (Elford dan

Stansfield, 2007).

Menurut Nijs dan Van Dijk (1993) manggis termasuk dalam

agamospermae sehingga biji yang dihasilkan biji apomiksis. Oleh sebab itu perlu

untuk membuat keragaman genetik pada tanaman manggis. Manggis termasuk

tanaman yang membiak dengan biji secara apomiksis sehingga manggis yang

berasal dari biji mempunyai kesamaan genotipe dengan induknya. Artinya

tanaman manggis yang diperbanyak dengan biji dan vegetatif akan mempunyai

susunan yang sama (Bradshaw, 1980). Verheij (1991) mengatakan bahwa pada

(6)

Manggis termasuk tanaman agamospermy yang reproduksinya secara

aseksual melalui jaringan proembrio jaringan ovular. Implikasi dari system

reproduksi yang aseksual tersebut seharusnya manggis menghasilkan buah yang

seragam dan hanya ada satu varietas (Horn, 1940, Richard 1990). Namun

kenyataannya dijumpai berbagai ragam bentuk, penampilan, ukuran daun dan

buah (Gonzales dan Quirino 1951, Mansyah et al. 1992).

Keragaman genetik pada manggis kemungkinan disebabkan

perkembangan ploidi. Dari hasil penelitian pada tiga group tetua dan progeni dari

manggis menunjukkan adanya keragaman genetik pada progeninya. Dimana

keragaman antara keturunan dan tetuanya bekisar 0.59 – 1.0. Hal ini dapat

menunjukkan bukti yang mendukung adanya keragaman genetik pada manggis

yang tergolong tanaman apomiksis (Mansyah et al. 2007). Seperti dalam

penelitian terdahulu (Mansyah et al. 2004) variasi genetik dapat terjadi antara

tanaman induk manggis dan keturunannya. Banyak bentuk keragaman genetik

yang mungkin timbul setelah terjadinya hibridisasi dari perkawinan seksual

dengan sifat reproduktif yang divergen (Spillane et al. 2001)

Hasil pengamatan Mansyah et al (1999) menunjukkan bahwa populasi

manggis Sumatera Barat memiliki variabilitas fenotif yang luas untuk karakter

panjang daun, jumlah buah per tandan, bobot buah, tebal kulit buah dan total

padatan terlarut. Namun dari hasil isoenzim glucose phosphate isomerase

diketahui bahwa manggis yang berasal dari lokasi yang berbeda diperoleh pola

pita yang sama.

Indonesia adalah salah satu negara penghasil manggis, dan pohon manggis

(7)

keragaman morfologi pada pohon manggis yang tersebar di Indonesia. Daerah

penyebaran manggis yang diobservasi meliputi Sumatera Barat (Padang,

Payakumbuh, Sawahlunto/Sijunjung, Lubuk Alung, Kamang, Pesisir Selatan,

Pasaman dan Solok), Riau (Tembilahan-Indragiri Hilir), Jambi (Muaro Tebo),

Sumatera Selatan (Lahat, Ogan Komering Ilir, and Ogan Komering Ulu),

Bengkulu (Pal VIII, Rejang Lebong), Bangka/Belitung (Badau, Buluh Tumbang,

Kelapa Kampit, Bantan, dan Pelulusan ). Di Jawa , survey meliputi Jawa Barat

(Leuwiliang-Bogor dan Wanayasa-Purwakarta), Jawa Tengah (Kaligesing –

Purworejo) dan Jawa Timur (Watulimo-Trenggalek).Survey ini meliputi 192

pohon yang berusia lebih besar dari 25 tahun. Lokasi survei dapat dilihat pada

Gambar 1.

Gambar 1. Lokasi penyebaran manggis di Sumatera dan Jawa (Mansyah, 2010)

Dari hasil observasi tersebut terdapat keragaman morfologi yang dapat

dikelompokkan dalam 11 karakter morfologi. Karakter tersebut meliputi : bentuk

kanopi/ canopy shape, warna daun dewasa/ mature leaf colour, jumlah bunga dan

buah per kluster/ number of flowers and fruits per cluster, panjang pedikal/

(8)

stigma/ stigma lobe shape, ukuran dan ketebalan/ size, and thickness, jumlah segment buah/ the number of fruit segments, dan ketebalan kulit/ rind thickness.

Beberapa peneliti juga melaporkan adanya keragaman morfologi pada

manggis. Wester (1962) menggambarkan bahwa manggis Jolo memiliki bentuk

yang lebih besar dan kulit yang lebih tebal dibandingkan dengan yang ada di

Singapura dan Saigon. Rasanya lebih asam dari pada yang ada di Malaysia. Cox

(1970) melaporkan bahwa terdapat rasa yang paling enak dan ukuran yang lebih

besar dijumpai pada manggis Jawa dibandingkan yang biasa didapati pada

manggis di Filipina. Beberapa pohon di Burma didapati memiliki bercak kuning.

Di Nicaragua didapati pula ukuran manggis dan ukuran daun yang lebih kecil.

Manggis telah memberikan nilai value yang tinggi bagi buah ekspor

Indonesia. Untuk itu perlu adanya pengembangan ke arah peningkatan nilai

ekonomis. Kendala – kendala saat ini yang ada antara lain pertumbuhan yang

lambat, kualitas rendah dengan adanya bercak pada kulit buah, getah kuning pada

kulit dan buah. Indonesian Agency for Agricultural Research and Development

(IAARD) memberikan rekomendasi berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

untuk pengembangan kualitas manggis yaitu : mempercepat pertumbuhan

manggis dengan memanipulasi penggunaan CO2, penggunaan mikoriza, teknologi

ramah lingkungan, pemupukan dan irigasi yang baik (Mansyah et al. 2013)

Pemuliaan secara konvensional sulit dilakukan pada tanaman manggis

dikarenakan polen mengalami rudimenter sehingga dapat dikatakan manggis tidak

memiliki polen dan masa pertumbuhan yang lama (Morton, 1987). Fauza et al

(2005) menyatakan bahwa iradiasi sinar gamma pada biji manggis

(9)

yang diamati seperti tinggi tanaman, jumlah daun per tanaman, diameter batang,

dan lebar daun. Induksi iradiasi sinar gamma dapat meningkatkan keragaman

genetik manggis. Keragaman genetik akibat iradiasi sinar gamma berdasarkam

marka ISSR meningkat sebesar 5% dibandingkan tanpa iradiasi. Pada tanaman

padi, radiasi dengan sinar gamma pada dosis tertentu diketahui dapat menginduksi

mutasi klorofil dan meningkatkan varaisi genetic ketahanan terhadap penyakit

blas (Mugiono, 1996).

Studi genetika populasi melalui persilangan sulit dilakukan pada tanaman

manggis karena merupakan tanaman berumur panjang dan bersifat apomiksis.

Pola keragaman genetika dan pewarisan sifat pada tanaman sejenis manggis

adalah dengan pengamatan langsung pada populasi yang ada dan bantuan marka

molekuler. Penggunaan marka molekuler mempunyai beberapa keuntungan

diantaranya tidak dipengaruhi oleh lingkungan serta memberikan informasi

langsung dari genom individu (Leverbre et al. 2001)

Upaya perbaikan sifat tanaman manggis dengan meningkatkan keragaman

genetiknya perlu dilakukan. Seperti telah diketahui, modal dasar pemulian

tanaman adalah adanya keragaman yang luas. Dengan adanya variabilitas yang

luas , proses seleksi dapat dilakukan secara efektif karena akan memberikan

peluang yang lebih besar untuk diperoleh karakter-karkter yang diinginkan (Sobir

(10)

Tabel 1. Karakter morfologi manggis yang tersebar di Jawa dan Sumatera (Mansyah, 2010)

No Characters Observation Variation Percentage¹

Value Category Value flowers or fruits per cluster

3. Combination of 1,2,3,4

up 12

to 12 flowers fruits per cluster

diameter/fruit 2. Medium 0.31-0.39 92

diameter ratio 3. Large ≥ 0.40 5

(11)
(12)

Hasil Amplifikasi Fragment Length Polymorphism (AFLP) terhadap sembilan sampel genom manggis menunjukkan adanya keragaman yang tinggi. Dengan

metode underweighted pair-group with arithme average (UPGMA) pada koefisen

jarak genetik 60% menghasilkan satu kelompok genom, dan pada koefisien

kesamaan genetik 70% menghasilkan tiga kelompok aksesi manggis. Informasi

variabilitas genetik diharapkan dapat mendukung program pemuliaan manggis

(Makful et al. 2010)

Ramage et al. (2004) melaporkan adanya hubungan kekerabatan antara 37

aksesi spesies manggis dan antara 11 aksesi dari 8 spesies Garcinia lainnya

dengan menggunakan marka molekular Randomly Amplified DNA Fingerprinting

(RAF). Hasilnya memperlihatkan pada 26 aksesi yang ada tidak terdapat variasi

yang dideteksi diatas 530 loci. 8 aksesi (22%) menunjukkan variasi namun pada

tingkat yang sangat rendah (0.2-1%) dan 3 aksesi lainnya (8%) menunjukkan

tingkat keragaman yang lebih ekstensif.

Sinaga et al. (2007) melaporkan keragaman genetik 99 aksesi manggis di

Indonesia dengan penanda RAPD diperoleh 88 pita DNA yang berbeda dengan

kisaran 0.2 – 2.0 yang diamplifikasi dengan menggunakan delapan primer terpilih

yaitu SBH 12, SBH 13, SBH 14, SBH 19, OPA 14, OPA 16, OPA 17, OPA 18.

Penggunaan DNA marker dengan teknik AFLP dengan menggunakan 4

jenis isoenzim yaitu Esterase (EST), Peroxidase (PER), Acid Phosphatase (ACP),

dan Malic dehydrogenase (MDH) pada 13 aksesi manggis dan tanaman yang

masih memiliki hubungan kekerabatan, diperoleh 220 pita polimorfik dan

(13)

Keragaman genetik pada tanaman menggis tergolong terbatas dan untuk

meningkatkan keragaman genetik dapat digunakan mutasi dengan sinar gamma

dan selanjutnya karakter morfologi seperti karakter pertumbuhan bibit, struktur

anatomi daun, system perakaran pada biji yang dilakukan pada dua varietas yaitu

Wanayasa dan Puspahiang. Radiasi sinar gamma juga dilakukan pada 22 putative

mutant yang diamplifikasi dengan 5 primer, dan diperoleh hasil bahwa keragaman

genetik tertinggi terjadi pada kalus nodular dibandingkan dengan perlakuan

radiasi pada biji (Sobir dan Poerwanto, 2007). Penelitian lain juga menunjukkan

biji manggis yang dikulturkan dalam medium 1/2 MS yang ditambahkan 5 ppm

BAP dan diberi perlakuan radiasi pada 11 level dosis sinar gamma juga

memperlihatkan perubahan morfologi pada akar, daun dan parameter anatomi

lainnya (Harahap, 2005).

Keragaman genetik manggis dengan menggunakan ISSR (Inter-simple

sequence repeat) pada 23 aksesi manggis di pulau Sumatera diperoleh koefisien

keragaman pada kisaran 0.44 – 0.96, dengan menggunakan 11 primer, 2 diantara

primer tersebut adalah monomorfik. Primer yang digunakan yaitu PKBT-2,

PKBT-3, PKBT-4, PKBT-5, PKBT-7, PKBT-8, PKBT-10, PKBT-11, PKBT-12,

PKBT-14 dan ISSRED-14 (Mansyah, et al. 2010).

Sobir et al. (2011) berhasil melakukan analisis keragaman dengan teknik

ISSR pada 28 aksesi manggis dan 11 kerabatnya dengan menggunakan 7 primer.

Primer yang digunakan antara lain : 2, 4, 5, 6,

PKBT-3, PKBT-10. Dari hasil dendrogram diperoleh 7 kerabat dekat G. mangostana

(14)

yang berada dalam 1 group dengan G. mangostana adalah G. xanthochymus, G.

malaccenensis, G. celebica-1 dan G. dulcis. Dengan koefisien keragaman pada level 22%.

Untuk mengetahui keragaman manggis di pulau Jawa (Prabowo 2002 ;

Mansyah 2002) dengan teknik DNA, mengekstrak DNA dari 21 aksesi yang

terdiri dari 10 yang berasal dari Wanayasa, 5 dari Leuwiliang, 4 dari Kaligesing

dan 2 dari Watulimo. Lima primer terpilih yang digunakan adalah SB13, SB19,

OPH12, OPH13 dan OPH18. Dengan teknik RAPD ini berhasil diperoleh total 51

pola pita dan 42 pola pita (82.4%) yang polimorfik.

Sahasrabudhe and Deodhar (2010) melaporkan hasil RAPD manggis yang

berasal dari bagian barat Ghats, India. Enam primer yang digunakan yaitu

OPD-02, OPD-05, OPD-07, OPD-08, OPD-11 dan OPD-13 menghasilkan pola pita

polimorfik sebanyak 28 pola pita. Persentase polimorfis berada pada range 13 –

37.5%.

Yapwattanaphun et al. (2002) melaporkan hasil hasil ITS (internal

transcriber spacer region of ribosomal DNA/ nrDNA dari 17 spesies Garcinia

termasuk spesies G. mangostana diperoleh bahwa G. malaccensis adalah tetua

dari manggis dan satu lagi yang kemungkinan menjadi tetua manggis adalah G.

hombroniana. ITS sekuensing analisis juga memperlihatkan G. atroviridis,

G.cowa, G. dulcis, G. malaccensis, G. mangostana, G. rostrata dan G. vilersiana

memiliki dua nukleotida pada posisi nukleotida yang sama.

Adanya getah kuning pada buah manggis saat ini menjadi faktor

pengganggu bagi penerimaan konsumen terhadap kualitas buah manggis. Salah

(15)

wavelength near infrared (SW-NIR) transmittance spectroscopy. Sontisuk, et al.

(2006) melakukan teknik ini pada 193 manggis yang berasal dari Kasetsart

Agricultural and Agro-Industrial Product Improvement Institute, Bangkok, Thailand. Dengan teknik ini dapat dideteksi adanya getah kuning dan diharapkan

dengan teknik ini juga dapat digunakan untuk mendeteksi karakter lainnya seperti

ukuran buah, ketebalan kulit, biji, kandungan getah dan warna kulit yang

bertujuan untuk peningkatan kualitas ekonomi buah manggis.

Untuk menentukan keragaman genetik tanaman dapat didasarkan pada

sifat agronomi, morfologi, biokimia, dan marka molekuler. Namun penanda

molekuler dapat menunjukkan perbedaan genetik pada tingkat yang lebih rinci

tanpa gangguan faktor lingkungan serta melibatkan teknik yang memberikan hasil

keragaman genetik yang cepat. Berbagai jenis penanda molekuler berbeda

potensinya dalam mendeteksi perbedaaan antara individu, biaya, fasilitas yang

dibutuhkan, konsistensi dan replikasi hasil (Mohammadi dan Prasanna, 2003 ;

Sudre et al. 2007)

Marka RAPD

Identifikasi dan karakterisasi manggis dan kerabat dekatnya penting

dilakukan untuk memperoleh sumber keragaman genetik baru, untuk pemanfaatan

konservasi dan pemuliaan genetiknya (Sinaga, et al. 2007). Metode yang sering

digunakan untuk studi keragaman genetik berdasarkan sidik jari DNA yang

berbasis polymerase chain reaction (PCR) seperti Random amplified polymorphic

(16)

Studi genetika pada tanaman yang apomiksis seperti manggis dibutuhkan

dua pendekatan yaitu pada tanaman tetua dan pada keragaman progeninya dengan

analisis molekular (Koltunov, 1993). Fase juvenile pada tanaman manggis yang

cukup lama menyebabkan sulitnya untuk mengamati dan menganalisis keragaman

yang terjadi pada keturunannya. Hal ini dapat diatasi dengan mengevaluasi

karakter morfologi pada beberapa populasi manggis, menganalisis karakter biji

dan ditanam pada lokasi yang sama, kegiatan ini dapat dilakukan dengan marka

molekuler.

Marka Random amplified polymorphic DNA (RAPD) merupakan metode

yang menggunakan oglionukleotida tunggal pendek (primer), sepanjang 10-12

basa, untuk membentuk fragmen-fragmen DNA. Metode RAPD memanfaatkan

PCR untuk mengamplifikasi sekuen DNA yang komplementer terhadap primer.

Sekuen DNA yang komplementer dengan primer akan terhibridisasi secara acak

(random), selanjutnya dilakukan perbanyakan (amplified) terhadap sekuen-sekuen

DNA komplementer tersebut. Tahap selanjutnya yaitu melakukan elektroforesis

pada agarose atau polyacrilamide gel untuk memisahkan fragmen DNA

berdasarkan ukurannya. Kemudian dilakukan pewarnaan dengan ethidium

bromide dan fragmen-fragmen DNA akan terlihat jika disinari dengan sinar UV. Metode RAPD dapat menghasilkan beragam pita pada individu dengan primer

tunggal. Variasi band yang terlihat umumnya disebut random amplified

polymorphic DNA (RAPD) bands. Polimorphisme akan terlihat dan selanjutnya bisa digunakan sebagai marka genetik. Pemanfaatan metode RAPD antara lain

untuk deteksi polimorphisme sekuens DNA, pemetaan genetik berbagai populasi,

(17)

(filogenetik). Metode RAPD mempunyai keunggulan dan juga kekurangan.

Keunggulan metode RAPD yaitu waktu yang dibutuhkan singkat, mudah

dilaksanakan, lebih murah, dan primer yang diperlukan sudah banyak

dikomersilkan sehingga mudah diperoleh. Metode ini dapat digunakan untuk

menganalisis banyak organisme, karena primer yang digunakan bersifat universal

yang berarti primer dapat digunakan tanpa perlu mengetahui informasi sekuen

DNA terlebih dahulu (Weising et al. 1994)

Salah satu keuntungan pemakaian analisis keragaman genetik tanaman

dengan menggunakan teknik molekuler yang memanfaatkan teknologi amplifikasi

PCR adalah kuantitas DNA yang diperlukan hanya sedikit. Disamping itu, dalam

pelaksanaan teknik RAPD tingkat kemurnian DNA yang dibutuhkan tidak perlu

terlalu tinggi, atau dengan kata lain teknik amplifikasi PCR relatif toleran

terhadap tingkat kemurnian DNA. Walaupun demikian, dalam suatu teknik isolasi

DNA masih diperlukan suatu tahapan untuk meminimalkan senyawa-senyawa

kontaminan yang dapat mengganggu reaksi PCR seperti polisakarida dan

metabolit sekunder. Hal ini disebabkan keberadaan polisakarida dan metabolit

sekunder dalam sel tanaman sering menyulitkan dalam isolasi asam nukleat.

Adanya polisakarida dan senyawa metabolit sekunder dalam sel tanaman sering

menyulitkan dalam proses isolasi asam nukleat. Struktur polisakarida yang mirip

dengan asam nukleat akan menyebabkan polisakarida tersebut akan mengendap

bersama dengan asam nukleat (Wilkins dan Smart, 1996).

Dalam program pemuliaan tanaman, diperlukan identifikasi baik karakter

morfologi maupun molekuler untuk menguji keragaman genotip klon-klon yang

(18)

yang sebanding dengan RFLP dalam hal analisis kekerabatan antar genotif dan

mampu menghasilkan jumlah karakter yang tidak terbatas sehingga sangat

membantu dalam analisis keragaman genetik tanaman yang tidak diketahui latar

belakang genomnya. Analisis RAPD hanya memerlukan sejumlah kecil DNA

sehingga sangat sesuai untuk species tanaman berkayu. RAPD memerlukan biaya

lebih rendah dibandingkan biaya untuk uji kekerabatan berdasarkan analisis DNA

yang lain. Pemakaian marka molekuler RAPD banyak digunakan untuk menyusun

kekerabatan beberapa individu dalam spesies maupun kekerabatan antar spesies.

Penggunaan kekerabatan ini dapat dijadikan rujukan dalam pemuliaan persilangan

untuk mendapatkan keragaman yang tinggi dari hasil suatu persilangan. Teknik

RAPD menggunakan primer acak maupun spesifik telah terbukti dapat digunakan

sebagai penanda molekuler untuk berbagai karakter agronomis penting

(Maftuchah, 2001).

Dengan teknik RAPD didapatkan variasi genetik antar populasi manggis

Jawa dan Sumatera. Besarnya variasi genetik tersebut sangat ditentukan oleh jenis

primer yang digunakan (Mansyah, 2002).

Sompong (2004) dengan menggunakan teknik RAPD untuk

mengidentifikasi kesamaan genetik pada mikropropagasi. Mereka melakukan

perbanyakan somaklonal dengan menghasilkan nodular kalus yang berasal dari

daun manggis. Delapan pola pita berhasil diamplifikasi dan menunjukkan tidak

terdapat polimorfis pada somaklon. Hal ini memperlihatkan bahwa teknik RAPD

dapat dipakai untuk melihat ada tidaknya polimorfisme walaupun pada

masing-masing individu tersebut terdapat keragaman morfologi.

Gambar

Gambar 1.
Tabel 1. Karakter morfologi manggis yang tersebar di Jawa dan   Sumatera (Mansyah, 2010)
Gambar 2 : Morfologi tanaman manggis (Mansyah, 2010)

Referensi

Dokumen terkait

Media game dibuat untuk agar anak remaja tertarik untuk memainkan dan secara tidak langsung dapat mengenal dan mengetahui jenis- jenis makanan peranakan yang ada di Jawa Barat

With the help of the proposed assessment method based on information entropy, it is possible for us to quantitatively evaluate the quality of different

We are grateful to the USGS and the South African National Geospatial Information (NGI) of the Department of Rural Development and Land Reform for the provision of

Hasil penelitian dengan memberikan ekstrak terong belanda terhadap tikus putih obesitas yang diinduksi diet tinggi lemak menyebabkan penurunan kadar kolesterol

Hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel fasilitas fisik berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan mahasiswa IAIN Salatiga dalam pembayaran UKT

Belum lagi kalau pelayanan pengadilan itu ditinjau dari segi pembeayaannya, Kesan yang ditarik dari observasi se- kilas lintas mengenai hal ini, juga menyatakan

Sampel dalam penelitian ini yaitu ibu yang mempunyai riwayat menyusui dan mempunyai bayi berusia 6-12 bulan yang berada di wilayah Puskesmas Pandak I Bantul dan

Menurut Sistem Pendidikan Nasional yang menjadi tujuan pengelolaan kelas adalah:a) Mewujudkan situasi dan kondisi kelas, baik sebagai lingkungan belajar maupun